• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keadaan Umum Sekolah

Sekolah Dasar Polisi 4 terletak di Jalan Polisi 1 no. 7 Kelurahan Paledang, Kecamatan Bogor Tengah Kota Bogor. Sekolah Dasar Polisi 4 terletak dipusat keramaian, namun letaknya sedikit masuk ke dalam gang sehingga tidak ada kendaraan umum yang melaluinya. Sekolah ini didirikan pada tahun 1930 dengan nama awal Sekolah Rakyat VIII. Pada tahun 1970 berubah namanya menjadi SDN Polisi 4 setelah dibangunnya Kantor Polwil Bogor di wilayah Kelurahan Paledang. Oleh karena itu sekolah ini dinamai SD Polisi 4.

Sekolah Dasar Polisi 4 memiliki tanah seluas 1508 m2 dengan luas bangunan 1145 m2 yang terdiri dari satu ruang kepala sekolah, satu ruang guru, 25 ruang kelas, satu ruang komite, satu mushola, satu ruang tata usaha, Sekolah ini dipimpin oleh kepala sekolah yang bergelar Magister. Kegiatan ekstrakurikulernya adalah karate, sepak bola, paduan suara, drama, band cilik, sekolah seni tari, drum band, pramuka, seni lukis dan jurnalis.

Sekolah Dasar Polisi 4 merupakan salah satu sekolah yang favorit di Kota Bogor. Mayoritas murid yang bersekolah di SD Polisi 4 berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi menengah keatas.

Sebagian besar murid SD Polisi 4 memperoleh makanan atau minuman dari beberapa pedagang kaki lima yang menjual makanan dan minuman di depan gerbang sekolah. Tidak jauh dari lokasi sekolah juga terdapat warung makan yang menyediakan nasi, lauk pauk, sayur, serta berbagai makanan dan minuman. Selain itu, di dalam sekolah juga terdapat kantin yang menyediakan berbagai jenis makanan dan minuman.

Karakteristik Contoh Umur

Anak Sekolah Dasar (SD) disebut juga usia pertengahan anak-anak (middle childhood). Lee (1993) menyatakan bahwa perkembangan dan pertumbuhan pada Anak Usia Sekolah (AUS) relatif stabil jika dibandingkan dengan periode pra sekolah dan remaja. Semua contoh dalam penelitian ini adalah siswi kelas 4 dan 5 Sekolah Dasar Polisi 4 Bogor. Tabel 1 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan umur.

Tabel 1 Sebaran contoh berdasarkan umur

Umur (tahun) Jumlah

n %

10 23 26,7

11 46 53,5

12 17 19,8

Total 86 100,0

Berdasarkan Tabel 1, umur contoh berkisar antara 10-12 tahun dengan persentase terbesar pada umur 11 tahun yaitu sebesar 53,5%. Contoh yang berusia 10 tahun sebesar 26,7% dan yang berusia 12 tahun sebesar 19,8%. Riyadi (2001) menyatakan bahwa umur 6-9 tahun masuk dalam kategori anak-anak dan umur 10-19 tahun masuk ke dalam kategori remaja. Oleh karena itu, semua contoh pada penelitian ini termasuk dalam kategori remaja awal.

Status Gizi

Almatsier (2003) menyatakan bahwa status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Ada beberapa indikator antropometri yang dapat digunakan untuk mengukur status gizi, diantaranya umur, berat badan (BB), tinggi badan (TB), lingkar lengan atas (LLA), lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah kulit (Supariasa et al 2001). Pada penelitian ini indikator yang digunakan untuk mengukur status gizi contoh adalah berat badan dan umur. Rata-rata berat badan dan tinggi badan contoh ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Sebaran contoh berdasarkan rata-rata berat badan dan tinggi badan Umur (tahun) Berat badan (kg) Tinggi badan (cm)

