• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK SIFAT KIMIA TANAH PADA TUTUPAN LAHAN DI KECAMATAN SEI BINGAI KABUPATEN LANGKAT SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KARAKTERISTIK SIFAT KIMIA TANAH PADA TUTUPAN LAHAN DI KECAMATAN SEI BINGAI KABUPATEN LANGKAT SKRIPSI"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

DI KECAMATAN SEI BINGAI KABUPATEN LANGKAT

SKRIPSI

JON VIKTOR CHRYSTIAN TARIGAN 141201115

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

(2)

DI KECAMATAN SEI BINGAI KABUPATEN LANGKAT

SKRIPSI

OLEH:

JON VIKTOR CHRYSTIAN TARIGAN 141201115

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

(3)

DI KECAMATAN SEI BINGAI KABUPATEN LANGKAT

SKRIPSI

Oleh:

JON VIKTOR CHRYSTIAN TARIGAN 141201115

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

(4)
(5)

ABSTRAK

JON VIKTOR CHRYSTIAN TARIGAN : Karakteristik Sifat Kimia Tanah Pada Tutupan Lahan Di Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat. Dibimbing oleh RAHMAWATY dan ABDUL RAUF.

Seiring berkembangnya kegiatan masyarakat yang membutuhkan lahan sebagai wadah didalam meningkatkan kesejahteraan, mengakibatkan meningkatnya alih fungsi lahan yang berakibat fatal terhadap kerusakan lingkungan dan mempengaruhi sifat fisik, kimia dan biologi tanah terutama pada sifat kimia tanah yang dapat menurunkan tingkat kesuburan tanah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat kimia tanah (pH Tanah, C-Organik, Kapasitas Tukar Kation dan Kejenuhan Basa) serta memetakan karakteristik sifat kimia tanah berdasarkan unit lahan di Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai bulan Juli di empat desa yaitu Desa Gunung Ambat, Desa Kuta Buluh, Desa Rumah Galuh dan Desa Telagah Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat. Penelitian ini dilakukan dengan basis sistem informasi geografi dalam pelaksanaan nya dan didapati bahwa sifat kimia berdasarkan unit lahan yang beragam dengan pH tanah memiliki kriteria agak masam dan netral, C- Organik memiliki kriteria rendah dan sedang, kapasitas tukar kation dengan kriteria rendah dan sedang, kejenuhan basa dengan kriteria sangat rendah.

Kata kunci : Sifat Kimia Tanah, Sistem Informasi Geografi, Unit Lahan, Sei Bingai

(6)

ABSTRACT

JON VIKTOR CHRYSTIAN TARIGAN. Characteristics of Soil Chemical Properties in Land Cover in Sei Bingai Sub District, District of Langkat. Guided by RAHMAWATY and ABDUL RAUF.

Along with the development of community activities that require land as a place to improve welfare, it effect the increase of land conversion which is fatal to environmental damage and affects the Soil physical, chemical and biological properties, especially in soil chemical properties which can reduce soil fertility.

This research is to find out the soil chemical properties (Soil pH, C-Organic, Cation Exchange Capacity and Base Saturation) and mapping the characteristics of soil chemical properties based on land units in Sei Bingai Sub District, District of Langkat. This research was carried out from March to July in four villages which is Gunung Ambat Village, Kuta Buluh Village, Rumah Galuh Village and Telagah Village in Sei Bingai Sub District, District of Langkat. This research was conducted with geographic information system basis in its implementation and it was found that chemical properties based on diverse land units with soil pH had slightly sour and neutral criteria, C-Organic had low and medium criteria, cation exchange capacity with low and medium criteria, base saturation with very low criteria.

Keywords : soil chemical properties, geographic information systems, land units, sei bingai

(7)

iii

Jon Viktor Chrystian Tarigan dilahirkan di Kabanjahe, Kabupaten Karo, Sumatera Utara pada tanggal 04 Juli 1996 yang merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari Ayahanda Ramli Tarigan dan Ibunda Masdan Br Ginting. Pada tahun 2008 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Santo Xaverius 3 Kabanjahe, pada tahun 2011 lulus dari SMP Negeri 1 Kabanjahe dan pada tahun 2014 lulus dari SMA Negeri 2 Kabanjahe. Di tahun 2014 penulis juga diterima kuliah di Universitas Sumatera Utara, Fakultas Kehutanan melalui jalur SBMPTN dan memilih sub-program studi Manajemen Hutan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi maupun komunitas. Organisasi yang pernah diikuti oleh penulis adalah Pemerintahan Mahasiswa (PEMA) Fakultas Kehutanan dan Unit Kegiatan Mahasiswa Kegiatan Mahasiswa Kristen Unit Pelayanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (UKM KMK FP USU). Komunitas yang diikuti adalah Gerakan Observasi Rimbawan Giat Alam (GORGA). Penulis juga aktif sebagai Asisten Praktikum Ekologi Hutan tahun 2016, Asisten Praktikum Pengenalan Ekosistem Hutan tahun 2017 dan tahun 2018.

Pada bulan Mei 2018, penulis melaksanakan penelitian di Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat dengan judul penelitian “Karakteristik Kimia Tanah Pada Tutupan Lahan Di Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat”. Penulis melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Desa Nagalawan, Kecamatan Perbaungan Kabupaten Deli Serdang pada bulan Agustus 2016.

Penulis melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Taman Nasional Kerinci Seblat pada bulan Januari sampai Maret 2018.

(8)

iv

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan kasih-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini tepat pada waktunya.

Adapun Skripsi ini berjudul “Karakteristik Sifat Kimia Tanah Pada Tutupan Lahan di Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Strata satu (S1) di Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Orangtua Ramli Tarigan dan Masdan Br Ginting yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil serta kasih sayang dan doa yang tulus. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing Rahmawaty, S. Hut., M. Si., Ph. D dan Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP yang telah memberikan ilmu dan bimbingannya.

Dalam penulisan Skripsi ini, penulis menyadari bahwa Skripsi ini belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan Skripsi ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian Skripsi ini. Semoga Skripsi ini dapat menjadi sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Agustus 2018

Penulis

(9)

v

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Kimia Tanah ... 3

Derajat Keasaman Tanah (pH)... 3

C-Organik ... 4

N-Total ... 5

Fosfor (P) ... 7

Kalium (K) ... 9

Kapasitas Tukar Kation ... 10

Kejenuhan Basa ... 11

Survei Tanah ... 12

Satuan Peta Lahan ... 13

Sistem Informasi Geografis (SIG) ... 15

Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 16

METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian ... 19

Alat dan Bahan Penelitian ... 20

Metode Penelitian ... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN Satuan Peta Lahan ... 27

Sifat Kimia Tanah ... 29

pH Tanah ... 29

C-Organik ... 34

Kapasitas Tukar Kation (KTK) ... 40

Kejenuhan Basa (KB) ... 44

(10)

vi

DAFTAR PUSTAKA ... 51 LAMPIRAN ... 53

(11)

vii

No. Halaman

1. Kriteria pH Tanah ... 4

2. Kriteria C-Organik Tanah ... 5

3. Kriteria N-Total Tanah ... 7

4. Kriteria Fosfor Tanah ... 8

5. Kriteria Kalium Tanah ... 10

6. Kriteria Kapasitas Tukar Kation Tanah ... 11

7. Kriteria Kejenuhan Basa Tanah ... 12

8. Luas Wilayah Berdasarkan Desa/Kelurahan ... 17

9. Luas, Karakteristik, dan Sebaran Satuan Lahan... 27

10. Hasil Analisis pH Tanah ... 29

11. Luas Sebaran pH Tanah ... 33

12. Hasil Analisis C-Organik Tanah ... 34

13. Luas Sebaran C-Organik Tanah ... 38

14. Hasil Analisis Kapasitas Tukar Kation (KTK) Tanah ... 40

15. Luas Sebaran Kapasitas Tukar Kation (KTK) Tanah ... 43

16. Hasil Analisis Kejenuhan Basa (KB) Tanah ... 45

17. Luas Sebaran Kejenuhan Basa (KB) Tanah ... 49

(12)

viii

No. Halaman

1. Peta Administrasi Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat ... 18

2. Peta Lokasi Penelitian ... 19

3. Satuan Lahan dan Sebaran Titik Pengambilan Sampel Tanah ... 21

4. Peta Sebaran Eksponen Hidrogen (pH) Tanah ... 32

5. Peta Sebaran C-Organik Tanah ... 37

6. Peta Sebaran Kapasitas Tukar Kation (KTK) Tanah ... 42

7. Peta Sebaran Kejenuhan Basa (KB) Tanah ... 48

(13)

vii

No. Halaman 1. Hasil Dokumentasi Kegiatan di Lapangan ... 53

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan kegiatan masyarakat yang membutuhkan lahan sebagai wadahnya meningkat dengan sangat cepat sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Akibatnya terjadi persaingan pemanfaatan lahan, terutama pada kawasan-kawasan yang telah berkembang dimana sediaan lahan relatif sangat terbatas sehingga terjadi adanya konversi lahan ke penggunaan lahan lainnya yang tidak dapat dicegah (Kurniasari dan Putu, 2014).

