• Tidak ada hasil yang ditemukan

Trichantera gigantea yang ditanam telah tumbuh tunas pada beberapa perlakuan di minggu pertama. Sebelum bertunas, dibagian node atas terjadi patahan, dari patahan itulah muncul tunas baru. Perlakuan yang terlihat lebih cepat bertunas adalah kombinasi pemupukan feses sapi dan mulsa Chromolaena odorata. Pada minggu pertama juga terdapat beberapa stek yang layu yang disebabkan kandungan protein tumbuhan ini cukup tinggi sehingga cepat terjadi pembusukan, kemudian langsung dilakukan penyulaman. Pertumbuhan yang cepat baik tinggi vertikal maupun jumlah tunas terjadi pada tanaman yang diberi perlakuan mulsa Chromolaena odorata dan feses sapi secara tunggal maupun kombinasinya. Gambar 2 memperlihatkan kondisi Trichantera gigantea yang akan dipanen menjelang umur 50 hari.

Gambar 2. Trichantera gigantea Sebelum Panen Pertama (Umur 50 hari)

Mulsa Chomolaena odorata dan feses sapi maupun kombinasinya ternyata efektif menutup permukaan tanah dari gulma, baik tumbuhan lain berupa lumut dan lainnya, berbeda dengan kontrol yang permukaannya penuh tertutup lumut.

Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh umur potong dan pemupukan terhadap laju tinggi vertikal, laju perbanyakan daun, berat kering tajuk panen pertama, kedua dan akar serta kandungan protein dan serat kasar dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rekapitulasi Sidik Ragam Penelitian

Peubah Perlakuan

Umur potong Pemupukan Interaksi Laju tinggi vertikal * ** tn Laju perbanyakan daun * * tn Berat kering tajuk panen pertama ** tn tn Berat kering tajuk panen kedua ** ** tn Berat kering akar ** ** tn Kandungan protein kasar tn tn * Kandungan serat kasar tn * tn

Keterangan : tn : tidak nyata ; * : nyata pada taraf 5% ; ** : nyata pada taraf 1 %

Tabel 3 memperlihatkan bahwa umur potong berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap pertumbuhan tanaman (tinggi vertikal dan jumlah daun) dan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap produktivitas Trichantera gigantea (berat kering tajuk dan akar), tetapi tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap kandungan protein kasar Trichantera gigantea. Faktor kedua yaitu pemupukan sangat nyata (P<0,01) berpengaruh terhadap laju tinggi vertikal, berat kering tajuk panen kedua dan akar serta berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap laju perbanyakan daun dan kandungan serat kasar Trichantera gigantea. Interaksi antara umur potong dan pemupukan memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap protein kasar Trichantera gigantea.

Pengaruh Umur Potong dan Pemupukan terhadap Pertumbuhan Trichantera gigantea

Laju Tinggi Vertikal

Pertumbuhan merupakan proses suatu makhluk hidup agar dapat bertahan di lingkungannya. Bagi tanaman pohon seperti Trichantera gigantea, pertumbuhan vertikal merupakan peubah penting untuk mengetahui tingkat perkembangan tanaman.

Hasil sidik ragam menunjukkan umur potong berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap tinggi vertikal Trichantera gigantea, sedangkan pemupukan sangat nyata (P<0,01) berpengaruh terhadap peningkatan tinggi vertikal tanaman. Interaksi antara

kedua faktor tidak berbeda nyata mempengaruhi laju pertumbuhan vertikal. Rataan laju tinggi vertikal tanaman Trichantera gigantea dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan Laju Tinggi Vertikal Trichantera gigantea (cm/minggu) Umur potong (hari) Pemupukan Rataan PO PC PF PK PA 50 3,56 7,18 4,23 3,75 4,18 4,58a 60 2,88 4,65 3,98 4,13 3,35 3,8ab 70 1,08 3,93 4,7 3,68 1,88 3,05b Rataan 2,51B 5,25A 4,30A 3,9B 3,14B

Keterangan : PO = kontrol; PC = pemulsaan C. odorata; PF = pemupukan feses sapi; PK = kombinasi mulsa C. odorata dan feses sapi dan PA = pemupukan anorganik.

