• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keadaan Umum Wilayah Penelitian

Gambaran umum Desa Seko Lubuk Tigo, Kecamatan Lirik, Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau, sebagai lokasi penelitian, adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1 Keadaan Umum Desa Seko Lubuk Tigoa

Karakteristik wilayah Uraian

Batas wilayah desa Sebelah Utara: Desa Rengat Barat Sebelah Timur: Desa Pasir Ringgit Sebelah Selatan: Desa Wonosari Sebelah Barat: Desa Banjar Balam Luas wilayah 4.500 ha

Tabel 4.1 (Lanjutan)

Karakteristik wilayah Uraian

Wilayah desa menurut penggunaan lahan Permukiman: 270 ha Kuburan: 5 ha Perkebunan: 4.000 ha Pekarangan:15 ha Prasarana umum: 40 ha Hutan: 65 ha

Orbitasi, waktu tempuh dan letak desa

Jarak ke ibukota kecamatan: 3 km Jarak ke ibukota kabupaten: 35 km Jarak ke ibukota propinsi: 180 km

Waktu tempuh ke ibukota kecamatan: 10 menit

Waktu tempuh ke ibukota kabupaten: 1 jam Waktu tempuh ke ibukota propinsi: 4 jam Waktu tempuh ke pusat fasilitas terdekat (ekonomi, kesehatan, pemerintahan): 10 menit Topografi atau bentang

lahan

Dataran rendah: 1.500 ha Perbukitan: 800 ha Rawa: 1.500 ha Gambut: 3.000 ha

Kondisi geografis Tinggi tempat dari permukaan laut (dpl) 25 m

a

Sumber: Profil Desa Seko Lubuk Tigo (2013)

Keadaan Sosial Masyarakat Sumber Daya Manusia

Sebagian besar penduduk Desa Seko Lubuk Tigo adalah tenaga kerja produktif. Ketersediaan tenaga kerja produktif merupakan faktor pendukung keberhasilan pengelolaan tanaman kehidupan.

Berdasarkan laporan dalam profil desa, penduduk Desa Seko Lubuk Tigo berjumlah 1.793 orang (452 KK), terdiri dari 872 orang pria dan 921 orang wanita.

Tabel 4.2 Jumlah penduduk Desa Seko Lubuk Tigo berdasarkan kelompok umura Kelompok umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)

Muda (0˗17) 311 17,30

Produktif (18˗59) 1.185 66,60

Tua (≥ 60) 297 16,60

Jumlah 1.793 100,00

aSumber: Profil Desa Seko Lubuk Tigo (2013)

Masyarakat Desa Seko Lubuk Tigo sebagian besar berprofesi sebagai petani kebun, dengan karet dan sawit sebagai komoditas utama. Keadaan ini menunjukkan bahwa pengelolaan usaha tani dari perkebunan sudah menjadi keahlian masyarakat, sehingga diharapkan masyarakat tidak akan mendapat

kesulitan untuk mengadaptasi informasi dan perubahan tentang usaha tani. Hal tersebut merupakan dukungan yang yang sangat baik dalam pengelolaan tanaman kehidupan.

Tabel 4.3 Jumlah penduduk Desa Seko Lubuk Tigo berdasarkan jenis pekerjaana

Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%)

Petani kebun 531 76,40

Buruh tani 25 3,60

Pegawai negeri sipil 7 1,01

Peternak 10 1,44

Pedagang 2 0,29

Pegawai swasta 114 16,40

Pembantu rumah tangga 6 0,86

Jumlah 695 100.00

aSumber: Profil Desa Seko Lubuk Tigo (2013)

Karakteristik Pengelola Tanaman Kehidupan

Responden dalam penelitian ini seluruhnya berjumlah 78 orang, yang merupakan anggota koperasi. Sebagian besar responden berumur produktif.

