• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil pengamatan Kejadian Penyakit Sclerotium rolfsii pada setiap waktu pengamatan mulai dari 1 - 5 minggu setelah inokulasi dapat dilihat pada lampiran 3 - 7. Dari hasil analisa sidik ragam dapat dilihat adanya perbedaan yang tidak nyata dan nyata antar perlakuan. Untuk mengetahui perlakuan mana yang berbeda nyata, maka dilakukan uji jarak Duncan. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Rataan kejadian penyakit Sclerotium rolfsii Sacc.(%)

Waktu Pengamatan Kejadian Penyakit (%) Perlakuan

1 MSI 2 MSI 3 MSI 4 MSI 5 MSI

Faktor T T0 6,25 a 33,34 a 41,67 a 47,92 a 50,00 a T1 0,00 b 14,59 ab 20,84 ab 25,00 ab 31,25 ab T2 0,00 b 14,58 ab 14,58 b 14,58 b 14,58 b T3 0,00 b 4,17 b 4,17 b 8,33 b 10,42 b Faktor B B0 6,25 a 35,42 a 37,50 a 45,84 a 47,92 a B1 0,00 b 14,59 ab 18,75 ab 22,92 ab 22,92 ab B2 0,00 b 16,67 ab 16,67 ab 18,75 ab 20,84 ab B3 0,00 b 0,00 b 8,34 b 8,34 b 14,58 b Faktor TxB T0B0 25,01 a 58,34 ab 66,67 a 83,34 a 83,34 a T0B1 0,00 b 25,01 bc 41,67 ab 50,01 b 50,01 ab T0B2 0,00 b 50,01 a 50,01 ab 50,01 b 50,01 ab T0B3 0,00 b 0,00 c 8,34 cd 8,34 de 16,67 bcd T1B0 0,00 b 25,01 ab 25,01 bc 33,34 bcd 41,67 bc T1B1 0,00 b 25,01 ab 25,01 bc 33,34 bcd 33,34 bc T1B2 0,00 b 8,34 c 8,34 cd 8,34 de 8,34 cd T1B3 0,00 b 0,00 c 25,01 bc 25,01 bcde 41,67 bc T2B0 0,00 b 50,00 a 50,00 ab 50,00 bc 50,00 ab T2B1 0,00 b 8,34 c 8,34 cd 8,34 de 8,34 cd T2B2 0,00 b 0,00 c 0,00 d 0,00 e 0,00 d T2B3 0,00 b 0,00 c 0,00 d 0,00 e 0,00 d T3B0 0,00 b 8,34 c 8,34 cd 16,67 de 16,67 bcd T3B1 0,00 b 0,00 c 0,00 d 0,00 e 0,00 d T3B2 0,00 b 8,34 c 8,34 cd 16,67 cde 25,00 bcd T3B3 0,00 b 0,00 c 0,00 d 0,00 e 0,00 d

Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada taraf 5 % menurut uji jarak Duncan

Herman Tindaon : Pengaruh Jamur Antagonis Trichoderma harzianum Dan Pupuk Organik Untuk Mengendalikan Patogen Tular Tanah Sclerotium rolfsii Sacc. Pada Tanaman Kedelai (Glycine max L.) Di Rumah Kasa, 2008

Pengaruh Trichoderma harzianum dan pupuk organik terhadap kejadian penyakit Sclerotium rolfsii Sacc.(%)

Dari analisa sidik ragam (Lampiran 3 - 7) dapat dilihat bahwa pengaruh

Trichoderma harzianum terhadap kejadian penyakit Sclerotium rolfsii pada pengamatan 1 MSI, 2 MSI, 3 MSI, 4 MSI, dan 5 MSI menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap perlakuan.

Berdasarkan Uji Jarak Duncan pada tabel 2. dapat dilihat bahwa pada pengamatan 1 - 5 MSI, perlakuan kontrol T0 berbeda nyata terhadap ketiga perlakuan yang lainnya. Selain itu perlakuan T0 memeliki kejadian penyakit tertinggi dari semua perlakuan dimana pada akhir pengamatan (5 MSI) rataan kejadian penyakit mencapai 50 % dan terendah pada T3 yaitu sebesar 10,42 %.

