• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengujian Sifat Fisis

Sifat fisis produk komposit yang diuji antara lain, kerapatan, kadar air, daya serap air dan pengembangan tebal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan terhadap masing-masing sifat fisis papan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor perlakuan yaitu posisi batang sawit (dalam,luar dan campuran) dan plastik polipropilen (murni dan daur ulang). Gambar 6 menunjukkan papan komposit polimer yang dihasilkan.

Gambar 6. Papan komposit polimer yang dihasilkan

Kerapatan

Kerapatan papan komposit merupakan salah satu sifat fisis yang sangat berpengaruh terhadap sifat fisis mekanis lainnya. Bowyer et,al. (2003), menyatakan bahwa kerapatan adalah massa atau berat persatuan volume. Data hasil pengujian kerapatan papan komposit polimer yang dihasilkan pada penelitian ini tersaji pada Lampiran 1. Hasil grafik pengujian kerapatan papan komposit polimer yang dihasilkan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 7.

Keterangan :

A= Bagian dalam dengan PP murni dan PP daur ulang B= Bagian luar dengan PP murni dan PP daur ulang

C= Campuran (dalam dan luar) dengan PP murni dan PP daur ulang D= Kontrol (kayu sengon)

E= Kontrol (kayu damar laut) F= Kontrol (plastik daur ulang)

G= Bagian dalam dengan PP murni dan PP daur ulang H= Bagian luar dengan PP murni dan PP daur ulang

Gambar 7. Grafik rerata nilai kerapatan papan komposit polimer

Gambar 7 menunjukkan bahwa nilai rata-rata kerapatan papan komposit polimer yang dihasilkan pada perlakuan bagian batang sawit (dalam, luar dan campuran) dengan polipropilena murni berkisar 0,61–0,68 g/cm3 sedangkan dengan

polipropilena daur ulang berkisar 0,60-0,71 g/cm3. Nilai kerapatan rata-rata tertinggi papan komposit polimer terdapat pada papan komposit polimer A yang merupakan perlakuan bagian dalam batang sawit dengan polipropilena daur ulang sebesar 0,71 g/cm3 sedangkan nilai kerapatan rata-rata terendah terdapat pada papan komposit polimer B yang merupakan perlakuan bagian luar batang sawit dengan polipropilena daur ulang sebesar 0,6 g/cm3. Hal ini disebabkan adanya pengaruh posisi bagian batang sawit terhadap kerapatan yang dihasilkan serta penggunaan plastik daur ulang yang digunakan. Selain itu perbedaan kerapatan juga dapat terjadi dikarenakan tekanan pada saat proses pengempaan. Hal ini

sesuai dengan Nuryawan et,al. (2008), yang menyatakan bahwa faktor yang menyebabkan perbedaan kerapatan juga dikarenakan adanya spring back atau usaha pembebasan dari tekanan yang dialami pada waktu pengempaan.

Nilai kerapatan rata-rata tertinggi pada kontrol terdapat pada batang kayu damar laut sebesar 0,77 g/cm3 dan kerapatan rata-rata terendah terdapat pada batang kayu sengon sebesar 0,34 g/cm3. Kerapatan pada damar laut lebih tinggi dibandingkan kerapatan papan komposit polimer. Hal ini disebabkan damar laut memiliki nilai BJ maksimum sebesar 1,03. Martawijaya dan Kartasujana (1977) menyatakan bahwa BJ damar laut memiliki nilai rerata sebesar 0,70 (1,03-0,42), termasuk ke dalam kelas awet II-III dan kelas kuat II-III. Bowyer et,al. (2003) menambahkan bahwa perbedaan nilai kerapatan sangat dipengaruhi oleh tebal dinding, jenis kayu, kadar air dan proses perekatan.

Hasil penelitian menunjukkan nilai kerapatan tertinggi papan komposit polimer yang dihasilkan dengan perlakuan polipropilena murni terdapat pada perlakuan batang bagian luar. Hasil kerapatan tidak mengalami perbedaan yang signifikan terhadap nilai kerapatan pada perlakuan polipropilena murni dengan batang bagian dalam serta polipropilena daur ulang dengan batang bagian dalam. Hasil ini diduga karena distribusi partikel serbuk batang sawit dengan

polipropilena murni pada pembentukan lembaran tidak dilakukan dengan merata. Kerapatan tertinggi yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan kerapatan yang diperoleh Prianda dan Panjaitan (2009). Prianda dan Panjaitan (2009)

menunjukkan nilai kerapatan tertinggi yang diperoleh papan komposit polimer menggunakan polipropilena murni dan polipropilena daur ulang terdapat pada batang bagian dalam yaitu diatas 0,80 g/cm3. Perbedaan kerapatan ini disebabkan

ukuran mal (cetakan) yang digunakan berbeda sedangkan perbandingan komposisi kebutuhan matriks dan filler pada cetakan sama yaitu 70:30%.

