• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ragam Spesies Anopheles

Anopheles yang tertangkap pada orang terdiri atas 4 spesies yaitu An. sundaicus, An. vagus, An. barbirostris dan An.aconitus. Anopheles yang tertangkap pada sapi baik pada sapi berinsektisida maupun tidak, terdiri atas 5 spesies yaitu An. sundaicus, An. vagus, An. barbirostris, An subpictus dan An.aconitus. Perbedaan keanekaragaman ini menunjukkan bahwa ketertarikan Anopheles pada sapi lebih tinggi jika dibandingkan dengan orang atau dengan kata lain spesies Anopheles

pada penelitian ini lebih bersifat zoofilik.

Setiap spesies dari genus Anopheles memiliki ciri-ciri morfologi yang khas dan berbeda dengan spesies yang lain. Ciri khas inilah yang dijadikan sebagai pedoman untuk mengenali masing-masing spesies dari genus Anopheles. An. sundaicus merupakan vektor utama di Jawa dan Sumatera. Di daerah Lampung nyamuk ini sudah terbukti sebagai vektor malaria dan sudah dikonfirmasi melalui pemeriksaan Circumsporozoite (CSP) menggunakan metode Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA) (Suwito 2010). An. sundaicus memiliki ciri khas morfologi yaitu bagian palpusnya terdiri atas 3 gelang pucat. Probosis seluruhnya berwarna gelap (Gambar 3). Tarsus ke-5 kaki belakang sebagian atau seluruhnya berwarna gelap. Bagian sayap yaitu urat sayap Vena 1 terdapat 2 bagian gelap yang berada di bawah bagian gelap tengah costa (O’Connor & Soepanto 2013).

Hasil identifikasi spesies Anopheles yang kedua adalah An. vagus. Di Indonesia An. vagus juga merupakan vektor utama malaria di Jawa dan Sumatera. Lembaga Riset Angkatan Laut Amerika Serikat (NAMRU) telah mengkonfirmasikan melalui ELISA Test (Solaeman 2004). Nyamuk ini memiliki

16

ciri khas morfologi diantaranya yaitu pada bagian ujung proboscisnya terdapat sedikit bagian yang berwarna pucat. Noda pucat pada bagian ujung palpusnya panjangnya 3-4 kali panjang noda pucat pada bagian sub apicalnya (Gambar 4). Bagian tarsus ke-5 kaki belakangnya berwarna pucat. Tarsi kaki depan dengan gelang yang lebar. Bagian femur dan tibianya tidak berbercak (O’Connor & Soepanto 2013).

Identifikasi spesies Anopheles yang ke-3 adalah An. barbirostris. Nyamuk ini masih belum terbukti sebagai vektor malaria karena belum ada penelitian yang mengkonfirmasi keberadaan sporozoit didalam tubuhnya menggunakan uji ELISA. Ciri khas morfologi dari nyamuk ini adalah seluruh tubuhnya berwarna hitam gelap. Ukuran tubuhnya relatif lebih besar jika dibandingkan dengan spesies lainnya. Palpi dan proboscisnya seluruhnya gelap. Bagian sternit abdomen segmen ke-7 terdapat sikat atau sisik berwarna gelap (Gambar 5). Bagian abdomen dengan kumpulan sisik-sisik putih dan berjajar dibagian tepi.

Gambar 4. Morfologi An. vagus.

17 Hasil identifikasi Anopheles yang ke-4 adalah An. subpictus. Nyamuk ini sering ditemukan bersama dengan An. sundaicus karena habitatnya yang sama yaitu pada perairan payau. Sampai saat ini belum ada yang membuktikan secara mikroskopis bahwa An. subpictus sebagai vektor malaria. Namun nyamuk ini diberbagai pesisir pantai Jawa dan Sumatera berperan sebagai kandidat vektor. Ciri khas morfologi dari nyamuk ini yaitu seluruh proboscisnya berwarna gelap. Gelang pucat pada bagian sub apical palpi ≤ 1/3 gelang sub apical yang berwarna gelap. Tarsus ke-5 kaki belakangnya seluruhnya berwarna gelap (Gambar 6). Tarsus kaki depan dengan gelang yang lebar (O’Connor & Soepanto 2013).