Dari hasil pengamatan terhadap kejadian penyakit busuk pangkal batang (Sclerotium rolfsii Sacc.) dapat diketahui bahwa pemberian Trichoderma harzianum efektif dalam menekan penyakit tersebut. Hal ini dibuktikan bahwa pada 5 MSI kejadian penyakit terhenti dan tidak ada lagi pertambahan serangan penyakit. Ini disebabkan karena jamur antagonis sudah mulai berkembang di dalam tanah.

Menurut Wijaya (2002) Trichoderma harzianum adalah jamur non mikoriza yang dapat menghasilkan enzim ketinase, sehingga dapat berfungsi sebagai pengendali penyakit tanaman. Kitinase merupakan enzim ekstraseluler yang dihasilkan oleh jamur dan bakteri serta berperan penting dalam pemecahan kitin.

Kitinase jamur bersifat aktif pada pH asam, memeliki temperatur optimal yang tinggi, tingkat kestabilan yang tinggi, dan mempunyai aktivitas endokhitinase dan eksokhitinase (Yurnaliza, 2007).

22

Dari analisa sidik ragam (Lampiran 3 - 7) dapat dilihat bahwa pengaruh pupuk organik terhadap kejadian penyakit Sclerotium rolfsii pada pengamatan 1 MSI, 2 MSI, 3 MSI, 4 MSI, dan 5 MSI menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap perlakuan.

Berdasarkan Uji Jarak Duncan pada tabel 2. dapat dilihat bahwa pada pengamatan 1 - 5 MSI, perlakuan kontrol B0 berbeda nyata terhadap ketiga perlakuan yang lainnya. Selain itu perlakuan B0 memeliki kejadian penyakit tertinggi dari semua perlakuan dimana pada akhir pengamatan (5 MSI) rataan kejadian penyakit mencapai 47,92 % dan terendah pada B3 yaitu sebesar 14,58 %.

Menurut Sutanto (2002) penggunaan pupuk organik cukup besar karena didorong oleh pemahaman peranan bahan organik dalam memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Nakada (1981) melaporkan terjadinya kenaikan N, P, K, dan Si tanah karena pemberian kompos dalam jangka panjang. Pemberian kompos jangka panjang juga mampu meningkatkan aktivitas mikrobia penyemat nitrogen melalui peningkatan kandungan bahan organik tanah yang mudah terdekomposisi, meningkatkan pembentukan agregat yang stabil dan kapasitas pertukaran kation.

Pengaruh interaksi Trichoderma harzianum dan pupuk organik terhadap kejadian penyakit Sclerotium rolfsii Sacc.

Dari analisa sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi Trichoderma harzianum dan pupuk organik menunjukan pengaruh yang sangat nyata terhadap kejadian penyakit Sclerotium rolfsii pada pengamatan 1 - 4 MSI. Tetapi pada akhir pengamatan (5 MSI), interaksi kedua faktor ini menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap perlakuan.

Dari tabel 1. juga terlihat bahwa pada pengamatan 1 MSI perlakuan kontrol T0B0 berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya. Pada pengamatan 2 MSI perlakuan kontrol T0B0 berbeda tidak nyata dengan T0B2, T1B0, dan T1B1 tetapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Pada pengamatan 3 MSI T0B0 berbeda tidak nyata dengan T0B1, T0B2, T2B0 tetapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Pada pengamatan 4 MSI perlakuan kontrol T0B0 berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Pada pengamatan terakhir perlakuan kontrol T0B0 berbeda tidak nyata dengan T0B1, T0B2, T2B0 tetapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Pengaruh perlakuan yang lain dapat dilihat dalam tabel 2. di atas.

Dari interaksi kedua faktor tersebut, nilai rataan kejadian penyakit

Sclerotium rolfsii pada pengamatan 5 MSI tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol T0B0 yaitu sebesar 83,34 % dan terendah pada perlakuan T2B2, T2B3, T3B1 dan T3B3 yaitu 0 %.

Dari analisa sidik ragam interaksi kedua faktor ini memberikan pengaruh yang nyata terhadap perlakuan. Hal ini disebabkan karena pupuk organik (bokashi jerami) akan menambah energi yang diperlukan kehidupan mikroorganisme khususnya jamur Trichoderma harzianum. Hal ini didukung oleh literatur Sutanto (2002) yang menyatakan bahwa bahan organik akan menambah energi yang diperlukan kehidupan mikroorganisme tanah. Tanah yang kaya bahan organik akan mempercepat perbanyakan fungi, bakteri, mikoflora dan mikrofauna tanah lainnya.

