• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bakso merupakan produk olahan yang berasal dari daging yang umum dijumpai di pasar tradisional maupun swalayan di Indonesia. Bakso adalah bahan pangan yang bersifat cepat rusak salah satunya disebabkan oleh mikroorganisme. Mikroorganisme yang berpengaruh terhadap kerusakan pangan olahan daging adalah Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Salmonella. Pengujian terhadap aktivitas mikrobiologi pada daging segar, total populasi mikroba, populasi bakteri S. aureus, populasi bakteri E. coli dan kualitas Salmonella spp bertujuan untuk mengetahui aktivitas mikrobiologis pada bakso sapi yang diberi perlakuan.

Kualitas Mikrobiologis Daging Sapi Segar

Indikator kontaminasi awal pada daging sapi segar diantaranya dapat dilihat dari jumlah Total Plate Count (TPC) atau total mikroba, S. aureus dan E. coli karena ketiga bakteri tersebut terdapat secara alami pada daging sapi segar dan dapat menimbulkan penyakit apabila keberadaannya melebihi batas normal untuk dikonsumsi. Populasi awal total mikroba, E. coli dan S. aureus dalam daging sapi segar dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kualitas Mikrobiologis Daging Segar (log cfu/g)

Peubah Nilai TPC 5 E. coli 3 S. aureus 6,89 Salmonella spp negatif

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa populasi TPC, S. aureus dan E. coli melebihi jumlah cemaran mikroba maksimum pada daging sapi segar menurut SNI NO 01-6366-2000 yaitu 4 log cfu/guntuk Total Plate Count, 1,69 log cfu/g untuk E. coli, 1log cfu/g untuk S. aureus dan negatif untuk Salmonella spp. Hal tersebut menandakan bahwa daging sudah terkontaminasi pada awal pemotongan ataupun pada saat penjualan. Daging segar yang diuji tidak mengandung Salmonella spp.

Daging merupakan media yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme sehingga dalam waktu yang singkat akan mudah menjadi rusak (Soeparno, 1998). Mikroorganisme yang kontak dengan daging dan bila kondisi

22 lingkungan seperti suhu dan kadar air memungkinkan, maka pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme akan terjadi. Daging yang tercemar bakteri patogen akan berbahaya bila dikonsumsi karena akan menimbulkan penyakit (Supardi dan Sukamto, 1999). Awal kontaminasi pada daging berasal dari mikroorganisme yang memasuki peredaran darah pada saat penyembelihan, jika alat- alat yang digunakan untuk pengeluaran darah tidak steril. Beberapa saat setelah penyembelihan darah masih bersirkulasi. Kontaminasi berikutnya dapat terjadi pada saat persiapan daging seperti proses pembelahan karkas, pendinginan, pembekuan, penyegaran daging beku, pemotongan karkas atau daging, pembuatan produk daging proses, preservasi, pengepakan, penyimpanan dan distribusi.

Besarnya populasi E. coli menandakan bahwa pada saat pemotongan, para pekerja di Rumah Potong Hewan (RPH) kota Bogor tidak menerapkan sanitasi yang baik karena E. coli merupakan bakteri yang digunakan sebagai indikator sanitasi. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan penggunaan air yang tidak mengalir pada saat pemotongan, untuk membersihkan daging dan tidak adanya pemisahan yang jelas antara tempat jeroan dengan daging yang sudah dipotong sehingga daging terkontaminasi dari bakteri yang berasal dari jeroan.

Populasi yang besar dari S. aureus menandakan bahwa adanya kontaminasi dari pekerja dan peralatan yang digunakan untuk pemotongan. Staphylococcus adalah bakteri Gram positif, berbentuk kokus, non motil, dan mampu memfermentasi manitol, menghasilkan koagulase, dan mampu menghasilkan enterotoksin dan Heat- Stable Endonuklease. Pencegahan kejadian keracunan makanan oleh enterotoksin ini harus dilakukan sejak dari awal rantai proses yaitu sejak dari peternakan hingga siap saji. Tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan sanitasi dan higiene dalam menghasilkan produk. Pemeriksaan antemortem harus dilakukan setelah sampai di RPH, untuk mengetahui ternak sehat dan sakit, dan dilakukan tindakan yang perlu untuk menjamin bahan baku aman dan sehat untuk proses selanjutnya. Proses penyembelihan, seluruh peralatan sejak karkas digantung sampai dikemas harus benar-benar bersih, hal ini harus dapat dievaluasi dan dikoreksi sehingga peluang pencemaran melalui peralatan dapat dihindarkan. Bahan pendukung proses seperti air, es, bahan pengemas atau pembungkus, dan lain-lainnya juga harus di kontrol (Nugroho, 2008).

