• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Kekayaan Jenis dan Kerapatan Vegetasi Mangrove

Dari hasil analisis vegetasi dapat dilihat tingkat keragaman dan kerapatan vegetasi mangrove dari dua lokasi yaitu pada hutan sekunder dan tambak berdasarkan tingkat pertumbuhan yang ditemui di 30 plot pada masing-masing lokasi. Pada lokasi hutan sekunder tercatat 5 jenis vegetasi yang ditemukan pada seluruh tingkat pertumbuhan yaitu pada tingkat semai, tingkat pancang, dan tingkat pohon dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kekayaan jenis dan potensi vegetasi mangrove yang ditemui pada lokasi hutan sekunder di Desa Pulau Sembilan, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

Jenis yang mendominasi terdapat pada jenis R. apiculata pada setiap pertumbuhan, sedangkan yang terendah terdapat pada A. marina pada tingkat pertumbuhan semai dan pancang, dan pada tingkat pertumbuhan pohon yang terendah terdapat pada jenis A. marina dan L. racemosa.

Famili

Jenis ∑ Ind Tingkat pertumbuhan

Nama lokal Nama ilmiah Semai Pancang Pohon

Avicenniaceae Api-api putih Avicennia marina 2 9 26

Combretaceae Truntun Lumnitzera racemosa 3 10 26

Euphorbiaceae Buta-buta Excoecaria agallocha 4 15 49

Rhizophoraceae Bakau Rhizophora apiculata 8 46 252

Sonneratiaceae Pedada Sonneratia alba 3 12 31

Pada lokasi Tambak tercatat 8 jenis vegetasi yang ditemukan pada seluruh tingkat pertumbuhan yaitu pada tingkat semai (7 jenis), tingkat pancang (7 jenis), dan tingkat pohon (8 jenis) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kekayaan jenis dan potensi vegetasi mangrove yang ditemui pada lokasi Tambak di Desa Pulau Sembilan, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

Jenis yang mendominasi pada tingkat pertumbuhan pohon adalah R.

apiculata, jenis yang mendominasi pada tingkat pertumbuhan pancang terdapat pada

jenis B. parviflora dan jenis yang mendominasi pada tingkat pertumbuhan semai terdapat pada jenis B. sexangula dan jenis R. apiculata. Dengan demikian, pada masing-masing lokasi penelitian didominasi oleh jenis famili Rhizophoraceae.

Famili

Jenis ∑ Ind Tingkat pertumbuhan

Nama lokal Nama ilmiah Semai Pancang Pohon

Avicenniaceae Api-api putih Avicennia marina 15 7 7

Combretaceae Truntun Lumnitzera racemosa 4 43 1

Meliaceae Nyirih Xylocarpus granatum 2 1 6

Rhizophoraceae Lenggadai Bruguiera parviflora 14 93 11

Rhizophoraceae Mata buaya Bruguiera sexangula 21 13 1

Rhizophoraceae Bakau Rhizophora apiculata 21 30 14

Rhizophoraceae Bakau hitam Rhizophora mucronata 0 0 1

Rubiaceae Mengkudu Morinda citrifolia L. 1 6 1

Total 78 194 43

Dominansi

Penentuan jenis vegetasi dominan dilakukan dengan menggunakan indeks nilai penting (INP), beberapa jenis tumbuhan yang ditemui di setiap plot contoh penelitian di lokasi hutan sekunder untuk tingkat pertumbuhan semai, pancang, dan tingkat pohon dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Indeks Nilai Penting (INP) Vegetasi Mangrove untuk Tingkat Pertumbuhan Semai, Pancang dan Pohon yang terdapat di lokasi hutan sekunder di Desa Pulau Sembilan, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

B erdasarkan data Tabel 3, dapat dilihat jenis yang dominan pada tingkat pohon terdapat pada jenis R. apiculata (INP = 116,13 %) dan terendah terdapat pada jenis A. marina (INP = 41,71). Pada tingkat pancang jenis yang mendominasi masih terdapat pada jenis R. apiculata (INP = 88,67%) dan terendah juga masih terdapat pada jenis A.

No Jenis

Tingkat pertumbuhan

Semai Pancang Pohon

INP (%) INP (%) INP (%)

1 Avicennia marina 19,75 21,80 41,71 2 Lumnitzera racemosa 31,18 24,12 44,97 3 Excoecaria agallocha 41,06 36,34 50,32 4 Rhizophora apiculata 82,11 88,67 116,13 5 Sonneratia alba 25,90 29,07 46,88 Total 200 200 300

masih terdapat pada jenis R. apiculata (INP = 82,11%) dan terendah juga masih terdapat pada jenis A. marina (INP = 19,75%).

