• Tidak ada hasil yang ditemukan

Amplifikasi Gen PRL dan STAT5A

Amplifikasi fragmen gen PRL ekson 3, PRL ekson 4, dan STAT5A ekson 7 pada sapi bali menghasilkan panjang produk PCR masing-masing sebesar 156 bp (Gambar 6), 294 bp (Gambar 7), dan 215 bp (Gambar 8). Amplifikasi ketiga fragmen gen tersebut dilakukan pada suhu annealing 60 oC selama 20 detik dengan menggunakan mesin thermocycler Applied Biosystems. Suhu annealing

adalah suhu optimal untuk berlangsungnya penempelan primer sesuai dengan sekuens DNA komplementer yang akan diperbanyak selama proses amplifikasi DNA berlangsung. Suhu optimal penempelan primer pada penelitian ini berbeda dengan suhu annealing yang telah dilakukan untuk primer fragmen gen PRL ekson 3, PRL ekson 4, dan STAT5A ekson 7 yaitu masing-masing pada suhu 59 o

C selama 40 detik (Sodhi et al. 2011), suhu 58.5 oC selama 30 detik (Brym et al. 2005), dan suhu 64 oC selama 1 menit (Dario et al. 2009).

Perbedaan suhu annealing tersebut antara lain disebabkan oleh perbedaan kondisi mesin PCR dan campuran komponen pereaksi PCR. Viljoen et al. (2005) menyatakan bahwa suhu annealing berkisar antara 55-72 oC, selain itu suhu optimal annealing salah satunya bergantung pada konsentrasi MgCl2. Pelt-Verkuil

et al. (2008) menyatakan bahwa waktu annealing yang dibutuhkan supaya primer dapat berkomplemen dan menempel dengan targetnya bergantung pada kapasitas pemanasan mesin thermocycler yang digunakan, volume campuran PCR serta konsentrasi primer dan gen target.

Gambar 6 Hasil amplifikasi gen PRL ekson 3 pada sapi bali. M = marker DNA 100 bp. Sampel 1-7= produk amplifikasi gen PRL ekson 3 (156 bp).

13

Identifikasi Genotipe Fragmen Gen PRL dan STAT5A

Hasil analisis penciri RFLP dengan menggunakan enzim restriksi RsaI terhadap fragmen gen PRL ekson 3 diperoleh tiga macam fragmen, yaitu fragmen yang tidak dapat dipotong (156 bp) yang dikenal dengan genotipe AA, fragmen yang dapat dipotong (84 bp dan 72 bp) yang dikenal dengan genotipe BB, dan fragmen gabungan (156 bp, 84 bp, dan 72 bp) atau heterozigot yang dikenal dengan genotipe AB (Gambar 9).

Gambar 9 Hasil PCR-RFLP fragmen gen PRL ekson 3 dengan enzim restriksi

RsaI pada gel agarosa 3.5%. M= marker DNA 20 bp. Sampel 1-13= sampel sapi bali

Gambar 8 Hasil amplifikasi gen STAT5A ekson 7 pada sapi bali. M= marker

DNA 100 bp. Sampel 1-10= produk amplifikasi gen STAT5A ekson 7 (215 bp).

Gambar 7 Hasil amplifikasi gen PRL ekson 4 pada sapi bali. M = marker

DNA 100 bp. Sampel 1-15= produk amplifikasi gen PRL ekson 4 (294 bp).

14

Hasil pemotongan fragmen gen PRL ekson 4 dengan enzim restriksi RsaI diperoleh tiga macam pola restriksi (Gambar 10). Pola pertama adalah fragmen gen yang terpotong oleh enzim RsaI, ditunjukkan oleh dua fragmen pada posisi 162 bp dan 132 bp disebut sebagai genotipe AA. Pola kedua tidak memiliki situs restriksi RsaI sehingga menghasilkan satu pita pada posisi 294 bp (genotipe GG). Pola ketiga adalah gabungan dari ketiga fragmen pada posisi 294, 162, 132 bp (genotipe heterozigot AG).

