• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. Atas dasar penjualan dalam satuan uang, dengan rumus sebagai berikut:

= − �

Keterangan:

P : Harga jual per unit AVC : Biaya tidak tetap TFC : Biaya tetap

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan umum perairan pulau semak daun

Pulau Semak Daun merupakan salah satu pulau yang terdapat di wilayah administrasi Kelurahan Pulau Panggang. Pulau Semak Daun memliki luas daratan dan karang. Luas daratan dari Pulau Semak Daun sendiri yaitu sekitar 0.50 ha dengan luas karangnya sendiri mencapai 315.19 ha (Purnomo 2013). Pulau Semak Daun mempunyai potensi yang cukup besar sebagai kawasan marikultur, karena memiliki wilayah perairan dangkal dan terlindung yang cukup luas.

Kondisi dari perairan Pulau Semak Daun didukung oleh hasil kajian dari BAPEKAB (2004) yang menjelaskan bagaimana potensi dari kawasan tersebut. Potensi yang dimiliki dari total luas kawasan dibagi menjadi beberapa lahan dan besarannya. Untuk kegiatan sistem sekat (enclosure) sendiri memiliki potensi luas 2 ha. Kegiatan keramba jaring apung/KJA (cage culture) memiliki luas kawasan 9.99 ha. Kegiatan perikanan dengan sistem kandang (pen culture) memiliki luas kawasan 40.7 ha serta untuk kegiatan long line yang memiliki luas kawasan 262.31 ha.

Kondisi angin yang terjadi di wilayah Kepulauan Seribu dipengaruhi dari angin musim, yang terbagi menjadi dua yaitu angin musim barat (Desember-Maret) dan angin musim timur (Juni-September) serta adanya musim peralihan (pancaroba) yang terjadi diantara bulan April-Mei dan Oktober-November. Kondisi angin pada musim barat memiliki kecepatan yang cukup bervariasi antara 7-20 knot per jam, sedangkan pada musim timur kecepatan angin berkisar antara 7-15 knot per jam.

Kondisi Fisika dan Kimia Perairan Pulau Semak Daun

Tabel 5. Hasil Pengukuran Rata-rata Parameter Fisika dan Kimia Perairan

* Keterangan : Baku Mutu Air Laut (Kep. Men LH No.51 Tahun 2004)

Hasil pengukuran parameter fisika dan kimia perairan Pulau Semak Daun di lima lokasi pengamatan yang telah ditentukan, ditampilkan pada Tabel 5. Berdasarkan hasil pengukuran dapat dikatakan bahwa kondisi atau kualitas perairan di Pulau Semak Daun jika dibandingkan dengan baku mutu yang dikeluarkan oleh Kep.Men LH No 51 tahun 2004 masih dalam kategori baik. Tetapi, terdapat satu parameter yang mengalami perbedaan, yaitu nitrat. Kadar nitrat mengalami peningkatan lebih dari 0.2 mg/l berpotensi untuk menyebabkan terjadinya eutrofikasi dan selanjutnya akan memicu pertumbuhan alga dan tumbuhan air secara pesat.

Suhu merupakan salah satu komponen yang memiliki peran penting bagi kehidupan dan perkembangan bagi seluruh biota laut. Terjadinya peningkatan suhu dapat membuat kadar oksigen di perairan menurun, sehingga mempengaruhi terhadap metabolisme seperti laju pernafasan dan konsumsi oksigen serta akan meningkatnya kadar konsentrasi karbon dioksida. Parameter suhu pada lokasi penelitian berada di kisaran 29 °C sampai 31 °C. Kisaran suhu di perairan ini masih mendukung kelangsungan hidup organisme di ekosistem terumbu karang dengan suhu optimal lebih dari 18 °C atau masih termasuk kisaran 25 °C sampai 30 °C (Bengen 2002). Selain itu juga suhu perairan di Pulau Semak Daun masih dalam kategori baik untuk kegiatan budidaya yang memiliki kisaran suhu 27 °C sampai 32 °C (Mayunar 1995 dalam Affan 2011).

