• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sifat Fisik dan Kimia Tanah Serta Curah Hujan Lokasi Penelitian

Secara umum hasil analisis sifat fisik dan kimia tanah yang disajikan pada Tabel 1 menunjukkan bahwa tanah pada lokasi penelitian (Desa Sei Nagalawan, Pantai Cemara Kembar, Kabupaten Serdang Bedagai) termasuk tanah yang tidak subur. Keberadaan mikoriza di dalam tanah dapat mempengaruhi sifat fisik dan kimia tanah.

Tabel 1. Sifat fisik dan kimia tanah di Pantai Cemara Kembar, Dusun III Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai.

Hasil sifat fisikokimia tanah pada Tabel 1 sangat penting dalam kaitannya dengan keberadaan mikoriza. Berdasarkan kriteria penilaian sifat kimia tanah dari Hardjowigeno (1995) yang disajikan pada lampiran 1, pada kedalaman 0-20 cm terdapat C-organik dan Nitrogen pada lokasi penelitian termasuk sangat rendah yaitu 0,30% dan 0,04%. Kandungan P tersedia pada lokasi penelitian termasuk kategori tinggi yaitu 26,72 ppm. Ketersediaan P tersedia tanah mempunyai hubungan yang kuat dengan keberadaan mikoriza, dimana keberadaan P yang

tinggi akan menekan/mengurangi keberadaan mikoriza. Hal ini sesuai dengan

20

Alguacil et al., (2010) unsur hara terutama P tersedia (Fosfor) merupakan faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan dan komunitas FMA pada suatu lahan.

Kadar Fosfor tanah yang tinggi di tanah membatasi keanekaragaman fungi ini dan efektivitasnya bagi tanaman dan sebaliknya dengan rendahnya ketersediaan Fosfor tanah.

Pada lokasi penelitian pH tanah yang didapat dikategorikan netral yaitu mencapai 6,2. pH tanah diketahui sangat mempengaruhi kemampuan FMA berasosiasi dengan tanaman, hal ini sesuai dengan pernyataan Prihastuti (2007), mikoriza dapat hidup dengan baik pada pH tanah masam sampai netral dan mampu menghasilkan asam-asam organik yang membebaskan P terfiksasi.

Secara umum Brundrett et al., (1996) menyimpulkan bahwa salinitas merupakan salah satu faktor tanah yang menyebabkan berkurangnya jumlah spora FMA di dalam tanah di samping faktor pH tanah, kekeringan, pencucian atau iklim yang ekstrim, dan kehilangan lapisan tanah bagian atas atau kurangnya tanaman inang.

Tabel 2. Data Curah Hujan pada Tahun 2017

Periode Pengamatan (mm)

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des 2017 113 104 52 73 195 18 56 115 208 117 - - Sumber : Stasiun Meteorologi PTPN IV Kebun Adolina

Berdasarkan Tabel 2 hasil dari data curah hujan yang diamati dalam tiga kali pengamatan yaitu pada bulan Juli, Agustus dan September. Curah hujan tertinggi terdapat pada bulan September yaitu 208 mm dan terendah pada bulan Juli yaitu 56 mm. Faktor iklim juga sangat mempengaruhi keberadaan dari mikoriza. Pusat Penelitian Biologi (2011) menyatakan bahwa faktor iklim

Tahun

mempengaruhi spora mikoriza untuk bersporulasi. Pada musim kering mikoriza aktif untuk bersporulasi membentuk spora baru dan sebaliknya pada musim hujan sporulasi berkurang, pembentukan spora baru berkurang ketika kelembaban tanah tinggi, akan tetapi kemampuan untuk berkolonisasi dengan tanaman inang meningkat. Sebaliknya pada kondisi kering pembentukan spora baru atau sporulasi akan meningkat sehingga persentase kolonisasi menurun.

Fungi Mikoriza Arbuskula dalam kelangsungan hidupnya sangat memerlukan air yang cukup untuk tetap bertahan hidup. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Gaol (2007) yang menyatakan bahwa FMA tetap membutuhkan air sebagai syarat mutlak dalam kegiatan metabolismenya. Namun adanya jumlah air yang berlebih menimbulkan kondisi dengan kelembaban yang tinggi dan kemudian menghambat kegiatan FMA dalam menginfeksi akar inang. Pada kondisi ini spora cenderung untuk dorman atau diam. Spora akan kembali berkembang biak saat suhu tanah mencapai keadaan optimum atau dengan air yang cukup. Sifat ini merupakan salah satu cara mikoriza untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Hubungan Presentase Kolonisasi Akar Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dengan Curah Hujan pada Tegakan C. equisettifollia

Selain faktor sifat kimia tanah, faktor curah hujan juga dapat mempengaruhi keberadaan dan kolonisasi akar FMA. Hubungan hasil pengamatan presentase kolonisasi FMA pada akar tanaman dengan curah hujan disajikan pada Gambar 1.

