• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN KEMURNIAN MADU KOMERSIAL DI KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN BERBAGAI METODE PENGUJIAN SKRIPSI INESSYA FERONICA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN KEMURNIAN MADU KOMERSIAL DI KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN BERBAGAI METODE PENGUJIAN SKRIPSI INESSYA FERONICA"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN KEMURNIAN MADU KOMERSIAL DI KOTA BOGOR

DENGAN MENGGUNAKAN BERBAGAI

METODE PENGUJIAN

SKRIPSI

INESSYA FERONICA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

(2)

RINGKASAN

INESSYA FERONICA. D14080192. 2012. Kajian Kemurnian Madu Komersial di Kota Bogor dengan Menggunakan Berbagai Metode Pengujian. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. B.N. Polii, SU

Pembimbing Anggota : Ir. Hotnida C.H. Siregar, M.Si

Madu mengandung banyak nutrisi yang berguna untuk kesehatan manusia. Keunggulan madu terdapat pada kandungan enzim dan karbohidratnya. Enzim diastase dan invertase pada madu mengubah karbohidrat kompleks menjadi karbohidrat yang lebih sederhana.

Hampir 90% madu yang terdapat di pasar Indonesia saat ini merupakan madu tidak murni. Penambahan bahan lain yang dilakukan oleh pihak tertentu merugikan produsen dan konsumen karena adanya perbedaan komposisi antara madu murni dan madu tidak murni. Pengujian kemurnian madu yang efektif meliputi uji larut, uji ikan mentah, uji keruh, uji pemanasan, dan uji segienam (Rachmawaty, 2011), namun metode pengujian masih memerlukan kuantifikasi untuk digunakan sebagai standar dalam setiap pengujian. Pengujian kemurnian madu kemudian dilengkapi dengan uji tambahan yaitu uji bawang dan uji daging. Sampel madu yang lolos uji kemurnian perlu dibuktikan kemurniannya melalui analisis kimia. Penelitian ini bertujuan untuk menyempurnakan uji kemurnian yang efektif dengan pengkuantifikasian metode pengujian dan kemudian digunakan untuk mengkaji persentase tingkat kemurnian madu komersial yang beredar di kota Bogor.

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Non Ruminansia dan Satwa Harapan (NRSH), Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor untuk uji fisik dan Balai Besar Industri Agro (BBIA) Bogor dan Laboratorium Kimia Bersama Institut Pertanian Bogor untuk uji kimia. Jangka waktu penelitian ini sekitar 3 bulan dimulai dari tanggal 1 Februari 2012 sampai dengan 30 April 2012. Sampel yang digunakan adalah 40 sampel madu komersial yang beredar di kota Bogor (20 sampel madu dari pasar tradisional dan 20 sampel madu dari toko/supermarket). Madu yang digunakan sebagai kontrol (pembanding) adalah madu murni yang diambil langsung dari peternakan lebah di Bogor. Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yakni pembelian madu sampel, penyempurnaan metode uji kemurnian yang dilakukan oleh Rachmawaty (2011), uji kemurnian madu dan kimia madu dari peternakan lebah dan pasar Bogor (analisis kimia dilakukan terhadap madu murni dengan persentase keberhasilan tiap uji di atas 50%), uji tambahan dan analisis data secara deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 92% madu komersial yang beredar merupakan madu tidak murni karena ditambahkan bahan lain yaitu gula (fruktosa, glukosa, dan sukrosa), CMC, gelatin dan sagu. Sebanyak 8% merupakan madu murni yang telah mengalami kerusakan akibat pemanasan dengan suhu yang sangat tinggi. Kata-kata kunci : madu, madu tidak murni, uji efektif, analisis kimia.

(3)

ABSTRACT

Study of Purity Degree of Commercial Honey in Bogor Using Various Method Tests

Feronica, I., B. N. Polii dan H. C. H. Siregar

Almost 90% honey in Indonesian market is presumed adulterated. The physical test for honey purity is needed. This research conducted from February 2012 until April 2012 in three stages: (1) modificating physical purity test method used by Rachmawati (2011), (2) physical purity test (soluble test, raw fish test, roily test, heating test, hexagon test, meat test, and onion test) and chemical test (water content, Aw, sugar content and Hidroxymethylfurfural) of honey from beekeeper and Bogor market, and (3) data analyzing. This research used 40 honey samples from Bogor market (20 samples from traditional market and 20 samples from modern market). One Zero Sampling method was used and the data were analyzed descriptively. The result showed that 92% of the honey samples in Bogor were adulturated, and 8% were pure honey but their quality were low because of over heating.

(4)

KAJIAN KEMURNIAN MADU KOMERSIAL DI KOTA BOGOR

DENGAN MENGGUNAKAN BERBAGAI

METODE PENGUJIAN

INESSYA FERONICA D14080192

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

(5)

Judul : Kajian Kemurnian Madu Komersial di Kota Bogor dengan Menggunakan Berbagai Metode Pengujian

Nama : Inessya Feronica NIM : D14080192

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(Ir. B. N. Polii, SU) (Ir. Hotnida C. H. Siregar, M.Si) NIP. 19480402 198003 2 001 NIP. 19620617 199003 2 001

Mengetahui: Ketua Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc) NIP. 19591212 198603 1 004

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak ke tiga dari tiga bersaudara, pasangan Ibu Elsye Simanjuntak dan Bapak Drs. Jaugan Banjarnahor. Penulis dilahirkan pada tanggal 5 Juli 1990 di Jayapura. Penulis memulai pendidikan pada tahun 1995 di TK Pertiwi Fakfak. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDS Santa Maria Pontianak pada tahun 2002, kemudian menyelesaikan sekolah di SMPN 2 Banjarmasin pada tahun 2005. Penulis menyelesaikan sekolah menengah atas di SMAN 3 Bandar Lampung pada tahun 2008. Penulis menjabat sebagai pengurus Karya Ilmiah Remaja saat duduk di bangku SMA. Pada tahun 2008, Penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Peternakan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (IPTP) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama menjadi mahasiswa di IPB, Penulis aktif mengikuti kegiatan kesenian. Pada Tingkat Persiapan Bersama, Penulis menjadi anggota PSM IPB Agriaswara dan memenangkan Juara I Kontes Seni IPB ‘IPB Art Contest’ kategori vocal group. Pada Tingkat Dua, Penulis berhasil menjadi Juara II Lomba Fotografi Hewan Kesayangan Pet Care Day 2010. Selanjutnya Penulis banyak mengisi kegiatan seminar di IPB sebagai pengisi acara.

Pada Tingkat Tiga, Penulis mengikuti berbagai lomba paduan suara, salah satunya berhasil memenangkan Juara II Lomba Paduan Suara Lagu Perjuangan Mahasiswa di Jakarta. Selama menjadi mahasiswa, Penulis sering menjadi pengisi acara di berbagai acara yang diselenggarakan IPB. Salah satu acara terbesar yaitu acara Malam Donatur Beasiswa di IPB International Convention Center.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat, kasih dan perlindungan-Nya Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang menjadi syarat untuk kelulusan studi di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul “Kajian Tingkat Kemurnian Madu Komersial di Kota Bogor dengan Menggunakan Berbagai Metode Pengujian” ditulis berdasarkan penelitian yang dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2012.

Madu merupakan produk hasil peternakan yang sangat berguna bagi kesehatan dan dapat langsung dikonsumsi namun sering ditambahkan bahan lain ke dalamnya untuk meningkatkan keuntungan. Madu seperti ini disebut madu tidak murni. Pengujian kemurnian madu sebagian besar biasanya hanya dilakukan melalui analisis kimianya. Pengujian madu menggunakan uji kemurnian fisik secara sederhana telah dilakukan, namun belum mendapatkan standar pengujian dalam setiap metode sehingga belum dapat diterapkan oleh masyarakat umum. Standarisasi uji kemurnian dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai standar dalam menguji kemurnian sampel madu komersial yang beredar.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak kekurangan dan masih jauh dari sempurna. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi masyarakat luas, khususnya bagi Penulis dan bagi dunia peternakan serta pembaca pada umumnya.

Bogor, September 2012 Penulis

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN... i

ABSTRACT... ii

LEMBAR PERNYATAAN... iii

LEMBAR PENGESAHAN... iv

RIWAYAT HIDUP... v

KATA PENGANTAR... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA Madu ... 3 Warna... 4 Rasa... 4 Kekentalan... 4 Aroma... 4

Indikator Kemurnian Madu... 5

Hidroxymethilfurfural (HMF)... 5 Kadar Air... 5 Karbohidrat... 6 Protein... 7 Nilai pH... 8 Pemalsuan Madu... 8

Perbedaan Madu Murni dan Madu Palsu... 9

Madu Palsu... 10

Pengujian Kemurnian Madu... 11

Daging Sapi... 13

Bawang Merah... 13

Kapang... 13

Semut... 13

Kristalisasi... 14

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu... 15

(9)

Materi... 15

Prosedur... 15

Penyiapan Madu Kontrol dan Sampel... 16

Penyempurnaan Metode Uji Kemurnian Madu... 16

Uji Kemurnian... 16

Uji Larut... 17

Uji Keruh & Buih... 17

Uji Pemanasan... 18

Uji Segienam... 19

Uji Ikan Mentah... 20

Uji Bawang... 20

Uji Daging... 21

Analisis Kimia... 21

Kadar Air... 22

Kadar Hidroxymethilfurfural (HMF)... 22

Kadar Gula (Instrumen HPLC)... 23

Rancangan dan Analisis Data... 24

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Madu Kontrol dan Sampel... 25

