• Tidak ada hasil yang ditemukan

Satuan Lahan

Hasil overlay peta tutupan lahan, jenis tanah dan kelerengan pada keempat desa lokasi penelitian menghasilkan 10 satuan lahan dengan luas yang berbeda beda. Perbandingan luas dari 10 satuan lahan pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Luas, Karakteristik, dan Sebaran Satuan Lahan

No Satuan

2.422,69 Tutupan lahan Hutan Primer, Jenis tanah Aluvial coklat dengan kelas kemiringan lahan

miring atau berbukit >15%-30%

Telagah

II B ACK M/B

874,86

Tutupan Lahan belukar, jenis tanah aluvial coklat kelabu, dengan kelas kemiringan lahan

miring atau berbukit >15%-30%

269,61 Tutupan lahan belukar, jenis tanah aluvial coklat kelabu, dengan kemiringan lahan agak

curam >30-45%

986,62 Tutupan lahan pertanian lahan kering, jenis aluvial coklat kelabu, dengan kelas

514,03 Tutupan lahan pertanian lahan kering, jenis tanah aluvial coklat kelabuan, dengan kelas kemiringan lahan miring atau berbukit

571,88 Tutupan lahan pertanian lahan kering, jenis tanah aluvial kelabu, kemiringan lahan landai

>3%-8%

Gunung Ambat

VII PTK AC M/B

1.152,67 Tutupan lahan pertanian lahan kering,jenis tanah aluvial coklat, dengan kelas kemiringan lahan miring atau berbukit

>15%-30%

Gunung Ambat

VIII PTK AK AC

11,19 Tutupan lahan pertanian lahan kering, jenis tanah aluvial kelabu, kemiringan lahan agak

curam >30%-45%

Gunung Ambat

IX PLKC

ACK M/B

4.372,34 Tutupan lahan pertanian lahan kering campur, jenis tanah aluvial coklat kelabuan, dengan kelas kemiringan lahan miring atau berbukit

>15%-30%

Hasil dari overlay peta menghasilkan satuan lahan yang ada pada lokasi penelitian dengan luas yang berbeda-beda. Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa satuan lahan yang terluas terdapat pada satuan lahan ke IX yaitu PLCK ACK M/B dengan karakteristik tutupan lahan pertanian lahan kering campur, jenis tanah aluvial coklat kelabuan, dengan kelas kemiringan lahan atau berbukit >15%

- 30% berada pada dua desa yaitu Desa Telagah dan Desa Rumah Galuh dengan luas 4.372,35 Ha.

Satuan lahan terkecil terdapat pada satuan lahan VIII yaitu PTK AK AC dengan karakteristik tutupan lahan pertanian lahan kering, jenis tanah aluvial kelabu, kemiringan lahan agak curam >30% - 45% berada pada Desa Gunung Ambat dengan luas sebesar 11,198 Ha.

Sebagian besar dari 10 satuan lahan diperuntukkan untuk lahan pertanian, perkebunan kelapa sawit, perkebunan karet dan permukiman masyarakat. Pada 10 satuan lahan tersebut didominasi oleh tutupan lahan yang berjenis pertanian lahan kering. Jenis tanah pada satuan lahan didominasi oleh jenis tanah aluvial coklat kelabuan dan dengan kelas kelerengan miring atau berbukit >15% - 30%. Total luas dari satuan lahan pada keempat Desa Gunung Ambat, Desa Simpang Kuta Buluh, Desa Rumah Galuh dan Desa Telagah adalah 11.265,24 Ha.

Sifat Kimia Tanah pH Tanah

Keasaman tanah yang dinyatakan dalam Eksponen Hidrogen (pH) yang merupakan aspek kimia tanah yang tetap diperlukan. Nilai pH Tanah tidak sekedar menunjukkan suatu tanah masam atau alkali, tetapi juga memberikan informasi tentang sifat-sifat tanah yang lain, ketersedian fosfor, status

kation-kation basa, status kation-kation atau unsur racun dan sebagainya (Siswanto, 2006).

Hasil pengukuran pH Tanah disajikan dalam bentuk Tabel 10.