10 31,8 ± 6,5 134,7 ± 6,3

11 35,0 ± 8,7 142,0 ±7 ,9

12 36,7 ± 6,7 142,3 ± 9,0

Rata-rata 34,4 ± 7,9 140,1 ± 8,3

Berat badan dan tinggi badan contoh bervariasi pada masing-masing kelompok umur (Tabel 2). Contoh yang berumur 10 tahun mempunyai berat badan antara 20,5-44,0 kg dan tinggi badan antara 121,4-146,5 cm. Contoh yang berumur 11 tahun mempunyai berat badan antara 20,0-60,0 kg dan tinggi badan antara 119,8-158,0 cm. Contoh yang berusia 12 tahun mempunyai berat badan antara 27,0-49,5 kg dan tinggi badan antara 128,9-159,0 cm. Rata-rata berat badan dan tinggi badan contoh pada umur 10-12 tahun adalah 34,4 ± 7,9 kg dan 140,1 ± 8,3 cm.

Pengukuran status gizi anak umur diatas lima tahun sampai 19 tahun diukur berdasarkan Z score dengan perbandingan indeks massa tubuh terhadap

umur (IMT/U) (WHO 2007). Status gizi contoh dikategorikan menjadi enam yaitu severe obese, obese, overweight, normal, underweight dan severe underweight (WHO 2007). Tabel 3 memperlihatkan sebaran contoh berdasarkan status gizi.

Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan status gizi

Status gizi Jumlah

n % Obese 7 8,1 Overweight 11 12,8 Normal 59 68,8 Underweight 6 7,0 Severe Underweight 3 3,5 Total 86 100,0

Sebagian besar contoh yaitu 68,8% memiliki status gizi normal, 12,8% contoh overweight, 8,1% contoh obese, 7,0% contoh underweight dan 3,4% contoh sisanya memiliki status gizi severe underweight (Tabel 3). Tidak terdapat contoh yang memiliki status gizi severe obese. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar contoh dalam penelitian ini telah memiliki status gizi baik berdasarkan indeks IMT/U.

Contoh yang memiliki status gizi kurus lebih sedikit dibanding contoh yang memiliki status gizi overweight. Hasil yang diperoleh ini berbeda dengan status gizi anak usia sekolah berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2007) di Provinsi Jawa Barat. Riskesdas (2007) memperlihatkan bahwa prevalensi anak perempuan usia sekolah di Propinsi Jawa Barat (umur 6-14 tahun) yang mempunyai status gizi kurus lebih banyak dibanding yang memiliki status gizi lebih. Prevalensi anak perempuan usia sekolah di Propinsi Jawa Barat (umur 6-14 tahun) yang mempunyai status gizi kurus sebesar 8,3% dan status gizi lebih 4,6% (Riskesdas 2007). Perbedaan hasil status gizi ini dikarenakan adanya perbedaan karakteristik contoh dalam penelitian dengan Riskesdas 2007. Uang Saku

Uang saku merupakan jumlah uang yang diterima contoh per hari yang digunakan untuk pengeluaran makanan dan minuman. Pada penelitian ini, jumlah uang saku selanjutnya diakumulasikan dalam jumlah uang saku per bulan. Nilai uang saku contoh berkisar antara Rp 15.000 sampai Rp 330.000 per bulan.

Sebagian besar contoh (51%) memiliki uang saku Rp.100.000-Rp.200.000 (Tabel 4). Rata-rata uang saku contoh adalah Rp. 150.000 ± 60.000 per bulan. Uang saku mempengaruhi daya beli terhadap makanan maupun

minuman. Uang saku yang semakin besar akan meningkatkan kuantitas pangan yang dibeli.

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan uang saku

Jumlah uang saku (Rp/bulan) Jumlah

n %

<100.000 17 19,8

100.000-200.000 51 59,3

>200.000 18 20,9

Total 86 100,0

Pada penelitian ini, jenis makanan yang dapat dibeli oleh contoh dibedakan menjadi makanan lengkap, snack serta minuman. Data harga makanan diperoleh dengan simulasi secara langsung di kantin dan pedagang kaki lima yang terdapat di sekitar lokasi sekolah.

Makanan lengkap terdiri atas nasi atau bubur ayam atau mie goreng, lauk seperti telur dadar atau cumi-cumi atau ikan teri atau ikan tongkol atau hati dan ampela, sayur seperti sayur sop atau sayur singkong serta bakwan atau tahu goreng atau tempe goreng. Snack merupakan makanan selingan yang dimakan diluar makanan lengkap. Snack terdiri dari cireng, martabak mini, produk ekstrusi, dan sebagainya.