Alih fungsi lahan dapat menyebabkan menurunnya kualitas lahan.

Pembukaan lahan dengan cara tebang bakar (slash and burn) dilakukan dengan pembakaran kayu dan ranting sisa dapat mempercepat proses pencucian dan pemiskinan tanah. Selain itu juga dapat menurunkan kadar bahan organik tanah dan memperburuk sifat fisik dan kimia tanah (Azmul dkk., 2016).

Rahmah dkk (2014) menyebutkan alih guna hutan menjadi lahan pertanian telah menunjukkan dampak yang sangat besar terutama terhadap kerusakan lingkungan. Selain merusak lingkungan, dapat juga menyebabkan beberapa masalah seperti bencana alam longsor, erosi tanah, banjir dan dapat menyebabkan gagal panen. Penggunaan lahan yang tidak memenuhi kriteria dan tidak sesuai dengan peruntukannya dapat mempengaruhi sifat fisik, sifat kimia dan sifat biologi tanah.

Darmawijaya (1990) menjelaskan bahwa sifat tanah sangat menentukan dalam menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman, baik sifat fisik, biologi dan kimia tanah. Sifat fisik tanah antara lain tekstur, struktur dan permeabilitas tanah. Sifat kimia tanah antara lain pH tanah dan kandungan unsur

(15)

hara. Tingkat kesuburan kimiawi tanah seperti kandungan unsur hara utama (N, P, K), kemasaman tanah (pH), kapasitas tukar kation (KTK), kandungan bahan organik (C/N ratio) merupakan suatu petunjuk guna mengetahui merosotnya kesuburan tanah akibat alih fungsi lahan.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis bermaksud untuk meneliti sifat tanah terutama pada sifat kimia tanah di Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat. Informasi yang dihasilkan nantinya akan berguna untuk mengetahui langkah selanjutnya didalam pengelolaan lahan yang berbasis lestari dan menunjang produktifitas tanaman serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Mengetahui karakteristik sifat kimia tanah (pH tanah, C-Organik, Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan Kejenuhan Basa (KB)) pada tutupan lahan berdasarkan unit lahan di Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat.

2. Memetakan karakteristik sifat kimia tanah (pH tanah, C-Organik, Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan Kejenuhan Basa (KB)) pada tutupan lahan berdasarkan unit lahan di Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan informasi atau pertimbangan dalam pengelolaan lahan hutan kepada pihak yang terkait yang akan digunakan sebagai lahan pertanian, perkebunan, dan lain-lain terutama dalam aspek sifat kimia tanah.

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Sifat Kimia Tanah

Sifat kimia tanah merupakan salah satu indikator untuk menentukan tingkat kemampuan lahan. Sifat kimia tanah menunjukkan aktivitas ion yang tidak dapat dilihat secara langsung namun dapat diuji dengan menggunakan bahan- bahan kimia. Sifat kimia tanah juga dapat digunakan sebagai rekomendasi dalam pemupukan untuk unsur hara tanaman.

Bahan penting yang diabsorbsi tanaman dan dipindahkan dari tanah adalah air dan unsur hara. Tanaman dapat mengalami kekurangan (defisiensi) unsur hara bila unsur tersebut tidak terdapat dalam tanah atau unsur tersebut terdapat dalam jumlah cukup tetapi sangat sedikit terlarut atau tidak tersedia untuk menopang kebutuhan tanaman.

Derajat Keasaman Tanah (pH)

Keasaman tanah yang dinyatakan dalam Eksponen Hidrogen (pH) merupakan aspek kimia tanah yang tetap diperlukan dalam kegiatan ini. Hal ini disebabkan karena pengaruh pH yang sangat besar terhadap kesesuaian lahan dan pertumbuhan tanaman. pH tanah berhubungan erat dengan jumlah kalsium (Ca) dan magnesium (Mg). Ca dan Mg ini merupakan salah satu dari unsur hara makro.

Ca merupakan komponen dinding sel, berperan dalam struktur dan permeabilitas membran, sedangkan Mg merupakan penyusun klorofil dan ensim aktivator.

Pengukuran pH dilakukan pada horison A maupun B dengan menggunakan alat- alat testing lapangan sederhana pada ketelitian 0,1 satuan. Meskipun parameter pH merupakan faktor yang dinamis, tetapi tetap diperlukan dalam kaitannya dengan pengelolaan lahan (Siswanto, 2006).

(17)

Reaksi tanah yang penting adalah masam, netral atau alkalin. Hal tersebut didasarkan pada jumlah ion H+ dan OH- dalam larutan tanah. Reaksi tanah yang menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah dinilai berdasarkan konsentrasi H+ dan dinyatakan dengan nilai pH. Bila dalam tanah ditemukan ion H+ lebih banyak dari OH-, maka disebut masam (pH <7). Bila ion H+ sama dengan ion OH- maka disebut netral (pH=7), dan bila ion OH- lebih banyak dari pada ion H+ maka disebut alkalin atau basa (pH >7) (Hakim dkk., 1986).

Pengukuran pH tanah dapat memberikan keterangan tentang kebutuhan kapur, respon tanah terhadap pemupukan, proses kimia yang mungkin berlangsung dalam proses pembentukan tanah, dan lain-lain (Hardjowigeno, 2007). Kriteria pH tanah dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.Kriteria pH Tanah

pH Kriteria

< 4,5 Sangat Masam

4,5 – 5,5 Masam

5,6 – 6,5 Agak Masam

6,6 – 7,5 Netral

7,6 – 8,5 Agak Alkalin

> 8,5 Alkalin

Sumber : Pusat Penelitian Tanah (1983) dan BPP Medan (1982) C-Organik

Bahan organik merupakan salah satu faktor pembatas yang sangat berperan untuk menambah hara dan sebagai penyangga hara. Penambahan bahan organik dapat meningkatkan daya menahan air tanah, mampu mengikat air dalam jumlah besar sehingga mengurangi jumlah air yang hilang dan mengurangi kejadian erosi di lahan pertanian. Berbagai manfaat bahan organik yang sangat diperlukan tanah untuk mempertahakan kualitas sifat fisik tanah sehingga membantu perkembangan perakaran tanaman sehingga dapat membantu perkembangan akar tanaman dan siklus air tanah melalui pori tanah yang

(18)

terbentuk dan agregat tanah yang mantap. Manfaat biologi melalui penyediaan energi bagi berlangsungnya aktivitas organisme, sehingga meningkatkan kegiatan organisme makro maupun mikro yang merupakan manfaat lain dari bahan organik dalam tanah (Sukmawati, 2015).

Kadar C-Organik tanah cukup bervariasi, tanah mineral biasanya mengandung C-Organik antara 1% hingga 9%, sedangkan tanah gambut dan lapisan organik tanah hutan dapat mengandung 40% sampai 50% C-Organik dan biasanya <1% di tanah gurun pasir. Karbon adalah komponen utama dari bahan organik. Pengukuran C-Organik secara tidak langsung dapat menentukan bahan organik melalui penggunaan faktor koreksi tertentu (Mukhlis, 2007). Kriteria C-Organik dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kriteria C-Organik Tanah

C-Organik (%) Kriteria

< 1,00 Sangat Rendah

1,00 – 2,00 Rendah

2,01 – 3,00 Sedang

3,01 – 5,00 Tinggi

> 5,00 Sangat Tinggi

Sumber : Lembaga Penelitian Tanah (LPT) Bogor (1983).

