• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kandungan nutrisi fermentasi bungkil inti sawit

Tabel 2. Hasil analisa laboratorium kandungan nutrisi fermentasi bungkil inti sawit

Hasil analisa laboratorium kandungan protein pada fermentasi bungkil inti sawit menunjukan bahwa kandungan protein meningkat, meningkatnya protein tersebut menunjukan bahwa pakan yang digunakan dalam penelitian ini berkualitas baik sehingga kecernaan proteinnya juga sangat baik.

Kecernaan protein

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian dosis starbio berbeda pada fermentasi bungkil inti sawit terhadap kecernaan protein dapat dilihat pada Tabel 3 sebagai berikut.

Tabel 3. Pengaruh dosis starbio terhadap kecernaan protein bungkil inti sawit terfermentasi (%) Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama

menunjukan perbedaan yang sangat nyata (P < 0,01).

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa presentase kecernaan protein pada bungkil inti sawit (BIS) difermentasi menggunakan starbio dengan berbagai dosis

yang diberikan pada ayam kampung yang rataan tertinggi pada perlakuan P4 (1%

starbio ) yaitu sebesar 75,007% dan presentase rataan terendah pada perlakuan P0 (tanpa starbio ) yaitu 64,412%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecernaan protein sangat bagus yaitu >50%.

Hasil analisis ragam menunjukan bahwa dosis starbio pada fermentasi bungkil inti sawit memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap presentase kecernaan protein pada ayam. Nilai kecernaan protein yang tinggi menunjukan tingginya kualitas pakan dan protein yang mudah dicerna merupakan protein yang berkualitas baik (Parakkasi, 1990). Tinggi rendahnya kecernaan protein tergantung pada kandungan protein bahan pakan dan banyanya protein yang masuk kedalam saluran pencernaan ( Tillman et al., 2005).

Analisa lanjutan persamaan polinomial dosis starbio pada fermentasi bungkil inti sawit terhadap kecernaan protein disajikan pada Gambar 1 sebagai berikut.

Kecernaan Protein (%)

y = 10,246x + 63,528 R² = 0,9332

62 64 66 68 70 72 74 76

0 0,20,25 0,4 0,5 0,6 0,750,8 11 1,2

Dosis Starbio (%)

Gambar 1 Kecernaan protein perlakuan dosis starbio fementasi bungkil inti sawit (%) menunjukkan persamaan linear ŷ=10,24x + 63,52 bahwa nilai kecernaan protein perlakuan dosis starbio pada fermentasi bungkil inti sawit meningkat. Hal ini diduga karena protein pada bungkil inti sawit (15,97%), mengalami peningkatan pada proses fermentasi menggunakan starbio dengan dosis 0.25%, 0.5%, 0.75%, 1%, dengan hasil fermentasi (18.75%, 19.58%, 20.66%, 21.32%). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Sukaryana (2007), bahwa fermentasi dapat meningkatkan nilai kecernaan protein asalnya. Peningkatan nilai kecernaan protein akibat fermentasi merupakan pencerminan dari adanya penguraian komponen protein kasar muda dicerna. Hal tersebut diduga akibat adanya peran enzim protease produk starbio yang mampu mendegradasi protein kasar. Peningkatan kadar protein diduga karena starbio mengandung bakteri proteolitik yang menghasilkan enzim protease yang merombak protein menjadi polipeptida yang kemudian menjadi peptida sederhana. Zasmeli (2008) menyatakan terjadi peningkatan kadar protein kasar pada fermentasi tepung isi rumen dengan berbagai dosis starbio, kandungan protein kasar tepung isi rumen yang tidak difermentasi sebesar 12% meningkat menjadi 19,22%. Yudiar (2014) menyatakan bahwa bioaktifator starbio dalam fermentasi tongkol jagung dapat meningkatkan kecernaan protein kasar dan menurunkan kecernaan serat kasar dibandingkan dengan bioaktifator lainnya.

