• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN Keberadaan Antibodi (Ig) Poliklonal

2 TINJAUAN PUSTAKA

4 HASIL DAN PEMBAHASAN Keberadaan Antibodi (Ig) Poliklonal

Antibodi poliklonal adalah antibodi yang dihasilkan oleh limfosit B yang berasal dari proses immunisasi kelinci dengan antigen AFM1-BSA. Keberadaan antibodi poliklonal AFM1 dalam serum kelinci yang diimmunisasi dengan AFM1 dapat dilacak menggunakan teknik DBIA yang ditandai dengan munculnya noktah berwarna coklat seperti yang terpapar pada Gambar 8. Warna tersebut merupakan hasil reaksi antara enzim HRP yang terkonjugasi pada Ig G dengan peroksida pada substrat sehingga

14

terlihat warna coklat setelah bereaksi dengan substrat DAB. Aulanniam (2005) memaparkan bahwa kompleks antibodi yang terlarut dalam serum dengan antigen dapat terdeteksi dengan penambahan konjugat atau anti terhadap antibodi yang dilabel enzim. Hasil tersebut memperkirakan bahwa antibodi yang dihasilkan memiliki kadar yang tinggi karena warna coklat yang dihasilkan begitu pekat. Menurut Pertiwi et al. (2009), mutu dari warna dot blot yang ditampilkan menunjukkan seberapa tinggi kadar antibodi terhadap antigen yang dilapiskan pada membran nitroselulosa.

Gambar 8 Ig poliklonal dengan uji DBIA

Pemurnian dan Penghitungan Kadar Ig-AFM1

Penegasan kemurnian dan penghitungan kadar antibodi yang dimurnikan dari serum kelinci diukur menggunakan spektrofometer pada panjang gelombang 280 nm seperti terpapar pada Gambar 9 dan Tabel 2. Grafik sprektrofotometrik memperlihatkan hanya ada satu puncak dari grafik yang dihasilkan yang menunjukkan bahwa hanya ada satu zat, satu antibodi, yang ada di dalam serum kelinci yang diperiksa. Hal ini dikarenakan kolom HiTrap Protein A HP mempunyai kemampuan mengikat fragmen crystallizable (Fc) pada molekul Ig G sehingga dapat menghasilkan Ig G yang murni. Tabel 2 memaparkan data kadar Ig G yang terdiri dari 10 fraksi dan total kadar Ig G yang dihasilkan sebesar 6,504 mg/ml. Kemurnian maupun kekhususan antibodi dapat ditingkatkan dengan menghilangkan protein serum yang tidak diinginkan. Umumnya makin murni antibodi maka makin spesifik antibodi tersebut, tetapi antibodi yang murni tidak relatif memiliki kadar yang tinggi (Burgess 1995).

15

Tabel 2 Angka absorbansi dan kadar Ig G pada setiap fraksi serum kelinci yang diimunisasi dengan AFM1

Fraksi Absorbansi (280 nm) Kadar Ig G (mg/ml)

F1 0,630 0,467 F2 0,649 0,481 F3 2,639 1,952 F4 2,406 1,782 F5 1,187 0,879 F6 0,552 0,409 F7 0,273 0,202 F8 0,203 0,150 F9 0,139 0,103 F10 0,107 0,079 Total 6,504

Gambar 9 Pola grafik fraksinasi Ig G dari serum kelinci pada kolom HiTrap Protein A HP.

