• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sampel Teh Gaharu

Daun teh gaharu yang diinokulasi pada umur 5 tahun diperoleh dari kebun gaharu di Langkat, Sumatera Utara. Setelah sampel diambil, kemudian diolah menjadi serbuk (simplisia) dan serbuk ini dijadikan sebagai bahan baku teh yang akan diujikan pada uji teratogenik. Daun gaharu yang telah bersih kemudian dikeringkan. Pengeringan dilakukan dengan cara dikering anginkan di ruangan tertutup. Setelah kering, sampel dihaluskan menggunakan blender hingga menjadi serbuk. Setelah diblender serbuk dimasukkan ke dalam plastik polietilen yang kedap udara serta agar simplisia tidak rusak (Nasution, dkk., 2015) serbuk yang diperoleh sebesar 600 g dengan berat awal 1400 g. Serbuk daun gaharu dapat dilihat pada Gambar 1 dengan Randemen (%) =

Gambar 1. Daun gaharu setelah dihaluskan (Serbuk simplisia)

Penentuan Siklus Estrus

Dalam penentuan siklus estrus ada beberapa fase yang akan dilewati oleh

tikus betina agar mau menerima jantan dalam perkawinan yaitu terjadi pada empat fase yaitu dimulai dari fase pro-estrus, fase estrus, kemudian met-estrus, dan di-estrus. Fase estrus merupakan periode birahi atau masa berkawin (kopulasi) hanya berlangsung 9 sampai 15 jam (Karlina, 2003).

Pengamatan dilakukan dengan menggunakan pipet tetes untuk mengambil apusan vagina dan menambahkan larutan NaCl 0,9% kemudian diletakkan di atas kaca objek secara memanjang hingga kering. Setelah apusan vagina kering kemudian ditetesi metilen blue 0,1% secukupnya hingga merata dan dibiarkan sampai kering dan diamati di bawah mikroskop digital dengan menggunakan perbesaran 10 x 10. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Gambar 2.

a. Fase di-estrus b. Fase pro-estrus

c. Fase estrus d. Fase met-estrus Gambar 2. Siklus birahi tikus betina

119

Pada gambar 2 (a) fase di-estrus dapat dilihat banyak ditemukan sel leukosit dan sel epitel berinti, sedangkan pada gambar 2 (b) fase pro-estrus ditemukan banyak sel epitel berinti dan sedikit leukosit, selanjutnya pada gambar 2 (c) fase estrus adalah fase yang terpenting mirip dengan fase pro-estrus lebih merah dan kurang basah dan pada gambar 2 (d) fase met-estrus ditemukan leukosit diantara sel epitel bertanduk.

Penentuan Masa Kehamilan

Pada hasil penelitian kehamilan tikus dapat dilihat dengan mikroskop melalui kaca objek dan perbesaran 10 x 10. Dari hasil penelitian pada gambar 3 di bawah ini menunjukkan tikus betina memiliki sel tanduk dengan warna kebiruan dan pada tikus jantan memiliki sperma seperti benang. Sebelum diperiksa apusan vagina, tikus dikawinkan terlebih dahulu dalam satu kandang sumbat vagina pada tikus betina yang telah kawin ini berupa sperma yang menjendal berwarna kekuningan berasal dari sekresi kelenjar khusus tikus jantan dan sebagai penetapan awal (Pambudi, 2017). Tikus yang telah hamil dipisahkan dari jantan dan dikawinkan kembali. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Apusan vagina