Penentuan jenis vegetasi dominan dilakukan dengan menggunakan indeks nilai penting (INP), beberapa jenis tumbuhan yang ditemui di setiap plot contoh penelitian di lokasi tambak untuk tingkat pertumbuhan semai, pancang, dan tingkat pohon dapat dilihat pada Tabel 4 :

Tabel 4. Indeks Nilai Penting (INP) Vegetasi Mangrove untuk Tingkat Pertumbuhan Semai, Pancang dan Pohon yang terdapat di lokasi tambak di Desa Pulau Sembilan, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

Berdasarkan data Tabel 4, dapat dilihat jenis yang dominan pada tingkat pohon terdapat pada jenis R. apiculata (INP = 75,48 %) dan terendah terdapat pada

No Jenis

Tingkat pertumbuhan

Semai Pancang Pohon

INP (%) INP (%) INP (%)

1 Avicennia marina 32,33 18,97 45,53 2 Lumnitzera racemosa 11,41 33,81 15,29 3 Xylocarpus granatum 8,63 4,31 43,73 4 Bruguiera parviflora 30,75 71,37 67,92 5 Bruguiera sexangula 46,54 22,08 21,08 6 Rhizophora apiculata 65,30 30,96 75,48 7 Rhizophora mucronata 0 0 15,68 8 Morinda citrifolia L. 7,44 18,50 15,29 Total 200 200 300

jenis L. racemosa dan R. mucronata (INP = 15,29). Pada tingkat pancang jenis yang mendominasi terdapat pada jenis B. parviflora (INP = 71,37%) dan terendah terdapat pada jenis R. mucronata (INP = 0%). Sementara pada tingkat semai, jenis yang mendominasi terdapat pada jenis R. apiculata (INP = 65,30%) dan terendah terdapat pada jenis M. citrifolia (INP = 7,44%).

Keanekaragaman Jenis

Hasil pengukuran keanekaragaman jenis (H’) yang telah dilakukan dari dua lokasi yaitu pada lokasi hutan sekunder dan lokasi tambak pada 30 plot petak contoh di kedua lokasi penelitian untuk tingkat pertumbuhan semai, pancang, dan tingkat pohon dapat dilihat pada tabel 5 dan tabel 6.

Tabel 5. Indeks Keanekargaman (H') Vegetasi Hutan Mangrove pada lokasi hutan sekunder di Desa Pulau Sembilan, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

No Jenis Indeks Keanekaragaman

Semai Pancang Pohon

1 Avicennia marina -0,23 -0,23 -0,18 2 Lumnitzera racemosa -0,29 -0,24 -0,18 3 Excoecaria agallocha -0,32 -0,30 -0,26 4 Rhizophora apiculata -0,37 -0,35 -0,28 5 Sonneratia alba -0,28 -0,27 -0,20 1,49 1,38 1,11

Tabel 6. Indeks Keanekargaman (H') Vegetasi Hutan Mangrove pada lokasi tambak di Desa Pulau Sembilan, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

Komposisi vegetasi pada suatu tipe hutan sangat penting diketahui, komposisi dimaksud meliputi vegetasi pada lapisan tajuk di bagian atas (pohon) dan vegetasi pada lapisan bawah (lantai hutan). Tingginya tingkat keanekaragaman hayati (biodiversity) di hutan mangove dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk kondisi tempat tumbuh mangrove tersebut. Indeks keragaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah indeks keragaman Shanon-wiener. Kriteria nilai indeks karagaman jenis berdasarkan Shanon-wiener (H’) berkisar 0 – 3 dengan kriteria sebagai berikut: jika H’ (0 < 2) tergolong rendah, H’ (2 < 3) tergolong sedang, H’ (> 3) atau lebih tergolong tinggi. Sehingga dapat dilihat dari tabel 5 dan tabel 6,

No Jenis Indeks Keanekaragaman

Semai Pancang Pohon

1 Avicennia marina -0,32 -0,12 -0,30 2 Lumnitzera racemosa -0,15 -0,33 -0,09 3 Xylocarpus granatum -0,09 -0,03 -0,28 4 Bruguiera parviflora -0,31 -0,35 -0,35 5 Bruguiera sexangula -0,35 -0,18 -0,09 6 Rhizophora apiculata -0,35 -0,29 -0,37 7 Rhizophora mucronata 0 0 -0,09 8 Morinda citrifolia L. -0,06 -0,11 -0,09 Total 1,63 1,44 1,72

keanekaragaman hayati yang terdapat di masing-masing lokasi penelitian ini tergolong rendah ( H’= 0 < 2 ).

