• Tidak ada hasil yang ditemukan

Madu dapat dibedakan menurut karakteristiknya yang meliputi warna, kekentalan, kadar air, aw, aroma, dan rasanya. Karakteristik madu kontrol dan madu sampel dapat dilihat pada Tabel 3 :

Tabel 3. Karakteristik Madu Kontrol, Madu dari Pasar Tradisional dan Toko/Supermarket

Karakteristik Madu Kontrol Sumber Madu

Pasar Tradisional Toko/ Supermarket Warna coklat tua coklat muda-coklat tua coklat tua-gelap Kekentalan Kental sangat encer-agak encer agak encer-kental

Kadar air 22 – 23 20 – 40 21 – 27

aw 0,610 - 0,612 0,520 – 0,850 0,554 – 0,693 Aroma tajam khas madu tidak khas madu-sedikit

khas madu

sedikit khas madu-tajam khas madu Rasa khas madu tidak khas madu-sedikit

khas madu

sedikit khas madu- khas madu

Madu yang diperoleh dari pasar tradisional dan toko/ supermarket dikemas dalam wadah botol kaca dan plastik dengan wadah botol kaca lebih dominan. Menurut Sarwono (2001), madu tidak boleh disimpan dalam wadah logam untuk mencegah reaksi kimia antara wadah logam dan madu serta penyerapan logam berbahaya. Penyimpanan madu terbaik adalah di dalam wadah gelas atau botol plastik.

Pengambilan sampel madu tidak memperhatikan warna. Sampel madu yang diambil terdiri dari berbagai macam warna mulai dari warna terang hingga gelap. Madu yang diambil di pasar tradisional warnanya dominan terang, sebaliknya yang diambil dari toko/supermarket dominan gelap. Menurut White (1979), warna madu murni bervariasi dari putih hingga hitam. Warna madu dipengaruhi oleh sumber nektar tanaman, proses pengolahan, dan proses penyimpanan seperti suhu dan lama penyimpanan. Madu yang disimpan semakin lama akan memiliki warna yang semakin gelap. Hal ini disebabkan oleh proses oksidasi yang terjadi pada kandungan senyawa polifenol madu sehingga menimbulkan warna yang semakin gelap pada madu. Oksigen dari udara akan mengoksidasi HMF sehingga membentuk warna gelap pada madu. HMF merupakan hasil dekomposisi glukosa, fruktosa, dan

26 monosakarida lain yang memiliki enam atom C dalam suasana asam dan dipercepat dengan bantuan asam (Achmadi, 1991). Warna madu berdasarkan sumber nektarnya dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Warna Contoh Beberapa Sampel Madu

Sebagian besar madu yang diperoleh di pasar tradisional lebih encer daripada madu yang diambil dari toko/supermarket. Kekentalan madu dapat diukur dari kadar airnya, bila kadar airnya tinggi maka dapat dikatakan bahwa madu semakin encer. Buckle (1987) menyatakan secara alami madu mengandung khamir, pada madu encer khamir akan berkembang biak dengan pesat dan menyebabkan fermentasi. Komposisi madu selain air umumnya hanya sedikit mempengaruhi kekentalan madu. Suhu juga dapat mempengaruhi kekentalan madu. Kekentalan madu pada suhu rendah lebih tinggi daripada kekentalan madu pada suhu yang tinggi. Madu pada suhu yang tinggi akan lebih mudah mengalami pencairan (Sihombing, 2005).

Kadar air dari sampel madu pasar tradisional memiliki rataan sebesar 25,16% (20% - 40%), sedangkan di toko/supermarket memliki rataan yang lebih rendah yaitu sebesar 23,15% (21% - 27%). Kadar air madu di Indonesia tinggi disebabkan oleh kelembaban relatif (Rh) udara di Indonesia yang tinggi. Sifat madu yang higroskopis

27 akan menarik air dari lingkungan sekitar (Gojmerac, 1983). Kelembaban relatif (Rh) Indonesia berkisar 60% hingga 90%, menghasilkan kadar air madu sekitar 18,3% sampai 33,1% (Sihombing, 2005).