Superskrip huruf besar yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh sangat nyata (P<0,01)

Superskrip huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh nyata (P<0,05)

Umur potong 50 hari memiliki rataan laju pertumbuhan vertikal tertinggi, berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan umur potong 70 hari, namun tidak berbeda nyata dengan umur potong 60 hari. Diduga perendaman air kelapa muda pada awal penanaman merangsang pertumbuhan stek lebih cepat sehingga fase logaritmik terjadi pada umur potong 50 hari, selanjutnya fase yang terjadi adalah fase statis. Hal ini yang menyebabkan rataan tertinggi terjadi pada umur potong 50 hari. Air kelapa mengandung zat tumbuh sitokinin yang berfungsi dalam pembelahan sel. Hasil percobaan Salisbury dan Ross (1995) menunjukkan bahwa terjadi pembelahan sel yang cukup signifikan terjadi pada akar wortel yang diberi efek hormon sitokinin. Pada tanaman Trichantera gigantea ini, tinggi vertikal berbanding lurus dengan perbanyakan daun. Semakin banyak jumlah daun maka semakin tinggi tanaman. Jumlah cabang tidak terlalu diperhitungkan karena ternyata selama penelitian jumlah cabang tidak signifikan, hanya sekitar dua cabang per tanaman.

Pemulsaan Chromolaena odorata dan pemupukan feses sapi berbeda sangat nyata (P<0,01) lebih tinggi daripada pupuk anorganik dan kontrol. Pemulsaan Chromolaena odorata dan pemupukan feses sapi memberikan aerasi tanah yang baik sehingga bahan organik yang disediakan oleh pupuk organik tersebut yang awalnya terdapat dalam bentuk organik kompleks diubah menjadi bentuk lebih sederhana berupa ion-ion yang dapat diserap akar tanaman. Dekomposisi bahan organik yang

cepat terjadi karena kelembaban tanah yang cukup tinggi sehingga menyediakan hara untuk digunakan tanaman. Chromolaena odorata dan feses sapi memiliki kandungan fosfor masing-masing 125-400 kg P/ha/tahun dan 15,4 kg P/ha/tahun. Fosfor berguna untuk merangsang pertumbuhan vertikal, perkembangan perakaran dan meningkatkan resistensi tanaman terhadap cendawan (Nyakpa et al., 1988). Penambahan pupuk anorganik tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan kontrol, diduga karena tanah yang bertekstur liat ini kurang mendapat aerasi tanah yang baik ketika ditambah pupuk anorganik. Tanah menjadi keras sehingga unsur hara sulit diserap tanaman. Tanah latosol berstruktur gumpal akibat tingginya fraksi liat dalam tanah. Pada tanah yang berstruktur gumpal, air dan udara serta hara berada dalam kondisi terjerat partikel tanah sehingga sulit diserap oleh akar tanaman. Penambahan pupuk organik berperan dalam menambah jumlah ruang pori agar terjadi perimbangan antara fraksi-fraksi penyusun tanah.

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan (Nyakpa et al., 1988). Selain kecocokan iklim, ketersediaan unsur hara adalah faktor lingkungan utama dan sangat penting dalam mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan. Agar tanaman dapat menghasilkan dengan baik maka unsur hara harus tersedia sesuai dengan bentuk yang dikehendaki tanaman, dalam jumlah cukup dan berada dalam keseimbangan (Hakim et al., 1986).

Laju Perbanyakan Daun

Daun merupakan bagian penting bagi tanaman Trichantera gigantea karena sumber utama untuk pakan ternak diambil dari bagian ini. Oleh karena itu perbanyakan daun menjadi penting karena rasio daun dan batang yang tinggi akan sangat menentukan produksi tanaman Trichantera gigantea.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa umur potong dan pemupukan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap laju perbanyakan daun namun tidak terdapat interaksi nyata (P>0,05) antara umur potong dan pemupukan. Rataan laju perbanyakan daun Trichantera gigantea selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan Laju Perbanyakan Daun Trichantera gigantea (helai/minggu) Umur potong (hari) Pemupukan Rataan PO PC PF PK PA 50 1,4 2,8 2,5 2,2 1,8 2,1a 60 1,4 2,1 1,8 2,2 2,0 1,9ab 70 1,0 2,0 1,6 1,7 1,4 1,5b Rataan 1,3b 2,3a 1,9a 2,1a 1,8ab

Keterangan : PO = kontrol; PC = pemulsaan C. odorata; PF = pemupukan feses sapi; PK = kombinasi mulsa C. odorata dan feses sapi dan PA = pemupukan anorganik.