Berdasarkan hasil identifikasi genotipe ditemukan dua alel (alel A dan alel B) pada gen PRL ekson 3 serta alel A dan alel G pada gen PRL ekson 4. Fragmen gen dari individu-individu sapi bali yang memiliki sekuens situs pemotong enzim

RsaI yaitu GT|AC berarti dapat dipotong fragmen gen PRL ekson 3 maupun fragmen gen ekson 4-nya, sedangkan individu sapi bali yang hanya menunjukkan satu pita berarti terjadi mutasi sekuens enzim RsaIpada fragmen gen PRL ekson 3 dan PRL ekson 4 sehingga tidak dapat dikenali oleh enzim pemotong RsaI.

Hasil pemotongan gen STAT5A ekson 7 sapi bali dengan menggunakan enzim restriksi AvaI diperoleh hanya satu macam genotipe (CC) ditunjukkan oleh fragmen yang dapat dipotong pada posisi 181 bp dan 34 bp (Gambar 11). Seluruh individu sapi bali pada penelitian ini memiliki sekuens situs enzim pemotong AvaI yaitu C|YCGRG.

Gambar 11 Hasil PCR-RFLP fragmen gen STAT5A ekson 7 dengan enzim restriksi AvaI pada gel agarosa 2%. M= marker DNA 100 bp. Sampel 1-7= sampel sapi bali

Gambar 10 Hasil PCR-RFLP fragmen gen PRL ekson 4 dengan enzim restriksi

RsaI pada gel agarosa 2%. M= marker DNA 100 bp. Sampel 1-16= sampel sapi bali

15 Frekuensi Genotipe dan Frekuensi Alel Fragmen Gen PRL|RsaI

Hasil analisis frekuensi genotipe dan frekuensi alel fragmen gen PRL ekson 3 pada sapi bali yang dikelompokkan berdasarkan populasi pusat pembibitan disajikan pada Tabel 2. Proporsi genotipe fragmen gen PRL ekson 3 pada setiap populasi pembibitan sapi bali yang diteliti menunjukkan bahwa frekuensi genotipe AA paling tinggi, sebaliknya frekuensi genotipe AB rendah dan bahkan hanya ditemukan satu ekor sapi bali yang memiliki genotipe BB yaitu pada populasi BBIB Singosari. Hal tersebut menyebabkan tingginya frekuensi alel A pada seluruh populasi pusat pembibitan sapi bali. Frekuensi genotipe AA pada populasi sapi bali di BIBD Baturiti ditemukan lebih tinggi dibandingkan dengan pusat-pusat pembibitan sapi bali lainnya disebabkan hanya satu ekor sapi bali yang memiliki genotipe berbeda yaitu heterozigot AB. Frekuensi genotipe AB pada populasi sapi bali di BPT-HMT Serading lebih tinggi dibandingkan dengan populasi lainnya. Individu sapi bali yang memiliki genotipe BB ditemukan dengan frekuensi yang sangat rendah pada populasi BBIB Singosari (0.036), sedangkan genotipe BB tidak ditemukan pada populasi pembibitan sapi bali lainnya.

Distribusi alel dari lokus PRL|RsaI ekson 3 ditunjukkan oleh frekuensi alel A yang lebih tinggi dibandingkan dengan frekuensi alel B pada setiap populasi, baik pada sapi bali yang terdapat di Bali (BPTU sapi bali Pulukan dan BIBD Baturiti) maupun di BBIB Singosari, BPT-HMT Serading dan VBC Kabupaten Barru (Tabel 2). Frekuensi alel A fragmen gen PRL ekson 3 pada populasi yang terdapat di BIBD Baturiti (0.977) memiliki kecenderungan yang sama dengan populasi di BPTU sapi bali Pulukan (0.955) dan VBC Kabupaten Barru (0.945), sedangkan frekuensi alel A untuk sapi bali di BPT-HMT Serading lebih rendah (0.854) karena jumlah individu sapi bali bergenotipe AB lebih banyak pada populasi tersebut. Secara keseluruhan, frekuensi alel A gen PRL ekson 3 pada sapi bali yang diidentifikasi di penelitian lebih tinggi dibandingkan beberapa bangsa Tabel 2 Frekuensi genotipe dan alel fragmen gen PRL|RsaI ekson 3