Aktivitas air (aw) adalah jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya. Madu pasar tradisional memiliki rataan aw sekitar 0,661 (0,520 – 0,850) dan lebih tinggi dari madu toko/supermarket yaitu sekitar 0,624 (0,554 – 0,693). Semakin tinggi aw, semakin rendah kualitas madu, karena aw yang tinggi akan memicu pertumbuhan mikroba yang lebih banyak dan lebih cepat.

Madu murni memiliki aroma yang segar dan tajam khas madu. Aroma madu disebabkan adanya senyawa asam-asam terbang (volatile acids) yakni formaldehida, asetaldehida, aseton, isobutiraldehida dan diasetil (Sihombing, 2005). Rasa madu yang khas disebabkan oleh kandungan gula dan asam organik seperti asam glukonat dan prolin. Pada madu dengan rasa spesifik tak terhitung banyaknya variasi penyebab rasa tersebut seperti glukosida dan alkaloid yang khas bagi tumbuhan sumber nektar (Sihombing, 2005). Aroma sampel madu dari pasar tradisional tidak khas madu, dominan beraroma seperti aroma gula.

Kualitas yang rendah dari madu yang beredar di pasar tradisional dapat disebabkan oleh kondisi penyimpanan di pasar tradisional yang memiliki suhu ruangan yang lebih tinggi daripada di toko/supermarket. Madu memiliki sifat lambat menyerap suhu lingkungan, tergantung dari komposisi dan derajat pengkristalannya. Dengan sifat yang mampu menghantarkan panas dan kekentalan yang tinggi menyebabkan madu mudah mengalami overheating (kelebihan panas) menyebabkan zat antimikroba pada madu menjadi rusak. Sampel madu yang dijual menggunakan wadah dari botol dan plastik. Terdapat dua merek madu di pasar tradisional tidak mencantumkan label dan merek pada wadah madu. Tanggal kadaluarsa yang tertera pada wadah sampel madu berkisar selama 1-2 tahun dari tanggal produksi walaupun madu murni sebagai produk alami berkualitas tinggi tidak memiliki batas waktu kadaluarsa jika diolah dan disimpan pada suhu yang tepat (Sihombing, 2005; Bogdanov,

2002). Kondisi penyimpanan sampel madu yang diambil di toko/supermarket dan

28 Gambar 10. Kondisi Penyimpanan Madu di Pasar Tradisional (A) dan

Toko/Supermarket (B)

Madu yang dijual di pasar tradisional ditempatkan di tempat yang panas dan ada beberapa madu yang ditempatkan di tempat yang langsung terkena terik matahari sedangkan madu di toko/supermarket ditempatkan di tempat ber-AC.

Penyempurnaan Metode Uji Kemurnian Madu

Uji kemurnian yang telah dilakukan Rachmawaty (2011) disempurnakan untuk memperoleh kuantifikasi dan standarisasi pada setiap metode pengujian sehingga dapat dijadikan standar dalam pengujian kemurnian madu. Hasil estimasi yang terbaik melalui trial and error digunakan sebagai standar untuk menguji kemurnian madu dalam penelitian ini. Kuantifikasi yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kuantifikasi Uji Kemurnian Madu

Jenis Uji Faktor yang dikuantifikasi dan distandarisasi Hasil

Uji Larut - Kemiringan

- Suhu

- Tipe gelas

30o 50 oC Gelas tinggi 15 cm

Uji Keruh - Kecepatan

- Pengaduk - Konsistensi buih 100 adukan/30 detik Sendok teh >10 menit Uji Pemanasan - Tipe sendok - Volume madu - Waktu pemanasan Sendok makan 5 ml < 2 menit

Uji Segienam - Pengulangan gerakan angka 8

- Konsistensi segienam

- Bentuk segienam

3 kali 10 detik Jelas dan beraturan

29 Uji Larut

Sudut penuangan madu yang dicobakan pada uji larut adalah 15o, 30o , 45o, 60o, dan 90o. Penuangan dengan sudut 45o, 60o, dan 90o menyebabkan madu dapat larut karena faktor tekanan penuangan yang besar, sebaliknya pada sudut 15o menyebabkan madu tidak dapat tertuang dari sendok. Sudut 30o ditetapkan karena sudut tersebut merupakan sudut standar untuk penuangan karena pada sudut tersebut faktor tekanan penuangan tidak terlalu berpengaruh, penuangan madu lebih bersifat mengalir.