Tabel 4.4 Keadaan responden berdasarkan umur

Umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)

18˗59 75 96,16

≥60 3 3,84

Jumlah 78 100

Lebih dari separuh responden berlatar belakang pendidikan sampai tingkat SD. Keadaan responden berdasarkan tingkat pendidikan yang pernah ditempuh disajikan pada Tabel 4.5 berikut

Tabel 4.5 Keadaan responden berdasarkan pendidikan Pendidikan Jumlah (orang) Perentase (%)

Tidak sekolah 3 3,84 SD 42 53,85 SMP 18 23,08 SMA 11 14,10 Lainnya 4 5,13 Jumlah 78 100

Sebagian besar responden memiliki mata pencaharian sebagai petani. Sebanyak 42 orang (70,00%) dari 60 responden yang berprofesi petani, membudidayakan karet pada areal kebunnya. Sisanya, sebanyak 10 orang (16,67%) menanam sawit, 5 orang (8,33%) menaman karet dan sawit, dan 3 orang (5,00%) menaman jenis lain seperti pinang, durian dan lain˗lain.

Tabel 4.6 Keadaan responden berdasarkan jenis pekerjaan Jenis pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%)

Petani 60 76,90

Buruh tani 2 3,85

Pedagang 1 1,28

Pegawai negeri sipil 1 1,28

Karyawan swasta 12 15,38

Lainnya 1 1,28

Jumlah 78 100

Pengelolaan Areal Tanaman Kehidupan Jenis Sawit Desain Pengelolaan

Pengusahaan tanaman sawit pada areal IUPHHKHTI PT. MKS didasarkan pada perjanjian antara PT. MKS dengan dua unit koperasi yaitu KUD Andalan Desa Banjar Balam dan koperasi sawit Seluti Jaya Desa Seko Lubuk Tigo, pada tanggal 27 Mei 2002. Dalam perjanjian tersebut disepakati bahwa kedua belah pihak bekerjasama dalam pembangunan dan pemanfaatan IUPHHKHTI, dan PT. MKS berkewajiban membangun kebun sawit seluas 750 hektar untuk masing-masing koperasi. Areal pembangunan kebun sawit tersebut berada dalam konsesi HTI PT. MKS, namun diklaim sebagai lahan masyarakat. PT. MKS berkewajiban menanggung seluruh biaya pembangunan tanaman dan perawatan sampai tanaman sawit diserahterimakan kepada koperasi, ketika memasuki tahun ke˗empat. Pemeliharaan tanaman pada tahun ke˗empat dan seterusnya dilakukan oleh koperasi dengan biaya sepenuhnya dari koperasi. Seluruh pendapatan dari penjualan tandan buah segar (TBS) menjadi hak koperasi untuk dibagikan secara merata kepada seluruh anggota yang berjumlah 350 orang.

Sampai dengan tahun 2012 realisasi pembangunan tanaman sawit untuk KUD Seluti Jaya adalah seluas 696 hektar, dan untuk KUD Andalan seluas 752 hektar. Jarak tanam sawit adalah 9 m x 8 m sehingga terdapat 136 tanaman setiap hektar. Pengelolaan tanaman sawit mulai tahun ke˗empat pada areal KUD Andalan dilakukan melalui kerjasama dengan perusahaan perkebunan swasta yaitu PT. Jatim Jaya Perkasa. Sementara itu, pada areal KUD Seluti Jaya pengelolaan tanaman sawit sampai saat ini masih dilakukan oleh PT. MKS dan belum diserahterimakan kepada koperasi.

Dalam penelitian ini, analisis kelayakan usaha dilakukan pada areal kelola koperasi sawit Seluti Jaya, dan dilakukan pada tanaman tahun 2009 dan 2010 dengan luas total 426,1 hektar. Untuk pengelolaan sawit pada areal KUD Andalan, seluruh data pengelolaan kegiatan berada pada manajemen PT. Jatim Jaya Perkasa, sehingga tidak terdapat data pada PT. MKS.

Deskripsi kegiatan

Pola umum pembangunan kebun sawit menurut Pahan (2006) adalah 1 Pembibitan, dilakukan melalui pembelian bibit unggul bersertifikat.

2 Pembukaan lahan dan persiapan penanaman yang dilakukan pada tahun pertama.

3 Penanaman, meliputi kegiatan: pembuatan saluran air, pembuatan lubang tanam, pemasangan ajir, penanaman dan pemberian pupuk dasar.

