• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Jamur Antagonis Trichoderma harzianum Dan Pupuk Organik Untuk Mengendalikan Patogen Tular Tanah Sclerotium rolfsii Sacc. Pada Tanaman Kedelai (Glycine max L.) Di Rumah Kasa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Jamur Antagonis Trichoderma harzianum Dan Pupuk Organik Untuk Mengendalikan Patogen Tular Tanah Sclerotium rolfsii Sacc. Pada Tanaman Kedelai (Glycine max L.) Di Rumah Kasa"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH JAMUR ANTAGONIS Trichoderma harzianum DAN PUPUK ORGANIK UNTUK MENGENDALIKAN PATOGEN TULAR TANAH

Sclerotium rolfsii Sacc. PADA TANAMAN KEDELAI

(Glycine max L.) DI RUMAH KASA

SKRIPSI

OLEH :

HERMAN TINDAON 020302039

HPT

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2008

Herman Tindaon : Pengaruh Jamur Antagonis Trichoderma harzianum Dan Pupuk Organik Untuk Mengendalikan Patogen Tular Tanah Sclerotium rolfsii Sacc. Pada Tanaman Kedelai (Glycine max L.) Di Rumah Kasa, 2008

(2)

PENGARUH JAMUR ANTAGONIS Trichoderma harzianum DAN PUPUK ORGANIK UNTUK MENGENDALIKAN PATOGEN TULAR TANAH

Sclerotium rolfsii Sacc. PADA TANAMAN KEDELAI

(Glycine max L.) DI RUMAH KASA

SKRIPSI

OLEH :

HERMAN TINDAON 020302039

HPT

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Hasanuddin, MS.) (Ir. Kasmal Arifin, MSi.)

Ketua Anggota

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

3

ABSTRACT

Herman Tindaon “THE EFFECTS OF ANTAGONIST FUNGI

Trichoderma harzianum AND ORGANIC FERTILIZER TO CONTROLED SOILBORNE PATOGEN Sclerotium rolfsii Sacc. OF SOYBEAN PLANTS (Glycine max L.) IN THE GREEN HOUSE” with the concelling Mr. Hasanuddin, MS as a leader and Mr. Ir. Kasmal Arifin, MSi. as co-author.

The aims of the research was to know the influence of Trichoderma harzianum fungi and organic fertilizer to controled soilborne patogen Sclerotium rolfsii Sacc. of soybean plants.

This research was held in screen house of Agriculture Faculty, North Sumatera University, Medan, with highest + 25 m from sea level since May to July 2007.

The research used the method of Complete Random Design Factorial with 2 factors that was consist of 16 combines of treatments. The first factor is

Trichoderma harzianum fungi that includes of T0 (control), T1 (T. harzianum

with dose 25 g/polybag), T2 (T. harzianum with dose 50 g/polybag), and T3 (T. harzianum with dose 75 g/polybag). The second factor is organic fertilizer that includes B0 (control), B1 (0,5 Kg organic fertilizer/polybag), B2 (1 Kg organic fertilizer/polybag), and B3 (1,5 Kg organic fertilizer/polybag).

The results showed that treatment of Trichoderma harzianum have the real effect (1 - 5 weeks after inoculated) to desease incidence of Sclerotium rolfsii. The highest of disease incidence of 5 week after inoculated was found in T0 (control) about 50 % and lowest in T3 about 10,42 %, whereas for organic fertilizer factor, the highest is B0 (control) about 47, 92 % and lowest in B3 about 14,58 %. Both of this interaction factors showed the real effect in 1 - 4 weeks after inoculated, whereas in 5 week after inoculated showed the real effect to disease incidence of

Sclerotium rolfsii Sacc. In this treatment interaction in 5 week after inoculated, the highest of disease incidence is T0B0 (control) about 83,34 % and lowest is T2B2, T2B3, T3B1, and T3B3 about 0 %. The parameter of high plant showed the real effect for both factor and these interaction in 7 and 8 weeks after transplanted. For

(4)

ABSTRAK

Herman Tindaon “ PENGARUH JAMUR ANTAGONIS Trichoderma harzianum dan PUPUK ORGANIK UNTUK MENGENDALIKAN PATOGEN TULAR TANAH Sclerotium rolfsii Sacc. PADA TANAMAN KEDELAI (Glycine max L.) di RUMAH KASA” dengan komisi pembimbing Bapak Dr. Hasanuddin, MS. sebagai ketua dan Bapak Ir. Kasmal Arifin, MSi sebagai anggota.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh jamur Trichoderma harzianum dan pupuk organik untuk mengendalikan patogen tular tanah

Sclerotium rolfsii Sacc. pada tanaman kedelai.

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kasa Fakultas Pertanian, Universitas Sumetera Utara, Medan, dengan ketinggian tempat + 25 m di atas permukaan laut mulai bulan Mei hingga Juli 2007.

Penelitian ini menggunakan Metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan 2 faktor yang terdiri dari 16 kombinasi perlakuan. Faktor pertama adalah jamur Trichoderma harzianum terdiri dari T0 ( kontrol), T1 (T. harzianum dengan dosis 25 g/polybag), T2 (T. harzianum dengan dosis 50 g/polybag), dan T3 (T. harzianum dengan dosis 75 g/polybag). Faktor kedua adalah pupuk organik yang terdiri dari B0 (kontrol), B1 ( 0,5 Kg pupuk organik/polybag), B2 (1 Kg pupuk organik/polybag), dan B3 (1,5 pupuk organik/polybag).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan Trichoderma harzianum

(5)

5

RIWAYAT HIDUP

“Herman Tindaon” dilahirkan di Adian Torop pada tanggal 4 September 1984 dari pasangan Bapak Dimson Tindaon (+) dan Ibu Once Hutabarat. Penulis merupakan putra bungsu dari 5 (lima) bersaudara.

Pendidikan yang pernah ditempuh penulis adalah lulus dari Sekolah Dasar Inpres 11457 Adian Torop tahun 1996, tahun 1999 lulus dari Sekolah Menengah Pertama Negeri I Aek Pamingke, tahun 2002 lulus dari Sekolah Menengah Umum Swasta RK Bintang Timur Rantauprapat dan tahun 2002 diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara Medan melalui jalur SPMB.

Kegiatan akademis yang telah diikuti penulis selama perkuliahan adalah mengikuti seminar “Biocontrol & Plant Clinic, Molecular Diagnostic for Plant Pathogen” di Fakultas Pertanian USU pada tanggal 24 Oktober 2004, mengikuti ceramah ilmiah “Pengendalian Hayati sebagai Komponen PHT” di Fakultas Pertanian USU pada tanggal 10 Februari 2006, menjadi asisten di Laboratorium Hama Perkebunan mulai tahun 2006.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Adapun Judul skripsi ini adalah” Pengaruh Jamur Antagonis dan Pupuk Organik Untuk Mengendalikan Patogen Tular Tanah Sclerotium

rolfsii Sacc. Pada Tanaman Kedelai (Glycine max L.) di Rumah Kasa”, merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada

Bapak Dr.Ir. Hasanuddin, MS., selaku ketua komisi pembimbung serta Ir. Kasmal Arifin, MS., selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak

membimbing saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Dan ucapan terima kasih saya kepada kedua orang tua atas segala doa dan perhatiannya, juga kepada saudara saya, teman-teman HPT’02 dan pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian skripsi ini.

Semoga skripsi ini kelak lebih bermanfaat.

Medan, Juli 2006

(7)

7

DAFTAR ISI

ABSTRACT... i

ABSTRAK... ii

RIWAYAT HIDUP... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

I. PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesa Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Sclerotium rolfsii... 4

Gejala Serangan ... 5

Epidemiologi Penyakit ... 6

Pengendalian Penyakit ... 7

Biologi Trichoderma harzianum... 7

Pupuk Organik (Bokashi Jerami ) ... 10

III. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 12

Bahan dan Alat... 12

Metoda Penelitian ... 12

Pelaksanaan Penelitian ... 14

Penyediaan Sumber Inokulum S. rolfsii... 14

Pembuatan Isolat T. harzianum dalam Media Bekatul ... 15

Pembuatan Pupuk Organik (Bokashi Jerami) ... 15

Persiapan Media Tanam... 16

Penanaman Benih Kedelai ... 16

Pemeliharaan Tanaman ... 17

Aplikasi Pupuk Organik dan Trichoderma harzianum ... 17

Inokulasi Patogen Sclerotium rolfsii ... 18

Peubah Amatan ... 18

Kejadian Penyakit (%) ... 18

Tinggi Tanaman (cm)... 19

(8)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kejadian Penyakit Sclerotium rolfsii Sacc... 20

Tinggi Tanaman Kedelai... 24

Produksi ... 28

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 30

Saran... 31

DAFTAR PUSTAKA... 32

(9)

9

DAFTAR TABEL

No Judul Hlm

1. Rata-rata produksi dan produksi kacang kedelai ( 1996 - 2004 ) ... 1

2. Rataan kejadian penyakit Sclerotium rolfsii Sacc.(%) ... 20

3. Rataan tinggi tanaman kedelai (cm)... 24

(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hlm

1. Gejala serangan awal Sclerotium rolfsii... 61

2. Gejala serangan akhir Sclerotium rolfsii... 61

3. Gambar jamur Sclerotium rolfsii... 62

4. Gambar jamur Trichoderma harzianum... 62

5. Lahan penelitian tampak dari depan ... 63

6. Biakan Murni Sclerotium rolfsii... 64

7. Biakan Murni Trichoderma harzianum ... 64

(11)

11

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Hlm

1. Bagan Penelitian ... 34

2. Data Kejadian Penyakit Sclerotium rolfsii Sacc (%) Pada 1 MSI ... 36

3. Data Kejadian Penyakit Sclerotium rolfsii Sacc (%) Pada 2 MSI ... 39

4. Data Kejadian Penyakit Sclerotium rolfsii Sacc (%) Pada 3 MSI ... 42

5. Data Kejadian Penyakit Sclerotium rolfsii Sacc (%) Pada 4 MSI ... 45

6. Data Kejadian Penyakit Sclerotium rolfsii Sacc (%) Pada 5 MSI ... 48

7. Data Tinggi Tanaman (cm) Pada 7 MST ... 51

8. Data Tinggi Tanaman (cm) Pada 8 MST ... 54

9. Data Produksi Berat Kering Biji Kedelai (g/tan) ... 57

10. Deskripsi Varietas Kaba... 60

11. Foto Gejala Serangan Sclerotium rolfsii ... 61

12. Foto Jamur ... 62

13. Foto Lahan Penelitian ... 63

14. Foto Biakan Murni ... 64

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kedelai merupakan salah satu tanaman sumber protein yang penting di Indonesia. Berdasarkan luas panen, di Indonesia kedelai menempati urutan ke-3 sebagai tanaman palawija setelah jagung dan ubi kayu. Rata-rata luas pertanaman per tahun sekitar 703.878 ha, dengan total produksi 518.204 ton (Suprapto, 2001).