Tabel 10. Hasil Analisis pH Tanah

No Satuan Lahan pH Kriteria Vegetasi Dominan (Pohon) 1 HP AC M/B 6,51 Agak Masam Rasamala (Altingia excelsia) 8 PTK AK AC 6,86 Netral Kemiri (Aleurites moluccanus)

Karet (Havea brasiliensis) 9 PLKC ACK M/B 6,62 Netral Kemiri (Aleurites moluccanus)

Karet (Havea brasiliensis)

10 S ACK M/B 6,68 Netral -

Keterangan : HP AC M/B (Hutan Produksi Aluvial Coklat Miring/Berbukit), B ACK M/B (Belukar Aluvial Coklat Kelabuan Miring/Berbukit), B ACK AC (Belukar Aluvial Coklat Kelabuan Agak Curam), PTK ACK M/B (Pertanian Lahan Kering Aluvial Coklat Kelabuan Miring/Berbukit), PTK ACK AC (Pertanian Lahan Kering Aluvial Coklat Kelabuan Agak Curam), PTK AK L (Pertanian Lahan Kering Aluvial Kelabu Landai), PTK AK M/B (Pertanian Lahan Kering Aluvial Kelabu Miring/Berbukit), PTK AK AC (Pertanian Lahan Kering Aluvial Kelabu Agak Curam), PLKC ACK M/B (Pertanian Lahan Kering Campuran Aluvial Coklat Kelabuan Miring/Berbukit), S ACK M/B (Sawah Aluvial Coklat Kelabuan Miring/Berbukit).

Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa pH tanah tertinggi terdapat pada satuan lahan PTK AK AC dengan pH sebesar 6,86 sedangkan pH tanah terendah terdapat pada satuan lahan PTK AK L dengan pH sebesar 6,43. Hal ini dapat terjadi dikarenakan perbedaan jenis tanah, pengendapan alami dan vegetasi

yang ada pada lahan karena dengan kondisi vegetasi yang berbeda dapat mempengaruhi pH tanah melalui proses dekomposisi tanah yang berasal dari sisa tanaman yang dapat menghasilkan sifat masam pada tanah.

Berbeda dengan hasil penelitian yang telah dilakukan Setiawan dkk (2014) yang dilakukan di kebun inti tanaman gambir Kabupaten Pakpak Bharat yang mendapatkan hasil pH pada tanah lapisan atas berkisar antara 5,21-5,81 dan lapisan bawah berkisar 5,67-5,99 dengan kriteria masam hingga agak masam. Hal ini dapat terjadi karena dipengaruhi dari jenis tanah yang ada. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa pada bagian lereng bukit memiliki nilai pH yang lebih rendah dibandingkan dengan bagian puncak bukit dan lembah. Rendahnya nilai pH bagian lereng bukit dapat terjadi karena pada posisi lahan ini lebih rentan terkena pukulan hujan secara langsung. Air hujan ini memiliki sifat masam yang dapat terlarut di dalam tanah sehingga membuat pH tanah menjadi lebih masam.

Pada lahan dengan curah hujan tinggi umumnya kemasaman meningkat sesuai dengan kedalaman lapisan tanah, sehingga kehilangan top soil oleh erosi dapat menyebabkan lapisan olah tanah menjadi lebih masam.

Berdasarkan nilai pH dapat diketahui kriteria kesesuaian lahan untuk vegetasi pohon dominan yang terdapat pada satuan lahan HP AC M/B yang berjenis Rasamala (Altingia excelsia) dan Sengon (Albizia cinensis) dengan pH 6,51 termasuk kedalam kelas kesesuaian lahan S1. Begitu juga dengan jenis vegetasi pohon dominan Karet (Havea brasiliensis) termasuk kelas kesesuaian lahan S3 dan Mahoni (Swietenia mahagoni) termasuk kelas kesesuaian lahan S1 yang terdapat pada satuan lahan PTK ACK M/B dengan pH 6,58 dan satuan lahan

PTK AK L dengan pH 6,43 dengan jenis vegetasi dominan

Karet (Havea brasiliensis) termasuk kelas kesesuaian lahan S2 dan Mahoni (Swietenia mahagoni) termasuk kelas kesesuaian lahan S1.

Pada satuan lahan PTK ACK AC dengan pH 6,51 dan jenis vegetasi pohon dominan Karet (Havea brasiliensis) termasuk kelas kesesuaian lahan S3 dan Durian (Durio zibethinus) termasuk kelas kesesuaian lahan S1. Pada satuan lahan PTK AK M/B dengan pH 6,75 dan jenis vegetasi pohon dominan Karet (Havea brasiliensis) termasuk kelas kesesuaian lahan S3 dan Kakao (Theobroma cacao) termasuk kelas kesesuaian lahan S1.