4 Pengelolaan tajuk. 5 Pemupukan.

6 Perlindungan tanaman meliputi pengendalian gulma, pengendalian hama dan penyakit, serta pestisida dan pengelolaannya.

7 Pemanenan mulai dilakukan pada tahun ke˗empat sampai dengan tanaman tidak menghasilkan lagi.

8 Pengangkutan.

Alternatif Pengelolaan Areal Tanaman Kehidupan dengan Jenis Karet Desain Pengelolaan

Karet memiliki peluang yang besar untuk dikembangakan sebagai tanaman kehidupan, mengingat sebagian besar mata pencaharian penduduk desa Seko Lubuk Tigo merupakan petani karet. Klon karet unggul yang dapat dikembangkan adalah IRR 5 yang merupakan klon anjuran komersial. Klon IRR 5 adalah klon penghasil lateks dan kayu yang memiliki pola produksi awal tinggi, dan potensi volume kayu log serta percabangan yang besar.

Mengacu pada sistem pengelolaan sawit, maka pembangunan tanaman kehidupan dengan jenis karet dilakukan sepenuhnya oleh PT. MKS. Penyerahan pengelolaan tanaman kepada koperasi dilakukan pada tahun ke˗enam, ketika tanaman mulai menghasilkan. Penerimaan dari penjualan lateks dan kayu karet sepenuhnya merupakan hak koperasi.

Perhitungan analisis kelayakan usaha untuk tanaman karet dilakukan pada areal seluas 426,1 hektar. Penanaman karet diasumsikan dilakukan selama dua tahun yaitu tahun 2009 seluas 87,8 ha dan tahun 2010 seluas 338,3 ha. Jarak tanam karet adalah 7 m x 3 m sehingga dalam setiap hektar terdapat 476 tanaman. Deskripsi Kegiatan

Pola umum pembangunan kebun karet (PS 2006) adalah

1 Pembukaan lahan dan persiapan tanam yang dilakukan pada tahun pertama. 2 Penanaman, meliputi kegiatan: pembuatan lubang tanam, pemasangan ajir,

pemberian pupuk dasar, penanaman bibit, dan penanaman tanaman penutup tanah.

3 Pemeliharaan tanaman belum menghasilkan meliputi penyulaman, penyiangan, pemupukan tanaman, penjarangan, dan pemeliharaan tanaman penutup tanah. 4 Pemeliharaan tanaman menghasilkan meliputi penyiangan dan pemupukan. 5 Pemanenan, yaitu penyadapan getah karet yang dimulai pada tahun ke˗enam. 6 Peremajaan dan pemanenan kayu pada akhir daur.

Alternatif Pengelolaan Areal Tanaman Kehidupan dengan Jenis Akasia Desain Pengelolaan

Akasia merupakan jenis tanaman pokok pada HTI PT. MKS dengan tujuan mensuplai industri pulp dan kertas PT. Riau Andalan Pulp dan Paper di

Pangkalan Kerinci, Kab. Pelalawan. Pemilihan jenis ini dimungkinkan karena berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.19/Menhut˗II/2012, tanaman pada areal tanaman kehidupan dapat berjenis sama dengan tanaman pokok.

Sesuai dengan kebijakan perusahaan, jika tanaman kehidupan menggunakan jenis akasia, maka pengelolaannya akan dilakukan sepenuhnya oleh PT. MKS, sehingga terintegrasi dengan pengelolaan HTInya. Pada sistem pengelolaan ini, PT. MKS menetapkan besarnya bagi hasil sebesar 60% untuk PT. MKS dan 40% untuk petani (koperasi) dari keuntungan bersih yang diperoleh.

Perhitungan analisis kelayakan usaha tanaman akasia dilakukan untuk 5 daur tanaman pada areal seluas 426,1 hektar, dengan umur setiap daur adalah 5 tahun. Target penanaman dan penebangan per tahun adalah seperlima daur, yaitu 85,2 hektar/tahun.

Deskripsi Kegiatan

Pola umum pembangunan hutan tanaman akasia yang dilakukan oleh PT. MKS adalah:

1 Pembukaan lahan dan persiapan lahan dilakukan dengan sistem full paket, dimana areal penanaman disiapkan langsung disiapkan oleh kontraktor penebangan.