Salinitas merupakan salah satu parameter yang memiliki peranan penting, menurut Holiday (1967) dalam Hartami (2008) peranan penting dari salinitas yaitu sebagai tingkat kelangsungan hidup dan metabolisme ikan. Berdasarkan data yang didapat di lokasi pengamatan, pengukuran salinitas berada di kisaran 30 ‰ sampai 33 ‰. Nilai tingkatan salinitas yang didapat dari hasil pengamatan masih dapat diterima oleh berbagai biota laut. Salinitas yang diutarakan oleh Eliza (1992) dalam Marasabessy (2010), tingkat salinitas antara 25 ‰ sampai 40 ‰ merupakan kisaran tingkatan salinitas yang baik untuk karang. Marasabessy (2010) juga menyatakan

Parameter Satuan St 1 St 2 St 3 St 4 St 5 Baku Mutu

Air Laut * A. Fisika Suhu °C 29.5 29.8 29.7 29.7 30.2 28-32 Salinitas 30.6 31.2 31,2 32.2 31.6 33-34 Kecerahan M 9.40 5.6 8.20 7.40 6.60 >5 Kekeruhan NTU 0.45 0.40 0.57 0.37 0.87 <5 Kecepatan Arus cm/detik 0.16 0.15 0.45 0.38 0.09 0.15-0.25

B. Kimia pH - 8.01 8.11 8.04 8.02 8.0 7-8.5 Nitrat mg/l 0.136 0.364 0.216 0.187 0.033 0.008 Nitrit mg/l <0.004 <0.004 <0.004 <0.004 <0.004 - Amonia mg/l 0.067 0.04 0.046 0.052 0.028 0.3 Fosfat mg/l <0.002 <0.002 <0.002 <0.002 <0.002 0.015 DO mg/l 6.73 6.5 6.83 6.23 6.33 >5

bahwa salinitas yang terdapat di perairan laut Indonesia sering dijumpai berkisar antara 30 ‰ sampai 35 ‰.

Tingkat kecerahan perairan merupakan suatu kondisi dimana yang menunjukkan kemampuan cahaya dalam menembus lapisan perairan. Intensitas cahaya atau kemampuan cahaya mampu menembus perairan berkaitan erat dengan pertumbuhan tingkat fotosintesis perairan. Tingkat kecerahan perairan juga sangat berpengaruh dari kondisi kekeruhan karena kondisi ini saling berkaitan, semakin tingginya tingkat kekeruhan maka akan mengurangi intensitas cahaya yang masuk kedalam perairan. Kecerahan menggambarkan kemampuan cahaya menembus lapisan air pada kedalaman tertentu. Kecerahan sangat penting bagi perairan karena berpengaruh terhadap berlangsungannya produktivitas primer melalui fotosintesis fitoplankton. Kekeruhan dapat disebabkan karena air banyak terdapat partikel-partikel tersuspensi sehingga membuat perairan berubah menjai berwarna atau keruh. Hasil pengamatan yang didapat, tingkat kecerahan perairan yaitu lebih dari 5 meter. Sedangkan tingkat kekeruhan perairan yang didapat antara 0.37 sampai 0.87 NTU. Secara umum nilai kekeruhan berdasarkan baku mutu air laut (Kep.Men LH No.51/2004) masih termasuk kategori normal.

Pernyataan mengenai pengaruh arus terhadap perairan dijelaskan oleh Nontji (2007) yang menjelaskan bahwa kecepatan arus memiliki pengaruh terhadap densitas massa air yang masuk ke laut, sehingga semakin tingginya kecepatan arus maka massa air yang dibawanya semakin banyak khususnya massa air yang membawa sedimen serta nutrient dari daratan. Hasil pengamatan menunjukkan kecepatan arus yang ada pada lokasi bervariasi dengan kisaran 0.09 m/detik sampai 0.5 m/detik. Kecepatan arus yang menunjukkan 0,09 m/detik berada di stasiun 5 atau berada di tengah goba. Penyebab rendahnya arus yang terjadi dikarenakan sudah mengalami pengurangan karena telah melewati karang penghalang (barrier reef). Kecepatan arus yang relatif kuat, ditemui pada bagan timur (stasiun 3) dan selatan (stasiun 4) perairan Pulau Semak Daun dengan kecepatan arus 0.3 m/detik- 0.5 m/detik. Adanya arus ini juga diperlukan untuk tersedianya aliran air yang membawa makanan dan oksigen bagi biota karang serta menghindarkan karang dari pengaruh sedimentasi.