Potensi Karbon Tersimpan

Hasil pengukuran biomasa vegetasi mangrove untuk tingkat pertumbuhan pohon pada 30 plot contoh yang terdapat pada lokasi hutan sekunder di Desa Pulau Sembilan, Kecamatan pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Biomasa Vegetasi mangrove pada lokasi hutan sekunder di Desa Pulau Sembilan, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

Dari Tabel 7 dapat diihat bahwa jenis vegetasi L. racemosa mempunyai potensi biomasa yang tertinggi dengan jumlah biomasa 35.944,45 kg/Ha dan yang terendah terdapat pada S. alba dengan jumlah biomasa 2.421,07 kg/Ha. Hasil pengukuran pada plot contoh penelitian di lokasi hutan mangrove menunjukan bahwa

No Nama lokal Nama ilmiah W

1 Api-api putih Avicennia marina 2.421,07

2 Truntun Lumnitzera racemosa 35.944,45

3 Buta-buta Excoecaria agallocha 6.827,31

4 Bakau Rhizophora apiculata 3.251,54

5 Pedada Sonneratia alba 3.145,46

Jumlah kg/Ha 51.589,83 kg/Ha

Estimasi Karbon (C=total biomassa kg/ha x 0,46) 23.731,32 kg/Ha

Jumlah ton/Ha 23,73 ton/Ha

kawasan Desa Pulau Sembilan, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara memiliki total biomasa tegakan mangrove sebesar 51.589,83 kg/Ha dengan potensi karbon 23,73 ton/Ha.

Hasil pengukuran biomasa vegetasi mangrove untuk tingkat pertumbuhan pohon pada 30 plot contoh yang terdapat pada lokasi tambak di Desa Pulau Sembilan, Kecamatan pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Biomasa Vegetasi mangrove pada lokasi tambak di Desa Pulau Sembilan, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

Dari Tabel 8 dapat diihat bahwa jenis vegetasi R. apiculata mempunyai potensi biomasa yang tertinggi dengan jumlah biomasa 2.297,91 kg/Ha dan yang terendah terdapat pada R. mucronata dengan jumlah biomasa 43,80 kg/Ha. Hasil

No Nama local Nama ilmiah W

1 Api-api putih Avicennia marina 518,61

2 Truntun Lumnitzera racemosa 51,74

3 Nyirih Xylocarpus granatum 461,23

4 Lenggadai Bruguiera parviflora 1.007,54

5 Mata buaya Bruguiera sexangula 117,16

6 Bakau Rhizophora apiculata 2.297,91

7 Bakau hitam Rhizophora mucronata 43,80

8 Mengkudu Morinda citrifolia L. 59,44

Jumlah kg/Ha 4.557,43 kg/Ha

Estimasi Karbon (C=total biomassa kg/ha x 0,46) 2.096,42 kg/Ha

pengukuran pada plot contoh penelitian di lokasi tambak menunjukan bahwa kawasan Desa Pulau Sembilan, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara memiliki total biomasa tegakan mangrove sebesar 4.557,43 kg/Ha dengan potensi karbon 2,10 ton/Ha.

Pembahasan

Kekayaan Jenis dan Kerapatan Vegetasi Mangrove

Dari hasil analisis vegetasi pada 30 plot sampel penelitian yang telah dilakukan di masing-masing lokasi penelitian ditemukan 7 famili vegetasi mangrove. Pada lokasi hutan mangrove terdapat 5 famili vegetasi yang terdiri dari:

Avicenniaceae, Combretaceae, Euphorbiaceae, Rhizoporaceae, dan Sonneratiaceae

dengan 5 sepesies yang terdiri dari : A. marina, L. racemosa, E. agallocha, R.

apiculata, dan S. alba. Jumlah vegetasi setiap tingkat pertumbuhan/ha ditemukan

semai sebanyak 20 batang, pancang 92 batang dan tingkat pertumbuhan pohon 384 batang. Pada lokasi tambak juga terdapat 5 famili vegetasi yang terdiri dari:

Avicenniaceae, Combretaceae, Meliaceae, Rhizoporaceae, dan Rubiaceae dengan 8

sepesies yang terdiri dari : A. marina, L. racemosa, X. granatum, B. parviflora, B.

sexangula, R. apiculata, R. mucronata, dan M. citrifolia. Jumlah vegetasi setiap

tingkat pertumbuhan/ha ditemukan semai sebanyak 78 batang, pancang 193 batang dan tingkat pertumbuhan pohon 42 batang.