berdasarkan pusat pembibitan sapi bali

Pusat Pembibitan n Genotipe Alel

AA AB BB A B

BPTU sapi bali Pulukan 100 0.910 (91) 0.090 (9) 0.000 (0) 0.955 0.045 BIBD Baturiti 22 0.955 (21) 0.045 (1) 0.000 (0) 0.977 0.023 BBIB Singosari 28 0.893 (25) 0.071 (2) 0.036 (1) 0.929 0.071 BPT-HMT Serading 48 0.708 (34) 0.292 (14) 0.000 (0) 0.854 0.146 VBC Kabupaten Barru 64 0.891 (57) 0.109 (7) 0.000 (0) 0.945 0.055 Total 262 0.870 (228) 0.126 (33) 0.004 (1) 0.933 0.067 Keterangan : n = jumlah individu

16

sapi di dunia seperti yang dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil identifikasi keragaman genetik gen PRL ekson 3 memberikan informasi adanya dominasi alel A pada pusat-pusat pembibitan sapi bali di Indonesia pada penelitian ini.

Hasil asosiasi fragmen gen PRL ekson 3 dengan sifat kualitas susu yang telah dilaporkan oleh Lazebnaya et al. (2013) menunjukkan bahwa genotipe AA dan AB berhubungan dengan kandungan lemak susu yang lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe BB pada sapi Yaroslavl. Alipanah et al. (2007) Tabel 3 Frekuensi alel fragmen gen PRL|RsaI ekson 3 pada sapi bali hasil

penelitian dan beberapa bangsa sapi

Bangsa n Frekuensi Alel Sumber

A B

Sapi bali 262 0.933 0.067 Hasil penelitian

Bos indicus 938 0.520 0.480 Sodhi et al. (2011)

Ongole 37 0.510 0.490

Red Sindhi 41 0.540 0.460

Sahiwal 41 0.510 0.490

57 0.510 0.490 Mitra et al. (1995) Russian Red Pied 125 0.794 0.206 Alipanah et al. (2007) Black-andWhite 242 0.853 0.147 Dybus et al. (2005) Jersey 185 0.308 0.692 Dybus et al. (2005)

Aboriginal Russian Lazebnaya et al. (2013)

Yakut 41 0.732 0.268

Yaroslavi 113 0.646 0.354 Bestuzhev 57 0.684 0.316 Kostroma 124 0.750 0.250

Nadji 84 0.571 0.429 Roshanfekr et al. (2013)

Bangsa sapi Turki Akyuz et al. (2012)

Turkish Grey 43 0.762 0.238 East Anatolian Red 44 0.698 0.302 Anatolian Black 44 0.585 0.415 South Anatolian Red 40 0.763 0.237 Brown Swiss 44 0.733 0.267

Holstein 44 0.861 0.139

Bangsa sapi Turki Akyuz et al. (2013)

Holstein 150 0.873 0.127 Brown Swiss 50 0.760 0.240 Simmental 50 0.810 0.190 Black-and-White Khatami et al. (2005) Russian 32 0.954 0.046 German 32 0.610 0.086 Yaroslavl 120 0.650 0.350 Khatami et al. (2005) Holstein-Friesian 720 0.582 0.418 Wojdak-Maksymiec et al. (2008)

Brown Swiss 107 0.610 0.390 Chrenek et al. 2003 Keterangan : n = jumlah individu

17 menyatakan bahwa sapi Russian Red Pied yang memiliki genotipe BB menunjukkan produksi susu, lemak susu, dan protein susu yang lebih tinggi.