N-Total

Nitrogen (N) merupakan unsur esensial bagi tumbuhan. N dibutuhkan dalam jumlah yang banyak (Hanafiah, 2007). N di dalam tanah dan tanaman bersifat sangat mobil, sehingga keberadaan N didalam tanah cepat berubah atau bahkan hilang. Kehilangan N dapat melalui denitrifikasi, volatilisasi, pengangkutan hasil panen atau pencucian dan erosi permukaan tanah. Hilangnya N melalui pencucian umum terjadi pada tanah-tanah yang bertekstur kasar, kandungan bahan organik sedikit dan nilai kapasitas tukar kation (KTK) rendah.

Rendahnya kandungan unsur N serta unsur hara lain dapat terjadi pada tanah yang

(19)

memiliki tingkat kemasaman tinggi (pH 5.5), hal ini umum terjadi pada tanah yang diusahakan dalam bidang pertanian, seperti pada tanah Entisol, Inceptisol dan Ultisol. Rendahnya kandungan unsur N dalam tanah dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Dalam tanaman yang mengalami kekahatan unsur N, unsur N dalam jaringan tua akan diimobilisasi ke titik. Dan jaringan tua akan menguning, jika kekahatan terus berlanjut maka keseluruhan tanaman akan menguning, layu dan mati. Adapun dampak lainnya adalah mengakibatkan rendahnya produksi bobot kering tanaman (Nariratih dkk., 2013).

Menurut Mukhlis (2007) sebanyak 97-99% dari N di tanah berada sebagai kompleks organik dan lambat menjadi tersedia bagi tanaman melalui dekomposisi mikroorganisme. Jadi cukup sulit untuk menduga kapan N akan tersedia, berapa banyak ketersediaannya dan apa yang akan terjadi terhadap N bila telah tersedia.

Fungsi N adalah untuk memperbaiki pertumbuhan vegetatif tanaman (tanaman yang tumbuh pada tanah yang cukup N akan berwarna lebih hijau) dan membantu proses pembentukan protein. Kemudian gejala-gejala kebanyakan N lainnya yaitu batang menjadi lemah, mudah roboh dan dapat mengurangi daya tahan tanaman terhadap penyakit (Hardjowigeno, 2007).

Kekurangan unsur N akan terlihat pada warna daun, yaitu daun menjadi hijau kekuning-kuningan sampai menguning seluruhnya. Kemudian terjadi peristiwa pengeringan daun tersebut yang dimulai dari bagian bawah terus kebagian atas. Unsur N sangat mobil dalam tanaman, kadar nitrogen rata-rata dalam jaringan tanaman adalah 2% - 4% berat kering. Pembentukan tunas suatu tanaman legum dipengaruhi oleh unsur N. Unsur N membantu proses fotosintesis dengan menghasilkan klorofil yang diserap oleh tanaman, selain itu berfungsi juga

(20)

untuk proses pembentukan protein (Ginting, 2017). Kriteria N-Total dapat dilihat dari Tabel 3.

Tabel 3. Kriteria N-Total Tanah

N-Total (%) Kriteria

< 0,10 Sangat Rendah

0,10 - 0,20 Rendah

0,21 - 0,50 Sedang

0,51 - 0,75 Tinggi

> 0,75 Sangat Tinggi

Sumber : Lembaga Penelitian Tanah (LPT) Bogor (1983).

Fosfor (P)

Fosfor adalah hara makro esensial yang memegang peranan penting dalam berbagai proses, seperti fotosintesis, asimilasi, dan respirasi. P berperan dalam pertumbuhan tanaman (batang, akar, ranting, dan daun). Fosfat dibutuhkan oleh tanaman untuk pembentukan sel pada jaringan akar dan tunas yang sedang tumbuh serta memperkuat batang, sehingga tidak mudah rebah pada ekosistem alami.

Hara P merupakan hara makro kedua setelah N yang dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah yang cukup banyak. Ketersediaan P dalam tanah ditentukan oleh bahan induk tanah serta faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan hara P seperti reaksi tanah (pH), kadar Al dan Fe oksida, kadar Ca, kadar bahan organik, tekstur dan pengelolaan lahan. Penerapan konservasi tanah juga mempengaruhi dinamikanya dalam tanah sehingga penting mendapat perhatian dalam pengelolaan hara P (Kasno dkk., 2006).

Menurut Hardjowigeno (2007), unsur-unsur P di dalam tanah berasal dari

bahan organik (pupuk kandang dan sisa-sisa tanaman), pupuk buatan (TSP dan DS) dan mineral-mineral di dalam tanah (apatit). Tanaman dapat juga

mengabsorpsi fosfat dalam bentuk P-organik seperti asam nukleik dan phytin.

(21)

Bentuk-bentuk ini berasal dari dekomposisi bahan organik dan dapat langsung dipakai oleh tanaman. Tetapi karena tidak stabil dalam suasana dimana aktifitas mikroba tinggi, maka peranan mereka sebagai sumber fosfat bagi tanaman di lapangan menjadi kecil.

Beberapa peranan fosfat yang penting ialah dalam proses fotosintesa, perubahan-perubahan karbohidrat dan senyawa-senyawa yang berhubungan dengannya, glikolisis, metabolisme asam amino, metabolisme lemak, metabolisme sulfur, oksidasi biologis dan sejumlah reaksi dalam proses hidup.

Fosfor betul-betul merupakan unsur yang sangat penting dalam proses transfer energi, suatu proses vital dalam hidup dan pertumbuhan.

Fosfat adalah salah satu unsur hara yang mutlak dibutuhkan oleh tanaman karena berperan dalam menyimpan dan mentransfer energi serta sebagai komponen protein dan asam nukleat. Oleh fungsi tersebut maka suplai P yang tinggi ditunjukkan oleh perkembangan akar. P tanah dapat dibedakan menjadi tak tersedia (non available), potensial tersedia (potentially available) dan segera tersedia (immediately available). P segera tersedia adalah bentuk P anorganik di larutan tanah dalam bentuk orthofosfat. Bentuk P yang potensial tersedia meliputi bentuk P organik dan beberapa bentuk P anorganik yang relatif tidak tersedia seperti bentuk P terendapkan (Mukhlis, 2007). Kritera fosfor tanah dapat diihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kriteria Fosfor Tanah

P Bray II (ppm) Kriteria

< 8,0 Sangat Rendah

8,0 – 15 Rendah

16 – 25 Sedang

26 – 35 Tinggi

> 35 Sangat Tinggi

Sumber : Lembaga Penelitian Tanah (LPT) Bogor (1983).

(22)

Kalium (K)

Unsur hara kalium (K) merupakan salah satu unsur esensial yang sangat dibutuhkan oleh tanaman sebagai salah satu pendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Fungsi utama K antara lain, membantu perkembangan akar, membantu proses pembentukan protein, menambah daya tahan tanaman terhadap penyakit dan merangsang pengisian biji. Jumlah K dalam tanah yang dapat diserap oleh tanaman hanya sedikit. Selain rendahnya ketersediaan K, ketersediaan K di dalam tanah juga dapat berkurang karena tiga hal, yaitu pengambilan K oleh tanaman (pemanenan), pencucian K oleh air, dan erosi tanah.

Kalium merupakan agen katalis yang berperan dalam proses metabolisme tanaman, seperti: (1) meningkatkan aktivasi enzim, (2) mengurangi kehilangan air transpirasi melalui pengaturan stomata, (3) meningkatkan produksi adenosine triphosphate (ATP), (4) membantu translokasi asimilat, dan

(5) meningkatkan serapan N dan sintesis protein. Bila ketersediaan kalium tanah rendah maka pertumbuhan tanaman terganggu dan tanaman akan memperlihatkan gejala kekahatan. Kadar dan dinamika hara K tanah perlu diketahui untuk menentukan jumlah pupuk yang diberikan agar pemupukan efisien (Nursyamsi, 2006).