Pada lokasi hutan mangrove di kawasan Desa Pulau Sembilan, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat pada dasarnnya merupakan lahan bekas kegiatan reboisasi yang dilakukan masyarakat dan Departemen Kehutanan sekitar tahun 90an. Hal ini dapat dilihat dengan pertumbuhan tinggi dan diameter tiap jenis mangrove yang relatif sama pada setiap plot, dan jenis vegetasi yang banyak dijumpai adalah pada tingkat pertumbuhan pohon, sedangkan vegetasi dengan tingkat pertumbuhan semai dan pancang sangat sedikit ditemukan. Ini disebabkan oleh mangrove pada

penyebaran tergolong rendah. Sedangkan pada lokasi tambak di kawasan Desa Pulau Sembilan, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat merupakan lahan yang mayoritas digenangi oleh air. Jenis vegetasi yang banyak dijumpai adalah pada tingkat pertumbuhan semai dan pancang, sedangkan vegetasi dengan tingkat pertumbuhan pohon sedikit ditemukan. Ini disebabkan oleh keadaan tempat tumbuhnya yang mayoritas digenangi oleh air, sehingga penyebaran tergolong lebih tinggi dibandingkan dengan yang berada di lokasi hutan mangrove.

Keanekaragaman jenis yang tinggi merupakan indikator dari kemantapan atau kestabilan dari suatu lingkungan pertumbuhan. Kestabilan yang tinggi menunjukkan tingkat kompleksitas yang tinggi, hal ini disebabkan terjadinya interaksi yang tinggi pula sehingga akan mempunyai kemampuan lebih tinggi dalam menghadapi gangguan terhadap komponen-komponennya (Barbour et al ,1987). Pada tabel 6 dapat dilihat bahwa pada lokasi hutan mangrove, dari 5 jenis vegetasi mangrove yang ditemukan dalam plot penelitian diketahui bahwa indeks keanekaragaman vegetasi mangrove untuk tingkat pertumbuhan semai (H' = 1,4875), pancang (H' = 1,3761), dan pohon (H' = 1,1066), maka berdasarkan Barbour, et al, (1987) apabila nilai H' 0-2 adalah termasuk kriteria keanekaragaman vegetasinya tergolong rendah. Demikian juga halnya dengan yang ditemukan pada lokasi tambak yang dapat kita lihat dari tabel 7, dari 8 jenis vegetasi mangrove yang ditemukan dalam plot penelitian diketahui bahwa indeks keanekaragaman vegetasi mangrove untuk tingkat pertumbuhan semai (H' = 1,63), pancang (H' = 1,44), dan pohon (H' = 1,72).

Dominansi

Baik tidaknya pertumbuhan mangrove dalam suatu komunitas dapat dilihat dari analisis kondisi vegetasinya yang menunjukkan besar kecilnya peranan suatu jenis terhadap komunitas yang ada. Keadaan ini dapat dilihat dalam indeks nilai penting yang dimiliki oleh suatu jenis mangrove. INP yang tinggi menggambarkan bahwa jenis-jenis ini mampu bersaing dengan lingkungannya dan disebut jenis dominan atau menguasai ruang di dalam komunitas tersebut. Hal ini disebabkan jenis tersebut mempunyai kesesuaian tempat tumbuh yang baik serta mempunyai daya tahan hidup yang baik pula jika dibandingkan dengan jenis lain yang ada dalam komunitas tersebut. Sebaliknya, rendahnya INP pada jenis tertentu mengindikasikan bahwa jenis ini kurang mampu bersaing dengan lingkungan yang ada disekitarnya serta jenis lainnya. Rendahnya ketahanan terhadap gejala alam serta besarnya eksploitasi mengakibatkan jenis-jenis tersebut dapat berkurang dari tahun ke tahunnya.