23 Pekerja di RPH kota Bogor tidak menerapkan sanitasi, yang terbukti dengan perlengkapan yang kurang dipersiapkan oleh pekerja seperti pakaian yang tertutup, sepatu bot, sarung tangan serta masker. Peralatan yang digunakan seperti pisau tidak dibersihkan dengan alkohol sebelumnya dan setelah pemakaian hanya dibersihkan dengan air yang digunakan untuk membersihkan jeroan sehingga terjadi kontaminasi silang pada daging (Nugroho, 2008).

Kualitas Mikrobiologis pada Bakso Nilai pH Bakso Perlakuan

Nilai pH yang rendah dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Semakin besar penurunan pH maka nilai penghambatannya terhadap mikroorganisme akan semakin besar. Pada Tabel 4 diperlihatkan nilai pH bakso perlakuan.

Tabel 4. Nilai pH Bakso dengan Penambahan Antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5

Kontrol 6.03±0,26 6,49±0,06 6,66±0,32 6,58±0,12a Penambahan

antimikroba 5,03±0,02 5,32±0,05 5,30±0,15 5,22±0,16b Rataan 5,54±0,14 5,90±0,55 5,98±0,23

Keterangan: Huruf superskrip yang beda pada baris atau kolom yang sama memiliki perbedaan yang nyata (P<0,05).

Berdasarkan Tabel 4. dapat diketahui bahwa pengawetan menggunakan antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 dapat menurunkan nilai pH pada bakso sebesar 1,36 (P<0,05). Lama penyimpanan bakso pada suhu dingin tidak berpengaruh terhadap nilai pH bakso perlakuan. Tetapi penambahan antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 berpengaruh menurunkan nilai pH bakso perlakuan yaitu sebesar 5,22. Rendahnya nilai pH dari antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 yaitu sebesar 4,20 disebabkan oleh adanya kandungan asam organik yang terdapat dalam antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5. Asam organik merupakan salah satu hasil metabolit bakteri asam laktat yang bersifat antimikroba. Pembentukan asam organik terjadi melalui proses fermentasi glukosa yang terdiri

Lama Simpan (Hari)

24 dari dua tahap yaitu (1) pemecahan rantai karbon dari glukosa dan pelepasan paling sedikit dua pasang karbon atom hidrogen, menghasilkan senyawa karbon lainnya yang lebih teroksidasi dibandingkan glukosa. Senyawa yang teroksidasi tersebut direduksi kembali oleh atom hidrogen yang dilepaskan dalam tahap pertama sehingga membentuk asam piruvat; (2) tahap kedua, asam piruvat bertindak sebagai penerima hidrogen, sehingga asam piruvat yang direduksi oleh NADH2 menghasilkan asam laktat dan senyawa lain seperti asam asetat, CO2 dan etanol (Fardiaz, 1992). Selain itu, Menurut Kusmiati (2002) glukosa merupakan gula yang disukai oleh bakteri sebagai sumber karbon. Glukosa dan manosa merupakan

monosakarida sedangkan maltosa merupakan disakarida. Bakteri asam laktat

umumnya akan memecah glukosa untuk menghasilkan asam laktat. Hal ini menyebabkan pH media menjadi rendah yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain.