Jenis vegetasi pohon dominan Kemiri (Aleurites moluccanus) termasuk kelas kesesuaian lahan S1 dan Karet (Havea brasiliensis) termasuk kelas kesesuaian lahan S3 yang terdapat pada satuan lahan PTK AK AC dengan pH 6,86. Pada satuan lahan PLKC ACK M/B dengan pH 6,62 dan jenis vegetasi pohon dominan Kemiri (Aleurites moluccanus) termasuk kelas kesesuaian lahan S1 dan Karet (Havea brasiliensis) termasuk kelas kesesuaian lahan S3.

Menurut Hardjowigeno (2007) pengukuran pH tanah dapat memberikan keterangan tentang kebutuhan kapur, respon tanah terhadap pemupukan, proses kimia yang mungkin berlangsung dalam proses pembentukan tanah, dan lain-lain.

Dengan adanya pH tanah dapat memberikan informasi keberadaan unsur yang bersifat racun bagi tanaman. Selain itu juga dapat memberikan informasi terhadap reaksi tanah apakah tanah tersebut bersifat masam, netral atau alkalin, sehingga dapat memberikan informasi untuk tindakan selanjutnya yang akan dilakukan oleh pengguna lahan.

Gambar 4. Peta Sebaran Eksponen Hidrogen (pH) Tanah

32

Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat bahwa peta sebaran pH tanah memiliki dua jenis kriteria pH tanah yaitu agak masam dan netral yang didominasi kriteria pH netral dengan total luas yang berbeda beda setiap desa. Luas sebaran pH tanah dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Luas Sebaran pH Tanah terdapat 2 kriteria pH tanah yaitu agak masam dengan luas areal 4.242,37 Ha dan rasio terhadap total luas adalah 37,65 % dan dengan kriteria netral dengan luas areal 7.022,87 Ha dan rasio terhadap total luas adalah 62,34%. Pada Desa Gunung Ambat, pH tanah dengan kriteria agak masam memiliki luas 233,07 Ha dan pH dengan kriteria netral memiliki luas 1.757,04 Ha. Pada Desa Kuta Buluh, pH dengan kriteria agak masam memiliki luas 591,38 Ha dan pH dengan kriteria netral memiliki luas 173,81 Ha. Pada Desa Rumah Galuh, pH dengan kriteria agak masam memiliki luas 857,67 Ha dan pH dengan kriteria netral memiliki luas 2.996,83 Ha. Pada Desa Telagah, pH dengan kriteria agak masam memiliki luas 2.560,25 Ha dan pH dengan kriteria netral memiliki luas 2.095,19 Ha. Jadi dapat diketahui bahwa pada lokasi penelitian memiliki pH terluas adalah ph dengan kriteria netral.

Dengan mengetahui kondisi pH tanah maka kita dapat mengetahui kondisi tanah apakah tanah tersebut dalam kondisi masam atau alkalin, dapat juga menentukan mudah atau tidaknya unsur hara yang diserap oleh tanaman.

Umumnya unsur hara yang diserap oleh akar tanaman adalah pada pH 6-7 karena pada pH tersebut sebagian besar unsur hara mudah larut dalam tanaman. Dengan demikian maka kondisi pH tanah yang netral adalah kondisi tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman sesuai dengan pernyataan Yudono dkk (2014) yang menyatakan bahwa secara kimiawi murni nilai pH 7 disebut netral, pH dibawah angka 7 disebut asam dan diatas 7 disebut basa/alkalis. Kondisi unsur hara yang baik berada pada pH sekitar 6,5.

C-Organik

Bahan organik merupakan salah satu faktor pembatas yang sangat berperan untuk menambah hara dan sebagai penyangga hara. Berikut hasil pengukuran C-Organik tanah disajikan dalam Tabel 12.