Jenis minuman yang dapat dibeli contoh dibedakan menjadi minuman yang murah dan minuman yang mahal. Minuman yang murah harganya berkisar antara Rp.1.000-Rp.1.500 sedangkan minuman yang mahal harganya lebih dari Rp.2.000. Minuman yang termasuk minuman murah antara lain air minum dalam kemasan (ukuran 240 ml), Teh Gelas, Ale-ale, Mountea, es Milo, Nutrisari, Teh Sisri, soft drink, es blender (Pop ice), Good day yang dikemas dalam plastik. serta Ale-ale. Minuman mahal yang sering dibeli contoh terdiri dari Teh Kotak, Fresh tea serta Fruit tea.

Contoh yang memiliki uang saku <Rp.100.000 (Rp.3.000 per hari) dapat membeli makanan dengan tiga kombinasi yaitu makanan lengkap dan minuman murah atau snack dan minuman murah atau minuman mahal. Contoh yang memiliki uang saku Rp.100.000-Rp.200.000 per bulan (Rp.3.000-Rp.6.000 per hari) dapat membeli makanan dengan kombinasi makanan lengkap dan minuman murah atau makanan lengkap dan minuman mahal atau snack dan minuman murah, snack dan minuman mahal atau minuman mahal. Contoh yang memiliki uang saku >Rp.200.000 per bulan (>Rp.6.000 per hari) dapat membeli makanan dengan kombinasi makanan lengkap dan minuman murah atau makanan lengkap dan minuman mahal atau snack dan minuman murah atau

snack dan minuman mahal atau makanan lengkap dan snack dan minuman murah atau makanan lengkap dan snack dan minuman mahal.

Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga Contoh Besar Keluarga

Menurut Suhardjo (1986) keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu dan anak (keluarga inti). Besar keluarga pada penelitian ini merupakan keseluruhan jumlah angggota keluarga yang tinggal di dalam satu rumah. Jumlah anggota keluarga juga akan mempengaruhi jumlah dan jenis makanan yang tersedia dalam keluarga. Menurut Sediaoetama (1989) diacu dalam Hasanah (2005) pengaturan pengeluaran untuk pangan sehari-hari akan lebih sulit jika jumlah anggota keluarga banyak. Hal ini menyebabkan kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi anggota keluarga tidak mencukupi kebutuhan.

Hurlock (1980) membagi besar keluarga menjadi tiga kategori yaitu keluarga kecil ( 4 orang), keluarga sedang (5-6 orang) dan keluarga besar ( 7 orang). Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga

Besar keluarga Jumlah

n %

Kecil ( 4 orang) 43 50,0

Sedang (5-6 orang) 32 37,2

Besar ( 7 orang) 11 12,8

Total 86 100,0

Tabel 5 memperlihatkan sebesar 50,0% contoh termasuk dalam kategori keluarga kecil, 37,2% contoh keluarga sedang dan 12,8% contoh keluarga besar. Semakin kecil jumlah anggota keluarga maka akses pangan untuk setiap anak akan meningkat.

Pendidikan Ayah

Tabel 6 menunjukkan tingkat pendidikan ayah contoh. Pada penelitian ini, tingkat pendidikan ayah contoh dibagi menjadi lima yaitu : SLTA/SMK, D3, S1, S2 dan S3. Suhardjo (1996) menyatakan bahwa tingkat pendidikan orangtua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan, pola konsumsi pangan dan status gizi. Orang yang berpendidikan tinggi cenderung memilih makanan yang murah tetapi kandungan gizinya tinggi, sesuai dengan jenis pangan yang tersedia dan kebiasaan makan sejak kecil sehingga kebutuhan zat gizi dapat terpenuhi dengan baik.

Tingkat pendidikan ayah contoh yang paling banyak adalah S1 yaitu sebesar 52,3%, sedangkan yang paling sedikit adalah S3 yaitu sebesar 3,5% (Tabel 6). Semakin tinggi tingkat pendidikan yang diperoleh maka kesempatan untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik juga semakin besar. Menurut Suhardjo (1996) tingkat pendidikan yang semakin tinggi akan mempengaruhi tingkat pendapatan yang diperoleh seseorang.