Superskrip huruf kecil yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan pengaruh nyata (P<0,05)

Umur potong 50 hari memberikan rataan tertinggi, berbeda nyata (P<0,05) dengan umur potong 70 hari. Perpanjangan umur potong 20 hari menurunkan jumlah daun 28% dibandingkan umur potong 50 hari. Hal ini terjadi akibat pengaruh percepatan regrowth akibat stimulus hormon tumbuh yang aktif pada umur pemotongan lebih cepat.

Hal yang menyebabkan peubah berat kering tajuk berbanding terbalik dengan peubah perbanyakan daun untuk umur potong adalah rasio daun dan batang pada perlakuan. Selama penelitian, semakin lama umur potong maka rasio daun dan batang menurun. Rasionya yaitu 1,71; 1,68 dan 1,5 untuk masing-masing umur potong 50, 60 dan 70 hari. Sesuai dengan pernyataan Crowder dan Chheda (1982) yang menyatakan bahwa perpanjangan waktu pemotongan akan menurunkan rasio daun dan batang. Dapat dipahami bahwa semakin lama umur potong maka penebalan dinding sel yang menyebabkan batang semakin tebal akan terjadi dan membuat rasio semakin kecil. Pertambahan jumlah daun yang menurun seiring dengan semakin lama umur potong diikuti dengan pertambahan luas penampang daun sehingga fotosintesis terjadi lebih banyak disebabkan jumlah stomata yang semakin banyak pula. Hasil dari fotosintesis ditranslokasikan keseluruh jaringan tubuh tanaman, terutama daun dan batang yang menyebabkan bagian-bagian tanaman tersebut lebih berat.

Dalam budidaya hijauan pakan, peternak harus mempertimbangkan produksi dan kualitas yang optimal sehingga feed intake untuk ternak dapat terjamin dengan

baik. Umur potong 50 hari memang memberikan rataan tertinggi untuk peubah laju pertumbuhan vertikal dan perbanyakan daun, namun bila dilihat dari produksi berat kering, umur potong 70 hari memiliki hasil yang tinggi. Perhitungan laju pertumbuhan vertikal dan perbanyakan daun hanya digunakan untuk melihat persistensi tanaman terhadap waktu, namun tidak memperhitungkan luas permukaan daun yang semakin besar seiring dengan semakin lama umur potong.

Penambahan pupuk feses sapi, mulsa Chromolaena odorata dan kombinasinya nyata (P<0,05) lebih tinggi daripada kontrol. Pemakaian pupuk organik memperbaiki struktur tanah dan meningkatkan kemampuan menyimpan air sehingga unsur hara organik kompleks yang terdapat di dalam tanah akan dirombak menjadi asam-asam anorganik yang mudah dipergunakan tanaman bagi pertumbuhannya. Ketersediaan unsur N dan pembentukan klorofil akan meningkatkan proses fotosintesis. Peningkatan proses fotosintesis menghasilkan lebih banyak fotosintat yang dihasilkan sehingga tanaman lebih cepat mencukupi kebutuhan fase vegetatifnya terutama dalam perbanyakan daun. Harjadi (1996) menambahkan bahwa pembentukan vegetatif tanaman terjadi akibat adanya pembelahan dan perpanjangan sel-sel jaringan merismatik pada titik tumbuh. Pembelahan sel memerlukan karbohidrat dalam jumlah cukup untuk membentuk dinding sel dan protoplasma. Kecepatan pembelahan sel ini bergantung pada ketersediaan karbohidrat yang dihasilkan oleh fotosintesis. Nitrogen tersedia didalam tanah yang semakin tinggi maka daun semakin banyak dan produksi meningkat.