Tabel 12. Hasil Analisis C-Organik Tanah

No Satuan Lahan C-Org (%) Kriteria Vegetasi Dominan (Pohon) 1 HP AC M/B 1,68 Rendah Rasamala (Altingia excelsia) 8 PTK AK AC 1,82 Rendah Kemiri (Aleurites moluccanus)

Karet (Havea brasiliensis) 9 PLKC ACK M/B 1,66 Rendah Kemiri (Aleurites moluccanus)

Karet (Havea brasiliensis)

10 S ACK M/B 1,43 Rendah -

Keterangan : HP AC M/B (Hutan Produksi Aluvial Coklat Miring/Berbukit), B ACK M/B (Belukar Aluvial Coklat Kelabuan Miring/Berbukit), B ACK AC (Belukar Aluvial Coklat Kelabuan Agak Curam), PTK ACK M/B (Pertanian Lahan Kering Aluvial Coklat Kelabuan Miring/Berbukit), PTK ACK AC (Pertanian Lahan Kering Aluvial Coklat Kelabuan Agak Curam), PTK AK L (Pertanian Lahan Kering Aluvial Kelabu Landai), PTK AK M/B (Pertanian Lahan Kering Aluvial Kelabu Miring/Berbukit), PTK AK AC (Pertanian Lahan Kering Aluvial Kelabu Agak Curam), PLKC ACK M/B (Pertanian Lahan Kering Campuran Aluvial Coklat Kelabuan Miring/Berbukit), S ACK M/B (Sawah Aluvial Coklat Kelabuan Miring/Berbukit).

Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui bahwa nilai C-Organik terbesar terdapat pada satuan lahan PTK ACM M/B dengan nilai sebesar 2,42 dengan kriteria sedang, sedangkan C-Organik terkecil terdapat pada satuan lahan PTK AK L dengan nilai sebesar 1,39 dengan kriteria rendah. Hal ini dapat dipengaruhi oleh tutupan lahan dan jenis vegetasi yang ada pada lahan, sesuai dengan pernyataan Nurida dan Jubaedah (2014) distribusi dan kepadatan penutupan lahan oleh tanaman sangat menentukan kandungan C di lahan hutan, sementara pada lahan yang diolah secara intensif seperti lahan usaha tani tanaman pangan, hortikultura, padang penggembalaan, dan lahan alang-alang, kontribusi vegetasi tidak sebesar di lahan hutan.

Berbeda dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Pane dkk (2016) di bawah beberapa jenis tegakan sub das petani Kabupaten Deli

Serdang yang mendapatkan hasil C-Organik tertinggi berada pada tanah dibawah tegakan durian yaitu sebesar 2,189 % dan yang terendah terdapat pada tanah dibawah tegakan karet yaitu sebesar 1,10 %. Tegakan karet dapat mempengaruhi sifat kimia tanah berupa C-Organik tanah yang berbeda dengan C-Organik tanah pada areal hutan. Hal ini di sebabkan karena pola pengelolaan tanah pada tegakan karet berbeda dengan areal hutan seperti pembersihan piringan yang memungkinkan adanya perubahan bahan organik pada tegakan karet.

Dikemukakan oleh Yasin (2007) bahwa faktor yang mempengaruhi rendahnya C-organik dalam tanah yaitu disebabkan oleh perbedaan jenis dan jumlah vegetasi yang berbeda pada tegakan yang tumbuh pada lahan tersebut. Selain itu, setiap tanah memiliki kandungan bahan organik yang berbeda-beda sesuai dengan karakteristik tanah dan penggunaan lahan nya.

Berdasarkan nilai C-Organik dapat diketahui kriteria kesesuaian lahan untuk vegetasi pohon dominan yang terdapat pada satuan lahan HP AC M/B yang berjenis Rasamala (Altingia excelsia) dan Sengon (Albizia cinensis) dengan C-Organik sebesar 1,68 termasuk kedalam kelas kesesuaian lahan S1. Begitu juga dengan jenis vegetasi pohon dominan Karet (Havea brasiliensis) termasuk kelas kesesuaian lahan S1 yang terdapat pada satuan lahan PTK ACK M/B dengan nilai C-Organik sebesar 2,42 dan satuan lahan PTK AK L dengan nilai C-Organik sebesar 1,39 dengan jenis vegetasi dominan Karet (Havea brasiliensis) termasuk kelas kesesuaian lahan S1

Pada satuan lahan PTK ACK AC dengan nilai C-Organik sebesar 1,51 dan jenis vegetasi pohon dominan Karet (Havea brasiliensis) termasuk kelas kesesuaian lahan S1 dan Durian (Durio zibethinus) termasuk kelas kesesuaian lahan S1. Pada satuan lahan PTK AK M/B dengan nilai C-Organik sebesar 2,01 dan jenis vegetasi pohon dominan Karet (Havea brasiliensis) termasuk kelas kesesuaian lahan S1 dan Kakao (Theobroma cacao) termasuk kelas kesesuaian lahan S1.