Kecernaan protein adalah bagian zat makanan dari pakan yang tidak dicerna dalam ekskreta atau bagian zat makanan dari pakan yang diserap atau dicerna oleh tubuh dari saluran pencernaan. Penentuan kecernaan dilakukan juga untuk mengatahui seberapa besar zat-zat yang dikandung makanan ternak yang dapat diserap untuk kebutuhan pokok, pertumbuhan dan produksi. Menurut Tilman et al.,

(2005) kecernaan dapat diartikan banyaknya atau jumlah proposional zat-zat makanan yang diserap atau ditahan tubuh. Zat makanan yang terdapat pada ekreta dianggap zat-zat yang tidak dapat dicerna atau tidak dibutuhkan kembali.

Kecernaan dapat dipengaruhi oleh tingkat pemberian pakan, spesies hewan, kandungan lignin bahan pakan, defisiensi zat makanan, pengelolahan bahan pakan, pengaruh gabungan bahan pakan, dan gangguan saluran pencernaan. Daya cerna juga dipengaruhi oleh suhu, laju perjalanan makanan melalui saluran pencernaan, bentuk fisik bahan pakan, komposisi ransum, dan pengaruh terhadap perbandingan zat lainnya, jenis kelamin, umur dan strain mempunyai pengaruh terhadap daya cerna protein dan asam amino, tetapi pengaruhnya tidak konsisten.

Hasil penelitian diketahui bahwa semakin tinggi dosis starbio yang diberikan, menyebabkan meningkatnya kadar protein kasar pada bungkil inti sawit fermentasi. Semangkin tinggi dosis starbio, maka akan semakin meningkatkan jumlah mikroba yang bekerja pada fermentasi bungkil inti sawit. Jumlah mikroba yang banyak, maka akan semakin banyak mikroba yang mengubah bahan organik menjadi single cell protein (SCP) atau protein sel tunggal (PST) sehingga mampu meningkatkan kandungan protein kasar pada fermentasi bungkil inti sawit.

Diketahui bahwa mikroba juga merupakan organisme yang struktur penyusun tubuhnya merupakan protein sel tunggal (PST). Semakin tinggi jumlah mikroba pada fermentasi bungkil inti sawit, makan akan meningkatkan protein sel tunggal (PST). Menurut Sukara dan Atmowidjoyo (1980) dan Martin and Farrel (1998) bahwa kandungan protein kasar setelah fermentasi sering mengalami peningkatan disebabkan mikroba yang mempunyai pertumbuhan perkembangbiakan yang baik, dapat mengubah lebih banyak selulosa dan bahan organik menjadi single cell

protein (SCP) atau protein sel tunggal (PST). Hal ini sesuai dengan pernyataan Biyatmoko, et al., (2018) yang menyatakan bahwa terjadi peningkatan kadar protein kasar pada ampas kelapa fermentasi (cocos nucifera L.). sebelum fermentasi, kadar protein kasar sebesar 6,13 %. Setelah difermentasi menjadi, kadar protein meningkat menjadi 11,01 % dikarenankan bakteri yang terkandung di dalam starbio cocok (compatible) dengan media fermentasinya. Indrawan (2005) menyatakan bahwa mikroba merupakan sel tumggal yang secara tidak lansung mampu meningkatkan kandungan protein.

Retensi Nitrogen

Retensi nitrogen adalah hasil pengurangan nitrogen dalam ransum yang dikonsusmsi dengan nitrogen yang hilang melalui ekskreta (Sibbald dan Wolynetz, 1985). Hasil dari penelitian pemberian dosis starbio berbeda pada fermentasi bungkil inti sawit terhadap presentase retensi nitrogen dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Pengaruh dosis starbio terhadap retensi nitrogen bungkil inti sawit terfermentasi (%)

Perlakuan Ulangan

Rataan ± SD

1 2 3 4

P0 81,50 79,13 83,59 72,11 79,08C ± 4,99 P1 84,05 84,92 84,00 77,91 82,72C ± 3,23 P2 82,48 86,84 81,74 89,44 85,12AB ± 3,65 P3 82,88 86,61 87,11 86,40 85,75AB ± 1,93 P4 91,09 88,84 90,60 88,60 89,78A ± 1,24 Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama

menunjukan perbedaan yang sangat nyata (P < 0,01).

