UNIVERSITAS UDAYANA
Analisis Risiko Kesehatan Masyarakat Akibat Konsumsi Hasil Laut
yang Mengandung Logam Berat Merkuri (Hg) Pada Nelayan di
Pantai Amed Karangasem dan Pantai Sanur Denpasar, Provinsi
Bali
IDA AYU PUTRI WIDYA LESTARI
NIM. 1220025045
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
Analisis Risiko Kesehatan Masyarakat Akibat Konsumsi Hasil Laut
yang Mengandung Logam Berat Merkuri (Hg) Pada Nelayan di
Pantai Amed Karangasem dan Pantai Sanur Denpasar, Provinsi
Bali
Skripsi ini diajukan sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT
IDA AYU PUTRI WIDYA LESTARI
NIM. 1220025045
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) karena atas berkat rahmat-Nya dapat diselesaikannya skripsi yang berjudul “Analisis Risiko Kesehatan Masyarakat Akibat Konsumsi Hasil Laut yang Mengandung Logam Berat Merkuri (Hg) pada Nelayan di Pantai Amed
Karangasem dan Pantai Sanur Denpasar, Provinsi Bali”ini tepat pada waktunya.
Ucapan terima kasih diberikan atas kerjasamanya dalam penyusunan skripsi ini kepada :
1. Dr. I Made Ady Wirawan, MPH., PhD, selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
2. Ibu Made Ayu Hitapretiwi Suryadhi, SSi., MHSc, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan motivasi selama penyusunan skripsi ini.
3. Para dosen dan staf Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
4. Keluarga dan teman-teman yang telah memberikan motivasi selama penyusunan skripsi ini.
Demikian skripsi ini disusun semoga dapat memberikan manfaat bagi diri sendiri dan pihak lain yang menggunakan.
Denpasar, 14 Juni 2016
iv
Analisis Risiko Kesehatan Masyarakat Akibat Konsumsi Hasil Laut yang Mengandung Logam Berat Merkuri (Hg) pada Nelayan di Pantai Amed Karangasem
dan Pantai Sanur Denpasar, Provinsi Bali.
ABSTRAK
Merkuri (Hg) merupakan logam berat yang bersifat berbahaya dan beracun. Menjamurnya industri pertambangan emas skala kecil (PESK) di berbagai pulau di Indonesia memicu peningkatan penggunaan logam berat merkuri (Hg). Impor merkuri secara illegal dan penggunaan merkuri dalam jumlah besar yang tidak disertai dengan pengelolaan limbah hasil pertambangan yang baik dan kemampuan merkuri untuk terakumulasi di dalam lingkungan berkontribusi terhadap peningkatan emisi merkuri secara nasional maupun internasional.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kandungan merkuri telah masuk ke dalam hasil laut dan risikonya terhadap masyarakat di sekitar Pantai Amed Karangasem dan Pantai Sanur Denpasar yang terletak di Provinsi Bali.
Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif dengan menggunakan pendekatan analisis risiko kesehatan lingkungan (ARKL). Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini yaitu purposive sampling
dan teknik pemilihan responden atau subjek penelitian yaitu simple random sampling. Sampel yang diambil yaitu jenis ikan yang dominan dikonsumsi oleh subjek penelitian di masing-masing lokasi penelitian, dan responden atau subjek penelitian yang digunakan yakni nelayan.
Hasil uji laboratorium terhadap sampel ikan menunjukkan bahwa kandungan merkuri (Hg) pada sampel ikan yang berasal dari Pantai Sanur memiliki kandungan rata-rata sebesar 0,162 µg/g, angka tersebut lebih tinggi bila dibandingkan dengan sampel ikan yang berasal dari Pantai Amed yang memiliki kandungan merkuri sebesar 0,024 µg/g. Perhitungan analisis risiko menunjukkan Pantai Sanur memiliki nilai risk quotient sebesar 1,09 (RQ > 1), dan Pantai Amed memiliki nilai risk quotient sebesar 0,18 (RQ ≤ 1).
