• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Parameter Fisika dan Kimia Perairan

Parameter fisika dan kima perairan yang diukur pada penelitian ini adalah suhu, kekeruhan, kedalaman, kecepatan arus, pH, DO. Pengukuran parameter fisika kimia perairan pada setiap stasiun pengamatan tidak dalam waktu yang bersamaan. Nilai rata-rata parameter fisika dan kimia yang diperoleh masih berada pada ambang batas untuk perairan daerah tropis dan mendukung untuk keberlangsungan hidup ikan. Hasil pengukuran parameter fisika dan kimia perairan yang diperoleh selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai Rata-rata Parameter Fisika dan Kimia Perairan pada Masing-masing Stasiun Pengamatan

No. Parameter Satuan St I St II St III St IV Baku Mutu (*)

1. Suhu (oC) 28,75 29,75 29,75 29,75 (-) 2. Kekeruhan (NTU) 3,25 4,09 14,98 14,98 (-) 3. Kedalaman (m) 1,15 0,78 1,29 2,58 (-) 4. Kecepatan (m/det) 0,71 0,77 0,24 0,18 (-) Arus 5. pH - 7,2 6,4 5,9 5,8 (6-9) 6. DO (mg/l) 5,02 4,46 2,59 1,81 (4)

Keterangan: (*) = Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2001 kelas 3 untuk perikanan

(-) = Parameter tersebut tidak dipersyaratkan

Jenis-jenis Ikan Hasil Penelitian

Hasil penelitian diperoleh 14 spesies ikan dari seluruh stasiun pengamatan selama penelitian. Jumlah jenis ikan tertinggi diperoleh pada stasiun III dan IV

sebanyak 9 jenis, terendah pada stasiun I dan II sebanyak 6 dan 5 spesies. Jenis-jenis ikan yang diperoleh selama penelitian di Sungai Belumai Kabupaten Deli Serdang dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Jenis-jenis Ikan yang tertangkap di Sungai Belumai Kabupaten Deli Serdang

No. Spesies Jumlah (Individu)

St I St II St III St IV 1. Mystacoleucus marginatus 6 12 1 1 2. Tor tambra 2 - - - 3. Arius sagor 1 - - 1 4. Barbodes schwanenfeldii 8 7 19 8 5. Tor soro 1 1 - - 6. Hampala macrolepidota 1 2 - - 7. Liposarcus pardalis - 1 19 11 8. Oreochromis niloticus - - 4 1 9. Osteochilus hasseltii - - 30 6 10. Oxyeleotris marmorata - - 4 - 11. Mystus gulio - - 41 6 12. Mystus nigriceps - - 3 3 13. Glossogobius giuris - - 1 - 14. Notopterus borneensis - - - 3 Jumlah 19 23 122 40

Nilai Kelimpahan Relatif (KR) Stasiun Pengamatan

Spesies ikan yang memiliki kelimpahan relatif tertinggi pada stasiun I adalah Barbodes schwanenfeldii dengan persentase 42,10%, kelimpahan relatif tertinggi pada stasiun II adalah Mystacoleucus marginatus sebesar 52,17%, kelimpahan relatif tertinggi pada stasiun III adalah Mystus gulio sebesar 33,60% dan kelimpahan relatif tertinggi pada stasiun IV adalah Liposarcus pardalis sebesar 27,5%. Hasil kelimpahan relatif ikan yang diperoleh pada setiap stasiun pengamatan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Nilai Kelimpahan Relatif Stasiun Pengamatan