Sumber data BPS Sumatera Utara (2004) luas panen rata-rata produksi dan produksi kacang kedelai dari tahun 1996-2004 adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Rata-rata produksi dan produksi kacang kedelai ( 1996 - 2004 )

Tahun Luas Panen

(Ha)

Produksi (Ton)

Rata-rata Produksi (Kw/Ha)

1996 33.391 35.660 10,68 1997 36.529 39.303 10,76 1998 42.242 44.503 10.54 1999 27.171 28.817 10,61 2000 12.311 12.881 10,63 2001 10.003 10.719 10,72 2002 9.705 10.197 10.51 2003 9.910 10.466 10,56 2004 11.706 12.333 10,54 Sumber : http://www.statistik.pempropsu.go.id

(13)

13

S. rolfsii Sacc menginfeksi lebih dari 500 species tanaman dalam 100 famili dan menyebabkan kehilangan hasil secara ekonomi yang cukup tinggi di daerah tropis. Di USA, jamur ini menyebabkan tanaman kacang tanah mengalami gejala disebut busuk batang. Penyakit ini mempengaruhi hasil antara 5,4 - 32,3 % di enam (6) wilayah yang telah diteliti (Shew, et al, 1984).

Beberapa jamur dilaporkan mempunyai potensi sebagai agen pengendali

hayati dari jamur patogenik. Di antaranya adalah Trichoderma spp. (Baker and Cook, 1983).

Tahun 1972, Weel dan kawan-kawan melaporkan bahwa dengan pemberian inokulum Trichoderma harzianum dengan perbandingan inokulum dengan tanah 1:10 v/v dapat mengendalikan penyakit busuk batang dan busuk akar yang disebabkan oleh Sclerotium rolfsii. Pada tahun 1975, Backman, Rodiques-Kabama mengembangkan penelitian tentang pemanfaatan inokulum jamur antagonis ini yang dicampurkan dengan tanah diatomae yang dilumuri

larutan tetes (molase) 10 % untuk membantu pertumbuhan

Trichoderma harzianum. Inokulum jamur ini ternyata dapat mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh Sclerotium rolfsii dilapangan dengan butiran tanah diatomae sebanyak 140 kg/ha sebagai inokulum, yang hasilnya sebanding dengan perlakuan yang menggunakan pestisida kimia ( Khairul, 2001 ).

(14)

Berdasarkan uraian diatas maka dilakukan penelitian tentang pemanfaatan bahan organik dan jamur Trichoderma harzianum untuk pengendalian patogen tular tanah Sclerotium rolfsii pada tanaman kedelai.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jamur Trichoderma harzianum dan pupuk organik untuk pengendalian patogen tular tanah Sclerotium rolfsii pada tanaman kedelai.

Hipotesa Penelitian

a. T. harzianum efektif digunakan sebagai agen pengendali penyakit S. rolfsii

pada tanaman kedelai.

b. Pemberian pupuk organik berpengaruh terhadap T. harzianum

Kegunaan Penelitian

a. Sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Sclerotium rolfsii

Menurut Alexopoulus dan Mims (1979) jamur S. rolfsii dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Mycetaceae

Devisio : Mycopyta

Class : Deuteromycetes

Ordo : Mycelia Steril

Famili : Agonomycetaceae

Genus : Sclerotium

Species : Sclerotium rolfsii Sacc.

Nama lain dari S. rolfsii termasuk Athelia rolfsii (Curzi) Tu dan Kimbrough (fase seksual) dan S. delphinii (nama lain untuk fase seksual

Corticium rolfsii, Pellicularia rolfsii (Ferreira and Boley, 2006).

Jamur mempunyai miselium yang terdiri dari benang-benang, berwarna putih, tersusun seperti bulu atau kipas. Jamur ini tidak membentuk spora. Untuk pemencaran dan untuk mempertahankan diri jamur membentuk sejumlah Sclerotium yang semula berwarna putih, kelak menjadi coklat, dengan garis tengah lebih kurang 1 mm. Butir-butir ini mudah sekali lepas dan terangkut oleh air (Semangun, 1993).

Pada dasarnya ada dua jenis hifa yang dihasilkan yaitu kasar dan lurus

dengan ukuran sel (2-9 μm x 150-250 μm). Sclerotia mempunyai ukuran diameter (0,5 mm - 2,0 mm) yang mulai berkembang setelah 4 - 7 hari dari pertumbuhan

Herman Tindaon : Pengaruh Jamur Antagonis Trichoderma harzianum Dan Pupuk Organik Untuk Mengendalikan Patogen Tular Tanah Sclerotium rolfsii Sacc. Pada Tanaman Kedelai (Glycine max L.) Di Rumah Kasa, 2008

(16)

miselium. Pada umumnya tampak berwarna putih, Sclerotia dengan cepat berkembang menjadi coklat gelap. Untuk menjaga struktur pelindung, Sclerotia terdiri dari hifa yang aktif dan menjadi inokulum pertama untuk perkembangan penyakit (Fichtner, 2006).

Agen pembawanya adalah penyakit yang terbawa oleh tanah (Soil borne) dan aktif dalam tanah dengan bentuk tubuh spora yang disebut Sclerotia. Patogen ini pada umumnya ditemukan di daerah tropik dan subtropik, dan daerah-daerah Amerika Serikat bagian selatan, barat dan tenggara. Daerah ini mempunyai karakteristik iklim panas yang lembab yang kondusif untuk pertumbuhan dan perkembangan patogen. Pertumbuhan S. rolfsii optimal pada 27 - 30 0C dan sclerotia tidak aktif pada suhu dibawah 0 oC. (Punja and Rahe, 2001)

2. Gejala Serangan

S. rolfsii pertama sekali menyerang batang, meskipun mungkin menginfeksi beberapa bagian tanaman dibawah kondisi lingkungan yang sesuai termasuk akar, buah, petiole, daun dan bunga. Tanda pertama infeksi, meskipun biasanya tidak terdeteksi, adalah coklat gelap pada batang atau di bawah tanah. Gejala pertama yang mungkin adalah proses penguningan dan kelayuan pada daun. Gejala berikutnya terlihat jamur lapisan putih atau benang miselium pada jaringan yang terinfeksi dalam tanah. Ukuran Sclerotia mempunyai banyak bentuk yang dihasilkan oleh miselium, bulat dan putih ketika muda kemudian menjadi coklat gelap sampai hitam (Ferreira and Boley, 2006).

(17)

6

off). Dalam keadaan yang sangat lembab jamur juga dapat menyerang daun, tangkai, dan polong. Tanaman yang berumur 2-3 minggu paling rentan terhadap

Sclerotium rolfsii. (Semangun, 1993).

Epidemiologi Penyakit

Pada prinsipnya sclerotia terbentuk pada musim hujan dan menjadi inokulum pertama untuk penyakit. Berada dekat dengan permukaan tanah, sclerotia mungkin ada bebas di dalam tanah atau berasosiasi dengan sisa tanaman. Sclerotia yang terkubur dalam di dalam tanah mungkin hidup lebih kurang selama setahun, ketika berada di permukaan tanah kembali aktif dan mungkin berkecambah pada respon alkohol dan bahan-bahan yang lain mudah menguap yang berasal dari dekomposisi bahan tanaman (Fichtner, 2006).

Jamur S. rolfsii tumbuh baik pada pH tanah 1,4-8,8. Pada tanah berpasir dan kandungan nitrogen rendah. Pertumbuhan miselium dan sclerotia cepat

terutama selama kelembaban tinggi dan suhu tinggi (30 oC - 35 oC) (Wheeler, 1972).

(18)

Pengendalian Penyakit

Pengendalian penyakit Sclerotium sulit dilakukan, tetapi kehilangan dapat dikurangi dengan program Pengendalian Hama Terpadu (PHT) lebih seperiode dari beberapa tahun. Teknik pengendalian yang penting termasuk memecahkan masalah lahan, pergiliran tanaman dengan jagung, padi, dan tanaman graminae lainnya, jangan menutup tanah dengan sisa tanaman yang sama setelah musim tanam, mengontrol penyakit daun sejak daun mati di bawah yang mungkin terinfeksi, memperhatikan keberadaan gulma pada musim tanam, dan penggunaan fungisida yang berformulasi debu (Lucas, et al, 1985).

Beberapa jamur antagonis telah diperkenalkan untuk mengendalikan

S. rolfsii pada beberapa percobaan pengendalian. Beberapa organisme yang biasa digunakan adalah T. harzianum, T. viride, Bacillus subtilis, Penicelium spp., dan

Gliocladium virens (Ferreira and Boley, 2006).

Untuk mencegah meluasnya penyakit, tanaman yang sakit dicabut dan dibakar. Harus diusahakan agar tanah yang mengandung miselium dan Sclerotium jangan tersebar, karena ini dapat menyebarkan jamur (Semangun, 1993).

Biologi Trichoderma harzianum

Menurut Streets (1980) jamur Trichoderma harzianum dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Mycetaceae

Devisio : Amastigomycota

Class : Deuteromycetes

Ordo : Moniliales

(19)

8

Genus : Trichoderma

Species : Trichoderma harzianum Rifai

Miselium T. harzianum mempunyai hifa bersepta, bercabang dan

mempunyai dinding licin, tidak berwarna, diameter 1,5 μm - 12 μm. Percabangan

hifa membentuk sudut siku-siku pada cabang utama. Cabang-cabang utama

konodiofor berdiameter 4 μm - 5 μm dan menghasilkan banyak cabang-cabang sisi yang dapat tumbuh satu-satu tetapi sebagian besar berbentuk dalam kelompok yang agak longgar dan kemudian berkembang menjadi daerah-daerah seperti cincin. Pada ujung konidiofor terbentuk konidiospora berjumlah 1 - 5, berbentuk pendek, dengan kedua ujungnya meruncing dibandingkan dengan bagian tengah, berukuran 5-7 μm x 3 - 3,5 μm, di ujung konidiospora terdapat konidia berbentuk

bulat, berdinding rata dengan warna hijau suram, hijau keputihan, hijau terang atau agak kehijauan (Rifai, 1964).

