Hasil
Jenis – Jenis Ikan yang Diperoleh Tiap Stasiun
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di perairan estuari Suaka Marga
Satwa Karang Kabupaten Deli Serdang didapatkan jenis ikan yang termasuk
kedalam 8 ordo, 14 famili, 15 genus dan 19 spesies seperti terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jenis – Jenis Ikan yang Diperoleh pada Setiap Stasiun
ORDO FAMILI GENUS SPESIES
Clupeiformes Engraulidae Stolephorus Stolephorus baganensis
Osmeriformes Osmeridae Mallotus Mallotus villosus
Perciformes
Eleotridae Butis Butis amboinensis
Gobiidae Exyrias Exyrias puntang
Paratrypauchen Paratrypauchen microcephalus
Leiognathidae Leiognathus Leiognathus bloochii
Lutjanidae Lutjanus Lutjanus russelli
Scatophagidae Scatophagus Scatophagus argus
Serranidae Epinephelus Epinephelus coioides
Epinephelus lanceolatus
Pleuronectiformes Cynoglossidae Cynoglossus
Cynoglossus cynoglossus Cynoglossus lingua Cynoglossus puncticeps Cynoglossus waandersii
Scorpaeniformes Platycephalidae Platycephalus Platycephalus indicus
Synanceiidae Leptosynanceia Leptosynanceia asteroblepa
Siluriformes Ariidae Arius Arius maculatus
Tetraodontiformes Tetraodontidae Tetraodon Tetraodon sabahensis
Rajiformes Dasyatidae Hypolophus Hypolophus sephen
Karakteristik morfologi dari masing-masing ikan yang diperoleh di tiga
stasiun penelitian dapat dilihat sebagai berikut :
1. Stolephorus baganensis (Ikan Teri)
Ikan teri mempunyai morfologi tubuh berbentuk memanjang (fusiform)
atau agak pipih (compressed). Ikan teri berukuran kecil, panjang tubuh sekitar 145 mm bahkan mencapai 5 cm. Pada bagian linea latelaris berwarna putih perak yang
Gambar 6. Stolephorus baganensis 2. Mallotus villosus (Ikan Kepala batu)
Ikan Kepala Batu atau yang biasa disebut ikan Gulamah merupakan ikan
yang habitatnya di perairan pantai hingga ke laut dangkal dan sungai. Ikan ini
memiliki bentuk tubuh memanjang dan seluruh bagian tubuhnya tertutup sisik
kecuali ujung kepala. Sirip punggung tidak terputus, dengan lekukan yang dalam
antara bagian sirip yang berjari-jari keras dengan bagian sirip yang berjari-jari
lemah. Ikan ini menjadikan ikan-ikan kecil dan udang sebagai makanannya.
M. villosus dapat dilihat pada Gambar 7.
3. Butis amboinensis (Ikan Gabus pasir)
Pada setiap tingkat ikan gabus pasir memiliki karakteristik dari ikan gabus
pasir yaitu kepala pipih datar, lebar badan 5-5,5 kali lebih pendek dari panjang
standart, 6-7 kali lebih pendek dari panjang total, tidak mempunyai sisik
tambahan, interorbital, pipi dan kepala bersisik, tidak ada sisik antara mata dan
tulang mata, gigi pada barisan depan tidak membesar, tipe ekor membulat.
B. amboinensis dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Butis amboinensis 4. Exyrias puntang (Ikan Lobang / Ikan Puntang)
Ikan lobang atau sering disebut ikan puntang ini memiliki panjang 8-20
cm, ikan ini juga memiliki duri punggung (total) 7, duri sirip punggung lunak
(total) 10-11, duri dubur 1, sirip dubur lunak 9 – 10. Tubuhnya berwarna tanah kecoklat- coklatan, bagian punggung lebih gelap; bintik-bintik kehitaman
proksimal pada sirip dada; sirip perut kehitama dan sisik di depan sirip punggung.
Pipi dan opercula bersisik. Duri dari 1 sirip punggung memanjang ke filamen.
Berbeda dari E. bellissima dengan memiliki sisik di depan sirip punggung yang
lebih sedikit dan rincian yang sedikit berbeda dari warna. E. puntang dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Exyrias puntang 5. Paratrypauchen microcephalus (Gobi sisir)
Paratrypauchen microcephalus atau gobi sisir adalah spesies goby asli perairan laut dan payau dari Samudera Hindia dan Samudera Pasifik barat.