2 Penanaman, meliputi kegiatan: penyediaan bibit, pembuatan lubang tanam, pemasangan ajir, pemupukan, penanaman.

3 Pemeliharaan, dilakukan sampai tanaman berumur sembilan bulan. 4 Pemanenan, dilakukan pada akhir tahun ke˗lima.

Kesesuaian Teknis Kesesuaian Teknis Tanaman Sawit

Secara umum kondisi fisik areal PT. MKS dapat dikembangkan untuk budi daya sawit. Jenis tanah gambut dengan tingkat keasaman tanah yang tinggi dapat diatasi melalui pemberian pupuk dolomit (pengapuran). Disamping itu, menurut Krisnohadi (2011) dan Firmansyah et al. (2012), pH tanah dapat ditingkatkan melalui pengaturan drainase untuk menurunkan tinggi muka air.

Tabel 4.7 Kesesuaian lahan untuk pembangunan tanaman sawit

Parameter Persyaratana Kondisi arealb

Letak astronomis 150

LU˗150LS 00095,77˗ 001716,08LS

Curah hujan 2.000˗2.500 mm/tahun 2.398 mm/tahun

Lama penyinaran 5˗7 jam/hari 5˗7 jam/hari

Suhu optimum 200˗300C 22,200˗31,600C

Ketinggian tempat 0˗400 m dpl 6˗40 m dpl

Jenis tanah Semua jenis tanah Gambut

pH tanah 4˗6 2,63˗4,1

a

Sumber: Latif (2006); b Sumber: MKS (2008).

Meskipun secara biofisik areal PT. MKS dapat dijadikan areal pengembangan sawit, namun mengacu pada Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 70/Kpts˗II/1995, sawit merupakan jenis tanaman yang tidak diperbolehkan diusahakan dalam kawasan hutan. FAO (2010) juga menetapkan bahwa sawit

bukan merupakan tanaman hutan. Dengan demikian, untuk pengelolaan areal tanaman kehidupan selanjutnya perlu dicarikan jenis tanaman bernilai ekonomi tinggi dan tidak bertentangan dengan regulasi, sehingga dapat diusahakan di dalam kawasan hutan.

Kesesuaian Teknis Tanaman Karet

Areal PT. MKS secara fisik dapat dijadikan lahan untuk pengusahaan karet. Lahan yang berupa gambut bukan merupakan penghambat untuk pengembangan tanaman karet. Menurut Firmansyah et al. (2012) karet dapat tumbuh pada semua jenis tanah, bahkan dapat tumbuh baik pada tanah gambut dengan ketebalan 2 m dengan tinggi permukaan air tanah 1,5 m. Pengaturan tata air melalui sistem kanalisasi akan memperbaiki drainase pada lahan gambut.

Tabel 4.8 Kesesuaian lahan untuk pembangunan tanaman karet

Parameter Persyaratana Kondisi arealb

Letak astronomis 150

LU˗150LS 00095,77˗ 001716,08LS

Curah hujan 2.000˗3.000 mm/tahun 2.398 mm/tahun

Lama penyinaran 5˗7 jam/hari 5˗7 jam/hari

Suhu optimum 250˗300C 22,200˗31,600C

Ketinggian tempat 0˗600 m dpl 6˗40 m dpl

Jenis tanah Semua jenis tanah Gambut

PH tanah 5˗6 2,63˗4,1

a

Sumber: PS (2006); bSumber: MKS (2008).

Dari aspek ekonomi, karet merupakan jenis tanaman yang cocok dikembangkan sebagai tanaman kehidupan. Selain menghasilkan kayu, tanaman karet dapat memberikan hasil antara berupa getah. Berdasarkan regulasi, karet merupakan tanaman berkayu yang tidak dilarang diusahakan dalam kawasan hutan, bahkan FAO (2010) telah memasukkan karet sebagai tanaman hutan. Dengan demikian, selain untuk tanaman kehidupan, tanaman karet bisa juga dikembangkan sebagai tanaman pokok pada HTI.

Pengelolaan karet sebagai tanaman kehidupan dapat dikembangkan dengan pola agroforestry. Jenis tanaman yang dapat diusahakan pada pola agroforestry di lahan gambut diantaranya adalah nenas, jagung, dan lidah buaya.