Koloni pada medium OA (20 oC) mencapai diameter lebih dari 5 cm dalam waktu 9 hari, semula berwarna hialin, kemudian menjadi putih kehijauan dan selanjutnya hijau redup terutama pada bagian yang menunjukkan banyak terdapat konidia. Konidiofor dapat bercabang menyerupai piramida, yaitu pada bagian bawah cabang lateral yang berulang-ulang, sedangkan kearah ujung percabangan menjadi bertambah pendek. Fialid tampak langsing dan panjang

(20)

T. harzianum adalah jamur akar hijau bersifat antagonis pada beberapa jenis jamur dan serangga lainnya. Distribusi jenis jamur ini sangat luas dan terdapat pada hampir semua jenis tanah dan habitat alam lainnya, khususnya pada tempat-tempat yang mengandung bahan organik (Sinulingga dan Eddy, 1989).

Mekanisme pengendalian jamur fitopatogen dilakukan melalui interaksi hifa langsung. Setelah konidia Trichoderma harzianum diintroduksikan ke tanah, akan tumbuh kecambah konidianya di sekitar perakaran tanaman. Mekanisme pengendalian jamur fitopatogen ini meliputi :

- Mikoparasitik.

Mikoparasitik adalah kemampuan untuk menjadi parasit bagi jamur patogen. - Antibiosis.

Antibiosis adalah kemampuan menghasilkan antibiotik seperti alametichin, paracelsin, trichotoxin yang dapat menghancurkan sel jamur melalui pengrusakan terhadap permeabilitas membran sel, dan enzim chitinase, laminarinase yang dapat menyebabkan lisis dinding sel.

- Kompetisi untuk memperoleh nutrisi dan tempat

- Menghancurkan dinding sel jamur patogen, seperti enzim kitinase dan b-1-3-glukanase. Akibatnya, hifa jamur patogen akan rusak protoplasmanya dan jamur akan mati.

(Harman, 1998).

(21)

10

penting yang dapat dikendalikan oleh Trichoderma antara lain: Rhizoctonia solani, Fusarium sp., Lentinus lepidus, Phytium sp., Botrytis cinerea,

Gloeosporium gloeosporoides, Rigidoporus lignosus dan Sclerotium rolfsiii yang menyerang tanaman jagung, kedelai, kentang, tomat, dan kacang buncis, kubis, cucumber, kapas, kacang tanah, pohon buah-buahan, semak dan tanaman hias (Wahyudi, 2002)

Trichoderma harzianum adalah jamur non mikoriza yang dapat menghasilkan enzim ketinase, sehingga dapat berfungsi sebagai pengendali penyakit tanaman. Kitinase merupakan enzim ekstraseluler yang dihasilkan oleh jamur dan bakteri serta berperan penting dalam pemecahan kitin (Wijaya, 2002).

Kitinase jamur bersifat aktif pada pH asam, memeliki temperatur optimal yang tinggi, tingkat kestabilan yang tinggi, dan mempunyai aktivitas endokhitinase dan eksokhitinase (Yurnaliza, 2007).

Pupuk Organik ( Bokashi Jerami )

Salah satu pengaruh pupuk organik adalah mempengaruhi sifat biologi tanah. Bahan organik akan menambah energi yang diperlukan kehidupan mikroorganisme tanah. Tanah yang kaya bahan organik akan mempercepat

perbanyakan fungi, bakteri, mikroflora dan mikrofauna tanah lainnya (Sutanto, 2002).

(22)

Mikrobia tanah mempunyai dua peranan kunci dalam kesuburan tanah. Pertama, sebagai mesin yang mengatur daur-hara secara simultan sehingga membuat hara tersedia bagi tanaman, dan menyimpan hara yang belum dimanfaatkan tanaman. Kedua, melaksanakan sintesis terhadap sebagian besar bahan organik yang bersifat stabil, seperti humus yang berfungsi sebagai

penyimpan hara dan berperanan dalam memperbaiki struktur tanah (Sutanto, 2002).

(23)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Rumah Kasa Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, dengan ketinggian tempat + 25 m di atas permukaan laut, yang akan berlangsung pada bulan Mei - Juli 2007.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Media PDA, Alkohol 96 %, clorox 1 %, aquades, isolat S. rolfsii, biakan jamur T. harzianum

dalam media dedak halus (bekatul), bahan organik (Jerami padi), EM4 (Effective Microorganism 4), gula pasir, benih kedelai varietas Kaba, top soil, dan pasir.

Alat-alat yang digunakan adalah cawan petri, tabung reaksi, erlenmeyer, pipa skala, gelas ukur, beaker glass, timbangan, pisau, jarum inokulasi, mikroskop, inkubator, autoclav, polybag, oven, kapas, tong besar, pinset, obyek glass dan loupe.

Metoda Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial yang terdiri dari dua faktor yaitu :

Faktor I adalah jamur Trichoderma harzianum terdiri dari : T0 = Tanpa cara pengendalian (Kontrol)

T1 = Perlakuan dengan Trichoderma harzianum dengan dosis 25 g/polybag T2 = Perlakuan dengan Trichoderma harzianum dengan dosis 50 g/polybag T3 = Perlakuan dengan Trichoderma harzianum dengan dosis 75 g/polybag

Herman Tindaon : Pengaruh Jamur Antagonis Trichoderma harzianum Dan Pupuk Organik Untuk Mengendalikan Patogen Tular Tanah Sclerotium rolfsii Sacc. Pada Tanaman Kedelai (Glycine max L.) Di Rumah Kasa, 2008

(24)

Faktor II adalah Pupuk Organik ( Bokashi Jerami ) terdiri dari : B0 = Tanpa Pupuk Organik

B1 = 0,5 Kg Pupuk Organik/Polybag B2 = 1 Kg Pupuk Organik/Polybag B3 = 1,5 Kg Pupuk Organik/polybag

Sehingga diperoleh kombinasi perlakuan sebagai berikut :

T0B0 T1B0 T2B0 T3B0

T0B1 T1B1 T2B1 T3B1

T0B2 T1B2 T2B2 T3B2

T0B3 T0B3 T2B3 T3B3

Jumlah Perlakuan (t) = 16

Untuk mencari ulangan menggunakan rumus sebagai berikut : ( t-1 ) ( r-1 ) > 15

(16-1) (r-1) > 15

15 r > 30

r > 2

r ≈ 4

sehingga didapatkan 4 ulangan dan 16 perlakuan kombinasi Jumlah tanaman = 192

Jumlah blok (Ulangan) = 4

Model Linear yang digunakan dalam Rancangan Acak Lengkap (RAK) faktorial adalah sebagai berikut :

(25)

14

Dimana :

Yijk = Nilai pengamatan pada satuan percobaan yang memperoleh perlakuan taraf ke-i dari faktor I dan taraf ke-j pada faktor II dan ulangan ke-k

μ = Nilai tengah umum

α I = Pengaruh taraf ke-I dari faktor I

βj = Pengaruh taraf ke-j dari faktor II

(αβ ) = Pengaruh taraf ke-i dari faktor I dan taraf ke-j dari faktor II

∑ijk = Pengaruh galat pada satuan percobaan yang memperoleh perlakuan

taraf ke-i dari faktor I, taraf ke-j dari faktor II dan ulangan ke-k Dimana :

i = 1,2,3 ; j= 1,2 ; k= 1,2,3

Selanjutnya bila hasil analisis sidik ragam menunjukkan hasil yang nyata maka akan dilanjutkan dengan uji jarak duncan (DMRT)

(Bangun, 1989).

Pelaksanaan Penelitian

Penyediaan Sumber Inokulum S. rolfsii

Inokulum jamur Sclerotium rolfsii diisolasi dari batang tanaman kedelai yang terinfeksi S. rolfsii. Batang tanaman yang terinfeksi dibersihkan dari kotoran

kemudian dicuci dengan aquades, kemudian dipotong-potong ukuran 1 cm x 1 cm, direndam dalam larutan clorox 1 % selama 2 menit, dikeringkan di

(26)

yang berisi media PDA. Setelah miselium tumbuh diisolasi kembali untuk mendapatkan biakan murni.

Pembuatan Isolat T. harzianum dalam Media Bekatul

Isolat jamur berasal dari Balai Penelitian Pengembangan Tanaman Perkebunan (BP2TP), Medan. Untuk membuat isolat jamur dalam media dedak halus (bekatul) sebagai berikut : Diambil dedak halus sebanyak 0,5 kg yang dikukus dalam panci hingga dedak setengah matang. Dedak tersebut dimasukkan ke dalam kantong plastik sebanyak 100 gram/kantong plastik dan disterilkan dalam autoclav + 15 menit pada tekanan 1,5 atm. Setelah seluruh media steril dan dingin, biakan murni T. harzianum dimasukkan ke dalam kantong plastik dan kemudian diinkubasikan pada suhu 26 oC selama + 10 - 14 hari dan siap diaplikasikan.

Pembuatan Pupuk Organik ( Bokashi Jerami )

Cara pembuatan bokashi jerami adalah sebagai berikut :

1. Larutan EM4 (200 ml) + gula pasir (10 sendok makan) + air (60 l) dicampur merata.

2. Bokashi jerami : jerami yang telah dipotong-potong 5 cm - 10 cm (200 Kg) + dedak (10 Kg) + sekam (200 Kg) dicampur merata.

(27)

16

4. Bahan yang telah dicampur tersebut diletakkan di atas tempat yang kering atau dapat juga dimasukkan ke dalam ember atau karung. Tumpukan bahan umumnya setinggi 15 cm - 20 cm, tetapi dapat juga hingga 1,5 m. Setelah itu, tumpukan bahan ditutup dengan karung goni atau terpal.

5. Suhu tumpukan dipertahankan antara 40 oC - 50 oC. Untuk mengontrolnya, setiap 5 jam sekali (minimal sehari sekali) suhunya diukur. Apabila suhunya tinggi maka bahan tersebut dibalik, didiamkan sebentar agar suhu turun, lalu ditutup kembali. Demikian seterusnya.

6. Proses permentase ini berlangsung sekitar 4 - 7 hari.

7. Setelah bahan menjadi bokashi, karung goni dapat dibuka. Bokashi dicirikan dengan warna hitam, gembur, tidak panas, dan tidak berbau. Dalam kondisi seperti itu, bokashi telah dapat digunakan sebagai pupuk.

(Indriani, 2005).