Simpulan dari penelitian adalah seluruh sampel ikan yang diuji terdeteksi mengandung logam berat merkuri (Hg) namun, belum melewati ambang batas aman. Berdasarkan lokasi, perhitungan analisis risiko diketahui bahwa kandungan merkuri (Hg) pada sampel ikan yang berasal dari Pantai Sanur berpotensi menimbulkan risiko kesehatan bagi responden yang mengonsumsinya.
v
Public Health Risk Analysis Due to the Consumption of Seafood Containing Heavy Metals Mercury (Hg) of Fisherman at Amed Beach Karangasem and Sanur Beach
Denpasar, Bali.
ABSTRACT
Mercury (Hg) is known as a dangerous and toxic heavy metal. The increasing of small-scale gold mining in many islands in Indonesia, directly impact to the increasing of mercury used. Illegal import activity of mercury that is not accompanied by the results of mining waste management and a good ability to mercury accumulates in the environment contribute to increased mercury emissions nationally and internationally. This research aims to find out how far the mercury (Hg) content has been contaminating seafood and predict the results of health risk to fishermen in Amed beach Karangasem and Sanur beach Denpasar due to fish consumption.
This study is a descriptive observational study that uses risk analysis approach to environmental health. The sampling technique in this study is purposive sampling and the selection of the respondent or subject is simple random sampling. Samples were selected based on the type of fish that consumed by the dominant subject in each location of this study,, and the respondents are local fishermen.
The results of the laboratory test showed deposits of mercury (Hg) in fish samples derived from Sanur beach has an average content of 0,162 µg/g, that number is higher when compared to samples from Amed beach which contained 0,024 µg/g of mercury (Hg). Calculation of risk analysis showed that Sanur beach’s
value of risk quotient is 1,09 (RQ >1), and Amed beach’s value of risk quotient is
0,18 (RQ ≤1).
The conclusion of this study is the whole fish samples tested were detected to contain the mercury (Hg) heavy metal, however has not yet passed the safety limit values. Based on location, calculation of risk analysis showed that the deposits of mercury (Hg) in fish samples derived from Sanur beach potentially giving the health risk for respondents who eat it.
vi
DAFTAR SINGKATAN, LAMBANG DAN ISTILAH ... xiii
BAB I PENDAHULUAN
vii
2.1.5 Merkuri pada Ikan ... 14
2.1.6 Kejadian Akibat Merkuri ... 15
2.1.7 Risiko Kesehatan Oleh Merkuri ... 17
2.2 Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan ... 18
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep ... 20
3.2 Variabel dan Definisi Operasional ... 21
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian ... 23
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 23
4.3 Populasi dan Sampel ... 24
4.3.1 Populasi Penelitian ... 24
4.3.2 Sampel dan Subjek Penelitian ... 24
4.3.2.1 Sampel Penelitian – Ikan ... 24
4.3.2.2 Subjek Penelitian – Nelayan ... 25
4.3.3 Teknik Pengambilan Sampel ... 26
4.3.4 Besar Sampel ... 26
4.3.4.1 Ikan ... 26
4.3.4.2 Nelayan... 26
4.4 Pengumpulan, Pengolahan, dan Analisis Data ... 28
4.4.1 Pengumpulan Data ... 28
4.4.1.1 Instrumen Penelitian ... 28
4.4.1.2 Jenis Data ... 29
4.4.2 Pengolahan Data ... 29
4.4.3 Analisis Data ... 29
4.5 Penentuan Kadar Logam Berat Merkuri (Hg) ... 31
4.5.1 Prinsip Pengujian... 31
4.5.2 Peralatan ... 31
viii
4.5.4 Preparasi Contoh ... 34
4.5.5 Prosedur ... 34