Kesesuaian Teknis Tanaman Akasia

Secara fisik, lahan PT. MKS yang berupa gambut, merupakan areal yang cocok untuk pengembangan tanaman akasia krasikarpa. Menurut Turnbull (1968) diacu dalam Patricia (2006) jenis akasia dapat tumbuh dengan baik pada tanah berdrainase kurang baik/tergenang, tanah berlumpur, pada lahan-lahan marjinal seperti tanah masam, alkalin, dan tanah dengan tingkat kesuburan rendah.

Tabel 4.9 Kesesuaian lahan untuk pembangunan tanaman akasia

Parameter Persyaratana Kondisi arealb

Letak astronomis 200

LU˗200LS 00095,77˗ 001716,08LS

Curah hujan 1.000˗2500 mm/tahun 2.398 mm/tahun

Lama penyinaran 5˗7 jam/hari 5˗7 jam/hari

Tabel 4.9 (Lanjutan)

Parameter Persyaratana Kondisi arealb

Ketinggian tempat 0˗700 m dpl 6˗40 m dpl

Jenis tanah Semua jenis tanah Gambut

PH tanah 4˗7 2,63˗4,1

a

Sumber: Turnbull (1968), diacu dalam Patricia (2006).; bSumber: MKS (2008).

Berbeda dengan pengelolaan sawit dan karet yang dapat menerapkan pola agroforestry, pengelolaan akasia dalam areal tanaman kehidupan tidak mungkin dikembangkan dengan pola agroforestry. Akasia merupakan jenis cepat tumbuh. Dengan jarak tanam yang cukup rapat, proses penutupan tajuk relatif cepat, sehingga lantai hutan cepat ternaungi.

Analisis Finansial Analisis Finansial Tanaman Sawit

Perhitungan analisis finansial menggunakan standar biaya pembangunan tanaman sawit pada PT. MKS. Biaya pengusahaan terdiri atas biaya perencanaan, perlindungan dan pengamanan hutan, kewajiban kepada negara, kewajiban kepada lingkungan dan sosial, pembangunan dan pemeliharaan sarana serta prasarana, umum dan administrasi, penyiapan lahan, penyediaan bibit, penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan.

Tabel 4.10 Komponen biaya kegiatan penunjang dan teknis pengusahaan tanaman sawit

Kegiatan Satuan Harga satuan

(Rp)

Estimasi tahun pengeluaran

Perencanaan (penyusunan RKT) Ha 12.704 Tahun ke˗1,2

Kegiatan perlindungan dan pengamanan hutan

Ha 52.330 Tiap tahun

Kewajiban kepada negara (PBB) Ha 10.962 Tiap tahun

Pelaksanaan kelola lingkungan, pemantauan dan pelaksanaan kelola sosial

Ha 19.227 Tiap tahun

Pemeliharaan sarana dan prasarana

Ha 327.904 Tiap tahun

Biaya umum dan administrasi Ha 245.584 Tiap tahun

Penyiapan lahan Ha 1.497.260 Tahun ke˗1,2

Pengadaan bibit Batang 27.866 Tahun ke˗1,2

Pembuatan tanaman Ha 1.216.428 Tahun ke˗1,2

Penanaman LCC Ha 810.500 Tahun ke˗1,2

Pemeliharaan TBM1 Ha 6.477.925 Tahun ke˗1,2

Tabel 4.10 (Lanjutan)

Kegiatan Satuan Harga satuan

(Rp) Estimasi tahun pengeluaran Pemeliharaan TBM3 Ha 5.566.409 Tahun ke˗3,4 Pemeliharaan TM Ha 6.702.165 Tahun ke˗4 s.d. 30 Pemanenan Kg 119 Tahun ke˗4 s.d. 30

RKT: Rencana Kerja Tahunan, LCC: tanaman penutup tanah., TBM: tanaman belum menghasilkan, TM: tanaman menghasilkan.

Pembuatan tanaman sawit dilakukan pada tahun pertama dan kedua pengelolaan. Dengan luas pengelolaan 426,1 ha, pemeliharaan tanaman menghasilkan merupakan kegiatan dengan biaya rata-rata tahunan tertinggi.