Berdasarkan Tabel 4, Dapat dilihat bahwa presentase retensi nitrogen pada bungkil inti sawit (BIS) difermentasi menggunakan starbio dengan berbagai dosis yang diberikan pada ayam kampung nilai rataan tertinggi terlihat pada perlakuan P4 (1% starbio) sebesar 89,78%, sedangkan rataan yang terendah terlihat pada perlakuan P0 (starbio) sebesar 79,08%.

Analisis sidik ragam retensi nitrogen (RN) menunjukkan bahwa pemberian bungkil inti sawit fermentasi dengan dosis starbio yang berbeda memberikan pengaruh sangat berbeda nyata (P<0,01) terhadap retensi nitrogen, dikarenakan fermentasi menggunakan starbio pada bungkil inti sawit meningkatkan kandungan nutrisi sehingga nilai nitrogen yang diretensi semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Halawa (2011) menyatakan presentase nitrogen yang tinngi menyebabkan retensi semakin tinggi dibandingkan dengan ransum dengan kandungan nutrisi yang lebih rendah sehingga nilai nitrogen yang diretensi semakin rendah pula. Didukung juga oleh NRC (1994) yang menyatakan bahwa nilai retensi nitrogen dapat berbeda dikarenakan faktor nutrisi ransum yang berbeda pula.

Analisa lanjutan persamaan polynomial dosis starbio pada fermentasi bungkil inti sawit terhadap retensi nitrogen disajikan pada Gambar 2 sebagai berikut.

Retensi Nitrogen (%) Rataan

Gambar 2 retensi nitrogen perlakuan dosis starbio fementasi bungkil inti sawit (%) menunjukkan persamaan linear ŷ= 9,772x + 79,60 menyatakan bahwa nilai retensi nitrogen perlakuan dosis starbio pada fermentasi bungkil inti sawit meningkat. Gambar 2 menunjukkan nilai retensi nitrogen P0 (tanpa starbio) dengan

y = 9,772x + 79,606

nilai 79,082%, P1 (starbio 0,25%) dengan nilai 82,72%, P2 (starbio 0,5%) dengan nilai 85,125%, P3 (starbio 0,75%) dengan nilai 85,75%, dan P4 (starbio 1%) dengan nilai 89,782%. Hal ini diduga semakin meningkatnya dosis starbio pada perlakuan maka semakin banyak mikroba semakin banyak pula enzim protease yang dihasilkan untuk merombak protein menjadi asam amino yang akhirnya menigkatkan kualitas dari bungkil inti sawit fermentasi sehingga dapat dengan muda dimanfaatkan oleh ternak, hal ini dapat terlihat dari tingginya protein yang dapat diserap (retensi nitrogen). Hal ini sesuai dengan pendapat Widayati dan Widalestari (1996) yang menyatakan bahwa produk bahan yang mengalami fermentasi memiliki kualitas yang lebih baik dan lebih mudah dicerna oleh ternak.

Selain itu tingginya retensi nitrogen pada bungkil inti sawit fermentasi ini juga disebabkan karena kandungan asam amino produk fermentasi ini lebih baik dari bungkil inti sawit tanpa fermentasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Wahju (1992) yang menyatakan bahwa keseimbangan asam amino sangat menentukan kualitas bahan yang dapat dilihat dari nilai retensi nitrogen yang tinggi.