Karakterisasi Antibodi G (Ig G)

Antibodi poliklonal yang terdapat pada fraksi-fraksi hasil elusi serum kelinci yang dimurnikan melalui kolom HiTrap Protein A HP dikarakterisasi dengan SDS-PAGE. Hasil pemisahan pita antibodi ditunjukkan pada Gambar 10. Fraksi yang diperiksa dengan teknik elektroforesis ini adalah fraksi 1 pada Baris 3 dan fraksi 3 pada Baris 2. Fraksi 3 membentuk empat pita (A - D) yang masing-masing memiliki berat molekul 150 kDa (pita A) yang diduga sebagai Ig G; 59,649 kDa (pita B); 53,635 kDa (pita C); dan 47,397 kDa (pita D). Pita B, C dan D diduga merupakan Ig G dengan rantai berat. Fraksi 1 membentuk dua pita (E – F) dengan masing-masing memiliki berat molekul 168,993 kDa (pita E) yang diduga sebagai Ig G dan 65,406 kDa (pita F) yang diduga merupakan Ig G rantai berat. Berat molekul Ig G berkisar antara 150-160 kDa (Baratawidjaja dan Rengganis 2012). Molekul Ig G yang diberi perlakuan dengan pemanasan dan bahan kimia, akan memisahkan ikatan disulfida pada Ig G dan menyebabkan molekul Ig G terurai menjadi empat rantai polipeptida yang terpisah. Diantara rantai tersebut adalah rantai “berat” karena masing-masing mempunyai berat molekul sekitar 50 kDa dan dua rantai lainnya “ringan” karena masing-masing mempunyai berat molekul sekitar 25 kDa (Tizard 1988). Keberadaan Ig G dengan berat

16

molekul 60 kDa dan 28 kDa juga pernah didapatkan oleh Nikolayenko et al. (2005). Copestake et al. (2006) melaporkan bahwa Ig G baku membentuk 5 pita dengan 2 pita dominan pada 60 kDa (rantai berat) dan 30 kDa (rantai ringan), dua pita berada pada ukuran >94 kDa, dan satu pita lainnya berada pada ukuran <60 kDa. Hasil elektroforesis ini menegaskan bahwa hanya ada satu jenis antibodi saja pada fraksi dari serum kelinci, yaitu Ig G dengan rantai berat.

Gambar 10Karakterisasi antibodi poliklonal yang diperoleh dengan penyuntikan AFM1 pada kelinci. penanda (Baris 1), Fraksi 3 (Baris 2), Fraksi 1 (Baris 3)

Konjugasi Ig G dengan Partikel Nano Emas

Ig G yang digunakan untuk proses konjugasi dengan partikel nano emas (AuNP) adalah fraksi ke 3 dengan kadar 1,952 mg/ml. Hasil konjugasi antibodi dengan partikel nano emas pada pH 8,5 berubah menjadi merah keunguan pada pemberian 135 µ l Ig G (1,952 mg/ml) yang terpapar pada Tabel 3 dan Gambar 11. Menurut Laura et al (2011), proses sintesis partikel nano emas pada pH 8,5 adalah untuk melapisi antibodi AFM1. Penambahan antibodi AFM1 menyebabkan kadar garam tinggi dan partikel nano emas menggumpal. Pemberian sejumlah antibodi AFM1 yang cukup akan menyerap di permukaan partikel nano emas seperti yang tertera pada Gambar 12. BSA ditambah selama proses sintesis yang berfungsi sebagai penghambat untuk menghasilkan konjugat yang lebih stabil dan mencegah ikatan tidak spesifik akibat hubungan hidrofobik dan dalam beberapa kasus disebabkan oleh hubungan muatan (Majdinasab et al. 2015). Proses sintesis ini akan dipengaruhi oleh hubungan muatan yang bersifat positif dan negatif. Salah satu penyusun partikel nano emas adalah capping sitrat yg bermuatan negatif, sedangkan antibodi bermuatan positif. Hal ini berkaitan dengan ion zwitter dan titik isoelektriknya. Oleh karena itu, proses titrasi pada Tabel 3 dilakukan untuk mengetahui hasil yang lebih baik dalam penambahan antibodi yang dapat berikatan dengan partikel nano emas. Dengan demikian, ketika diterapkan di strip akan dapat melacak AFM1. Pergeseran panjang gelombang terlihat dari penyerapan warna merah menjadi warna merah keunguan seperti yang terpapar pada Gambar 11. Hal ini menandakan adanya hubungan antara antibodi dan partikel nano emas yang terbentuk karena pembentukan amida di antara gugus amina antibodi dengan gugus karboksilat

17

asam sitrat pada larutan partikel nano seperti yang tertera pada Gambar 12 (Zhao et al. 2010; Pissuwan et al. 2011).