220

Pengamatan Berat Badan Tikus

Pengamatan yang dilakukan adalah melakukan penimbangan terhadap berat badan tikus betina dewasa yang dimulai pada masa kehamilan hari ke-6 sampai hari ke-15 selama pemberian teh gaharu serta pada hari ke-19 yang diamati adalah kenaikan dan penurunan berat badan pada tikus. Pada saat pemberian sediaan uji juga diperhatikan adanya tikus yang sakit karena perlakuan atau peyakit maka tidak diikutsertakan lagi (Lu,1994). Selama pengamatan dilakukan tidak ada ditemukan tikus yang mengalami keguguran atau abortus serta perubahan tingkah laku selama pemberian sediaan uji, apabila terjadi penurunan berat induk tikus dan ditemukan perdarahan pada vagina, maka dapat diketahui induk tikus mengalami keguguran. Tetapi pada penelitian ini tidak ditemukan adanya penurunan berat badan yang signifikan terhadap kelompok kontrol, semua induk tikus mengalami peningkatan berat badan yang normal. Secara umum Tabel 1 dan Gambar 4 memperlihatkan pertumbuhan yang baik, namun juga pada uji secara statistika berdasarkan nilai probabilitas kelompok normal dengan kelompok perlakuan menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna secara statistika (p>0,05) dapat dilihat pada Lampiran 12. Kenaikan rata-rata berat badan induk yang paling tinggi terjadi pada dosis 360 mg/kg bb dengan nilai 216,1 ± 3,0.

Kenaikan berat badan tersebut disebabkan karena berkembangnya fetus tikus dan bertambahnya volume cairan amnion, plasenta serta selaput amnion pada fetus (Almahdy dan Yandri, 2010). Sedangkan penurunan berat badan induk tikus terjadi pada kelompok dosis 360 mg/kg bb dengan nilai 183,4 ± 11,3 pada hari ke-10, 183,2 ± 9,7 pada hari ke-11 dan 182,8 ± 9,7 pada hari ke-12, faktor sementara penurunan berat badan diduga karena kurangnya tikus mengkonsumsi makanan

221

akibat pahit dari pemberian sediaan uji teh gaharu. Hasil penimbangan berat rata-rata induk tikus selama masa kehamilan dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 4.

Tabel 1. Data rata-rata berat badan induk tikus hari ke-6 sampai hari ke-19

Hari kehamilan

Rata-rata berat badan induk tikus (g) ± SD

Kontrol Dosis 90

Gambar 4. Rata-rata berat badan induk tikus Pengamatan Fetus

Pengamatan sediaan uji terhadap fetus dilakukan dengan cara pembedahan induk tikus pada hari ke-19 kehamilan sebelum tikus melahirkan secara alami. Hal ini dilakukan karena tikus yang melahirkan secara alami cenderung memangsa

22

anaknya apabila ada yang cacat dan saat kelaparan. Selanjutnya pembedahan dilakukan dengan tujuan untuk mengamati ada atau tidaknya kelainan dan resorpsi yaitu gumpalan merah pada uterus (Almahdy dan Yandri, 2010).

Tikus yang sudah mati diletakkan terlentang di nampan, permukaan perutnya dibasahi dengan kapas basah dan segera dilakukan pembedahan. Kulit perut bagian luar tepat di atas perineum ditarik sedikit dengan pinset dan ditakik dengan gunting ujung runcing. Takikan kulit dipotong searah dengan garis tengah sampai kesternum dengan gunting ujung tumpul, kemudian sisi kanan dan kiri digunting pada masing-masing ujung potongan, dipisahkan dari jaringan dibawahnya dengan gunting (BPOM, 2014). Pada hasil pengamatan ini fetus tidak ada yang mengalami kematian pada saat pengeluaran embrio dari selaput ovari dan juga mengalami resorpsi, namun ada pengurangan jumlah fetus pada pemberian teh gaharu pada Dosis 180 mg/bb kg berjumlah 31, Dosis 270 mg/bb kg berjumlah 27 dan Dosis 360 mg/bb kg berjumlah 32 dibandingkan dengan kelompok kontrol yang berjumlah 34 fetus, tetapi secara umum jumlah janin tidak memberikan pengaruh yang bermakna secara statistik dapat dilihat pada Lampiran 9. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil pengamatan fetus

Hasil pengamatan Jumlah induk Jumlah fetus

hidup

Pengamatan Berat Badan Fetus

Pengamatan berat badan fetus dilakukan menggunakan NaCl 0,9% agar darah yang masih melekat pada fetus bersih, lalu dikeringkan di atas tisu dan fetus dipindahkan ke atas cawan petri satu persatu untuk penimbangan berat badan.

Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 3. Dari hasil uji statistika menunjukkan tidak adanya perbedaan berat badan secara bermakna (p>0,05) dapat dilihat pada Lampiran 13, karena hampir rata-rata setiap perlakuan kelompok uji berat badan fetus sama. Hal ini menunjukkan bahwa masing-masing dosis tidak memiliki aktivitas yang sama, juga adanya peningkatan berat badan dipengaruhi dari berat badan induk dan pola makan. Dari data yang didapat semakin sedikit jumlah janin maka pembagian makanan untuk janin akan semakin besar, namun untuk rata-rata berat badan terbesar terjadi pada kelompok kontrol dengan nilai 3,34 ± 1,22 dan yang terkecil terdapat pada dosis 270 mg/kg bb dengan nilai 2,91 ± 0,84.

Tabel 3. Hasil pengamatan berat badan fetus

Kelompok perlakuan Rata-rata berat badan fetus (g) didapatkan tidak memiliki perbedaan yang bermakna (p>0,05), hal ini mengacu pada kelompok uji kontrol dapat dilihat pada Tabel 4. Pada masing-masing

24

kelompok uji memiliki perbedaan panjang fetus diduga faktor pada masa kehamilan induk tikus pada saat penimbangan memiliki berat badan yang berbeda sehingga embrio memiliki panjang yang berbeda akibat dari setiap induk tikus yang mendapatkan perlakuan yang berbeda-beda. Hal ini menunjukkan rata-rata berat badan terbesar terdapat pada perlakuan kelompok dosis 90 mg/kg bb dengan nilai 3,47 ± 0,37 dan yang terkecil terdapat pada kontrol dengan nilai 3,34 ± 0,51.

Tabel 4. Pengamatan panjang fetus yang dicampur di dalamnya untuk mengawetkan dan membuat fetus mengeras setelah 3 hari direndam, kemudian lebih mudah diamati serta digunakan sebagai pengamatan bagian luar dan dalam. Perendaman dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Fetus direndam dalam larutan bouin

25

Setelah 3 hari dalam perendaman larutan bouin kemudian fetus diangkat satu persatu dari sebuah pot plastik dan dicuci hingga bersih dengan air mengalir, setelah itu dilakukan pengamatan langsung secara kasat mata tanpa bantuan alat laboratorium berupa cacat bagian luar dan bagian dalam fetus. Bagian luar dapat mencakup ekor keriting, kaki lurus, malrotasi pada anggota badan dan cakar.

Setelah selesai mengamati bagian luar selanjutnya dilakukan pengamatan organ bagian dalam fetus secara kasat mata, sebelum melakukan pengamatan fetus dibelah memakai pisau mikrotom. Pembelahan dilakukan secara vertikal dari bagian dada hingga bagian ujung perut secara hati-hati untuk bagian perut dilakukan pembelahan tanpa mengenai organ dalam agar tidak ikut terpotong dan tidak merusak organ, selanjutnya pembelahan pada bagian kepala secara horizontal dengan bentuk irisan tipis-tipis. Pengamatan yang dilakukan pada irisan kepala untuk melihat adanya hidrosefalus pada bagian kepala fetus adalah ventrikel lateralis yang melebar dan cortex menipis, hidung, mata, langit-langit rahang bawah dan atas. Pengamatan pada organ bagian dalam meliputi jantung, hati, dan ginjal. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Gambar 6, 7, 8, 9 dan 10.

26

27

28

Secara umum kelainan dari masing-masing kelompok uji tidak terjadi pada semua fetus dalam satu kelompok, bahkan semua kelompok dalam satu induk yang sama. Hal ini disebabkan adanya kerentanan genetik antar individu walaupun berasal dari induk yang sama (Harbinson, 2001). Pengamatan pada keseluruhan organ mulai dari hidrosefalus merupakan keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebro spinalis ditandai dengan adanya pembengkakan di dalam otak namun tidak ada ditemukan pada setiap kelompok uji, kemudian pengamatan bagian langit-langit yang berada di bawah antara hidung dan rahang tidak terdapat kelainan dibandingkan kelompok kontrol, pengamatan ini dilakukan dengan menyayat secara hati-hati bagian mulut sampai terpisah dua bagian kemudian bagian hidung sampai ke mata seperti irisan dan

29

selanjutnya pembelahan secara vertikal pada bagian dada untuk melihat bagian dalam berupa jantung, ginjal dan hati.