Kalium tanah terbentuk dari pelapukan bahan induk dan sangat banyak pada mineral mika, feldspar dan illit. Ketersediaan K (K tertukar dan K larut dalam air) merupakan bagian kecil dari K total dalam tanah dengan jumlah <10%

dari total K. Bentuk tertukarkan jarang mencapai >5% dari KPK tanah, kisaran yang umum adalah 1-2%, sedangkan bentuk yang terlarutkan adalah sekitar 10%

dari K tertukarkan. Fungsi kalium adalah untuk mengaktifkan enzim,

(23)

pembentukan karbohidrat, proses fisiologis tumbuhan, mempertinggi ketahanan tubuh tumbuhan, dan penyerapan hara lainnya (Yudono dkk., 2014).

Kalium mempunyai peranan yang penting dalam proses-proses fisiolgis seperti : (1) metabolisme karbohidrat, pembentukan, pemecahan dan translokasi pati, (2) metabolisme nitrogen dan sintesa protein, (3) mengawasi dan mengatur aktivitas beragam unsur mineral, (4) netralisasi asam- asam organik yang penting bagi proses fisiologis, (5) Mengaktifkan berbagai enzim, (6) mempercepat pertumbuhan jaringan meristematik, dan (7) mengatur pergerakan stomata dan hal-hal yang berhubungan dengan air. Kriteria kalium tanah dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kriteria Kalium Tanah

K-tukar (me/100) Kriteria

< 0,10 Sangat Rendah

0,10 – 0,20 Rendah

0,30 – 0,50 Sedang

0,60 – 1,00 Tinggi

> 1,00 Sangat Tinggi

Sumber : Lembaga Penelitian Bogor (LPT) Bogor (1983).

Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau kadar liat tinggi mempunyai KTK lebih tinggi daripada tanah-tanah dengan kandungan bahan organik rendah atau tanah-tanah berpasir.

Pada tanah dengan nilai KTK relatif rendah, proses penjerapan unsur hara oleh koloid tanah tidak berlangsung intensif, dan akibatnya unsur-unsur hara tersebut akan dengan mudah tercuci dan hilang bersama gerakan air di tanah (infiltrasi, perkolasi), dan pada gilirannya hara tidak tersedia bagi pertumbuhan tanaman. Nilai KTK pada tapak terganggu umumnya lebih rendah jika

(24)

dibandingkan dengan pada tapak tidak terganggu. Turunnya nilai KTK tanah tersebut dapat disebabkan karena menurunnya kandungan bahan organik tanah sebagai akibat dari kegiatan fisik di badan tanah (Ginting, 2017).

Faktor yang mempengaruhi KTK adalah tekstur tanah, makin halus tekstur tanah makin tinggi KTK nya, selain itu humus dan bahan organik juga mempengaruhi KTK sehingga terbentuk agregat tanah yang mengurangi terjadinya erosi bahan organik yang lambat laun terdekomposisi akan menghasilkan humus yang berguna bagi tanaman dan juga tanah. Tanah akan memiliki pH yang stabil dan baik untuk pertanaman. Jika kandungan humus dan bahan organik di dalam tanah sedikit, hal ini akan menyebabkan penurunan KTK karena hilangnya unsur hara akibat pencucian maupun erosi. Penurunan kandungan bahan organik tanah ini akan berdampak pada penurunan kandungan humus tanah yang pada akhirnya juga akan berdampak pada penurunan nilai KTK tanah (Danyati, 2017). Kriteria kapasitas tukar kation dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Kriteria Kapasitas Tukar Kation Tanah

Kapasitas Tukar Kation (me/100gr) Kriteria

< 5 Sangat Rendah

5 – 16 Rendah

17 – 24 Sedang

25 – 40 Tinggi

> 40 Sangat Tinggi

Sumber : Lembaga Penelitian Tanah (LPT) Bogor (1983).

Kejenuhan Basa (KB)

Kejenuhan basa adalah perbandingan antara kation basa dengan jumlah kation yang dapat dipertukarkan pada koloid tanah. Kejenuhan basa juga mencerminkan perbandingan antara kation basa dengan kation hidrogen dan alumunium. Berarti semakin kecil kejenuhan basa semakin masam pula reaksi tanah tersebut atau pH nya makin rendah. Kejenuhan basa 100% mencerminkan

(25)

pH tanah yang netral, kurang dari itu mengarah ke pH tanah masam, sedangkan lebih dari itu mengarah ke basa (Mukhlis, 2007).

Terdapat korelasi yang positif antara % kejenuhan basa dan pH tanah.

Umumnya terlihat bahwa kejenuhan basa tinggi jika pH tinggi. Oleh karena itu, tanah-tanah daerah iklim kering biasanya mempunyai kejenuhan basa yang tinggi daripada tanah-tanah didaerah iklim basah. Kejenuhan basa yang rendah berarti terdapat banyak ion H+. Kejenuhan basa sering dianggap sebagai petunjuk tingkat kesuburan tanah. Kemudahan pelepasan kation terjerap untuk tanaman tergantung pada tingkat kejenuhan basa. Suatu tanah dianggap sangat subur jika kejenuhan basanya >80%, berkeseburan sedang jika kejenuhan basanya antara 80% dan 50%

dan tidak subur jika kejenuhan basanya <50%. Suatu tanah dengan kejenuhan basa sebesar 80% akan melepaskan basa-basa yang dapat dipertukarkan lebih mudah daripada tanah yang sama dengan kejenuhan basa 50%. Pengapuran adalah cara umum untuk meningkatkan persen kejenuhan basa tanah (Hardjowigeno, 2007). Kriteria kejenuhan basa dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Kriteria Kejenuhan Basa Tanah

Kejenuhan Basa (%) Kriteria

< 20 Sangat Rendah

20 – 35 Rendah

36 – 50 Sedang

51 – 70 Tinggi

> 70 Sangat Tinggi

Sumber : Lembaga Penelitian Tanah (LPT) Bogor (1983).

Survei Tanah

Survei tanah adalah mendeskripsikan karakteristik tanah-tanah di suatu daerah, mengklasifikasikannya menurut sistem klasifikasi baku, memplot batas tanah pada peta dan membuat prediksi tentang sifat tanah. Perbedaan penggunaan tanah dan bagaimana tanggapan pengelolaan mempengaruhi tanah itulah yang

(26)

terutama perlu diperhatikan (dalam merencanakan dan melakukan survei tanah).

Informasi yang dikumpulkan dalam survei tanah membantu pengembangan rencana penggunaan lahan dan sekaligus mengevaluasi dan memprediksi pengaruh penggunaan lahan terhadap lingkungan (Rayes, 2007).

Survei dan pemetaan tanah berfungsi untuk mengetahui penyebaran jenis tanah dan menentukan potensinya pada berbagai macam penggunaannya. Survei tanah adalah proses mempelajari dan memetakan permukaan bumi dalam pola unit yang disebut tipe tanah. Sedangkan menurut Hardjowigeno (2007), tujuan dari survei tanah adalah mengklasifikasi, menganalisis dan memetakan tanah dan mengelompokkan tanah-tanah yang sama atau hampir sama sifatnya ke dalam satuan peta tanah tertentu. Sifat-sifat dari masing-masing satuan peta secara singkat dicantumkan dalam legenda, sedang uraian lebih detail dicantumkan dalam laporan survei tanah yang selalu menyertai peta tanah tersebut.

Survei tanah memisahkan jenis tanah dan menggambarkan dalam suatu peta beserta uraiannya. Klasifikasi dan survei merupakan dwitunggal yang saling melengkapi dan saling memberi manfaat bagi peningkatan daya gunanya. Survei tanah yang dilaksanakan dapat bertujuan untuk meningkatkan pembukaan areal, penanaman baru, rasionalisasi penggunaan tanah, pemecahan permasalahan kerusakan tanah dan sebagainya yang akan menghasilkan suatu rekomendasi untuk pelaksanaan tujuan tersebut.

Satuan Peta Tanah

Peta tanah adalah peta yang menggambarkan sebaran jenis-jenis tanah disuatu tempat. Peta tanah dilengkapi dengan legenda yang secara singkat menerangkan sifat-sifat tanah dan masing-masing satuan peta. Satuan peta tanah

(27)

tersusun atas unsur-unsur yang pada dasarnya merupakan kesatuan dari tiga satuan, yakni satuan tanah, satuan bahan induk, dan satuan wilayah. Perbedaan satuan peta dalan berbagai kategori peta tanah terlerak pada ketelitian masing- masing unsur satuan petanya. Penggunaan tiga unsur tersebut bertujuan untuk memberikan gambaran yang jelas tentang keadaan tanah dan sebarannya disuatu wilayah. Sementara ini, terutama di Indonesia, peta tanah dibuat untuk kepentingan pertanian, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk dapat dimanfaatkan dibidang lain, seperti bidang keteknikan (pembuatan jalan, pembuatan saluran, penampung limbah industri, permukiman tempat pembuangan sampah, dan lain-lain) (Abdullah, 1993).