Hasil kerapatan yang diperoleh menunjukkan bahwa dengan adanya penambahan bahan aditif berupa Maleated Polypropylene (MAPP) maka dapat meningkatkan kerapatan papan komposit. Menurut Febrianto (1999) menyatakan penambahan bahan aditif pada papan komposit ini berfungsi sebagai

compatibilizer yaitu bahan untuk meningkatkan kekuatan.

Hasil uji jarak Duncan pada (Lampiran 1) menunjukkan bahwa adanya pengaruh nyata terhadap perlakuan interaksi antara bagian batang sawit (dalam, luar dan campuran) dengan polipropilena murni dan daur ulang terhadap kerapatan pada papan komposit polimer yang dihasilkan. Jika dibandingkan dengan standar JIS A 5908–2003, maka nilai kerapatan papan komposit polimer yang dihasilkan dalam penelitian ini seluruhnya sudah memenuhi standar JIS A 5908–2003 yang

mensyaratkan kerapatan papan komposit polimer antara 0,40–0,9 g/cm3. Kerapatan papan komposit polimer yang dihasilkan seluruhnya tidak mencapai kerapatan sasaran yang diinginkan yaitu sebesar 0,80 g/cm3. Hal ini diduga disebabkan oleh tekanan pada saat pengempaan kurang optimal sehingga menghasilkan papan komposit polimer dengan variasi kerapatan pada beberapa lembaran. Papan komposit polimer yang dihasilkan termasuk dalam kategori komposit plastik dengan kerapatan sedang. Kategori ini sesuai dengan Tsoumis (1991) yang membagi papan menjadi tiga kelompok yaitu kerapatan rendah (0,25 - 0,40 g/cm3), kerapatan sedang (0,40 – 0,80 g/cm3), dan kerapatan tinggi (0,80 -1,20 g/cm3).

Bowyer et,al. (2003), menyatakan kadar air adalah banyaknya kandungan air yang terdapat di dalam kayu dibandingkan berat kering tanur yang dinyatakan dalam persen. Data hasil pengujian kadar air papan komposit polimer yang dihasilkan pada penelitian ini tersaji pada Lampiran 2. Grafik pengujian kadar air dapat dilihat pada Gambar 8.

Keterangan :

A= Bagian dalam dengan PP murni dan PP daur ulang B= Bagian luar dengan PP murni dan PP daur ulang

C= Campuran (dalam dan luar) dengan PP murni dan PP daur ulang D= Kontrol (kayu sengon)

E= Kontrol (kayu damar laut) F= Kontrol (plastik daur ulang)

G= Bagian dalam dengan PP murni dan PP daur ulang H= Bagian luar dengan PP murni dan PP daur ulang

Gambar 8. Grafik rerata nilai kadar air papan komposit polimer Gambar 8 menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar air papan komposit polimer yang dihasilkan pada perlakuan bagian batang sawit (dalam, luar, campuran) dengan polipropilena murni berkisar 0,88-1,10 %, sedangkan dengan

polipropilena daur ulang berkisar 0,47-1,38%. Nilai rata-rata kadar air papan komposit polimer tertinggi terdapat pada papan komposit polimer B yang merupakan bagian luar batang sawit dengan polipropilena daur ulang sebesar

1,38% sedangkan nilai rata-rata kadar air terendah terdapat pada papan komposit polimer A yang merupakan bagian dalam batang sawit dengan polipropilena daur ulang sebesar 0,47%. Nilai kadar air bervariasi diduga adanya pengaruh oleh kadar air pada saat pegadonan,tekanan kempa dan cara pengempaan. Balfas (2003) menyatakan bahwa salah satu masalah serius dalam pemanfaatan batang kelapa sawit adalah sifat higroskopis yang berlebihan.