Penyempurnaan Metode Uji Kemurnian Madu... 28

Uji Larut... 29

Uji Keruh... 29

Uji Pemanasan... 30

Uji Segienam... 30

Kemurnian Madu Komersial di Kota Bogor... 31

Madu Kontrol (Madu Murni)... 32

Madu dari Pasar Tradisional... 35

Persentase Madu yang Lolos Tiap Jenis Uji Kemurnian... 35

Jumlah Sampel yang Lolos pada Tujuh Uji Kemurnian Madu... 37

Madu dari Toko dan Supermarket... 38

Persentase Madu yang Lolos Tiap Jenis Uji Kemurnian... 38

Persentase Kelolosan Ketujuh Uji Kemurnian dari Tiap Madu... 40

Analisis Kimia Kandungan Madu... 40

KESIMPULAN DAN SARAN... 43

UCAPAN TERIMA KASIH ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Kimia dari Madu Indonesia dan Standar Nasional

Mutu Madu di Indonesia... 9 2. Presentase Efektivitas Uji Pemalsuan Madu... 12 3. Karakteristik Madu Kontrol, Madu dari Pasar Tradisional dan

Toko/Supermarket... 25 4. Kuantifikasi Uji Kemurnian Madu... 28 5. Hasil dari Uji Kemurnian 40 Sampel Madu... 31 6. Perbandingan Efektivitas Uji Kemurnian Beberapa Jenis Sampel

Madu... 35 7. Jumlah Sampel yang Lolos pada Tujuh Uji Kemurniannya... 37 8. Hasil Analisis Kimia Lanjut terhadap Tiga Sampel Madu... 40

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Metode Uji Larut (A), Respon Madu Murni (B), dan Respon Madu

Tidak Murni (C)... 17

2. Respon Uji Buih Madu Murni (A) dan Madu Tidak Murni (B)... 18

3. Respon Uji Keruh Madu Murni (A) dan Madu Tidak Murni (B)... 18

4. Respon Uji Pemanasan Madu Murni (A) dan Madu Tidak Murni (B)... 19

5. Respon Uji Segienam Madu Murni (A) dan Madu Tidak Murni (B).. 19

6. Uji Ikan Mentah... 20

7. Uji Bawang... 21

8. Uji Daging... 21

9. Warna Madu Berdasarkan Sumber Nektarnya... 26

10. Kondisi Penyimpanan Madu di Pasar Tradisional (A) dan Toko/Supermarket (B)... 28

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Foto Hasil Uji Larut (a) Lolos Uji Kemurnian (b) Tidak Lolos Uji

Kemurnian... 50

2. Foto Hasil Uji Buih (a) Lolos Uji Kemurnian (b) Tidak Lolos Uji Kemurnian... 50

3. Foto Hasil Uji Keruh (a) Lolos Uji Kemurnian (b) Tidak Lolos Uji Kemurnian ... 51

4. Foto Hasil Uji Pemanasan (a) Lolos Uji Kemurnian (b) Tidak Lolos Uji Kemurnian... 51

5. Foto Hasil Uji Segienam (a) Lolos Uji Kemurnian (b) Tidak Lolos Uji Kemurnian... 52

6. Foto Hasil Uji Ikan Mentah (a) Lolos Uji Kemurnian (b) Tidak Lolos Uji Kemurnian... 52

7. Foto Hasil Uji Bawang (a) Lolos Uji Kemurnian (b) Tidak Lolos Uji Kemurnian... 53

8. Foto Hasil Uji Daging (a) Madu Asli (b) Tidak Lolos Uji Kemurnian 53

9. Foto Warna Sampel Madu (a) Madu Berwarna Terang (b) Madu Berwarna Gelap... 54

10.Uji Pemalsuan Madu (Rachmawaty, 2011)... 55

11.Hasil Analisis HPLC Tiga Madu Sampel... 56

12.Hasil Analisis HMF Tiga Madu Sampel... 65

(13)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Madu mengandung banyak nutrisi yang berguna untuk kesehatan manusia. Keunggulan madu terdapat pada kandungan enzim dan karbohidratnya. Enzim diastase dan invertase pada madu mengubah karbohidrat kompleks menjadi karbohidrat yang lebih sederhana. Kandungan utama dalam madu adalah monosakarida yang mudah dicerna oleh tubuh.

Madu merupakan satu-satunya produk hasil peternakan yang tidak memerlukan proses pengolahan terlebih dahulu. Pada zaman dahulu manusia mengambil madu dari sarang lebah di hutan dan meminum langsung tanpa ragu karena yakin akan kemurniannya. Hal tersebut berbeda dengan kondisi pada saat ini. Sekarang dipasaran banyak ditemukan madu dengan berbagai merek dan kemasan yang belum jelas kemurniannya.

Madu memiliki banyak manfaat sehingga banyak dikonsumsi walaupun dengan harganya yang relatif mahal. Kondisi ini dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk memalsukan madu. Konsumen sulit membedakan madu murni maupun madu tidak murni, karena perbedaannya tidak selalu mudah terlihat. Analisis laboratorium dapat digunakan untuk mendeteksi kemurnian madu, namun analisis ini relatif mahal dan kurang praktis.

Hampir 90% madu yang terdapat di pasar Indonesia saat ini adalah madu tidak murni (Kompasiana, 2011). Banyak cara yang dilakukan orang untuk memalsukan madu. Madu yang dipalsukan dibuat dari berbagai macam pemalsu, diantaranya air tebu, gula pasir, gula aren, air tape, minyak kelapa, sukrosa, fruktosa, glukosa, gelatin, sagu dan sukrosa, Carboxy Methyl Cellulose (CMC), dan bahkan untuk mendapatkan busa digunakan air kapuk. Pemalsuan madu dapat merugikan konsumen karena madu yang tidak murni memiliki komposisi yang berbeda dengan madu murni. Kajian kemurnian madu komersial yang beredar di kota Bogor diperlukan karena Bogor merupakan tempat dimana terdapat banyak madu komersial yang beredar. Pengujian kemurnian madu dengan cara tradisional menggunakan uji sifat fisik dan kandungan komponen madu. Pengujian tradisional efektif untuk mengidentifikasi pemalsuan madu dengan menggunakan pemalsu sukrosa, fruktosa, glukosa, gelatin, sagu dan sukrosa, dan CMC. Hasil beberapa penelitian

(14)

2 menunjukkan bahwa pengujian kemurnian madu yang efektif diantaranya adalah uji larut, uji ikan mentah, uji keruh, uji pemanasan, dan uji segienam (Rachmawaty, 2011). Sejauh ini pengujian tersebut belum menerapkan kuantifikasi dan standarisasi dalam setiap metodenya. Untuk menjaga akurasinya maka diperlukan adanya kuantifikasi dalam setiap metode untuk digunakan sebagai standar pengujian.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk (1) menyempurnakan uji kemurnian yang efektif dengan pengkuantifikasian setiap metode pengujian dan kemudian digunakan untuk (2) mengkaji persentase tingkat kemurnian madu komersial yang beredar di kota Bogor. Pengujian kemurnian madu dilengkapi dengan uji tambahan yaitu uji bawang dan uji daging, yang kemudian diperkuat dengan analisis kimianya

(15)

TINJAUAN PUSTAKA Madu

Madu merupakan zat manis alami yang dihasilkan lebah dengan bahan baku nektar bunga. Madu merupakan sumber tenaga yang mudah digunakan oleh tubuh karena kandungan gula sederhana yang mudah dicerna. Setiap seratus gram madu bernilai 294 kalori (Sumoprastowo, 1980).

Madu mengandung air 17,2%, karbohidrat 82,3%, protein 0,3%, kandungan lain dalam bentuk abu 0,2% (Sihombing, 2005). Lebah madu memperoleh sebagian energi dari karbohidrat dalam bentuk gula. Jenis gula yang terkandung dalam madu adalah 38,19% fruktosa, 31,28% glukosa, 7,31% maltosa dan 1,31% sukrosa (Gojmerac, 1983). Kandungan lain dalam madu adalah mineral natrium, kalsium, magnesium, alumunium, besi, fosfor, kalium serta vitamin berupa thiamin (B1),

riboflavin (B2), asam askorbat (C), piridoksin (B6), raisin, asam pantotenat, biotin,

asam folat, vitamin K dan zat antimikroba. Madu juga mengandung zat antimikroba (Molan, 2006).

Madu kaya akan gula sederhana karena lebah pekerja meminum madu dan memuntahkannya kembali sambil menambahkan enzim yang disebut enzim diastase dan invertase. Diastase berperan dalam menguraikan glikogen menjadi gula-gula sederhana, dan invertase akan mengubah sukrosa menjadi dektrosa (glukosa) dan levulosa (fruktosa). Jenis gula yang dominan dalam hampir semua madu adalah levulosa dan hanya sebagian kecil madu yang kandungan dektrosanya lebih tinggi dari levulosa. Levulosa dan dektrosa mencakup 85% - 90% dari karbohidrat yang terdapat dalam madu dan hanya sebagian kecil oligosakarida dan polisakarida (Sihombing, 2005).

Madu ternak merupakan madu yang diambil oleh lebah dari nektar bunga pohon-pohon tertentu seperti rambutan, kelengkeng, durian dan sebagainya. Pada saat pohon-pohon tersebut sedang berbunga, maka lebah-lebah yang sudah berada dalam kotak-kotak digiring menuju perkebunan pohon tersebut. Lebah menurunkan kadar air hingga sekitar 50% dengan cara mengipasnya, selanjutnya akan memasukkannya ke sel madu yaitu sel-sel yang terdapat di bagian atas sisiran. Lebah pekerja masih terus mengipasi madu di dalam sel sampai kadar air mencapai 20%.

(16)

4 Ciri khas dari madu ternak adalah aroma madunya sesuai dengan nektar bunga dari pohon yang dihinggapi. Madu ternak mempunyai kelemahan yaitu pada saat dipanen di musim hujan madu akan banyak mengandung air hujan. Air hujan yang bersifat asam, selain menyebabkan madu cair juga jika teroksidasi udara menjadi lebih asam dan akan terfermentasi. Madu jenis ini meskipun termasuk murni namun mudah membeku pada suhu yang sangat dingin (Sihombing, 2005).