Satuan tanah yang digunakan dalam peta tanah tertentu, dapat berupa jenis, macam, rupa, seri tanah menurut kategori dalam sistem klasifikasi tanah.

Jenis tanah mempunyai persamaan horison-horison penciri dengan gejala-gejala pengikutnya dan terbentuk pada proses pembentukan tanah yang sama. Macam tanah mempunyai persamaan horison penciri atau lapisan sedalam kurang lebih 50 cm, terutama mengenai warna, sifat horison tambahan atau horison peralihannya.

Rupa tanah dalam pembagian macam tanah dibedakan atas dasar perbedaan tekstur dan draenase tingkat rupa. Seri tanah adalah segolongan tanah yang terbentuk dari bahan induk yang sama, mempunyai sifat dan susunan horison sama (Darmawijaya, 1990).

Sifat-sifat dari masing-masing satuan peta secara singkat dicantumkan dalam legenda, sedang uraian lebih detail dicantumkan dalam laporan survei tanah yang selalu menyertai peta tanah tersebut. Disamping itu, dilakukan interpretasi kemampuan tanah dari masing-masing satuan peta tanah untuk penggunaan

(28)

penggunaan tanah tertentu. Survei tanah merupakan pekerjaan pengumpulan data kimia, fisik, dan biologi di lapangan maupun dilaboratorium, dengan tujuan pendugaan penggunaan lahan umum maupun khusus. Suatu survei tanah baru memiliki kegunaan yang tinggi jika teliti dalam memetakannya. Hal itu berarti mencari site yang representatif, meletakkan site pada peta yang didukung oleh peta dasar yang baik dan dalam mendeskripsikan profilnya harus tepat, teliti dalam mengambil contoh, dan teliti menganalisisnya di laboratorium.

Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk Karakteristik Sifat Kimia Tanah

Sistem Informasi Geografis dapat diartikan sebagai suatu sistem komputerisasi yang memfasilitasi fase entri data, analisis data dan presentasi data terutama ketika berkenaan dengan data yang memiliki georeferensi. Persiapan dan entri data merupakan tahapan awal dimana data tentang sesuatu dikumpulkan dan disiapkan untuk dimasukkan kedalam sistem. Analisis data menjadi tahapan berikutnya dimana data yang dikumpulkan ditinjau dengan teliti. Tahapan akhir adalah tahapan dimana hasil analisis sebelumnya ditampilkan dengan cara yang tepat. Data yang diolah dalam SIG adalah data yang memiliki nilai posisi yang dikatakan sebagai data spasial (Latifah dkk., 2018).

Geographic Information System (GIS) merupakan sistem yang dirancang

untuk bekerja dengan data yang tereferensi secara spasial atau koordinat-koordinat geografi. GIS memiliki kemampuan untuk melakukan pengolahan data dan melakukan operasi tertentu dengan menampilkan dan menganalisa data.

Pengembangan aplikasi GIS kedepannya mengarah kepada aplikasi berbasis Web yang dikenal dengan Web GIS. SIG adalah sistem komputer yang digunakan

(29)

untuk memasukan (capturing), menyimpan, memeriksa, mengintegrasikan, memanipulasi, menganalisa, dan menampilkan data-data yang berhubungan dengan posisi-posisi di permukaan bumi (Dyah dan Arsandy, 2015).

Kegunaan dasar dari program SIG adalah untuk mengelola informasi ruang/tempat dalam membuat kebijakan. SIG memiliki beberapa langkah yaitu input, manipulasi, manajemen, analisis dam visualisasi. Proses SIG terbagi atas tiga prinsip dasar yaitu input data, manipulasi data dan output data. Input data meliputi transformasi data kedalam peta, pengamatan lapangan, penyimpanan data berdasarkan posisi, topologi, dan geografi, manipulasi dan analisis data (Rahmawaty dkk., 2011).

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Kawasan TNGL yang membentang sepanjang 1.292 kilometer berada dalam Provinsi Daerah Istimewa Aceh (Nangroe Aceh Darussalam sekarang) dan Sumatera Utara, antara 980 – 300 BT dan 2’550 – 4’050 LU dengan topografi datar, berbukit sampai bergunung dan berada pada ketinggian antara 0 – 3.00 meter di atas permukaan laut. Kemudian ditindak lanjuti dengan munculnya Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) yang pertama kali diperkenalkan melalui Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan No.227/Kpts-II/1995 tahun 1995 yang kemudian dikuatkan dengan Keputusan Presiden (Keppres) No.33 Tahun 1998.

Kawasan Ekosistem Leuser merupakan bentang alam yang terletak antara Danau Laut Tawar di Propinsi Aceh dan danau Toba di Propinsi Sumatera Utara. Ada 11 kabupaten yang tercakup di dalamnya yaitu, Aceh Tenggara, Aceh Selatan, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Barat, Aceh Singkil, Aceh Tengah, Aceh Tenggara, Deli

(30)

Serdang, Langkat, Tanah Karo, dan Dairi. Luas keseluruhannya mencapai lebih kurang 2,5 juta hektar.

Kecamatan Sei Bingai merupakan kecamatan yang terletak di daerah Kabupaten Langkat, Propinsi Sumatera Utara. Kecamatan Sei Bingai berbatasan dengan sebelah utara Kota Binjai, sebelah selatan Kabupaten Karo, sebelah barat Kecamatan Kuala, dan sebelah timur Kabupaten Deliserdang. Kecamatan Sei Bingai beribukota di Namu Ukur Selatan ini memiliki 15 desa dan 1 kelurahan.

Kecamatan Sei Bingai berada pada titik koordinat 03019’10”- 03034’10” LU dan 98021’14”- 98031’30” BT dengan ketinggian 106 mdpl. Luas Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat yaitu seluas 33.317 Ha (333,17 km2) (BPS, 2017).

Luas masing-masing desa pada Kecamatan Sei Bingai dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Luas Wilayah Berdasarkan Desa/Kelurahan

No Desa/Kelurahan L u a s

(km2)

Rasio terhadap total Luas Kecamatan

(%)

1 Telaga 53,38 16,02

2 Tg. Gunung 23,96 7,19

3 Pekan Sawah 14,03 4,21

4 Belinteng 107,48 32,26

5 Rumah Galuh 36,15 10,85

6 Simp. Kuta Buluh 5,79 1,74

7 Gunung Ambat 19,07 5,72

8 Namu Ukur Selatan 10,07 3,02

9 Namu Ukur Utara 12,20 3,66

10 Durian Lingga 6,73 2,02

11 Ps. VIII Namo Trasi 13,33 4,00

12 Emplasmen N. Trasi Ps. IV 4,09 1,23

13 Kwala Mencirin Ps. VI 5,92 1,78

14 Purwobinangun 9,98 3,00

15 Empl. KW. Mencirim 5,25 1,58

16 Mekar Jaya 5,74 1,72

J u m l a h 333,17 100,00

Sumber : 1. Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah 1 Medan

2. Digitasi Peta Badan Pusat Statistik (BPS) Kecamatan Sei Bingai 2017 Peta administrasi Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat dapat dilihat pada Gambar 1.

(31)

Gambar 1. Peta Administrasi Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat Nama Desa

FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

18

(32)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret - Mei 2018 di Desa Gunung Ambat, Desa Simpang Kuta Buluh, Desa Rumah Galuh, Desa Telagah Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat dapat dilihat pada Gambar 2. Analisis Sifat Kimia Tanah dilakukan pada bulan Juni – Juli dan dilakukan di Socfindo Seed Production and Laboratories Kecamatan Dolok Masihul, Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera Utara. Analisis data dilakukan di Laboratorium Manajemen Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara.

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

(33)

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ring sampel, bor tanah, cangkul, pisau, meteran, label, plastik, kamera, GPS (global positioning system), alat tulis dan alat pendukung lainnya untuk keperluan analisis di laboratorium.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanah yang diambil dari lahan dan bahan kimia yang digunakan untuk keperluan analisis laboratorium.