Frekuensi genotipe dan alel fragmen gen PRL ekson 4 pada sapi bali berdasarkan pusat pembibitan tersaji pada Tabel 4 dan menunjukkan bahwa frekuensi genotipe GG lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe AA dan AG. Frekuensi genotipe GG pada populasi sapi bali yang terdapat di BIBD Baturiti tertinggi dibandingkan dengan populasi pusat pembibitan sapi bali lainnya. Frekuensi genotipe AG pada populasi sapi bali di BPT-HMT Serading lebih tinggi dibandingkan dengan pusat pembibitan sapi bali lainnya. Frekuensi genotipe AA pada BBIB Singosari menunjukkan keragaman yang sangat rendah (0.036) sedangkan tidak ditemukan genotipe AA, baik pada populasi sapi bali di BPTU sapi bali Pulukan, BIBD Baturiti, BPT-HMT Serading maupun di VBC Kabupaten Barru. Hasil tersebut dapat menjadi indikator terbatasnya jumlah sapi bali bergenotipe AA di pusat pembibitan sapi bali.

Distribusi frekuensi alel G pada populasi sapi bali di BPTU sapi bali Pulukan, BIBD Baturiti, VBC Kabupaten Barru, dan BBIB Singosari berturut-turut ditemukan lebih tinggi dibandingkan frekuensi alel G pada populasi di BPT-HMT Serading. Hal tersebut disebabkan oleh tingginya jumlah sapi bali bergenotipe heterozigot AG di BPT-HMT Serading. Frekuensi alel G gen PRL ekson 4 pada sapi bali yang diidentifikasi pada penelitian ini ditemukan lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa bangsa sapi lain yang tersaji pada Tabel 5.

Tabel 4 Frekuensi genotipe dan alel fragmen gen PRL|RsaI ekson 4 berdasarkan pusat pembibitan sapi bali

Pusat Pembibitan n Genotipe Alel

AA AG GG A G

BPTU sapi bali Pulukan 100 0.000 (0) 0.090 (9) 0.910 (91) 0.045 0.955 BIBD Baturiti 22 0.000 (0) 0.045 (1) 0.955 (21) 0.023 0.977 BBIB Singosari 28 0.036 (1) 0.071 (2) 0.893 (25) 0.071 0.929 BPT-HMT Serading 48 0.000 (0) 0.250 (12) 0.750 (36) 0.125 0.875 VBC Kabupaten Barru 64 0.000 (0) 0.125 (8) 0.875 (56) 0.063 0.937 Total 262 0.004 (1) 0.122 (32) 0.874 (229) 0.065 0.935 Keterangan : n = jumlah individu

18

Brym et al. (2005) pada hasil penelitiannya mengenai asosiasi antara polimorfisme gen PRL ekson 4 dengan sifat kualitas susu pada sapi Black-and-White menunjukkan bahwa sapi Black-and-Black-and-White dengan genotipe AG menghasilkan produksi susu tertinggi, sedangkan sapi bergenotipe GG menunjukkan kandungan lemak susu tertinggi. Dong et al. (2013) melaporkan hasil yang kontras yaitu bahwa alel G merupakan alel yang dianggap kurang berpengaruh baik terhadap produksi susu dan protein susu.

Keragaman genetik atau polimorfisme genetik adalah terdapatnya lebih dari satu bentuk atau macam genotipe di dalam populasi. Sumber keragaman genetik disebabkan oleh adanya pengulangan urutan sekuen, insersi, delesi dan rekombinasi di dalam runutan DNA antar individu, kelompok atau suatu populasi (Nei dan Kumar 2000). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa fragmen gen PRL|RsaI ekson 3 dan ekson 4 pada sapi bali bersifat polimorfik rendah karena terdapat tiga tipe genotipe yang ditemukan pada masing-masing fragmen gen tersebut dan frekuensi alel yang diperoleh berada di kisaran 0.930.

Frekuensi Genotipe dan Frekuensi Alel Fragmen Gen STAT5A|AvaI Frekuensi genotipe gen STAT5A pada sapi bali di seluruh populasi pusat pembibitan sapi bali yang diteliti menunjukkan bahwa hanya ditemukan satu macam genotipe yaitu genotipe CC (100%) sehingga frekuensi alel C sebesar 1.00. Hasil yang tersaji pada Tabel 6 menunjukkan bahwa tidak terdapat keragaman genetik fragmen gen STAT5A ekson 7 dan tidak ditemukan alel T pada seluruh populasi sapi bali yang diteliti. Frekuensi alel C yang tinggi pada lokus STAT5A|AvaI mengarah kepada terjadinya fiksasi untuk genotipe CC karena setiap populasi sapi bali memiliki frekuensi alel C yang sama (1.00) atau dikenal sebagai alel monomorfik.