Nitrogen merupakan unsur yang sangat diperlukan bagi proses vegetatif yaitu perbanyakan daun (Soepardi, 1983). Penggunaan pupuk organik yang nyata lebih tinggi meningkatkan jumlah daun terjadi karena perombakan unsur-unsur yang dapat digunakan oleh tanaman terjadi secara perlahan dan berkelanjutan bila dibandingkan pupuk anorganik yang dengan cepat disediakan oleh tanah namun lebih cepat pula hilang bersama drainase dan hilang karena menguap dalam bentuk gas.

Pengaruh Umur Potong dan Pemupukan terhadap Produksi Trichantera gigantea

Berat Kering Tajuk Panen Pertama dan Kedua

Produksi berat kering merupakan peubah penting untuk menduga produksi total potensial tanaman dan dijadikan pedoman untuk mengetahui tingkat pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Berat kering lebih banyak digunakan untuk menentukan pertumbuhan dan produktivitas suatu tanaman karena kandungan airnya tidak terlalu beragam (Lakitan, 2004).

Hasil sidik ragam produksi berat kering tajuk yang terdapat dalam Lampiran 4 dan 5 menunjukkan umur potong berpengaruh sangat nyata (P<0,01) dalam meningkatkan hasil panen pertama dan kedua. Pemupukan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) pada panen kedua namun tidak berbeda nyata (P>0,05) meningkatkan berat kering tajuk panen pertama. Tabel 6 menyajikan rekapitulasi rataan produksi berat kering tajuk panen pertama dan kedua.

Tabel 7. Rekapitulasi Rataan Berat Kering Tajuk Panen Pertama dan Kedua Trichantera gigantea (g/polybag)

Umur potong (hari) Pemupukan (Panen 1) Rataan PO PC PF PK PA 50 0,3 1,12 0,53 0,48 0,48 0,58B 60 0,55 1,26 1,33 0,96 0,9 1,0B 70 0,97 3,53 3,81 4,21 2,13 2,93A Rataan 0,61 1,97 1,89 1,88 1,17 Panen 2 50 0,43 1,43 1,42 1,52 0,47 1,05B 60 0,64 0,71 0,82 0,45 0,16 0,56C 70 0,97 2,59 2,3 3,06 1,49 2,08A Rataan 0,68B 1,58A 1,51A 1,68A 0,71B

Keterangan : PO = kontrol; PC = pemulsaan C. odorata; PF = pemupukan feses sapi; PK = kombinasi mulsa C. odorata dan feses sapi dan PA = pemupukan anorganik.

Superskrip huruf besar yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan pengaruh sangat nyata (P<0,01)

Umur pemotongan 70 hari sangat nyata (P<0,01) berpengaruh terhadap peningkatan produksi berat kering tajuk panen pertama dan kedua dibandingkan pada

umur potong 50 dan 60 hari. Hal ini didukung oleh Motazedian dan Sharrow (1986) yang menyatakan bahwa produksi bahan kering akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur defoliasi. Produksi berat kering yang semakin tinggi dengan semakin lama umur potong berbanding terbalik dengan hasil yang didapat pada perhitungan laju perbanyakan daun dikarenakan daun yang semakin besar walaupun jumlahnya menurun dengan semakin lama umur potong. Ketika akan dipanen didapat hasil bahwa panjang daun rata-rata adalah 18-21 cm dan lebar 7-9 cm pada umur pemotongan 70 hari. Dengan luas permukaan yang semakin besar, kemampuan tanaman untuk melakukan fotosintesis juga semakin banyak yang nantinya akan menghasilkan zat makanan yang disimpan dalam jaringan tanaman pun semakin banyak (Fitter dan Hay, 1981). Dengan akumulasi zat makanan yang lebih banyak maka tanaman dengan umur potong lebih lama akan semakin tinggi baik berat segar maupun keringnya.