BAB V HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Pelaksanaan Penelitian ... 36
5.2 Gambaran Lokasi Penelitian ... 37
5.3 Karakteristik Responden ... 39
5.3.1 Gambaran Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden ... 39
5.3.2 Gambaran Distribusi Frekuensi Pola Konsumsi Ikan ... 41
5.4 Pola Konsumsi Ikan ... 44
5.4.1 Jenis Ikan yang Dikonsumsi ... 44
5.4.2 Frekuensi Konsumsi Per Hari Berdasarkan Lokasi... 45
5.4.3 Frekuensi Konsumsi Per Minggu Berdasarkan Lokasi ... 46
5.4.4 Pola Konsumsi Ikan Berdasarkan Lokasi ... 47
5.5 Prosedur Pengujian Kandungan Merkuri pada Ikan ... 48
5.6 Hasil Uji Kandungan Logam Berat Merkuri (Hg) pada Ikan ... 52
5.7 Perhitungan Analisis Risiko Kesehatan Logam Berat Merkuri (Hg) ... 53
BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Pola Konsumsi Nelayan Terhadap Ikan ... 566
6.2 Potensi Tercemarnya Ikan dan Lingkungan ... 588
6.3 Risiko Kesehatan Logam Berat Merkuri (Hg) pada Nelayan ... 62
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1.3.1 Batas Maksimum SNI Cemaran Merkuri (Hg) pada Ikan ... 12
Tabel 3.2.1 Definisi Operasional Variabel ... 21
Tabel 5.3.1.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden ... 39
Tabel 5.3.2.1 Distribusi Frekuensi Pola Konsumsi Ikan ... 41
Tabel 5.4.1.1 Jenis Ikan yang Dikonsumsi Berdasarkan Lokasi... 44
Tabel 5.4.2.1 Distribusi Frekuensi Per Hari Berdasarkan Lokasi ... 45
Tabel 5.4.3.1 Distribusi Frekuensi Per Minggu Berdasarkan Lokasi ... 46
Tabel 5.4.4.1 Pola Konsumsi Ikan Berdasarkan Lokasi ... 47
Tabel 5.6.1 Hasil Uji Kandungan Logam Berat Merkuri (Hg) pada Ikan ... 52
Tabel 5.7.1 Perhitungan Analisis Risiko Kesehatan Logam Berat Merkur ... 53
Tabel 5.7.1.1 Perhitungan Analisis Risiko Kesehatan Pada Nelayan Akibat Konsumsi Ikan Tongkol ... 54
Tabel 5.7.2.1 Perhitungan Analisis Risiko Kesehatan Pada Nelayan Akibat Konsumsi Ikan Kerapu ... 54
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1-1 Kerangka Konsep Penelitian ... 20
Gambar 5.5-1 Sampel Ikan ... 48
Gambar 5.5-2 Penimbangan Sampel ... 48
Gambar 5.5-3 Larutan Asam Nitrat ... 49
Gambar 5.5-4 Proses Digesti Sampel ... 49
Gambar 5.5-5 Larutan Hidrogen Peroksida ... 49
Gambar 5.5-6 Pemindahan Sampel ke dalam Labu Takar ... 50
Gambar 5.5-7 Larutan Standar Primer ... 50
Gambar 5.5-8 Larutan Standar Sekunder ... 50
Gambar 5.5-9 Sampel yang Disiapkan untuk ... 51
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xii
DAFTAR SINGKATAN, LAMBANG DAN ISTILAH
Daftar Lambang
Hg : Hydragyum
kg : Kilogram
mg : Miligram
ml : Mililiter
µg : Mikrogram
% : Persen
≤ : Kurang dari sama dengan > : Lebih dari
H2SO4 : Asam sulfat
HNO3 : Asam nitrat
NaBH4 : Natrium borohibrid
H2O2 : Hidrogen peroksida
NaOH : Natrium hidroksida
Daftar Singkatan
ARKL : Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan SNI : Standar Nasional Indonesia
WHO : World Health Organization
UNEP : United Nations Environment Programme BRI : Biodiversity Research Institute
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri dari banyak gugusan pulau mulai dari pulau yang berukuran besar hingga pulau-pulau kecil yang sangat banyak jumlahnya. Memiliki wilayah negara seluas 7,81 juta Km2, menjadikan Indonesia sebagai negara yang cukup besar yang didominasi oleh perairan dan juga daratan. Luasnya wilayah kemaritiman Indonesia, secara tidak langsung memberikan dampak terhadap sebagian besar dari masyarakat atau penduduk yang tinggal di pesisir pantai Indonesia hingga saat ini masih menjadikan profesi melaut dan menjual hasil laut sebagai mata pencaharian mereka (Nainggolan et al., 2014).