Pada P0 (tanpa starbio) menghasilakn nilai retensi nitrogen lebih rendah dibandingkan dengan P1 (starbio 0,25%), P2 (starbio 0,5%), P3 (starbio 0,75%) dan P4 (starbio 1%). Hal ini disebabkan sedikitnya mikroba yang diberikan pada proses fermentasi dan kualitas bahan dari substrat yang kurang baik sehingga protein yang diserap sedikit dapat dilihat dari nilai retensi yang rendah.

Penambahan starbio pada fermentasi bungkil inti sawit diharapkan dapat memecah protein menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga proses pencernaan protein kasar meningkat, sehingga tubuh ayam memiliki kesempatan yang lebih banyak untuk meretensi nitrogen yang dapat dimanfaatkan. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Maghifiroh (2012) menyatakan starbio membantu proses pemecahan protein menjadi senyawa sederhana seperti polipeptida, proteosa, pepton dan peptida sehingga proses pencernaan protein kasar pada usus halus dapat meningkat, sehingga meningkatkan retensi protein.

Energi Metabolisme

Perhitungan energi metabolisme ransum dinyatakan dengan 4 peubah yaitu energi metabolisme semu, energi metabolisme murni, energi metabolisme semu terkoreksi nitrogen, dan energi metabolisme murni terrkoreksi nitrogen.

Energi Metabolisme semu (EMS)

Hasil penelitian pemberian dosis starbio berbeda pada fermentasi bungkil inti sawit terhadap energi metabolisme semu dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Pengaruh dosis starbio terhadap energi metabolisme semu bungkil inti sawit terfermentasi (kkal/kg) Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama

menunjukan perbedaan yang sangat nyata (P < 0,01).

Berdasarkan Tabel 5, dapat dilihat bahwa hasil analisis energi metabolisme semu pada ayam kampung yang diberikan fermentasi bungkil inti sawit (BIS) tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan P2 (0,5 % starbio) sebesar 2879,1 kkal/kg, sedangkan energi energi metabolisme semu terendah pada P1 (0.25 % starbio) sebesar 2192,3 kkal/kg.

Analisis sidik ragam energi metabolisme semu menunjukkan bahwa pemberian bungkil inti sawit fermentasi dengan dosis starbio yang berbeda memberikan pengaruh sangat berbeda nyata (P<0,01) terhadap energi metabolisme semu (EMS), dikarenakan penambahan starbio dengan dosis berbeda pada fermentasi bungkil inti sawit yang dapat mengurai serat kasar menjadi komponen yang mudah dicerna.

Analisa lanjutan persamaan polynomial dosis starbio pada fermentasi bungkil inti sawit terhadap energi metabolisme semu disajikan pada Gambar 3 sebagai berikut.

Energi Metabolisme Semu (kkal/kg)

Gambar 3 energi metabolisme semu perlakuan dosis starbio fementasi bungkil inti sawit (kkal/kg) menunjukkan persamaan linear ŷ= 269,88x + 2390 menyetakan bahwa nilai energi metabolismesemu perlakuan dosis starbio pada fermentasi bungkil inti sawit meningkat. Tingginya energi metabolisme semu pada P4 (starbio 1%) sebesar 2822,22 kkal/kg. Hal ini disebabkan banyaknya starbio yang diberikan sehingga memiliki mikroba yang banyak sehingga banyak pula

y = 269,88x + 2390

0 500 1000 1500 2000 2500 3000

0 0,20,25 0,4 0,5 0,6 0,750,8 11 1,2

R2=0,385

Dosis Starbio(%)

enzim selulase yang dihasilkan untuk merombak karbohidrat menjadi glukosa yang akhirnya meningkatkan kualitas dari bungkil inti sawit fermentasi sehingga muda dimanfaatkan oleh ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Widayati dan Widalestari (1996) yang menyatakan bahwa produk bahan yang mengalami fermentasi memiliki kualitas yang lebih baik dan lebih mudah dicerna oleh ternak.

