• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respon Pertumbuhan Radial Koloni B. bassiana pada Media Padat secara

In Vitro

Isolat B. bassiana memiliki kecepatan tumbuh radial yang berbeda pada ketiga jenis media tumbuh. Berdasarkan pengamatan secara makroskopis, pertumbuhan radial koloni B. bassiana tercepat untuk dapat memenuhi cawan petri berukuran 9 cm adalah pertumbuhan koloni pada media SDAY. Pada media SDAY isolat B. bassiana membutuhkan waktu inkubasi selama 26 hari setelah inokulasi (HSI) untuk memenuhi cawan petri, sedangkan koloni B. bassiana pada media PDA dan MEA membutuhkan waktu 27 HSI dan 31 HSI untuk memenuhi cawan petri. Pertumbuhan diameter koloni B. bassiana pada media PDA, MEA dan SDAY disajikan pada Gambar 9.

Hari ke- PDA MEA SDAY

7

10

16

Full growth

Gambar 9 Pertumbuhan diameter koloni B. bassiana pada media potato dextrose agar (PDA), malt extract agar (MEA) dan sabouraud dextrose agar with yeast extract (SDAY)

16 0 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Diam eter k o lo n i (cm )

hari setelah inokulasi (HSI)

PDA

MEA

SDAY

Isolat B. bassiana pada media PDA dan SDA hampir memenuhi cawan petri berukuran 9 cm pada hari ke-7 (Senthamizhlselvan et al. 2010), sehingga sangat berbeda hasilnya dengan hasil penelitian ini. Hal ini diduga disebabkan oleh perbedaan strain isolat B. bassiana yang diteliti. Chang dan Hayes (1978) dalam Syafiih (2015) menyatakan bahwa, pertumbuhan jamur melibatkan banyak faktor antara lain adalah jenis jamur itu sendiri, komposisi media dan lingkungan.

Pertumbuhan radial koloni B. bassiana selama 15 HSI pada media PDA, MEA, dan SDAY secara berurutan adalah 4.79 cm, 4.21 cm, dan 5.31 cm, sehingga dapat diketahui bahwa pertumbuhan radial koloni B. bassiana tercepat adalah pada media SDAY. Hal ini sesuai dengan penelitian Desyanti (2007) yang menunjukkan bahwa pertumbuhan radial B. bassiana pada media SDAY selama 15 HSI berkisar antara 3.98 cm sampai dengan 5.36 cm. Selain itu spesies cendawan entomopatogen B. bassiana menunjukkan pertumbuhan yang lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan spesies cendawan entomopatogen lain seperti Fusarium oxysporum dan Aspergillus flavus yang dapat memenuhi cawan petri berukuran 9 cm dalam waktu 2 minggu.

Gambar 10 menunjukkan laju pertumbuhan koloni B. bassiana pada media PDA, MEA, dan SDAY selama 15 HSI. Pertumbuhan koloni B. bassiana mengalami trend yang meningkat setiap hari dengan kecepatan pertumbuhan harian antara 0.22-0.43 cm. Penelitian Senthamizhlselvan et al. (2010) mengungkapkan bahwa, koloni B. bassiana pada media yang mengandung sabourauddextrose agar mengalami pertumbuhan radial lebih cepat dibandingkan dengan koloni B. bassiana pada media PDA.

Gambar 10 Laju pertumbuhan koloni B. bassiana pada media potato dextrose agar (PDA), malt extract agar (MEA), dan sabouraud dextrose agar with yeast extract (SDAY) selama 15 hari setelah inokulasi

Pertumbuhan radial koloni B. bassiana pada media PDA, MEA, dan SDAY selama 15 HSI menunjukkan hasil yang berbeda nyata antar masing-masing

17 0.18 0.19 0.24 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 PDB MEB SDBY Bi o m assa B. b a ss ia n a (g)

Jenis Media Cair

media. Pertumbuhan radial koloni B. bassiana tercepat adalah pada media SDAY. Kemudian berturut-turut adalah koloni B. bassiana pada media PDA dan MEA (Tabel 3). Hal ini diduga karena kandungan pepton dan yeast extract pada media SDAY merupakan nutrisi optimal bagi pertumbuhan radial koloni B. bassiana pada media padat secara in vitro.