24

Tinggi Tanaman Kedelai (cm)

Hasil pengamatan tinggi tanaman kedelai pada setiap waktu pengamatan mulai dari 7 - 8 MST (Minggu Setelah Tanam) dapat dilihat pada lampiran 8 - 9. Dari hasil analisa sidik ragam dapat dilihat adanya perbedaan yang tidak nyata dan nyata antar perlakuan. Untuk mengetahui perlakuan mana yang berbeda nyata, maka dilakukan uji jarak Duncan. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Rataan tinggi tanaman kedelai (cm)

Waktu Pengamatan (mst) Perlakuan 7 mst 8 mst Faktor T T0 58,44 b 60,13 b T1 76,38 a 79,48 a T2 86,44 a 88,5 a T3 85 a 88,74 a Faktor B B0 68,94 b 69,54 b B1 75,19 b 75,86 ab B2 81,31 b 83,87 ab B3 84,88 a 87,58 a Faktor TxB T0B0 38 d 38 f T0B1 61,75 c 62,2 de T0B2 60,75 c 61,6 e T0B3 78 ab 78,7 abcde T1B0 64 bc 65,3 cde T1B1 70 abc 70,6 bcde T1B2 91 a 91,39 a T1B3 83 ab 90,63 a T2B0 91,25 a 92,2 a T2B1 79,5 abc 80,65 abcd T2B2 90 a 91,15 a T2B3 88,25 a 90 a T3B0 82,5 ab 82,65 abc T3B1 89,5 a 90 a T3B2 83,5 ab 91,33 a T3B3 90,25 a 91 a

Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada taraf 5 % menurut uji jarak Duncan

Pengaruh Jamur Antagonis Trichoderma harzianum dan pupuk organik Terhadap Tinggi Tanaman Kedelai

Dari analisa sidik ragam (Lampiran 8 - 9) dapat dilihat bahwa pengaruh

Trichoderma harzianum terhadap tinggi tanaman kedelai pada pengamatan 7 MST dan 8 MST menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap perlakuan.

Berdasarkan Uji Jarak Duncan pada tabel 3. dapat dilihat bahwa pengaruh

Trichoderma harzianum terhadap tinggi tanaman kedelai pada pengamatan 7 - 8 MST, perlakuan kontrol T0 berbeda nyata terhadap ketiga perlakuan yang lainnya. Sedangkan perlakuan T1 berbeda tidak nyata dengan perlakuan T2 dan T3.

Berdasarkan hasil analisa sidik ragam pengamatan tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan dengan Trichoderma harzianum memberikan pengaruh yang sangat nyata. Hal ini disebabkan karena Trichoderma merupakan mikrobia tanah yang mempunyai peranan kunci dalam kesuburan tanah. Pertama sebagai mesin yang mengatur daur-hara secara simultan sehingga membuat hara tersedia bagi tanaman, dan menyimpan hara yang belum dimanfaatkan tanaman. Kedua, melaksanakan sintesis terhadap sebagian besar bahan organik yang bersifat stabil, seperti humus yang berfungsi sebagai penyimpan hara dan berperanan dalam memperbaiki struktur tanah (Sutanto, 2002).

Pengamatan tinggi tanaman dihentikan pada waktu pengamatan 8 MST, hal ini disebabkan karena pertumbuhan vegetatifnya telah berhenti. Tanaman berasal dari Varietas Kaba dan berdasarkan deskripsi tanaman, Varietas tersebut bertipe tumbuh determinan, dimana tipe tumbuh yang determinan pertumbuhan vegetatifnya berhenti setelah berbunga.

26

Dari analisa sidik ragam dapat dilihat bahwa pengaruh pupuk organik terhadap tinggi tanaman kedelai pada pengamatan 7 MST dan 8 MST menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap perlakuan.