Warna

Warna madu murni bervariasi dari putih hingga hitam. Warna madu dipengaruhi oleh sumber nektar tanaman, proses pengolahan, dan proses penyimpanan seperti suhu dan lama penyimpanan. Madu yang disimpan semakin lama akan memiliki warna yang semakin gelap. Hal ini disebabkan oleh proses oksidasi yang terjadi pada kandungan senyawa polifenol madu sehingga menimbulkan warna yang semakin gelap pada madu (White, 1979).

Rasa

Rasa madu murni yang khas dan tajam disebabkan oleh kandungan gula, karbohidrat dan asam organik seperti asam glukonat dan prolin. Madu dengan rasa spesifik tak terhitung banyaknya variasi penyebab rasa tersebut seperti glukosida dan alkaloid yang khas bagi berbagai tumbuhan sumber nektar (Sihombing, 2005; Guyot

et al., 1999; Guyot et al., 1998). Kekentalan

Kekentalan madu dipengaruhi oleh kadar air nektar tanaman. Komposisi madu selain air umumnya hanya sedikit mempengaruhi kekentalan madu. Suhu juga dapat mempengaruhi kekentalan madu. Kekentalan madu pada suhu rendah lebih tinggi daripada kekentalan madu pada suhu yang tinggi. Madu pada suhu yang tinggi akan lebih mudah mengalami pencairan (Sihombing, 2005).

Aroma

Aroma madu murni yang khas dan tajam disebabkan adanya senyawa asam-asam terbang (volatile acids) yakni formaldehida, asetaldehida, aseton, isobutiraldehida dan diasetil. Unsur volatil dari setiap nektar tanaman yang berbeda

(17)

5 menimbulkan aroma yang ditimbulkan pada madu berbeda (Sihombing, 2005; Bogdanov et al., 1997).

Indikator Kemurnian Madu

Komposisi madu ditentukan oleh dua faktor utama yakni faktor internal komposisi nektar asal madu dan faktor-faktor eksternal lingkungan tertentu (Sihombing, 2005). Perbedaan jenis tanaman sebagai sumber utama nektar mengakibatkan komponen madu yang dihasilkan juga berbeda.

Komposisi kimia madu yang dapat menjadi indikator kemurnian madu yaitu kandungan Hidroximetilfurfural (HMF), kadar air, karbohidrat, protein, dan nilai pH (Simuth et al., 2004; Bogdanov et al., 2002). Indikator lainnya yaitu warna, rasa, kekentalan dan aroma.

Hidroximetilfurfural (HMF)

Hidroximetilfurfural (HMF) yang terdapat dalam madu merupakan senyawa kimia yang dihasilkan dari perombakan monosakarida madu yang jumlah atom C-nya enam (glukosa dan fruktosa), dalam suasana asam dan dengan bantuan kalor (panas) (Achmadi, 1991). Kadar HMF madu segar sangat rendah (Nozal et al., 2001; Gonzales et al., 2000; Fennema, 1996).

Kadar HMF dapat menjadi indikator kerusakan madu oleh pemanasan yang berlebihan atau karena penambahan gula invert. Kedua perlakuan tersebut akan meningkatkan kadar HMF (Winarno, 1982). Semakin lama penyimpanan menyebabkan kadar HMF pada madu semakin tinggi (White, 1994).

Kenaikan kadar HMF juga disebabkan oleh suhu penyimpanan. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Almayanthy (1998) yang menunjukkan bahwa kadar HMF madu yang disimpan pada suhu 28 oC lebih tinggi dibandingkan pada suhu 3 oC dan 5 oC. Warna madu akan semakin gelap seiring meningkatnya kadar HMF karena oksigen dari udara akan mengoksidasi HMF sehingga membentuk warna gelap pada madu (Bogdanov et al., 2004).

Kadar Air

Kadar air dalam madu menentukan keawetan madu. Madu yang kadar airnya tinggi, mudah terfermentasi. Fermentasi terjadi karena khamir dari genus

(18)

6

Zygosaccharomyces yang tahan terhadap konsentrasi gula tinggi, sehingga dapat hidup dalam madu. Sel khamir akan mendegradasi gula dalam madu (khususnya glukosa dan fruktosa) menjadi alkohol (etanol). Jika alkohol bereaksi dengan oksigen, alkohol tersebut akan membentuk asam asetat yang mempengaruhi kadar keasaman, rasa dan aroma madu. Pada akhir proses fermentasi akan terbentuk karbondioksida dan air (White, 1979; Achmadi, 1991).

Madu tidak mudah larut dalam air. Berdasarkan hasil penelitian oleh Rahmani (2004), rendahnya kelarutan madu murni disebabkan rheologi murni madu yang berbentuk kental dengan viskositas tinggi serta adanya komponen-komponen lain dalam madu (meski dalam jumlah yang sangat sedikit) seperti protein, vitamin dan mineral yang tidak dimiliki oleh madu buatan atau madu tidak murni. Madu bersifat higroskopis (mudah menarik air), oleh karena itu penyimpanan madu harus memakai tempat yang tidak tembus udara (Sumoprastowo, 1980). Kadar air madu tergantung dari keadaan cuaca, dan kadar air awal nektar dari mana nektar tersebut berasal (White, 1992). Kelembaban udara juga berpengaruh terhadap kadar air madu. Semakin rendah kelembaban udara maka semakin rendah pula kadar airnya. Kadar air madu di Indonesia tinggi disebabkan oleh kelembaban relatif (Rh) udara di Indonesia yang tinggi (Gojmerac, 1983). Kelembaban relatif (Rh) Indonesia berkisar 60% hingga 90%, menghasilkan kadar air madu sekitar 18,3% sampai 33,1% (Sihombing, 2005).

Karbohidrat

Madu mengandung karbohidrat sederhana yang mudah diserap oleh tubuh. Jenis karbohidrat yang dominan dalam hampir semua madu adalah monosakarida levulosa (fruktosa) dan hanya sebagian kecil madu yang kandungan dektrosa (glukosa) lebih tinggi dari levulosa (Qiu et al., 1999; Lopez et al., 1996). Fruktosa dan glukosa mencakup 85% - 90% dari karbohidrat yang terdapat dalam madu dan hanya sebagian kecil oligosakharida dan polisakharida. Berdasarkan Sihombing (2005) gula-gula madu (candy honey) dapat dilelehkan dengan memanaskan pada suhu 50 oC. Kandungan karbohidrat madu juga berpengaruh terhadap sifat fisik madu. Sifat higroskopis madu disebabkan madu merupakan larutan jenuh gula. Fruktosa merupakan gula yang paling bertanggung jawab akan sifat higroskopis madu karena fruktosa lebih mudah larut dibandingkan glukosa (White, 1992).

(19)

7 Glukosa akan membuat madu berkristal membentuk madu permanen. Kandungan glukosa akan menentukan lama dan bentuk kristal (Sihombing, 2005). Kristalisasi adalah peristiwa pembentukan glukosa monohidrat dan kristal tersebut lalu memisahkan diri dari air dan fruktosa. Hal tersebut terjadi karena madu merupakan larutan yang lewat jenuh dan tidak stabil (Achmadi, 1991). Kandungan karbohidrat juga berpengaruh terhadap warna madu. Perubahan warna madu dapat disebabkan oleh reaksi mailard antara nitrogen amino dan gula pereduksi atau oleh kombinasi polifenol dengan zat besi, maupun oleh ketidakstabilan fruktosa dalam larutan asam (karamelisasi) (Sihombing, 2005).

Madu mengandung berbagai gula pereduksi sehingga bila disimpan lama akan mengalami perubahan (Piro et al., 2002). Bila madu disimpan dua tahun di tempat bersuhu kamar, maltosa akan meningkat mencapai 69%, dan glukosa serta fruktosa turun mencapai 86% dari kadar murninya. Perubahan fraksi karbohidrat pertama yang terjadi selama penyimpanan madu adalah peningkatan kadar disakarida pereduksi (maltosa) akibat penggabungan monosakarida pereduksi (glukosa dan fruktosa). Perubahan selanjutnya yang mungkin terjadi adalah peningkatan kadar karbohidrat berantai panjang (oligosakarida) (White, 1979). Penyebabnya antara lain adalah suhu penyimpanan dan kadar air madu (Sihombing, 2005).

Protein

Protein menyebabkan kecenderungan membentuk gelembung udara kecil dan buih pada madu (Sukartiko, 1986). Mekanisme terbentuknya buih diawali dengan terbukanya ikatan-ikatan dalam molekul protein sehingga rantainya menjadi lebih panjang. Proses ini dilanjutkan dengan proses adsorpsi yaitu pembentukan mono layer atau film dari protein yang terdenaturasi. Udara ditangkap dan dikelilingi oleh film dan membentuk gelembung. Pembentukan lapisan mono layer kedua dilanjutkan di sekitar gelembung untuk mengganti bagian film yang terkoagulasi. Film protein dari gelembung yang berdekatan akan berhubungan dan mencegah keluarnya cairan. Peningkatan kekuatan interaksi antara polipeptida akan menyebabkan agregasi (pengumpulan) protein dan melemahnya permukaan film yang diikuti dengan pecahnya gelembung buih (Cherry, 1981).

(20)

8 Krell (1996) menyatakan bahwa bersama-sama dengan kekentalan, tegangan permukaan berperan dalam membentuk karakteristik buih pada madu. Pengocokan pada saat uji buih menurunkan tegangan permukaan madu dengan adanya kandungan protein dalam madu maka terbentuklah buih. Berdasarkan Wasitaatmadja (1997) buih yang tidak cepat hilang atau cenderung stabil disebabkan adanya zat pembuih atau surfaktan.

