• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil evaluasi semen segar merupakan pemeriksaan awal semen yang dijadikan dasar untuk menentukan kelayakan semen yang akan diproses lebih lanjut (Ginzburg, 1972). Volume ejakulat pada hewan ternak dipengaruhi oleh

breeding, ukuran badan, tingkatan umur, frekuensi, metode penampungan dan kondisi lingkungan (Toelihere, 1981). Sedangkan pada ikan, volume ejakulat dipengaruhi oleh umur, bobot, frekuensi dan kondisi lingkungan (Billard, 1995).

Tabel 1. Kualitas semen segar ikan.

Karakteristik Jenis Ikan

Mas Patin

Makroskopis

Volume (ml) 1,27 ± 0,47 1,23 ± 0,21 Warna Putih susu Krem-putih susu Konsistensi Sedang Sedang-kental Gerakan massa 2,67 ± 0,58 3 ± 0

pH 7,23 ± 0,25 7,5 ± 0

Mikroskopis

Motilitas (%) 75 ± 5 78,33 ± 2,89 Konsentrasi (109) ml-1 11,08 ± 2,16 5,53 ± 3,57 Keterangan : Gerakan massa diambil berdasarkan nilai tingkat kekentalan sperma

+ = 1 ; ++ = 2 ; +++ = 3

Jumlah sampel pada masing-masing jenis ikan adalah tiga ekor. Pada hasil penelitian didapatkan volume spermatozoa ikan mas 1,27 ± 0,47 ml sedangkan pada ikan patin 1,23 ± 0,21 ml. Hal tersebut dapat mengindikasikan bahwa volume spermatozoa kedua ikan tersebut hampir sama pada penelitian ini. Volume spermatozoa dapat dikaitkan dengan sex ratio pada ikan. Sex ratio adalah seberapa banyak perbandingan spermatozoa antara induk jantan dengan sel telur induk betina yang memijah untuk menghasilkan bibit yang optimal.

21

Perbedaan volume semen juga dapat mengindikasikan sex ratio yang dibutuhkan pada ikan jantan dan betina. Salah satu faktor berhasil tidaknya suatu proses pembuahan bergantung pada perbandingan spermatozoa dengan sel telur.

Warna semen ikan mas adalah putih susu (Tabel 1) dan warna semen ikan patin adalah krem-putih susu. Warna krem pada semen mamalia disebabkan oleh pengaruh riboflavin yang disekresikan oleh kelenjar vesikularis dan dibawakan oleh suatu gen autosomal resesif dan tidak mempunyai pengaruh terhadap fertilitas (Toelihere, 1981), pada semen ikan patin ditemukan warna krem, namun itu bukan merupakan akibat adanya riboflavin, karena riboflavin hanya ditemukan pada spermatozoa mamalia. Warna krem diduga disebabkan karena adanya pencampuran dengan feses atau lendir yang keluar dari kulit ikan pada saat pengambilan sperma. Konsistensi semen yang didapatkan berkisar sedang pada ikan mas, dan kental ke sedang pada ikan patin.

Tebal tipisnya nilai gerakan massa sperma dilihat dari seberapa banyak spermatozoa yang terlihat pada mikroskop yang diamati pada 7 sampai 10 lapang pandang, dengan menilai gerakan spermatozoa apakah bergerak secara individu atau secara kelompok yang padat. Menurut Toelihere (1981) Nilai gerakan massa +++ adalah sangat baik, terlihat gelombang besar, banyak, gelap, tebal, dan aktif bagaikan gumpalan awan hitam dekat waktu hujan yang bergerak cepat berpindah-pindah tempat. Nilai ++ adalah jika terlihat gelombang-gelombang kecil, tipis, jarang, kurang jelas dan bergerak lamban. Nilai + adalah jika tidak terlihat gelombang melainkan hanya gerakan-gerakan individual aktif progresif, dan nilai - adalah jika hanya sedikit atau tidak ada gerakan-gerakan individual. Penilaian gerakan massa pada pemeriksaan makroskopis gerakan massa diperoleh rataan sebesar 2,67 (++/+++) pada ikan mas dan 3 (+++) pada ikan patin yang mengindikasikan sperma ikan patin lebih bergerak aktif (rough) dibandingkan sperma ikan mas. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa dengan gerakan massa yang lebih aktif, maka spermatozoa pada ikan patin mempunyai daya gerak yang lebih aktif dan dapat memaksimalkan pergerakan untuk proses pembuahan ke sel telur daripada ikan mas.