No. Spesies Persentase Ikan yang Tertangkap (%) St I St II St III St IV 1. Mystacoleucus marginatus 31,57 52,17 0,81 2,5 2. Tor tambra 10,52 0 0 0 3. Arius sagor 5,26 0 0 2,5 4. Barbodes schwanenfeldii 42,10 30,43 15,57 20 5. Tor soro 5,26 4.34 0 0 6. Hampala macrolepidota 5,26 8,69 0 0 7. Liposarcus pardalis 0 4,34 15,57 27,5 8. Oreochromis niloticus 0 0 3,27 2,5 9. Osteochilus hasseltii 0 0 24,59 15 10. Oxyeleotris marmorata 0 0 3,27 0 11. Mystus gulio 0 0 33,60 15 12. Mystus nigriceps 0 0 2,45 7,5 13. Glossogobius giuris 0 0 0,81 0 14. Notopterus borneensis 0 0 0 7,5

Nilai Kelimpahan Relatif (KR) Total Selama Penelitian

Nilai kelimpahan relatif total tertinggi terdapat pada spesies Mystus gulio sebesar 23% dan terendah pada spesies Glossogobius giuris sebesar 0,49%. Hasil kelimpahan relatif (KR) total selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai Kelimpahan Relatif Total Selama Penelitian

No. Spesies Persentase Ikan yang Tertangkap (%)

1. Mystacoleucus marginatus 9,80 2. Tor tambra 0,98 3. Arius sagor 0,98 4. Barbodes schwanenfeldii 20,58 5. Tor soro 0,98 6. Hampala macrolepidota 1,47 7. Liposarcus pardalis 15,19 8. Oreochromis niloticus 2,45 9. Osteochilus hasseltii 17,64 10. Oxyeleotris marmorata 1,96 11. Mystus gulio 23,03 12. Mystus nigriceps 2,94 13. Glossogobius giuris 0,49 14. Notopterus borneensis 1,47 ∑ 100%

Indeks Keanekaragaman (H′), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) Stasiun Pengamatan

Nilai indeks keanekaragaman tertinggi terdapat pada stasiun IV sebesar 1,91 dan terendah pada stasiun II sebesar 1,18. Nilai indeks keseragaman tertinggi terdapat pada stasiun IV sebesar 0,86 dan terendah pada stasiun II sebesar 0,73 serta nilai indeks dominansi tertinggi terdapat pada stasiun II sebesar 0,37 dan terendah pada stasiun IV sebesar 0,17. Nilai indeks keanekaragaman, keseragaman dan dominansi ikan dapat dilihat pada Gambar 7 dengan rincian perjenis dapat dilihat pada Lampiran 6.

Gambar 7. Grafik Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Ikan pada setiap Stasiun

Indeks Keanekaragaman (H′), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) Total Selama Penelitian

Hasil yang diperoleh selama penelitian dapat dilihat bahwa nilai indeks keanekaragaman (H ) sebesar 1,59. Nilai indeks keseragaman (E) sebesar 0,78 dan nilai indeks dominansi sebesar 0,26. Nilai tersebut dapat dilihat pada Gambar 8.

Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun IV

1,43 1,18 1,68 1,91 0,79 0,73 0,76 0,86 0,29 0,37 0,22 0,17 Indeks Keanekaragaman (H′), Keseragaman (E) dan

Dominansi (C) Stasiun Pengamatan

Gambar 8. Grafik Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Selama Penelitian

Nilai Analisis Regresi Antara Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Ikan dengan Faktor Fisika Kimia Perairan

Hubungan parameter fisika dan kimia perairan (X) seperti suhu, kecepatan arus, kekeruhan, kedalaman, pH dan DO terhadap keanekaragaman (Y1), keseragaman (Y2) dan dominansi ikan (Y3) dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Analisis Regresi Parameter Fisika dan Kimia terhadap Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Ikan.