Derajat keasaman atau yang biasa disebut pH merupakan suatu pernyataan dari konsentrasi ion Hidrogen di dalam air. Besaran pH memiliki kisaran dari 0 hingga 14, dengan nilai yang kurang dari 7 menunjukkan kondisi lingkungan asam sedangkan nilai pH dengan kisaran di atas 7 menunjukkan kondisi lingkungan basa, dan nilai pH yang sama dengan 7 menandakan kondisi lingkungan netral (Hardjojo dan Djokosetiyanto 2005). Kondisi perubahan derajat keasaman (pH) menurut Affan (2011) akan sangat mempengaruhi kondisi terhadap pertumbuhan dan kelangsungan bagi hidup ikan, apabila kondisi pH rendah (asam, pH <5) serta kondisi pH tinggi (basa, pH >11) dapat menimbulkan kepada kematian ikan dan akan membuat ikan akan menjadi tidak bereproduksi. Berdasarkan hasil pengamatan kisaran nilai pH untuk air laut sendiri yaitu 7.5 sampai 8.4 dan akan semakin mengalami penurunan menuju perairan darat karena pengaruh air tawar. Nilai kisaran pH yang didapatkan berkisar 8.0 sampai 8.11. Kisaran parameter pH ini menunjukkan kondisi perairan masih dalam batas normal untuk kelangsungan hidup suatu organisme perairan. Kisaran ini sesuai dengan Kepmen LH No. 51 tahun 2004 tentang baku mutu pH untuk kehidupan organisme laut yaitu sebesar 7.00 sampai 8.50.

Nitrat merupakan salah satu bentuk kandungan kimia pecahan dari unsur utama nitrogen. Nitrat sendiri merupakan bentuk kandungan nitrogen utama pada perairan alami. Kondisi keberadaan nitrat di perairan berkaitan dengan kondisi oksigen yang berada di perairan, apabila kondisi oksigen berada dalam kondisi yang normal maka kondisi perairan cenderung menuju nitrat. Namun tingginya kadar nitrat juga dapat mebahayakan bagi kondisi perairan, seperti yang dijelaskan oleh Mukuan et al. (2013) nitrat dapat menurunkan tingkat kadar oksigen terlarut dalam air, populasi ikan dan membuat kondisi perairan menjadi cepat rusak serta berbau busuk. Nilai konsentrasi nitrat yang didapat di lokasi pengamatan 0.033 mg/l sampai 0.364 mg/l. Menurut Effendi (2004) kadar nitrat di perairan alami hampir tidak pernah melebihi 0.1 mg/l. Kadar nitrat lebih dari 5 mg/l menandakan telah terjadi pencemaran antropogenik dari aktivitas manusia. Kadar nitrat lebih dari 0.2 mg/l berpotensi untuk dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi dan selanjutnya memicu pertumbuhan alga dan tumbuhan air secara pesat.

Ammonia merupakan bentuk akhir dari sistem metabolisme nitrogen yang memiliki sifat beracun. Ammonia di dalam perairan memiliki dua bentuk senyawa yaitu amoniak dan amonium. Senyawa amoniak menjadi berbahaya apabila kadar konsentrasinya menjadi tinggi dan dapat cepat menjadi berbahaya terhadap hewan perairan. Ammonia bisa berasal dari limbah budidaya ikan, seperti sisa pakan dan feses dari ikan yang dilepaskan kedalam perairan. Apabila tingginya tingkat ammonia melebihi 0,2 mg/l, Effendi (2003) menjelaskan bahwa ikan tidak dapat mentolerir kejadian ini (bersifat toksik) dan dapat mengganggu terhadap proses pengikatan oksigen oleh darah dan secara bertahap dapat menyebabkan sesak nafas atau kematian. Kadar tingkatan amonia berkisar dari 0.028 mg/l hingga 0.067 mg/l. Berdasarkan kepada baku mutu air laut (Kep.Men No.51/2004) yaitu 0.3 mg/l dapat dikatakan perairan masih aman bagi kehidupan organisme. Warren (1982) menjelaskan dengan banyaknya masukan nutrien pada badan air akan mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat oksigen terlarut pada area yang luas, tingginya kandungan BOD serta konsentrasi nilai amonia pada kolom perairan.