Suhu air yang digunakan pada percobaan uji larut adalah 50 oC (air hangat), 70 o

C (air panas dari dispenser), dan 100 oC (air mendidih). Penuangan pada air suhu 70 oC

dan 100 oC menyebabkan madu larut dengan air karena pengaruh suhu yang tinggi terhadap kelarutan madu. Suhu 50 oC ditetapkan karena pada suhu tersebut merupakan suhu maksimal madu murni tidak larut ketika dituang.

Gelas yang digunakan adalah gelas dengan tinggi penampang 15 cm dan gelas dengan tinggi penampang 10 cm. Penuangan madu menggunakan gelas dengan tinggi 10 cm menyebabkan pergerakan madu kurang dapat diamati karena gelas terlalu pendek sehingga madu langsung mencapai dasar gelas ketika dituang. Gelas yang ditetapkan adalah gelas dengan tinggi 15 cm dengan tinggi air 10 cm karena lebih mudah dalam mengamati pergerakan madu ketika hingga mencapai dasar gelas.

Uji Keruh

Kecepatan yang dicobakan pada uji keruh adalah 40, 50, dan 60 adukan selama 15 detik. Adukan sebanyak 40 kali kurang menghasilkan buih yang maksimal. Adukan sebanyak 100 kali dan 120 kali menghasilkan buih yang maksimal. Banyaknya adukan yang ditetapkan yaitu sebanyak 100 kali adukan karena buih telah maksimal dihasilkan.

Pengaduk yang dicobakan pada uji keruh adalah sendok teh dan sendok makan. Percobaan menggunakan sendok makan menyebabkan madu sulit diaduk pada kecepatan tinggi dan tumpah karena pengaruh gelas jus yang berdiameter kecil. Madu yang diaduk juga tidak menimbulkan buih yang maksimal. Pengaduk yang ditetapkan adalah sendok teh karena dengan menggunakan sendok ini buih lebih cepat terbentuk.

Waktu konsistensi buih yang dicobakan pada uji keruh adalah 5 dan 10 menit. Konsistensi madu tidak murni masih dapat bertahan pada menit ke-5. Konsistensi madu murni bertahan pada menit ke-10, bahkan dapat bertahan selama 24 jam ketika didiamkan. Konsistensi buih madu ditetapkan selama 10 menit karena merupakan waktu minimal madu murni dalam mempertahankan konsistensi buihnya.

30 Uji Pemanasan

Sendok yang dicobakan pada uji pemanasan adalah sendok teh, sendok makan, dan sendok sayur. Pada percobaan menggunakan sendok teh, buih yang terjadi langsung meluber keluar sendok sehingga tidak dapat dibedakan antara madu murni dan tidak murni. Percobaan menggunakan sendok sayur memerlukan lebih banyak madu sehingga kurang efisien untuk digunakan. Sendok makan dengan ketebalan kode ‘303’ ditetapkan karena sendok ini paling efisien untuk digunakan karena buih yang terbentuk tidak langsung meluber sehingga jumlah madu yang digunakan tidak terlalu banyak.

Volume madu yang dicobakan pada uji pemanasan adalah 2,5, 5, dan 6 ml. Volume madu sebanyak 2,5 ml tidak menghasilkan buih yang dapat meluber keluar sendok karena jumlah madu terlalu sedikit. Volume madu sebanyak 6 ml menyebabkan buih meluber keluar sendok karena faktor buih yang melebihi kapasitas sendok. Volume madu sebanyak 5 ml dipilih karena volume ini merupakan volume minimal dimana buih madu murni meluber keluar sendok setelah beberapa saat dipanaskan. Volume tersebut juga paling mudah digunakan dan diestimasi oleh konsumen karena mencakup setengah dari volume sendok makan.

Waktu pemanasan yang dicobakan adalah 1, 2, dan 3 menit. Waktu pemanasan selama 1 menit mengakibatkan madu murni masih belum meluber dari sendok. Waktu pemanasan di atas 2 menit menyebabkan madu meluber karena lamanya pemanasan. Waktu 2 menit ditetapkan karena waktu ini merupakan waktu maksimal madu murni meluber keluar sendok ketika dipanaskan.