Tabel 3 Respon rataan pertumbuhan diameter B. bassiana pada berbagai jenis media padat

Jenis Media Rataan Diameter (cm)*

sabouraud dextrose agar with

yeast extract (SDAY) 2.85042

a

potato dextrose agar (PDA) 2.59125b

malt extract agar (MEA) 2.34125c

* Nilai diameter yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan beda nyata pada

taraf α=0.05 berdasarkan uji jarak berganda Duncan.

Respon Pertumbuhan Biomassa B. bassiana pada Media Cair secara In Vitro Biomassa B. bassiana yang diinkubasi pada media PDB, MEB dan SDBY selama 4 minggu secara berturut-turut adalah 0.18, 0.19, dan 0.24 g. Sehingga dapat diketahui bahwa biomassa tertinggi diperoleh isolat yang diinkubasi pada media SDBY, kemudian isolat pada media MEB, dan biomassa yang terendah diperoleh isolat yang diinkubasi pada media PDB ( Gambar 11).

Gambar 11 Biomassa B. bassiana pada media potato dextrose broth (PDB), malt extract broth (MEB), dan sabouraud dextrose broth with yeast extract (SDBY) selama 4 minggu

Produksi biomassa B. bassiana pada media SDBY secara statistik menunjukkan hasil yang berbeda nyata terhadap biomassa B. bassiana pada media PDB dan MEB sedangkan produksi biomassa B. bassiana pada media PDB dan MEB tidak berbeda nyata. Berdasarkan data yang diperoleh dapat diketahui

18

bahwa, terdapat korelasi antara nilai produksi biomassa B. bassiana pada media cair SDBY dengan pertumbuhan radial koloni B. bassiana pada media padat SDAY.

Media cair SDBY menghasilkan biomassa B. bassiana terbesar dan media padat SDAY menghasilkan pertumbuhan radial koloni tercepat. Dengan demikian, media SDBY dan SDAY merupakan media yang paling sesuai untuk produksi biomassa dan pertumbuhan radial B. bassiana. Kandungan nutrisi media tersebut menyebabkan B. bassiana menjadi optimal. Menurut Sharma (2002) dalam Senthamizhlselvan et al. (2010) bahwa, pertumbuhan optimal B. bassiana pada medium cair sabouraud diduga karena kandungan pepton sebagai sumber nitrogen.

Kandungan Nutrisi pada Media Tumbuh

Cendawan adalah organisme heterotrof, sehingga mereka memerlukan senyawa organik sebagai sumber nutrisi. Pertumbuhan fungi melibatkan banyak faktor yang menentukan seperti faktor organisme itu sendiri dan lingkungan (Griffin 1991). Media kultur dapat dijadikan sebagai sarana untuk mengukur pertumbuhan fungi berdasarkan fungsi waktu baik pada media kultur padat maupun media kultur cair (Chang dan Miles 2004). Komposisi masing-masing media tumbuh disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Komposisi nutrisi yang terdapat pada masing-masing media tumbuh

Media Komposisi g l-1

sabourauddextrose agar with yeast extract

(SDAY) Peptone Dextrose Agar Yeast extract 2.5 10 3.75 2.5 malt extract agar (MEA) Malt extract

Agar

15 15 potato dextrose agar (PDA) Kentang

Dextrose Agar

200 20 15 sabourauddextrosebrothwith

yeast extract (SDBY)

Peptone Dextrose Yeast extract 2.5 10 2.5 malt extract broth (MEB) Malt extract 15 potato dextrosebroth (PDB) Kentang

Dextrose

200 20

19

Menurut Chang dan Miles (2004), sumber karbon merupakan unsur yang penting bagi pembentukan struktur dan sumber energi pertumbuhan sel cendawan. Ketiga jenis media tumbuh yang digunakan dalam penelitian ini (potato dextrose, malt extract, dan sabouraud dextrosewith yeast extract) memiliki sumber nutrisi yang berbeda.