Hasil identifikasi Anopheles yang ke-5 adalah An.aconitus. Nyamuk ini di beberapa daerah di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta berperan sebagai vektor utama malaria. Hasil penelitian dari Widiyastuti (2013) di Kulon progo, DIY menyebutkan bahwa An. aconitus dan An. maculatus sudah terbukti sebagai vektor malaria dengan ditemukannya CSP P. vivax menggunakan uji ELISA. Ciri khas morfologi dari nyamuk ini yaitu setengah ujung dari proboscisnya terdapat noda pucat. Venasi sayap nomer 6 terdapat 3 noda gelap, sedangkan bagian venasi sayap nomer 6 terdapat jumbai-jumbai berwarna pucat (Gambar 7). Bagian tarsi kaki depan tidak bergelang atau dengan gelang sempit.

Gambar 6. Morfologi An. subpictus.

18

Kelimpahan Nisbi, Frekuensi, Dominansi dan Indeks Keanekaragaman Spesies Anopheles

Angka kelimpahan nisbi, frekuensi, dominansi dan indeks keanekaragaman jenis sangat diperlukan untuk mengetahui proporsi kepadatan suatu spesies pada lokasi tertentu. Sebagaimana terlihat pada Tabel 1. Anopheles yang tertangkap pada penelitian ini secara keseluruhan (ditemukan pada orang dan sapi) terdiri atas 5 spesies, yaitu An. sundaicus, An. vagus, An. barbirostris, An.aconitus dan An. subpictus. Proporsi spesies Anopheles yang tertangkap adalah An. sundaicus

sebesar 52,10%, An. vagus sebesar 29,30%, An. barbirostris sebesar 8,58%, An. subpictus sebesar 5,59% dan An.aconitus sebesar 4,43%.

An. sundaicus merupakan spesies yang memiliki nilai kelimpahan nisbi tertinggi baik pada orang maupun pada sapi. An. vagus merupakan spesies terbanyak kedua. Kedua jenis Anopheles ini merupakan vektor utama di Desa Hanura Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung. Orang yang dilindungi sapi berinsektisida ditemukan 4 jenis Anopheles, yaitu An. sundaicus dan An. vagus secara berurutan memiliki nilai kelimpahan nisbi sebesar 2,37% dan 0,57%. Anopheles jenis lain yaitu An. barbirostris dan An. aconitus

hanya sebesar 0,41% dan 0,08%. An. subpictus tidak ditemukan mengisap darah pada orang. Orang yang dilindungi sapi tidak berinsektisida hanya ditemukan 3 jenis Anopheles, yaitu An. sundaicus, An. vagus dan An. barbirostris. Nilai kelimpahan nisbi tertinggi adalah An. sundaicus sebesar 0,25%, An. vagus 0,08% dan An. barbirostris 0,08%.

Hasil ini menunjukkan bahwa kehadiran Anopheles terutama An. sudaicus

dan An. vagus pada orang yang dilindungi sapi berinsektisida cukup tinggi. Oleh sebab itu risiko penularan malaria pada orang yang dilindungi sapi berinsektisida lebih tinggi jika dibandingkan dengan orang yang dilindungi sapi tidak berinsektisida. Hasil ini sangat berbeda dengan Santoso (2012) di lokasi yang sama memperoleh 6 spesies Anopheles pada orang tanpa aplikasi zooprofilaksis. Masing-masing spesies memiliki angka kelimpahan nisbi sebesar An. sundaicus 57,81%,

An. vagus 20,93%, An. barbirostris 8,79%, An. subpictus 9,22%, An. aconitus

2,28%, An. kochi 0,98%. Perbedaan ini menunjukkan besarnya pengaruh aplikasi zooprofilaksis untuk menurunkan kontak Anopheles dengan orang.