Persiapan Media Tanam

Tanah tersebut diayak dan dibersihkan dari sisa tanaman. Tanah disterilisasikan dengan memasukkan tanah kedalam tong pengukus dan dikukus selama + 2 jam pada suhu 100 0C. Tanah dikeringkan dan dibolak-balik selama satu minggu, lalu dimasukkan kedalam polybag. Sebelum itu, tanah dicampurkan dengan pupuk organik yang disesuaikan dengan perlakuan.

Penanaman Benih Kedelai

(28)

selama + 10 – 15 menit. Kemudian benih ditanam kedalam polybag yang telah dipersiapkan. Benih yang digunakan benih kedelai varietas Kaba.

Pemeliharaan Tanaman

Pemeliharaan tanaman meliputi kegiatan penyiraman, pemupukan, dan pengendalian hama dan penyakit. Penyiraman dilakukan secara rutin 1 - 2 kali sehari, terutama bila tidak turun hujan.Pemupukan dilakukan dengan memberikan pupuk NPK. Tanaman kacang kedelai memerlukan Nitrogen 0,5 sampai 1 kwintal urea per hektar. Jumlah P yang perlu diberikan pada kedelai sekitar 1 - 2 kwintal TSP/ha, sedangkan untuk K sekitar 50 - 100 kg ZK per hektar. Populasi tanaman kedelai 250.000 tanaman per hektar dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm atau 40 cm x 10 cm. Pemupukan dilakukan dengan cara dicampur dengan tanah hingga rata, yaitu pupuk urea 0,2 g/tanaman, pupuk TSP 0,4 g/ha dan pupuk ZK 0,2 g/tanaman. Pemupukan susulan dilakukan pada saat tanaman berumur 3 dan 6 minggu dengan dosis yang sama (Suprapto, 1999).

Pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan dengan cara memangkas bagian tanaman yang terserang dan juga melakukan sanitasi pada areal pertanaman.

Aplikasi Pupuk Organik dan Trichoderma harzianum

(29)

18

Inokulasi Patogen Sclerotium rolfsii

Inokulasi S. rolfsii dilakukan setelah 2 minggu setelah tanam yaitu dengan cara meletakkan satu potongan kecil biakan murni, yang sebelumnya telah dibagi menjadi 25 bagian potongan kecil biakan murni dalam satu cawan petri ke sekitar pangkal batang tanaman kedelai.

Peubah Amatan Kejadian Penyakit

Kejadian penyakit (Diseases incidance) ditentukan dengan rumus :

KP =

N n

x 100 %

Dimana :

n = Jumlah tanaman yang terserang N = Jumlah tanaman yang diamati (Yuspida dan Rustam, 2003).

Pengamatan kejadian penyakit tanaman yang terserang S. rolfsii dilakukan sebanyak 5 kali pada pagi hari dimulai satu minggu setelah aplikasi S. rolfsii

(30)

Tinggi Tanaman (cm)

Pengamatan tinggi tanaman dimulai dari umur 7 MST hingga 8 MST. Pengamatan dilakukan dengan mengukur dari batang di atas permukaan tanah hingga titik tumbuh tertinggi tanaman.

Produksi ( g/tanaman )

(31)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kejadian Penyakit Sclerotium rolfsii Sacc.

Hasil pengamatan Kejadian Penyakit Sclerotium rolfsii pada setiap waktu pengamatan mulai dari 1 - 5 minggu setelah inokulasi dapat dilihat pada lampiran 3 - 7. Dari hasil analisa sidik ragam dapat dilihat adanya perbedaan yang tidak nyata dan nyata antar perlakuan. Untuk mengetahui perlakuan mana yang berbeda nyata, maka dilakukan uji jarak Duncan. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Rataan kejadian penyakit Sclerotium rolfsii Sacc.(%)

Waktu Pengamatan Kejadian Penyakit (%) Perlakuan

1 MSI 2 MSI 3 MSI 4 MSI 5 MSI

Faktor T

T0 6,25 a 33,34 a 41,67 a 47,92 a 50,00 a

T1 0,00 b 14,59 ab 20,84 ab 25,00 ab 31,25 ab

T2 0,00 b 14,58 ab 14,58 b 14,58 b 14,58 b

T3 0,00 b 4,17 b 4,17 b 8,33 b 10,42 b

Faktor B

B0 6,25 a 35,42 a 37,50 a 45,84 a 47,92 a

B1 0,00 b 14,59 ab 18,75 ab 22,92 ab 22,92 ab

B2 0,00 b 16,67 ab 16,67 ab 18,75 ab 20,84 ab

B3 0,00 b 0,00 b 8,34 b 8,34 b 14,58 b

Faktor

TxB

T0B0 25,01 a 58,34 ab 66,67 a 83,34 a 83,34 a

T0B1 0,00 b 25,01 bc 41,67 ab 50,01 b 50,01 ab

T0B2 0,00 b 50,01 a 50,01 ab 50,01 b 50,01 ab

T0B3 0,00 b 0,00 c 8,34 cd 8,34 de 16,67 bcd

T1B0 0,00 b 25,01 ab 25,01 bc 33,34 bcd 41,67 bc

T1B1 0,00 b 25,01 ab 25,01 bc 33,34 bcd 33,34 bc

T1B2 0,00 b 8,34 c 8,34 cd 8,34 de 8,34 cd

T1B3 0,00 b 0,00 c 25,01 bc 25,01 bcde 41,67 bc

T2B0 0,00 b 50,00 a 50,00 ab 50,00 bc 50,00 ab

T2B1 0,00 b 8,34 c 8,34 cd 8,34 de 8,34 cd

T2B2 0,00 b 0,00 c 0,00 d 0,00 e 0,00 d

T2B3 0,00 b 0,00 c 0,00 d 0,00 e 0,00 d

T3B0 0,00 b 8,34 c 8,34 cd 16,67 de 16,67 bcd

T3B1 0,00 b 0,00 c 0,00 d 0,00 e 0,00 d

T3B2 0,00 b 8,34 c 8,34 cd 16,67 cde 25,00 bcd

T3B3 0,00 b 0,00 c 0,00 d 0,00 e 0,00 d

Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada taraf 5 % menurut uji jarak Duncan

Herman Tindaon : Pengaruh Jamur Antagonis Trichoderma harzianum Dan Pupuk Organik Untuk Mengendalikan Patogen Tular Tanah Sclerotium rolfsii Sacc. Pada Tanaman Kedelai (Glycine max L.) Di Rumah Kasa, 2008

[image:31.595.115.511.305.723.2]
(32)

Pengaruh Trichoderma harzianum dan pupuk organik terhadap kejadian penyakit Sclerotium rolfsii Sacc.(%)

Dari analisa sidik ragam (Lampiran 3 - 7) dapat dilihat bahwa pengaruh

Trichoderma harzianum terhadap kejadian penyakit Sclerotium rolfsii pada pengamatan 1 MSI, 2 MSI, 3 MSI, 4 MSI, dan 5 MSI menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap perlakuan.

Berdasarkan Uji Jarak Duncan pada tabel 2. dapat dilihat bahwa pada pengamatan 1 - 5 MSI, perlakuan kontrol T0 berbeda nyata terhadap ketiga perlakuan yang lainnya. Selain itu perlakuan T0 memeliki kejadian penyakit tertinggi dari semua perlakuan dimana pada akhir pengamatan (5 MSI) rataan kejadian penyakit mencapai 50 % dan terendah pada T3 yaitu sebesar 10,42 %.

Dari hasil pengamatan terhadap kejadian penyakit busuk pangkal batang (Sclerotium rolfsii Sacc.) dapat diketahui bahwa pemberian Trichoderma harzianum efektif dalam menekan penyakit tersebut. Hal ini dibuktikan bahwa pada 5 MSI kejadian penyakit terhenti dan tidak ada lagi pertambahan serangan penyakit. Ini disebabkan karena jamur antagonis sudah mulai berkembang di dalam tanah.

Menurut Wijaya (2002) Trichoderma harzianum adalah jamur non mikoriza yang dapat menghasilkan enzim ketinase, sehingga dapat berfungsi sebagai pengendali penyakit tanaman. Kitinase merupakan enzim ekstraseluler yang dihasilkan oleh jamur dan bakteri serta berperan penting dalam pemecahan kitin.

(33)

22

Dari analisa sidik ragam (Lampiran 3 - 7) dapat dilihat bahwa pengaruh pupuk organik terhadap kejadian penyakit Sclerotium rolfsii pada pengamatan 1 MSI, 2 MSI, 3 MSI, 4 MSI, dan 5 MSI menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap perlakuan.

Berdasarkan Uji Jarak Duncan pada tabel 2. dapat dilihat bahwa pada pengamatan 1 - 5 MSI, perlakuan kontrol B0 berbeda nyata terhadap ketiga perlakuan yang lainnya. Selain itu perlakuan B0 memeliki kejadian penyakit tertinggi dari semua perlakuan dimana pada akhir pengamatan (5 MSI) rataan kejadian penyakit mencapai 47,92 % dan terendah pada B3 yaitu sebesar 14,58 %.

Menurut Sutanto (2002) penggunaan pupuk organik cukup besar karena didorong oleh pemahaman peranan bahan organik dalam memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Nakada (1981) melaporkan terjadinya kenaikan N, P, K, dan Si tanah karena pemberian kompos dalam jangka panjang. Pemberian kompos jangka panjang juga mampu meningkatkan aktivitas mikrobia penyemat nitrogen melalui peningkatan kandungan bahan organik tanah yang mudah terdekomposisi, meningkatkan pembentukan agregat yang stabil dan kapasitas pertukaran kation.

Pengaruh interaksi Trichoderma harzianum dan pupuk organik terhadap kejadian penyakit Sclerotium rolfsii Sacc.

(34)

Dari tabel 1. juga terlihat bahwa pada pengamatan 1 MSI perlakuan kontrol T0B0 berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya. Pada pengamatan 2 MSI perlakuan kontrol T0B0 berbeda tidak nyata dengan T0B2, T1B0, dan T1B1 tetapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Pada pengamatan 3 MSI T0B0 berbeda tidak nyata dengan T0B1, T0B2, T2B0 tetapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Pada pengamatan 4 MSI perlakuan kontrol T0B0 berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Pada pengamatan terakhir perlakuan kontrol T0B0 berbeda tidak nyata dengan T0B1, T0B2, T2B0 tetapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Pengaruh perlakuan yang lain dapat dilihat dalam tabel 2. di atas.