Nilai pH

Madu bersifat asam dengan pH 3,2 - 5. Nilai pH madu yang rendah ini mendekati pH cuka, tetapi kandungan gula yang tinggi membuat madu terasa manis, bukan kecut seperti cuka (Mathenson, 1984). Cita rasa (flavor) dan aroma madu sebagian disumbang oleh asam-asam yang dikandungnya. Keasaman madu ditentukan oleh disosiasi ion hidrogen dalam larutan air, namun sebagian besar juga oleh kandungan berbagai mineral (antara lain Ca, Na, K).

Madu yang kaya akan mineral, pH-nya akan tinggi. Asam yang terdapat pada madu antara lain asam asetat, butirat, format, glukonat, laktat, malat, maleat, oksalat, piroglutamat, sitrat, suksinat, glikolat, α-ketoglutaral, piruvat, 3-fosfogliserat, β-gliserofaosfat dan glukose-6-fosfat. Madu dapat menjadi agen anti mikroba (White, 2000). Hal tersebut disebabkan kandungan gulanya yang tinggi, sehingga dapat membatasi jumlah air yang tersedia untuk pertumbuhan mikroba, pH madu yang relatif rendah, dan kandungan proteinnya yang rendah, yang dapat menghalangi pertumbuhan bakteri.

Pemalsuan Madu

Madu menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3545-2004 adalah cairan alami yang umumnya mempunyai rasa manis yang dihasilkan oleh lebah madu dari sari bunga tanaman (floral nektar) atau bagian lain dari tanaman (ekstra floral nektar) atau ekskresi serangga. Madu di Indonesia memiliki kisaran nilai yang besar dalam setiap komponennya. Hal ini menyebabkan ditetapkannya standar mutu madu di Indonesia yang tercantum dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3545-2004. Tabel perbandingan rataan komposisi kimia dari madu Indonesia dan standar nasional mutu madu di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.

(21)

9 Tabel 1. Komposisi Kimia dari Madu Indonesia dan Standar Nasional Mutu Madu di

Indonesia

No Komponen Satuan Madu Indonesia

1) SNI 2) Rataan Kisaran 1 Aktivitas enzim diastase DN - - Minimal 3 2 Hidroksimetilfurf ural (HMF) mg/kg - Maksimal 50 3 4 5 Air Fruktosa Glukosa % % % 22,9 29,2 18,6 16,6 - 37,00 12,4 - 36,7 10,4 - 29,3 Maksimal 22 - - 6 Sukrosa %, b/b 12,9 0,0 - 53,0 Maksimal 5

7 Gula Pereduksi %, b/b - - Minimal 65

8 Keasaman ml NaOH

1 N/kg

43,1 11,3 - 62,2 Maksimal 50

9 Padatan yang tak larut air %, b/b - - Maksimal 0,5 10 11 Abu Ph %, b/b - 1,1 3,9 0,1 - 14,7 3,4 - 5,3 Maksimal 0,5 - 12 Cemaran arsen (As) mg/kg - - Maksimal 0,5 13 Cemaran Logam Timbal (Pb) Tembaga (Cu) mg/kg mg/kg - - - - Maksimal 1,0 Maksimal 5,0 Keterangan : b/b= berat/berat

Sumber : 1) : Kartini (1986); Achmadi (1991)

2) : Standar Nasional Indonesia 01-3545-2004

Tabel 1 memperlihatkan bahwa kualitas madu di Indonesia sangat bervariasi dilihat dari kisaran nilai tiap komponennya dan kisaran nilai yang besar pada madu Indonesia memperlihatkan bahwa banyaknya madu yang dipalsukan di Indonesia dengan berbagai variasi dan banyaknya madu Indonesia yang tidak sesuai standar mutu madu di Indonesia.

Perbedaan Madu Murni dan Madu Palsu

Madu murni diproduksi oleh lebah, diperoleh dari berbagai nektar bunga sedangkan madu tidak murni dibuat oknum tertentu dengan berbagai bahan baku seperti sirup, tapioka, gula jagung, soda, dan lain-lain yang dapat merugikan konsumen bahkan membahayakan kesehatan manusia.

Terdapat beberapa indikator untuk membedakan antara madu murni dan madu tidak murni. Madu murni memiliki aroma khas madu, sedangkan madu palsu

(22)

10 tidak beraroma khas madu, namun terkadang diberi aroma sintetik madu sehingga aromanya menyerupai madu murni. Madu murni jika dicampur ke dalam air bening, air akan menjadi keruh sedangkan madu palsu warnanya bening, akan tetapi untuk madu tidak murni yang dicampur dengan bahan pengental (bukan gula) maka akan menghasilkan warna keruh juga ketika dicampur ke dalam air bening. Madu murni jika dipegang terasa kesat sedangkan madu murni terasa licin. Madu murni mengandung fruktosa, glukosa, enzim dan berbagai macam vitamin dan mineral. Madu palsu mengandung sukrosa (gula) dan air (Sihombing, 2005).

Warna madu murni bergantung pada bunga sumber pakan lebah sedangkan madu tidak murni cenderung berwarna sama. Kekentalan madu murni tergantung dengan cuaca. Pada saat musim hujan madu cenderung encer, sedangkan madu tidak murni kekentalan relatif sama karena sesuai dengan paradigma pembuatnya.

Madu Palsu

Madu palsu adalah semua bahan makanan yang memakai nama madu namun tidak diolah atau tidak dihasilkan oleh lebah. Madu palsu atau madu sintetik diolah dengan campuran beberapa bahan seperti glukosa, gula pasir, flavor buah dan zat warna, dan terkadang cukup berpotensi untuk membahayakan kesehatan manusia. Madu palsu tidak memiliki kandungan enzim, dan juga tidak memiliki kandungan vitamin mineral yang sama dengan kandungan madu murni (Harli, 2001).

Pemalsuan madu dapat digolongkan menjadi tiga modus yaitu pemalsuan jumlah, pemalsuan mutu, dan pemalsuan menyeluruh (Hermawayne, 2009). Pemalsuan jumlah dilakukan dengan cara meningkatkan jumlah madu dengan menambahkan bahan lainnya, seperti fruktosa, glukosa, sirup dan bahan pengental ke dalam madu murni. Hasilnya adalah madu tidak murni. Pemalsuan mutu biasanya dilakukan dengan memodifikasi kadar air. Penurunan kadar air apabila tidak dilakukan dengan hati-hati dapat meningkatkan kadar HMF dan menurunkan aktivitas enzim diastase walaupun dapat membunuh mikroba (Tosi et al., 2007). Khamir penyebab fermentasi yang ada dalam madu dan penggunaan alat dehumidifier tidak akan membunuh khamir dalam madu namun dapat meningkatkan aktivitas enzim diastase, dan kadar HMF juga ikut meningkat (Kantiningtyas, 1998). Kadar air mempunyai hubungan yang signifikan dengan mutu madu. Semakin rendah kadar air maka akan semakin baik mutunya. Madu tidak murni sering

(23)

11 memiliki kadar air sangat tinggi (22% - 30%) sehingga bersifat sangat encer. Untuk menurunkan kadar air biasanya dilakukan dengan pemanasan dengan suhu tinggi dengan demikian madu akan mengental tetapi kandungan gizinya rusak. Pemalsuan menyeluruh dilakukan dengan membuat bahan menyerupai madu dan tidak mengandung madu murni dan akan menghasilkan madu palsu.

Pengujian Kemurnian Madu

Perbedaan nyata antara madu murni dan madu tidak murni terletak pada komposisi kimianya (Sutami, 2003). Terdapat beberapa cara untuk mengetahui kemurnian madu secara kimia yakni analisis karbon, analisis mikroskopis, analisis

hydroxymethylfurfural (HMF), analisis polaritas cahaya dan terakhir tes keasaman (Moermanto, 1986). Selain dengan cara di atas secara kimia dapat dilakukan uji gula dengan cara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau High Peformance Liquid Cromatografi (HPLC) (Ratnayani et al., 2008). Pengujian dengan HPLC terutama dimaksudkan untuk mengetahui kadar fruktosa dan glukosa madu.

Analisis kimia yang membutuhkan tenaga ahli dan peralatan khusus, tidak semua orang dapat melakukannya, maka pengujian madu pada prakteknya di lapangan sering diuji dengan cara-cara berdasarkan pengetahuan atas informasi yang berhubungan di masyarakat walaupun belum dapat dibuktikan keakuratannya. Beberapa patokan yang sering digunakan untuk menilai kemurnian madu antara lain menguji kemurnian madu dengan (1) menggunakan semut, madu murni tidak akan dikerubuti semut, (2) apabila diteteskan dalam kertas koran tidak akan merembes, korek api yang dicelupkan dalam madu murni masih dapat menyala, (3) madu murni berwarna kuning tua, (4) madu murni akan mengkristal jika diaduk ke dalam kuning telur, (5) madu murni menyimpan gas atau udara, dan (6) madu murni tidak membeku bila dimasukan ke dalam lemari es. Berdasarkan informasi tersebut berkembanglah beberapa cara pengujian kemurnian madu. Pengujian tersebut belum teruji keefektifannya.

Ansori (2002) melakukan pengujian kemurnian madu yang ditambahkan dengan sukrosa, fruktosa, glukosa dan gula aren dengan menggunakan uji bakar, uji rembes, uji koagulasi, uji kristalisasi, dan uji larut, dan dari kelima uji tersebut hanya uji larut yang paling akurat untuk menguji kemurnian madu. Rahmani (2004) menambahkan bahwa uji larut memiliki tingkat akurasi sebesar 83,3%. Selain

(24)

12 kelima uji tersebut masih banyak uji lainnya yakni uji kelarutan, uji pemanasan, uji tarik, uji lengket, uji ikan mentah, uji buih, dan uji iod yang telah diketahui akurasinya menggunakan beberapa sampel madu palsu.