Kelimpahan nisbi tertinggi pada sapi berinsektisida yaitu pada An. sundaicus sebesar 19,44% dan secara berturut-turut An. vagus 7,57%, An. barbirostris 2,70%, An. subpictus 1,68% dan An.aconitus 1,15%. Sapi tidak berinsektisida memiliki nilai kelimpahan nisbi tertinggi yaitu An. sundaicus sebesar 31,52% kemudian secara berurutan An. vagus 19,57%, An. barbirostris 5,49%, An. subpictus 4,50% dan An.aconitus 2,54%. Hasil ini menunujukkan bahwa sapi tidak berinsektisida memiliki daya tarik Anopheles lebih tinggi jika dibandingkan dengan sapi berinsektisida. Hal ini dibuktikan dari lebih tingginya angka kelimpahan nisbi pada sapi tanpa insektisida. Semakin tinggi kelimpahan nisbi berarti semakin besar angka ketertarikan Anopheles pada umpan tersebut. Semakin besar ketertarikan

Anopheles menggunakan sapi pada aplikasi zooprofilaksis, maka dapat dikatakan semakin efektif pula umpan itu sebagai penghalang Anopheles untuk menggigit manusia.

19 Tabel 1. Kelimpahan Nisbi, Frekuensi Jenis, Dominansi Jenis dan Indeks

Keanekaragaman jenis Anopheles.

Frekuensi jenis dari spesies Anopheles yang tertangkap menunjukkan An. sundaicus ditemukan pada semua jenis umpan dan waktu penangkapan selama 7 kali berturut-turut. Hasil ini semakin menguatkan bahwa An. sundaicus merupakan vektor dominan sekaligus vektor utama malaria di Desa Hanura Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung. Orang yang dilindungi sapi berinsektisida memiliki nilai frekuensi Anopheles yang lebih tinggi jika dibandingkan orang yang dilindungi sapi tidak berinsektisida. Hasil ini juga mengindikasikan masih lebih besarnya peluang orang yang dilindungi sapi berinsektisida kontak dengan Anopheles. Pada sapi tidak berinsektisida semua jenis

Anopheles yang tertangkap memiliki nilai 1,00 yang artinya pada umpan ini semua jenis Anopheles selalu ditemukan pada seluruh penangkapan. Hasil ini juga menunjukkan bahwa sapi tidak berinsektisida lebih disukai oleh Anopheles,

sehingga meminimalkan kontak Anopheles dengan manusia.

Nilai dominansi jenis merupakan parameter keberadaan spesies Anopheles

pada masing-masing jenis umpan. Jika total nilai dominansi jenis sama dengan nilai kelimpahan nisbi maka spesies Anopheles tersebut dikatakan cukup tinggi. Umpan yang memiliki nilai dominansi jenis sama dengan nilai kelimpahan nisbi pada semua spesies Anopheles adalah pada sapi tidak insektisida. Umpan ini bisa dikatakan memiliki nilai dominansi spesies Anopheles yang cukup tinggi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa spesies yang paling dominan adalah An. sundaicus dan ditemukan lebih dari 50% kemudian disusul oleh An. vagus yang jumlahnya hampir 30%. An. sundaicus merupakan spesies yang dominan ditemukan dikarenakan banyaknya lagun-lagun dan tambak yang sudah

No Jenis Umpan Spesies Kelimpahan

Nisbi (%) Frekuensi Jenis Dominansi Jenis Indeks Keanekara gaman Jenis 1 Orang yang dilindungi Sapi Berinsektisida An. sundaicus 2.37 1.00 2.37 0.043 (Rendah) An. vagus 0.57 0.50 0.29 An. barbirostris 0.41 0.50 0.20 An. aconitus 0.08 0.17 0.01 2 Orang yang dilindungi Sapi Tidak Berinsektisida An. sundaicus 0.25 1.00 0.12 0.009 (Rendah) An. vagus 0.08 0.17 0.01 An. barbirostris 0.08 0.17 0.01 3 Sapi Berinsektisida An. sundaicus 19.44 1.00 19.44 0.532 (Rendah) An. vagus 7.57 1.00 7.57 An. barbirostris 2.70 1.00 2.70 An. subpictus 1.68 0.83 1.68 An. aconitus 1.15 1.00 1.15 4 Sapi Tidak Berinsektisida An. sundaicus 31.52 1.00 31.51 0.831 (Rendah) An. vagus 19.57 1.00 19.57 An. barbirostris 5.49 1.00 5.49 An.subpictus 4.50 1.00 4.50 An. aconitus 2.54 1.00 2.54