2
pengolahan emas yang menggunakan amalgamasi dengan merkuri. Meningkatnya investasi para pengusaha emas di berbagai tempat berdampak pada maraknya perdagangan merkuri secara illegal (BaliFokus, Arnika Association, & IPEN Heavy Metals Working Group, 2013). Berdasarkan artikel mengenai isu lingkungan yang dipublikasikan oleh organisasi kampanye global, Greenpeace Indonesia pada tanggal 22 April 2015 menyatakan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang melakukan impor merkuri secara illegal dalam jumlah besar hampir mencapai 400 ton per tahun. Hal tersebut didukung juga oleh data dari UNEP’s 2013 Global Mercury Assessment yang menyatakan bahwa artisanal and small-scale gold mining
(ASGM) atau pertambangan emas skala kecil merupakan sektor yang berkontribusi sebesar 37 persen terhadap peningkatan emisi merkuri di dunia (BRI, 2014a).
3
berbahaya, khususnya merkuri (Hg) diketahui dapat mengendap dan terakumulasi pada ikan sebagai salah satu organisme yang hidup di laut (Dasna, Parlan, & Susiyadi, 2013).
Merkuri (Hg) merupakan salah satu jenis logam berat yang bersifat sangat berbahaya dan beracun yang dapat menyerang ginjal dan organ tubuh lainnya termasuk jantung, sistem pernapasan, sistem pencernaan, sistem reproduksi maupun sistem imun (IPEN, 2014). Merkuri dapat ditemukan pada udara, air, maupun tanah yang dapat terjadi secara natural maupun karena aktifitas manusia. Senyawa logam berat merkuri dapat ditemukan dalam berbagai bentuk antara lain elemental merkuri atau merkuri dasar (Hg0), ionic merkuri ( Hg(II) atau Hg2+), dan metil merkuri (MeHg) (UNEP & WHO, 2008). Merkuri memiliki afinitas terhadap lipid sehingga mudah terakumulasi di dalam tubuh organisme bila dibandingkan dengan senyawa logam berat lainnya. Hal tersebut menjadi sangat berbahaya karena ikan merupakan predator teratas dalam ekosistem akuatik dan memilliki posisi di tengah pada rantai makanan, hingga saat ini ikan banyak dikonsumsi oleh masyarakat sehingga dapat menjadi jalan masuknya paparan merkuri ke dalam tubuh manusia (Suseno, 2011).
4
peningkatan jumlah pemakaian merkuri mencapai 300 – 500 gram setiap 4 jam, saat semua gelundung beroperasi diperkirakan sebanyak 20-50 gram merkuri dilepaskan ke lingkungan per harinya, dan 73 – 183 ton merkuri per tahunnya (BaliFokus et al., 2013).
5
Kabupaten Klungkung dengan jumlah nelayan sebanyak 1.296 orang, Kabupaten Tabanan dengan jumlah nelayan sebanyak 936 orang (nelayan penuh 525 orang), dan yang terakhir Kabupaten Gianyar dengan jumlah nelayan sebanyak 724 orang (nelayan penuh 269 orang) (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali, 2014). Berdasarkan data yang dipublikasikan Pusat Data, Statistik dan Informasi Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam buku Kelautan dan Perikanan dalam Angka Tahun 2014 mengenai konsumsi ikan per kapita nasional, untuk di Bali khususnya rata-rata konsumsi ikan per kapita nasional pada rentang tahun 2010 hingga 2014 hampir selalu melebihi 100 persen dari jumlah yang ditargetkan oleh Ditjen P2HP (Nainggolan et al., 2014).