Pekerjaan Ayah

Jenis pekerjaan yang dimiliki seseorang merupakan faktor yang paling menentukan kuantitas dan kualitas makanan karena jenis pekerjaan memiliki hubungan dengan pendapatan yang diterima (Suhardjo 1986). Tabel 7 memperlihatkan sebaran contoh berdasarkan pekerjaan ayah.

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan ayah

Jenis pekerjaan Jumlah

n % PNS 25 29,1 Pegawai Swasta 36 41,9 Wiraswasta 15 17,4 Polri 5 5,8 Lainnya 5 5,8 Total 86 100,0

Berdasarkan Tabel 7, sebesar 41,9% ayah contoh bekerja sebagai pegawai swasta, 29,1% bekerja sebagai PNS, 17,4% sebagai wiraswasta, 5,8% bekerja sebagai Polri dan 5,8% lainnya bekerja sebagai pengacara, dokter dan nahkoda.

Kebiasaan Minum Sehari-hari

Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia agar dapat hidup sehat. Pangan yang dikonsumsi seseorang terdiri atas makanan dan minuman. Riyadi (1996) menyatakan bahwa pangan dikonsumsi oleh seseorang atau sekelompok orang karena disukai, tersedia dan terjangkau serta alasan kesehatan. Faktor-faktor dasar yang mempengaruhi jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi antara lain : rasa lapar atau kenyang, selera atau reaksi cita

Tingkat pendidikan Jumlah

n % SLTA/SMK 11 12,8 D3 13 15,1 S1 45 52,3 S2 14 16,3 S3 3 3,5 Total 86 100,0

rasa, motivasi, ketersediaan pangan, suku bangsa, agama, status sosial ekonomi dan pendidikan.

Tubuh manusia dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu tanpa makanan, tetapi hanya dapat bertahan beberapa hari tanpa air (minuman). Air merupakan komponen penyusun tubuh yang terbesar. Pada anak-anak, 65% dari berat badannya tersusun atas air (Yuniastuti 2008).

Kebiasaan makan pada seseorang tidak dapat dilepaskan dengan kebiasaan minum. Setiap hari dan setiap waktu makan seseorang pasti disertai dengan minum. Sampai saat ini referensi mengenai kebiasaan makan sudah cukup banyak, namun referensi mengenai kebiasaan minum masih sangat terbatas. Oleh karena itu, pembahasan tentang kebiasaan minum pada penelitian ini dianalogikan sama dengan kebiasaan makan. Kebiasaan minum pada penelitian ini meliputi kebiasaan minum contoh sehari-hari serta kebiasaan minum contoh saat berada di sekolah.

Penggunaan metode frekuensi makanan bertujuan untuk memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu seperti hari, minggu, bulan, tahun, dan sebagainya.. (Supariasa et al. 2001). Penentuan kebiasaan minum pada penelitian ini dilakukan menggunakan FFQ (Food Frequency Questionaire). FFQ mempunyai dua komponen utama yaitu daftar minuman dan frekuensi minum. Frekuensi minum termasuk salah satu bentuk kebiasaan minum. Frekuensi minum dapat diukur dalam satuan kali per hari, kali per minggu maupun kali per bulan. Data frekuensi minuman yang digunakan pada penelitian ini adalah FFQ dalam bentuk per minggu. FFQ dikategorikan menjadi empat yaitu tidak pernah (0 kali per minggu), jarang (1-3 kali per minggu), kadang-kadang (4-6 kali per minggu) dan sering (>6 kali per minggu).

Secara keseluruhan, jenis minuman yang dikonsumsi oleh contoh bervariasi. Air putih merupakan jenis minuman utama yang setiap hari selalu diminum oleh contoh. Sebagian besar (52,3% contoh) minum air putih 5-6 kali per hari. Sebesar 64,0% contoh minum susu non kemasan >6 kali per minggu. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan orangtua akan pentingnya konsumsi susu untuk anak-anak yang sedang berada dalam masa pertumbuhan sudah baik.