20

terbengkalai di sekitar lingkungan permukiman warga. Habitat air lagun dan tambak yang terbengkalai merupakan habitat yang sangat cocok sebagai tempat perindukan An. sundaicus (Safitri 2009; Sukowati 2009; Suwito 2010). Selain itu, di sekitar permukiman juga banyak ditemukan area persawahan yang umumnya setelah selesai musim panen area persawahannya dibiarkan tergenang oleh air hujan. Habitat seperti inilah yang umumnya disukai sebagai tempat perindukan An. vagus. An. vagus menempati posisi terbanyak kedua setelah An. sundaicus dikarenakan banyaknya persawahan yang dijadikan sebagai tempat perindukan oleh nyamuk tersebut. Pada air tawar An. sundaicus ditemukan bersama-sama dengan A. barbirostris dan An. vagus sedangkan pada air payau An. sundaicus ditemukan bersama dengan An. subpictus (Shinta et al. 2003). Di Kabupaten Trenggalek habitat perkembangbiakan An. sundaicus dan An. vagus adalah lagun dengan tanaman bakau, rumput air dan lumut dengan tingkat salinitas air 9 ‰(Mardiana et al. 2002).

Indeks keanekaragaman jenis Anopheles yang diperoleh dari ke 4 jenis umpan, termasuk dalam katagori rendah, namun pada sapi memiliki nilai indeks keanekaragaman yang jauh lebih tinggi dibandingkan pada orang. Sapi tidak berinsektisida memiliki nilai paling tinggi dari semua jenis umpan. Hasil ini menunjukkan bahwa sapi tidak berinsektisida lebih menarik datangnya Anopheles,

yang ditunjukkan dengan lebih tingginya ragam jenis dan kepadatannya.

Kepadatan Anopheles pada Orang

Rata-rata kepadatan Anopheles pada orang yang dilindungi sapi berinsektisida baik di dalam maupun di luar rumah menunjukkan nilai yang berfluktuasi. Rata-rata kepadatan Anopheles pada orang yang dilindungi sapi berinsektisida rata-rata di luar rumah sebesar 0,24 ± 0,20 nyamuk/orang/jam. Jastal (2005) melaporkan dari delapan spesies Anopheles yang didapatkan di Desa Tongua, Donggala Sulawesi Tengah juga menunjukkan sifat Anopheles yang lebih banyak ditemukan mengisap darah di luar rumah. Seiring terpaparnya Anopheles dengan insektisida pada sapi secara terus menerus meningkatkan populasi Anopheles pada orang. Populasi Anopheles terjadi penurunan setelah penangkapan ke-5 sampai penangkapan yang terakhir yaitu penangkapan Anopheles ke-7 (Gambar 8).

Kepadatan Anopheles pada orang di dalam rumah secara keseluruhan jumlahnya lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah Anopheles di luar rumah. Kepadatan Anopheles pada orang yang dilindungi sapi berinsektisida rata-rata di dalam rumah sebesar 0,14 ± 0,14 nyamuk/orang/jam. Hal ini dikarenakan sifat

Anopheles yang umumnya bersifat eksofagik atau lebih menyukai mengisap darah inang di luar rumah. Sebagaimana dilaporkan oleh Boesri (1999) di Tarahan Lampung Selatan menunjukkan An. sundaicus lebih cenderung mengisap darah di luar rumah (eksofilik).

Rata-rata kepadatan Anopheles yang mengisap darah orang di dalam rumah jumlahnya sangat fluktuatif, pada pengambilan awal mengalami peningkatan populasi, namun pada pengambilan ke-2 sampai ke-4 mengalami penurunan populasi Anopheles. Pengambilan ke-5 terjadi peningkatan populasi Anopheles

yang sangat drastis, namun pada pengambilan selanjutnya yaitu pengambilan ke-6 sampai ke-7 terjadi penurunan populasi kembali (Gambar 8).

21 0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600 0.700 MHD 1 MHD 2 MHD 3 MHD 4 MHD 5 MHD 6 MHD 7 0.222 0.111 0.133 0.267 0.667 0.167 0.111 0.037 0.222 0.133 0.067 0.424 0.111 0.000 n y am u k/ jam /o ran g Luar Rumah Dalam Rumah