6
1.2 Rumusan Masalah
7
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran kandungan logam berat merkuri (Hg) pada ikan di wilayah Pantai Amed Karangasem dan Pantai Sanur Denpasar Provinsi Bali ?
2. Bagaimana risiko konsumsi ikan terhadap masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan di sekitar Pantai Amed Karangasem dan Pantai Sanur Denpasar Provinsi Bali ?
1.4 Tujuan
1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui sejauh mana kandungan merkuri telah masuk ke dalam hasil laut dan risikonya terhadap masyarakat di sekitar Pantai Amed Karangasem dan Pantai Sanur Denpasar yang terletak di Provinsi Bali.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran kandungan logam berat merkuri (Hg) pada ikan di wilayah Pantai Amed Karangasem dan Pantai Sanur Denpasar yang terletak di Provinsi Bali.
8
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
Dapat digunakan sebagai bahan referensi penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan studi kandungan logam berat merkuri (Hg) khususnya untuk di wilayah Bali
1.5.2 Manfaat Praktis
1. Membantu perencanaan upaya pencegahan atau pengendalian masuknya logam berat merkuri (Hg) melalui ikan sebagai perantara.
2. Memicu penelitian-penelitian serupa yang terkait dengan logam berat merkuri untuk di wilayah Bali khususnya.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian di bidang kesehatan lingkungan dengan menggunakan ruang lingkup sebagai berikut :
1. Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis risiko kesehatan lingkungan (ARKL) yang mengacu pada penelitian – penelitian serupa.
2. Penelitian menggunakan ikan sebagai sampel yang akan diuji parameter kandungan logam berat merkurinya.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Merkuri
2.1.1 Definisi dan Sifat Merkuri
Merkuri atau yang dikenal dengan simbol kimia Hg, merupakan logam berat yang dapat terjadi secara alami dan dapat ditemukan pada udara, air, maupun tanah. Merkuri dapat terdistribusi di lingkungan melalui proses oleh alam maupun oleh aktivitas manusia (UNEP & WHO, 2008). Menurut BPOM (2004) dalam Junita (2013), merkuri atau yang dikenal dengan air raksa adalah logam dalam bentuk senyawa organik maupun anorganik yang ditemukan tersebar dalam bebatuan, air, udara maupun biji tambang (Junita, 2013). Menurut Mason et al (2012) dalam
Patterns of Global Seafood Mercury Concentrations and their Relationship with
10
didih sebesar 356,60C (Junita, 2013). Sebagai negara maritim yang memiliki wilayah perairan yang luas dan didukung dengan produksi ikan tangkap di laut yang cukup besar, banyaknya pertambangan emas skala kecil hampir di berbagai pulau-pulau besar di Indonesia menjadikan Indonesia sebagai salah satu wilayah yang memiliki risiko terhadap kontaminasi logam berat merkuri(UNEP, 2013).
2.1.2 Jenis Merkuri
Menurut jenisnya, merkuri terdiri dari tiga jenis yaitu :
a. Merkuri Elemental (Hg0)
Merkuri elemental merupakan logam perak-putih yang memiliki berat atom 200.59 g/mol, dengan titik lebur -38,870C dan titik didih 356,720C. Merkuri elemental merupakan jenis merkuri yang mudah menguap dan memiliki berat jenis 13.534 g/cm3 pada suhu 250C (World Health Organization (WHO), 2003). Merkuri elemental yang bersifat tidak terlihat serta tidak berbau, kerap digunakan dalam thermometer, barometer, lampu, proses industri, baterai, dll. Paparan tinggi oleh merkuri elemental sering terjadi melalui proses inhalasi. Merkuri elemental diketahui mengakibatkan beberapa gangguan kesehatan seperti kerusakan ginjal, insomnia, sakit kepala, hingga penurunan fungsi kognitif (EPA, 2013).