Dari interaksi kedua faktor tersebut, nilai rataan kejadian penyakit

Sclerotium rolfsii pada pengamatan 5 MSI tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol T0B0 yaitu sebesar 83,34 % dan terendah pada perlakuan T2B2, T2B3, T3B1 dan T3B3 yaitu 0 %.

(35)

24

Tinggi Tanaman Kedelai (cm)

[image:35.595.114.442.258.699.2]

Hasil pengamatan tinggi tanaman kedelai pada setiap waktu pengamatan mulai dari 7 - 8 MST (Minggu Setelah Tanam) dapat dilihat pada lampiran 8 - 9. Dari hasil analisa sidik ragam dapat dilihat adanya perbedaan yang tidak nyata dan nyata antar perlakuan. Untuk mengetahui perlakuan mana yang berbeda nyata, maka dilakukan uji jarak Duncan. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Rataan tinggi tanaman kedelai (cm)

Waktu Pengamatan (mst) Perlakuan

7 mst 8 mst

Faktor T

T0 58,44 b 60,13 b T1 76,38 a 79,48 a T2 86,44 a 88,5 a T3 85 a 88,74 a

Faktor B

B0 68,94 b 69,54 b B1 75,19 b 75,86 ab B2 81,31 b 83,87 ab B3 84,88 a 87,58 a

Faktor TxB

T0B0 38 d 38 f

T0B1 61,75 c 62,2 de

T0B2 60,75 c 61,6 e

T0B3 78 ab 78,7 abcde

T1B0 64 bc 65,3 cde

T1B1 70 abc 70,6 bcde

T1B2 91 a 91,39 a

T1B3 83 ab 90,63 a

T2B0 91,25 a 92,2 a

T2B1 79,5 abc 80,65 abcd

T2B2 90 a 91,15 a

T2B3 88,25 a 90 a

T3B0 82,5 ab 82,65 abc

T3B1 89,5 a 90 a

T3B2 83,5 ab 91,33 a

T3B3 90,25 a 91 a

(36)

Pengaruh Jamur Antagonis Trichoderma harzianum dan pupuk organik Terhadap Tinggi Tanaman Kedelai

Dari analisa sidik ragam (Lampiran 8 - 9) dapat dilihat bahwa pengaruh

Trichoderma harzianum terhadap tinggi tanaman kedelai pada pengamatan 7 MST dan 8 MST menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap perlakuan.

Berdasarkan Uji Jarak Duncan pada tabel 3. dapat dilihat bahwa pengaruh

Trichoderma harzianum terhadap tinggi tanaman kedelai pada pengamatan 7 - 8 MST, perlakuan kontrol T0 berbeda nyata terhadap ketiga perlakuan yang lainnya. Sedangkan perlakuan T1 berbeda tidak nyata dengan perlakuan T2 dan T3.

Berdasarkan hasil analisa sidik ragam pengamatan tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan dengan Trichoderma harzianum memberikan pengaruh yang sangat nyata. Hal ini disebabkan karena Trichoderma merupakan mikrobia tanah yang mempunyai peranan kunci dalam kesuburan tanah. Pertama sebagai mesin yang mengatur daur-hara secara simultan sehingga membuat hara tersedia bagi tanaman, dan menyimpan hara yang belum dimanfaatkan tanaman. Kedua, melaksanakan sintesis terhadap sebagian besar bahan organik yang bersifat stabil, seperti humus yang berfungsi sebagai penyimpan hara dan berperanan dalam memperbaiki struktur tanah (Sutanto, 2002).

(37)

26

Dari analisa sidik ragam dapat dilihat bahwa pengaruh pupuk organik terhadap tinggi tanaman kedelai pada pengamatan 7 MST dan 8 MST menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap perlakuan.

Berdasarkan Uji Jarak Duncan pada tabel 3. dapat dilihat bahwa pengaruh pupuk organik terhadap tinggi tanaman kedelai pada pengamatan 7 MST, perlakuan kontrol B0 berbeda tidak nyata terhadap B1 dan B2 tetapi berbeda nyata dengan perlakuan B3. Sedangkan pada pengamatan 8 MST perlakuan kontrol B0 berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Berdasarkan analisa sidik ragam pengamatan tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan pupuk organik (bokashi jerami) memberikan pengaruh yang sangat nyata. Hal ini disebabkan karena pupuk organik merupakan bahan pembenah tanah yang paling baik dan alami daripada bahan pembenah buatan/sistetis. Pada umumnya pupuk organik mengandung hara makro N, P, K rendah, tetapi mengandung hara mikro dalam jumlah cukup yang sangat diperlukan pertumbuhan tanaman (Sutanto, 2002).

Pengaruh interaksi Trichoderma harzianum dan pupuk organik terhadap tinggi tanaman kedelai

Dari analisa sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi Trichoderma harzianum dan pupuk organik menunjukan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman kedelai pada pengamatan 7 - 8 MST.

(38)

T1B2, T1B3, T2B0, T2B1, T2B2, T2B3, T3B0, T3B1, T3B2, dan T3B3. Tetapi berbeda nyata dengan perlakuan kontrol T0B0, perlakuan T0B1, T0B2 dan T1B0. Pada pengamatan 8 MST perlakuan kontrol T0B0 berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Perlakuan T0B3 berbeda tidak nyata dengan T1B2, T1B3, T2B0, T2B1, T2B2, T2B3, T3B0, T3B1, T3B2, dan T3B3, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan kontrol T0B0, perlakuan T0B1, T0B2, T1B0 dan T1B1. Pengaruh perlakuan yang lain dapat dilihat dalam tabel 3. di atas.

(39)

28

Produksi

Dari hasil analisa sidik ragam untuk pengamatan produksi dapat dilihat bahwa pengaruh Trichoderma harzianum, dan pupuk organik menunjukkan perbedaan yang sangat nyata, sedangkan interaksi antara Trichoderma harzianum

[image:39.595.112.449.259.528.2]

dengan pupuk organik menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap produksi kacang kedelai. Berikut ini adalah tabel rataan produksi kacang kedelai.

Tabel 4. Rataan produksi kacang kedelai (g/plot)

Perlakuan g/tanaman

T0B0 4,75 h

T0B1 10,14 gh

T0B2 10,57 efgh

T0B3 14,46 cdefg

T1B0 8,53 gh

T1B1 13,11 defg

T1B2 17,86 bcde

T1B3 18,78 bcd

T2B0 10,81 efgh

T2B1 14,82 cdefg

T2B2 24,54 ab

T2B3 17,83 bcdef

T3B0 15,24 cdefg

T3B1 14,39 cdefg

T3B2 21,60 bc

T3B3 31,10 a

Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada taraf 5 % menurut uji jarak Duncan

Dari tabel 4. dapat dilihat bahwa rataan produksi berat kering biji kedelai tertinggi terdapat pada T3B3 yaitu sebesar 31,10 g/tanaman, sedangkan produksi yang terendah terdapat pada T0B0 yaitu sebesar 4,75 g/tanaman. Produksi yang terendah terdapat pada perlakuan kontrol T0B0 dikarenakan kejadian penyakit tertinggi terdapat pada perlakuan tersebut. Menurut Shew, et al (1984) penyakit

(40)
(41)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Kejadian penyakit Sclerotium rolfsii Sacc. pada 5 MSI untuk faktor

Trichoderma harzianum tertinggi terdapat pada T0 ( kontrol) sebesar 50 % dan terendah pada T3 sebesar 10,42 %. Sedangkan untuk faktor pupuk organik tertinggi pada B0 (kontrol) sebesar 47,92 % dan terendah pada B3 sebesar 14,58 %.

2. Interaksi antara Trichoderma harzianum dan pupuk organik pada 5 MSI menunjukkan bahwa kejadian penyakit Sclerotium rolfsii Sacc. tertinggi pada perlakuan T0B0 (kontrol) sebesar 83,34 % dan yang terendah adalah T2B2, T2B3, T3B1, dan T3B3 sebesar 0 %.

3. Rataan tinggi tanaman kedelai pada 8 MST untuk faktor Trichoderma harzianum tertinggi terdapat pada perlakuan T3 sebesar 88,74 cm dan terendah pada perlakuan T0 (kontrol) sebesar 60,13 cm. Sedangkan untuk faktor pupuk organik tertinggi pada B3 sebesar 87,58 cm dan terendah pada B0 sebesar 69,54 cm.

4. Rataan tinggi tanaman kedelai untuk interaksi Trichoderma harzianum dan pupuk organik tertinggi terdapat pada perlakuan T2B0 sebesar 92,2 cm dan terendah pada perlakuan T0B0 (kontrol) sebesar 38 cm.

5. Rataan produksi berat biji kering kedelai tertinggi terdapat pada perlakuan T3B3 sebesar 31,10 g/tanaman dan terendah terdapat pada perlakuan T0B0 sebesar 4,75 g/tanaman.

Herman Tindaon : Pengaruh Jamur Antagonis Trichoderma harzianum Dan Pupuk Organik Untuk Mengendalikan Patogen Tular Tanah Sclerotium rolfsii Sacc. Pada Tanaman Kedelai (Glycine max L.) Di Rumah Kasa, 2008

(42)

6. Perlakuan yang lebih efektif dalam menekan perkembangan Sclerotium rolfsii

adalah perlakuan T2B2, T2B3, T3B1, dan T3B3.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai interaksi antara

(43)

DAFTAR PUSTAKA

Alexopoulus, C.J and C.W. Mims. 1979. Introductory Mycology. John Wiley & Sons, New York, page 191-205

Badan Pusat Statistik Sumatera Utara. 2004. Sumatera Utara Dalam Angka, Pertanian, Produksi Kacang Kedelai Menurut Kabupaten/Kota.

Baker, K.F., and R.J. Cook, 1974. Biologycal Control of Plant Patogens. W.H. freeman CO. San Fransisco, page 433

Bangun, M.K. 1989. Perancangan Percobaan. Fakultas Pertanian, USU, Medan, hal.17-22.

Fichtner, E.J. 2006. Sclerotium rolfsii Sacc. http://www/cals.ncsu.edu/rolfsii.html. [28 Mei 2006].

Ferreira, S.A., and Boley, R.A. 2006. Sclerotium rolfsii. http://www.extento.edu [4 Juni 2006].

Gandjar, I., Samson, R.A., Tweel-Vermeulen, K., Oetari, A., dan Santoso, I. 1999. Pengenalan Kapang Tropik Umum. Universitas Indonesia, Depak, Indonesia, hal. 120.