Hal ini didukung oleh pernyataan Sukaryana (2007), bahwa fermentasi menggunakan Trichoderma viride pada bungkil inti sawit dapat meningkatkan kandungan energi metabolis bahan asalnya, peningkatan kandungan energi metabolis akibat fermentasi merupakan pencerminan dari adanya penguraian komponen serat kasar yang sukar dicerna menjadi komponen yang mudah dicerna.

Hal tersebut diprediksi akibat adanya peran enzim selulase produk starbio yang mampu mendegredasi selulosa menjadi glukosa.

Pakan yang mengandung nutrisi lebih kompleks akan merangsang organ saluran pencernaan dan meningkatkan kapasitas pencernaan serta penyerapan usus.

Dengan kata lain, ayam kampung yang diberikan pakan dengan kualitas terbaik maka memiliki saluran pencernaan yang lebih baik, sehingga nutrisi yang akan diserap akan semakin banyak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Amrullah (2002) yang menyatakan bahwa jumlah energi yang dapat dimanfaatkan sewaktu ransum masuk ke tubuh unggas bergantung pada kualitas ransum yang diberikan. Besar kecilnya energi yang dimetabolis seekor ternak tergantung nutrisi yang terkandung dalam ransum.

Pada P0 (tanpa starbio) menunjukkan nilai energi metabolisme semu yang lebih rendah dibandingkan dengan P1 (starbio 0,25%), P2 (starbio 0,5%), P3 (starbio 0,75%) dan P4 (starbio 1%). Hal ini disebakan P0 tanpa starbio sehingga

kualitas bahan dari substrat yang kurang baik menyebabkan enzim selulose yang dihasilkan juga sedikit sehingga daya cerna dari bahan yang diserap didalam tubuh ternak hanya sedikit, dapat dilihat dari nilai energi metabolisme yang rendah. Hal ini didukung oleh pernyataan Mc. Donald et al ., (1994) menyatakan bahwa rendahnya daya cerna suatu bahan pakan mengakibatkan banyaknya energi yang hilang dalam bentuk ekskreta sehingga nilai energi metabolisme menjadi rendah.

Energi Metabolisme Murni (EMM)

Hasil dari penelitian pemberian dosis starbio berbeda pada fermentasi bungkil inti sawit terhadap energi metabolisme murni dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Pengaruh dosis starbio terhadap energi metabolisme murni bungkil inti sawit terfermentasi (kkal/kg)

Perlakuan Ulangan

Rataantn ± sd

1 2 3 4

P0 2599,97 2162,95 2584,08 2295,48 2410.6 ± 216,44 P1 2282,12 2452,97 2250,93 2972,27 2489.6 ± 333,83 P2 2990,65 2845,81 2718,34 2935,07 2872.5 ± 118,82 P3 2990,36 2901,5 2008,99 2424,74 2581.4 ± 455,30 P4 2822,29 2799,12 2833,01 2578,23 2758.2 ± 120,79 Keterangan : tn = tidak berbeda nyata

Berdasarkan Tabel 6, hasil analisis energi metabolisme murni pada ayam kampung yang diberikan fermentasi bungkil inti sawit (BIS) yang tertinggi ditunjukkan pada perlakuan P2 (0,5% starbio) sebesar 2872.5 kkal/kg, sedangkan energi metabolisme murni terendah pada P0 (tanpa starbio) sebesar 2410.6 kkal/kg.

Analisis sidik ragam energi metabolisme murni menunjukkan bahwa pemberian bungkil inti sawit fermentasi dengan dosis starbio yang berbeda memberikan pengaruh tidak berbeda nyata (P>0,05) pada energi metabolisme murni (EMM). Hal ini tidak sejalan dengan pendapat Halawa (2011) yaitu nilai energi metabolisme murni (EMM) lebih besar dari energi metabolisme semu (EMS).

Analisa lanjutan persamaan polynomial dosis starbio pada fermentasi bungkil inti sawit terhadap energi metabolisme murni disajikan pada Gambar 4 sebagai berikut.