Spesies ini terdapat pada substrat berlumpur di dekat hutan bakau. Spesies ini
tumbuh dengan panjang 18 cm (panjang total). Spesies ini begitu penting untuk
perikanan komersial lokal dan juga dapat ditemukan dalam perdagangan
akuarium. Spesies ini merupakan satu-satunya anggota yang diketahui dari genus
nya. P. microcephalus dapat dilihat pada Gambar 10.
6. Leiognathuss bloochi (Ikan Kekek/Peperek)
Ikan kekek atau biasa dikenal sebagai ikan peperek dari famili
Leiognathidae memiliki cirri-ciri badan agak pipih sampai sangat pipih, pada
kepala bagian atas tengkuk kepala berduri. Ikan ini memiliki sirip punggung
dengan 8 jari-jari keras (jarang 7 atau 9) an 16-17 jari-jari lemah, sirip dubur
dengan 3 jari-jari keras dan 14 jari-jari lemah. Jari-jari keras ke-2 selalu paling
panjang. Badan tertutup sisik dan lingkaran kecil yang halus. L. bloochi dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Leiognathus bloochi 7. Lutjanus russelli (Ikan Tanda-tanda)
Ikan Tanda tanda, berwarna coklat abu-abu, dengan pinggir kemerahan
dan terdapat noktah hitam di belakang sirip dorsal/atas, perut putih keperakan.
Pinggiran sirip merah kekuningan, sirip ekor merah kecoklatan. Ikan Tanda tanda
termasuk keluarga kakap, hidup di perairan dangkal dan hangat serta bening, di
sekitar pantai berpasir, muara, tubiran, kapal tenggelam, tandes, di daerah dengan
Gambar 12. Lutjanus russelli 8. Scatophagus argus (Ikan Ketang)
Bentuk ikan ketang / kiper mirip dengan ikan discus sehinga ikan kiper
juga dijadikan ikan hias bagi sebagian orang. Ikan ini mempunyai bercak
totol-totol hitam pada tubuhnya dan ketika dewasa bercak totol-totol-totol-totol hitam ini akan
sedikit memudar. Tubuhnya pipih agak berbentuk segi empat. Mata cukup besar,
diameternya sedikit lebih kecil daripada panjang mulut. Ikan kiper secara umum
memiliki panjang 20 cm dan maksimum pada 38 cm. Ketika memasuki fase
matang gonad ikan kiper berukuran sekitar 14 cm. Pada bagian sirip dorsal
terdapat jari-jari keras sejumlah 10-11 dan 4 di bagian irip anal. S. argus dapat dilihat pada Gambar 13.
9. Epinephelus coioides (Ikan Kerapu lumpur)
Epinephelus coioides atau biasa disebut kerapu lumpur memiliki penampakan bintik pada tubuhnya. Bentuk tubuh memanjang bagian kepala dan
punggung berwarna gelap dan kehitaman sedangkan perut berwarna keputihan,
seluruh tubuhnya dipenuhi bintik-bintik kasar berwarna kecoklatan atau
kemerahan. Pada waktu masih berumur 3 tahun atau kurang, ikan ini berkelamin
betina. Namun sesudah berumur lebih dari 4 tahun ikan ini berubah kelamin
menjadi jantan tanpa perubahan morfologi yang jelas. Panjang maksimum yang
dapat dicapai sampai 95 cm. E. coioides dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14. Epinephelus coioides 10. Epinephelus lanceolatus (Ikan Kerapu kertang)
Ikan kerapu kertang memiliki bentuk tubuh kompres dan sedikit
membulat. Warna tubuh abu-abu dengan 4 garis melintang yang kurang begitu
jelas (samar-samar). Semua sirip (pectoral, anal, ventral, dorsal dan caudal) dengan dasar berwarna kuning dengan bintik-bintik hitam. Ikan ini memiliki
bentuk sirip punggung yang melebar kearah belakang dan menyatu. Bentuk ekor
lebih panjang dari bibir atas) serta panjang tubuhnya antara 20-32 cm.