b. Merkuri Inorganik (Hg2+ , Hg (II) )
11
sebagai antiseptik atau disinfektan, fungisida, pestisida, cat tembok, krim – krim pencerah kulit, hingga beberapa obat-obatan tradisional (EPA, 2013).
c. Merkuri Organik
12
2.1.3 Ambang Batas Merkuri
Menurut standar yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional Indonesia yang dipublikasikan dalam SNI 7387:2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan Tahun 2009, menyebutkan bahwa batas maksimum cemaran merkuri (Hg) dalam ikan dan produk perikanan seperti yang disajikan dalam tabel berikut (SNI, 2009) :
Tabel 2.1.3.1 Batas Maksimum SNI Cemaran Merkuri (Hg) pada Ikan
No Kategori Pangan
Kategori Pangan Batas Maksimum
09.0
Ikan dan hasil olahannya 0,5 mg/kg
Ikan Predator (cucut, tuna, marlin, dll)
1,0 mg/kg
Kekerangan (bivalve) Moluska dan Teripang
1,0 mg/kg
Udang dan krustasea lainnya 1,0 mg/kg
13
2.1.4 Sumber dan Kegunaan Merkuri
Merkuri yang terdapat di lingkungan berasal dari berbagai sumber, diantaranya yang berasal dari proses yang menggunakan merkuri atau proses pengolahan limbah, emisi merkuri yang berasal dari penggunaan mineral dalam industri seperti batu bara, produksi energi yang menggunakan bahan bakar fosil, pertambangan emas serta logam lainnya dan merkuri yang berasal dari alam seperti aktivitas vulkanik, perubahan iklim, kebakaran hutan, dll (Nordic Council, 2002). Tambang emas skala kecil merupakan sektor terbesar yang bergantung pada penggunaan merkuri. Menurut estimasi Mercury Watch oleh UNEP (2012), penggunaan merkuri dalam tambang emas skala kecil atau artisanal and small-scale gold mining (ASGM) mencapai 1400 ton pada tahun 2011 dan akan bertambah seiring dengan meningkatnya harga emas. Industri VCM merupakan industri terbesar kedua pengguna merkuri. Industri yang memproduksi polyvinyl chloride (PVC) yang umumnya digunakan pada plastik ini menggunakan merkuri sebagai katalis dalam proses produksinya (UNEP, 2013).
14
2.1.5 Merkuri pada Ikan
Merkuri di lingkungan terdiri dari berbagai bentuk kimia yang berbeda. Selain merkuri elemental, merkuri dapat diklasifikasikan sebagai merkuri inorganik dan merkuri organik. Merkuri diklasifikasikan sebagai merkuri organik ketika ia berikatan dengan senyawa kimia yang sebagian besar terdiri dari karbon. Merkuri di lingkungan dapat berubah sesuai dengan proses dari berbagai senyawa kimia yang bervariasi. Contoh dari merkuri organik adalah metilmerkuri dengan rumus kimia CH3Hg+ yang disebabkan oleh aktivitas mikrobakteri, metilmerkuri umumnya
ditemukan dalam lingkungan perairan. Metilmerkuri merupakan salah satu bentuk merkuri yang utama pada ikan. Bentuk kimia dari metilmerkuri membuatnya dapat dengan cepat menyebar dan terikat dalam protein dari biota air, termasuk protein dari jaringan otot ikan. Menurut Yamashita et al (2005) dalam berbagai spesies tuna kandungan dari total merkuri dalam bentuk metilmerkuri mencapai 70 hingga 77 persen (HealthCanada, 2007).