Energi Metabolisme Murni (kkal/kg)

Gambar 4 energi metabolisme murni perlakuan dosis starbio fementasi bungkil inti sawit (kkal/kg) menunjukkan persamaan linear ŷ=-546,67x2+861,44x+2396,7 menyatakan bahwa nilai energi metabolisme murni perlakuan dosis starbio pada fermentasi bungkil inti sawit meningkat. Hal ini didukung oleh pernyataan Sukaryana (2007), bahwa fermentasi menggunakan Trichoderma viride pada bungkil inti sawit dapat meningkatkan kandungan energi metabolis bahan asalnya, peningkatan kandungan energi metabolis akibat fermentasi merupakan pencerminan dari adanya penguraian komponen serat kasar yang sukar dicerna menjadi komponen yang mudah dicerna. Hal tersebut diprediksi akibat adanya peran enzim selulase produk starbio yang mampu mendegredasi selulosa menjadi glukosa.

y = -546,67x2 + 861,44x + 2396,7 R² = 0,5392

2300 2400 2500 2600 2700 2800 2900

0 0,20,25 0,4 0,5 0,6 0,750,8 11 1,2

Dosis Starbio (%)

Menurunnya P4 disebakan mikroorganisme dalam proses fermentasi membutuhkan energi dalam melalukan fermentasi, semakin banyak dosis starbio yang diberikan maka semakin banyak mikroba, semakin banyak pula energi yang digunakan mikroba. Hal ini sesuai pernyataan Priani (2003) menyatakan bahwa mikroorganisme dalam fermentasi dapat menghasilkan energi dan mikroba menggunakan energi tersebut, sehingga semakin banyak mikroba semakin banyak energi yang digunakan.

Berdasarkan persamaan linear tersebut dapat diketahui titik optimum pada diagram tersebut yaitu 0,67. Dapat diartikan dalam dosis 0,67% starbio merupakan dosis yang optimum dalam fermentasi bungkil inti sawit terhadap energi metabolisme jikan diberikan lebih dari 0,67% maka nilai energi metabolisme akan turun.

Enrgi Metabolisme Semu Terkoreksi Nitrogen (EMSn)

Energi metabolisme semu terkoreksi nitrogen merupakana nilai energi metabolisme yang terkoreksi nitrogen Sibbald dan Wolynetz (1985). Hasil dari penelitian pemberian dosis starbio berbeda pada fermentasi bungkil inti sawit terhadap energi metabolisme semu terkoreksi nitrogen dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Pengaruh dosis starbio terhadap energi metabolisme semu terkoreksi nitrogen bungkil inti sawit terfermentasi (kkal/kg)

Perlakuan Ulangan Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama

menunjukan perbedaan yang sangat nyata (P < 0,01).

Berdasarkan diagram 5, hasil analisis energi metabolisme semu terkoreksi nitrogen (EMSn) pada ayam kampung yang diberikan fermentasi bungkil inti sawit (BIS) tertinggi ditunjukan pada perlakuan P2 (starbio 0,5%) sebesar 2879.3 kkal/kg sedangkan yang terendah pada perlakuan P1(starbio 0,25%) sebesar 2192.5 kkal/kg.

Analisis sidik ragam energi metabolisme semu terkoreksi nitrogen menunjukkan bahwa pemberian bungkil inti sawit fermentasi dengan dosis starbio yang berbeda memberikan pengaruh sangat berbeda nyata (P<0,01) terhadap energi metabolisme semu terkoreksi nitrogen (EMSn), dikarenakan nilai retensi nitrogen yang tinggi sehingga mempengaruhi energi metabolisme. Hal ini sejalan dengan pernyataan Wahju (1997) menyatakan bahwa meningkatnya konsumsi nitrogen akan menimbulkan peningkatan retensi nitrogen, sehingga memberikan pengaruh terhadap nilai energi metabolisme.