Tabel 5 Frekuensi alel fragmen gen PRL|RsaI ekson 4 pada sapi bali hasil penelitian dan beberapa bangsa sapi

Bangsa n Frekuensi Alel Sumber

A G

Sapi bali 262 0.065 0.935 Hasil penelitian Black-and-White 186 0.113 0.887 Brym et al. (2005) Jersey 138 0.706 0.294 Brym et al. (2005) Chinese Holstein 586 0.125 0.875 Dong et al. (2013)

Iranian Holstein 268 0.069 0.931 Mehmannavaz et al. (2009) Colombia Holstein 1 462 0.167 0.833 Rincon et al. (2011)

Chinese Holstein 471 0.107 0.893 Lü et al. (2010) Sahiwal 100 0.190 0.810 Ishaq et al. (2013) Achai 100 0.440 0.560 Ishaq et al. (2013) Keterangan : n = jumlah individu

19

Dario et al. (2009b) menyatakan bahwa gen STAT5A merupakan gen kandidat untuk sifat kuantitatif hewan ternak dan hasil penelitiannya membuktikan bahwa sapi pejantan Podolica yang memiliki genotipe CC dan CT menunjukkan bobot hidup yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan genotipe TT. Gen STAT5A merupakan salah satu gen kandidat yang merupakan anggota dari interferon-τ (IFN-τ dan placental lactogen (PL) signal transduction pathways yang berperan penting dalam mengatur sifat reproduksi dan produksi susu (Khatib et al. 2008).

Polimorfisme fragmen gen STAT5A ekson 7 pada beberapa bangsa sapi di dunia dapat dilihat pada Tabel 7. Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa lokus STAT5A|AvaI ekson 7 bersifat monomorfik karena hanya ditemukan satu tipe alel yaitu alel C pada setiap pusat pembibitan sapi bali yang diteliti. Kejadian monomorfisme ini mengindikasikan bahwa alel C merupakan alel spesifik pada sapi bali sehingga menyebabkan keterbatasan dalam penggunaan gen STAT5A ekson 7 sebagai penciri sifat reproduksi. Kejadian monomorfisme pada sapi bali telah dilaporkan oleh beberapa peneliti antara lain pada lokus GHR|AluI (Zulkharnaim et al. 2010), lokus GH|AluI (Jakaria dan Noor 2011), lokus FSH Beta-subunit|PstI (Ishak et al. 2011 , dan lokus κ-casein|HindIII Mu’in dan Supriyantono 2012).

Penyebab kejadian monomorfisme pada sapi bali antara lain terjadinya proses seleksi alam dan program pemuliaan yang belum terarah dan berkelanjutan. Sapi bali yang berukuran besar dan memiliki performa terbaik dijual dan dipotong sehingga terjadi seleksi negatif dan berdampak pada terkurasnya keragaman genetik sapi bali. Sapi bali yang tersisa dari proses seleksi negatif tersebut menyebabkan proporsi genotipe berubah dan yang tersisa hanya sapi bali yang memiliki genotipe tertentu untuk diwariskan kepada keturunan-keturunan selanjutnya.

Oleh sebab itu, pemerintah melakukan program nasional pemurnian dan peningkatan mutu genetik ternak pada sapi bali sejak tahun 1976 di Pulau Bali berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Pertanian nomor 776/Kpts/Um/12/1976. Kegiatan yang dilakukan oleh Proyek Pengembangan dan Pembibitan sapi bali (P3Bali) adalah pemuliaan sapi bali dengan melakukan seleksi dalam bangsa sehingga diperoleh bibit sapi bali yang bermutu baik (Soehadji 1990). Pemusatan dan pemurnian genetik sapi bali di daerah tertentu dalam jangka waktu yang cukup panjang menyebabkan terjadinya silang dalam. Tabel 6 Frekuensi genotipe dan alel fragmen gen STAT5A|AvaI ekson 7