Fosfat merupakan unsur fosfor yang berada di perairan laut dan juga merupakan salah satu senyawa nutrien yang penting terutama dalam pertumbuhan fitoplankton. Penyebab peningkatan kadar fosfat dalam laut dapat disebabkan karena masuknya limbah domestik, industry, pertanian ke perairan dan menyebabkan terjadinya peningkatan populasi fitoplankton secara cepat atau yang biasa dikenal dengan blooming fitoplankton sehingga akan mengakibatkan kematian ikan secara massal. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, kadar fosfat pada perairan yaitu 0.002 mg/l. apabila kadar konsentrasi melebihi batas limit akan mempengaruhi terhadap pertumbuhan ikan. Sedangkan kadar fosfat apabilba dibandingkan dengan baku mutu air laut kementerian lingkungan hidup (2004) kadar fosfat masih dalam kategori aman, karena batas kadar fosfat dalam perairan yaitu 0.015 mg/l.

Oksigen terlarut (DO) merupakan faktor pembatas untuk kehidupan organisme. Perubahan kadar konsentrasi oksigen terlarut dapat menimbulkan efek terhadap organisme yang dapat menyebabkan kematian organisme perairan. Namun dapat juga menyebabkan meningkatnya kadar toksisitas pencemaran yang dapat membahayakan organisme. Pada kondisi perairan terbuka, kondisi dari oksigen terlarut memiliki kondisi yang alami, sehingga menurut Brotowidjoyo et al. (1995) jarang dijumpai pada kondisi perairan terbuka miskin akan oksigen. Sugiharto

(1987) dalam Mukuan et al. (2013) juga menjelaskan oksigen terlarut (DO) dapat digunakan sebagai indikator tingkat polusi perairan, serta menunjukkan bahwa tingginya kadar oksigen terlarut maka kadar tingkat polusi relative rendah. Faktor-faktor polusi perairan yang menyebabkan menurunnya kadar oksigen menurut Hutagalung (1997) Antara lain kenaikan suhu air, respirasi (terjadi malam hari), adanya lapisan minyak pada permukaan air laut, serta masuknya limbah organik yang mudah terurai ke lingkungan laut. Kadar oksigen terlarut pada lokasi pengamatan berkisar 6.23 mg/l sampai 6.73 mg/l. Berdasarkan baku mutu air laut yang memiliki batas terendah dari oksigen terlarut yaitu 5 mg/l, lokasi perairan Pulau Semak Daun masih dalam kategori yang cukup baik.

Kondisi tutupan karang

Salah satu tujuan dari kegiatan Sea Farming sendiri yaitu untuk meningkatkan kondisi ekologi dari perairan dan salah satu tujuannya dilihat dari kondisi tutupan karang. Kondisi tutupan karang dimaksudkan agar kelimpahan ikan di sekitar perairan meningkat. Lokasi pengamatan terdapat empat titik lokasi, dan dianggap empat titik ini mewakili kondisi tutupan terumbu karang yang ada di perairan Pulau Semak Daun.

Kondisi persentase tutupan karang hidup pada stasiun I, II, dan IV berdasarkan hasil pengamatan dan berdasarkan penghitungan persentase tutupan karang (Gomez dan Yap, 1988) termasuk dalam kategori sedang, dan untuk kondisi persentase tutupan karang yang berada di stasiun III termasuk dalam kategori sangat baik. Persentase tutupan karang di tiap lokasi pengamatan disajikan pada tabel 6 dibawah ini.

Gambar 6. Persentase Tutupan Karang Hidup

Apabila kondisi tutupan karang hidup dirata-ratakan dari seluruh lokasi stasiun pengamatan, maka kondisi tutupan karang hidup yang berada di perairan Pulau Semak Daun yaitu berkisar 44,95% dan masuk dalam kategori sedang. Kondisi tutupan karang jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya yang dilakukan oleh beberapa penelitian, didapatkan rata-rata tutupan karang cukup mengalami peningkatan (Tabel 7).

41,63 29,67 77,67 30,83 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

stasiun 1 stasiun 2 stasiun 3 stasiun 4

Pers e n ta se T u tu p an Ka ra n g (% )

Tabel 6. Perbandingan Kondisi Tutupan Karang di Pulau Semak Daun Beberapa Tahun Terakhir.