Potato dextrose terdiri dari ekstrak kentang yang merupakan sumber karbohidrat, vitamin dan mineral dengan tambahan dextrose yang juga merupakan sumber karbohidrat. Kentang tersusun atas pati dengan kandungan amilosa dan amilopektin. Amilosa dan amilopektin termasuk molekul kompleks karbohidrat golongan polisakarida. Proses penguraian karbohidrat kompleks golongan polisakarida tidak semudah pada molekul karbohidrat yang lebih sederhana seperti halnya glukosa yang tergolong ke dalam monosakarida. Dengan demikian cendawan membutuhkan waktu untuk menguraikan senyawa karbohidrat yang terkandung dalam kentang. Akan tetapi cendawan mendapat tambahan dextrose yang merupakan molekul karbohidrat sederhana dan mudah diurai, sehingga aktivitas seluler dapat berlangsung dari energi yang dihasilkan dari penguraian dextrose terlebih dahulu.

Malt extract mengandung sumber karbon maltosa yang tinggi (Vanderzant dan Splittstoesser 1992 dalam Syafiih 2015). Maltosa merupakan kelompok karbohidrat disakarida yang tersusun atas 2 molekul glukosa. Pertumbuhan miselium B. bassiana lebih lambat pada media malt extract dibandingkan dengan media potato dextrose diduga karena struktur maltosa yang merupakan disakarida lebih kompleks dibandingkan dengan dextrose. Cendawan membutuhkan waktu lebih lama dalam menyederhanakan struktur malt dibandingkan dengan struktur dextrose, sehingga energi yang dihasilkan pada media malt lebih lambat dibandingkan dengan media potato dextrose.

Media sabouraud dextrose with yeast extract tersusun atas pepton dan yeast extract yang merupakan sumber nitrogen serta dextrose sebagai sumber karbon. Nitrogen berperan dalam pembentukan molekul protein dan asam nukleat. Salah satu fungsi nitrogen adalah sebagai sumber energi, sehingga isolat B. bassiana yang ditumbuhkan pada media yang lebih banyak mengandung molekul nitrogen memiliki sumber energi lebih besar untuk membentuk sel-sel baru. Selain itu, karbon dalam dextrose merupakan unsur penting sebagai penyusun komponen dinding sel.

Pertumbuhan radial koloni dan produksi biomassa B. bassiana lebih cepat dan lebih tinggi pada media sabouraud dextrose with yeast extract dibandingkan dengan media potato dextrose dan malt extract. Media PDA dan PDB yang merupakan media kaya nutrisi ternyata tidak menghasilkan pertumbuhan radial koloni dan produksi biomassa yang lebih baik dari media SDAY dan SDBY. Hal ini didukung oleh Santoro et al. (2014) yang menyatakan bahwa, media PDA mengandung banyak unsur karbon namun sedikit unsur nitrogen.

20

Keefektifan B. bassiana terhadap rayap C. curvignathus

Tabel 5 menunjukkan bahwa, mortalitas tertinggi rayap C. curvignathus disebabkan oleh suspensi konidia B. bassiana dari media MEB (44.4%), kemudian suspensi konidia dari media PDB (40.4%) dan SDBY (21.2%) pada

tingkat kerapatan konidia yang sama yaitu 108 konidia ml-1. Mortalitas C. curvignathus mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya kerapatan

konidia B. bassiana.