Teh kemasan termasuk salah satu jenis minuman yang saat ini cukup digemari oleh anak-anak. Semakin banyaknya variasi merk dan rasa teh

kemasan membuat anak-anak tertarik untuk mencobanya. Hal ini terlihat dari adanya 55,8 % contoh yang minum teh kemasan 1-3 kali per minggu.

Sirup, jus buah dan soft drink termasuk jenis minuman yang jarang dikonsumsi oleh contoh. Sebanyak 62,8% contoh minum sirup non kemasan 1-3 kali per minggu. Jus buah merupakan salah satu jenis minuman yang menyehatkan karena mengandung vitamin dan mineral yang cukup tinggi. Berdasarkan hasil FFQ, sebesar 62,8% contoh mengonsumsi jus buah non kemasan 1-3 kali per minggu. Contoh yang minum soft drink 1-3 kali per minggu sebesar 60,5%.

Bagi orang dewasa, kopi termasuk jenis minuman yang digemari, namun tidak demikian pada anak-anak. Hal ini terlihat dengan adanya 86,0% contoh tidak pernah minum kopi per minggu. Minuman isotonik juga termasuk jenis minuman yang jarang diminum oleh contoh. Berdasarkan hasil penelitian ini, sebesar 70,9% contoh tidak pernah minum minuman isotonik dalam satu minggu. Konsumsi Air Putih

Air putih (plain water) merupakan jenis minuman utama yang selalu dikonsumsi contoh setiap hari. Batmanghelidj (2007) menjelaskan bahwa anak-anak dan orang dewasa muda harus belajar minum air murni (air putih) dan tidak menggantinya dengan minuman lain. Pada penelitian ini, frekuensi minum air putih dibagi menjadi tiga yaitu frekuensi minum 3-4 kali per hari, 5-6 kali per hari serta >6 kali per hari.Berikut merupakan sebaran contoh berdasarkan frekuensi minum air putih.

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi minum air putih

Sebesar 52,3% contoh minum air putih 5-6 kali per hari, sebesar 46,5% contoh minum air putih 3-4 kali per hari. Terdapat 1,2% contoh yang minum air 7 kali per hari (Tabel 8). Rekomendasi harian Institute of Medicine menyarankan pria untuk mengonsumsi 3 liter dan perempuan mengonsumsi 2,2 liter dari total minuman dalam sehari (Anonim 2008).

Berdasarkan Food Frequency Questionaire (FFQ), konsumsi air putih pada contoh berkisar antara 720,0-1800,0 ml per hari dengan rata-rata 1114,9 ± 233,5 ml per hari. Sebagian besar contoh minum air putih 4-5 gelas dalam satu

Frekuensi Jumlah

n %

3-4 kali per hari 40 46,5

5-6 kali per hari 45 52,3

>6 kali per hari 1 1,2

hari. Sebanyak 36,0% contoh minum air putih 4 gelas (960,0 ml) serta 34,0% contoh yang minum air putih 5 gelas (1200,0 ml per hari). Sebesar 1,2% contoh minum air putih 7 gelas per hari.

Konsumsi Susu

Susu merupakan bahan makanan sumber protein berkualitas tinggi dan mengandung semua asam amino esensial yang sulit diperoleh dari bahan makanan lain. Selain itu, susu juga mengandung asam lemak esensial, vitamin dan mineral (Buckle, Edward, Fleet, & Woosen 1985 dalam Andri 2007). Tabel 9 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan frekuensi minum susu.