Harman, G. E. 1998. Trichoderma spp, Including T. Harzianum, T. viride,

T. koningi, T. hamatum and other spp. http://www.nysaes.cornel.edu.html. [ 28 April 2007 ].

Khairul, U. 2001. Pemanfaatan Bioteknologi Untuk Meningkatkan Produksi Pertanian. http://tumoutou.net/3_sem1_012/u_khairul.htm [26 Mei 2006] Lucas, G.B., Campbell, C.L., and Lucas, L.T. 1985. Introduction to Plant

Diseases, Identification and Management. An avi Book, Van Nostrand Reinhold, New York, page 162-163.

Musnawar, E. I. 2003. Pembuatan dan Aplikasi Pupuk Organik Padat. Penebar Swadaya, Jakarta, hal.8

Punja Z. K. and J. E. Rahe, 2001. Methods for Research on Soilborne Phytopathogenic Fungi. APS Press, St. Paul, Minnesota, page 167

Rifai, M.A. 1964. A Revision of Genus Trichoderma. University of Sheffield, England, page 56.

Herman Tindaon : Pengaruh Jamur Antagonis Trichoderma harzianum Dan Pupuk Organik Untuk Mengendalikan Patogen Tular Tanah Sclerotium rolfsii Sacc. Pada Tanaman Kedelai (Glycine max L.) Di Rumah Kasa, 2008

(44)

Shew, B.B., M.K., Beute and C.L. Campell. 1984. Spatial Pattern of Southern Stem Rot Caused by S. rolfsii in Six North Caroline Peanut Field, Phytopathology, page 74:730-735.

Sinulingga, N., dan S. Eddy, 1989. Pengendalian Jamur akar Putih Pada Tanaman Karet. Pusat Penelitian Perkebunan Sungai Putih, hal 8-15.

Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik, Pemasyarakatan dan Pengembangannya. Kanisius, Yogyakarta, hal. 27-29.

Suprapto. 2001. Bertanam Kedelai. Penebar Swadaya, Jakarta, hal 1

Salma, S., dan Gunarto, L. 1999. Enzim Selulase dari Trichoderma spp. http://www.indobiogen.or.id/terbitan/agrobio.php [26 Mei 2006].

Semangun, H. 1993. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, hal 128-129, 182-183.

Streets, R. B. 1980. Diagnosis Penyakit Tanaman. Terjemahan Santoso, I. The University of Arizona Press. Tuscon-Arizona, USA, hal 250

Wheeler, B.E. 1972. An Introduction to Plant Diseases, John Wiley & Sons, New York, page 31.

Wijaya, S. 2002. Isolasi Kitinase dari Scleroderma columnare dan Trichoderma harzianum. http://www.unej.ac.id/fakultas/mipa.

Yuspida, A., dan Rustam. 2003. Penggunaan Jamur Antagonis Untuk Menekan Pertumbuhan Jamur Sclerotium rolfsii Sacc. Penyebab penyakit Rebah Kecambah Bibit Cabai. Pest Tropical Journal 1 : 18-25.

(45)

34

Lampiran 1. Bagan Penelitian

T1B0 T2B3 T2B0 T0B0

T2B1 T0B1 T3B2 T2B0

U

T2B0 T2B0 T1B0 T1B2

T1B2 T1B2 T0B0 T2B3

T3B3 T2B2 T2B3 T1B0

T2B3 T0B3 T3B0 T3B2

T1B3 T3B0 T2B2 T2B2

T3B0 T2B1 T1B3 T3B0

T0B0 T0B2 T3B1 T3B1

T0B2 T3B2 T2B1 T0B2

T3B2 T0B0 T1B1 T2B1

T1B1 T3B1 T3B3 T1B1

T0B3 T1B3 T0B2 T0B3

T2B2 T3B3 T1B2 T1B3

T0B1 T1B0 T0B3 T0B1

(46)

Keterangan :

Perlakuan : 16

Ulangan : 4

Plot : 64

(47)

36

Lampiran 2. Data Kejadian Penyakit Sclerotium rolfsii Sacc (%) Pada 1 MSI

Ulangan Perlakuan

I II III IV Total

Rata-rata

T0B0 33,34 0,00 33,34 33,34 100,02 25,01

T0B1 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

T0B2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

T0B3 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

T1B0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

T1B1 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

T1B2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

T1B3 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

T2B0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

T2B1 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

T2B2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

T2B3 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

T3B0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

T3B1 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

T3B2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

T3B3 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Total 33,34 0,00 33,34 33,34 100,02 Rata-rata 2,08 0,00 2,08 2,08 1,56

Transformasi Data Kejadian Penyakit Sclerotium rolfsii Sacc. (%) Pada 1 MSI ke dalam arc sin √x

Ulangan Perlakuan

I II III IV Total

Rata-rata

T0B0 35,27 4,97 35,27 35,27 110,77 27,69

T0B1 4,97 4,97 4,97 4,97 19,87 4,97

T0B2 4,97 4,97 4,97 4,97 19,87 4,97

T0B3 4,97 4,97 4,97 4,97 19,87 4,97

T1B0 4,97 4,97 4,97 4,97 19,87 4,97

T1B1 4,97 4,97 4,97 4,97 19,87 4,97

T1B2 4,97 4,97 4,97 4,97 19,87 4,97

T1B3 4,97 4,97 4,97 4,97 19,87 4,97

T2B0 4,97 4,97 4,97 4,97 19,87 4,97

T2B1 4,97 4,97 4,97 4,97 19,87 4,97

T2B2 4,97 4,97 4,97 4,97 19,87 4,97

T2B3 4,97 4,97 4,97 4,97 19,87 4,97

T3B0 4,97 4,97 4,97 4,97 19,87 4,97

T3B1 4,97 4,97 4,97 4,97 19,87 4,97

T3B2 4,97 4,97 4,97 4,97 19,87 4,97

T3B3 4,97 4,97 4,97 4,97 19,87 4,97

(48)
[image:48.595.107.561.214.546.2]

Tabel Dwi Kasta Rataan

Perlakuan T0 T1 T2 T3 Rataan

B0 25,01 0,00 0,00 0,00 6,25 B1 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 B2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 B3 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Rataan 6,25 0,00 0,00 0,00 1,56

Tabel Dwi Kasta Rataan (Transformasi)

Perlakuan T0 T1 T2 T3 Rataan

B0 27,69 4,97 4,97 4,97 10,65 B1 4,97 4,97 4,97 4,97 4,97 B2 4,97 4,97 4,97 4,97 4,97 B3 4,97 4,97 4,97 4,97 4,97

Rataan 10,65 4,97 4,97 4,97 6,39

Analisa Sidik Ragam

SK DB JK KT Fhitung F05 F01

Perlakuan 15 1936,63 129,11 9,00 ** 1,88 2,44

T 3 387,33 129,11 9,00 ** 2,80 4,22

B 3 387,33 129,11 9,00 ** 2,80 4,22

N x K 9 1161,98 129,11 9,00 ** 2,08 2,80

Galat 48 688,58 14,35

Total 63 2625,21

Fk = 2612,03 Ket : tn = tidak nyata

kk = 59% * = nyata

(49)

38

Uji Jarak Berganda Duncan Faktor T

Sy = 1,89

P 2 3 4

SSR 0,5 2,845 2,98 3,09

LSR 0,5 5,39 5,64 5,85

T1 T2 T3 T0 4,97 10,65

• a

• b

Faktor B Sy = 1,89

P 2 3 4

SSR 0,5 2,845 2,98 3,09

LSR 0,5 5,389 5,644 5,853

B1 B2 B3 B0 4,97 10,65

• a

• b

Interaksi Faktor T x B Sy = 1,89

P 2 3 4

SSR 0,5 2,845 2,98 3,09

LSR 0,5 5,39 5,64 5,85

T0B1 - T3B3 T0B0

4,97 27,69 • a

(50)

Lampiran 3. Data Kejadian Penyakit Sclerotium rolfsii Sacc (%) Pada 2 MSI Ulangan

Perlakuan

I II III IV Total

Rata-rata

T0B0 66,67 66,67 33,34 66,67 233,35 58,34

T0B1 33,34 0,00 33,34 33,34 100,02 25,01

T0B2 33,34 66,67 33,34 66,67 200,02 50,01

T0B3 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

T1B0 33,34 33,34 0,00 33,34 100,02 25,01

T1B1 33,34 33,34 33,34 0,00 100,02 25,01

T1B2 0,00 0,00 0,00 33,34 33,34 8,34

T1B3 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

T2B0 0,00 66,67 66,67 66,67 200,01 50,00

T2B1 0,00 33,34 0,00 0,00 33,34 8,34

T2B2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

T2B3 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

T3B0 0,00 33,34 0,00 0,00 33,34 8,34

T3B1 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

T3B2 0,00 0,00 0,00 33,34 33,34 8,34

T3B3 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Total 200,03 333,37 200,03 333,37 1066,80

Rata-rata 12,50 20,84 12,50 20,84 16,67

Transformasi Data Kejadian Penyakit Sclerotium rolfsii Sacc. (%) Pada 2 MSI ke dalam arc sin √x

Ulangan Perlakuan

I II III IV Total

Rata-rata

T0B0 54,74 4,97 4,97 54,74 119,41 29,85

T0B1 4,97 4,97 35,27 35,27 80,47 20,12

T0B2 35,27 54,74 35,27 54,74 180,01 45,00

T0B3 4,97 4,97 4,97 4,97 19,87 4,97

T1B0 35,27 35,27 4,97 35,27 110,77 27,69

T1B1 35,27 35,27 35,27 4,97 110,77 27,69

T1B2 4,97 4,97 4,97 4,97 19,87 4,97

T1B3 4,97 4,97 4,97 4,97 19,87 4,97

T2B0 4,97 54,74 54,74 54,74 169,18 42,30

T2B1 4,97 4,97 4,97 4,97 19,87 4,97

T2B2 4,97 4,97 4,97 4,97 19,87 4,97

T2B3 4,97 4,97 4,97 4,97 19,87 4,97

T3B0 4,97 4,97 4,97 4,97 19,87 4,97

T3B1 4,97 4,97 4,97 4,97 19,87 4,97

T3B2 4,97 4,97 4,97 4,97 19,87 4,97

(51)

40

Total 220,16 239,63 220,16 289,40 969,35

Rata-rata 13,76 14,98 13,76 18,09 15,15

Tabel Dwi Kasta Rataan

Perlakuan T0 T1 T2 T3 Rataan

B0 58,34 25,01 50,00 8,34 35,42

B1 25,01 25,01 8,34 0,00 14,59

B2 50,01 8,34 0,00 8,34 16,67

B3 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Rataan 33,34 14,59 14,58 4,17 16,67