No. Parameter (X) Komponen Hasil Analisis Regresi

1. Suhu (X1), Kecepatan Y1 = 3,642-0,37X1-0,247X2+0,006 Arus (X2),Kekeruhan (X3), X3-0,013X4-0,026X5+0,002X6 pH (X4) dan DO (X5), R2 = 0,900 Kedalaman (X6) 2. Suhu (X1), Kecepatan Y2 = 1,239-0,018X1-0,022X2+0,001 Arus (X2),Kekeruhan (X3), X3-0,003X4+0,004X5+0,001X6 pH (X4) dan DO (X5), R2 = 0,871 Kedalaman (X6) 3. Suhu (X1), Kecepatan Y3 = -0,308+0,020X1+0,074X2-0,002 Arus (X2),Kekeruhan (X3), X3+0,001X4+0,007X5-0,001X6 pH (X4) dan DO (X5), R2 = 0,866 Kedalaman (X6) 1,59 0,78 0,26 H′ E C

Indeks Keanekaragaman (H′), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) Total Selama Penelitian

Pembahasan Suhu

Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa hasil pengukuran suhu yang diperoleh berkisar antara 28 - 30oC. Pada stasiun I sebesar 28,75oC, stasiun II, III dan IV sebesar 29,75oC. suhu tertinggi pada stasiun II, III dan IV dan terendah pada stasiun I sebesar 28,75oC. Adanya variasi temperatur pada setiap stasiun diduga disebabkan karena perbedaan waktu pengambilan maupun kondisi lingkungan di setiap stasiun, suhu yang relatif rendah didapatkan pada pengambilan sampel pada pagi hari (pukul 07.30 WIB).

Menurut Barus (2004), Temperatur air sangat mempengaruhi aktivitas fisiologis dari organisme air, seperti dijelaskan oleh hukun Van’t Hoffs kenaikan temperatur sebesar 100C akan meningkatkan metabolisme sebesar 2-3 kali lipat, yang menyebabkan konsumsi oksigen meningkat, sementara dilain pihak dengan naiknya temperatur akan menyebabkan kelarutan oksigen didalam air menjadi berkurang. Setiap organisme air mempunyai kisaran toleransi yang berbeda terhadap nilai temperatur air. Organisme yang mempunyai kisaran toleransi yang luas (euryterm) dan ada jenis yang mempunyai kisaran toleransi yang sempit (stenoterm).

Kisaran suhu optimal bagi kehidupan ikan di perairan tropis antara 28oC – 32 oC. Pada suhu 18oC – 25oC ikan masih dapat bertahan hidup, tetapi nafsu makannya mulai menurun. Apabila suhu 12 oC – 18 oC mulai berbahaya bagi ikan sedangkan pada suhu dibawah 12oC ikan tropis akan mati kedinginan. Suhu sangat berperngaruh terhadap kadar oksigen. Oksigen berbanding terbalik dengan

suhu artinya bila suhu meningkat maka kelarutan oksigen dalam air akan berkurang (Kordi dan Tancung, 2007).

Konsumsi oksigen akan meningkat tajam ketika temperatur meningkat. Pada ikan konsumsi oksigen senantiasa meningkat bilamana suhu naik disebabkan oleh meningkatnya laju metabolisme untuk memproduksi panas tubuh agar sesuai dengan lingkunganya (Yuwono dan Sukardi, 2008). Berdasarkan hal tersebut, maka suhu perairan dilokasi penelitian sangat mendukung kehidupan organisme yang hidup di dalamnya. Suhu di Sungai Belumai berdasarkan PP No.82 Tahun 2001 masih berada dalam ambang batas baku mutu.

Kekeruhan

Nilai kekeruhan dari kempat stasiun pengamatan berkisar antara 3,25 – 14,98 NTU. Nilai tertinggi terdapat pada stasiun III dan IV serta nilai terendah pada stasiun I. Nilai kekeruhan pada stasiun III berkisar antara 5,38 – 34,7 NTU dan pada stasiun IV berkisar antara 3,34 – 36,5 NTU Tingginya nilai kekeruhan pada stasiun III dan IV disebabkan karena terjadinya akumulasi limbah-limbah dari berbagai aktivitas yang berasal dari hulu sampai ke hilir serta adanya aktivitas pengerukan pasir yang dilakukan oleh masyarakat sekitar yang mengakibatkan naiknya substrat lumpur sehingga nilai kekeruhan menjadi tinggi.