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi minum susu

Frekuensi Susu non kemasan Susu kemasan

n % n %

Tidak pernah (0 kali per minggu) 13 15,1 18 20,9 Jarang (1-3 kali per minggu) 16 18,6 54 62,8 Kadang-kadang (4-6 kali per minggu) 2 2,3 6 7,0 Sering (>6 kali per minggu) 55 64,0 8 9,3

Total 86 100,0 86 100,0

Berdasarkan hasil analisis deskriptif terhadap frekuensi minum susu contoh, diketahui sebesar 64,0% contoh memiliki kebiasaan minum susu non kemasan (seperti Susu Dancow, Indomilk atau Bendera) dengan frekuensi sering (>6 kali per minggu). Sebanyak 2,3% contoh yang minum susu non kemasan sebanyak 4-6 kali per minggu. Sebesar 62,8% contoh minum susu kemasan (seperti Susu Ultra) 1-3 kali per minggu, sedangkan 7,0% contoh minum susu kemasan 4-6 kali per minggu. Khomsan (2003) menyatakan bahwa susu merupakan sumber kalsium, riboflavin dan vitamin A, sementara susu yang sudah banyak difortifikasi juga mengandung vitamin D.

Jenis susu yang dikonsumsi oleh contoh bervariasi baik untuk susu kemasan maupun susu non kemasan. Berdasarkan hasil FFQ, terdapat 15,1% contoh yang tidak pernah minum susu non kemasan dan 20,9% contoh yang tidak pernah minum susu kemasan per minggu. Konsumsi susu non kemasan contoh berkisar antara 240,0-5040,0 ml per minggu dengan rata-rata 1717,9 ± 402,7 ml per minggu. Konsumsi susu kemasan contoh berkisar antara 140,0-3500,0 ml per minggu dengan rata-rata 590,2 ± 764,9 ml per minggu.

Umumnya contoh mengatakan minum susu dipagi hari sebelum beraktivitas dan malam hari sebelum tidur. Khomsan (2003) menyatakan bahwa minum susu dipagi hari sangat baik karena susu selain sebagai sumber vitamin dan mineral juga kaya akan lemak sehingga akan relatif lebih tahan lapar.

Tingginya frekuensi konsumsi susu non kemasan (64,0% per hari) menunjukkan bahwa saat ini kebiasaan minum susu pada contoh masih tergolong bagus. Selain itu, tingginya frekuensi konsumsi susu pada contoh juga menunjukkan bahwa orangtua contoh sudah mengetahui pentingnya minum susu untuk pertumbuhan anak-anak.

Konsumsi Teh

Teh merupakan minuman yang dikenal luas baik di Indonesia maupun di dunia. Aroma teh yang harum serta rasanya yang khas membuat minuman ini banyak dikonsumsi. Besraliet et al, (2007) menyatakan bahwa selain air putih, teh merupakan minuman yang paling banyak dikonsumsi oleh manusia. Rata-rata konsumsi teh penduduk dunia adalah 120 ml per hari per kapita. Sebaran contoh berdasarkan konsumsi minum teh ditunjukkan pada Tabel 10.

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi minum teh

Frekuensi Teh non kemasan Teh kemasan

n % n %

Tidak pernah (0 kali per minggu) 12 14,0 21 24,4 Jarang (1-3 kali per minggu) 46 53,5 48 55,8 Kadang-kadang (4-6 kali per minggu) 10 11,6 13 15,1 Sering (>6 kali per minggu) 18 20,9 4 4,7

Total 86 100,0 86 100,0

Minum teh tidak hanya menyegarkan, tetapi juga menyehatkan. Teh mengandung antioksidan alami (polifenol) yang dapat menjadi penghalang timbulnya kanker (Anonim 2008).

Berdasarkan hasil analisis deskriptif terhadap kebiasaan minum teh contoh, diketahui sebesar 53,5% contoh minum teh non kemasan (seperti Teh Sariwangi dan Teh Sosro) dengan frekuensi jarang (1-3 kali per minggu) dan 11,6% contoh minum teh non kemasan dengan frekuensi sering (4-6 kali per minggu). Sebesar 55,8% contoh jarang minum teh kemasan (seperti Teh Kotak, Fruit tea dan Fresh Tea) dan 4,7% contoh minum teh kemasan >6 kali per minggu.

Pada frekuensi yang sama (1-3 kali per minggu), lebih banyak contoh yang minumi teh kemasan (sebesar 55,8%) dibanding teh non kemasan (sebesar 53,5%). Hal ini terjadi karena pada umumnya teh kemasan memiliki rasa yang lebih enak dan lebih bervariasi dibanding teh non kemasan. Teh kemasan juga lebih praktis dan mudah diperoleh. Selain itu, teh kemasan biasanya dijual dalam bentuk dingin (disimpan dalam lemari pendingin) sehingga rasanya menjadi lebih segar.