berdasarkan pusat pembibitan sapi bali Pusat Pembibitan

n Genotipe Alel

CC CT TT C T

BPTU sapi bali Pulukan 100 1.000 0.000 0.000 1.000 0.000 BIBD Baturiti 22 1.000 0.000 0.000 1.000 0.000 BBIB Singosari 28 1.000 0.000 0.000 1.000 0.000 BPT-HMT Serading 48 1.000 0.000 0.000 1.000 0.000 VBC Kabupaten Barru 64 1.000 0.000 0.000 1.000 0.000

Total 262 1.000 0.000 0.000 1.000 0.000

20

Noor (2008) menyatakan bahwa silang dalam adalah salah satu bentuk isolasi secara genetik karena pada suatu populasi yang terisolasi akan menyebabkan keterbatasan pilihan dalam proses perkawinan. Program pengembangan di pusat-pusat pembibitan sapi bali berkaitan dengan pewarisan sifat dari tetua yang menyumbangkan alel homozigot kepada keturunannya sehingga keragaman genotipe pada populasi bersifat monomorfik.

Heterozigositas

Marson et al. (2005) menyatakan bahwa keragaman genetik suatu populasi dapat diukur menggunakan nilai heterozigositas yang bertujuan untuk membantu program seleksi. Nilai heterozigositas (Tabel 8) menunjukkan bahwa lokus PRL|RsaI di ekson 3 dan ekson 4 pada populasi sapi bali yang terdapat di

BPT-Tabel 7 Frekuensi genotipe dan alel fragmen gen STAT5A|AvaI ekson 7 pada sapi bali hasil penelitian dan beberapa bangsa sapi

Bangsa n Frekuensi Alel Sumber

C T

Sapi bali 262 1.000 0.000 Hasil penelitian Canchim (5/8 Charolais x 3/8

Zebu)

12 1.000 0.000 Suguisawa (2005) Nelore (Ongole) 36 1.000 0.000 Suguisawa (2005)

Brangus 18 1.000 0.000 Suguisawa (2005)

½

Brahman Nelore 15 1.000 0.000 Suguisawa (2005)

Simmental 12 1.000 0.000 Suguisawa (2005)

Simbrasil 11 1.000 0.000 Suguisawa (2005)

½

Santa Gertrudes Nelore 17 1.000 0.000 Suguisawa (2005)

Sapi Italia Dario et al. (2009a)

Italian Friesian 87 0.690 0.310

Jersey 93 0.730 0.270

Italian Brown 63 0.810 0.190

Podolica 96 0.550 0.450

Podolica 108 0.440 0.560 Dario et al. (2009b)

Sapi Pedaging Flisikowski et al. (2003)

Black-and-White 30 0.830 0.170 Polish Red 30 0.730 0.270 Polish White-Black 15 0.800 0.200 Charolaise 18 0.860 0.140 Limousine 16 0.875 0.125 Red Angus 10 0.850 0.150 Hereford 16 0.935 0.065 Simmental 11 0.810 0.190

Iranian Holstein 134 0.869 0.131 Sadeghi et al. (2009) Italian Brown 233 0.830 0.170 Selvaggi et al. (2009) Jersey 191 0.750 0.250 Dario & Selvaggi (2011) Polish Red-and-White 723 0.883 0.117 Kmiec et al. (2010) Keterangan : n = jumlah individu

21 HMT Serading menghasilkan nilai heterozigositas tertinggi. Nilai heterozigositas yang lebih rendah ditemukan berturut-berturut pada populasi di VBC Kabupaten Barru, BPTU sapi bali Pulukan, BBIB Singosari, sedangkan populasi sapi bali di BIBD Baturiti memiliki nilai heterozigositas yang terendah. Berdasarkan Tambasco et al. (2003), jika perbedaan antara nilai Ho dan He tidak besar, maka dapat menjadi indikator adanya keseimbangan genotipe dalam populasi yang dianalisis. Hasil analisis nilai heterozigositas harapan (He) dan heterozigositas pengamatan (Ho), baik untuk ekson 3 dan ekson 4 pada gen PRL menunjukkan bahwa frekuensi genotipe dari setiap populasi sapi bali yang diteliti berada dalam keseimbangan, kecuali pada populasi sapi bali di BBIB Singosari.