Metode penelitian

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah orientasi lapangan dan penentuan titik-titik pengambilan sampel tanah, analisis sampel tanah dilakukan di laboratorium.

Metode penelitian ini dilakukan dengan tiga tahap yaitu persiapan, kegiatan dilapangan dan analisis data.

1. Tahap Persiapan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini berupa telaah pustaka, pengumpulan data sekunder berupa peta-peta yang dibutuhkan yaitu: peta administrasi, peta tanah, peta penutupan lahan, dan peta kemiringan/kelerengan yang diperoleh dari BPKH Wilayah I Medan, serta persiapan alat dan bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

Penentuan Satuan Lahan

Titik pengambilan sampel ditentukan dengan satuan lahan (land unit) pada lokasi penelitian, satuan lahan ini merupakan hasil dari overlay peta kelerengan, peta penggunaan lahan dan peta jenis tanah. Sehingga dihasilkan bagian dari lahan yang mempunyai karakteristik yang sama dan dapat mewakili lahan yang akan

(34)

dijadikan sampel. Satuan lahan didefinisikan sebagai area homogen dalam beberapa parameter kimia lahan yang dapat diidentifikasikan langsung di lapangan kemudian titik-titik pengambilan sampel dimuat dalam koordinat yang akan digunakan dilapangan. Satuan lahan dan sebaran titik pengambilan sampel tanah dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Satuan Lahan dan Sebaran Titik Pengambilan Sampel Tanah 2. Tahap Pelaksanan Penelitian dilapangan

Pengambilan Sampel Tanah

Pada setiap titik pengamatan diambil sample tanah pada kedalaman antara 0 – 20 cm dengan menggunakan ring sample untuk tanah utuh, sedangkan tanah yang terganggu dilakukan dengan cara komposit, sampel tanah yang telah diambil kemudian dianalisis di laboratorium untuk diketahui keadaan sifat kimia tanahnya.

(35)

Pengambilan Sampel Tanah Utuh

Tanah-tanah yang akan diambil sampelnya diratakan dan dibersihkan kemudian ring sampel diletakkan tegak lurus dengan permukaan tanah, Tanah di sekeliling ring digali dengan pisau atau sendok semen mendekati ring. Tanah diiris dengan pisau atau cutter sampai mendekati tabung kurang lebih 1 (satu) cm dari tabung. Ring sampel yang telah berisi tanah ditutup dengan penutup ring, atau kantong plastik kemudian diberi label dan nama sampel dengan kertas label selanjutnya disimpan didalam kotak tempat menyimpan ring.

Teknik Pengambilan Sampel Tanah Komposit/Tidak Utuh

Tanah terganggu (campuran) diambil dengan menggunakan sekop atau bor tanah pada kedalaman 0-20 cm. Tanah diambil 2-5 titik, dicampurkan, dan kemudian diaduk. Sampel tanah dimasukkan ke dalam kantong plastik besar, diberi label lokasi, waktu, dan kedalamannya.

3. Analisis Data

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer didapat dari hasil analisis laboratorium seperti pH, C-Organik, Kapasitas Tukar Kation (KTK), dan Kejenuhan Basa (KB). Sedangkan data sekunder didapat dari instansi terkait dan literatur-literatur yang mendukung dalam proses penelitian yaitu peta kelerengan, peta penggunaan lahan, peta jenis tanah, peta administrasi.

(36)

Parameter Penelitian

A. Derajat Keasaman Tanah (pH Tanah)

Analisis pH Tanah dilakukan dengan metode H2O menggunakan pH meter.

1. Timbang 10 gr tanah dan tempatkan ditabung (botol kocok) 2. Tambahkan aquades kepada masing-masing tabung (botol kocok)

sebanyak 25 mL

3. Gocangkan pada shaker selama 30 menit 4. Ukur pH tanah pada alat pH meter B. C-Organik

Analisis C-Organik dilakukan dengan metode Walkley and Black

1. Timbang 0,1 atau 0,5 gr tanah kering udara, masukkan kedalam Erlenmeyer 500 cc

2. Tambahkan 5 mL K2Cr2O7 1 N (pergunakan pipet) goncang dengan tangan

3. Tambahkan 10 mL H2SO4 pekat, kemudian goncang 3-4 menit, selanjutnya diamkan selama 30 menit

4. Tambahkan 100 mL air suling dan 5 mL H3PO4 85%, NaF 4% 2,5 mL, kemudian tambahkan 5 tetes diphenylamine, goncang, larutan berwarna biru tua kehijauan kotor

5. Titrasikan dengan Fe(NH4)2(SO4)2 0.5 N dari buret hingga warna berubah menjadi hijau terang

6. Lakukan kerja No. 2 sampai dengan No. 5 tanpa tanah untuk mendapatkan volume titrasi Fe (NH4)2 (SO4)2 0.5 N untuk blanko

(37)

7. Selanjutnya dapat dilakukan perhitungan seperti berikut.

C-Org = 5 x (1- T

S)

x 0,003 x

x

100

Keterangan :

T = Vol. Titrasi Fe (NH4) (SO4)2 0,5 N BCT S = Vol. Titrasi Fe (NH4) (SO4)2 0,5 N blanko BCT = Berat Contoh Tanah

C. Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Analisis KTK dilakukan dengan metode ekstraksi NH4OAc pH 7

1. Masukkan sedikit serat fiber ke dasar tabung perkolasi dan sedikit pasir kuarsa yang kering

2. Timbang 2,5 gr contoh tanah dan tempatkan ke tabung perkolasi 3. Tambahkan 50 mL larutan CH3COONH4 I N pH 7

4. Hasil Perkolasi digunakan untuk analisis K, Na, Ca, Mg tukar dan kejenuhan basa

5. Cuci tanah di tabung perkolasi dengan alcohol 80% hingga larutan tanah bebas dari NH4+

. (Untuk menentukan NH4+

telah bebas, gunakan reagen Nessler: Bila perkolat + Reagen Nessler berwarna merah/kuning berarti NH4+

masih ada, tetapi bila tidak berwarna maka NH4+ telah bebas)

6. Bila NH4+

telah bebas dari larutan tanah, tambahkan dengan cara memperkolasikan larutan 50 mL NaCl 10% asam; perkolat ditampung pada labu ukur 50 cc dan penuhkan dengan H2O sampai volume 50 mL

(38)

7. Pipet 20 mL perkolat dari labu ukur dan tempatkan ke tabung destilasi dan tambahkan 50 mL H2O. Kemudian tempatkan di alat destilasi

8. Pada alat destilasi tambahkan ke perkolat 15 mL NaOH 40%

9. Hasil destilasi ditampung pada Erlenmeyer 250 cc yang berisi 25 mL H3BO3 4 % dan 2 tetes indicator metil merah atau indicator campuran

10. Destilasi dianggap selesai apabila terjadi perubahan warna larutan destilat dan volumenya telah lebih kurang 75 mL

11. Titrasi hasil destilat dengan HCl 0,1 N hingga warna larutan kembali ke warna semula (sebelum didestilasi)

12. Selanjutnya dapat dilakukan perhitungan dengan rumus sebagai berikut.

KTK = mL HCl x N HCl x 100

2 5 x 50

20

D. Kejenuhan Basa

1. Hasil perkolasi dari penetapan Kapasitas Tukar Kation ditampung pada erlenmeyer

2. Ukur ansorben perkolat pada Flamephotometer atau Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS)

3. Ukur juga larutan standar K dengan konsentrasi 0 – 10 – 20 – 30 – dan 40 ppm K pada Flamephotometer atau AAS

4. Selanjutnya dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

K Tukar = K larut x

3 020 x Faktor Pengencer

(39)

KB =

KTK x 100%

Data dari hasil analisa dilapangan dan laboratorium direkapitulasi, kemudian dianalisis dan disajikan dalam bentuk tabel, gambar, uraian dan peta tanah.