Tabel Dwi Kasta Rataan (Transformasi)

Perlakuan T0 T1 T2 T3 Rataan

B0 29,85 27,69 42,30 4,97 26,20

B1 20,12 27,69 4,97 4,97 14,44

B2 45,00 4,97 4,97 4,97 14,98

B3 4,97 4,97 4,97 4,97 4,97

Rataan 24,99 16,33 14,30 4,97 15,15

Analisa Sidik Ragam

SK DB JK KT Fhitung F05 F01

Perlakuan 15 12881,18 858,75 5,88 ** 1,88 2,44

T 3 3240,41 1080,14 7,40 ** 2,80 4,22

B 3 3621,82 1207,27 8,27 ** 2,80 4,22

N x K 9 6018,95 668,77 4,58 ** 2,08 2,80

Galat 48 7009,06 146,02

Total 63 19890,24

Fk = 14681,94 Ket : tn = tidak nyata

kk = 80% * = nyata

(52)

Uji Jarak Berganda Duncan Faktor T

Sy = 6,04

P 2 3 4

SSR 0,5 2,845 2,98 3,09 LSR 0,5 17,19 18,00 18,67

T3 T2 T1 T0

4,97 14,30 16,33 24,99 a b

Faktor B Sy = 6,04

P 2 3 4

SSR 0,5 2,845 2,98 3,09 LSR 0,5 17,189 18,005 18,670

B3 B2 B1 B0

4,97 14,44 14,98 26,20 a b

Interaksi Faktor T x B Sy = 6,04

P 2 3 4 5 6

SSR 0,5 2,845 2,98 3,09 3,17 3,21 LSR 0,5 17,19 18,00 18,67 19,12 19,39

T0B3 T1B2 T1B3 T2B1 T2B2 T2B3 T3B0 T3B1

T3B2 T1B0

T3B3 T0B1 T1B1 T0B0 T2B0 T0B2 4,97 20,12 27,69 29,85 42,30 45,00

a b

(53)

42

Lampiran 4. Data Kejadian Penyakit Sclerotium rolfsii Sacc (%) Pada 3 MSI Ulangan

Perlakuan

I II III IV Total

Rata-rata

T0B0 66,67 66,67 66,67 66,67 266,68 66,67

T0B1 33,34 33,34 33,34 66,67 166,69 41,67

T0B2 33,34 66,67 33,34 66,67 200,02 50,01

T0B3 0,00 0,00 0,00 33,34 33,34 8,34

T1B0 33,34 33,34 0,00 33,34 100,02 25,01

T1B1 33,34 33,34 33,34 0,00 100,02 25,01

T1B2 0,00 0,00 0,00 33,34 33,34 8,34

T1B3 33,34 33,34 0,00 33,34 100,02 25,01

T2B0 0,00 66,67 66,67 66,67 200,01 50,00

T2B1 0,00 33,34 0,00 0,00 33,34 8,34

T2B2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

T2B3 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

T3B0 0,00 33,34 0,00 0,00 33,34 8,34

T3B1 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

T3B2 0,00 0,00 0,00 33,34 33,34 8,34

T3B3 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Total 233,37 400,05 233,36 433,38 1300,16

Rata-rata 14,59 25,00 14,59 27,09 20,32

Transformasi Data Kejadian Penyakit Sclerotium rolfsii Sacc. (%) Pada 3 MSI ke dalam arc sin √x

Ulangan Perlakuan

I II III IV Total

Rata-rata

T0B0 54,74 54,74 54,74 54,74 218,95 54,74

T0B1 35,27 35,27 35,27 54,74 160,54 40,14

T0B2 35,27 54,74 35,27 54,74 180,01 45,00

T0B3 4,97 4,97 4,97 35,27 50,17 12,54

T1B0 35,27 35,27 4,97 35,27 110,77 27,69

T1B1 35,27 35,27 35,27 4,97 110,77 27,69

T1B2 4,97 4,97 4,97 35,27 50,17 12,54

T1B3 35,27 35,27 4,97 35,27 110,77 27,69

T2B0 4,97 54,74 54,74 54,74 169,18 42,30

T2B1 4,97 35,27 4,97 4,97 50,17 12,54

T2B2 4,97 4,97 4,97 4,97 19,87 4,97

T2B3 4,97 4,97 4,97 4,97 19,87 4,97

T3B0 4,97 35,27 4,97 4,97 50,17 12,54

T3B1 4,97 4,97 4,97 4,97 19,87 4,97

T3B2 4,97 4,97 4,97 35,27 50,17 12,54

(54)

Total 280,76 410,60 269,93 430,07 1.391,36

Rata-rata 17,55 25,66 16,87 26,88 21,74

Tabel Dwi Kasta Rataan

Perlakuan T0 T1 T2 T3 Rataan

B0 66,67 25,01 50,00 8,34 37,50

B1 41,67 25,01 8,34 0,00 18,75

B2 50,01 8,34 0,00 8,34 16,67

B3 8,34 25,01 0,00 0,00 8,34

Rataan 41,67 20,84 14,58 4,17 20,32

Tabel Dwi Kasta Rataan (Transformasi)

Perlakuan T0 T1 T2 T3 Rataan

B0 54,74 27,69 42,30 12,54 34,32

B1 40,14 27,69 12,54 4,97 21,34

B2 45,00 12,54 4,97 12,54 18,76

B3 12,54 27,69 4,97 4,97 12,54

Rataan 38,10 23,91 16,19 8,76 21,74

Analisa Sidik Ragam

SK DB JK KT Fhitung F05 F01

Perlakuan 15 16181,36 1078,76 6,45 ** 1,88 2,44

T 3 7549,67 2516,56 15,04 ** 2,80 4,22

B 3 4028,62 1342,87 8,03 ** 2,80 4,22

N x K 9 4603,07 511,45 3,06 ** 2,08 2,80

Galat 48 8029,72 167,29

Total 63 24211,08

Fk = 30248,30 Ket : tn = tidak nyata

kk = 59% * = nyata

(55)

44

Uji Jarak Berganda Duncan Faktor T

Sy = 6,47

P 2 3 4

SSR 0,5 2,845 2,98 3,09 LSR 0,5 18,40 19,27 19,98

T3 T2 T1 T0 8,76 16,19 23,91 38,10

a b

Faktor B Sy = 6,47

P 2 3 4

SSR 0,5 2,845 2,98 3,09 LSR 0,5 18,40 19,27 19,98

B3 B2 B1 B0

12,54 18,76 21,34 34,32 a

b

Interaksi Faktor T x B Sy = 6,47

P 2 3 4 5 6 7

SSR 0,5 2,845 2,98 3,09 3,165 3,21 3,255 LSR 0,5 18,40 19,27 19,98 20,47 20,76 21,05

T0B3

T2B2 T1B2

T2B3 T2B1 T1B0

T3B1 T3B0 T1B1

T3B3 T3B2 T1B3 T0B1 T2B0 T0B2 T0B0 4,97 12,54 27,69 40,14 42,3 45,00 54,74

a b

(56)

Lampiran 5. Data Kejadian Penyakit Sclerotium rolfsii Sacc (%) Pada 4 MSI Ulangan

Perlakuan

I II III IV Total

Rata-rata

T0B0 66,67 66,67 100,00 100,00 333,34 83,34

T0B1 33,34 66,67 33,34 66,67 200,02 50,01

T0B2 33,34 66,67 33,34 66,67 200,02 50,01

T0B3 0,00 0,00 0,00 33,34 33,34 8,34

T1B0 33,34 33,34 33,34 33,34 133,36 33,34

T1B1 66,67 33,34 33,34 0,00 133,35 33,34

T1B2 0,00 0,00 0,00 33,34 33,34 8,34

T1B3 33,34 33,34 0,00 33,34 100,02 25,01

T2B0 0,00 66,67 66,67 66,67 200,01 50,00

T2B1 0,00 33,34 0,00 0,00 33,34 8,34

T2B2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

T2B3 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

T3B0 0,00 66,67 0,00 0,00 66,67 16,67

T3B1 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

T3B2 0,00 0,00 33,34 33,34 66,68 16,67

T3B3 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Total 266,70 466,71 333,37 466,71 1533,49

Rata-rata 16,67 29,17 20,84 29,17 23,96

Transformasi Data Kejadian Penyakit Sclerotium rolfsii Sacc. (%) Pada 4 MSI ke dalam arc sin √x

Ulangan Perlakuan

I II III IV Total

Rata-rata

T0B0 54,74 54,74 85,03 85,03 279,54 69,88

T0B1 35,27 54,74 35,27 54,74 180,01 45,00

T0B2 35,27 54,74 35,27 54,74 180,01 45,00

T0B3 4,97 4,97 4,97 35,27 50,17 12,54

T1B0 35,27 35,27 35,27 35,27 141,07 35,27

T1B1 54,74 35,27 35,27 4,97 130,24 32,56

T1B2 4,97 4,97 4,97 35,27 50,17 12,54

T1B3 35,27 35,27 4,97 35,27 110,77 27,69

T2B0 4,97 54,74 54,74 54,74 169,18 42,30

T2B1 4,97 35,27 4,97 4,97 50,17 12,54

T2B2 4,97 4,97 4,97 4,97 19,87 4,97

T2B3 4,97 4,97 4,97 4,97 19,87 4,97

T3B0 4,97 54,74 4,97 4,97 69,64 17,41

T3B1 4,97 4,97 4,97 4,97 19,87 4,97

T3B2 4,97 4,97 35,27 35,27 80,47 20,12

(57)

46

Total 300,23 449,54 360,83 460,36 1.570,96

Rata-rata 18,76 28,10 22,55 28,77 24,55

Tabel Dwi Kasta Rataan

Perlakuan T0 T1 T2 T3 Rataan

B0 83,34 33,34 50,00 16,67 45,84

B1 50,01 33,34 8,34 0,00 22,92

B2 50,01 8,34 0,00 16,67 18,75

B3 8,34 25,01 0,00 0,00 8,34

Rataan 47,92 25,00 14,58 8,33 23,96

Tabel Dwi Kasta Rataan (Transformasi)