Kerangka Fetus

Pengamatan janin untuk kelainan tulang rangka yang telah diwarnai dengan larutan pewarna alizarin dilaksanakan dengan membandingkannya terhadap kelompok kontrol yang berasal dari induk normal tanpa perlakuan. Fiksasi fetus dalam larutan etanol 96%, lalu fetus direndam dalam larutan kalium hidroksida (KOH) 2% hingga jaringan lunak (otot) terlihat transparan dan tulang berwarna krem. Fetus kemudian direndam kembali dalam larutan KOH 2% yang telah ditambahkan Alizarin Red S 0,5% dan larutan KOH 2% masing-masing selama 24 jam. Fetus selanjutnya direndam dalam campuran larutan gliserin dan KOH 2%

pada perbandingan 3:1, 1:1, dan 1:3 masing-masing selama 24 jam,tahap terakhir fetus direndam pada larutan gliserin murni (Almahdy dan Yandri, 2010)

Penilaian kerangka dilakukan dengan menggunakan kaca pembesar (lup) yang diarahkan langsung kebagian tubuh fetus untuk kemudian dinilai yaitu, jumlah tulang mulai dari tulang jari depan, jari belakang, ekor, dan dada. Pada penelitian ini masing-masing jumlah tulang terlihat bahwa pada fetus normal terdapat tiga belas tulang jari depan, empat belas tulang jari belakang, enam tulang dada, dua belas tulang ekor. Hasil pengamatan dapat dilihat Gambar 11.

30

Tulang jari belakang Tulang ekor

Tulang jari depan Tulang dada Gambar 11. Pengamatan kerangka fetus

Hasil pengamatan pada setiap hewan perlakuan tidak ada kelainan morfologi dan jumlah tulang setelah dibandingkan dengan kelompok normal dan kelompok kontrol yang paling kecil yaitu Dosis 90 mg/kg bb, Dosis 180 mg/kg bb, Dosis 270 mg/kg bb sampai dengan dosis yang paling tinggi yaitu Dosis 360 mg/kg bb, namun ada di bagian tulang dada pada Dosis 270 mg/kg dan tulang jari depan pada Dosis 360 mg/kg bb tidak terlihat pewarnaannya, hal ini berarti tulang-tulang penyusun masih bersifat tulang rawan dan salah satu faktor penentu

31

dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tulang adalah hormon. Hormon-hormon yang mempengaruhi pembentukan rangka diantaranya adalah GH, tiroksin, estrogen, dan androgen. Hormon pertumbuhan (GH) dihasilkan dari kelenjar hipofisis yang berfungsi untuk meningkatkan proses mitosis dari kondrosit dan osteoblas serta meningkatkan sintesis protein pembentuk kolagen, matriks kartilago, serta enzim untuk pembentukan kartilago dan tulang. Diduga faktor sementara berkaitan dengan hasil uji sidik ragam satu arah diketahui bahwa rataan bobot badan dan panjang fetus antar kelompok perlakuan mengalami peningkatan berat badan yang stabil. Pertumbuhan skeletal merupakan salah satu parameter yang sering diamati untuk melihat ada tidaknya efek teratogenik. Menurut Inouye (1976), pengamatan perkembangan skeletal meliputi:

jumlah dan tingkat osifikasi misalnya: rusuk bergelombang, ada atau tidaknya rusuk atau jari-jari tambahan, sehingga berdampak pada jumlah dan susunan tulang yang normal. Pewarnaan kerangka janin untuk tulang dan tulang rawan adalah metode yang sangat berguna untuk membuktikan kelainan skeletal pada hewan laboratorium. Namun metode ini jarang digunakan dalam tes toksisitas perkembangan rutin salah satu alasannya adalah kesulitan membandingkan potongan skeletal tunggal (Giavini, 2001)

32

Dokumen terkait