Hasil kadar air yang diperoleh antara masing-masing perlakuan tidak mengalami perbedaan yang signifikan. Sebaliknya hasil kadar air papan komposit polimer yang diperoleh mengalami perbedaan yang signifikan jika dibandingkan dengan kayu sengon dan damar laut sebagai kontrol. Rendahnya nilai rata-rata kadar air papan komposit polimer diduga karena partikel campuran (plastik PP) yang terdapat pada permukaan papan komposit polimer. Plastik PP yang dipanaskan telah menutupi sebagian permukaan partikel sawit yang pada akhirnya

mengurangi kemampuan partikel untuk menyerap uap air. Penambahan partikel plastik kedalam papan komposit akan mengurangi kemampuan papan komposit secara keseluruhan untuk menyerap air. Menurut Ruhendi et,al. (2007) bahwa kadar air papan partikel dipengaruhi oleh kerapatannya, papan dengan kerapatan tinggi memiliki ikatan antara molekul partikel dengan molekul perekat terbentuk dengan kuat sehingga molekul air sulit mengisi rongga yang terdapat dalam papan partikel karena telah terisi dengan molekul perekat.

Hasil penelitian menunjukkan nilai kadar air tertinggi papan komposit polimer pada perlakuan bagian batang sawit (Dalam, luar dan campuran) dengan polipropilena (Murni dan daur ulang) terdapat pada bagian luar batang sawit dengan polipropilena daur ulang. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Panjaitan

(2009) yang menunjukkan nilai kadar air tertinggi terdapat pada bagian dalam batang sawit dengan polipropilena daur ulang. Sedangkan penelitian prianda (2009) menunjukkan nilai kadar air tertinggi terdapat pada bagian luar batang sawit dengan polipropilena murni. Perbedaan kadar air diduga serbuk batang sawit pada saat pemakaian menjadi tahap selanjutnya dalam kondisi lingkungan yang lembab sehingga serbuk sawit mampu menyerap uap air dari lingkungan yang ada disekitarnya.

Tsoumis (1991) menyatakan bahwa kadar air juga sangat tergantung pada kondisi lingkungan sekitarnya, karena papan komposit terdiri atas bahan-bahan yang mengandung lignoselulosa sehingga bersifat higroskopis dan kadar air dapat berubah sesuai keadaan kelembaban udara sekelilingnya. Sedangkan pemakaian polipropilena (murni dan daur ulang) pada papan hanya mengurangi kemampuan papan komposit polimer didalam menyerap air. Hal ini dikarenakan polipropilena merupakan plastik yang memiliki sifat hidrofobik.

Kadar air papan komposit polimer yang dihasilkan lebih kecil dari pada kadar air bahan baku yang digunakan. Hal ini terjadi sebagai akibat dari perlakuan panas yang diterima papan komposit polimer pada saat pengempaan panas. Di samping itu partikel sawit yang berada dalam papan (inti) tidak bebas terhadap air akibat adanya ikatan rekat plastik.

Hasil analisis sidik ragam yang disajikan (Lampiran 2) menunjukkan bahwa faktor posisi batang sawit (dalam, luar dan campuran) dan polipropilena murni dan daur ulang serta interaksi antara keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar air papan komposit polimer yang dihasilkan. Jika

papan komposit polimer dari partikel sawit dan plastik yang dihasilkan telah memenuhi standar dengan nilai yang dipersyaratkan 5-13%.

Daya Serap Air

Daya serap air merupakan sifat fisis papan komposit yang mencerminkan kemampuan papan untuk menyerap air setelah direndam dalam air selama 2 jam dan 24 jam. Air yang masuk kedalam papan dapat dibedakan atas 2 (dua) macam, yaitu air yang dapat masuk langsung kedalam papan, serta air yang masuk

kedalam partikel atau serat kayu pembentuk papan komposit (Massijaya, 1999). Data hasil pengujian daya serap air selama 2 jam disajikan pada Lampiran 6, sedangkan nilai rata-rata daya serap air selama 2 jam terdapat pada Gambar 9.

Keterangan :

A= Bagian dalam dengan PP murni dan PP daur ulang B= Bagian luar dengan PP murni dan PP daur ulang

C= Campuran (dalam dan luar) dengan PP murni dan PP daur ulang D= Kontrol (kayu sengon)

E= Kontrol (kayu damar laut) F= Kontrol (plastik daur ulang)

G= Bagian dalam dengan PP murni dan PP daur ulang H= Bagian luar dengan PP murni dan PP daur ulang

Gambar 9 menunjukkan bahwa daya serap air papan komposit polimer selama perendaman 2 jam pada bagian batang sawit (dalam, luar, campuran) dengan polipropilena murni diperoleh nilai rata-rata berkisar 3,16-4,43%, sedangkan dengan polipropilena daur ulang diperoleh nilai rata-rata berkisar 1,12-11,57%. Data hasil pengujian daya serap air selama 24 jam disajikan pada Lampiran 7, sedangkan nilai rata-rata daya serap air selama 24 jam terdapat pada Gambar 10.