Berdasarkan nilai tertinggi dari INP pada lokasi hutan mangrove dapat diketahui bahwa jenis yang mendominansi pada tingkat semai antara lain R. apiculata (INP = 82,11%), E. agallocha (INP = 41,06%) dan L. racemosa (INP = 31,18%). Pada tingkat pancang jenis- jenis yang dominan antara lain R. apiculata (INP = 88,67%) , E. agallocha (INP = 36,34%), dan S. alba (INP = 29,03 %), dan pada tingkat pohon adalah R. apiculata (INP = 116,13%) , E. agallocha (INP = 50,32%), dan S. alba (INP = 46,88%). Sedangkan pada lokasi tambak, jenis yang mendominansi pada tingkat semai antara lain R. apiculata (INP = 65,29%), B.

jenis- jenis yang dominan antara lain B. parviflora (INP = 67,92%), L. racemosa (INP = 33,82%), dan R. apiculata (INP = 30,96%), dan pada tingkat pohon adalah R.

apiculata (INP = 75,48%), B. parviflora (INP = 67,92%), dan A. marina (INP =

45,53%). Jenis-jenis ini membentuk hutan mangrove di daerah zona inti yang mampu bertahan terhadap pengaruh salinitas (garam). Kebanyakan jenis mangrove mempunyai adaptasi khusus yang memungkinkan untuk tumbuh dan berkembang dalam substrat/lahan mangrove seperti kemampuan berkembang biak, toleransi terhadap kadar garam tinggi, kemampuan bertahan terhadap perendaman oleh pasang surut dan memiliki akar napas.

Jenis yang mendominansi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain; faktor genetik dan lingkungan, persaingan antara tumbuhan yang ada, dalam hal ini berkaitan dengan iklim dan mineral yang diperlukan. Iklim dan mineral yang dibutuhkan akan mendukung pertumbuhan dan perkembangan suatu spesies, sehingga spesies tersebut akan lebih unggul dan lebih banyak ditemukan di dalam suatu kawasan. Ini dapat dilihat pada kawasan Desa Pulau Sembilan, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat dimana vegetasi yang mendominan terdapat pada jenis vegetasi R. apiculata yang hampir terdapat pada setiap plot pengamatan.

Dominasi oleh jenis R. apiculata juga disebabkan oleh mudahnya propagul jenis tersebut tumbuh dan didukung oleh daur hidup yang khusus dari jenis bakau tersebut dengan benih yang dapat berkecambah pada masih berada pada induk sehingga sangat mendukung pada proses distribusi yang luas dari jenis tersebut. Pada tingkat pohon jenis yang mendominasi adalah tanaman bakau. Banyaknya indukan pohon bakau yang mendominasi ini dapat sebagai penghasil sebaran biji dalam

jumlah yang banyak sehingga penyebaran biji, cukup mengasilkan distribusi yang luas tingkat semai dan tingkat pancang yang luas pula dari jenis tersebut.

Hal lain yang menjadi faktor dominan mengapa jenis Bakau (R. apiculata) sangat mendominasi adalah adanya kegiatan rehabilitasi pada lahan hutan pesisir di Desa Pulau Sembilan ini pada tahun 1990-an karena hutan sempat ditebang habis oleh warga sekitar untuk keperluan sehari-hari seperti kayu bakar. Data yang diperoleh dari warga setempat bahwa penanaman kembali yang diadakan pada tahun tersebut banyak menggunakan spesies Bakau (R. apiculata) ini dengan jarak tanam yang diatur sehingga hutan pesisir di Desa Pulau Sembilan ini termasuk ke dalam hutan yang seumur dengan tingkat kerapatan tajuk dan tinggi yang hampir serupa. Kegiatan rehabilitasi ini juga yang menjadi alasan mengapa spesies lainnya mempunyai dominasi yang rendah dibandingkan dengan spesies dari jenis Bakau (R.

apiculata).

Onrizal (2005) juga melaporkan, jenis yang dominan mempunyai produktivitas yang besar, dan dalam menentukan suatu jenis vegetasi dominan yang perlu diketahui adalah diameter batangnya. Keberadaan jenis dominan pada lokasi penelitian menjadi suatu indikator bahwa komunitas tersebut berada pada habitat yang sesuai dan mendukung pertumbuhannya. Beberapa hal yang mempengaruhi kondisi hutan mangrove adalah pasang surut air laut, salinitas, kondisi subrat tempat tumbuh dan keterbukaan terhadap hempasan gelombang. Dengan adanya kondisi yang berpengaruh tersebut hutan mangrove beradaptasi dalam hal sistem akar napas untuk membantu memperoleh oksigen bagi sistem perakaran, sistem perkembangan

buah (vivipar, kriptovivipar dan biji normal), dan pola zonasi pertumbuhan dan komposisi mangrove (Kustanti, 2011).