Fluktuasi kepadatan Anopheles ini dapat disebabkan oleh pengaruh curah hujan yang mempengaruhi keberadaan tempat perindukan Anopheles. Semakin tinggi curah hujan maka peluang terbentuknya tempat perindukan Anopheles akan semakin besar. Hal ini dikarenakan terbentuknya genangan-genangan air pada area persawahan, lagun dan tambak yang banyak terdapat di sekitar lokasi penelitian. Penangkapan Anopheles ke-5 dilakukan pada akhir bulan Agustus 2014 yang memiliki intensitas hujan cukup tinggi. Suwito (2010) di Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung melaporkan semakin tinggi curah hujan maka akan menaikan kepadatan populasi Anopheles, demikian juga sebaliknya rendahnya curah hujan mengurangi kepadatan populasi Anopheles. Selain itu, kasus malaria di Kokap Kabupaten Kulonprogo meningkat setelah terjadi peningkatan curah hujan yang tinggi (Suwasono 2000).

Kepadatan rata-rata Anopheles yang tertangkap pada orang yang dilindungi sapi tidak berinsektisida secara keseluruhan lebih sedikit jika dibandingkan pada orang yang dilindungi sapi berinsektisida. Pada aplikasi ini tidak semua penangkapan ditemukan Anopheles pada orang di dalam maupun di luar rumah.

Hasil ini mengindikasikan bahwa peluang Anopheles kontak dengan orang yang dilindungi sapi tidak berinsektisida lebih kecil jika dibandingkan dengan orang yang dilindungi sapi berinsektisida.

Kepadatan Anopheles pada orang di luar rumah cenderung fluktuatif, bahkan pada beberapa penangkapan yaitu penangkapan ke-2, 3, 4 dan 7 tidak ditemukan Anopheles. Jumlah Anopheles yang tertangkap pada beberapa penangkapan jumlahnya cenderung tetap (Gambar 9). Rata-rata kepadatan

Anopheles di luar rumah sebesar 0,05 ± 0,06 nyamuk/orang/jam. Keberadaan nyamuk pada orang di luar rumah dimungkinkan karena tingginya populasi nyamuk pada saat pengambilan data. Tingginya populasi Anopheles ini sangat erat kaitannya dengan ketersediaan tempat perindukannya. Semakin banyak tempat perindukan nyamuk maka populasi nyamuk juga akan semakin tinggi.

Gambar 8. Rata-rata Kepadatan Anopheles pada Orang yang dilindungi Sapi Berinsektisida dari Juni-September 2014. Ket: MHD 1-7= Man Hour Density pada penangkapan ke-1 sampai ke-7.

22

Seluruh penangkapan Anopheles pada orang di luar rumah menunjukkan angka MHD tertinggi yaitu 0,12 nyamuk/jam/orang. Angka ini relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan angka MHD tertinggi pada orang di luar rumah yang dilindungi sapi berinsektisida yaitu sebesar 0,67 nyamuk/jam/orang. Kepadatan

Anopheles pada orang di dalam rumah yang dilindungi sapi berinsektisida secara umum jumlahnya relatif sama dengan penangkapan orang di luar rumah (Gambar 9). Pada penangkapan ke-1, 2, 5 dan 7 tidak ditemukan atau tertangkap nyamuk

Anopheles. Rata-rata kepadatan Anopheles di dalam rumah sebesar 0,05 ± 0,07 nyamuk/orang/jam. Angka MHD tertinggi pada orang di dalam rumah sebesar 0,13 nyamuk/jam/orang. Pada beberapa penangkapan yaitu penangkapan ke-1, 3, 4, 5 terjadi fenomena pengalihan preferensi nyamuk yang dibuktikan dengan ketika

Anopheles ditemukan di luar rumah maka tidak akan ditemukan di dalam rumah. Hal ini juga berlaku sebaliknya, ketika Anopheles ditemukan di dalam rumah maka di luar tidak ditemukan Anopheles. Fenomena ini sangat sulit diketahui penyebabnya karena banyak faktor yang mempengaruhi, antara lain dari ketelitian kolektor pada saat menangkap nyamuk. Namun fenomena ini tidak berlaku pada penangkapan ke-6 yaitu Anopheles ditemukan pada kedua orang, baik orang di luar rumah maupun orang di dalam rumah.