Gambar 4. Nilai pHpada Bakso dengan Lama Simpan 0, 5 dan 10 Hari Berdasarkan Gambar 4. nilai pH pada bakso yang direndam menggunakan antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 akan menurunkan nilai pH pada produk bakso. Asam organik akan banyak dihasilkan oleh bakteri asam laktat homofermentatif dibandingkan dengan bakteri asam laktat heterofermentatif. Penurunan nilai pH tidak dipengaruhi oleh lama penyimpanan karena lama penyimpanan tidak dapat meningkatkan kandungan asam organik dalam antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5. Menurut Hugas dan Monfort (1997), bakteri asam laktat mampu membentuk asam laktat dari penggunaan karbohidrat dan menyebabkan rendahnya nilai pH yaitu 5,9-4,6. Menurut Fardiaz (1992), makanan yang mempunyai pH rendah relatif lebih tahan selama penyimpanan dibandingkan dengan makanan yang mempunyai pH netral atau mendekati netral. Kombinasi

25 antara senyawa antimikroba dan pH antimikroba yang asam dapat memperkuat aktivitas antimikroba yang terdapat pada antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5. Efek penambahan antimikroba karena adanya pengaruh kombinasi antara asam, enzime proteolitik dan beberapa komponen aktivitas antimikrobial lainnya, dengan produksi asam menjadi faktor yang penting dalam menghambat bakteri patogen (Sahlin, 2009). Bakso yang direndam dengan antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 mempunyai pH yang lebih rendah yaitu 5,22 bila dibandingkan dengan bakso kontrol yang tidak direndam dengan antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5. Diduga pH yang rendah menyebabkan zat antimikroba dalam antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 lebih aktif dalam menghambat pertumbuhan bakteri.

Jumlah Total Mikroba (TPC) Bakso yang Disimpan pada Suhu Dingin

Kontaminasi dapat terjadi saat penyembelihan ternak hingga daging dikonsumsi. Sumber kontaminasi dapat berasal dari tanah disekitarnya, kulit (kotoran pada kulit), isi saluran pencernaan, air, alat-alat yang dipergunakan selama proses mempersiapkan karkas, kotoran, udara dan pekerja. Mikroorganisme yang berasal dari para pekerja antara lain Salmonella, Bacillus, Staphylococcus aureus, Escherichia coli (Soeparno, 1998). Total mikroba menggambarkan total mikroba yang terdiri dari berbagai jenis mikroba. Hasil yang didapatkan untuk total mikroba bakso selama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Pengaruh Pemberian Antimikroba dan Lama Simpan pada Bakso terhadap Populasi Total Mikroba (log cfu/g).

Perlakuan Lama Penyimpanan (hari)

0 5 10 Rataan Kontrol 5,78±1,03 7,85±0,66 8,50±0,74 7,38±1,42a Penambahan

Antimikroba 5,22±0,24 5,42±0,97 7,29±0,76 5,98±1,14b Rataan 5,50±0,40a 6,64±0,86a 7,90±0,43b

Keterangan: Huruf superskrip yang beda pada baris atau kolom yang sama memiliki perbedaan yang nyata (P<0,05).

Pemberian antimikroba maupun lama simpan mempengaruhi populasi total mikroba (P<0,05) namun tidak terdapat interaksi antara keduanya. Pemberian antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 dapat menurunkan populasi total

26 mikroba sebesar 1,4 log cfu/g. Hal ini disebabkan bakteri asam laktat mengandung komponen Antimikroba yaitu asam organik, hidrogen peroksida, diasetil, bakteriosin dan asam laktat (Savadogo, 2006). Menurut Rostini (2007) sifat yang terpenting dari bakteri asam laktat adalah kemampuannya untuk merombak senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga dihasilkan asam laktat. Dalam jumlah yang besar bakteriosin yang diisolasi dari bakteri asam laktat berpotensi membunuh dan menghambat pertumbuhan patogen (Savadogo, 2006). Menurut Surono (2004), antimikroba bersifat dapat menghambat pertumbuhan bakteri atau kapang (bakteristatik atau fungistatik) atau membunuh bakteri atau kapang (bakterisidalatau fungisidal).