Jenis vegetasi pohon dominan Kemiri (Aleurites moluccanus) termasuk kelas kesesuaian lahan S1 dan Karet (Havea brasiliensis) termasuk kelas kesesuaian lahan S1 yang terdapat pada satuan lahan PTK AK AC dengan nilai C-Organik sebesar 1,82. Pada satuan lahan PLKC ACK M/B dengan nilai C-Organik sebesar 1,66 dan jenis vegetasi pohon dominan Kemiri (Aleurites moluccanus) termasuk kelas kesesuaian lahan S1.

Gambar 5. Peta Sebaran C-Organik Tanah

37

8

Berdasarkan Gambar 5 dapat diketahui bahwa sebaran C-Organik tanah memiliki dua kriteria yaitu rendah dan sedang yang didominasi dengan kriteria C-Organik dengan kriteria rendah. Luas sebaran C-Organik dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Luas Sebaran C-Organik Tanah Kriteria

Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa pada lokasi penelitian terdapat 2 kriteria untuk C-Organik yaitu rendah dengan luas 9.125,95 Ha dan rasio terhadap total luas yaitu 81,00 % dan dengan kriteria sedang memiliki luas areal 2.139,29 Ha dan dengan rasio terhadap total luas yaitu 19,00 %. Pada Desa Gunung Ambat, C-Organik dengan kriteria rendah memiliki luas 688,70 Ha dan C-Organik dengan kriteria sedang memiliki luas 1.301,41 Ha. Pada Desa Kuta Buluh, C-Organik dengan kriteria rendah memiliki luas 666,55 Ha dan C-Organik

dengan kriteria sedang memiliki luas 98,64 Ha. Pada Desa Rumah Galuh, C-Organik dengan kriteria rendah memiliki luas 3.214,60 Ha dan C-Organik

dengan kriteria sedang memiliki luas 639,90 Ha. Pada Desa Telagah, C-Organik dengan kriteria rendah memiliki luas 4.556,10 Ha dan C-Organik dengan kriteria sedang memiliki luas 99,33 Ha. Jadi dapat diketahui bahwa sebaran C-Organik terluas adalah dengan kriteria C-Organik rendah.

Penambahan bahan organik dapat meningkatkan daya menahan air tanah, mampu mengikat air dalam jumlah besar sehingga mengurangi jumlah air yang hilang dan mengurangi kejadian erosi di lahan pertanian (Sukmawati, 2015).

Faktor yang mempengaruhi rendahnya C-organik dalam tanah yaitu disebabkan

oleh perbedaan jenis dan jumlah vegetasi yang berbeda pada tegakan yang tumbuh pada lahan tersebut. Dikemukakan oleh Munawar (2013) bahwa bahan organik tanah adalah seluruh karbon di dalam tanah yang berasal dari sisa tanaman/tumbuhan dan hewan yang telah mati. Kebanyakan sumber bahan organik tanah adalah jaringan tanaman/tumbuhan. Berbeda sumber dan jumlah bahan organik tersebut akan berbeda pula pengaruhnya terhadap bahan organik yang disumbangkan ke dalam tanah.

Dikemukakan oleh Munawar (2013) bahwa bahan organik tanah adalah seluruh karbon di dalam tanah yang berasal dari sisa tanaman/tumbuhan dan hewan yang telah mati. Kebanyakan sumber bahan organik tanah adalah jaringan tanaman/tumbuhan. Berbeda sumber dan jumlah bahan organik tersebut akan berbeda pula pengaruhnya terhadap bahan organik yang disumbangkan ke dalam tanah.

C-Organik tanah memiliki peran penting didalam meningkatkan kesuburan tanah. Semakin tinggi kadar C-Organik yang terdapat pada tanah maka semakin tinggi pula tingkat kesuburan tanah tersebut. Sebaliknya semakin rendah kadar C-Organik pada tanah maka semakin rendah juga tingkat kesuburan tanah tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nurida dan Jubaedah (2014) yang menyatakan karbon organik merupakan bagian fungsional dari bahan organik tanah yang mempunyai fungsi dan peranan sangat penting di dalam menentukan kesuburan dan produktivitas tanah melalui pengaruhnya terhadap sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Penambahan bahan organik tanah atau karbon organik tanah merupakan salah satu usaha untuk memperbaiki tanah terdegradasi.