Secara umum jumlah kepadatan Anopheles antara orang yang dilindungi sapi berinsektisida dibandingkan dengan orang yang dilindungi sapi tidak berinsektisida pada orang di dalam dan di luar rumah menunjukkan perbedaan jumlah yang cukup tinggi. Rata-rata kepadatan Anopheles dari 7 kali pengambilan pada orang yang dilindungi sapi berinsektisida sebesar 0,38 nyamuk/jam/orang. Adapun pada orang yang dilindungi sapi tidak berinsektisida sebesar 0,09 nyamuk/jam/orang. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian Santoso (2012), kepadatan Anopheles di luar dan di dalam terjadi penurunan yang signifikan di lokasi yang sama ketika aplikasi zooprofilaksis tidak dilakukan lagi. Kepadatan

Anopheles di luar rumah sebesar 2,98 nyamuk/orang/jam, sedangkan di dalam rumah jauh lebih rendah sebesar 0,84 nyamuk/orang/jam. Perbedaan ini

Gambar 9. Rata-rata Kepadatan Anopheles pada Orang yang dilindungi Sapi Tidak Berinsektisida dari Juni-September 2014. Ket: MHD 1-7=

Man Hour Density pada penangkapan ke-1 sampai ke-7. 0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600 0.700 MHD 1 MHD 2 MHD 3 MHD 4 MHD 5 MHD 6 MHD 7 0.111 0.000 0.000 0.000 0.121 0.111 0.000 0.000 0.000 0.133 0.133 0.000 0.111 0.000 n y am u k/ jam /o ran g Luar Rumah Dalam Rumah

23

menunjukkan bahwa kepadatan Anopheles pada orang yang menggunakan aplikasi

zooprofilaksis memiliki angka MHD yang jauh lebih rendah jika dibandingkan tanpa

aplikasi zooprofilaksis.

Penurunan angka gigitan Anopheles pasca penggunaan aplikasi zooprofilaksis dengan kombinasi insektisda terjadi sampai hari ke-21 (Santoso 2012). Namun, ketika aplikasi ini terus dilakukan menggunakan jenis insektisida yang sama yaitu deltamethrin 5% sampai hari ke-98 akan menurunkan tingkat kefektifannya dalam mengalihkan gigitan Anopheles terhadap orang. Menurunnya tingkat keefektifan ini mungkin disebabkan adanya resistensi baik secara biokimiawi maupun secara behavior (perilaku) saat nyamuk terpapar secara terus menerus dalam jangka waktu yang cukup lama. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Winarno et al. (2010) pada vektor malaria di beberapa wilayah di Indonesia telah mengalami resistensi pada saat dipapar insektisida pada jenis yang sama dan dalam waktu yng lama. Selanjutnya Hasan (2006) di Desa Cikarawang, Bogor juga melaporkan terjadi penurunan kepadatan An. vagus pada kerbau dengan aplikasi zooprofilaksis yang dikombinasikan dengan insektisida deltametrin sampai hari ke-18. Aplikasi zooprofilaksis menggunakan babi dalam mengendalikan lalat tse-tse di Ghana yang berperan sebagai vektor Tripanosoma juga dilaporkan terjadi penurunan kepadatan sebesar 24% setelah 8 bulan menggunakan insektisida deltametrin (Bauer et al 2011). Sebaliknya, Habtewold et al. (2004) melaporkan aplikasi zooprofilaksis dengan insektisida pada sapi di Ethiopia tidak mempengaruhi nyamuk dalam merubah preferensinya untuk mencari darah inang manusia.

Kepadatan Anopheles pada Sapi

Kepadatan Anopheles pada sapi berinsektisida, cenderung berfluktuasi (Gambar 10). CHD rata-rata penangkapan nyamuk menggunakan sapi berinsektisida dari total 7 kali penangkapan yaitu 8,57 ± 7,61 nyamuk/jam/sapi. Tinggi rendahnya suatu populasi nyamuk di suatu lokasi sangat tergantung dengan kadar curah hujan pada daerah tersebut, semakin tinggi curah hujan maka peluang terbentuknya tempat perindukan nyamuk akan semakin besar sehingga populasinya akan meningkat (Barrera et al. 2011). Kasus malaria di Kecamatan Kokap Kabupaten Kulonprogo meningkat setelah terjadi peningkatan curah hujan yang tinggi (Suwasono 2000).