Tabel 3 Konjugasi Ig G dengan partikel nano emas (AuNP)

Ig G (µl) 0 5 15 30 45 60 135 150

AuNP pH 8,5

(µl) 100 100 100 100 100 100 100 100

Gambar 11 Konjugasi Ig G dengan AuNP berubah menjadi merah keunguan

Gambar 12 Reaksi pengikatan antibodi dengan AuNP (Pissuwan et al. 2011)

Sintesis AFM1- BSA

AFM1 merupakan racun yang berukuran 328 Dalton atau disebut hapten. AFM1 membutuhkan protein pembawa seperti BSA yang memiliki ukuran 66 kDa. Sebelum sintesis, AFM1-BSA terlebih dahulu dikonjugasikan dengan CMO yang merupakan penghubung (linker) antara AFM1 dan BSA seperti yang tertera pada Gambar 13. Molekul AFM1 menjadi stabil untuk ditempatkan di immunostrip setelah dikonjugasikan dengan BSA. Konjugat AFMl-CMO diamati dengan kromatografi lapis tipis yang hasilnya terpapar dalam Gambar 14. Baris 1 adalah AFM1 baku yang memiliki Rf = 0,89 dan Baris 2 adalah AFM1-CMO yang terdiri dari dua spot. Penanda A adalah AFM1-CMO yang terbentuk sempurna karena memiliki Rf = 0,42. Harder dan Chu (1979), memperoleh hasil perhitungan Rf yang hampir sama sebesar 0,43. Hasil pengukuran BSA pada konjugasi AFM1-BSA menggunakan larutan baku BSA dengan kadar 0, 0,25, 0,5, 1,0 dan 2,0 ng/ml dan diukur dengan menggunakan spektrofotometer. Hasil pengukuran absorbansi dan penghitungan BSA terpapar pada Gambar 15 dan Tabel 4. Dari data tersebut diperoleh persamaan regresi linier y = 0,431x + 0,056 dan menggunakan persamaan itu, maka diperoleh kadar BSA dalam antigen AFMl-BSA sebesar 3,66 mg/ml.

+ Ab-CONH 2

18

Gambar 13 Persiapan konjugat AFM1-CMO dengan BSA

.

Gambar 14 Pelacakan pembentukan AFM1-CMO menggunakan kromatografi lapis tipis. 1 = AFM1 baku; 2 = AFM1-CMO

Tabel 4 Hasil pengukuran spektrofotometer BSA baku dan antigen AFM1-BSA Bahan yang dipakai Absorbansi (280 nm)

Blanko (PBS 0,01 M) 0 BSA (0,25 mg/ml) 0,183 BSA (0,5 mg/ml) 0,309 BSA (1 mg/ml) 0,511 BSA (2 mg/ml) 0,896 AFM1-BSA (mg/ml) 1,636