Uji Segienam

Pengulangan gerakan yang dicobakan yaitu 2 dan 3 kali gerakan. Pengulangan gerakan angka delapan sebanyak 2 kali belum menunjukkan segienam yang nyata. Pengulangan gerakan angka delapan sebanyak 3 dan 4 kali menimbulkan segienam yang nyata. Pengulangan gerakan angka 8 sebanyak 3 kali ditetapkan karena pada gerakan ke 3 segienam sudah mulai terbentuk pada madu murni.

Waktu konsistensi yang dicobakan adalah selama 10 dan 15 detik. Waktu konsistensi selama 15 detik menunjukkan bahwa segienam mulai terlihat tidak jelas. Waktu konsistensi selama 10 detik menunjukkan bahwa madu masih jelas dan madu belum tercampur dengan air. Konsistensi segienam pada madu murni bertahan pada

minimal detik ke-10 sehingga ditetapkan sebagai lamanya konsistensi dengan bentuk segienam yang jelas dan beraturan.

31 Kemurnian Madu Komersial di Bogor

Standar metode uji kemurnian madu telah didapatkan, setelah itu dilakukan uji kemurnian pada 40 sampel madu. Hasil uji kemurnian terhadap sampel madu disajikan pada Tabel. 5.

Tabel 5. Hasil dari Uji Kemurnian 40 Sampel Madu dari Pasar Tradisonal dan Toko/Supermarket Sumber Madu No. Madu Uji Larut Uji Keruh & Buih Uji Pema-nasan Uji Segi enam Uji Ikan mentah Uji Daging Uji Bawang Persentase Lolos Ketujuh Uji (*) (%) Kontrol - 1 1 1 1 1 1 1 100 Pasar Tradi-sional 1 0 0 0 0 0 0 0 0 2 1 0 1 0 0 0 0 28,57 3 1 1 1 1 0 0 0 57,14 4 1 0 0 0 0 0 0 14,29 5 1 0 0 0 1 0 1 42,86 6 0 0 0 0 0 0 0 0 7 0 0 0 0 0 0 0 0 8 0 0 0 0 0 0 1 14,29 9 0 0 0 0 0 0 0 0 10 0 1 1 0 0 0 0 28,57 11 0 0 0 0 0 0 0 0 12 0 0 0 0 0 0 0 0 13 0 0 0 0 0 0 0 0 14 0 0 0 0 0 0 0 0 15 1 0 0 0 0 0 0 14,29 16 0 0 1 0 0 0 0 14,29 17 0 0 0 0 0 0 0 0 18 1 0 0 0 0 0 0 14,29 19 1 1 1 0 0 0 0 42,86 20 0 0 0 0 0 0 0 0

% lolos tiap uji (**) 35 15 25 5 5 0 10

Toko/ Super-market 21 1 1 1 1 1 0 1 85,71 22 0 0 0 0 0 0 0 0 23 1 1 1 1 1 0 1 85,71 24 0 0 0 0 0 0 0 0 25 1 0 0 0 0 0 1 28,57 26 0 1 0 0 0 0 0 14,29 27 0 0 1 0 1 0 0 28,57 28 0 0 0 0 0 0 0 0 29 0 0 0 0 0 0 0 0 30 0 0 0 0 0 0 0 0 31 0 0 1 0 0 0 0 14,29 32 0 0 1 0 1 0 0 28,57 33 0 0 0 0 0 0 0 0 34 0 1 1 0 0 0 0 28,57 35 0 0 0 0 0 0 0 0 36 0 0 0 0 0 0 0 0 37 0 1 0 0 0 0 0 14,29 38 0 0 0 0 0 0 1 14,29 39 0 0 1 0 0 0 0 14,29 40 0 0 0 0 0 0 0 0

% lolos tiap uji (**)

15 25 35 10 20 0 20

Keterangan : 0 = Madu tidak murni (respon berbeda dengan madu kontrol) ; 1 = Madu murni (respon sama dengan madu kontrol)

(*)

= Persentase lolos ketujuh uji = ∑1/7 x 100%

32 Tabel 5 menunjukkan bahwa tidak ada sampel madu dari pasar tradisional maupun dari toko dan supermarket yang terbukti murni dan lolos pada semua uji seperti madu kontrol (yang ditunjukkan oleh persentase lolos uji sebesar 100%). Hanya tiga sampel madu yang memiliki persentase lolos di atas 50%.