4. Pembuatan Peta Sebaran Sifat Kimia Tanah

Pembuatan peta menggunakan aplikasi ArcGis 10.4 untuk mendapatkan peta sebaran karakteristik sifat kimia tanah berdasarkan unit lahan

1. Membuka aplikasi arcgis

2. Memasukkan data shapefile hasil overlay bentuk lahan, jenis tanah, kelerengan, penggunaan lahan, bentuk lahan pada layers

3. Klik arctoolbox-analysis tools-overlay-intersect

4. Input feature (semua shapefile) jenis tanah, kelerengan, penggunaan lahan dan pilih folder penyimpanan shapefile hasil intersect.

5. Open atribute table shapefile hasil intersect.

6. Membuat field baru dan memasukkan data hasil sesuai dengan analisis laboratorium meliputi karakteristik sifat kimia tanah yaitu pH, C-Organik tanah, kapasitas tukar kation (KTK) dan kejenuhan basa (KB).

7. Membuat desain layout dan format peta yaitu judul, legenda, koordinat geografis, dan skala.

(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Satuan Lahan

Hasil overlay peta tutupan lahan, jenis tanah dan kelerengan pada keempat desa lokasi penelitian menghasilkan 10 satuan lahan dengan luas yang berbeda beda. Perbandingan luas dari 10 satuan lahan pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Luas, Karakteristik, dan Sebaran Satuan Lahan

No Satuan Lahan

Luas (Ha)

Karakteristik Desa

I HP AC

M/B

2.422,69 Tutupan lahan Hutan Primer, Jenis tanah Aluvial coklat dengan kelas kemiringan lahan

miring atau berbukit >15%-30%

Telagah

II B ACK M/B

874,86

Tutupan Lahan belukar, jenis tanah aluvial coklat kelabu, dengan kelas kemiringan lahan

miring atau berbukit >15%-30%

Gunung Ambat, Rumah Galuh, Simpang Kuta Buluh

dan Telagah III B ACK

AC

269,61 Tutupan lahan belukar, jenis tanah aluvial coklat kelabu, dengan kemiringan lahan agak

curam >30-45%

Gunung Ambat, Rumah Galuh, Simpang Kuta Buluh IV PTK ACK

M/B

986,62 Tutupan lahan pertanian lahan kering, jenis aluvial coklat kelabu, dengan kelas kemiringan lahan miring atau berbukit >15%-

30%

Gunung Ambat, Kuta Buluh, Telagah,

Rumah Galuh

V PTK ACK M/B

514,03 Tutupan lahan pertanian lahan kering, jenis tanah aluvial coklat kelabuan, dengan kelas kemiringan lahan miring atau berbukit >15%-

30%

Gunung Ambat.

Simpang Kuta Buluh, Rumah Galuh

VI PTK AK L

571,88 Tutupan lahan pertanian lahan kering, jenis tanah aluvial kelabu, kemiringan lahan landai

>3%-8%

Gunung Ambat

VII PTK AC M/B

1.152,67 Tutupan lahan pertanian lahan kering,jenis tanah aluvial coklat, dengan kelas kemiringan lahan miring atau berbukit >15%-

30%

Gunung Ambat

VIII PTK AK AC

11,19 Tutupan lahan pertanian lahan kering, jenis tanah aluvial kelabu, kemiringan lahan agak

curam >30%-45%

Gunung Ambat

IX PLKC

ACK M/B

4.372,34 Tutupan lahan pertanian lahan kering campur, jenis tanah aluvial coklat kelabuan, dengan kelas kemiringan lahan miring atau berbukit

>15%-30%

Telagah, Rumah Galuh

X S ACK M 89,33 Tutupan lahan sawah, jenis tanah aluvial coklat kelabuan, dengan kelas kemiringan

lahan miring atau berbukit >15%-30%

Telagah

Total 11.265, 24

(41)

Hasil dari overlay peta menghasilkan satuan lahan yang ada pada lokasi penelitian dengan luas yang berbeda-beda. Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa satuan lahan yang terluas terdapat pada satuan lahan ke IX yaitu PLCK ACK M/B dengan karakteristik tutupan lahan pertanian lahan kering campur, jenis tanah aluvial coklat kelabuan, dengan kelas kemiringan lahan atau berbukit >15%

- 30% berada pada dua desa yaitu Desa Telagah dan Desa Rumah Galuh dengan luas 4.372,35 Ha.

Satuan lahan terkecil terdapat pada satuan lahan VIII yaitu PTK AK AC dengan karakteristik tutupan lahan pertanian lahan kering, jenis tanah aluvial kelabu, kemiringan lahan agak curam >30% - 45% berada pada Desa Gunung Ambat dengan luas sebesar 11,198 Ha.

Sebagian besar dari 10 satuan lahan diperuntukkan untuk lahan pertanian, perkebunan kelapa sawit, perkebunan karet dan permukiman masyarakat. Pada 10 satuan lahan tersebut didominasi oleh tutupan lahan yang berjenis pertanian lahan kering. Jenis tanah pada satuan lahan didominasi oleh jenis tanah aluvial coklat kelabuan dan dengan kelas kelerengan miring atau berbukit >15% - 30%. Total luas dari satuan lahan pada keempat Desa Gunung Ambat, Desa Simpang Kuta Buluh, Desa Rumah Galuh dan Desa Telagah adalah 11.265,24 Ha.

(42)

Sifat Kimia Tanah pH Tanah

Keasaman tanah yang dinyatakan dalam Eksponen Hidrogen (pH) yang merupakan aspek kimia tanah yang tetap diperlukan. Nilai pH Tanah tidak sekedar menunjukkan suatu tanah masam atau alkali, tetapi juga memberikan informasi tentang sifat-sifat tanah yang lain, ketersedian fosfor, status kation-

kation basa, status kation atau unsur racun dan sebagainya (Siswanto, 2006).

Hasil pengukuran pH Tanah disajikan dalam bentuk Tabel 10.

Tabel 10. Hasil Analisis pH Tanah

No Satuan Lahan pH Kriteria Vegetasi Dominan (Pohon) 1 HP AC M/B 6,51 Agak Masam Rasamala (Altingia excelsia)

Sengon (Albizia chinensis)

2 B ACK M/B 6,66 Netral -

3 B ACK AC 6,45 Agak Masam -

4 PTK ACK M/B 6,58 Agak Masam Karet (Havea brasiliensis) Mahoni (Swietenia mahagoni) 5 PTK ACK AC 6,51 Agak Masam Karet (Havea brasiliensis)

Durian (Durio zibethinus) 6 PTK AK L 6,43 Agak Masam Karet (Havea brasiliensis)

Mahoni (Swietenia mahagoni) 7 PTK AK M/B 6,75 Netral Karet (Havea brasiliensis)

Kakao (Theobroma cacao) 8 PTK AK AC 6,86 Netral Kemiri (Aleurites moluccanus)

Karet (Havea brasiliensis) 9 PLKC ACK M/B 6,62 Netral Kemiri (Aleurites moluccanus)

Karet (Havea brasiliensis)

10 S ACK M/B 6,68 Netral -

Keterangan : HP AC M/B (Hutan Produksi Aluvial Coklat Miring/Berbukit), B ACK M/B (Belukar Aluvial Coklat Kelabuan Miring/Berbukit), B ACK AC (Belukar Aluvial Coklat Kelabuan Agak Curam), PTK ACK M/B (Pertanian Lahan Kering Aluvial Coklat Kelabuan Miring/Berbukit), PTK ACK AC (Pertanian Lahan Kering Aluvial Coklat Kelabuan Agak Curam), PTK AK L (Pertanian Lahan Kering Aluvial Kelabu Landai), PTK AK M/B (Pertanian Lahan Kering Aluvial Kelabu Miring/Berbukit), PTK AK AC (Pertanian Lahan Kering Aluvial Kelabu Agak Curam), PLKC ACK M/B (Pertanian Lahan Kering Campuran Aluvial Coklat Kelabuan Miring/Berbukit), S ACK M/B (Sawah Aluvial Coklat Kelabuan Miring/Berbukit).

Berdasarkan Tabel 10 dapat diketahui bahwa pH tanah tertinggi terdapat pada satuan lahan PTK AK AC dengan pH sebesar 6,86 sedangkan pH tanah terendah terdapat pada satuan lahan PTK AK L dengan pH sebesar 6,43. Hal ini dapat terjadi dikarenakan perbedaan jenis tanah, pengendapan alami dan vegetasi

(43)

yang ada pada lahan karena dengan kondisi vegetasi yang berbeda dapat mempengaruhi pH tanah melalui proses dekomposisi tanah yang berasal dari sisa tanaman yang dapat menghasilkan sifat masam pada tanah.