Sumber Informasi Tahun Tutupan Karang (%)

Yayasan Terangi 2003-2007 31,73 – 34,02

Purwita 2010 43,69

Hasil Penelitian 2013 44,95

Sumber: Yayasan Terangi, Purwita, dan Data Primer

Tinggi rendahnya atau tumbuhnya terumbu karang yang baik, menurut Nybakken (1992) akan lebih bagus tumbuh pada lokasi perairan yang memiliki gelombang besar, karena gelombang akan memberikan sumber air yang baru serta dapat menghalangi pengendapan-pengendapan yang terjadi pada koloni karang. Nontji (2007) juga menjelaskan dalam membentuk koloni yang baru diperlukan substrat yang keras serta bersih dari endapan lumpur sebagai tempat menempelnya planula (larva karang).

Kerusakan yang terjadi di ekosistem terumbu karang dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu kerusakan secara alami dan kerusakan yang disebabkan oleh kegiatan manusia. Penyebab utama kerusakan yang terjadi di perairan Pulau Semak Daun yaitu disebabkan oleh kegiatan manusia sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan ekonominya. Perilaku masyarakat yang menyebabkan kerusakan antara lain pelemparan jangkar kapal oleh nelayan yang mengenai terumbu karang sehingga menjadi rusak dan patah. Adapula kegiatan penangkapan ikan yang menggunakan bahan peledak dan menggunakan bahan beracun sehingga membuat karang rusak dan mati.

Kelimpahan ikan karang

Kelimpahan ikan karang sangat berkaitan erat terhadap kondisi keberadaan terumbu karang. Najamuddin (2012) menjelaskan pola keterkaitan antara keberadaan terumbu karang yang baik terhadap keragaman dan kelimpahan ikan karang seperti spawning, nursery, feeding, shelter. Najamuddin (2012) dalam penelitiannya juga menjelaskan bahwa sejumlah spesies ikan karang akan memilih habitat terumbu karang yang baik, yang mampu mendukung sebagai tempat untuk kelangsungan hidupnya. Selain itu, menurut Hutomo (1995) in Purnomo (2013) faktor yang mempengaruhi keberadaan ikan karang di daerah terumbu yaitu: daerah yang terlindung dari angin (leeward) atau daerah yang tidak terlindung oleh angin (windward), topografi dasar perairan, dan penutupan karang hidup atau mati.

Kelimpahan ikan karang berdasarkan hasil pengamatan dari empat stasiun (Stasiun I, II, III dan IV) di perairan Pulau Semak Daun, mendapatkan hasil yaitu 88 jenis (spesies) ikan karang yang terdiri dari 21 famili ikan karang. Kelimpahan ikan yang ditampilkan pada gambar 6 memiliki tingkat jumlah yang cukup bervariasi. Pada stasiun 2 merupakan daerah yang memiliki kelimpahan ikan paling tinggi yaitu 779 ind/500m2, sedangkan stasiun 1 merupakan daerah yang memiliki kelimpahan ikan paling rendah yaitu 285 ind/500/m2.

Manuputty dan Djuariah (2009), menentukan kriteria kelimpahan ikan di terumbu karang khususnya daerah konservasi adalah berdasarkan kelompok ikan target, karena kelompok ikan ini bernilai ekonomis dan merupakan target tangkapan nelayan. Ukuran dan kelimpahan ikan karang seperti Serranidae dan Lutjanidae dapat meningkat dalam waktu yang relatif singkat (McClanahan et al. 2005). Kelompok ikan target diantaranya adalah Serranidae, Lutjanidae, Lethrinidae, Haemulidae dan Scaridae (Manuputty dan Djuwariah 2009). Kelimpahan ikan target di perairan Pulau Semak Daun memiliki jumlah nilai rata-rata yaitu 55 ekor dan masuk dalam kategori “banyak”.

Estimasi Pendugaan Limbah dan Pendugaan Daya Dukung Perairan Pulau Semak Daun

Estimasi pendugaan limbah kegiatan budidaya (internal loading)

Tahap awal dalam menentukan rencana pengelolaan limbah, yaitu dengan menghitung jumlah potensi pakan yang tidak dimakan dan seberapa banyak jumlah dari feses yang dihasilkan oleh organisme yang dibudidayakan. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kecernaan makan dalam penjelasan Mugg et al (2003) dalam Mansur (2013) adalah komposisi serta bahan alami yang digunakan dalam makanan.