22

Persentase spermatozoa yang motil progresif merupakan parameter kuantitas spermatozoa sebagai ukuran kesanggupan membuahi sel telur. Dari hasil penelitian diperoleh sperma motil ikan mas sebesar 75 ± 5 %, dan 78,33 ± 2,89 % pada ikan patin, data tersebut menunjukkan persentase kesanggupan sperma ikan patin dalam membuahi sel telur lebih besar pada penelitian ini. Penilaian konsentrasi atau jumlah spermatozoa per mililiter semen menggambarkan sifat-sifat semen dan digunakan sebagai kriteria penentuan kuantitas semen. Perbedaan volume semen bergantung kepada keadaan gonad individu ikan. Pada penelitian ini tidak dilakukan pembedahan pada gonad ikan, sehingga diduga ikan yang diteliti berada pada tingkat kematangan gonad 3 atau 4, hal ini dikarenakan pada tingkat 1 atau 2, jika dilakukan stripping pada ikan sperma akan keluar namun kemungkinan sedikit ataupun keluar bersamaan dengan darah.

Nilai pH pada pengamatan berada pada kisaran antara 7,23 pada spermatozoa ikan mas dan 7,5 pada ikan patin sedangkan pada ikan hake (Merluccius merluccius), yaitu 7,6 ± 0,1 (Groison et al., 2010). Nilai tersebut masuk ke dalam kisaran pH netral. Pada hasil penelitian diperoleh konsentrasi spermatozoa ikan mas sebesar 11,08 ± 2,16 x 109 ml-1 dan konsentrasi spermatozoa ikan patin sebesar 5,53 ± 3,57 x 109 ml-1 sebagai pembanding, konsentrasi spermatozoa pada ikan cod Atlantik Gadus morhua adalah 3,92 ± 0,74 sampai 29,07 ± 11,76 x 109 spermatozoa ml-1 (Rakitin et al., 1999) dan pada penelitian yang dilakukan Tvedt et al,. (2000) konsentrasi spermatozoa pada ikan

Hippoglossus hippoglossus berkisar antara 200 x 109 sampai 600 x 109 spermatozoa ml-1. Konsentrasi spermatozoa dipengaruhi oleh kematangan seksual ikan jantan, kualitas pakan, kesehatan reproduksi, besar testis, umur, musim dan perbedaan geografis (Salisbury and Van Demark, 1961). Pada usaha pembiakan ikan maupun alam bebas, faktor biotik dan non abiotik mempengaruhi kualitas sperma dan bergantung pada interaksi genetik, fisiologi dan faktor-faktor lingkungan yang kompleks (Rurangwa et al., 2004).

23

4.2. Morfologi Spermatozoa

Spermatozoa pada hewan mempunyai pola dasar yang sama, namun secara morfologi terdapat perbedaan-perbedaan tertentu yang menjadi karakteristik bentuk sperma pada masing-masing spesies. morfologi spermatozoa memiliki korelasi dengan fertilitas sehingga keberadaan spermatozoa abnormal akan berpengaruh terhadap kemampuan jantan untuk membuahi betina. studi terhadap karakteristik morfologi spermatozoa sebaiknya diikuti oleh kajian histologi pada organ kelamin jantan, khususnya testis (Barth

and Oko, 1989).

Morfologi spermatozoa ikan mas dan ikan patin diambil dari preparat yang telah diwarnai dengan pewarnaan Williams dan pengolahan gambar dengan menggunakan perangkat lunak CorelDraw X4 dan dengan skala yang telah dikalibrasikan dengan lensa mikroskop pada perbesaran 100x.

(a) (b)

Gambar 4. Morfologi spermatozoa ikan patin (a) dan mas (b).

Gambar diatas menggunakan perbesaran 100x pada mikroskop, dapat dibandingkan dengan ikan patin, bentuk kepala spermatozoa ikan mas cenderung lebih bulat, dan ekor yang lebih panjang. Struktur sperma ikan pada umumnya terdiri dari kepala dan ekor sperma. Kepala sperma berbentuk cenderung ellips. Ekor sperma terdiri atas midpiece, principal piece, dan

endpiece. Pada kepala sperma terkandung DNA yang membawa sifat genetik dari

24

yang dihasilkan pada induk betina. Sedangkan pada ekor sperma (midpiece)

terdapat sisa-sisa sitoplasma dan mitochondria yang cukup untuk menggerakkan ekor sperma. Setelah proses spermatogenesis selesai, sperma akan tersimpan dalam testis. Pada wilayah temperate, spermatogenesis akan sempurna pada akhir musim panas dan pemijahan terjadi pada musim semi tahun berikutnya, namun pada wilayah tropis, pemijahan pada ikan bisa berjalan sepanjang tahun sesuai siklus hidupnya (Billard, 1995).