Berdasarkan Uji Jarak Duncan pada tabel 3. dapat dilihat bahwa pengaruh pupuk organik terhadap tinggi tanaman kedelai pada pengamatan 7 MST, perlakuan kontrol B0 berbeda tidak nyata terhadap B1 dan B2 tetapi berbeda nyata dengan perlakuan B3. Sedangkan pada pengamatan 8 MST perlakuan kontrol B0 berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Berdasarkan analisa sidik ragam pengamatan tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan pupuk organik (bokashi jerami) memberikan pengaruh yang sangat nyata. Hal ini disebabkan karena pupuk organik merupakan bahan pembenah tanah yang paling baik dan alami daripada bahan pembenah buatan/sistetis. Pada umumnya pupuk organik mengandung hara makro N, P, K rendah, tetapi mengandung hara mikro dalam jumlah cukup yang sangat diperlukan pertumbuhan tanaman (Sutanto, 2002).

Pengaruh interaksi Trichoderma harzianum dan pupuk organik terhadap tinggi tanaman kedelai

Dari analisa sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi Trichoderma harzianum dan pupuk organik menunjukan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman kedelai pada pengamatan 7 - 8 MST.

Dari tabel 3. dapat dilihat bahwa pada pengamatan 7 MST perlakuan kontrol T0B0 berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya. Pada perlakuan T0B1 berbeda tidak nyata dengan perlakuan T0B2, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Perlakuan T0B3 berbeda tidak nyata dengan perlakuan T1B1,

T1B2, T1B3, T2B0, T2B1, T2B2, T2B3, T3B0, T3B1, T3B2, dan T3B3. Tetapi berbeda nyata dengan perlakuan kontrol T0B0, perlakuan T0B1, T0B2 dan T1B0. Pada pengamatan 8 MST perlakuan kontrol T0B0 berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Perlakuan T0B3 berbeda tidak nyata dengan T1B2, T1B3, T2B0, T2B1, T2B2, T2B3, T3B0, T3B1, T3B2, dan T3B3, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan kontrol T0B0, perlakuan T0B1, T0B2, T1B0 dan T1B1. Pengaruh perlakuan yang lain dapat dilihat dalam tabel 3. di atas.

Dari interaksi kedua faktor tersebut, nilai rataan tinggi tanaman pada pengamatan 8 MST tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol T2B0 yaitu sebesar 92,2 cm dan terendah pada perlakuan T0B0 yaitu 38 cm.

28

Produksi

Dari hasil analisa sidik ragam untuk pengamatan produksi dapat dilihat bahwa pengaruh Trichoderma harzianum, dan pupuk organik menunjukkan perbedaan yang sangat nyata, sedangkan interaksi antara Trichoderma harzianum

dengan pupuk organik menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap produksi kacang kedelai. Berikut ini adalah tabel rataan produksi kacang kedelai.

Tabel 4. Rataan produksi kacang kedelai (g/plot)

Perlakuan g/tanaman T0B0 4,75 h T0B1 10,14 gh T0B2 10,57 efgh T0B3 14,46 cdefg T1B0 8,53 gh T1B1 13,11 defg T1B2 17,86 bcde T1B3 18,78 bcd T2B0 10,81 efgh T2B1 14,82 cdefg T2B2 24,54 ab T2B3 17,83 bcdef T3B0 15,24 cdefg T3B1 14,39 cdefg T3B2 21,60 bc T3B3 31,10 a

Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada taraf 5 % menurut uji jarak Duncan

Dari tabel 4. dapat dilihat bahwa rataan produksi berat kering biji kedelai tertinggi terdapat pada T3B3 yaitu sebesar 31,10 g/tanaman, sedangkan produksi yang terendah terdapat pada T0B0 yaitu sebesar 4,75 g/tanaman. Produksi yang terendah terdapat pada perlakuan kontrol T0B0 dikarenakan kejadian penyakit tertinggi terdapat pada perlakuan tersebut. Menurut Shew, et al (1984) penyakit

Dari semua perlakuan diketahui bahwa perlakuan T3B3 merupakan perlakuan yang paling baik karena pada perlakuan inilah diperoleh produksi tertinggi yaitu sebesar 31,10 g/tanaman dan persentase kejadian penyakit pada perlakuan T3B3 yaitu sebesar 0 %. Persentase kejadian penyakit tanaman kedelai yang rendah tentunya akan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman kedelai. Dengan demikian akan memberikan produksi yang baik.

Dokumen terkait