Berdasarkan hasil yang diperoleh persentase kolonisasi FMA tertinggi diperoleh pada bulan September yaitu sebesar 70,57% dikategorikan tinggi, dan persentase kolonisasi FMA terendah adalah pada bulan Juli sebesar 68,32%

dikategorikan sedang-tinggi. Hasil dari kolonisasi akar pada 3 kali pengamatan

22

mengalami perbedaan yang dimana pada bulan September dan Juli terjadi perbedaan yang disebabkan oleh curah hujan atau musim yang terjadi. Hal ini sesuai dengan Sharma et al., (2013) yang menyatakan bahwa kolonisasi FMA mulai menurun dengan timbulnya musim dingin, yaitu, dari bulan Oktober, dan mencapai terendah selama bulan-bulan terdingin dari Desember-Januari dan mulai meningkat di musim panas. Kolonisasi FMA selama bulan dan tahun yang berbeda menunjukkan kemungkinan adanya peran faktor iklim dan edafis.

Gambar 1. Hubungan antara presentase kolonisasi akar FMA dengan curah hujan pada tegakan C. equisettifollia

Pada penelitian ini dilakukan tiga kali pengamatan yaitu pada bulan Juli, Agustus dan September. Berdasarkan data yang diperoleh pada Gambar 1. Curah hujan tertinggi terdapat pada bulan September yaitu 208 mm dan kolonisasi akar tertinggi juga dapat pada bulan September yaitu 70,57%. Hal ini dikarenakan pada keadaan curah hujan tinggi presentase kolonisasi meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Delvian (2003) berpendapat bahwa pada kondisi curah hujan

68.32 69.53 70.57

yang tinggi dimana kelembaban tanah juga akan meningkat, spora-spora FMA akan mengalami hidrasi dengan baik sehingga spora-spora dewasa akan berkecambah dan membentuk kolonisasi pada perakaran tanaman. Kondisi ini menyebabkan tingginya kolonisasi mikoriza pada perakaran. Sebaliknya, pada kondisi curah hujan yang rendah di mana suhu tanah menjadi lebih tinggi, FMA akan membentuk spora lebih banyak sebagai bentuk respon untuk mempertahankan diri. Diketahui bahwa spora merupakan organ generatif mikoriza

arbuskula untuk perkembangbiakannya. Pada kondisi curah hujan rendah spora-spora mikoriza arbuskula lebih banyak dibandingkan dengan kondisi curah

hujan yang tinggi.

Suhu sangat mempengaruhi kolonisasi pada FMA. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rahmi (2017) suhu yang relatif tinggi akan meningkatkan aktifitas FMA. Suhu optimum untuk perkecambahan spora sangat beragam tergantung jenisnya. Suhu yang tinggi pada siang hari (35°C) tidak menghambat perkembangan dan aktivitas fisiologis mikoriza. Peran mikoriza hanya menurun pada suhu diatas 40°C.

Fungi mikoriza arbuskula (FMA) memiliki beberapa struktur untuk dapat bertahan hidup di dalam akar tanaman dan di dalam tanah. Struktur tersebut diantaranya arbuskula, hifa dan vesikula. Pada penelitian ini struktur yang ditemui

adalah hifa dan vesikula. Setiap struktur tersebut memiliki fungsi yang berbeda-beda. Arbuskula sangat sulit ditemukan dikarenakan arbuskula sangat

rentan terhadap kondisi lingkungan yang ada. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Simamora (2014) yaitu umur hidup arbuskula yang singkat dan bersifat meluruh pada kondisi kering menyebabkan saat pengambilan sampel akar dan

24

pengamatan di bawah mikroskop struktur ini tidak ditemukan. Struktur FMA yang ditemui dapat disajikan pada Gambar 2 dan 3.