Menurut Siahaan dkk., (2011), menyatakan bahwa kekeruhan air sungai ditunjukkan oleh banyaknya material yang tersuspensi di dalam air sungai. Sedimen tersuspensi dari daratan dibawa oleh aliran permukaan saat hujan turun. Semakin ke hilir semakin banyak material yang ada di dalam air sungai yang semakin menurunkan kecerahan air sungai berakibat pada penurunan kecerahan

air sungai. Berdasarkan penelitian Siahaan dkk., (2011) kualitas air di Sungai Cisadane Jawa Barat, nilai kekeruhan yang diperoleh berkisar antara 8 – 114 mg/l. Hal ini mengindikasi bahwa nilai hasil kekeruhan di Sungai Belumai lebih rendah dibandingkan nilai kekeruhan di Sungai Cisadane.

Kedalaman

Nilai kedalaman air pada stasiun pengamatan berkisar antara 0,78 – 2,59 m. Kedalaman tertinggi terdapat pada stasiun IV sebesar 2,58 m, hal ini dikarenakan stasiun IV merupakan muara sehingga pengaruh gelombang pasang juga berpengaruh terhadap kedalamannya. Kedalaman terendah terdapat pada stasiun II sebesar 0,78 m, rendahnya nilai kedalaman pada stasiun II dikarenakan banyaknya penumpukan sampah-sampah domestik sehingga terjadinya pendangkalan dan penyempitan badan sungai. Berdasarkan penelitian Fisesa (2014), pada sungai yang sama kedalaman Sungai Belumai berkisar antara 2,5 – 3,1 m. Hal ini terlihat bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap kedalaman sungai Belumai yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya.

Kecepatan Arus

Nilai kecepatan arus yang diperoleh dari hasil pengukuran berkisar antara 0,24 – 0,77 m/det. Nilai tertinggi terdapat pada stasiun II sebesar 0,77 m/det dan terendah pada stasiun III sebesar 0,24 m/det. Kisaran arus yang diperoleh umum dijumpai pada perairan daerah tropis dan masih mendukung bagi kehidupan ikan. Berdasarkan penelitian Fisesa (2014), pada sungai yang sama kecepatan arus Sungai Belumai berkisar antara 0,31 – 0,58 m/det. Hal ini terlihat bahwa

perubahan kisaran arus pada Sungai Belumai tidak berubah signifikan selama rentang satu tahun.

Menurut Mason (1993) dalam Fisesa (2014), perairan dikategorikan dalam perairan yang berarus sangat deras jika kecepatan arus > 1 m/det, berarus deras yaitu 0,5 – 1 m/det, berarus sedang yaitu 0,25 – 0,5 m/det, berarus lambat 0,1 – 0,5 m/det dan berarus sangat lambat yaitu 0,1 – 0,25 m/det. Berdasarkan kategori tersebut stasiun I dan II tergolong sungai yang berarus deras, stasiun III tergolong sungai berarus lambat dan stasiun IV tergolong kategori sungai berarus sangat lambat.

pH (Derajat Keasaman)

Nilai pH air keempat stasiun pengamatan berkisar antara 5,9 – 7,2. Nilai tertinggi terdapat pada stasiun I dan terendah pada stasiun III. Rendahnya pH di stasiun III disebabkan letak stasiun yang menjadi titik pertemuan antara Sungai Kualanamu dan Sungai Belumai sehingga limbah-limbah yang terbawa akan terakumulasi menjadi satu. Limbah-limbah domestik maupun industri seperti pabrik kertas yang mengandung unsur logam seperti kalsium, magnesium, besi dan sulfida langsung limbahnya ke Sungai Belumai membuat menurunnya nilai pH pada stasiun III.