Berdasarkan hasil FFQ, konsumsi teh non kemasan contoh berkisar antara 120,0-2520,0 ml per minggu dengan rata-rata 795,4 ± 654,6 ml per minggu. Konsumsi teh kemasan pada contoh berdasarkan hasil FFQ berkisar antara 190,0-2100,0 ml per minggu dengan rata-rata 504,2 ± 469,9 ml per minggu.

Konsumsi Kopi

Tabel 11 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan kebiasaan minum kopi. Berdasarkan hasil wawancara, hanya terdapat dua frekuensi minum kopi dalam satu minggu, yaitu : tidak pernah dan jarang minum kopi.

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi minum kopi

Frekuensi Jumlah

n %

Tidak pernah (0 kali per minggu) 74 86,0

Jarang (1-3 kali per minggu) 12 14,0

Total 86 100,0

Sebanyak 14,0% minum kopi sekitar 1-3 kali per minggu. Jenis kopi yang diminum oleh contoh antara lain Torabika, Nescafe serta Good Day. Menurut Sitorus (2007) umumnya kalangan pelajar dan mahasiswa hanya sedikit yang menyukai kopi murni karena tidak tahan dengan rasa pahit kopi. Contoh yang tidak pernah minum kopi sebesar 86,0%. Konsumsi kopi contoh berkisar antara 240,0-720,0 ml per minggu dengan rata-rata 55,8 ± 164,1 per minggu. Nilai standar deviasi pada Tabel 11 lebih besar jika dibandingkan rata-ratanya. Hal ini dikarenakan jumlah contoh yang mengonsumsi kopi lebih sedikit dibandingkan contoh yang tidak mengonsumsi kopi.

Batmanghelidj (2007) menyatakan bahwa secangkir kopi mengandung sekitar 80 mg kafein. Orang yang lanjut usia dan anak-anak tidak boleh minum kafein. Kafein dapat bersifat diuretik dan beracun bagi sel-sel otak.

Konsumsi Sirup

Menurut Potter (1978) diacu dalam Ariyani (2004) sirup termasuk dalam minuman ringan, yaitu minuman yang tidak mengandung alkohol, baik yang berkarbonat maupun yang tidak berkarbonat. Tabel 12 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan frekuensi minum sirup.

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi minum sirup

Frekuensi Sirup non kemasan Sirup kemasan

n % n %

Tidak pernah (0 kali per minggu) 24 27,9 61 70,9 Jarang (1-3 kali per minggu) 54 62,8 24 27,9 Kadang-kadang (4-6 kali per minggu) 6 7,0 1 1,2

Sering (>6 kali per minggu) 2 2,3 0 0

Total 86 100,0 86 100,0

Berdasarkan hasil analisis deskriptif terhadap frekuensi minum sirup contoh diketahui sebesar 62,8% contoh memiliki kebiasaan minum sirup non kemasan (seperti sirup ABC dan Marjan) 1-3 kali per minggu. Hanya 2,3% contoh yang minum sirup non kemasan >6 kali per minggu. Untuk sirup kemasan, sebesar 70,9% contoh tidak pernah minum sirup kemasan. Terdapat 1,2% contoh yang minum sirup kemasan (seperti Nutri Sari, Frutang dan Ale-ale) 4-6 kali per minggu.

Konsumsi sirup non kemasan contoh berkisar antara 120,0-3360,0 ml per minggu dengan rata-rata 373,5 ± 507,2 ml per minggu. Konsumsi sirup kemasan contoh berkisar antara 200,0-1000,0 ml per minggu dengan rata-rata 98,8 ± 194,2 ml per minggu. Adanya perbedaan variasi data konsumsi sirup non kemasan dan sirup kemasan ini membuat nilai standar deviasi konsumsi sirup kemasan dan non kemasan lebih tinggi jika dibandingkan rata-rata konsumsinya selama satu minggu.

Konsumsi Jus Buah

Tabel 13 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan frekuensi minum jus

Dokumen terkait