Gambar 5. Total Mikroba pada Bakso dengan Lama Simpan 0, 5 dan 10 Hari Total mikroba dipengaruhi juga oleh lamanya penyimpanan. Lama simpan menambah populasi total mikroba. Semakin lama penyimpanan maka populasi total mikroba semakin banyak. Lama simpan 10 hari menambah populasi total mikroba sebesar 2,40 log cfu/g dari populasi awal. Populasi total mikroba pada lama simpan 10 hari sudah melebihi batas populasi yang telah ditetapkan SNI 01-3818-1995 yaitu 1X105 koloni/g. Besarnya populasi total mikroba selama penyimpanan karena bakteri yang tumbuh tergolong bakteri psikrofilik (bakteri yang tumbuh pada suhu 5-150C) (Surono, 2004). Soeparno (1998) menyebutkan bahwa bakteri psikrofilik yang ditemukan pada penyimpanan di suhu refrigerator adalah Pseudomonas, Achromobacter, Micrococcus, Lactobacillus, Streptococcus, Leuconostoc, Pediococcus, Flavobacterium dan Proteus .

27 Jumlah Escherichia coli (E. coli) Bakso yang Disimpan pada Suhu Dingin

E. coli merupakan bakteri yang digunakan sebagai indikator sanitasi. Terdapatnya E. coli merupakan salah satu indikator penerapan sanitasi yang buruk. Hasil yang didapatkan untuk pengujian Escherichia coli dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Pengaruh Pemberian Antimikroba dan Lama Simpan pada Bakso terhadap Populasi E. coli (log cfu/g).

Lama Simpan (Hari)

Perlakuan 0 5 10 Kontrol 3,00±0,00a 5,89±0,78b 6,13±0,98b Penambahan antimikroba 3,00±0,00a 3,00±0,00a 3,54±0,93a

Keterangan: Huruf superskrip yang beda pada baris atau kolom yang sama memiliki perbedaan yang nyata (P<0,05).

Tabel 6. menjelaskan terdapat interaksi antara penambahan antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 dengan lama simpan (P<0,05) terhadap populasi E. coli. Penambahan antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 dapat menghambat pertumbuhan bakteri E. coli sampai pada penyimpanan hari ke-10. Populasi E. coli pada lama simpan 10 hari masih termasuk ke dalam standar E. coli pada SNI 01-3818-1995 yaitu 1x103 koloni/g. Bakteri E. coli termasuk dalam kelompok bakteri Gram negatif yang relatif lebih kompleks dengan tiga lapisan dinding sel (McKane and Kandel, 1985). Pada umumnya bakteri Gram negatif seperti E. coli dan Salmonella typhimurium lebih tahan terhadap aktivitas antimikroba dibandingkan dengan bakteri Gram positif. Hali ini disebabkan perbedaan struktur dinding sel bakteri. Susunan komponen dinding sel bakteri Gram positif umumnya lebih sederhana dibandingkan dengan dinding sel bakteri Gram negatif sehingga lebih mudah ditembus senyawa antimikroba (Rahayu, 2000). Berdasarkan penelitian Ibrahim (2009), pengaruh antimikroba dari Lactobacillus spesies terhadap E. coli yaitu dapat menurunkan jumlah E. coli. Jumlah E. coli pada bakso kontrol selama 0 penyimpanan yaitu 3,60 log cfu/g, dan meningkat selama penyimpanan.

28 Gambar 6. Populasi E. coli pada Bakso dengan Lama Simpan 0, 5 dan 10 Hari Jumlah E. coli tidak dipengaruhi oleh lama penyimpanan. Lama simpan dipengaruhi oleh suhu dan kecepatan udara di dalam refrigerator. Beberapa strain E. coli dapat tumbuh pada suhu kurang dari 10°C dan E. coli termasuk bakteri anaerob fakultatif (dapat hidup dengan atau tanpa oksigen) sehingga pertumbuhannya tidak dipengaruhi oleh suhu maupun kecepatan udara di dalam refrigerator. Menurunnya jumlah E. coli pada bakso dengan penambahan antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 yaitu sebesar 3,54 log cfu/g pada penyimpanan H-10. Jika dibandingkan dengan kontrol, jumlah E. coli yang meningkat yaitu sebesar 6,13 log cfu/g. Hal ini membuktikan bahwa senyawa antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 mampu menghambat bakteri Gram negatif seperti E. coli. Hal ini sesuai dengan Abdelbasset (2008) yang menyatakan bahwa bakteriosin yang diproduksi dari bakteri asam laktat menunjukkan aktivitas antimikrobial yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram negatif E. coli. Selain bakteriosin, penghambatan pertumbuhan E. coli diperkirakan karena senyawa antimikroba mengandung H2O2. Senyawa H2O2 dihasilkan oleh enzim NADH oksidase dan superoksida dismutase, dimana oksigen berperan sebagai elektron akseptor eksternal. Efek bakterisidal senyawa ini adalah karena terjadinya oksidasi pada sel bakteri, yaitu gugus sulfidril dari protein sel sehingga mendenaturasi sejumlah enzim dan terjadinya peroksidasi dan lipid membran meningkatkan permeabilitas membran. H2O2 kemungkinan juga menjadi pelopor pembentukan bacteriosidal radikal bebas seperti superoksida (O2) dan hidroksil (OH) radikal yang dapat merusak DNA. Hal ini didukung oleh penghambatan yang dilakukan oleh lactobacillus dan lactococcus dalam menghambat E. coli, Pseudomonas sp. Dan berbagai mikroorganisme psikotropik yang terdapat dalam makanan (Yang, 2001).