Uji kemurnian madu yang sangat efektif digunakan untuk membedakan madu murni dan madu tidak murni adalah uji larut dengan persentase efektivitas rata-rata sebesar 83,3% (Rachmawaty, 2011). Persentase efektivitas uji pemalsuan madu menurut Rachmawaty (2011) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Persentase Efektivitas Uji Pemalsuan Madu

Keterangan : MS = Madu Sukrosa, MF = Madu Fruktosa, MG = Madu Glukosa, MC = Madu CMC, MGel = Madu Gelatin, MSS = Madu Sagu dan Sukrosa.

Sumber : Rachmawaty (2011)

Jenis madu tidak murni yang paling mudah dideteksi adalah madu yang ditambahkan dengan pengental dan gula, sedangkan yang paling sulit dideteksi adalah madu yang ditambahkan dengan gula sukrosa, fruktosa, dan glukosa. Berdasarkan rata-rata tertinggi uji larut adalah uji pemalsuan madu yang paling efektif (83,3%) diikuti berturut-turut oleh uji ikan mentah (60%), uji keruh (52,5%), uji pemanasan (49,2%), uji segi enam (41,7%) dan uji iod (33,3%). Uji kemurnian madu yang tidak efektif adalah uji tarik (25,8%) dan uji buih (17,5%). Uji kemurnian madu yang paling tidak efektif adalah uji semut (0,8%) dan uji lengket (0%) (Rachmawaty, 2011).

Uji Persentase Efektivitas Rata-rata

MS MF MG MC MGel MSS ---%--- Semut 0 0 0 0 5 0 0,8 Larut 100 100 100 100 100 0 83,3 Keruh 65 90 95 5 0 60 52,5 Buih 20 10 10 0 0 65 17,5 Pemanasan 0 0 0 100 95 100 49,2 Lengket 0 0 0 0 0 0 0 Tarik 0 0 0 10 45 100 25,8 Segi Enam 0 0 0 100 70 80 41,7 Iod 15 0 40 45 0 100 33,3 Ikan Mentah 60 20 0 100 100 80 60,0 Rata-rata (%) 26 22 24,5 46 41,5 58,5

(25)

13 Daging Sapi

Daging merupakan bahan yang mudah rusak, hal ini disebabkan karena komposisi gizinya yang baik untuk manusia maupun mikroorganisme. Nitroso-myochromagen yang membentuk warna merah pada pengawetan daging seperti pada proses pengasinan dapat terbentuk pada pH yang rendah seperti madu (Buckle, 1987).

Bawang Merah (Allium ascalonicum)

Bawang merah mengandung antosianin yaitu senyawa berbentuk glikosida yang menjadi penyebab warna merah biru dan violet pada buah dan sayuran. Suasana asam dan basa akan berpengaruh terhadap warna antosianin.

Sel epidermis bawang merah mengalami plasmolisis jika direndam dalam madu. Hal ini terjadi akibat tingginya kadar gula pada madu yang menyebabkan kondisi di luar sel bawang merah bersifat hipertonis dibandingkan di dalam sel. Kondisi hipertonis di luar sel bawang merah menyebabkan air di dalam sel memiliki potensial yang lebih tinggi dibandingkan di luar sel dan mengakibatkan air di dalam sel bawang merah keluar. Kondisi ini mengakibatkan membran sel menjadi mengkerut kemudian lepas dari dinding sel dan isi sel menjadi berkurang (plasmolisis) (Kimball, 1983).

Bawang merah pada penelitian yang direndam dalam madu yang banyak mengandung air, teksturnya lebih baik. Suatu sel tanaman yang ditempatkan dalam suasana yang banyak mengandung air mengakibatkan molekul air akan melintasi membran dari luar ke dalam sel sehingga sel akan mengembang karena sel tanaman memiliki dinding sel yang bersifat kuat maka sel tanaman tidak akan mudah pecah akibat tekanan yang timbul dari dalam sel karena masuknya air dari dalam ke luar sel. Sel epidermis bawang merah mempunyai sifat mampu menyerap air (Kimball, 1983).

Kapang

Kapang dapat dilihat dengan kasat mata, tidak seperti bakteri dan khamir. Sifat pertumbuhan yang khas adalah berbentuk kapas dan biasanya terlihat pada tempat yang basah dan pangan yang membusuk. Kapang ada yang berwarna hitam, putih atau warna lain tergantung pada warna sporanya (Buckle, 1987).

Semut

Sulit untuk mengkategorikan semut dengan makanannya. Sebagian semut adalah vegetarian memakan sirup nektar, dan sebagian lainnya memakan makanan

(26)

14 dari hewan atau serangga lain yang telah mati. Semut memakan sumber protein dan karbohidrat yang bervariasi. Semut membawa makanan ke sarang seperti lebah madu, serangga yang telah mati dipotong dalam ukuran kecil dan dibawa ke sarang, sedangkan gula atau makanan cair lainnya disimpan dalam swollen crops di dalam perutnya kemudian didistribusikan ke sarang dari mulut ke mulut (Newman, 1967). Kristalisasi

Kristalisasi madu dipengaruhi oleh perbandingan jumlah gula pereduksi yang terdapat dalam madu, jika kadar glukosa dan sukrosa lebih besar daripada fruktosa maka madu akan cepat mengkristal dan memiliki tekstur yang kasar. Pengkristalan madu terjadi karena adanya perubahan kadar gula akibat proses fermentasi dan hidrolisis sukrosa oleh enzim madu (Gojmerac, 1983).

(27)

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Non Ruminansia dan Satwa Harapan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor untuk uji fisik dan di Balai Besar Industri Agro (BBIA) Bogor dan Laboratorium Kimia Bersama Institut Pertanian Bogor untuk uji kimia. Penelitian ini berlangsung selama 3 bulan dimulai dari tanggal 1 Februari 2012

sampai dengan 30 April 2012.

Materi

Sampel yang digunakan adalah 40 merek madu komersial yang beredar di kota Bogor yang terdiri dari 20 madu dari toko/supermarket dan 20 madu dari pasar tradisional dengan merek yang berbeda dan bahan yang digunakan sebagai kontrol (pembanding) adalah madu murni yang diambil langsung dari peternakan lebah di Bogor.

Bahan yang digunakan untuk uji fisik adalah sampel madu komersial, air hangat, ikan mentah, bawang merah dan potongan daging sapi. Alat yang digunakan untuk uji fisik adalah sendok teh, sendok makan, sendok ukur, piring plastik berwarna putih, korek api, lilin, gelas kaca, gelas ukur, lidi, termometer, botol selai, gelas plastik, plastik bening, stopwatch dan kamera.

Bahan yang digunakan untuk uji kimia adalah madu komersial murni, air, aquades, tisu, larutan ferosianida dan seng asetat, NaHSO3 0,2%, dan acetonitril.

Alat yang digunakan untuk uji kimia adalah pH-meter digital SCHOTT, refraktometer, labu ukur 50 ml, kertas saring abu, spektrofotometer, instrument High Performance Liquid Cromatografi (HPLC), dan syringe gelas.

Prosedur

Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yakni (1) penyiapan madu kontrol dan sampel, (2) penyempurnaan metode uji kemurnian yang dilakukan oleh Rachmawaty (2011) dan dilanjutkan dengan uji kemurnian menggunakan metode oleh Rachmawaty (2011) yang telah disempurnakan, dan (3) analisis kimia madu dari peternakan lebah dan pasar Bogor (analisis kimia dilakukan terhadap madu

(28)

16 murni dengan persentase keberhasilan tiap uji diatas 50%), uji tambahan (uji aroma, rasa, warna, semut, rembesan, dan gesek), dan analisis data.

Penyiapan Madu Kontrol dan Sampel

Madu sampel yang digunakan didapatkan dari dua tempat, yaitu dari pasar tradisional sebanyak 20 sampel dan dari toko/supermarket sebanyak 20 sampel dengan merek yang berbeda. Apabila terdapat sampel dengan merek yang sama di pasar tradisional dan toko/supermarket, maka sampel digolongkan pada sampel dari toko/supermarket. Cara pengambilan sampel dilakukan secara acak, tanpa memperhatikan warna, sumber nektar, maupun wadah. Madu yang ditemukan kemudian dijadikan sampel. Pemilihan 40 sampel didasarkan pada jumlah merek madu yang didapatkan. Volume madu yang diambil berkisar 300-500 ml. Madu sampel yang didapatkan kemudian diberi kode dengan penomoran 1-40.

Penyempurnaan Metode Uji Kemurnian Madu

Uji kemurnian yang telah dilakukan Rachmawaty (2011) masih perlu disempurnakan karena belum mencantumkan kuantifikasi (standarisasi) pada setiap metode sehingga belum dapat dijadikan standar dalam pengujian kemurnian madu. Penyempurnaan yang dilakukan adalah mengestimasi atau mengkuantifikasi metode uji tersebut secara trial and error (1) Penyempurnaan metode pada uji larut yaitu pada faktor kemiringan dengan sudut 300, suhu 500, dan menggunakan gelas jus. (2) Penyempurnaan metode uji buih dan keruh yaitu pada faktor kecepatan sebanyak 100 adukan selama 30 detik, menggunakan pengaduk sendok teh, dan konsitensi buih lebih dari 10 menit (3) Penyempurnaan metode uji pemanasan yaitu pada faktor tipe sendok menggunakan sendok makan, volume madu sebanyak 5 ml, dan waktu pemanasan kurang dari 2 menit (4) Penyempurnaan metode uji segienam yaitu pada faktor pengulangan gerakan angka 8 sebanyak 3 kali, konsistensi segienam selama 10 detik, dan bentuk segienam yang jelas dan beraturan.