Madu Kontrol (Madu Murni)

Madu kontrol memenuhi semua uji kemurnian (persentase lolos uji 100%). Respon dari madu murni pada uji larut adalah madu tidak larut dalam air. Kelarutan madu asli rendah disebabkan madu yang berbentuk kental dengan viskositas tinggi serta adanya komponen-komponen lain dalam madu (meski dalam jumlah yang sangat sedikit) seperti malam lebah, protein, vitamin dan mineral yang tidak dimiliki oleh madu tidak murni. Madu tidak larut kemungkinan disebabkan oleh masih adanya kandungan malam atau lilin lebah pada madu. Malam (beewax) adalah salah satu jenis lilin yang ikatan kimianya stabil (Rahmani, 2004; Sihombing, 2005).

Madu murni memberikan respon keruh pada uji keruh. Hal tersebut disebabkan madu mengandung beberapa zat warna (pigmen). Zat penyebab warna madu terdiri dari fraksi yang larut air dan larut lemak. Pada madu berwarna cerah, zat warna larut air lebih sedikit dari yang larut lemak. Penyebab lainnya adalah berbagai senyawa polifenol, terutama pada madu berwarna pekat (Sihombing, 2005). Respon yang ditunjukkan madu murni pada uji buih adalah madu berbuih kecil-kecil dan buihnya tidak cepat hilang bahkan bertahan sampai 24 jam. Protein menyebabkan kecenderungan membentuk gelembung udara kecil dan buih pada madu. Mekanisme pembentukan buih diawali dengan terbukanya ikatan-ikatan dalam molekul protein sehingga rantainya menjadi lebih panjang dilanjutkan dengan proses adsorpsi yaitu pembentukan mono layer atau film dari protein yang terdenaturasi. Udara ditangkap dan dikelilingi oleh film dan membentuk gelembung. Pembentukan mono layer kedua dilanjutkan di sekitar gelembung untuk mengganti bagian film yang terkoagulasi. Film protein dari gelembung yang berdekatan akan berhubungan dan mencegah keluarnya cairan. Peningkatan kekuatan interaksi antara polipeptida akan menyebabkan agregasi (pengumpulan) protein dan melemahnya permukaan film yang diikuti dengan pecahnya gelembung buih (Cherry, 1981). Buih yang tidak cepat hilang atau cenderung stabil disebabkan adanya zat pembuih atau surfaktan. Surfaktan memiliki sifat mengubah energi permukaan dengan cara

33 menurunkan tegangan permukaan cairan. Zat pembuih pada madu yaitu protein. Zat ini terabsorbsi ke daerah antar fase dan mengikat gelembung-gelembung gas sehingga diperoleh kestabilan.

Respon madu murni ketika dilakukan uji pemanasan yaitu terjadi letupan-letupan gelembung yang kemudian tumpah dari sendok (meluber). Buih atau gelembung yang meluber timbul akibat pemanasan menunjukkan adanya protein dalam madu asli (Gojmerac, 1983). Pada saat dipanaskan kadar air madu berkurang, protein terdenaturasi, dan terjadi penurunan tegangan permukaan sehingga terbentuk buih yang meletup dan meluber dari sendok. Respon dari madu murni adalah banyak terdapat buih karena banyak mengandung protein yang terdenaturasi ketika dipanaskan.

Respon dari madu murni setelah dilakukan pengadukan membentuk angka delapan pada uji segi enam adalah madu membentuk segi enam seperti sarang lebah. Ketika piring digoyang ke kiri dan ke kanan, maka sebelum madu itu bercampur akan membentuk segi enam atau sarang lebah. Semakin lama bentuk segi enam bertahan, berarti semakin baik nutrisi yang terkandung dalam madu tersebut dan dapat dikatakan bahwa madu tersebut murni/ asli. Semakin cepat segi enam itu memudar, maka dapat dikatakan bahwa madu tersebut merupakan madu campuran, karena nutrisinya sudah jauh berkurang (Sumoprastowo, 1980). Madu murni akan membentuk segienam yang jelas di air, karena berat jenisnya yang jauh lebih tinggi dari air (sekitar 1.42 %) dan tidak membuat air keruh (walaupun tercampur madu), karena aktifitas air (water activity) yang rendah dari madu tersebut (Thirta, 2012). Madu membentuk segienam kemungkinan juga disebabkan oleh masih adanya kandungan malam lebah pada madu (Rahmani, 2004; Sihombing, 2005; Takenaka, 1982).