E. lanceolatus dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15. Epinephelus lanceolatus 11. Cynoglossus (Ikan Lidah)
Ikan lidah mempunyai tubuh pipih mendatar seperti lidah, tubuh non
bilateral simetris, termasuk ke dalam group Agnatha (ikan yang tidak berahang)
dan digolongkan dalam kelas Cephalaspidomorphi. Bentuk ekornya meruncing,
sirip berpasangan kepala tumpul dan tidak bersisik. Biasanya monorhinous
dengan ukuran mulut yang sempit, tidak mempunyai sungut dan hal yang menarik
mata terletak di satu sisi. Cynoglossus dapat dilihat pada gambar 16.
12. Platycephalus indicus (Ikan Baji-baji)
Ikan baji baji merupakan ikan yang habitatnya didasar perairan seperti dasar
sungai/muara. Ikan baji ini umumnya tidak bermigrasi karena pergerakannya yang
terbatas. Ikan ini mempunyai tubuh menggembung dibagian belakang kepala,
kepala lebih lebar dari bentuk badan. Umumnya ikan dini disebut baji buaya
karena bentuknya yang mirip dengan buaya. Bentuk ekornya meruncing dan tidak
bersisik. Ikan ini memiliki panjang tubuh berkisar 20-50 cm. P. indicus dapat dilihat pada gambar 17.
Gambar 17. Platycephalus indicus
13. Leptosynanceia asteroblepa (Ikan Depu-depu)
Leptosynanceia asteroblepa atau biasa disebut ikan depu-depu memiliki
bentuk tubuh bulat dan melebar. Ikan ini meiliki corak coklat kehitam-hitaman.
Ikan ini biasa ditemukan di perairan selat dan muara sungai. Ikan ini disebut juga
ikan depu di daerah Malaysia dan Negara tetangga. Ikan depu-depu ini memiliki
panjang tubuh 25-40cm. Ikan ini juga memilik tubuh yang berlendir sehingga
Gambar 18. Leptosynanceia asteroblepa 14. Arius maculatus (Ikan manyung)
Ciri khusus dari ikan ini adalah adanya adipose fin, yaitu sirip tambahan berupa lemak yang terletak dibelakang sirip dorsal dan tidak berhubungan. Sirip punggung, dada, dan dubur masing-masing berjari keras satu dan mengandung bisa. Sirip lengkap yaitu sirip dorsal, ventral, pektoral, anal, dan caudal. Mulut tidak dapat disembulkan dengan posisi mulut terminal. Linea literalis lengkap berada di permukaan kulit, karena tidak mempunyai sisik dan berada di atas sirip pektoral. Warna merah sawo atau merah sawo keabuan bagian atas, putih merah maya-maya bagian bawah. Sisip-siripnya (punggung, dubur) ujungnya gelap. Jenis ikan ini dapat berukuran besar. Umumnya tertangkap pada ukuran 250-700 mm dan dapat mencapai panjang 1500 mm. A. maculatus dapat diliihat pada Gambar 19.
15. Tetraodon sabahensis (Ikan Buntal)
Tetraodontidae adalah sebuah famili dari ikan muara dan laut yang berasal
dari ordo Tetraodontiformes. Secara morfologi, ikan-ikan serupa yang termasuk
dalam famili ini serupa dengan ikan landak yang memiliki tulang belakang luas
yang besar (tidak seperti tulang belakang Tetraodontidae yang lebih tipis,
tersembunyi, dan dapat terlihat ketika ikan ini menggembungkan diri). Ikan buntal
memiliki empat gigi tajam besar yang terpasang pada rahang atas dan bawah. Ikan
ini dapat mengembang seperti balon dan mengeluarkan duri tajam. Ikan buntal
memiliki panjang 8-14 inci (20-35 cm), mencapai maksimum 20 inchi (50 cm).
T. sabahensis dapat dilihat pada Gambar 20.
Gambar 20. Tetraodon sabahensis 16. Hypolophus sephen (Ikan Pari)
Ikan pari memiliki bentuk tubuh yang relatif lebih datar dibandingkan hiu,
ikan ini mempunyai bentuk tubuh gepeng melebar (depressed). Sepasang sirip dada (pectoral fins) yang melebar dan menyatu dengan sisi kiri-kanan kepala, membuat tampak atas dan tampak bawah ikan ini terlihat bundar atau oval. Ikan
pari umumnya mempunyai ekor yang sangat berkembang, berukuran panjang dan
sebuah atau lebih duri tajam di bagian ventral dan dorsal. H. sephen dapat dilihat pada Gambar 21.