Jenis pemupukan tidak berpengaruh pada produksi kering panen pertama disebabkan oleh kondisi tanah dengan penambahan unsur hara belum mencukupi untuk mengisi jaringan pada tumbuhan sehingga relatif sama memberikan rataan produksi kering tajuk. Masa regrowth dilakukan untuk melihat persistensi tanaman terhadap waktu sehingga dapat dijadikan acuan bagi petani dalam menentukan produksi tanaman tertinggi dengan kualitas yang terbaik. Perpanjangan penanaman selama 30 hari dalam masa regrowth memberikan pengaruh sangat nyata dalam meningkatkan produksi kering tajuk untuk faktor pemupukan. Pemulsaan Chromolaena odorata, pemupukan feses sapi dan kombinasinya sangat nyata lebih tinggi hingga kurang lebih 100% daripada pupuk anorganik dan kontrol. Penggunaan pupuk organik lebih menguntungkan bagi tanah, terutama bagi aktivitas mikroorganisme. Telah disebutkan bahwa penggunaannya dapat meningkatkan kemampuan menyimpan air sehingga dapat memelihara kandungan biomassa organik tanah. Proses perombakan biomassa organik banyak menghasilkan asam-asam organik yang dapat mendesak fosfat yang terikat Fe dan Al sehingga fosfat dapat terlepas dan tersedia bagi tanaman yang akan berpengaruh pada produktivitas tanaman. Pemberian mulsa Chromolaena odorata, feses sapi dan kombinasinya dapat meningkatkan daya jerap kation yang berpengaruh positif bagi pertumbuhan (Raihan dan Nurtirtayani, 2001).

Secara fisik pupuk organik berguna untuk memperbaiki struktur tanah dari padat menjadi gembur dengan cara menyediakan ruang pada tanah untuk udara dan air (Marsono dan Sigit, 2001). Stuktur tanah yang liat diperbaiki dengan penambahan pupuk organik. Struktur tanah yang baik dapat meningkatkan kemampuan aerasi tanah yaitu ketersediaan oksigen didalam tanah. Untuk meningkatkan produksi, proses nitrifikasi penting karena tanaman dapat menyerap nitrat. Bakteri nitrobakter yang berperan dalam nitrifikasi bersifat outotrof yang bekerja bila ada O2 tersedia. Dilaporkan bahwa percobaan yang dilakukan Hakim et al. (1986) menyatakan bahwa bentuk N-nitrat yang dihasilkan berbanding lurus dengan jumlah O2 yang terdapat dalam tanah. Hal ini menunjukkan bahwa N yang diserap oleh tanaman lebih banyak sehingga kemampuan untuk meningkatkan produksi tajuk meningkat.

Tisdale et al. (1985) menyatakan keuntungan yang didapat pada penggunaan kotoran ternak terhadap kesuburan tanah, yaitu : (1) merupakan sumber nitrogen; (2) merupakan sumber fosfor tersedia dan mikronutrien lain yang dibutuhkan tanaman; (3) meningkatkan kelembaban tanah; (4) memperbaiki kemampuan tanah dalam mengikat air; (5) meningkatkan kandungan CO2 pada tanaman dibawah naungan; (6) meningkatkan kapasitas buffer; dan (7) menurunkan tingkat keracunan dari Al3+. Penggunaan pupuk kandang menjadikan tanah lebih kaya akan mikroorganisme tanah. Mikroorganisme ini akan merombak dan membantu dekomposisi unsur hara N dan P. Pemupukan feses sapi sebagai pupuk organik menjaga ketersediaan mikroba tanah yang diperlukan bagi perombakan massa-massa organik tanah menjadi anorganik sehingga mudah diserap tanaman. Menurut Fitter dan Hay (1981), populasi mikroba aktif yang tidak terhitung jumlahnya dapat mempengaruhi pengambilan hara oleh akar melalui empat jalan, yaitu : (1) dengan penambahan suplai pada permukaan akar; (2) dengan perubahan pertumbuhan akar atau tajuk dengan merusak akar secara langsung; (3) dengan penghambatan atau rangsangan dalam mengambil zat hara; dan (4) dengan mineralisasi organik atau pelarutan ion-ion yang tidak mudah larut.