Gambar 4. Spora pada akar anakan C. equisetifollia

Hubungan Kepadatan Spora Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dengan Curah Hujan pada Tegakan C. equisettifollia

Kepadatan spora merupakan jumlah spora yang dijumpai pada saat pengamatan. Jumlah spora yang didapat diperoleh dari contoh tanah yang diambil dari lapangan sebanyak 1000 gram tiap titiknya dengan menggunakan pengambilan secara acak. Berdasarkan hasil pengamatan nilai kepadatan spora (jumlah spora dalam 50 g tanah) yang diperoleh pada Gambar 5 yang tertinggi terdapat pada bulan Juli yaitu sebesar 91 spora dan terendah pada bulan Agustus

Hifa

Vesikula

Gambar 2. Hifa Gambar 3. Vesikula

Spora

yaitu sebesar 77 spora. Curah hujan tertinggi terdapat pada bulan September yaitu 208 mm. Hal ini menunjukkan bahwa pada keadaan curah hujan yang tinggi kepadatan spora yang dihasilkan akan menurun, hal ini dikarenakan faktor curah hujan atau waktu pengamatan sangat mempengaruhi jumlah spora yang berkembang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Delvian (2006) yang menyatakan bahwa puncak produksi spora terjadi pada musim semi-musim panas atau musim panas-musim gugur tampaknya berhubungan dengan iklim dan tanaman tetapi penurunan jumlah spora yang nyata terjadi selama musim dingin. Selanjutnya inokulum yang mampu bertahan selama musim dingin akan segera mengkolonisasi akar tanaman pada musim semi. Jumlah spora meningkat selama musim pertumbuhan dan kemudian menurun dengan berlalunya musim semi.

Gambar 5. Hubungan kepadatan spora FMA dengan curah hujan pada tegakan C. equisettifollia

Pusat Penelitian Biologi (2011) menyatakan bahwa perbedaan kepadatan spora dipengaruhi oleh perbedaan lingkungan (jenis tanah, hara tanaman, ketinggian tempat, cahaya dan musim pada saat pengambilan contoh tanah. Hal

26

ini menunjukkan bahwa pH tanah, kandungan hara tanah dan musim sangat berpengaruh terhadap proses kolonisasi dan pembentukan spora.

Kadar air tanah sangat berpengaruh terhadap pembentukan spora dan jumla spora FMA. Hal ini sesuai dengan Rahmi (2017) bahwa kadar air tanah untuk tanaman yang tumbuh di daerah kering, adanya mikoriza menguntungkan karena dapat meningkatkan kemampuan tanaman untuk tumbuh dan bertahan pada kondisi yang kurang air. Adanya mikoriza dapat memperbaiki dan meningkatkan kapasitas serapan air tanaman inang. Ada beberapa dugaan mengapa tanaman bermikoriza lebih tahan terhadap kekeringan diantaranya adalah adanya mikoriza resitensi akar terhadap gerakan air menurun sehingga transfer air ke akar, adanya hifa eksternal menyebabkan tanaman lebih mampu mendapatkan air daripada yang tidak terdapat mikoriza tapi jika mekanisme ini yang terjadi berarti kandungan logam-logam lebih cepat menurun. Penemuan akhir-akhir ini yang menarik adanya hubungan antara potensial air tanah dan aktifitas mikoriza. Pada tanaman bermikoriza jumlah air yang dibutuhkan untuk memproduksi 1 gram bobot kering tanaman lebih sedikit daripada tanaman yang tidak bermikoriza. Tanaman mikoriza lebih tahan terhadap kekeringan karena pemakaian air yang lebih ekonomis. Pengaruh tidak langsung karena adanya

miselin eksternal menyebabkan mikoriza efektif didalam mengagregasi butir- butir tanah sehingga kemampuan tanah menyimpan air meningkat.

Keanekaragaman Spora FMA

Selain melihat kolonisasi dan kepadatan spora yang terjadi pada akar tanaman, juga diamati tipe-tipe spora yang berasosiasi dengan tanaman.

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Tabel 2 ditemui ada 13 tipe spora FMA,

12 diantaranya merupakan genus Glomus dan selebihnya Acaulospora dengan jumlah 2 tipe. Spora Glomus yang ditemukan rata-rata memiliki bentuk bulat sampai bulat lonjong, memiliki dinding spora mulai dari kuning bening sampai coklat kemerahan, permukaan dinding spora relatif halus, dan memiliki dinding

spora yang tipis. Spora ada yang tidak ditemukan tangkai spora (Hyfal attachment), namun ada spora lainnya ditemukan tangkai spora (Hyfal attacment) yang langsung menyatu dengan dinding spora dengan warna

yang hampir sama dengan dinding spora. Hal ini sejalan dengan hasil Penelitian Sukmawaty et al., (2016) yang menyatakan bahwa hasil identifikasi spora menunjukkan genus Glomus dominan dijumpai pada setiap pengamatan. Hal ini menunjukkan bahwa Glomus mempunyai tingkat adaptasi yang cukup tinggi terhadap lingkungan baik pada kondisi tanah yang masam maupun netral.