Gambar 21. Hypolophus sephen
Kepadatan Populasi (K), Kepadatan Relatif (KR), dan Frekuensi Kehadiran Ikan (FK) di Perairan Estuari Suaka Margasatwa Karang Gading
Berdasarkan analisis data yang digunakan diperoleh nilai Kepadatan (K),
Kepadatan Relatif (KR) dan Frekuensi Kehadiran (KR) ikan pada setiap stasiun
pengamatan dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Data Kepadatan (ind/m2), Kepadatan Relatif (%) dan Frekuensi Kehadiran (%) Ikan pada Setiap Stasiun Pengamatan di Karang Gading
No Spesies Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 K KR FK K KR FK K KR FK 1 Arius maculatus - - - - - - 0.142 0.77 50.00 2 Cynoglossus cynoglosus 0.708 5.32 50.00 - - - 0.566 3.08 100.00 3 Cynoglossus lingua - - - - - - 0.142 0.77 50.00 4 Cynoglossus puncticeps 0.142 1.06 50.00 - - - - - - 5 Cynoglossus wandersii 0.708 5.32 50.00 - - - - - - 6 Hypolophus sephen - - - - - - 0.425 2.31 50.00 7 Butis amboinensis 2.972 22.34 100.00 1.274 24.32 100.00 4.105 22.31 100.00 8 Stolephorus baganensis 0.283 2.13 50.00 - - - 0.425 2.31 100.00 9 Exyrias puntang 0.849 6.38 100.00 0.142 2.70 50.00 0.142 0.77 50.00
No Spesies Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 K KR FK K KR FK K KR FK 10 Paratrypauchen microcephalus - - - - - - 0.142 0.77 50.00 11 Leiognathus blochii 0.708 5.32 100.00 1.982 37.84 100.00 7.643 41.54 100.00 12 Lutjanus russelli 0.991 7.45 50.00 0.425 8.11 50.00 0.283 1.54 50.00 13 Mallotus villosus 1.557 11.70 50.00 0.142 2.70 50.00 3.822 20.77 50.00 14 Platycephalus indicus 1.840 13.83 100.00 0.283 5.41 50.00 0.142 0.77 50.00 15 Scatophagus argus - - - 0.283 5.41 50.00 - - - 16 Epinephelus coioides 0.283 2.13 50.00 - - - - - - 17 Epinephelus lanceolatus 0.142 1.06 50.00 - - - - - - 18 Leptosynanceia asteroblepa 1.415 10.64 100.00 0.708 13.51 50.00 0.283 1.54 50.00 19 Tetraodon sabahensis 0.708 5.32 50.00 - - 50.00 0.142 0.77 50.00 Total 13.305 100.00 950.00 5.237 100.00 650.00 18.401 100.00 900.00
Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Ikan
Nilai indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan indeks dominansi ikan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Indeks Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Ikan di Perairan
Indeks Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
H' 2.35 1.70 1.62
E 0.89 0.82 0.61
C 0.12 0.23 0.27
Parameter Fisika dan Kimia Perairan
Hasil pengukuran faktor fisika kimia perairan estuari Suaka Margasatwa
Karang Gading dapat dilihat tabel 6.