15
Beberapa penelitian terkait kandungan merkuri pada ikan telah dilakukan di Indonesia. Seperti yang dilaporkan dalam penelitian oleh Athena (2009) beberapa hasil laut seperti ikan di daerah Kepulauan Seribu, Jakarta cukup bervariasi hingga mencapai angka 3,05 ppm (Athena & Inswiasri, 2009). Penelitian yang serupa di Kabupaten Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara melaporkan bahwa kadar merkuri pada ikan kakap merah yang tertangkap di Tanjung Taolas mencapai 0,12 ppm, dan ikan belanak yang tertangkap di Tanjung Akesone mencapai angka 0,13 ppm (Simange, 2011). Penelitian di Teluk Manado dalam Jurnal Pesisir dan Laut Tropis oleh Narasiang (2015) menyimpulkan bahwa kandungan merkuri tertinggi terdapat pada ikan Gora (Myriptis hexagona) dengan nilai mencapai 0,43 ppm dan ikan Capungan (Apogon compresseus) dengan nilai mencapai 0,3 ppm (Narasiang, Lasut, & Kawung, 2015).
2.1.6 Kejadian Akibat Merkuri
16
merkuri organik ke lingkungan disebabkan oleh produk sampingan dari pabrik kimia penghasil klorida vinil dan formaldehida milik Perusahaan Chisso yang dibuang ke dalam teluk. Setelah mengalami proses bioakumulasi dan biomagnifikasi yang terjadi secara alamiah, akhirnya organisme yang terdapat di dalam teluk mengakumulasi metil merkuri pada konsentrasi tinggi yang berakhir dengan keracunan pada manusia yang mengkonsumsinya (Minamata Disease Municipal Museum, 2007).
Untuk di wilayah Indonesia, salah satu kejadian yang berkaitan dengan pencemaran merkuri yakni kejadian pencemaran Teluk Buyat, Kecamatan Kotabunan, Kabupaten Bolaang Mongondow, Provinsi Sulawesi Utara. Sejak beroperasinya perusahaan tambang Newmont Minahasa Raya pada tahun 1996, nelayan yang bermukim di sekitar Teluk Buyat mendapati puluhan ikan mati secara tidak wajar dan diikuti dengan gejala penyakit secara misterius yang dialami oleh warga desa seperti sakit kepala yang berulang-ulang, gatal-gatal, mual, muntah, pembengkakan beberapa bagian tubuh, hingga pingsan mendadak. Pembuangan secara langsung 2.000 ton limbah sisa olahan emas yang mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) ke laut setiap harinya, terindikasi mengakibatkan pencemaran di Teluk Buyat. Laporan audit internal yang dipublikasikan oeh New York Times menyebutkan bahwa 17 dari 33 ton merkuri terlepas di udara dan sisanya sebanyak 16 ton dibuang secara langsung ke dalam teluk (Lutfillah, 2011).
17
November tahun 1971. Insiden ini berkembang menjadi epidemik katastropik dengan 6530 orang yang tercatat masuk rumah sakit dan 459 orang meninggal dunia (Takizawa, 2002).
2.1.7 Risiko Kesehatan Oleh Merkuri
18
2.2 Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan
Keputusan Menteri Kesehatan No. 876 tahun 2001 tentang Pedoman Teknis Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan (ADKL) mendefinisikan ARKL sebagai suatu pendekatan yang digunakan untuk mencermati potensi besarnya risiko dengan mendeskripsikan suatu masalah lingkungan dan melibatkan penetapan risiko pada kesehatan manusia yang berkaitan dengan masalah lingkungan tersebut. Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL) atau yang dikenal dengan risk assessment
memberikan suatu estimasi risiko, menawarkan suatu kerangka yang sistematis untuk mendefinisikan suatu masalah, memberi prioritas, mitigasi risiko, dan memberikan jawaban mengenai risiko yang dapat diterima atau ditoleransi dan disertai bentuk pengelolaan risiko yang diperlukan terkait dengan ranah pengambilan keputusan kesehatan masyarakat dan lingkungan (DEPKES RI, 2012). Menurut WHO (2004) dalam Basri et al (2007), analisis risiko didefinisikan sebagai proses untuk menghitung atau memprakirakan risiko pada suatu organisme sasaran baik sistem maupun sub populasi setelah terpapar oleh agent tertentu. Analisis risiko saat ini kerap digunakan untuk menilai risiko kesehatan pada manusia yang dapat disebabkan oleh pajanan bahaya lingkungan (Basri, Bujawati, & Amansyah, 2014).
19