Uji Kemurnian. Uji kemurnian dilakukan terlebih dahulu pada madu murni yang diambil langsung dari peternakan lebah sebagai kontrol (pembanding). Madu kontrol yang digunakan didapatkan langsung dari peternakan lebah di Bantarjati, Bogor dan kemudian dilakukan penyempurnaan dengan mengkuantifikasi setiap metode uji kemurnian. Setelah itu dilakukan uji kemurnian pada 40 sampel madu komersial.

(29)

17 Setiap sampel madu diuji secara fisik yaitu uji larut, uji pemanasan, uji keruh, uji buih, uji segienam, uji ikan mentah, uji bawang dan uji daging. Masing- masing uji dilakukan sebanyak lima kali ulangan.

Uji Larut (Rachmawaty, 2011, disempurnakan). Madu sebanyak 10 ml dalam sendok makan dituangkan perlahan-lahan ke dalam gelas dengan tinggi 15 cm yang berisi 200 ml air dengan tinggi 10 cm dan bersuhu 50 oC dengan jarak vertikal 10 cm dari permukaan air dan dengan kemiringan sebesar 30o. Tempat pengujian diberi alas berupa kain putih agar terlihat jelas pergerakan madu ketika dituang. Jika segera terjadi pencampuran antara madu dan air maka diberi nilai 0 (madu tidak murni) dan jika tidak terjadi pencampuran antara madu dan air diberi nilai 1 (madu murni) dan dicatat waktu terjadinya pencampuran sempurna. Cara uji larut dapat dilihat pada Gambar 1 (A), nilai 1 (madu murni) pada Gambar 1 (B) dan nilai 0 (madu tidak murni) pada Gambar 1 (C).

Gambar 1. Metode Uji Larut (A), Respon Madu Murni (B), dan Respon Madu Tidak Murni (C)

Uji Keruh & Buih. (Rachmawaty, 2011, disempurnakan). Madu sebanyak 10 ml dicampur dengan 200 ml air dalam gelas kaca bening, kemudian diaduk dengan sendok teh kira-kira sebanyak 100 kali selama 30 detik hingga tercampur secara merata. Jika timbul buih namun cepat hilang dan madu yang tercampur bening diberi nilai 0 (madu tidak murni) dan jika timbul buih dan tidak cepat hilang dan madu yang tercampur keruh diberi nilai 1 (madu murni) dan dicatat waktu menghilangnya buih. Cara uji buih dapat dilihat pada Gambar 2 (A) untuk madu

(B)

(30)

18 murni dan Gambar 2 (B) untuk madu tidak murni. Cara uji keruh dapat dilihat pada Gambar 3 (A) untuk madu murni dan Gambar 3 (B) untuk madu tidak murni.

Gambar 2. Respon Uji Buih Madu Murni (A) dan Madu Tidak Murni (B)

Gambar 3. Respon Uji Keruh Madu Murni (A) dan Madu Tidak Murni (B) Uji Pemanasan (Rachmawaty, 2011, disempurnakan). Sebanyak 5 ml madu dalam sendok makan yang baru dibakar selama 2 menit di atas lilin dengan panjang sumbu 1 cm dengan jarak 2 cm dari permukaan api. Jika madu tidak segera meluber (tidak tumpah dari sendok) maka diberi nilai 0 (madu tidak murni), dan jika terbentuk busa dan busa meluber (tumpah dari sendok) maka diberi nilai 1 (madu murni) dan dicatat waktu terbentuknya busa. Cara uji pemanasan dapat dilihat pada Gambar 4 (A) untuk madu murni dan Gambar 4 (B) utuk madu tidak murni.

(A)

(B)

(31)

19

Gambar 4. Respon Uji Pemanasan Madu Murni (A) dan Madu Tidak Murni (B)

Uji Segi Enam (Rachmawaty, 2011, disempurnakan). Madu sebanyak 10 ml dituangkan ke dalam piring putih berdiameter 15 cm kemudian ditambahkan air sebanyak 200 ml melalui pinggiran piring hingga madu tenggelam. Piring digerakkan perlahan membentuk angka delapan sebanyak tiga kali. Jika segienam yang terbentuk tidak jelas, cepat hilang dan tidak beraturan maka beri nilai 0 (madu tidak murni) dan jika segienam yang terbentuk jelas, tidak cepat hilang dan beraturan diberi nilai 1 (madu murni), dan dicatat waktu mulai terbentuknya dan menghilangnya segi enam. Cara uji segienam dapat dilihat pada Gambar 5 (A) untuk madu murni dan Gambar 5 (B) untuk madu tidak murni.

Gambar 5. Respon Uji Segienam Madu Murni (A) dan Madu Tidak Murni (B)

(A)

(B)

(32)

20 Uji Ikan Mentah (Rachmawaty, 2011, disempurnakan). Ikan air tawar baby fish

(mujair) mentah dengan panjang 5 cm yang masih utuh dan segar dimasukkan ke dalam gelas plastik ukuran 250 ml, kemudian dimasukkan madu sebanyak 50 ml pada masing-masing gelas, diberi lidi sebagai penyangga agar ikan tetap stabil di dasar gelas. Tutup gelas dengan plastik, ikat dengan karet dan diamkan selama dua minggu di tempat yang sejuk dan tidak terkena panas matahari.

Setelah 2 minggu ikan diamati. Jika ikan bertekstur basah serta tidak menyusut dan madu tidak mencair (tidak menyerap air) maka diberi nilai 0 (madu tidak murni) dan jika ikan bertekstur kering, tidak berbau dan madu mencair (menyerap air) diberi nilai 1 (madu murni). Cara uji ikan mentah dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Uji Ikan mentah

Uji Bawang. Bawang merah utuh tanpa kulit dengan panjang 3 cm yang masih segar dimasukkan ke dalam gelas plastik ukuran 250 ml, kemudian dimasukkan madu sebanyak 50 ml pada masing-masing gelas, diberi lidi sebagai penyangga agar bawang tetap stabil di dasar gelas. Tutup gelas dengan plastik, ikat dengan karet dan diamkan selama dua minggu di tempat yang sejuk dan tidak terkena panas matahari.

Jika bawang utuh dan tidak busuk maka diberi nilai 0 (madu tidak murni) dan jika bawang menyusut dan berubah warna menjadi ungu kehitaman diberi nilai 1 (madu murni). Cara uji bawang dapat dilihat pada Gambar 7.

(33)

21 Gambar 7. Uji Bawang

Uji Daging. Potongan daging sapi ukuran kecil 2x2 cm yang masih segar dimasukkan ke gelas plastik ukuran 250 ml, kemudian dimasukkan madu sebanyak 50 ml pada masing-masing gelas, diberi lidi sebagai penyangga agar daging tetap stabil di dasar gelas. Tutup gelas dengan plastik, ikat dengan karet dan diamkan selama dua minggu di tempat yang sejuk dan tidak terkena panas matahari. Setelah 2 minggu daging diamati. Jika daging berwarna kehitaman diberi nilai 0 (madu tidak murni) dan jika daging berwarna kemerahan diberi nilai 1 (madu murni). Cara uji daging dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Uji Daging Analisis Kimia

Analisis kimia yang dilakukan adalah pengukuran kadar air, uji HMF dan uji kadar gula. Analisis kimia dilakukan terhadap madu sampel dengan persentase keberhasilan tiap uji di atas 50%. Sampel diuji di laboratorium BBIA Bogor dan

(34)

22 Laboratorium Kimia Bersama, Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB.

Kadar Air (Standar Nasional Indonesia 01-3545-2004). Kadar air diukur dengan alat refraktometer ATAGO (berskala 42% - 72%). Sampel madu diteteskan ke dalam refraktometer dan kemudian kadar air dibaca dengan cara meneropong refraktometer. Refraktometer dibersihkan dengan akuades dan tisu setelah digunakan. Pengukuran kadar air dilakukan sebanyak lima kali ulangan.

Kadar Hidroksimetilfurfural (HMF) (Standar Nasional Indonesia 01-3545-2004). Kadar HMF diukur dengan alat Spektrofotometer HP 8453. Spektrofotometer yang biasa dipakai harus mempunyai panjang gelombang 284 nm dan 336 nm, mempunyai sel 1 cm. Tahap pertama Larutan carez I (15 g ferosianida K4Fe(CN)6. 3H2O dilarutkan dengan air dan diencerkan sampai 100 ml)

dan larutan carez II (30 g seng asetat Zn(CH3COO)2. 2H2O dilarutkan dengan air

dan diencerkan sampai 100 ml) dipersiapkan. Sebanyak lima gram sampel madu ditimbang dalam labu ukur 50 ml, kemudian ditambahkan akuades sampai larutan dalam labu ukur mencapai kurang lebih 25 ml. Sebanyak 0,5 ml larutan carez I ditambahkan ke dalam labu ukur kemudian diaduk. Tahap selanjutnya larutan carez

II ditambahkan ke dalam labu ukur kemudian diaduk kembali. Volume campuran ditepatkan hingga tanda tera dengan akuades, kemudian disaring dengan kertas saring abu.