Berdasarkan PP RI No. 82 Tahun 2001 kisaran pH yang diperbolehkan untuk kebutuhan baku mutu air kelas II yaitu 6 – 9. Adapun fungsi dari pH yaitu sebagai faktor pembatas, setiap organisme mempunyai toleransi yang berbeda terhadap pH maksimal atau minimal serta optimal dan sebagai indeks keadaan lingkungan. Nilai pH air yang normal sekitar netral yaitu antara 6-8, sedangkan

pH air yang tercemar beragam tergantung dari jenis buangannya. Menurut Effendi (2003), kehidupan dalam air masih dapat bertahan bila perairan mempunyai kisaran pH 5-9. Batas organisme terhadap pH bervariasi tergantung pada suhu air, oksigen terlarut, adanya berbagi anion dan kation serta jenis organisme. Dengan demikian pH perairan di lokasi penelitian masih dapat mendukung kehidupan yang ada di dalamnya.

DO (Oksigen Terlarut)

Berdasarkan hasil pengamatan pada keempat stasiun, nilai oksigen terlarut diperoleh kisaran antara 1,81 – 5,02 mg/l. Oksigen terlarut tertinggi terdapat pada stasiun I dan terendah pada stasiun IV. Berdasarkan PP RI No.82 Tahun 2001 kisaran oksigen terlarut untuk kebutuhan baku mutu air kelas II yang diperuntukan sebagai budidaya air tawar yaitu 4 mg/l. Nilai oksigen terlarut di stasiun I dan II masih dalam batas baku mutu air kelas II dan nilai oksigen terlarut di stasiun III dan IV diambang batas baku mutu air. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi beban pencemaran yang sangat besar pada stasiun III dan IV. Berdasarkan dialog bersama nelayan setempat bahwasanya sering terjadi pembuangan limbah dari perusahaan kertas di daerah sekitar berupa lendir-lendir. Limbah-limbah tersebut sering merusak jaring-jaring nelayan sehingga ikan tidak tersangkut pada jaring.

Berdasarkan penelitian Mulya (2004), beberapa jenis ikan mampu bertahan hidup pada perairan dengan konsentrasi oksigen terlarut 3 mg/l. Namun demikian, konsentrasi minimum yang dapat diterima oleh beberapa jenis ikan untuk dapat hidup dengan baik adalah sebesar 5 mg/l. Secara keseluruhan nilai

oksigen terlarut hanya stasiun I dan II yang masih dapat berlangsungnya kehidupan ikan. Namun demikian, pada stasiun III dan IV pengukuran oksigen terlarut diambil pada saat siang hari dengan suhu yang tinggi maka biota-biota perairan khususnya ikan akan melakukan metabolisme tubuh untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Ikan dan biota-biota lainnya memerlukan oksigen lebih untuk proses metabolisme tubuh. Hal ini berarti, turunnya kadar DO pada stasiun III dan IV selain faktor pencemaran juga berhubungan dengan kenaikan suhu perairan dan sistem metabolisme biota-biota peraiaran.

Jenis-jenis Ikan Hasil Penelitian

Pada Tabel 4 terdapat 14 spesies ikan yang tertangkap di Sungai Belumai baik dengan menggunakan jaring insang (gill net), jala tebar maupun pancing. Jeni-jenis ikan di Sungai Belumai diduga lebih dari 14 spesies, tetapi karena prilaku ikan yang berbeda-beda sehingga ada kemungkinan tidak tertangkap pada saat penangkapan ikan. Adapun penjelasan dari 14 spesies ikan yang diperoleh dari penelitian adalah sebagai berikut:

1. Cencen (Mystacoleucus marginatus)

Jumlah individu ikan Mystacoleucus marginatus selama penelitian diperoleh sebanyak 20 ekor. Panjang total berkisar antara 100 – 170 mm dan berat total berkisar antara 13,33 – 71,6 gr. Bentuk tubuh pipih dan panjang dengan punggung meninggi, kepala kecil moncong meruncing, mulut kecil terletak pada ujung hidung dan sungut sangat kecil atau rudimenter. Dibawah garis rusuk terdapat sisik 5½ buah dan 3-3½ buah diantara garis rusuk dan permulaan sirip perut. Lateral line berjumlah antara 26-31 buah. Badan berwarna keperakan agak

gelap dibagian punggung. Sirip punggung dan sirip ekor berwarna abu-abu atau kekuningan, dan sirip ekor bercagak dalam dengan lobus membulat, sirip dada berwarna kuning dan sirip dubur berwarna orange terang (Gambar 9).

Gambar 9. Mystacoleucus marginatus 2. Jurung (Tor Tambra)

Jumlah individu Tor Tambra selama penelitian diperoleh sebanyak 2 ekor dan tertangkap pada stasiun I. Panjang total berkisar antara 170 – 270 mm dan berat total 64 – 213 gr. Panjang sirip punggung 50 mm dan sirip dubur 49 mm, jari-jari sirip punggung yang mengeras lebih pendek daripada kepala tanpa moncong. Memliki lateral line sebanyak 22 – 24, terdapat sebuah cuping berukuran sedang pada bibir bawah tetapi tidak menyentuh ujung bibir. Menurut Haryono (2006), ukuran tubuh ikan tambra sangat eksotik karena dapat mencapai di atas 30 kg dengan panjang tubuh lebih dari 1 m. Oleh karena ukuran tubuhnya yang sangat besar maka ikan tambra dijuluki sebagai “Kings of the rivers” (Gambar 10).

Gambar 10. Tor tambra 3. Arius sagor

Jumlah individu ikan Arius sagor selama penelitian diperoleh 2 ekor masing-masing pada stasiun I dan IV. Panjang total berkisar antara 230 - 290 mm dan berat total berkisar antara 199 – 160 gr. Mempunyai empat pasang sungut, sirip ekor bercagak, dan memiliki sirip tambahan (adifose fin) yang terletak di belakang sirip dorsal, gigi langit-langit mulut berbentuk seperti parut berkumpul dalam dua kelompok pada masing-masing sisi membentuk barisan melintang, permukaan kepala dilapisan butir-butir kasar sampai bagian depan kepalanya (Gambar 11). Menurut Suharna (2006), Arius sagor adalah ikan dasar (demersal), hidup di air tawar, estuari dan laut. Umumnya ikan ini hidup di dua habitat, mula-mula di air tawar lalu beruaya ke perairan estuari untuk memijah.

4. Lemeduk (Barbodes schwanenfeldii)

Jumlah individu ikan Barbodes schwanenfeldii selama penelitian diperoleh sebanyak 42 ekor. Pada stasiun III jumlah ikan Lemeduk yang tertangkap sebanyak 19 ekor selebihnya tertangkap pada stasiun I, II dan IV. Panjang total berkisar antara 150 – 300 mm dan berat total berkisar antara 54 – 429 gr. Mempunyai gurat sisi sempurna, 13 sisik sebelum awal sirip punggung, 8 sisik antara sirip punggung dan gurat sisi. Badan bewarna perak dan kuning keemasan, sirip punggung merah dengan bercak hitam pada ujungnya. Sirip dada, perut dan dubur bewarna merah, sirip ekor bewarna oranye atau merah dengan pinggiran garis hitam dan putih sepanjang cuping sirip ekor (Gambar 12).