Tabel 4.11 Biaya rata˗rata tahunan kegiatan pengelolaan tanaman sawit 30 tahun

Uraian Biaya (Rp/ha/tahun)

Biaya investasia

Perencanaan 12.285

Perlindungan dan pengamanan hutan 7.730 Kewajiban kepada lingkungan (alat

ukur curah hujan) 376

Pembangunan sarana dan prasarana 93.967

Jumlah biaya investasi 114.359

Biaya operasional tetapa

Perencanaan 423

Perlindungan dan pengamanan hutan 32.030

Kewajiban kepada negara 10.964

Kewajiban kepada lingkungan dan sosial (pelaksanaan kelola

lingkungan, pemantauan dan

pelaksanan kelola sosial) 19.227 Pemeliharaan sarana dan prasarana 305.287 Biaya umum dan administrasi 245.584 Jumlah biaya operasional tetap 613.515 Biaya operasional variabel

Penyiapan lahana 49.909 Pengadaan bibitb 126.327 Pembuatan tanamanb 40.548 Penanaman LCCb 27.017 Pemeliharaan TBM1b 215.931 Pemeliharaan TBM2b 203.180 Pemeliharaan TBM3b 185.547 Pemeliharaan TMb 5.759.637 Pemanenanc 3.011.786

Tabel 4.11 (Lanjutan)

Uraian Biaya (Rp/ha/tahun)

Jumlah biaya 10.347.754

Pajak 2.425.069

Total 12.772.763

a

Sumber: biaya pembangunan HTI PT. MKS, diolah; bSumber:Rencana Kerja KKPA Seluti Jaya, diolah, dan standar biaya pembangunan kelapa sawit (wawancara); cSumber: wawancara; LCC: tanaman penutup tanah, TBM: tanaman belum menghasilkan., TM: tanaman menghasilkan.

Tanaman sawit mulai menghasilkan buah pada tahun ke-empat dengan proyeksi produksi awal sebesar 6,2 ton/ha, dan mencapai puncaknya pada umur sepuluh tahun dengan produksi 26 ton/ha. Harga TBS akan meningkat seiring dengan peningkatan umur tanaman dan ukuran buah yang dihasilkan, dengan harga tertinggi dihasilkan dari tanaman berumur sepuluh tahun ke atas. Harga TBS untuk tanaman umur tiga tahun adalah Rp 957,56/kg, serta untuk umur sepuluh tahun adalah Rp 1.354,54/kg. Besarnya biaya pemanenan menggunakan tarif umum yaitu Rp 119/kg.

Sampai dengan tahun ke˗lima, pengelolaan sawit masih menghasilkan arus kas negatif, ketika pendapatan dari penjualan TBS belum mampu menutupi biaya pengeluaran. Pendapatan akan bernilai positif mulai tahun ke-enam, dan cenderung meningkat seiring peningkatan jumlah produksi,

Selama jangka waktu analisis, total penerimaan diperkirakan Rp 243.531.021.437, dengan total biaya Rp 163.274.233.982. Dengan demikian, akan diperoleh pendapatan total Rp 80.256.787.451.

Gambar 4.1 Aliran kas pengelolaan tanaman kehidupan jenis sawit

Gambar 4.1 menunjukkan bahwa pengelolaan tanaman kehidupan dengan jenis tanaman sawit adalah rasional dan menguntungkan, hal ini ditandai dengan penerimaan yang melebihi biaya yang dikeluarkan. Berdasarkan hasil perhitungan,

0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 Penerimaan per ha Biaya per ha (tahun ke) (x R p 1 j u ta )

diperoleh nilai NPV lebih besar dari nol, nilai B/C lebih besar dari 1 dan IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang digunakan. Dengan kata lain pengelolaan tanaman kehidupan layak secara finansial. NPV yang dihasilkan adalah Rp 7.949.066.052 atau Rp 18.655.400/ha, dengan nilai IRR 17,79% dan B/C 1,20. Dengan demikian, sampai dengan tingkat suku bunga sebesar 17,79%, pengelolaan tanaman kehidupan masih menguntungkan. Angka B/C sebesar 1,20 menunjukkan bahwa bahwa investasi sebesar satu rupiah akan memberikan pengembalian sebesar 1,20 rupiah.