Filtrat hasil penyaringan dipipet 5 ml ke dalam dua tabung reaksi berukuran 18 x 100 mm. Tabung pertama ditambahkan 5 ml akuades, sedangkan tabung kedua (pembanding) ditambahkan 5 ml NaHSO3 0,2%. Campuran diaduk rata dengan

menggunakan pengaduk vortex. Tahap berikutnya sampel diabsorbansi dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 284 nm dan 336 nm dengan sel satu cm. Apabila absorbansi di atas 0,6 larutan sampel diencerkan lagi dengan akuades sedangkan larutan pembanding diencerkan dengan cara sama dengan menggunakan larutan NaHSO3 0,1%. Nilai absorbansi yang diperoleh dikalikan

(35)

23 Perhitungan :

Kadar HMF (mg/100 g madu) = ((A284 – A336) : BC (g)) x 14,97 x BC (g) Keterangan :

A284 : Absorbansi pada 284 nm A336 : Absorbansi pada 336 nm 14,97 : Faktor koreksi

BC : Berat contoh (g)

Kadar Gula (Instrument HPLC) (Standar Nasional Indonesia01-3545-2004). Pengukuran kadar gula dalam madu meliputi sukrosa, glukosa dan fruktosa menggunakan instrument High Performance Liquid Cromatografi (HPLC) CTO-20A. Uji gula dilakukan dengan tiga tahapan yakni stabilisasi alat (HPLC), penguntikan standar, dan penyuntikan sampel dengan Syringe 100F-LC. Stabilisasi alat dilakukan dengan cara mengalirkan fase gerak (25% air dan 75% acetonitril) dalam instrument HPLC selama satu jam.

Tahap selanjutnya adalah penyuntikan standar. Standar yang digunakan adalah sukrosa, fruktosa, dan glukosa murni. Sebanyak 10 gram sampel dari masing-masing standar dilarutkan dalam 100 ml air (air bebas ion yang telah disaring dengan membran 0,45 mikrometer). Selanjutnya 10 ml hasil larutan diambil disaring dengan membran 0,2 mikrometer. Sampel yang telah disaring diambil dengan menggunakan

syringe gelas sebanyak 100 mikroliter kemudian disuntikan pada HPLC dan diamkan agar tekanan pada HPLC stabil (pada pengukuran ini tekanan berada pada 75 kgF). Pada saat tekanan telah stabil kembali, semua kandungan standar telah keluar dalam bentuk grafik (telihat dalam monitor). Pada penelitian ini, semua kandungan standar fruktosa, sukrosa dan glukosa sudah keluar sebelum 16 menit. Berdasarkan penyuntikan standar diketahui bahwa puncak fruktosa akan keluar kurang lebih pada menit ke 7 lebih 24 detik, kemudian puncak glukosa keluar pada menit ke 8 lebih 30 detik, dan puncak sukrosa keluar pada menit ke 11 lebih 30 detik.

Setelah HPLC distandarisasi untuk pengujian sukrosa, glukosa dan fruktosa, dilakukan penyuntikan sampel madu. Semua sampel madu diencerkan dengan cara 1 gram madu diencerkan dalam 10 ml air (yang telah disaring dengan membran 0,45 mikrometer). Sampel yang telah diencerkan diambil dengan syringe gelas sebanyak 100 mikroliter dan disuntikkan dalam HPLC. Puncak atau grafik fruktosa, glukosa

(36)

24 dan sukrosa akan keluar dan kemudian dihitung konsentrasinya dalam persen dengan rumus :

Konsentrasi gula = x x 10x 100%

Rancangan dan Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode One Zero Sampling dan data dianalisis secara deskriptif. Persentase hasil uji kemurnian madu dihitung dengan rumus: Persentase hasil uji = x 100%

Keterangan :

a : Jumlah keberhasilan dalam setiap uji 5 : Jumlah ulangan dalam setiap uji

Madu yang lolos uji kemurniannya (persentase kemurnian di atas 50%) dianalisa lebih lanjut secara kimia. Semua sampel madu yang telah diuji ketidakmurniannya dihitung persentasenya dan hasilnya dianalisis secara deskriptif.

Luas grafik daerah sampel Luas grafik daerah standar

Berat jenis Bobot sampel

(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Madu Kontrol dan Sampel

Madu dapat dibedakan menurut karakteristiknya yang meliputi warna, kekentalan, kadar air, aw, aroma, dan rasanya. Karakteristik madu kontrol dan madu

sampel dapat dilihat pada Tabel 3 :

Tabel 3. Karakteristik Madu Kontrol, Madu dari Pasar Tradisional dan Toko/Supermarket

Karakteristik Madu Kontrol Sumber Madu

Pasar Tradisional Toko/ Supermarket Warna coklat tua coklat muda-coklat tua coklat tua-gelap Kekentalan Kental sangat encer-agak encer agak encer-kental

Kadar air 22 – 23 20 – 40 21 – 27

aw 0,610 - 0,612 0,520 – 0,850 0,554 – 0,693

Aroma tajam khas madu tidak khas madu-sedikit khas madu

sedikit khas madu-tajam khas madu Rasa khas madu tidak khas madu-sedikit

khas madu

sedikit khas madu- khas madu Madu yang diperoleh dari pasar tradisional dan toko/ supermarket dikemas dalam wadah botol kaca dan plastik dengan wadah botol kaca lebih dominan. Menurut Sarwono (2001), madu tidak boleh disimpan dalam wadah logam untuk mencegah reaksi kimia antara wadah logam dan madu serta penyerapan logam berbahaya. Penyimpanan madu terbaik adalah di dalam wadah gelas atau botol plastik.

Pengambilan sampel madu tidak memperhatikan warna. Sampel madu yang diambil terdiri dari berbagai macam warna mulai dari warna terang hingga gelap. Madu yang diambil di pasar tradisional warnanya dominan terang, sebaliknya yang diambil dari toko/supermarket dominan gelap. Menurut White (1979), warna madu murni bervariasi dari putih hingga hitam. Warna madu dipengaruhi oleh sumber nektar tanaman, proses pengolahan, dan proses penyimpanan seperti suhu dan lama penyimpanan. Madu yang disimpan semakin lama akan memiliki warna yang semakin gelap. Hal ini disebabkan oleh proses oksidasi yang terjadi pada kandungan senyawa polifenol madu sehingga menimbulkan warna yang semakin gelap pada madu. Oksigen dari udara akan mengoksidasi HMF sehingga membentuk warna gelap pada madu. HMF merupakan hasil dekomposisi glukosa, fruktosa, dan

(38)

26 monosakarida lain yang memiliki enam atom C dalam suasana asam dan dipercepat dengan bantuan asam (Achmadi, 1991). Warna madu berdasarkan sumber nektarnya dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Warna Contoh Beberapa Sampel Madu

Sebagian besar madu yang diperoleh di pasar tradisional lebih encer daripada madu yang diambil dari toko/supermarket. Kekentalan madu dapat diukur dari kadar airnya, bila kadar airnya tinggi maka dapat dikatakan bahwa madu semakin encer. Buckle (1987) menyatakan secara alami madu mengandung khamir, pada madu encer khamir akan berkembang biak dengan pesat dan menyebabkan fermentasi. Komposisi madu selain air umumnya hanya sedikit mempengaruhi kekentalan madu. Suhu juga dapat mempengaruhi kekentalan madu. Kekentalan madu pada suhu rendah lebih tinggi daripada kekentalan madu pada suhu yang tinggi. Madu pada suhu yang tinggi akan lebih mudah mengalami pencairan (Sihombing, 2005).

Kadar air dari sampel madu pasar tradisional memiliki rataan sebesar 25,16% (20% - 40%), sedangkan di toko/supermarket memliki rataan yang lebih rendah yaitu sebesar 23,15% (21% - 27%). Kadar air madu di Indonesia tinggi disebabkan oleh kelembaban relatif (Rh) udara di Indonesia yang tinggi. Sifat madu yang higroskopis

(39)

27 akan menarik air dari lingkungan sekitar (Gojmerac, 1983). Kelembaban relatif (Rh) Indonesia berkisar 60% hingga 90%, menghasilkan kadar air madu sekitar 18,3% sampai 33,1% (Sihombing, 2005).

Aktivitas air (aw) adalah jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroba

untuk pertumbuhannya. Madu pasar tradisional memiliki rataan aw sekitar 0,661

(0,520 – 0,850) dan lebih tinggi dari madu toko/supermarket yaitu sekitar 0,624 (0,554 – 0,693). Semakin tinggi aw, semakin rendah kualitas madu, karena aw yang

tinggi akan memicu pertumbuhan mikroba yang lebih banyak dan lebih cepat. Madu murni memiliki aroma yang segar dan tajam khas madu. Aroma madu disebabkan adanya senyawa asam-asam terbang (volatile acids) yakni formaldehida, asetaldehida, aseton, isobutiraldehida dan diasetil (Sihombing, 2005). Rasa madu yang khas disebabkan oleh kandungan gula dan asam organik seperti asam glukonat dan prolin. Pada madu dengan rasa spesifik tak terhitung banyaknya variasi penyebab rasa tersebut seperti glukosida dan alkaloid yang khas bagi tumbuhan sumber nektar (Sihombing, 2005). Aroma sampel madu dari pasar tradisional tidak khas madu, dominan beraroma seperti aroma gula.

Kualitas yang rendah dari madu yang beredar di pasar tradisional dapat disebabkan oleh kondisi penyimpanan di pasar tradisional yang memiliki suhu ruangan yang lebih tinggi daripada di toko/supermarket. Madu memiliki sifat lambat menyerap suhu lingkungan, tergantung dari komposisi dan derajat pengkristalannya. Dengan sifat yang mampu menghantarkan panas dan kekentalan yang tinggi menyebabkan madu mudah mengalami overheating (kelebihan panas) menyebabkan zat antimikroba pada madu menjadi rusak. Sampel madu yang dijual menggunakan wadah dari botol dan plastik. Terdapat dua merek madu di pasar tradisional tidak mencantumkan label dan merek pada wadah madu. Tanggal kadaluarsa yang tertera pada wadah sampel madu berkisar selama 1-2 tahun dari tanggal produksi walaupun madu murni sebagai produk alami berkualitas tinggi tidak memiliki batas waktu kadaluarsa jika diolah dan disimpan pada suhu yang tepat (Sihombing, 2005; Bogdanov, 2002). Kondisi penyimpanan sampel madu yang diambil di toko/supermarket dan sampel madu yang diambil di pasar tradisional dapat dilihat pada Gambar 10.