Tabel 6. Data pengukuran parameter fisika-kimia Perairan Etuari Suaka Margasatwa Karang Gading
Parameter Satuan Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Fisika
Suhu 0C 29.55 30 30.25
Kecerahan cm 69.75 30.5 88.5
Kecepatan Arus m/det 0.13 0.08 0.08
Parameter Satuan Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Kimia
pH - 7.03 6.3 6.50
DO mg/l 4.44 4 3.86
BOD mg/l 0.63 0.65 0.77
Analisis Korelasi Pearson antara Keanekaragaman Ikan dan Faktor Fisika Kimia Perairan
Analisis Korelasi Pearson diperoleh dengan menganalisis hubungan
keanekaragaman dan faktor fisika-kimia perairan estuari Suaka Margasatwa
Karang Gading dengan menggunakan metode Pearson. Nilai indeks korelasi (r)
dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Nilai Korelasi Pearson Antara Keanekaragaman dengan Faktor Fisika Kimia Perairan
Parameter Nilai Korelasi
Suhu ( 0C ) -0.997 Kecerahan (cm) -0.081 Kecepatan Arus (m/s) 0.960 Salinitas (‰) 0.721 pH 0.852 DO (mg/l) 0.999 BOD (mg/l) 0.807 Pembahasan
Kepadatan, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran Ikan
Tabel 4menunjukkan bahwa pada stasiun 1 dan stasiun 3 mempunyai jenis
spesies terbanyak yaitu 14 spesies sedangkan stasiun 2 mempunyai jumlah spesies
yang lebih sedikit yaitu 8 spesies. Hal ini dapat disebabkan karena pada stasiun 2
memiliki kecerahan yang lebih kecil dibandingkan kecerahan pada stasiun yang
lain. Kecerahan merupakan faktor penting dalam suatu perairan karena berfungsi
sebagai faktor pembatas bagi pertumbuhan fitoplankton sebagai pakan dari ikan.
Stasiun 3 mempunyai nilai kepadatan tertinggi dengan nilai 18,401 ind/m2. Hal ini dapat disebabkan karena pada stasiun ini memiliki nilai kecerahan yang
paling tinggi dibandingkan stasiun lain. Kecerahan memiliki peranan yang penting
bagi ikan. Kecerahan yang diukur berada pada nilai 88,5 cm. Nilai ini mendukung
pertumbuhan makhluk hidup yang berukuran kecil bahkan mikro seperti plankton.
Butis amboinensis, Exyrias puntang, Leiognathus bloochi, Lutjanus russelli, Mallotus villosus, Patycephalus indicus dan Leptosynanceia asteroblepa merupakan spesies ikan yang selalu ditemukan pada setiap stasiun. Hal ini
mengindikasikan bahwa ketujuh spesies ikan ini memiliki pola distribusi dan
sebaran yang merata. Spesies tersebut memperlihatkan bahwa ikan-ikan ini
memiliki daya tahan atau toleransi yang tinggi pada semua habitat perairan
dengan rona lingkungan yang berbeda beda.
Pada stasiun 1 Butis amboinensis memiliki nilai kepadatan tertinggi dengan nilai 2,972 ind/m2 dibandingkan dengan ikan lainnya pada stasiun yang sama. Hal ini dapat disebabkan karena ikan ini lebih suka hidup pada muara atau
estuari. Ikan dari family Eletroidae merupakan penghuni uatama di beberapa
perairan Sumatera (Kottelat, et al., 1993). Menurut Soeroto (2010) mengatakan bahwa pustaka tentang biologi gabus pasir sangatlah langka. Yang paling banyak
hanya menyebutkan spesies ini pada suatu tempat atau negara-negara tertentu,
ataupun mengenai distribusinya. Taksonomi dan kunci identifikasi famili
eletroidae memberikan keterangan tentang habitat gabus pasir yang dikatakan
dapat hidup di danau, sungai, rawa, air payau, muara sungai dan di laut.
Pada stasiun 2 diperoleh ikan sebanyak 8 spesies dengan kepadatan total
5.237 ind/m2. Nilai kepadatan ini lebih kecil dibandingkan nilai kepadatan pada stasiun 1 dan stasiun 3. Hal ini dapat disebabkan karena nilai kecerahan pada
padatan tersuspensi yang menghalangi cahaya masuk ke perairan sehingga
kecerahan yang terukur kecil. Menurut Odum (1994), kecerahan suatu perairan
berkaitan dengan padatan tersuspensi, warna air dan penetrasi cahaya yang dating,
sehingga dapat menurunkan intensitas cahaya yang tersedia bagi organism
perairan.
Pada stasiun 2 dan 3 Leiognathus bloochi memiliki kepadatan tertinggi dengan nilai 1,982 ind/m2 dan 7,643 ind/m2 dibandingkan dengan ikan lainnya pada stasiun yang sama. Hal ini karena memang ikan ini tersebar luas di perairan
sesuai dengan pendapat Rahardjo et al., (2011) ikan kelas Actinopterygii termasuk Leiognathus merupaka kelas yang dominan di bumi termasuk diperairan air tawar
maupun air payau. Keadaan ini juga dapat disebabkan ikan Leiognathus memiliki
keampuan reproduksi yang baik dalam kedua stasiun ini. Hal ini sesuai dengan
literatur Yustina (2002) yang menyatakan bahwa pertumbuhan populasi ikan di
alam sangat bergantung pada strategi reproduksi dan respons dari perubahan
lingkungan.
Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Ikan
Berdasarkan tabel 5 menunjukkan nilai indeks keanekaragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan dominansi (C) ikan. Nilai H’ tertinggi terdapat pada stasiun I sebesar 2,35 dan terendah pada stasiun 3 yakni sebesar 1.69. Hal ini
diduga karena jumlah spesies yang tertangkap tiap stasiun berpengaruh positif
terhadap jumlah individu ikan per jenis atau spesies. Sesuai dengan literatur
Brower dkk., (1990) yang menyatakan bahwa suatu komunitas dikatakan
mempunyai keanekaragaman spesies yang tinggi apabila terdapat banyak spesies
keanekaragaman rendah dikatakan apabila spesies sedikit dan jumlah individu
yang tidak merata.
Pada tabel 5 dapat dilihat nilai keanekaragaman di ketiga stasiun berkisar
antara 1,62-2,35 yang tergolong dalam nilai keanekaragaman. Hal ini dapat
disebabkan banyaknya aktifitas yang terdapat di setiap stasiun yang
mempengaruhi kualitas air. Perubahan kualitas air mengakibatkan ikan yang tidak
dapat bertahan dalam kondisi tersebut akan melakukan migrasi. Sesuai dengan
pernyataan Krebs (1985) yang menyatakan bahwa indeks keanekaragaman
menyatakan kekayaan spesies dalam komunitas dan memperlihatkan
keseimbangan dalam pembagian individu per spesies. Nilai ini akan semakin
meningkat jika jumlah spesies semakin banyak dan proporsi jenis semakin merata.
Nilai indeks keseragaman (E) pada setiap stasiun yang ditunjukkan pada
Tabel 5 berkisar antara 0,61-0,89. Nilai ini adalah tergolong baik dimana nilainya
berada diantara 0-1 yang menyatakan bahwa ikan tersebar merata. Indeks
keseragaman (E) digunakan untuk mengetahui kemerataan proporsi
masing-masing jenis ikan di suatu ekosistem. Hal ini sesuai dengan pendapat Krebs
(1978) yang menyatakan bahwa semakin kecil nilai (E) maka semakin kecil pula
keseragaman suatu populasi dan penyebaran individunya mendominasi populasi
sedangkan bila nilainya semakin besar makan akan semakin besar pula
keseragaman suatu populasi dimana jenis dan jumlah individu tiap jenisnya
merata atau seragam.
Nilai indeks dominansi (C) pada setiap stasiun yang ditunjukkan pada
tabel 5 berkisar antara 0,12-0,27. Nilai ini adalah tergolong rendah karena nilainya
tidak ada yang mendominasi secara spesifik atau temporal, namun masih dalam
keadaan yang stabil. Hal ini sesuai dengan literatur Fachrul (2007) yang
menyatakan bahwa dominansi dikatakan rendah apabila tidak terdapat spesies
yang mendominasi spesies lainnya atau dengan kata lain struktur komunitasnya
dalam keadaan stabil. Ardani dan Organsastra (2009) juga menyatakan bahwa
apabila nilai C mendekati 0 maka dominansi rendah (tidak ada satu spesies yang
mendominasi) sebaliknya jika nilai C mendekati 1 maka dominansi tinggi (ada
satu spesies yang mendominasi).
Parameter Fisika-Kimia Perairan Suhu
Suhu rata-rata perairan pada ketiga stasiun berkisar antara 29,55-30,25
dengan suhu terendah terdapat di stasiun 1. Suhu tertinggi terdapat pada stasiun 3.
Suhu ini masih dikatakan baik karena tidak melebihi batas suhu terendah maupun
suhu tertinggi yang optimal bagi pertumbuhan ikan. Hal ini sesuai dengan literatur
Anwar et al., (1984) diacu oleh Pandiangan (2009) menyatakan bahwa semua jenis ikan mempunyai toleransi yang rendah terhadap perubahan suhu apalagi
yang drastis. Kisaran suhu yang baik untuk ikan adalah antara 25-320C yang umumnya kisaran suhu ini berada di daerah beriklim tropis seperti Indonesia.