19

Gambar 15 Kurva BSA baku dalam antigen AFM1-BSA

Pengujian Mutu Immunostrip

Pengujian mutu immunostrip dilakukan untuk mengetahui batas melacak menggunakan kadar AFM1 baku dengan kisaran 0 – 5 ng/ml yang dilarutkan dalam PBS. Kondisi optimum immunostrip yang dicapai adalah 0,5 µl antigen AFM1-BSA kadar 3,66 mg/ml pada zona uji dan 1,0 µl Ig G kambing anti- Ig G kelinci kadar 0,5 mg/ml pada zona kendali. Hasil pengujian terpapar pada Gambar 16. Batas melacak yang diperoleh dari pengujian ini adalah pada kadar 0,25 ng/ml. Hasil ini lebih baik dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Wang et al. (2011) yang memiliki batas melacak 0,5 ng/ml. Hasil yang berbeda ini kemungkinan disebabkan penggunaan antigen yang berbeda pada zona uji. Wang et al. (2011) menggunakan AFM1-Ova sebagai antigen dan strip yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan AFM1-BSA. Perbedaan itu terjadi karena sumber Ova dan BSA yang berbeda. Ova merupakan protein yang dihasilkan dari putih telur ayam, sedangkan BSA dihasilkan dari serum sapi. Kedua jenis protein ini memiliki berat molekul yang berbeda. BSA memiliki berat molekul lebih besar, sekitar 66 kDa, dibandingkan Ova yang memiliki berat molekul 45 kDa. Ova memiliki pH isoelektrik 4,5, sedangkan BSA memiliki pH 5,1. Hasil yang berbeda dari penggunaan Ova dengan BSA tergantung dari afinitas protein untuk ligan pada kedua hubungan hidrofobik dan elektrostatik hidrofobik. Ukuran hidrofobisitas muncul karena adanya perbedaan kekuatan ion, pH, suhu, garam penyangga, dan kemurnian dari BSA dan Ova (Haskard dan Chan 1998; Lifetechnologies 2015). Selain itu, kepekaan suatu immunostrip tergantung pada proses konjugasi antibodi AFM1-BSA dengan partikel nano emas. Hasil ini mendukung penggunaan strip yang dikembangkan dalam penelitian ini sebagai alat penapisan pemeriksaan kandungan AFM1 dalam susu dan hasil olahannya. Batas maksimum kandungan AFM1 dalam susu dan hasil olahan susu yang ditetapkan oleh Pemerintah adalah 0,5 ng/ml (BPOM 2009). Batas ini sama dengan yang berlaku di Amerika serikat. Tetapi immunostip dalam penelitian ini tidak memenuhi baku yang berlaku di Uni Eropa yang menerapkan aturan batas maksimum AFM1 sebesar 0,05 ng/ml (FAO 2004).

20

Gambar 16 Hasil pengujian batas minimal melacak AFM1 menggunakan kadar AFM1 baku. Keterangan: + = Positif; − = negatif; ± = dubius (antara positif dan negatif; C = zona kendali; T= zona uji

Pelacakan AFM1 pada Susu Menggunakan Immunostrip

Hasil positif pelacakan AFM1 akan ditunjukkan oleh adanya satu garis merah di zona kendali dan hasil negatif akan ditunjukkan oleh adanya dua garis merah di zona uji dan zona kendali. Pelacakan AFM1 pada contoh susu dalam penelitian ini yang menggunakan immunostrip yang dikembangkan dibandingkan dengan immunostrip komersial Agrastrip®. Hasil pelacakan AFM1 pada contoh susu terpapar pada Tabel 5. Tabel 5 menunjukkan ada tiga contoh uji dengan kode 6, 7 dan S3 yang memiliki hasil ± (diantara positif dan negatif). Penilaian hasil seperti ini muncul karena batas terendah melacak dari strip yang dikembangkan sebesar 0,25 ng/ml. Hasil 0,25 ng/ml menandakan batas kemampuan dari strip yang dikembangkan dalam melacak adanya AFM1 pada contoh susu. Sedangkan Agrastrip® dapat melacak hasil + (positif) karena batas terendah melacaknya sebesar 0,1 ng/ml. Oleh karena itu, pengujian contoh uji susu (kode S2) yang diimbuhi AFM1 baku berkadar 0,125 ng/ml masih dapat menunjukkan hasil + (positif) menggunakan Agrastrip® dan hasil sebaliknya jika menggunakan strip yang dikembangkan.