Tabel 4.12 Analisis finansial pengelolaan tanaman kehidupan sawita

Uraian NPV IRR B/C

Hasil Rp 18.655.400b 17,79% 1,20

Justifikasi NPV>0 IRR>i B/C>1

Kesimpulan Layak Layak Layak

a

Jangka analisis 30 tahun dengan tingkat suku bunga 11,5% per tahun. bPer hektar

Analisis Finansial Tanaman Karet

Perhitungan analisis finansial pengelolaan tanaman karet menggunakan standar biaya pembangunan tanaman karet dari beberapa literatur. Biaya pengusahaan terdiri atas biaya perencanaan, perlindungan dan pengamanan hutan, kewajiban kepada negara, kewajiban kepada lingkungan dan sosial, pembangunan dan pemeliharaan sarana serta prasarana, umum dan administrasi, penyiapan lahan, penyediaan bibit, penanaman, pemeliharaan, pemanenan.

Tabel 4.13 Komponen biaya kegiatan penunjang dan teknis pengusahaan tanaman karet

Kegiatan Satuan Harga

satuan (Rp)

Estimasi tahun pengeluaran

Perencanaan (penyusunan RKT) Ha 12.704 Tahun ke˗1,2

Kegiatan perlindungan dan pengamanan hutan

Ha 52.330 Tiap tahun

Kewajiban kepada negara

PBB Ha 10.930 Tiap tahun

PSDH lateks Ton 19.500 Tahun ke˗6 s.d. 29

PSDH kayu M3 4.800 Tahun ke˗29, 30

Pelaksanaan kelola lingkungan,

pemantauan dan pelaksanaan kelola sosial

Ha 19.227 Tiap tahun

Pemeliharaan sarana dan prasarana Ha 327.904 Tiap tahun

Biaya umum dan administrasi Ha 245.584 Tiap tahun

Penyiapan lahan Ha 1.497.260 Tahun ke˗1,2

Pengadaan bibit Batang 3.569 Tahun ke˗1,2

Pembuatan tanaman Ha 2.313.438 Tahun ke˗1,2

Penanaman LCC Ha 810.500 Tahun ke˗1,2

Pemeliharaan TBM1 Ha 4.753.397 Tahun ke˗1,2

Pemeliharaan TBM2 Ha 5.188.712 Tahun ke˗2,3

Tabel 4.13 (Lanjutan)

Kegiatan Satuan Harga

satuan (Rp) Estimasi tahun pengeluaran Pemeliharaan TBM4 Ha 5.192.280 Tahun ke˗4,5 Pemeliharaan TBM5 Ha 5.218.460 Tahun ke˗5,6 Pemeliharaan TM3 Ha 4.331.195 Tahun ke˗6 s.d. 29 Pemanenan Lateks Kg 2.637 Tahun ke˗6 s.d. 29 Kayu Ha 6.965.758 Tahun ke˗29, 30

RKT: Rencana Kerja Tahunan, PSDH: Provisi Sumber Daya Hutan, LCC: tanaman penutup tanah, TBM: tanaman belum menghasilkan, TM: tanaman menghasilkan.

Pembangunan tanaman karet dilakukan selama dua tahun pertama, dengan luas total 426,1 ha. Selama 30 tahun pengelolaan, pemanenan adalah kegiatan dengan biaya rata-rata tertinggi.

Tabel 4.14 Biaya rata˗rata tahunan kegiatan pengelolaan tanaman karet 30 tahun

Uraian Biaya (Rp/ha/tahun)

Biaya investasia

Perencanaan 12.285

Perlindungan dan pengamanan hutan 7.730 Kewajiban lingkungan (alat ukur curah hujan) 376 Pembangunan sarana dan prasarana 109.110

Jumlah biaya investasi 129.502

Biaya operasional tetapa

Perencanaan 423

Perlindungan dan pengamanan hutan 32.030

Kewajiban kepada negara 54.100

Kewajiban kepada lingkungan dan sosial (pelaksanaan kelola lingkungan, pemantauan

dan pelaksanan kelola sosial) 19.227 Pemeliharaan sarana dan prasarana 305.827

Biaya umum dan administrasi 245.584

Jumlah biaya operasional tetap 656.652

Biaya operasional variabel

Penyiapan lahana 49.909 Pengadaan bibitb 56.622 Pembuatan tanamanb 77.115 Penanaman LCCb 27.017 Pemeliharaan TBM1b 158.447 Pemeliharaan TBM2b 172.957 Pemeliharaan TBM3b 152.442