Tabel 5 Persentase mortalitas kumulatif C. curvignathus yang terinfeksi cendawan B. bassiana dari tiga jenis media pada berbagai tingkat kerapatan konidia selama 11 hari

Pengamatan terhadap rayap uji menunjukkan bahwa kematian rayap dicirikan dengan gejala bertahap. Gejala awal menunjukkan kondisi rayap terinfeksi semakin melemah, dicirikan dengan mobilitas rayap terinfeksi tidak gesit seperti halnya pada rayap sehat. Selanjutnya, sebagian rayap yang lemah dan sakit tersebut dimangsa oleh rayap sehat. Nandika et al. (2003) menyatakan bahwa, salah satu sifat rayap adalah kanibalisme, yaitu sifat memangsa sesama rayap terutama yang lemah dan sakit. Sebagian rayap terinfeksi mengalami melanisasi kutikula yang dicirikan dengan perubahan warna kutikula menjadi hitam dan keras, kemudian setelah beberapa hari tubuh rayap ditumbuhi miselium yang dapat menyelimuti seluruh tubuh rayap. Adanya bercak hitam pada kutikula menunjukkan lokasi terjadinya penetrasi (Boucias dan Pendland 1998).

Aplikasi suspensi B. bassiana pada berbagai tingkat kerapatan konidia mengakibatkan mortalitas C. curvignathus yang terus meningkat setiap hari. Gambar 12 menunjukkan mortalitas tertinggi pada tiap jenis media disebabkan oleh suspensi B. bassiana dengan kerapatan 108 konidia ml-1, kemudian kerapatan 106 dan 104 konidia ml-1.

Kerapatan konidia (konidia ml-1)

Mortalitas kumulatif C. curvignathus pada masing-masing media cair(%)

potato dextrose broth (PDB) malt extract broth (MEB) sabourauddextrose brothwith yeast extract

(SDBY)

108 40.4 44.4 21.2

106 29.3 20.2 19.2

104 15.2 17.2 17.2

21

Gambar 12 Laju mortalitas C. curvignathus akibat aplikasi B. bassiana dari media tumbuh potato dextrose broth (A), malt extract broth (B), dan sabouraud dextrose with yeast extract (C) pada tingkat kerapatan konidia kontrol, 104, 106, dan 108 konidia ml-1 selama 11 hari pengamatan

Respon mortalitas rayap C. curvignathus akibat aplikasi B. bassiana pada berbagai tingkat kerapatan konidia menunjukkan bahwa, perbedaan jenis media tidak mempengaruhi virulensi suspensi konidia B. bassiana terhadap mortalitas

Hari Setelah Perlakuan

Hari Setelah Perlakuan

Hari Setelah Perlakuan

Kontrol Kontrol Kontrol Mor tal it as ray ap ( % ) Mor tal it as ray ap ( % ) Mor tal it as ray ap ( % )

22

rayap, namun perbedaan kerapatan konidia berpengaruh terhadap mortalitas rayap. Semakin tinggi kerapatan konidia maka semakin tinggi mortalitas rayap. Mortalitas rayap pada kerapatan 108 konidia ml-1 tertinggi dibandingkan dengan kerapatan konidia 106 dan 104 konidia ml-1 serta kontrol (Tabel 6).

Tabel 6 Respon mortalitas rayap C. curvignathus akibat aplikasi B. bassiana pada berbagai tingkat kerapatan konidia

Kerapatan konidia (konidia mL-1) Rataan mortalitas (%)*

108 28.94a

106 19.54b

104 16.72b

Kontrol 4.03c

*Nilai mortalitas yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata

pada taraf α=0.05 berdasarkan uji jarak berganda Duncan.

Desyanti (2007) menyatakan bahwa, semakin tinggi kerapatan konidia yang diaplikasikan terhadap rayap menyebabkan konidia lebih banyak melakukan kontak dengan tubuh rayap, sehingga memberi peluang lebih besar bagi konidia untuk berkecambah dan mempenetrasi tubuh rayap. Boucias dan Pendland (1998) menyatakan bahwa, semakin banyak kontak antara cendawan dengan serangga, maka proses kematian larva terinfeksi akan semakin cepat.

Dokumen terkait