Menurut Mukhlis (2007) karbon adalah komponen utama dari bahan organik Kadar C-Organik tanah cukup bervariasi, tanah mineral biasanya mengandung C-Organik antara 1% - 9%, sedangkan tanah gambut dan lapisan organik tanah hutan dapat mengandung 40% - 50% C-Organik dan biasanya <1%

di tanah gurun pasir.

Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Kapasitas Tukar Kation (KTK) merupakan ukuran kemampuan suatu koloid untuk mengadsorbsi dan mempertukarkan kation. KTK ini dapat didefenisikan pula sebagai ukuran kuantitas kation, yang segera dapat dipertukarkan dan menetralkan muatan negatif tanah. Jadi penetapan KTK merupakan pengukuran jumlah total negatif per unit berat bahan (Danyati, 2017).

Hasil pengukuran KTK disajikan dalam Tabel 14.

Tabel 14. Hasil Analisis Kapasitas Tukar Kation Tanah No Satuan Lahan CEC 8 PTK AK AC 19,49 Sedang Kemiri (Aleurites moluccanus)

Karet (Havea brasiliensis) 9 PLKC ACK M/B 17,89 Sedang Kemiri (Aleurites moluccanus)

Karet (Havea brasiliensis)

10 S ACK M/B 16,90 Rendah -

Keterangan : HP AC M/B (Hutan Produksi Aluvial Coklat Miring/Berbukit), B ACK M/B (Belukar Aluvial Coklat Kelabuan Miring/Berbukit), B ACK AC (Belukar Aluvial Coklat Kelabuan Agak Curam), PTK ACK M/B (Pertanian Lahan Kering Aluvial Coklat Kelabuan Miring/Berbukit), PTK ACK AC (Pertanian Lahan Kering Aluvial Coklat Kelabuan Agak Curam), PTK AK L (Pertanian Lahan Kering Aluvial Kelabu Landai), PTK AK M/B (Pertanian Lahan Kering Aluvial Kelabu Miring/Berbukit), PTK AK AC (Pertanian Lahan Kering Aluvial Kelabu Agak Curam), PLKC ACK M/B (Pertanian Lahan Kering Campuran Aluvial Coklat Kelabuan Miring/Berbukit), S ACK M/B (Sawah Aluvial Coklat Kelabuan Miring/Berbukit).

Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui bahwa KTK yang terendah terdapat pada satuan lahan HP AC M/B dengan nilai KTK sebesar 9,29 dan termasuk kategori rendah, sedangkan KTK yang tertinggi terdapat pada satuan lahan B ACK M/B dengan nilai sebesar 22,25 dan termasuk kategori sedang. Pada Tabel 14 diatas hanya terdapat 2 jenis kategori KTK yaitu Rendah dan Sedang.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Danyati (2017) pada areal restorasi Resort Sei Betung Taman Nasional Gunung Leuser yang menunjukkan bahwa KTK tanah tergolong rendah hingga sedang. Nilai KTK tanah sangat beragam serta tergantung pada sifat dan ciri tanah tersebut. Besar kecilnya KTK tanah dipengaruhi oleh reaksi tanah, tekstur atau jumlah liat, jenis mineral liat, bahan organik, dan pengapuran atau pemupukan. Tingginya nilai KTK tanah tersebut dapat disebabkan karena tingginya kandungan bahan organik tanah sebagian akibat dari kegiatan fisik di badan tanah.

Besarnya jumlah KTK yang ada pada tanah dapat dipengaruhi oleh keadaan tekstur tanah dan kandungan bahan organik yang ada pada tanah. Apabila tekstur tanah semakin halus dan bahan organik tanah tinggi maka KTK tanah tersebut juga akan tinggi, sebaliknya apabila tekstur tanah kasar dan bahan organik tanah rendah maka nilai KTK tanah tersebut juga rendah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mukhlis (2007) yang menyatakan bahwa besarnya KTK tanah tergantung kepada (1) tekstur tanah, (2) tipe mineral tanah, (3) kandungan bahan organik. Semakin tinggi kadar liat atau tekstur semakin halus maka KTK tanah akan semakin besar. Demikian juga pada kandungan bahan organik, semakin tinggi bahan organik maka KTK tanah akan semakin tinggi.