29 Strompfova (2005) menyatakan bahwa penurunan jumlah E. coli disebabkan oleh asam laktat yang diproduksi oleh bakteri asam laktat Lactobacillus spp.

Jumlah Staphylococcus aureus (S. aureus) Bakso yang Disimpan pada Suhu Dingin

S. aureusmerupakan bakteri indikator sebagai tanda adanya kontaminasi dari pekerja maupun alat yang digunakan. Menurut Poernomo (1995), S. aureus merupakan batasan antara bakteri indikator dan patogen yang tidak jelas. Bakteri tersebut dapat digolongkan sebagai bakteri patogen atau sebagai indikator dari penanganan makanan yang tidak higienis dan enterotoksinnya dapat dideteksi langsung di makanan. Bakteri ini dapat menyebabkan intoksikasi jika tumbuh dan berkembang biak dalam makanan. Bakteri ini menyebabkan bermacam-macam infeksi seperti bisul, meningtis, mastitis pada manusia dan hewan. Jenis makanan yang paling digemari bakteri ini adalah daging. Hasil yang didapatkan untuk pengujian S. aureus dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Pengaruh Pemberian Antimikroba dan Lama Simpan pada Bakso terhadap Populasi S. aureus Bakso(log cfu/g)

Perlakuan Lama Penyimpanan (hari)

0 5 10 Kontrol 3,15±0,25a 8,74±0,61b 7,16±2,14b Penambahan

antimikroba 3,00±0.00a 3,00± 0.00a 3,93±0,86a

Keterangan: Huruf superskrip yang beda pada baris atau kolom yang sama memiliki perbedaan yang nyata (P<0,05).

Berdasarkan Tabel 7 terdapat interaksi antara pemberian antimikroba dengan lama simpan (P<0,05) terhadap populasi S. aureus. Penambahan antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 dapat menghambat pertumbuhan S. aureus sampai pada hari ke-10. Berdasarkan penelitian Rahmadi (2005) diketahui bahwa dari 12 hari pengamatan yang dilakukan, bakteri patogen S. aureus memiliki pola pertumbuhan sedikit kemudian terus meningkat baik secara linier ataupun logaritmik sejalan dengan lama waktu penyimpanan, sehingga pada suatu ketika mencapai angka 100 cfu/mL (log=2) yang merupakan ambang batas penerimaan patogen ini. Kontrol menunjukkan, pada hari ke 8 (H-8), sampel sudah tidak layak lagi di konsumsi, sedangkan dengan penambahan bakteri asam laktat, aktivitas pertumbuhan S. aureus pada sampel perlakuan mampu ditekan tidak lebih dari 2 satuan log. Hal ini

30 sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan terhadap bakso yang direndam dengan antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 dapat menurunkan jumlah bakteri S. aureus sebesar 5,74 log cfu/g pada hari ke 5 (H-5), dan menurunkan 3,22 log cfu/g bakteri S. aureus pada hari ke 10 (H-10).