Gambar 12. Barbodes schwanenfeldii 5. Batak (Tor soro)

Jumlah individu ikan Tor soro selama penelitian diperoleh sebanyak 2 ekor yang tertangkap pada stasiun I dan II. Panjang total berkisar antara 300 – 310 mm dan berat total berkisar antara 334 – 365 gr. Bentuk tubuh pipih memanjang, awal sirip dorsal sebelum sirip perut, terdapat sisik di sepanjang perut, warna tubuh keperakan. Sirip dubur lebih pendek daripada sirip punggung dan bibir bawah tanpa celah di tengah. Menurut Qudus (2012), ikan dengan genus Tor

umumnya memiliki tubuh pipih memanjang, moncong agak meruncing, mulut tebal letaknya inferior atau subinferior, bibir bawah tidak terputus dengan ada atau tidaknya cuping (Gambar 13).

Gambar 13. Tor soro 6. Sebarau (Hampala macrolepidota)

Jumlah individu ikan Hampala macrolepidota selama penelitian diperoleh sebanyak 3 ekor tertangkap pada stasiun I dan II. Panjang total berkisar antara 160 – 230 mm dan berat total berkisar antara 52 – 105 gr. Pada ikan dewasa memiliki bercak hitam antara sirip punggung dan sirip perut, lateral line berkisar antara 28 -29. Badan pipih bewarna perak dan kuning keemasan, sirip punggung merah dengan bercak hitam pada ujungnya. Sirip ekor bewarna oranye atau merah dengan pinggiran garis hitam dan putih sepanjang cuping sirip ekor (Gambar 14).

7. Sapu Kaca (Liposarcus pardalis)

Jumlah individu ikan Liposarcus pardalis selama penelitian diperoleh sebanyak 31 ekor. Ikan tertangkap tertinggi pada stasiun III sebanyak 19 ekor, pada stasiun I ikan Liposarcus pardalis tidak ada tertangkap. Panjang total berkisar antara 140 – 300 cm dan berat total berkisar antara 24 – 185 gr. Ikan Liposarcus pardalis memiliki tubuh yang ditutupi dengan sisik keras kecuali bagian perutnya, bentuk tubuh pipih, kepala lebar, mulut terletak dibagian kepala dan berbentuk cakram, memiliki adifose fin yang berduri. Semua sirip kecuali ekor selalu diawali dengan jari keras. Sirip punggung lebar dengan 10-13 jari-jari lemah (Gambar 15).

Gambar 15. Liposarcus pardalis 8. Nila (Oreochromis niloticus)

Jumlah individu ikan Oreochromis niloticus selama penelitian diperoleh sebanyak 5 ekor tertangkap pada stasiun III dan IV. Panjang total berkisar antara 200 – 370 mm dan berat total berkisar antara 184 – 964 gr. Terdapat garis tegak pada sirip ekor, mulut mengarah keatas. Sirip ekor, perut, dada dan ujung sirip punggung berwarna merah. Pada sirip punggung terdapat jari-jari 16 ruas, sirip

dada terdapat 14 ruas, sirip ekor terdapat 18 ruas dan pada sirip anal terdapat 15 ruas (Gambar 16).

Gambar 16. Oreochromis niloticus 9. Paitan (Osteochilus hasseltii)

Jumlah individu ikan Osteochilus hasseltii selama penelitian diperoleh sebanyak 36 ekor tertangkap pada stasiun III dan IV. Panjang total berkisar antara 100 – 300 mm dan berat total berkisar antara 10 – 199 gr. Terdapat 5,5 sisik antara awal sirip punggung dan gurat sisi, tidak ada tubus keras pada moncong, 6 - 9 baris bintik-bintik berwarna pada barisan sisik (walau tidak selalu jelas). Terdapat bintik bulat besar pada batang ekor, batang ekor dikelilingi 16 sisik dan bagian depan sirip punggung dikelilingi 26 sisik. 12 – 18 jari-jari bercabang pada sirip punggung (Gambar 17).