Nilai heterozigositas paling rendah ditemukan pada lokus STAT5A|AvaI ekson 7 (0.000) pada setiap populasi sapi bali yang dianalisis karena adanya alel monomorfik C. Hasil analisis heterozigositas pada penelitian ini termasuk rendah sesuai dengan pernyataan Javanmard et al. (2005) bahwa jika nilai heterozigositas dibawah 0.50 maka keragaman suatu gen pada populasi tergolong rendah.

Keseimbangan Hardy-Weinberg

Hasil uji chi-square ( menunjukkan bahwa frekuensi genotipe fragmen gen PRL|RsaI ekson 3 dan ekson 4 tidak berada dalam keseimbangan Hardy-Weinberg pada populasi sapi bali di BBIB Singosari. Keseimbangan genotipe hanya dapat dianalisis pada populasi sapi bali di BBIB Singosari karena populasi tersebut memiliki tiga macam genotipe, sedangkan pada populasi sapi bali lainnya hanya memiliki dua macam genotipe sehingga tidak dapat dilakukan analisis Tabel 8 Nilai heterozigositas pengamatan (Ho), nilai heterozigositas harapan

(He), dan hasil uji keseimbangan Hardy-Weinberg berdasarkan pusat pembibitan sapi bali

Lokus Pusat Pembibitan n Heterozigositas Hardy-Weinberg

Ho He

PRL exon 3 BPTU sapi bali Pulukan 100 0.0900 0.0859 -

BIBD Baturiti 22 0.0455 0.0444 -

BBIB Singosari 28 0.0714 0.1327 *

BPT-HMT Serading 48 0.2917 0.2491 - VBC Kabupaten Barru 64 0.1094 0.1034 - PRL exon 4 BPTU sapi bali Pulukan 100 0.0900 0.0859 -

BIBD Baturiti 22 0.0455 0.0444 - BBIB Singosari 28 0.0714 0.1327 * BPT-HMT Serading 48 0.2500 0.2188 - VBC Kabupaten Barru 64 0.1250 0.1172 - STAT5A exon 7

BPTU sapi bali Pulukan 100 0.0000 0.0000 -

BIBD Baturiti 22 0.0000 0.0000 -

BBIB Singosari 28 0.0000 0.0000 -

BPT-HMT Serading 48 0.0000 0.0000 - VBC Kabupaten Barru 64 0.0000 0.0000 - Keterangan : tabel, db (n-1 , α 5% = 3.84; * = nyata ( hitung> tabel); n= jumlah individu

22

keseimbangan Hardy-Weinberg karena derajat bebas yang diperoleh sama dengan nol (0). Keseimbangan frekuensi genotipe pada fragmen gen STAT5A|AvaI ekson 7 tidak dapat dianalisis karena hanya ditemukan satu tipe alel yaitu alel C dengan frekuensi alel yang bersifat monomorfik yaitu 1.00.

Allendorf et al. (2013) menyatakan bahwa suatu populasi dinyatakan berada dalam keseimbangan jika frekuensi genotipe dan frekuensi alelnya konstan dari generasi ke generasi yang diakibatkan oleh penggabungan gamet yang terjadi secara acak dalam populasi yang besar. Keseimbangan gen dalam populasi terjadi jika tidak adanya mutasi, seleksi, migrasi, dan genetic drift.

Ketidakseimbangan gen dalam populasi sapi bali di BBIB Singosari terjadi karena adanya populasi yang terbagi sebagai fungsi dari BBIB Singosari sebagai penghasil semen beku. Seleksi sebagai salah satu faktor yang dapat mengubah keseimbangan dalam populasi secara cepat terjadi pada populasi sapi bali di BBIB Singosari karena populasi tersebut terdiri dari pejantan-pejantan unggul sapi bali hasil seleksi berdasarkan sifat reproduksi yang terpilih sebagai penghasil semen beku, namun hal tersebut juga dipengaruhi jumlah sampel yang terbatas (28 ekor).