Tabel 4.14 (Lanjutan)

Uraian Biaya (Rp/ha/tahun)

Pemeliharaan TBM4b 173.076

Pemeliharaan TBM5b 173.949

Pemeliharaan TMb 3.780.119

Pemanenanb 4.611.140

Jumlah biaya operasional variabel 9.454.258

Jumlah biaya 10.240.412

Pajak 3.177.626

Total 13.418.038

a

Sumber: biaya pembangunan HTI PT. MKS diolah; bSumber: Proposal teknis HTI PT Borneo Kutai Lestari dan PS (2006), diolah; LCC: tanaman penutup tanah, TBM: tanaman belum menghasilkan, TM: tanaman menghasilkan.

Penerimaan akan diperoleh koperasi mulai tahun ke˗enam ketika tanaman karet mulai bisa disadap, dengan produksi lateks sebanyak 475 kg/ha. Puncak produksi lateks adalah sebesar 2.233 kg/ha, pada saat tanaman berumur empat belas tahun.

Sampai dengan tahun ke-enam, pengelolaan karet masih menghasilkan arus kas negatif, ketika penerimaan dari penjualan latek belum mampu menutupi biaya pengeluaran. Pendapatan akan bernilai positif mulai tahun ke-tujuh, dan cenderung meningkat seiring peningkatan jumlah produksi, Pendapatan setiap tahun akan terus meningkat seiring dengan naiknya produktivitas getah. Pendapatan tertinggi akan diperoleh pada akhir daur dengan adanya kontribusi dari penjualan kayu bulat pada saat penebangan untuk peremajaan.

Dengan menggunakan harga rata-rata lateks di kebun tahun 2009 sebesar Rp 14.937/kg, dan harga kayu karet sebesar Rp 800.000/m3,total penerimaan dari penjualan lateks dan kayu selama jangka waktu analisis diperkirakan Rp 276.346.766.248. Total biaya pengelolaan diperkirakan Rp 171.522.779.462. Dengan demikian, selama jangka waktu analisis akan diperoleh pendapatan Rp 104.823.986.785.

Pengelolaan tanaman kehidupan dengan jenis karet menghasikan aliran kas sebagaimana gambar 4.2 berikut.

Gambar 4.2 Aliran kas pengelolaan tanaman kehidupan dengan jenis karet

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 Penerima an per ha Biaya per ha (tahun ke) (x R p 1 j u ta )

Gambar 4.2 memperlihatkan bahwa mulai tahun ke-tujuh, besarnya penerimaan selalu lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. Berdasarkan analisis finansial, penanaman tanaman kehidupan dengan jenis karet layak diusahakan. Nilai total keuntungan bersih saat ini diperkirakan Rp 5.174.657.321 atau Rp 12.144.232/ha, dan IRR sebesar 14,89%. Dengan nilai IRR tersebut, kredit usaha pengelolaan tanaman kehidupan karet sampai dengan tingkat suku bunga 14,89% masih memberikan keuntungan. Rasio B/C diperoleh sebesar 1,14, berarti bahwa dengan investasi sebesar satu rupiah akan mendapat pengembalian sebesar 1,14 rupiah.

Tabel 4.15 Analisis finansial pengelolaan tanaman kehidupan dengan jenis alternatif kareta

Uraian NPV IRR B/C

Hasil Rp 12.144.232b 14,89% 1,14

Justifikasi NPV>0 IRR>i B/C>1

Kesimpulan Layak Layak Layak

a

Jangka analisis 30 tahun dengan tingkat suku bunga 11,5% per tahun. bPer hektar

Analisis Finansial Tanaman Akasia

Biaya pengusahaan tanaman akasia meliputi biaya perencanaan, pembangunan dan pemeliharaan sarana serta prasarana, administrasi dan umum, penyiapan lahan, penyediaan bibit, penanaman, pemeliharaan, perlindungan dan pengamanan hutan, kewajiban kepada negara, kewajiban kepada lingkungan, pemanenan.

Tabel 4.16 Komponen biaya kegiatan penunjang dan teknis

Dokumen terkait