Populasi S. aureus pada daging segar dan bakso 0 hari telah melebihi populasi yang ditetapkan dalam SNI 01-3818-1995 yaitu 1x101 untuk batas maksimum daging segar, 1x102 koloni/g untuk batas maksimum populasi S. aureus pada bakso, maka populasi S. aureus pada bakso yang diuji telah melebihi ambang batas maksimum. S. aureus merupakan bakteri yang selalu ada di mana-mana seperti udara, debu, air, susu, makanan dan peralatan makan, lingkungan, tubuh manusia dan hewan seperti kulit, rambut/bulu, bahkan di dalam saluran pernafasan pada individu sehat bakteri ini dapat ditemukan. Penyakit muncul apabila mengkonsumsi makanan yang mengandung racun yang dihasilkan (enterotoksin) bakteri (Nugroho, 2008). S. aureus merupakan bakteri penyebab keracunan yang memproduksi enterotoksin. Menurut Hariyadi (2002) enterotoksin yang dihasilkan S. aureus umumnya tahan pemanasan dan sekali terbentuk dalam makanan akan sulit untuk dihilangkan. S. aureus merupakan patogen indikator sanitasi tangan pekerja, sehingga penting untuk mengetahui keamanan mikrobiologis dari bakso.

S. aureus merupakan bakteri Gram positif dengan satu lapisan tebal peptidoglikan pada dinding selnya (Fardiaz, 1992). S. aureus hanya terdiri dari beberapa lapis peptidoglikan tanpa adanya tiga polimer pembungkus yang terletak diluar lapisan peptidoglikan yaitu lipoprotein, selaput luar dan lipopolisakarida seperti yang dimiliki oleh E. coli karena S. aureus hanya memiliki lapisan peptidoglikan maka selnya akan mudah terdenaturasi (Hermawan, 2007).

Gambar 7. Populasi S. aureus pada Bakso dengan Lama Simpan 0, 5 dan 10 Hari

31 S. aureus merupakan bakteri Gram positif (Fardiaz, 1992) dengan satu lapisan tebal peptidoglikan pada dinding selnya. Substansi antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 yang dapat menghambat pertumbuhan S. aureus adalah asam organik dan bakteriosin yang disertai dengan penurunan pH. Mekanisme penghambatan yang berhubungan dengan penurunan pH menunjukkan bahwa bentuk asam tak terdisosiasi semakin efektif. Mekanisme penghambatan bakteri oleh asam- asam organik berhubungan dengan keseimbangan asam-basa, penambahan proton dan produksi energi oleh sel. Penambahan proton akibat dari bentuk tidak terdisosiasi dari asam organik. Apabila pH diturunkan (asam) maka proton yang terdapat dalam jumlah tinggi dalam medium akan masuk ke dalam sel sitoplasma. Proton ini harus dikeluarkan untuk mencegah terjadinya pengasaman dan denaturasi komponen- komponen sel. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya perbedaan konsentrasi antara medium dengan sel sitoplasma sehingga untuk menghilangkan proton dari sel sitoplasma diperlukan energi. Semakin rendah pH maka semakin dibutuhkan energi dalam jumlah tinggi untuk menghilangkan proton tersebut dan lama-kelamaan sel bakteri akan mengalami kematian. Menurut Schnell et al., (1988) sintesis bakteriosin oleh sel galur produsen terjadi selama pertumbuhan fase eksponensial, biasanya mengikuti pola klasik sintesis protein. Beberapa bakteriosin disintesis dalam bentuk lengkap secara langsung melalui jalur ribosom. Sedangkan antibiotik disintesis secara ribosomal sebagai prepeptida kemudian mengalami modifikasi. Mekanisme penyerangan bakteriosin pada bakteri indikator dikarenakan oleh bakteriosin terikat pada reseptor spesifik. Efek hambat selanjutnya disebabkan oleh terjadinya perubahan permeabilitas dan integritas membran sehingga sel menjadi tidak mampu membelah diri karena keluarnya beberapa material sesuler atau sel mengalami lisis. Menurut Holo (2001), plantarisin W merupakan bakteriosin yang terdapat dalam Lactobacillus plantarum 1A5 dengan senyawa polipeptida yang menghambat sebagian besar bakteri Gram positif.

Kualitatif Salmonella spp pada Bakso yang Disimpan pada Suhu Dingin

Salmonella merupakan bakteri Gram negatif. Bakteri dari genus Salmonella merupakan bakteri penyebab infeksi dan bila tertelan atau masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan gejala yang disebut Salmonellosis. Salmonellae merupakan salah

32 satu bakteri yang palingpatogen disebarluaskan melalui makanan(Poernomo, 1995). Hasil yang didapatkan untuk pengujian Salmonella dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Pengaruh Pemberian Antimikroba dan Lama Simpan terhadap kualitas Salmonella (log cfu/g).