Respon dari madu murni ketika dilakukan uji ikan mentah adalah ikan menjadi tidak lembek/lunak. Ikan menjadi berkerut dan sulit untuk dikembalikan ke bentuk semula karena madu menyerap air dari tubuh ikan. Madu bersifat higroskopis (mudah menarik air) karena secara alami mengandung konsentrasi gula yang tinggi (Sihombing, 2005). Kadar air ikan yang belum mendapat perlakuan penyimpanan adalah 75,18% (Rachmawaty, 2011) sedangkan kadar air madu asli 22%. Madu murni akan menarik air dari ikan karena ikan memiliki kadar air yang lebih tinggi

34 dari madu, sehingga semakin lama kadar air ikan menurun dan ikan semakin berkerut atau kering dan kaku. Kadar air madu yang rendah juga menyebabkan mikroba pembusuk tidak dapat hidup di dalamnya itu. Madu juga mengandung zat antimikroba karena kandungan gulanya yang tinggi, sehingga dapat membatasi jumlah air yang tersedia untuk pertumbuhan mikroba. Nilai pH madu yang rendah berkisar antara 3,2 – 5 dan kandungan protein madu yang rendah sekitar 0,26% juga dapat menghalangi pertumbuhan bakteri. Menurut Buckle et al. (1987), bakteri dapat tumbuh pada bahan pangan yang memiliki aktivitas air (aw) 0,95 – 0,99 dan umumnya mikroorganisme dapat tumbuh pada pH sekitar 5 – 8.

Respon madu murni pada pengujian daging sapi adalah daging masih berwarna merah. Daging merupakan bahan yang mudah rusak, hal ini disebabkan karena komposisi proteinnya yang menyebabkan daging mudah rusak, dan juga karena pencemaran permukaan pada daging oleh mikroorganisme perusak. Nitrosomyochromagen yang membentuk warna merah pada pengawetan daging seperti pengasinan dapat terbentuk pada pH yang rendah (Buckle, 1987) sehingga daging berwarna merah dengan direndam madu dengan pH yang rendah. Madu efektif untuk digunakan sebagai antioksidan dalam mencegah ketengikan daging sapi selama penyimpanan. Kadar air daging yang ditambahkan madu lebih rendah dari kadar air daging yang tidak ditambahkan madu. Madu berwarna gelap memiliki kandungan HMF yang lebih tinggi. Nilai HMF yang tinggi akan mempengaruhi jumlah melanoidin yang terbentuk. Semakin banyak melanoidin yang terbentuk maka antioksidan yang terdapat dalam madu gelap semakin besar sehingga akan lebih efektif dalam menghambat ketengikan daging (Mayasari, 2002). Madu sering digunakan untuk mengawetkan daging sehingga hasilnya masih tetap segar setelah beberapa minggu disimpan pada zaman Yunani dan Mesir kuno (Winarno, 1982).

Respon madu murni pada pengujian bawang merah yaitu bawang berkerut dan berwarna kehitaman. Hasil penelitian Kimball (1983) menunjukkan bahwa sel epidermis bawang merah mengalami plasmolisis jika direndam larutan yang mengandung glukosa yang tinggi. Hal ini terjadi akibat penambahan glukosa yang menyebabkan kondisi diluar sel bawang merah hipertonis dibandingkan di dalam sel. Kondisi hipertonis di luar sel bawang merah menyebabkan air di dalam sel memiliki potensial yang lebih tinggi dibandingkan di luar sel. Hal ini berakibat air yang ada di

35 dalam sel bawang merah keluar dan membran sel menjadi mengkerut kemudian lepas dari dinding sel, isi sel menjadi berkurang (plasmolisis). Madu yang memiliki kandungan glukosa yang tinggi menyebabkan bawang yang direndam dengan madu mengalami pengurangan isi sel (plasmolisis).