Berbeda dengan hasil penelitian yang telah dilakukan Setiawan dkk (2014) yang dilakukan di kebun inti tanaman gambir Kabupaten Pakpak Bharat yang mendapatkan hasil pH pada tanah lapisan atas berkisar antara 5,21-5,81 dan lapisan bawah berkisar 5,67-5,99 dengan kriteria masam hingga agak masam. Hal ini dapat terjadi karena dipengaruhi dari jenis tanah yang ada. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa pada bagian lereng bukit memiliki nilai pH yang lebih rendah dibandingkan dengan bagian puncak bukit dan lembah. Rendahnya nilai pH bagian lereng bukit dapat terjadi karena pada posisi lahan ini lebih rentan terkena pukulan hujan secara langsung. Air hujan ini memiliki sifat masam yang dapat terlarut di dalam tanah sehingga membuat pH tanah menjadi lebih masam.

Pada lahan dengan curah hujan tinggi umumnya kemasaman meningkat sesuai dengan kedalaman lapisan tanah, sehingga kehilangan top soil oleh erosi dapat menyebabkan lapisan olah tanah menjadi lebih masam.

Berdasarkan nilai pH dapat diketahui kriteria kesesuaian lahan untuk vegetasi pohon dominan yang terdapat pada satuan lahan HP AC M/B yang berjenis Rasamala (Altingia excelsia) dan Sengon (Albizia cinensis) dengan pH 6,51 termasuk kedalam kelas kesesuaian lahan S1. Begitu juga dengan jenis vegetasi pohon dominan Karet (Havea brasiliensis) termasuk kelas kesesuaian lahan S3 dan Mahoni (Swietenia mahagoni) termasuk kelas kesesuaian lahan S1 yang terdapat pada satuan lahan PTK ACK M/B dengan pH 6,58 dan satuan lahan

PTK AK L dengan pH 6,43 dengan jenis vegetasi dominan

(44)

Karet (Havea brasiliensis) termasuk kelas kesesuaian lahan S2 dan Mahoni (Swietenia mahagoni) termasuk kelas kesesuaian lahan S1.

Pada satuan lahan PTK ACK AC dengan pH 6,51 dan jenis vegetasi pohon dominan Karet (Havea brasiliensis) termasuk kelas kesesuaian lahan S3 dan Durian (Durio zibethinus) termasuk kelas kesesuaian lahan S1. Pada satuan lahan PTK AK M/B dengan pH 6,75 dan jenis vegetasi pohon dominan Karet (Havea brasiliensis) termasuk kelas kesesuaian lahan S3 dan Kakao (Theobroma cacao) termasuk kelas kesesuaian lahan S1.

Jenis vegetasi pohon dominan Kemiri (Aleurites moluccanus) termasuk kelas kesesuaian lahan S1 dan Karet (Havea brasiliensis) termasuk kelas kesesuaian lahan S3 yang terdapat pada satuan lahan PTK AK AC dengan pH 6,86. Pada satuan lahan PLKC ACK M/B dengan pH 6,62 dan jenis vegetasi pohon dominan Kemiri (Aleurites moluccanus) termasuk kelas kesesuaian lahan S1 dan Karet (Havea brasiliensis) termasuk kelas kesesuaian lahan S3.

Menurut Hardjowigeno (2007) pengukuran pH tanah dapat memberikan keterangan tentang kebutuhan kapur, respon tanah terhadap pemupukan, proses kimia yang mungkin berlangsung dalam proses pembentukan tanah, dan lain-lain.

Dengan adanya pH tanah dapat memberikan informasi keberadaan unsur yang bersifat racun bagi tanaman. Selain itu juga dapat memberikan informasi terhadap reaksi tanah apakah tanah tersebut bersifat masam, netral atau alkalin, sehingga dapat memberikan informasi untuk tindakan selanjutnya yang akan dilakukan oleh pengguna lahan.

(45)

Gambar 4. Peta Sebaran Eksponen Hidrogen (pH) Tanah

32

(46)

Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat bahwa peta sebaran pH tanah memiliki dua jenis kriteria pH tanah yaitu agak masam dan netral yang didominasi kriteria pH netral dengan total luas yang berbeda beda setiap desa. Luas sebaran pH tanah dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Luas Sebaran pH Tanah Kriteria

pH Tanah

Desa Gunung

Ambat (Ha)

Desa Kuta Buluh

(Ha)

Desa Rumah

Galuh (Ha)

Desa Telagah

(Ha)

Luas (Ha)

Rasio Terhadap Total Luas

(%) Agak

Masam

233,07 591,38 857,67 2.560,25 4.242,37 37,65 Netral 1.757,04 173,81 2.996,83 2.095,19 7.022,87 62, 34 Total 1.990,12 765,20 3.854,51 4.655,44 11.265,24 100

Berdasarkan Tabel 11 dapat kita ketahui bahwa pada lokasi penelitian terdapat 2 kriteria pH tanah yaitu agak masam dengan luas areal 4.242,37 Ha dan rasio terhadap total luas adalah 37,65 % dan dengan kriteria netral dengan luas areal 7.022,87 Ha dan rasio terhadap total luas adalah 62,34%. Pada Desa Gunung Ambat, pH tanah dengan kriteria agak masam memiliki luas 233,07 Ha dan pH dengan kriteria netral memiliki luas 1.757,04 Ha. Pada Desa Kuta Buluh, pH dengan kriteria agak masam memiliki luas 591,38 Ha dan pH dengan kriteria netral memiliki luas 173,81 Ha. Pada Desa Rumah Galuh, pH dengan kriteria agak masam memiliki luas 857,67 Ha dan pH dengan kriteria netral memiliki luas 2.996,83 Ha. Pada Desa Telagah, pH dengan kriteria agak masam memiliki luas 2.560,25 Ha dan pH dengan kriteria netral memiliki luas 2.095,19 Ha. Jadi dapat diketahui bahwa pada lokasi penelitian memiliki pH terluas adalah ph dengan kriteria netral.

Dengan mengetahui kondisi pH tanah maka kita dapat mengetahui kondisi tanah apakah tanah tersebut dalam kondisi masam atau alkalin, dapat juga menentukan mudah atau tidaknya unsur hara yang diserap oleh tanaman.

Gambar

Gambar 1. Peta Administrasi Kecamatan Sei Bingai Kabupaten Langkat  Nama Desa  FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA  18
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian
Gambar 3. Satuan Lahan dan Sebaran Titik Pengambilan Sampel Tanah  2.  Tahap Pelaksanan Penelitian dilapangan
Gambar 4. Peta Sebaran Eksponen Hidrogen (pH) Tanah
+7

Referensi

Dokumen terkait

1) Penyedia Jasa Kontraktor berkewajiban untuk mengusahakan agar tempat kerja, peralatan, lingkungan kerja dan tata cara kerja diatur sedemikian rupa sehingga tenaga

Dari beberapa keterangan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Aisyah adalah istri yang paling dekat dengan Rasulullah, ia selalu taat kepada suami, ia paling memahami

produktivitasnya.Untuk dapat membuat produk atau jasa yang memiliki mutu dan kualitas yang baik, perusahaan bergantung pada kemampuan manajemen dalam melaksanakan

Dalam penelitian ini dibuatkan model analisis sistem tenaga listrik dengan mengkombinasikan metode fast decoupled untuk sistem radial dengan beban takseimbang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun srikaya (Annona squamosa L.) dosis 2000 dan 5000 mg/kg bb tidak menimbulkan gejala toksik pada mencit.. Pada dosis

Berdasarkan persamaan konsep dari kesetimbangan neraca massa, penelitian ini menggunakan Model Input - Output Leontief untuk menghitung dampak perubahan efisiensi pada

Diulangi perlakuan sebanyak 5 kali dengan dengan rasio diameter puli yang berbeda.. Pengukuran diameter:

Judul : Hubungan Metode Pembelajaran Ceramah dengan PenguasaanMateri Kuliah pada Mahasiswa Program Sarjana Fakultas diKeperawatan Universitas Sumatera Utara. Nama : Vivi