TSIA LIA

No Kode LB SCB BSA Hasil Atas bawah gas H2S Atas Bawah Gas H2S

1. D S + + + Merah Merah - - Ungu Ungu - - Negatif 2 K 0 + + + Kuning Kuning + - Ungu Ungu - - Negatif 3 P 0 + + - Kuning Kuning + - Kuning Kuning - - Negatif 4 K 5 + + + Merah Merah - - Ungu Ungu - - Negatif 5 P 5 + + - Merah Kuning + - Ungu Kuning - - Negatif 6 K 10 + + + Merah Merah + - Ungu Ungu - - N egatif 7 P 10 + + - Merah Kuning - - Ungu Kuning - - Negatif Keterangan :

D.S : Daging Segar P 10 : Perlakuan 10 hari K 0 : Kontrol 0 hari LB : Lactose Broth P 0 : Perlakuan 0 hari SCB : Selenite Cystine Broth K 5 : Kontrol 5 hari TSIA: Triple Sugar Iron Agar P 5 : Perlakuan 5 hari LIA : Lysine Iron Agar K 10 : Kontrol 10 hari BSA : Bismut Sulfit Agar

Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa bakso yang diproduksi tidak mengandung Salmonella spp. Hal ini membuktikan bahwa sejak awal tidak ada kontaminasi Salmonella spp dan tidak adanya kontaminasi selama penyimpanan berlangsung. Populasi Salmonella yang terdapat pada bakso sesuai dengan syarat mutu pada SNI 01-3818-1995 bahwa untuk cemaran Salmonella spp harus bernilai negatif. Salmonella spp dapat dihambat pada nilai pH lebih rendah dari 4.4 untuk asam laktat dan 5.4 untuk asam asetat (Fardiaz, 1992).

Media LB pada semua sampel yang di uji menunjukkan kekeruhan (positif), hal ini disebabkan karena salmonella tidak memfermentasi laktosa sedangkan bakteri lain umumnya memfermentasi laktosa menghasilkan gas dan asam (Difco laboratories, 1998). Tahap pengkayaan selektif biasanya menggunakan media TTB (tetrathionate broth), RV (rappaport vassilidis) dan SCB (selenite cystine broth), media tersebut secara selektif memperkaya jumlah Salmonella yang berasal dari sampel. Media TTB mengandung senyawa selektif yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri selain Salmonella seperti natrium tiosulfat dan tetrationat (tetrationat terbentuk di dalam media akibat penambahan iodin dan kalium iodida). Organisme yang mengandung enzim tetrationat reduktase seperti Salmonella akan

33 tumbuh (Difco Laboratories). Pada media SCB menunjukkan hasil yang positif yang berupa kekeruhan yaitu berwarna merah bata.

Tahap selanjutnya, digunakan tiga media spesifik untuk isolasi salmonella yaitu haktoen enteric agar (HEA), xylose lysine desoxycholate agar (XLDA) dan bismuth sulfit agar (BSA). Koloni tipikal pada media HEA berwarna biru kehijauan, dengan atau tanpa warna hitam ditengahnya, beberapa akan tampak sebagai koloni yang besar, berwarna hitam mengkilap ditengahnya atau tampak sebagai koloni yang hampir semuanya berwarna hitam. Koloni tipikal pada XLDA berwarna merah muda dengan atau tanpa warna hitam ditengahnya atau tampak sebagai koloni yang hampir semuanya berwarna hitam. Koloni tipikal pada BSA berwarna coklat, abu-abu atau hitam, terkadang berwarna kilau metalik (BAM, 2007). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengujian pada media BSA yang menunjukkan kekeruhan adalah sampel bakso kontrol sedangkan pada bakso yang diawetkan dengan antimikroba dari Lactobacillus plantarum 1A5 menunjukkan hasil yang negatif.

Konfirmasi biokimia pada TSIA ditandai dengan terbentuknya warna merah

Dokumen terkait