21

Tabel 5 Analisis AFM1 pada susu menggunakan strip yang dikembangkan dengan Agrastrip®

Kode contoh Agrastrip® Strip yang

dikembangkan 1 + + 2 + + 3 + + 4 + + 5 + + 6 + ± 7 + ± 8 + + 9 + + 10 + + K1 − − K2 − − K3 − − K4 − − K5 − − S1 (0 ng/ml) − − S2 (0,125 ng/ml) + − S3 (0,25 ng/ml) + ± S4 (1 ng/ml) + +

Keterangan : 1-10 susu segar, K1-K5 susu komersial impor, S1-S4 AFM1 baku 0-1 ng/ml + = Positif; − = negatif; ± = dubius (antara positif dan negatif)

Nilai kepekaan dan kekhususan dari kedua uji terpapar pada Tabel 6. Nilai kepekaan dan kekhususan dari Agrastrip® sebesar 68,42% dan 31,58%. Sedangkan Nilai kepekaan dan kekhususan dari strip yang dikembangkan sebesar 63,16% dan 36,84%. Hasil tersebut menunjukkan Agrastrip® memiliki nilai kepekaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan strip yang dikembangkan, tetapi berbeda dengan nilai kekhususan. Proses penyiapan strip yang dikembangkan untuk memeriksa contoh uji hingga pembacaan hasil membutuhkan waktu kurang lebih 25 menit dan dapat dilakukan dimana pun karena bentuk stripnya yang efisien. Sedangkan proses penyiapan Agrastrip® membutuhkan waktu kurang lebih 35 menit. Agrastrip® memiliki bentuk yang tidak efisien karena konjugat dan stripnya terpisah. Konjugat berada dalam sumur mikro dan membutuhkan inkubator untuk proses penghambatan dengan pemanasan. Tabel 6 Perbandingan mutu strip yang dikembangkan dengan Agrastrip® pada

pengukuran contoh susu

Pengujian Kepekaan Kekhususan Waktu

Agrastrip® 68,42% 31,58% ± 35 menit

Strip yang dikembangkan 63,16% 36,84% ± 25 menit Hasil pengujian menggunakan 19 contoh susu yang tertera pada Tabel 5 menunjukkan bahwa pengembangan strip dapat digunakan sebagai penapisan awal untuk melacak AFM1 pada susu di IPS (Industri Pengolahan susu) atau tempat pengumpul susu. Sehingga dengan mengetahui lebih awal dapat dilakukan cara untuk

22

mengurangi kadar AFM1 pada susu dan juga dapat memberikan informasi kepada peternak sapi perah untuk lebih memperhatikan dalam proses pemberian pakan. Menurut Gimeno dan Martins (2006), AFM1 memunculkan risiko bagi kesehatan manusia karena dapat menyebabkan kanker, gangguan perkembangan janin, dan mutasi gen. AFM1 dapat juga menekan sistem kekebalan tubuh karena menghambat proses fagositosis dan sintesis protein. Proses sintesis protein yang terjadi di ribosom, DNA dan RNA akan mengalami gangguan sehingga menyebabkan penyerapan asam amino di hati akan terganggu.

Pengujian statistik kappa digunakan apabila ada dua uji yang dilakukan dan tidak ada baku emas (gold standard) (Viera dan Garrett 2005). Berdasarkan hasil interpretasi nilai kappa bahwa perbandingan kedua strip hampir sempurna (almost perfect) karena nilainya > 0,81 seperti tertera pada Tabel 7. Hal ini berarti bahwa immunostrip yang dikembangkan dapat digunakan untuk pengujian AFM1 dan dapat menggantikan Agrastrip®.

Tabel 7 Kesesuaian hasil pengujian dengan menggunakan strip yang dikembambangkan dengan Agrastrip®

Pengujian dengan Agrastrip®

Pengujian dengan pengembangan strip

Jumlah Indeks kappa Positif Negatif Positif 12 1 13 0,883 Negatif 0 6 6 Total 12 7 19

Dokumen terkait