Gambar 7. Jumlah Individu Kelompok Ikan

16 54 12 18 12 96 19 50 215 671 373 440 285 779 410 502 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4

KE LIMPA H A N ( In d /500m 2) KELOMPOK IKAN

Estimasi pendugaan yang digunakan dalam studi ini menggunakan acuan oleh peneliti sebelumnya yaitu Noor (2009) dan merupakan estimasi pengembangan formula dari kondisi beban pakan yang masuk ke perairan. Noor (2009) dalam penelitiannya menemukan parameter-parameter penentu beban limbah dari kegiatan budidaya ikan kerapu menggunakan keramba jaring apung. Penentuan parameter disajikan dalam bentuk tabel (Tabel 8).

Tabel 7. Nilai Parameter Penentuan Beban Limbah Budidaya Ikan Kerapu dalam Keramba Jaring Apung (KJA)

Parameter yang dianalisa Nilai

Rasio Konversi Pakan (FCR) 5.9

Kandungan P dalam Pakan (%) 2.6

Kandungan N daam Pakan (%) 12.6

Bobot awal ikan (gr/ekor) 360

Bobot akhir ikan (gr/ekor) 528

Jumlah Pakan yang dibutuhkan (kg) 1406.3

Jumlah Pakan Terbuang (18%) 253.1

Kebutuhan N dalam Memproduksi Ikan (kg/ton ikan) 145.4 Kebutuhan P dalam Memproduksi Ikan (kg/ton ikan) 29.9

Tingkat Kecernaan N dalam Pakan (%) 81.0

Tingkat Kecernaan P dalam Pakan (%) 57.5

Retensi N (%) 26.1

Retensi P (%) 23.8

Jumlah feses yang dihasilkan 1 ton ikan (39.4%) (kg) 454.4 Sumber: Noor (2009)

Noor (2009) dalam penelitiannya menjelaskan, pada satu unit keramba berisikan enam petakan. Penebaran ikan serentak dilakukan pada satu unit keramba dengan semua petakan terisi dengan benih. Estimasi pendugaan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu keramba dengan ukuran 3 m x 3m x 2.5 m dengan padat penebaran yaitu 20 ekor/m3. Satu unit keramba diperkirakan berisi 2 700 ekor ikan kerapu. Diasumsikan saat selama pemeliharaan, diharapkan tingkat kelangsungan hidup ikan yaitu sekitar 80%, sehingga pada saat pemanenan diperkirakan akan mendapatkan 2 160 ekor ikan kerapu. Total produksi yang didapatkan jika rata-rata tiap ekor ikan diperkirakan memiliki bobot 500 gr/ikan, maka total produksi yang didapatkan dari masa pemeliharaan selama enam bulan yaitu sebesar 1 080 kg ikan kerapu.

Pada penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Noor (2009), untuk memproduksi ikan sebesar 238 kg membutuhkan jumah pakan 1 405 kg rucah, diketahui rasio konversi pakan untuk 1 kg yaitu 5.9. Penghitungan pendugaan yang dilakukan yaitu diasumsikan produksi total ikan 300 kg, dengan menggunakan nilai rasio konversi pakan (Sih-Yang Sim et al. 2005 dalam Akbar et al. 2012) untuk 1 kg ikan yaitu 6.0. (Tabel 9)

Tabel 8. Nilai Hasil Dugaan Total N dari Hasil Pemberian Pakan Kegiatan Keramba Jaring Apung

Parameter Nilai Total (Kg)/6

Bulan/Unit

Rasio Konversi Pakan (FCR) 6.0a -

Pakan Yang Diberikan - 6 480

Kandungan N Dalam Pakan (%) 12.6b 816.48

Pakan Habis Dimakan (%) 82b 5 313.6

Kandungan N Dalam Pakan Yang Habis (%) 12.6b 669.5

Pakan Terbuang (%) 18b 1 166.4

Kandungan N Pakan Terbuang (%) 12.6b 1 46.97

Tingkat Kecernaan N Dalam Pakan (%) 81b 542.31

Jumlah Feses Yang Keluar (%) 39.4b 2 093.55

Nilai N Dalam Feses - 127.21

Nilai Retensi dari N (%) 26.1b 141.54

Nilai Ekskresi dari N - 400.77

Total Loading N (N pakan sisa + N feses + N Eksresi) - 674.95 Sumber: a) Akbar et al. 2012, b) Noor 2009