Analisa lanjutan persamaan polynomial dosis starbio pada fermentasi bungkil inti sawit terhadap energi metabolisme semu terkoreksi nitrogen disajikan pada Gambar 5 sebagai berikut.

Energi Metabolisme Semu Terkoreksi Nitrogen (kkal/kg)

y = 270,08x + 2416

500 1000 1500 2000 2500 3000 3500

R2= 0,368

Gambar 5 energi metabolisme semu terkoreksi nitrogen perlakuan dosis starbio fementasi bungkil inti sawit (kkal/kg) menunjukkan persamaan linear ŷ=

270,08x + 2416 menyimpulkan bahwa nilai energi metabolisme semu terkoreksi nitrogen perlakuan dosis starbio pada fermentasi bungkil inti sawit meningkat.

Meningkatnya energi metabolesme semu terkoreksi nitrogen pada P4 (starbio 1%) disebabkan oleh banyaknya starbio yang diberikan sehingga memiliki mikroba yang banyak sehingga banyak pula enzim selulase yang dihasilkan untuk merombak karbohidrat menjadi glukosa yang akhirnya meningkatkan kualitas dari bungkil inti sawit fermentasi sehingga muda dimanfaatkan oleh ternak. Rendahnya energi metabolisme pada P0 (tanpa starbio) disebakan tanpa diberikan starbio sehingga kualitas bahan dari substrat yang kurang baik menyebabkan enzim selulose yang dihasilkan juga sedikit sehingga daya cerna dari bahan yang diserap didalam tubuh ternak hanya sedikit, dapat dilihat dari nilai energi metabolisme yang rendah. Hal ini didukung oleh pernyataan Mc. Donald et al ., (1994) menyatakan bahwa rendahnya daya cerna suatu bahan pakan mengakibatkan banyaknya energi yang hilang dalam bentuk ekskreta sehingga nilai energi metabolisme menjadi rendah.

Sukaryana (2007) menyatakan bahwa fermentasi menggunakan Trichoderma viride pada bungkil inti sawit dapat meningkatkan kandungan energi metabolis bahan asalnya, peningkatan kandungan energi metabolis akibat fermentasi merupakan pencerminan dari adanya penguraian komponen serat kasar yang sukar dicerna menjadi komponen yang mudah dicerna. Hal tersebut diprediksi

Dosis Starbio(%)

1

akibat adanya peran enzim selulase produk starbio yang mampu mendegredasi selulosa menjadi glukosa.

Menurut Sibbald dan Morse (1983) jumlah energi yang hilang berasal dari jaringan protein bervariasi tergantung dengan sifat ransum dan umur ternak.

Koreksi terhadap nitrogen yang diretensi perlu dilakukan mengingat tidak semua energi bruto dari ransum digunakan oleh tubuh, tetapi sebagian hilang melalui urin (Scott et al., 1982).

Konversi Energi Metabolisme

Daya cerna energi bukan ditentukan oleh nilai energi metabolisme semu (EMS), energi metabolisme murni (EMM), energi metabolisme semu terkoreksi nitrogen (EMSn), ataupun energi metabolisme murni terkoreksi nitrogen (EMMn), akan tetapi ditentukan oleh konversi energi metabolisme semu terkoreksi nitrogen (EMSn) terhadap energi bruto atau rasio energi metabolisme ransum. Hasil dari penelitian pemberian dosis starbio berbeda pada fermentasi bungkil inti sawit terhadap konversi nitrogen dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Pengaruh dosis starbio terhadap konversi energi metabolisme bungkil inti sawit terfermentasi (kkal/kg)

Perlakuan Ulangan

Rataan ± SD

1 2 3 4

P0 0,79 0,72 0,79 0,74 0,76a ± 0,035

P1 0,58 0,6 0,57 0,54 0,57b ± 0,025

P2 0,82 0,8 0,78 0,81 0,80a ± 0,017

P3 0,54 0,8 0,54 0,6 0,62b ± 0,123

P4 0,79 0,79 0,78 0,76 0,78a ± 0,014

Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukan perbedaan yang sangat nyata (P < 0,01).