Homologi dan Deteksi Mutasi Gen Prolaktin (PRL)

Hasil perunutan dan penyejajaran sekuens nukleotida gen PRL ekson 3 dengan GenBank (kode akses AY339391 dan AF426315) menggunakan pasangan primer forward dan reverse menunjukkan bahwa pada genotipe AA terjadi mutasi basa adenin (A) menjadi basa guanin (G) di posisi basa ke-75 dari produk PCR sebesar 156 bp (Gambar 12). Mutasi tersebut menyebabkan enzim restriksi RsaI tidak dapat mengenali situs pemotongnya (GT|AC) sehingga hanya dihasilkan satu fragmen pada posisi 156 bp. Mutasi di bagian ekson 3 gen PRL telah dilaporkan oleh Lewin et al. (1992), bahwa ditemukan mutasi transisi synonimous

AG di kodon residu asam amino 103 dan menghasilkan situs polimorfik enzim pemotong RsaI. Hasil BLAST nukleotida sekuens gen PRL ekson 3 baik untuk genotipe AA maupun genotipe BB memiliki tingkat homologi sebesar 99% dengan sekuens GenBank fragmen gen yang sama pada sapi Bos taurus (kode akses AY339391 dan AF426315).

23

Mutasi transisi antara basa adenin menjadi basa guanin (AG) juga terjadi pada bagian ekson 4 gen PRL. Genotipe GG merupakan representasi dari terjadinya mutasi basa adenin (A) menjadi basa guanin (G) sehingga terjadi perubahan situs enzim restriksi RsaI GT|AC menjadi GT|GC yang ditunjukkan oleh satu fragmen tidak terpotong pada posisi 294 bp (Gambar 13). Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Brym et al. (2005) yang menemukan single nucleotide polymorphism (SNP) pada posisi 8938R di fragmen gen PRL ekson 4. Mehmannavaz et al. (2009) menyatakan bahwa mutasi AG pada situs restriksi PRL|RsaI untuk kedua basa tersebut merupakan silent mutation dimana tidak terjadi perubahan asam amino yaitu tetap dihasilkan asam amino valin (Val/Val). Sekuens gen PRL ekson 4 untuk genotipe GG memiliki kesamaan runutan nukleotida sebesar 99% dengan sekuens GenBank fragmen gen PRL ekson 4 Bos taurus (kode akses AY339391 dan AF426315), sedangkan genotipe AA memiliki homologi sebesar 98%.

Mutasi antara basa adenin (A) dan guanin (G) yang terjadi pada sekuens situs retriksi enzim RsaI baik pada gen PRL ekson 3 maupun ekson 4 adalah mutasi transisi. Mutasi transisi adalah mutasi titik yang disebabkan oleh perubahan basa purin menjadi purin (AG, GA) dan basa pirimidin menjadi basa pirimidin (CT, TC) (Brown 2002). Mutasi disebabkan oleh kesalahan (mispairing) basa-basa nukleotida selama replikasi DNA sehingga menghasilkan sekuens baru (Li dan Graur 1991).

Gambar 12 Hasil perunutan nukleotida sekuens gen PRL|RsaI ekson 3 pada sapi bali dengan GenBank Bos taurus (kode akses AY339391.1 dan AF426315.1)

24

Homologi dan Deteksi Mutasi Gen STAT5A

Hasil alignment nukleotida sekuens gen STAT5A ekson 7 sapi bali yang dibandingkan dengan GenBank (kode akses AJ237937) berhasil mengidentifikasi situs restriksi enzim AvaI (C|YCGRG). Gambar 14 menunjukkan bahwa enzim

AvaI mengenali situs pemotongnya (C|CCGAG) sehingga menghasilkan dua fragmen terpotong yang disebut sebagai genotipe CC atau alel C. Hasil BLAST

Dokumen terkait