Hasil penangkapan Anopheles pada penangkapan ke-1 sampai ke-3 mengalami kenaikan jumlah populasi. Namun pada penangkapan ke-4 terjadi penurunan jumlah Anopheles yang tertangkap. Pada penangkapan ke-5 kembali terjadi peningkatan jumlah Anopheles. Penangkapan ke-5 merupakan kepadatan

Anopheles tertinggi yaitu sebesar 21,24 nyamuk/jam/sapi dikarenakan intensitas hujan pada saat itu cukup tinggi. Tingginya curah hujan menyebabkan terbentuknya tempat perindukan Anopheles baru di sawah-sawah maupun lagun yang terdapat di sekitar permukiman warga. Penangkapan ke-6 dan 7 kembali terjadi penurunan jumlah Anopheles yang tertangkap.

24

Kepadatan Anopheles pada sapi tidak berinsektisida seperti disajikan pada (Gambar 11). CHD rata-rata pada penangkapan nyamuk menggunakan sapi tanpa insektisida dari total 7 kali penangkapan yaitu 23,20 ± 12,76 nyamuk/jam/sapi. Jumlah CHD ini sangat jauh berbeda dengan hasil rata-rata CHD pada sapi berinsektisida. Kepadatan Anopheles pada penangkapan ke-1 dan ke-2 relatif tetap dan hanya mengalami sedikit penurunan, akan tetapi pada penangkapan ke-3 terjadi penurunan dari 30,94 nyamuk/jam/orang menjadi 14,13 nyamuk/jam/sapi. Penangkapan ke-4 dan ke-5 justru mengalami peningkatan kepadatan populasi akibat tingginya curah hujan seperti halnya pada sapi berinsektisida dengan CHD tertinggi yaitu 40,57 nyamuk/jam/sapi. Penangkapan ke-6 dan ke-7 kembali mengalami penurunan jumlah Anopheles yang tertangkap.

Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa Anopheles di desa Hanura Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung lebih bersifat

zoofilik. Hal ini dibuktikan dengan tingginya angka kepadatan nyamuk pada sapi jika dibandingkan pada orang. Hasil ini sesuai dengan Aprianto (2002) yang menyatakan An. vagus bersifat zoofilik, lebih menyukai darah sapi di desa Hargotirto, Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Hal ini berbeda dengan penelitian Suwito (2010) di Provinsi Lampung yang menyebutkan bahwa An. sundaicus lebih cenderung bersifat antrophofilik, hal ini dimungkinkan karena pada penelitian tersebut hanya tersedia umpan orang saja. Anopheles lebih menyukai atau memilih sapi sebagai inang karena dimungkinkan kadar karbondioksida dan aroma tubuh yang dikeluarkan sapi lebih menarik Anopheles untuk datang dan mengisap darahnya. Menurut Olanga et al. (2010) beberapa faktor yang diketahui mempengaruhi nyamuk dalam mencari inang adalah suhu, kelembaban, karbondioksida, aroma tubuh dan macam-macam faktor visual.

Gambar 10. Rata-rata Kepadatan Anopheles pada Sapi Berinsektisida dari Juni-September 2014. Ket: CHD 1-7= Cattle Hour Density pada penangkapan ke-1 sampai ke-7.

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00 CHD 1 CHD 2 CHD 3 CHD 4 CHD 5 CHD 6 CHD 7 3.62 10.89 15.93 3.67 21.24 2.56 2.06 n y am u k/ jam /sap i

25 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00 CHD 1 CHD 2 CHD 3 CHD 4 CHD 5 CHD 6 CHD 7 31.62 30.94 14.13 28.13 40.57 10.22 6.78 n y am u k/ jam /sap i

Fluktuasi populasi Anopheles pada sapi berinsektisida dan tidak menunjukkan pola yang hampir sama. Akan tetapi secara keseluruhan kepadatan

Anopheles pada sapi tidak berinsektisida jauh lebih tinggi daripada sapi berinsektisida. Hasil ini mengindikasikan adanya preferensi Anopheles yang cenderung lebih menyukai sapi yang tidak mengandung insektisida. Fenomena lebih rendahnya angka CHD pada sapi berinsektisida ini dimungkinkan oleh dua faktor. Pertama, adanya efek reppelant dari deltametrin yang digunakan. Kedua,

Anopheles sudah mengalami atau terindikasi ke arah resistensi. Hal ini dimungkinkan jenis insektisida deltametrin sudah digunakan dalam jangka waktu

Dokumen terkait