Bawang merah yang ditempatkan pada madu yang banyak mengandung air, teksturnya lebih baik. Suatu sel tanaman yang ditempatkan dalam senyawa yang banyak mengandung air mengakibatkan molekul air akan melintasi membran dari luar ke dalam sel sehingga sel akan mengembang karena sel tanaman memiliki dinding sel yang bersifat tegar maka sel tanaman tidak akan mudah pecah akibat tekanan yang timbul dari dalam sel karena masuknya air dari dalam ke luar sel. Sel epidermis bawang merah mempunyai sifat mampu menyerap air (Kimball, 1983) Madu dari Pasar Tradisional

Sampel madu nomor 1-20 merupakan sampel madu yang diambil dari pasar tradisional. Tabel perbandingan efektivitas uji kemurnian beberapa jenis sampel madu dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Perbandingan Efektivitas Uji Kemurnian Beberapa Jenis Sampel madu

Jenis Sampel Madu

Persentase Efektivitas (%) Larut Keruh &

Buih Pema- nasan Segi-enam Ikan

Mentah Daging Bawang - Dicampur Sukrosa (*) - Dicampur Fruktosa(*) - Dicampur Glukosa (*) - Dicampur CMC (*) - Dicampur Gelatin (*) - Dicampur Sagu (*) 100 100 100 100 100 0 65 90 95 5 0 60 0 0 0 100 95 100 0 0 0 100 70 80 60 20 0 100 100 80 - - - - - - - - - - - - Dari pasar tradisional 35 15 25 5 5 0 10

Dari toko dan supermarket

15 25 35 10 20 0 20

Keterangan: (*)

= Rachmawaty (2011) - = tidak diuji

Persentase Madu yang Lolos Tiap Jenis Uji Kemurnian. Persentase lolos tiap jenis uji kemurnian diperoleh dari perbandingan jumlah madu yang memberikan respon sama dengan madu murni pada setiap uji dengan jumlah sampel madu dari pasar tradisional (20 sampel). Tabel 6 menunjukkan bahwa pada uji larut, 35% madu sampel yang diambil dari pasar tradisional memberikan respon yang sama

36 dengan madu murni (kontrol). Sebanyak 65% sampel diduga mendapat bahan tambahan lain berupa gula (fruktosa, glukosa, dan sukrosa), CMC dan gelatin. Rachmawaty (2011) menyatakan efektivitas uji larut untuk mendeteksi penambahan gula, CMC dan gelatin mencapai 100% (Tabel 6).

Uji keruh dan buih menunjukkan bahwa hanya 15% sampel lolos uji kemurnian. Berdasarkan uji ini, 85% sampel diduga mendapat bahan tambahan gula (fruktosa, glukosa, dan sukrosa) dan sagu karena efektivitas uji ini untuk mendeteksi penambahan keempat bahan ini mencapai 60% - 95% (Tabel 6) (Rachmawaty, 2011).

Uji pemanasan menunjukkan bahwa 25% sampel lolos uji kemurnian dan 75% sampel diduga mendapat bahan tambahan CMC, gelatin dan sagu. Rachmawaty (2011) menyatakan bahwa efektivitas uji pemanasan untuk penambahan ketiga bahan ini mencapai 95% - 100% (Tabel 6).

Uji segienam menunjukkan bahwa 5% sampel lolos uji kemurnian dan 95% sampel madu tidak lolos uji. Sama seperti madu yang tidak lolos uji pemanasan, sampel madu yang tidak lolos uji segienam ini diduga mendapat bahan tambahan lain yaitu CMC, gelatin dan sagu. Rachmawaty (2011) menyatakan bahwa sama seperti uji pemanasan, uji segienam juga efektif untuk mendeteksi penambahan CMC, gelatin dan sagu pada madu (70% - 100%, Tabel 6).

Uji ikan mentah menunjukkan bahwa 5% sampel madu lolos uji kemurnian dan 95% sampel madu diduga mendapat bahan tambahan yaitu sukrosa, CMC, gelatin dan sagu. Efektivitas uji ikan mentah untuk penambahan bahan tersebut mencapai 60% – 100% (Tabel 6) (Rachmawaty, 2011). Kecilnya sampel madu dari pasar tradisional yang lolos uji disebabkan oleh kisaran aw nya yang cukup besar yaitu 0,520 – 0,850. Menurut Fennema (1985), pertumbuhan mikroba dapat dihambat hanya pada batas maksimal 0,75.

Uji daging menunjukkan bahwa tidak satu pun sampel madu lolos uji

Dokumen terkait