Umumnya kepala sperma pada gambar berbentuk nyaris bulat sempurna, dengan ekor yang tidak menggulung kondisi tersebut dapat dikatakan normal. Namun jika dibandingkan dengan pustaka yang didapat, panjang ekor sperma tersebut tidak sempurna atau tidak sesuai dengan panjang pada pustaka. Hal ini diduga karena putusnya sebagian ekor sperma yang disebabkan oleh proses sentrifugasi yang bertujuan untuk memisahkan fase padatan dan cairan, karena melalui penelitian pendahuluan, jika tanpa proses sentrifugasi maka spermatozoa menyebar terlalu soliter sehingga ketika proses pewarnaan, hanya sedikit sampel individu yang didapatkan. Pada penelitian ini, memakai metoda Williams yang dimodifikasi dengan proses sentrifugasi pada sampel yang siap untuk diwarnai, hal tersebut dilakukan karena pada pewarnaan sebelumnya, spermatozoa ikan yang sudah diwarnai tidak kelihatan secara jelas, maka perlu pengendapan spermatozoa. Namun hasil yang didapat pada gambar adalah spermatozoa yang ekornya terputus pada bagian midpiece (bagian ekor tengah) sampai ke bagian ekor utama (endpiece).

4.3. Morfometri Spermatozoa

Morfologi spermatozoa ikan diambil berdasarkan panjang diameter kepala dan panjang ekor pada setiap sel spermatozoa dan dirata-ratakan. Sampel preparat diambil 46-100 sel tergantung kepadatan pada setiap ulasan. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 100x dan lensa mikrometer yang dimasukkan ke dalam lensa okuler.

25

Tabel 2. Morfometri spermatozoa ikan Mas dan Patin.

Preparat Mas Preparat Patin Diameter kepala (μ ) Panjang ekor (μ ) Diameter kepala (μ ) Panjang ekor (μ ) 1 14,96 ± 5,85 114,87 ± 14,26 1 14,91 ± 5,70 62,45 ± 8,66 2 14,80 ± 6,04 123,56 ± 17,47 2 14,85 ± 5,07 53,39 ± 4,31 3 18,19 ± 7,83 114,31 ± 16,34 3 14,37 ± 5,38 85,42 ± 6,74 4 15,94 ± 6,58 102,69 ± 14,71 4 14,42 ± 5,33 94,79 ± 9,94 Rataan 15,97 ± 6,57 113,86 ± 15,69 14,64 ± 5,37 74,01 ± 7,42

Rataan diameter kepala ikan mas didapat sebesar 15,97 μ dengan simpangan baku 6,57 μ da rataa pa ja g ekor sebesar 113,86 μ dengan simpangan baku 15,69 μ . seda gka pada ika pati , rataa dia eter kepala didapat sebesar 14,64 μ dengan simpangan baku 5,37 μ da rataan panjang ekor sebesar 74,01 dengan simpangan baku sebesar 7,42 μ . Dengan demikian dapat dilihat bahwa diameter kepala spermatozoa ikan mas dan ikan patin tidak jauh berbeda, namun panjang ekor spermatozoa ikan mas sedikit lebih panjang daripada panjang ekor ikan patin, hal tersebut dapat mengindikasikan bahwa dengan ekor yang lebih panjang, pergerakan massa akan lebih sulit pada ikan mas, yang dapat menjadi salah satu faktor pembeda pada keberhasilan suatu proses pembuahan.

4.4. Aplikasi Pengelolaan

Pada ikan mas yang breedingnya secara relatif sinkron atau bersamaan, maka pada pengelolaan pada perikanan yang bisa diaplikasikan dari penelitian ini adalah data pada kualitas semen ikan bisa menjadi dasar untuk penentuan sex ratio antara spermatozoa dengan sel telur untuk bisa menghasilkan bibit yang optimal ke depannya. Sedangkan pada ikan patin yang breeding antara jantan dan betina secara tidak bersamaan (Ernawati, 1999) sehingga diperlukan

26

buatan, maka data kualitas semen segar ini bisa menjadi dasar untuk proses

cryopreservasi dan menghasilkan bibit yang optimal dan nantinya untuk produksi

sektor perikanan melalui biologi reproduksi pada kedua ikan tersebut di masa yang akan datang.

Dokumen terkait