10. Gabus Macan/Bodo (Oxyeleotris marmorata)

Jumlah individu ikan Oxyeleotris marmorata selama penelitian diperoleh sebanyak 4 ekor tertangkap pada stasiun III. Panjang total berkisar antara 190 – 250 mm dan berat total berkisar antara 87 – 191 gr. Terdapat 6 jari-jari keras pada sirip punggung, 10 jari-jari keras pada sirip anal, 10 jari-jari keras pada sirip punggung kedua. Motif corak tubuh seperti macan dan pada bagian pangkal ekor bercorak seperti tanda lebih kecil (<) berwarna hitam. Sisik di depan sirip punggung berkisar antara 60 – 65 dan 80 - 90 deret sisik sepanjang sisi badan (Gambar 18).

Gambar 18. Oxyeleotris marmorata 11. Lundu (Mystus gulio)

Jumlah individu ikan Mystus gulio selama penelitian diperoleh sebanyak 47 ekor yang tertangkap pada stasiun III dan IV. Panjang total berkisar antara 130 – 190 mm dan berat total berkisar antara 31 – 80 gr. Terdapat sirip lemak yang pangkalnya lebih pendek daripada pangkal sirip dubur. Tubuh ikan Lundu memiliki bentuk kombinasi dengan posisi mulut subterminal. Memiliki sungut 4 pasang, panjang sungut rahang atas mencapai dubur, dan sungut hidung mencapai belakang mata. Jari-jari terakhir pada sirip punggung bergerigi dan pada sirip dada

bergerigi tajam. Badan berwarna coklat kehitaman, terdapat bintik-bintik kecil di atas kepala, sedangkan bentuk sirip ekor bercagak (Gambar 19).

Gambar 19. Mystus gulio 12. Mystus nigriceps

Jumlah individu ikan Mystus nigriceps selama penelitian diperoleh sebanyak 6 ekor yang tertangkap pada stasiun III dan IV. Panjang total berkisar antara 130 – 180 mm dan berat total berkisar antara 18 – 46 gr. Mempunyai sirip lemak yang lebih panjang daripada sirip dubur dan bersambung dengan sirip punggung, memiliki 4 sungut pasang, sungut rahang atas mencapai pangkal ekor atau melampaui sirip ekor, dahi memanjang sampai ke pangkal tonjolan dibelakang kepala. Ikan ini memiliki bentuk tubuh kombinasi dengan mulut berada pada posisi subterminal, garis rusuk (linea lateralis) lurus memanjang mulai dari belakang tutup insang (Gambar 20).

13. Gabus Pasir Putih (Glossogobius giuris)

Jumlah individu ikan Glossogobius giuris selama penelitian sebanyak 1 ekor yang tertangkap pada stasiun III. Panjang total 215 mm dan berat total 89,1 gr. Mempunyai bintik hitam terang pada batang ekor, badan bercak hitam, sirip punggung pertama memiliki 6 jari-jari keras dan sirip punggung kedua 10 jari-jari keras. Sirip ekor dan sirip punggung kedua memiliki motif bercak yang sama, sirip dubur memliki 9 jari-jari keras. Memiliki tubuh langsing memanjang lateral dikompresi, dengan mendalam datar batang ekor dan sangat besar, luas, dan panjang kepala (Gambar 21).

Gambar 21. Glossogobius giuris 14. Putak (Notopterus borneensis)

Jumlah individu ikan Notopterus borneensis selama penelitian diperoleh sebanyak 3 ekor yang tertangkap pada stasiun IV. Panjang total berkisar antara 220 – 260 mm dan berat total berkisar antara 104 – 155 gr. Bentuk kepala dekat punggung cekung, rahang memanjang, jari-jari sirip dubur berkisar antara 117 – 127 dan mempunyai duri kecil di sepanjang perut sebanyak 28 – 37 pasang. Banyak baris miring berbintik-bintik pada sirip dubur dan badan bagian belakang dan sebuah bintik hitam pada pangkal sirip dada (Gambar 22).

Gambar 22. Notopterus borneensis

Pada tabel 5 dapat dilihat bahwa Stasiun I diperoleh 6 spesies ikan yaitu

Dokumen terkait