Perlakuan T0 T1 T2 T3 Rataan

B0 69,88 35,27 42,30 17,41 41,21

B1 45,00 32,56 12,54 4,97 23,77

B2 45,00 12,54 4,97 20,12 20,66

B3 12,54 27,69 4,97 4,97 12,54

Rataan 43,11 27,02 16,19 11,87 24,55

Analisa Sidik Ragam

SK DB JK KT Fhitung F05 F01

Perlakuan 15 21730,44 1448,70 6,73 ** 1,88 2,44

T 3 9299,28 3099,76 14,40 ** 2,80 4,22

B 3 7002,12 2334,04 10,84 ** 2,80 4,22

N x K 9 5429,04 603,23 2,80 ** 2,08 2,80

Galat 48 10331,58 215,24

Total 63 32062,02

Fk = 38561,16 Ket : tn = tidak nyata

kk = 60% * = nyata

(58)

Uji Jarak Berganda Duncan Faktor T

Sy = 7,34

P 2 3 4 SSR 0,5 2,845 2,98 3,09

LSR 0,5 20,87 21,86 22,67

T3 T2 T1 T0 11,87 16,19 27,02 43,11

a b

Faktor B Sy = 7,34

P 2 3 4 SSR 0,5 2,845 2,98 3,09

LSR 0,5 20,870 21,860 22,667

B3 B2 B1 B0 12,54 20,66 23,77 41,21

a b

Interaksi Faktor T x B Sy = 7,34

P 2 3 4 5 6 7 8 9 10 SSR 0,5 2,845 2,98 3,09 3,165 3,21 3,255 3,29 3,32 3,34 LSR 0,5 20,87 21,86 22,67 23,22 23,55 23,88 24,13 24,35 24,50

T2B2

T2B3 T0B3

T3B1 T1B2 T0B1 T3B3 T2B1 T3B0 T3B2 T1B3 T1B1 T1B0 T2B0 T0B2 T0B0

4,97 12,54 17,41 20,12 27,69 32,56 35,27 42,30 45,00 69,88 • a b c

(59)

48

Lampiran 6. Data Kejadian Penyakit Sclerotium rolfsii Sacc (%) Pada 5 MSI

Ulangan Perlakuan

I II III IV

Total

Rata-rata

T0B0 66,67 66,67 100,00 100,00 333,34 83,34

T0B1 33,34 66,67 33,34 66,67 200,02 50,01

T0B2 33,34 66,67 33,34 66,67 200,02 50,01

T0B3 0,00 0,00 0,00 66,67 66,67 16,67

T1B0 33,34 66,67 33,34 33,34 166,69 41,67

T1B1 66,67 33,34 33,34 0,00 133,35 33,34

T1B2 0,00 0,00 0,00 33,34 33,34 8,34

T1B3 66,67 33,34 0,00 66,67 166,68 41,67

T2B0 0,00 66,67 66,67 66,67 200,01 50,00

T2B1 0,00 33,34 0,00 0,00 33,34 8,34

T2B2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

T2B3 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

T3B0 0,00 66,67 0,00 0,00 66,67 16,67

T3B1 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

T3B2 0,00 0,00 33,34 66,67 100,01 25,00

T3B3 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

Total 300,03 500,04 333,37 566,70 1700,14

Rata-rata 18,75 31,25 20,84 35,42 26,56

Transformasi Data Kejadian Penyakit Sclerotium rolfsii Sacc. (%) Pada 5 MSI ke dalam arc sin √x

Ulangan Perlakuan

I II III IV Total

Rata-rata

T0B0 54,74 54,74 90,00 90,00 289,48 72,37

T0B1 35,27 54,74 35,27 54,74 180,01 45,00

T0B2 35,27 54,74 35,27 54,74 180,01 45,00

T0B3 4,97 4,97 4,97 54,74 69,64 17,41

T1B0 35,27 54,74 35,27 35,27 160,54 40,14

T1B1 54,74 35,27 35,27 4,97 130,24 32,56

T1B2 4,97 4,97 4,97 35,27 50,17 12,54

T1B3 54,74 35,27 4,97 54,74 149,71 37,43

T2B0 4,97 54,74 54,74 54,74 169,18 42,30

T2B1 4,97 35,27 4,97 4,97 50,17 12,54

T2B2 4,97 4,97 4,97 4,97 19,87 4,97

T2B3 4,97 4,97 4,97 4,97 19,87 4,97

T3B0 4,97 54,74 4,97 4,97 69,64 17,41

T3B1 4,97 4,97 4,97 4,97 19,87 4,97

T3B2 4,97 4,97 35,27 54,74 99,94 24,99

(60)

Total 319,70 469,01 365,79 523,74 1.678,24

Rata-rata 19,98 29,31 22,86 32,73 26,22

Tabel Dwi Kasta Rataan

Perlakuan T0 T1 T2 T3 Rataan

B0 83,34 41,67 50,00 16,67 47,92

B1 50,01 33,34 8,34 0,00 22,92

B2 50,01 8,34 0,00 25,00 20,84

B3 16,67 41,67 0,00 0,00 14,58

Rataan 50,00 31,25 14,58 10,42 26,56

Tabel Dwi Kasta Rataan (Transformasi)

Perlakuan T0 T1 T2 T3 Rataan

B0 72,37 40,14 42,30 17,41 43,05

B1 45,00 32,56 12,54 4,97 23,77

B2 45,00 12,54 4,97 24,99 21,88

B3 17,41 37,43 4,97 4,97 16,19

Rataan 44,95 30,67 16,19 13,08 26,22

Analisa Sidik Ragam

SK DB JK KT Fhitung F05 F01

Perlakuan 15 23162,42 1544,16 5,31 ** 1,88 2,44

T 3 10296,88 3432,29 11,81 ** 2,80 4,22

B 3 6540,00 2180,00 7,50 ** 2,80 4,22

N x K 9 6325,55 702,84 2,42 * 2,08 2,80

Galat 48 13953,92 290,71

Total 63 37116,34

Fk = 44007,75 Ket : tn = tidak nyata

kk = 65% * = nyata

(61)

50

Uji Jarak Berganda Duncan Faktor T

Sy = 8,53

P 2 3 4

SSR 0,5 2,845 2,98 3,09 LSR 0,5 24,25 25,40 26,34

T3 T2 T1 T0 13,08 16,19 30,67 44,95

a b

Faktor B Sy = 8,53

P 2 3 4

SSR 0,5 2,845 2,98 3,09 LSR 0,5 24,254 25,405 26,343

B3 B2 B1 B0

16,19 21,88 23,77 43,05 a b

Interaksi Faktor T x B Sy = 8,53

P 2 3 4 5 6 7 8 9 10 SSR 0,5 2,845 2,98 3,09 3,165 3,21 3,255 3,29 3,32 3,34 LSR 0,5 24,25 25,40 26,34 26,98 27,37 27,75 28,05 28,30 28,47

T2B2

T2B3

T3B1 T1B2 T0B3 T0B1

T3B3 T2B1 T3B0 T3B2 T1B1 T1B3 T1B0 T2B0 T0B2 T0B0 4,97 12,54 17,41 24,99 32,56 37,43 40,14 42,30 45,00 72,37

a b

(62)

Lampiran 7. Data Tinggi Tanaman (cm) Pada 7 MST Ulangan

Perlakuan

I II III IV

Total Rata-rata

T0B0 35,20 30,00 47,50 33,80 146,50 36,63

T0B1 79,00 58,00 68,00 41,00 246,00 61,50

T0B2 76,00 45,00 57,00 65,00 243,00 60,75

T0B3 81,00 87,00 76,00 68,00 312,00 78,00

T1B0 76,20 62,50 54,00 57,80 250,50 62,63

T1B1 39,00 76,00 79,00 86,00 280,00 70,00

T1B2 97,00 89,00 91,00 64,20 341,20 85,30

T1B3 98,00 90,00 86,00 85,00 359,00 89,75

T2B0 95,50 91,00 88,80 87,20 362,50 90,63

T2B1 95,00 53,00 86,00 84,00 318,00 79,50

T2B2 98,00 97,00 84,00 81,00 360,00 90,00

T2B3 98,00 86,00 78,80 93,00 355,80 88,95

T3B0 90,80 61,30 87,50 85,20 324,80 81,20

T3B1 90,00 95,00 83,00 90,00 358,00 89,50

T3B2 97,00 89,00 90,00 58,70 334,70 83,68

T3B3 98,00 92,00 89,00 82,00 361,00 90,25

Total 1343,70 1201,80 1245,60 1161,90 4953,00

Rata-rata 83,98 75,11 77,85 72,62 77,39

Tabel Dwi Kasta Rataan

Perlakuan T0 T1 T2 T3 Rataan B0 36,63 62,63 90,63 81,20 67,77

B1 61,50 70,00 79,50 89,50 75,13

B2 60,75 85,30 90,00 83,68 79,93

B3 78,00 89,75 88,95 90,25 86,74

Rataan 59,22 76,92 87,27 86,16 77,39

Analisa Sidik Ragam

SK DB JK KT Fhitung F05 F01

Gambar

Tabel 1. Rata-rata produksi dan produksi kacang kedelai ( 1996 - 2004 )
Tabel 2.  Rataan kejadian penyakit Sclerotium rolfsii Sacc.(%)
Tabel 3.  Rataan tinggi tanaman kedelai (cm)
Tabel 4. Rataan produksi kacang kedelai (g/plot)
+3

Referensi

Dokumen terkait

Tingkat kematangan baik kematangan inti dan sitoplasma oosit dipengaruhi oleh maturation promoting factor (MPF) dan mitogen activating protein kinase. 8 perkembangan

Pada proses pengendapan dalam keadaan free settling , model persamaan yang dapat digunakan untuk menghitung kecepatan penurunan partikel pada proses sedimentasi

Esto resulta sorprendente, ya que todas las poblaciones de marmota han sido objeto de explotación en los lugares en los que han convivido con el hombre, que las ha aprovechado por

purpose  of  this  study  was  to  identify  the  needs  of  adolescent  for  sexuality .. information.  In  order  to  gain  an  understanding  of  the  needs 

Bagian header yang merupakan 46 karakter pertama string hasil dekripsi akan digunakan sebagai validator apakah kata kunci yang dimasukkan benar atau tidak. Validasi yang

Wakil Direktur Bidang Akademik, yang selanjutnya disebut Wakil Direktur I merupakan Dosen yang diberi tugas tambahan membantu Direktur dalam memimpin pelaksanaan

untuk membantu peneliti mengetahui tanda -tanda etika dalam film ters ebut peneliti menganalis is dengan metode analis is s emiotika. Semiotika adalah s uatu

Syarat batas (Boundrary condition) berguna mengontrol perhitungan, sehingga dapat lebih mendekati keadaan yang sebenarnya. Kondisi batas tersebut dapat dianggap mewakili