Gambar 6. Peta Sebaran Kapasitas Tukar Kation (KTK) Tanah

42

Berdasarkan Gambar 6 dapat diketahui sebaran kapasitas kation tanah memiliki dua kriteria yaitu rendah dan sedang dengan sebaran kapasitas kation didominasi oleh kriteria sedang. Luas sebaran kapasitas tukar kation tanah dapat dilihat dalam Tabel 15.

Tabel 15. Luas Sebaran Kapasitas Tukar Kation (KTK) Tanah Kriteria

Berdasarkan Tabel 15 dapat diketahui pada kriteria Kapasitas Tukar Kation (KTK) rendah terdapat luas areal 3.498,63 Ha dengan rasio terhadap total luas adalah 31,05 %. Sedangkan dengan kriteria KTK sedang terdapat luas areal 7.766,61 Ha dengan rasio terhadap total luas yaitu 66,95 %. Pada Desa Gunung memiliki luas 3.214,60 Ha. Pada Desa Telagah, luas sebaran KTK dengan kriteria rendah adalah 2.611,36 Ha dan KTK dengan kriteria sedang memiliki luas 2.044,07 Ha. Dapat disimpulkan bahwa sebaran KTK terluas terdapat pada kriteria KTK sedang.

Kandungan C-organik tanah selain dapat menentukan besarnya nilai KTK tanah juga sangat menentukan penambahan unsur hara yang dikandungnya seperti N, P, K, Ca, Mg, S serta unsur mikro. Pemberian bahan organik tidak hanya menambah unsur hara bagi tanaman, tetapi juga dapat menciptakan kondisi yang

sesuai untuk tanaman dan memperbaiki aerasi, mempermudah penetrasi akar, memperbaiki kapasitas menahan air, meningkatkan pH tanah, KTK, dan serapan hara.

Menurut Hakim dkk (1986) jumlah kapasitas pertukaran kation tergantung pada adanya muatan negatif pada partikel tanah dan sangat berkorelasi dengan jumlah luas permukaan partikel, terutama pada lempung koloid dan bahan organik. Kenyataan menunjukkan bahwa KTK dari berbagai tanah sangat beragam, bahkan tanah sejenisnya pun berbeda KTKnya. Besarnya KTK tanah dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanah itu sendiri.

Menurut Ginting (2017) pada tanah dengan nilai KTK relatif rendah, proses penjerapan unsur hara oleh koloid tanah tidak berlangsung intensif, dan akibatnya unsur-unsur hara tersebut akan dengan mudah tercuci dan hilang bersama gerakan air di tanah (infiltrasi, perkolasi), dan pada gilirannya hara tidak tersedia bagi pertumbuhan tanaman. Nilai KTK pada tapak terganggu umumnya lebih rendah jika dibandingkan dengan pada tapak tidak terganggu. Turunnya nilai KTK tanah tersebut dapat disebabkan karena menurunnya kandungan bahan organik tanah sebagai akibat dari kegiatan fisik di badan tanah

Kejenuhan Basa (KB)

Nilai kejenuhan basa (KB) adalah persentase dari total kapasitas tukar kation (KTK) yang ditempati oleh kation-kation basa seperti kalium, kalsium, magnesium, dan natrium. Nilai KB berhubungan erat dengan pH dan tingkat kesuburan tanah. Kemasaman akan menurun dan kesuburan akan meningkat dengan meningkatnya KB. Hasil pengukuran KB disajikan dalam Tabel 16.

Tabel 16. Hasil Analisis Kejenuhan Basa Tanah No Satuan Lahan KB

(%)

Kriteria Vegetasi Dominan (Pohon) 1 HP AC M/B 8,07 Sangat Rendah Rasamala (Altingia excelsia)

Sengon (Albizia chinensis)

2 B ACK M/B 1,93 Sangat Rendah -

3 B ACK AC 1,84 Sangat Rendah -

4 PTK ACK M/B 2,06 Sangat Rendah Karet (Havea brasiliensis)

4 PTK ACK M/B 2,06 Sangat Rendah Karet (Havea brasiliensis)

Dokumen terkait