Hasil penghitungan terhadap pendugaan total N dari kegiatan keramba jaring apung yang telah dilakukan jika diasumsikan produksi total ikan yaitu 1 080 kg, dengan nilai rasio konversi pakan (FCR) 6.0 maka membutuhkan pakan rucah sebanyak 6 480 Kg/6 bulan/unit. Berdasarkan hasil analisis proximat, kandungan N yang terdapat pada ikan rucah sebesar 816.48 Kg/6 bulan/unit. Dari total pakan yang diberikan, pakan yang habis dimakan sebanyak 5 313.6 Kg/6 bulan/unit dengan kandungan N sebanyak 669.5 Kg/6 bulan/unit. Pakan yang tidak habis dimakan atau pakan yang terbuang sebanyak 1 166.4 Kg/6 bulan/unit dengan kandungan N sebanyak 146.97 Kg/6 bulan/unit..

Besaran jumlah feses yang telah dikeluarkan sebanyak 2 093.55 Kg/6 bulan/unit. Besaran jumlah feses yang dihasilkan berdasarkan penelitian dari Noor (2009) yaitu 39.4% dari total pakan yang habis dimakan, maka didapatkan kadar N dalam feses sebanyak 127.21 Kg/6 bulan/unit. Kadar N dalam feses didapat dari N yang berada pada pakan yang habis dimakan, dikurangi dengan kadar N dari tingkat kecernaan pakan yang habis dimakan. Selain keluar berubah menjadi feses, N juga akan terbuang sebagai ekskresi. Adapun nilai ekskresi didapat dari tingkat kecernaan N terhadap pakan dikurangi dengan Nilai N yang tersimpan dalam daging ikan (retensi). Nilai ekskresi N yang dikeluarkan ikan sebanyak 400.77 Kg/6 bulan/unit. Sehingga jumlah loading N ke perairan yang berasal dari kegiatan sistem budidaya keramba jaring apung yaitu sebesar 674.95 Kg/6 bulan/unit atau jika dirata-ratakan buangan limbah dari kegiatan budidaya per harian selama enam bulan maka didapatkan loading N sebesar 3.75 kg N/hari.

Jika berdasarkan dari pakan yang telah diberikan (pakan rucah) sebanyak 6 480 Kg, didapatkan sisa dari limbah pakan yang berasal dari jumlah feses dan pakan yang terbuang yaitu sebesar 3 259.95 Kg atau mencapai 50.3% dari total pakan yang diberikan. McDonald et al. (1996) dalam penelitiannya melakukan percobaan dengan menggunakan pakan komersil menghasilkan sebanyak 30% dari pakan yang diberikan yang menjadi limbah bahan organik. Dari nilai persentase yang didapat menunjukkan adanya perbedaan besaran limbah dari penggunaan jenis pakan antara pakan rucah dengan pakan komersil (pelet). Dilihat dari perbedaan besaran limbah yang masuk ke perairan, kadar N dapat dikurangi dengan

menggunakan pakan buatan. Goddard (1996) menjelaskan kualitas pakan sangat mempengaruhi pertumbuhan ikan secara menyeluruh (pertumbuhan harian dan konversi makanan), kesehatan ikan, buangan limbah fekal serta limbah pakan, dan jumlah total phosphor yang yang dikeluarkan ke perairan.

Perbandingan antara pakan ikan segar/rucah dengan pakan ikan komersil yang dilakukan oleh Sutarmat et al. (2003) menyatakan dari hasil uji proximat, didapatkan kadar protein pada pakan ikan segar memiliki protein yang lebih besar dibandingkan pakan komersil. Pakan ikan segar kadar proteinnya sebesar 58,64%, sedangkan pakan komersil kadar proteinnya sebesar 44.7%. Namun jika dibandingkan dari keseimbangan unsur-unsur nutrisi pakan (protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral), pakan komersil lebih memiliki nilai nutrisi keseimbangan yang lebih baik.

Sutarmat et al. (2003) juga menilai performance antara pakan ikan segar/rucah dengan pakan komersil. Proses pertumbuhan tidak akan terlihat adanya perbedaan, namun terhadap kondisi lingkungan dari limbah pakan yang terbuang ke perairan terlihat ada perbedaan. Perbedaannya terlihat dari efisiensi pakan. Pakan komersil mempunyai efisiensi pakan sebesar 65.29%, sedangkan untuk pakan ikan segar/rucah efisiensi pakan sebesar 17.96%. Sehingga dapat diduga bahwa pakan

Dokumen terkait