Berbeda halnya dengan jumlah yang vegetasi yang minoritas, jumlah yang sedikit ini disebabkan karena ekologi dari spesies Api-api putih (A. marina) yang tumbuh pada tanah yang payau dan bersalinitas tinggi, hal ini tidak sesuai dengan karakteristik lokasi penelitian dimana mayoritas tanahnya dipengaruhi oleh air tawar. Sedangkan pada spesies mengkudu (M. citrifolia) mempunyai ekologi yang sesuai dengan lokasi tempat tumbuh yaitu memerlukan masukan air tawar dalam jumlah yang besar namun karena adanya kegiatan rehabilitasi lahan yang dilakukan sehingga tanaman ini jumlah yang minoritas karena telah didominasi oleh tanaman hasil rehabilitasi lahan.

Potensi Karbon Tersimpan

Menurut Arief (2001) biomassa merupakan hasil fotosintesis berupa selulosa, lignin, gula bersama dengan lemak, pati, protein, damar, fenol dan berbagai senyawa lainnya begitu pula unsur hara, nitrogen, fosfor, kalium dan berbagai unsur lain yang dibutuhkan tumbuhan melalui perakaran. Di alam sendiri proporsi penyimpanan karbon terbesar umumnya terdapat pada komponen tegakan atau biomasa pohon.

Biomassa tegakan di kawasan Desa Pulau Sembilan, Kecamatan Pangkalan Susu, dihitung dengan pendekatan alometrik dengan menggunakan rumus yang telah diperkenalkan Komiyama et al. (2008). Hasil pengukuran pada plot contoh penelitian menunjukan bahwa pada kawasan lokasi hutan mangrove memiliki total biomasa

tegakan mangrove sebesar 51.589,83 kg/Ha dengan potensi karbon sebesar 23,73 ton/ha. Sementara hasil pengukuran lokasi tambak sebesar 4.557,43 ton/Ha dengan potensi karbon sebesar 2,10 ton/Ha.

Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan dapat diketahui bahwa jumlah karbon tersimpan di kedua lokasi terdapat perbedaan yang signifikan. Potensi cadangan karbon yang terdapat pada hutan mangrove (23,73 ton/Ha) lebih tinggi dari potensi cadangan karbon yang terdapat pada lokasi tambak (2,10 ton/Ha).

Perbedaan jumlah cadangan karbon pada setiap lokasi penelitian disebabkan karena perbedaan kerapatan tumbuhan pada setiap lokasi. Cadangan karbon pada suatu sistem penggunaan lahan juga dipengaruhi oleh jenis vegetasinya. Suatu sistem penggunaan lahan yang terdiri dari pohon dengan spesies yang mempunyai nilai kerapatan kayu tinggi, biomasanya akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan lahan yang mempunyai spesies dengan nilai kerapatan kayu rendah (Rahayu, et al., 2007) . Tinggi rendahnya jumlah spesies pada suatu hutan selain dipengaruhi oleh kondisi habitat dan faktor lingkungan juga tingkat gangguan baik dari hewan dan terutama akibat kegiatan manusia. Mengingat jumlah karbon yang semakin meningkat pada saat ini harus diimbangi dengan jumlah serapannya oleh tumbuhan guna menghindari pemanasan global. Dengan demikian dapat diduga berapa banyak tumbuhan yang harus ditanam pada suatu lahan untuk mengimbangi jumlah karbon yang terbebas.

Nilai karbon tersimpan menyatakan banyaknya karbon yang mampu diserap oleh tumbuhan dalam bentuk biomassa. Jumlah karbon yang semakin meningkat pada saat ini harus diimbangi dengan jumlah serapannya oleh tumbuhan guna menghindari

pemanasan global. Dengan demikian dapat diramalkan berapa banyak tumbuhan yang harus ditanam pada suatu lahan untuk mengimbangi jumlah karbon yang terbebas.

Lasco (2002) juga menyatakan bahwa peningkatan penyerapan cadangan karbon dapat dilakukan dengan (a) meningkatkan pertumbuhan biomasa hutan secara alami, (b) menambah cadangan kayu pada hutan yang ada dengan penanaman pohon atau mengurangi pemanenan kayu, dan (c) mengembangkan hutan dengan jenis pohon yang cepat tumbuh, karbon yang diserap oleh tanaman disimpan dalam bentuk biomasa kayu, sehingga cara yang paling mudah untuk meningkatkan cadangan karbon adalah menanam dan memelihara pohon

Dokumen terkait