Suhu sangat mempengaruhi keberadaan ikan. Apabila suhu terlalu tinggi
maka akan menimbulkan kondisi stress pada tubuh ikan yang dapat menyebabkan
kematian pada ikan dan penurunan populasi atau jumlah individu ikan pada suatu
kawasan. Syakur (2000) juga menyatakan bahwa laju metabolisme ikan dan
dingin akan menyebabkan laju pertumbuhan ikan akan meningkat, sebaliknya
juga demikian bila suhu tinggi akan mengganggu proses metabolism pada ikan.
Kecerahan
Nilai kecerahan pada ketiga stasiun diperoh kisaran antara 30,5-88,5 cm.
Nilai terendah terdapat pada stasiun 2 dan tertinggi terdapat pada stasiun 3. Nilai
kecerahan yang rendah disebabkan oleh kondisi perairan pada stasiun 2 yang
keruh akibat banyaknya limbah dari tambak alam milik masyarakat dan aktivitas
lain di sekitar wilayah tersebut sehingga cahaya tidak menembus hingga ke dasar
perairan. Hal ini sesuai dengan literatur Tarigan dkk., (2013) yang menyatakan
bahwa kecerahan rendah dikarenakan banyaknya aktivitas manusia yang
mengahasilkan limbah sehingga banyaknya partikel terlarut dan partikel
tersuspensi yang berasal dari aktivitas manusia tersebut. Kisaran kecerahan ini
masih berada pada ambang batas untuk perairan daerah tropis dan masih
mendukung bagi kehidupan ikan.
Nilai keecarahan yang tinggi pada stasiun 3 disebabkan oleh kondisi
lingkungan air yang tidak terlalu keruh dan juga aktivitas masyarakat yang jarang
melalui kawasan tersebut. Berdasarkan Odum (1996), kecerahan suatu perairan
berkaitan dengan padatan tersuspensi, warna air dan penetrasi cahaya yang dating,
sehingga dapat menurunkan intensitas cahaya yang tersedia bagi organism
perairan.
Kecepatan Arus
Parameter fisika yang lain adalah kecepatan arus yang diukur berada pada
kisaran 0,08-0,13 m/s. Nilai kecepatan arus yang terendah terdapat pada stasiun 2
arus sangat dipengaruhi oleh jenis kemiringan topografi perairan, jenis batuan
besar, debit air dan curah hujan. Menurut Suin (2002), kecepatan arus air dari
suatu badan air ikut menentukan penyebaran organism yang hidup di badan air
tersebut.
Salinitas
Dari data yang diperoleh pada setiap stasiun pengamatan, nilai salinitas
berkisar antara 29,5-30 ‰. Stasiun 1 dan 2 memiliki nilai salinitas yang lebih tinggi sebesar 30 ‰ sedangkan stasiun 3 memiliki salinitas sebesar 29,5. Nilai ini masih tergolong baik untuk pertumbuhan dan perkembangan ikan. Peningkatan
salinitas diduga karena semakin tingginya aktivitas manusia di sekitar sungai.
Sesuai dengan pendapat Yurisma., dkk (2013) menyatakan bahwa salinitas
merupakan masking factor bagi organisme akuatik yang dapat menjadi satu
pengaruh yang berdampak pada organism. Salinitas sebagai salah sattu parameter
kualitas air berpengaruh secara langsung terhadap metabolisme ikan , terutama
proses osmoregulasi.
pH
Pada tabel 5 dapat dilihat nilai parameter kimia di setiap stasiun. Nilai pH
atau derajat keasaman disetiap stasiun berkisar antara 6,3-7,03. Nilai pH tertinggi
terdapat pada stasiun 1 dan terendah terdapat pada stasiun 2. Hal ini menandakan
bahwa pH air di estuari masih berada dalam batas klasifikasi mutu air kelas I PP
RI No.82 Tahun 2001 yang berkisar antara 6-9. Menurut Siagian (2009), adanya
perbedaan nilai pH pada suatu perairan disebabkan penambahan atau kehilangan
CO2 melalui proses fotosintesis yang akan menyebabkan perubahan pH di