(40)

28 Gambar 10. Kondisi Penyimpanan Madu di Pasar Tradisional (A) dan

Toko/Supermarket (B)

Madu yang dijual di pasar tradisional ditempatkan di tempat yang panas dan ada beberapa madu yang ditempatkan di tempat yang langsung terkena terik matahari sedangkan madu di toko/supermarket ditempatkan di tempat ber-AC.

Penyempurnaan Metode Uji Kemurnian Madu

Uji kemurnian yang telah dilakukan Rachmawaty (2011) disempurnakan untuk memperoleh kuantifikasi dan standarisasi pada setiap metode pengujian sehingga dapat dijadikan standar dalam pengujian kemurnian madu. Hasil estimasi yang terbaik melalui

trial and error digunakan sebagai standar untuk menguji kemurnian madu dalam

penelitian ini. Kuantifikasi yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kuantifikasi Uji Kemurnian Madu

Jenis Uji Faktor yang dikuantifikasi dan distandarisasi Hasil

Uji Larut - Kemiringan

- Suhu

- Tipe gelas

30o

50 oC

Gelas tinggi 15 cm

Uji Keruh - Kecepatan

- Pengaduk - Konsistensi buih 100 adukan/30 detik Sendok teh >10 menit Uji Pemanasan - Tipe sendok - Volume madu - Waktu pemanasan Sendok makan 5 ml < 2 menit

Uji Segienam - Pengulangan gerakan angka 8

- Konsistensi segienam

- Bentuk segienam

3 kali 10 detik Jelas dan beraturan

(41)

29 Uji Larut

Sudut penuangan madu yang dicobakan pada uji larut adalah 15o, 30o , 45o, 60o, dan 90o. Penuangan dengan sudut 45o, 60o, dan 90o menyebabkan madu dapat larut karena faktor tekanan penuangan yang besar, sebaliknya pada sudut 15o menyebabkan madu tidak dapat tertuang dari sendok. Sudut 30o ditetapkan karena sudut tersebut merupakan sudut standar untuk penuangan karena pada sudut tersebut faktor tekanan penuangan tidak terlalu berpengaruh, penuangan madu lebih bersifat mengalir.

Suhu air yang digunakan pada percobaan uji larut adalah 50 oC (air hangat), 70

o

C (air panas dari dispenser), dan 100 oC (air mendidih). Penuangan pada air suhu 70 oC dan 100 oC menyebabkan madu larut dengan air karena pengaruh suhu yang tinggi terhadap kelarutan madu. Suhu 50 oC ditetapkan karena pada suhu tersebut merupakan suhu maksimal madu murni tidak larut ketika dituang.

Gelas yang digunakan adalah gelas dengan tinggi penampang 15 cm dan gelas dengan tinggi penampang 10 cm. Penuangan madu menggunakan gelas dengan tinggi 10 cm menyebabkan pergerakan madu kurang dapat diamati karena gelas terlalu pendek sehingga madu langsung mencapai dasar gelas ketika dituang. Gelas yang ditetapkan adalah gelas dengan tinggi 15 cm dengan tinggi air 10 cm karena lebih mudah dalam mengamati pergerakan madu ketika hingga mencapai dasar gelas.

Uji Keruh

Kecepatan yang dicobakan pada uji keruh adalah 40, 50, dan 60 adukan selama 15 detik. Adukan sebanyak 40 kali kurang menghasilkan buih yang maksimal. Adukan sebanyak 100 kali dan 120 kali menghasilkan buih yang maksimal. Banyaknya adukan yang ditetapkan yaitu sebanyak 100 kali adukan karena buih telah maksimal dihasilkan.

Pengaduk yang dicobakan pada uji keruh adalah sendok teh dan sendok makan. Percobaan menggunakan sendok makan menyebabkan madu sulit diaduk pada kecepatan tinggi dan tumpah karena pengaruh gelas jus yang berdiameter kecil. Madu yang diaduk juga tidak menimbulkan buih yang maksimal. Pengaduk yang ditetapkan adalah sendok teh karena dengan menggunakan sendok ini buih lebih cepat terbentuk.

Waktu konsistensi buih yang dicobakan pada uji keruh adalah 5 dan 10 menit. Konsistensi madu tidak murni masih dapat bertahan pada menit ke-5. Konsistensi madu murni bertahan pada menit ke-10, bahkan dapat bertahan selama 24 jam ketika didiamkan. Konsistensi buih madu ditetapkan selama 10 menit karena merupakan waktu minimal madu murni dalam mempertahankan konsistensi buihnya.

(42)

30

Uji Pemanasan

Sendok yang dicobakan pada uji pemanasan adalah sendok teh, sendok makan, dan sendok sayur. Pada percobaan menggunakan sendok teh, buih yang terjadi langsung meluber keluar sendok sehingga tidak dapat dibedakan antara madu murni dan tidak murni. Percobaan menggunakan sendok sayur memerlukan lebih banyak madu sehingga kurang efisien untuk digunakan. Sendok makan dengan ketebalan kode ‘303’ ditetapkan karena sendok ini paling efisien untuk digunakan karena buih yang terbentuk tidak langsung meluber sehingga jumlah madu yang digunakan tidak terlalu banyak.

Volume madu yang dicobakan pada uji pemanasan adalah 2,5, 5, dan 6 ml. Volume madu sebanyak 2,5 ml tidak menghasilkan buih yang dapat meluber keluar sendok karena jumlah madu terlalu sedikit. Volume madu sebanyak 6 ml menyebabkan buih meluber keluar sendok karena faktor buih yang melebihi kapasitas sendok. Volume madu sebanyak 5 ml dipilih karena volume ini merupakan volume minimal dimana buih madu murni meluber keluar sendok setelah beberapa saat dipanaskan. Volume tersebut juga paling mudah digunakan dan diestimasi oleh konsumen karena mencakup setengah dari volume sendok makan.

Waktu pemanasan yang dicobakan adalah 1, 2, dan 3 menit. Waktu pemanasan selama 1 menit mengakibatkan madu murni masih belum meluber dari sendok. Waktu pemanasan di atas 2 menit menyebabkan madu meluber karena lamanya pemanasan. Waktu 2 menit ditetapkan karena waktu ini merupakan waktu maksimal madu murni meluber keluar sendok ketika dipanaskan.

Uji Segienam

Pengulangan gerakan yang dicobakan yaitu 2 dan 3 kali gerakan. Pengulangan gerakan angka delapan sebanyak 2 kali belum menunjukkan segienam yang nyata. Pengulangan gerakan angka delapan sebanyak 3 dan 4 kali menimbulkan segienam yang nyata. Pengulangan gerakan angka 8 sebanyak 3 kali ditetapkan karena pada gerakan ke 3 segienam sudah mulai terbentuk pada madu murni.

Waktu konsistensi yang dicobakan adalah selama 10 dan 15 detik. Waktu konsistensi selama 15 detik menunjukkan bahwa segienam mulai terlihat tidak jelas. Waktu konsistensi selama 10 detik menunjukkan bahwa madu masih jelas dan madu belum tercampur dengan air. Konsistensi segienam pada madu murni bertahan pada minimal detik ke-10 sehingga ditetapkan sebagai lamanya konsistensi dengan bentuk segienam yang jelas dan beraturan.

Gambar

Tabel 1 memperlihatkan bahwa kualitas madu di Indonesia sangat bervariasi  dilihat dari kisaran nilai tiap komponennya dan kisaran nilai  yang besar pada madu  Indonesia  memperlihatkan  bahwa  banyaknya  madu  yang  dipalsukan  di  Indonesia  dengan  berb
Gambar  1.  Metode  Uji  Larut  (A),  Respon  Madu  Murni  (B),  dan  Respon  Madu                  Tidak Murni (C)
Gambar 3.  Respon Uji Keruh Madu Murni (A) dan Madu Tidak Murni (B)  Uji  Pemanasan  (Rachmawaty,  2011,  disempurnakan)
Gambar 5.  Respon Uji Segienam Madu Murni (A) dan Madu Tidak Murni (B)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini dilakukan terapi secara topikal dengan cuka madu merk ‘C’ dengan metode iontophoresis sebagai upaya untuk menyamarkan selulit pada pasien selama 8 kali

Dari uji validasi tersebut menunjukkan bahwa semua metode yang telah dilakukan valid, sehingga dapat dilakukan penetapan kadar boraks pada sampel.. Kata

Akurasi merupakan suatu uji yang dilakukan pada suatu metode apakah data yang dihasilkan mendekati nilai yang sebenarnya (Mattocks, 2010 ; Hasan et al ., 2015) dalam hal

Penelitian ini dilakukan dalam 4 tahap yaitu pemilihan subjek uji, isolasi DNA, analisis kemurnian isolat DNA, dan identifikasi alel gen CYP2A6*9 pada produk PCR yang

Penelitian dilakukan dalam 2 tahap, yaitu tahap analisis sensori deskriptif dengan metode Quantitative Descriptive Analysis (QDA) menggunakan panel terlatih sebanyak 6 panelis dan

Sampel batu kapurberasal dari Tuban, Jawa Timur yang merupakan daerah penghasil utama batu kapur dengan kemurnian tinggi di Indonesia.. Sintesis PCC dilakukan dengan metode

Perlakuan metode ekstraksi satu tahap menghasilkan ekstrak yang mempunyai kelarutan dalam akuades dan total fenol yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode ekstraksi

Bahan Penelitian No Bahan Kegunaan 1 Sampel air sungai Sebagai sampel uji dalam penelitian 2 Sampel air tanah Sebagai sampel uji dalam penelitian 3 Aquades Untuk mengkalibrasi