Seperti terlihat pada Tabel 6, untuk faktor pemupukan terdapat kecenderungan penurunan produksi kering tajuk panen kedua lebih rendah dari panen pertama. Hasil pemupukan anorganik menurun cukup drastis dibandingkan

pemupukan lainnya, sehingga salah satu keuntungan pupuk organik yaitu dapat menjadi deposit hara bagi tanaman dan tanah. Ketersediaannya dalam tanah menjadi lebih lestari dibandingkan pupuk anorganik. Walaupun umur tanah semakin tua, keuntungan kelestarian unsur hara yang diperoleh dari mulsa Chromolaena odorata, pupuk feses dan kombinasinya dapat menjadi investasi hara yang menguntungkan bagi tanah.

Berat Kering Akar

Harjadi (1996) menyatakan bahwa peranan akar dalam pertumbuhan tanaman sangat berhubungan dengan tajuk, karena tajuk berfungsi dalam proses fotosintesis sedangkan akar berfungsi menyediakan unsur hara dan air yang digunakan dalam metabolisme tanaman.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa umur potong dan pemupukan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap produksi berat kering akar namun interaksi antara kedua faktor tidak berbeda nyata mempengaruhi berat kering akar. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan Berat Kering Akar Trichantera gigantea (g/polybag) Umur potong (hari) Pemupukan Rataan PO PC PF PK PA 50 0,03 0,23 0,23 0,28 0,06 0,17B 60 0,21 0,41 0,43 0,22 0,11 0,28B 70 0,26 0,83 0,78 0,83 0,4 0,62A Rataan 0,17B 0,49A 0,48A 0,44A 0,19B

Keterangan : PO = kontrol; PC = pemulsaan C. odorata; PF = pemupukan feses sapi; PK = kombinasi mulsa C. odorata dan feses sapi dan PA = pemupukan anorganik.

Superskrip huruf besar yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan pengaruh sangat nyata (P<0,01)

Akumulasi berat kering akar terbesar terdapat pada Trichantera gigantea dengan umur potong 70 hari, berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan umur potong 50 dan 60 hari. Berat kering tertinggi ini terjadi karena tanaman telah mampu dan lebih banyak menyerap air dan unsur hara lain bagi tanaman. Menurut Harjadi (1996), peranan akar dalam pertumbuhan tanaman berhubungan langsung dengan tajuk. Dengan fotosintesis yang lebih lama untuk umur potong 70 hari maka akumulasi

zat-zat makanan hasil asimilasi akan tersimpan dalam bentuk pati dalam jaringan tanaman, termasuk akar didalamnya.

Pemulsaan Chromolaena odorata, pemupukan feses sapi dan kombinasinya sangat nyata (P<0,01) lebih tinggi daripada pupuk anorganik dan kontrol, sedangkan PA tidak berbeda nyata dengan kontrol. Diduga pupuk organik dapat memperbaiki struktur tanah dibandingkan dengan pupuk anorganik yang menyebabkan tanah menjadi keras sehingga unsur hara yang ditambahkan kedalam tanah terjerap kuat oleh tanah. Oleh karena struktur tanah yang semakin padat, air menjadi sulit menembus tanah apalagi menembus permukaan akar. Soepardi (1983) menyatakan bahwa perbanyakan akar tanaman sangat ditentukan oleh kandungan P tanah. Makin banyak akar tanaman maka efisiensi serapan hara terutaman nitrogen akar meningkat terutama untuk tajuk dan perbanyakan daun. Jumlah P yang diambil tanaman sebagian besar berasal dari difusi P ke permukaan akar.

Pengaruh Umur Potong dan Pemupukan terhadap Kualitas Trichantera gigantea

Protein Kasar

Kandungan protein kasar merupakan indikator penting untuk pakan monogastrik seperti tanaman Trichantera gigantea. Di Vietnam Utara tanaman ini digunakan untuk pakan unggas terutama bebek. Umur potong dan pemupukan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kandungan protein kasar, sedangkan interaksi antara kedua faktor memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap protein kasar Trichantera gigantea. Rataan kandungan protein kasar dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan Kandungan Protein Kasar Trichantera gigantea (%) Umur potong (hari) Pemupukan Rataan PO PC PF PK PA 50 16,91bc 17,76b 20,54a 20,02a 20,15a 19,08 60 19,92a 20,74a 16,72c 18,50ab 20,34a 19,24 70 18,52ab 18,07b 18,31ab 20,00a 19,08a 18,8 Rataan 18,45 18,6 18,52 19,50 19,86

Keterangan : PO = kontrol; PC = pemulsaan C. odorata; PF = pemupukan feses sapi; PK = kombinasi mulsa C. odorata dan feses sapi dan PA = pemupukan anorganik.