Spora Acaulospora yang ditemukan memiliki bentuk bulat dan memiliki dinding spora yang relatif tebal, dengan warna kuning kecoklatan sampai orange kemerahan. Jenis-jenis mikoriza lainnya seperti Gigaspora, Scutellospora dan Enthrospora tidak dijumpai pada pengamatan. Ciri yang menjadi pembedaan antara jenis Glomus dan Acaulospora yang ditemukan dapat dilihat dari perbedaan ciri, karakteristik morfologi (bentuk ketebalan dinding sel, ada tidaknya substanding hypha serta ornamen permukaan dan reaksi spora terhadap Melzer.

Amelia (2013) berpendapat bahwa aktivitas dan keanekaragaman FMA berhubungan dengan perubahan musim di samping aktifitas pertumbuhan inang.

Puncak pembentukan spora FMA pada setiap inang terjadi pada waktu yang berbeda, di samping juga perbedaan spesies FMA yang bersimbiosis dengan masing-masing inang. Terdapat beberapa gambar spora mikoriza hasil

28

pengamatan yang sudah diidentifikasi berdasarkan kesamaan karakteristik morfologi (bentuk ketebalan dinding sel, ada tidaknya substanding hifa serta ornamen permukaan dan reaksi spora terhadap Melzer) seperti yang disajikan pada tabel 3.

Tabel 3. Tipe-tipe spora FMA yang ditemukan pada tegakan C. equisetifollia Jenis Spora Karakteristik Umum

Glomus sp-1

Acaulospora sp-1

Glomus sp-2

Berwarna cokelat kekuningan dengan dinding spora yang jelas dan terdapat bintik cokelat.

Berwarna merah bata dengan dinding spora yang tebal

Berwarna merah kecokelatan dengan dinding spora yang jelas berwarna cokelat gelap.

Berwarna kecokelatan dengan dinding spora yang jelas berwarna cokelat gelap.

Jenis Spora Karakteristik Umum

Glomus sp-4

Glomus sp-5

Glomus sp-6

Glomus sp-7

Berwarna kekuningan dengan corak bintik-bintik cokelat gelap dengan dinding spora kurang begitu jelas.

Berwarna merah bata dengan dinding spora yang jelas. memiliki tangkai spora dan memiliki permukaan yang mulus.

Berwarna merah bata dengan corak gelembung hitam di tengah, memiliki tangkai spora dan memiliki dinding spora yang tebal.

Berwarna cokelat kekuningan dengan corak berwarna cokelat gelap dan memiliki dinding spora yang jelas.

30

Jenis Spora Karakteristik Umum

Acaulospora sp-2

Glomus sp-8

Glomus sp-9

Glomus sp-10

Berwarna cokelat kekuningan dengan corak berwarna cokelat gelap dan memiliki dinding spora yang jelas.

Berwarna merah bata dengan dinding spora yang tebal dan permukaan mulus.

Berwarna cokelat kekuningan dengan dinding spora yang jelas berwarna merah bata dan terdapat buiran-butiran di tengah spora

Berwarna merah bata dengan dinding spora yang jelas dan terdapat bintik berwarna hitam

Berwarna kekuningan dengan dinding spora yang tebal berwarna cokelat dan terdapat garis berwarna cokelat di tengah spora

Jenis Spora Karakteristik Umum

Glomus sp-11

Hasil pengamatan dan identifikasi spora FMA menunjukkan bahwa ada tipe spora yang tidak ditemui pada setiap pengamatan. Sebagaimana tampak pada Tabel 4.

Tabel 4. Identifikasi tipe spora FMA pada tegakan C. equisetifollia Tipe spora Periode Berwarna cokelat kekuningan dengan dinding spora yang jelas dan bercorak bintik-bintik cokelat gelap.

32

penelitian Simamora (2014) yang menyatakan bahwa penyebaran tipe spora yang terjadi karena beberapa alasan misalnya, adanya perbedaan lokasi pengambilan sampel di lapangan, kadar air yang tinggi pada saat di lapangan mengakibatkan pembentukan spora yang sedikit, ada juga karena pada saat di lapangan tidak di temukan tapi pada saat proses stressing selama 14 hari sehingga terjadi pembentukan spora yang dirangsang karena respon fisiologis dari spora untuk membentuk spora dalam jumlah yang banyak.

Dokumen terkait