Berdasarkan Tabel 8, hasil analisis konversi energi metabolisme pada ayam kampung yang diberikan fermentasi bungkil inti sawit (BIS) rataan tertinggi ditunjukan pada perlakuan P2 (0,5% starbio) sebesar 0,80 sedangkan rataan

konversi energi metabolisme terendah ditunjukan pada perlakuan P1 (0,25%

starbio) sebesar 0,57.

Analisis sidik ragam konversi energi metabolisme menunjukan bahwa pemberian bungkil inti sawit fermentasi dengan dosis starbio yang berbeda memberikan pengaruh sangat berbeda nyata (P<0,01) terhadap konversi energi metabolisme. Hal ini dapat diartikan bahwa ayam kampung yang diberikan bungkil inti sawit yang telah difermentasi menggunakan starbio mempengaruhi efisiensi penggunaan energi bruto menjadi energi metabolis dibandingkan dengan bungkil inti sawit tanpa starbio.

Pemberian bungkil inti sawit (BIS) dengan 0,5% starbio (P2) merupakan perlakuan yang sangat efisien karena banyaknya starbio yang diberikan sehingga memiliki mikroba yang banyak sehingga banyak pula enzim selulase yang dihasilkan untuk merombak karbohidrat menjadi glukosa yang akhirnya meningkatkan kualitas dari bungkil inti sawit fermentasi sehingga muda dimanfaatkan oleh ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Widayati dan Widalestari (1996) yang menyatakan bahwa produk bahan yang mengalami fermentasi memiliki kualitas yang lebih baik dan lebih mudah dicerna oleh ternak. Sehingga ayam kampung dapat menggunakan energi bruto menjadi energi metabolis semaksimal mungkin. Hal ini sesuai pernyataan Amrullah (2003) menyatakan jumlah energi yang dapat dimanfaatkan sewaktu ransum masuk ke tubuh unggas bergantung pada besar kecilnya kapasitas tampung organ pencernaan unggas, dilanjutkaan dengan Wahju (1985) yang menyatakan bahwa ternak umumnya memperoleh energi dari pakan yang dikonsumsi. Akan tetapi tidak semua energi pakan tersebut digunakan oleh tubuh ternak.

Rekapitulasi Hasil Penelitian

Data rekapitulasi hasil penelitian pemberian dosis starbio pada fermentasi bungkil inti sawit terhadap keceernaan protein, retensi nitrogen dan energi metabolisme dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rekaputilasi hasil penelitian.

Parameter

Perlakuan

P0 P1 P2 P3 P4

Kecernaan protein 64,41D 64,40C 68,60B 69,82B 75,00A Retensi nitrogen 79,08C 82,72C 85,15AB 85,75AB 89,78A Energi metabolisme semu 2546,19AB 2192,26C 2749,06A 2314,90BC 2822,22A Energi metabolisme murni 2410,6tn 2489,57tn 2872,46tn 2581,39tn 2758,16tn Energi metabolisme semu

terkoreksi nitrogen

2546,02AB 2192,46C 2879,25A 2314,84BC 2822,42A Konversi energi metabolisme 0,76A 0,57B 0,80A 0,62B 0,78A

Berdasarkan data rekapitulasi di atas, bahwa dosis starbio pada fermentasi bungkil inti sawit memberikan pengaruh sanagat berbeda nyata terhadap kecernaan protein, retensi nitrogen, energi metabolisme semu, energi metabolisme semu terkoreksi nitrogen dan konversi energi metabolisme namun menunjukkan pengaruh tidak nyata terhadap energi metabolisme murni. Pemberian starbio sebanyak 1% dalam fermentasi bungkil inti sawit dapat meningkatkan kecernaan protein, nilai retensi nitrogen sedangkan dalam energi metabolisme dosis 0,5%

yang paling efisien.

Dokumen terkait