Superskrip huruf kecil yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan pengaruh nyata (P<0,05)

Interaksi antara kedua faktor terkait dengan laju fotosintesis yang semakin meningkat. Ketika proses vegetatif dimulai, protein didalam tanaman berasal dari proses nitrifikasi. Seiring dengan semakin lama umur potong mengakibatkan akumulasi bahan kering meningkat karena terjadi proses lignifikasi yang mengakibatkan serat kasar meningkat dan protein kasar menurun (Motazedian dan Sharrow, 1986). Protein merupakan bagian penting didalam plasma suatu sel dan tersedia sebagai cadangan makanan. Unsur-unsur pembentuk protein adalah C, H, O, N, S dan P (Dwijoseputro, 1980). Persentase protein kasar dihasilkan dengan mengalikan kandungan N dengan faktor 6,25 yang didasrkan pada asumsi bahwa N dalam protein sebesar 16%.

Kandungan protein kasar pada umur 50 hari lebih responsif terhadap perlakuan pemupukan dibandingkan umur 60 dan 70 hari. Namun kandungan protein cenderung konstan meskipun umur tanaman semakin tua selama ada input tambahan baik mulsa Chromolaena odorata, kombinasi mulsa Chromolaena odorata dan pemupukan feses sapi serta pupuk anorganik. Hal ini dapat dipahami karena pada jaringan-jaringan tanaman yang tua, N yang merupakan unsur pembentuk utama protein kasar dimobilisasi ke jaringan yang lebih muda, sehingga penambahan unsur hara memperlambat proses penuaan secara fisiologis. Protein kasar tertinggi bervariasi yaitu umur potong 60 hari dengan pemulsaan Chromolaena odorata sebesar 20,74% dan 20,54% yang dihasilkan oleh pemupukan feses sapi dengan umur potong 50 hari. Lakitan (2004) menyatakan kandungan unsur hara yang paling berperan dalam pembentukan kandungan protein kasar adalah N. Unsur hara akan diserap secara difusi jika konsentrasi diluar sitosol (dinding sel atau larutan tanah) lebih tinggi daripada konsentrasi didalam sitosol. Proses difusi ini dapat berlangsung karena konsentrasi beberapa ion didalam sitosol dipertahankan tetap rendah karena ketika ion-ion tersebut masuk ke sitosol segera dikonversi kedalam bentuk lain misalnya NO3- direduksi menjadi NH4+ yang selanjutnya digunakan dalam sintesis amino menjadi protein.

Serat Kasar

Serat kasar untuk pakan monogastrik merupakan faktor pembatas karena kemampuan monogastrik dalam mencerna serat kasar relatif rendah. Umur potong tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kandungan serat kasar, sedangkan

pemupukan memberikan pengaruh nyata (P<0,05) dalam peningkatan serat kasar Trichantera gigantea. Tidak terdapat interaksi nyata (P>0,05) antara umur potong dan pemupukan terhadap kandungan serat kasar Trichantera gigantea. Rataan kandungan serat kasar Trichantera gigantea dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan Kandungan Serat Kasar Trichantera gigantea (%) Umur potong (hari) Pemupukan Rataan PO PC PF PK PA 50 30,74 30,82 30,09 29,14 28,19 29,80 60 31,46 30,65 29,45 30,63 29,05 30,25 70 31,39 29,67 30,59 30,54 31,58 30,75 Rataan 31,19a 30,38a 30,05ab 30,10a 29,60b

Keterangan : PO = kontrol; PC = pemulsaan C. odorata; PF = pemupukan feses sapi; PK =

Dokumen terkait