Keterangan :

A= Bagian dalam dengan PP murni dan PP daur ulang B= Bagian luar dengan PP murni dan PP daur ulang

C= Campuran (dalam dan luar) dengan PP murni dan PP daur ulang D= Kontrol (kayu sengon)

E= Kontrol (kayu damar laut) F= Kontrol (plastik daur ulang)

G= Bagian dalam dengan PP murni dan PP daur ulang H= Bagian luar dengan PP murni dan PP daur ulang

Gambar 10. Grafik rerata nilai daya serap air papan komposit polimer selama 24 jam

Gambar 10 menunjukkan bahwa daya serap air papan komposit polimer selama perendaman 24 jam pada bagian batang sawit (dalam, luar, campuran) dengan polipropilena murni diperoleh nilai rata-rata berkisar 5,06-6,27%, sedangkan dengan polipropilena daur ulang diperoleh nilai rata-rata berkisar 1,82-13,59%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata tertinggi daya serap air dengan

perendaman selama 2 jam dan 24 terdapat pada papan komposit polimer B yang merupakan perlakuan bagian luar batang sawit dengan plastik polipropilena daur ulang sebesar 11,57% dan 13,59%, sedangkan nilai rata-rata terendah daya serap air dengan perendaman 2 jam dan 24 jam terdapat pada papan komposit polimer A yang merupakan perlakuan bagian dalam batang sawit dengan plastik

polipropilena daur ulang sebesar 1,12% dan 1,82%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama perendaman maka akan meningkatkan daya serap air pada papan komposit yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena kelapa sawit

mempunyai sifat yang sangat higroskopis dalam menyerap air. Menurut Balfas (2003) salah satu masalah serius dalam pemanfaatan batang sawit adalah sifat higroskopis yang berlebihan.

Hasil penelitian juga menunjukkan posisi bagian luar batang sawit dengan polipropilena daur ulang memiliki nilai daya serap air yang lebih tinggi dari pada nilai daya serap air pada bagian dalam batang sawit. Hal ini disebabkan karena pada papan komposit yang terbuat dari partikel bagian dalam dengan

polipropilena daur ulang memiliki kerapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan komposit yang terbuat dari partikel bagian luar dengan polipropilena daur ulang. Menurut Silaban (2006) bahwa daya serap air dipengaruhi oleh nilai kerapatannya. Dengan kerapatan yang lebih tinggi, kemampuan papan tersebut untuk menyerap air menjadi lebih berkurang, sehingga daya serap air semakin rendah.

Daya serap air pada papan komposit polimer memiliki nilai rata-rata lebih sedikit jika dibandingkan dengan daya serap air pada kayu batang sengon yang jauh lebih besar dalam menyerap air. Hal ini dikarenakan tingginya konsentrasi plastik

yang diberikan maka lapisan permukaan papan komposit polimer akan tertutupi oleh plastik yang mempunyai sifat tidak dapat menyerap air, sedangkan pada batang sengon memiliki kerapatan yang sangat rendah sehingga kemampuan untuk menyerap air sangat tinggi, selain itu sengon memiliki BJ yang rendah. Gambar 10 juga menunjukkan bahwa papan plastik (100% plastik) yang dijadikan kontrol mempunyai kemampuan menyerap air, hal ini diduga karena tekanan pada saat pengempaan kurang optimal sehingga menghasilkan papan plastik yang memiliki rongga-ronga pada permukaannya.

Rendahnya nilai daya serap air terhadap papan komposit polimer dapat

meningkatkan kualitas papan komposit polimer. Hasil penelitian menunjukkan nilai daya serap air terendah papan komposit polimer antara perlakuan bagian batang sawit (Dalam, luar dan campuran) dengan polipropilena (Murni dan daur ulang) terdapat pada bagian dalam batang sawit dengan polipropilena daur ulang. Hal ini dikarenakan pengolahan polipropilena menjadi polipropilena daur ulang melibatkan pencampuran bahan aditif yang dapat meningkatkan kompatibel pada papan komposit polimer sehingga air sulit untuk masuk. Wirjosentono (1997) menyatakan kompatibilitas material yang utama dipengaruhi oleh yang

ditambahkan pada proses pengolahan. Penambahan bahan aditif berfungsi untuk mendapatkan bahan plastik yang bermutu tinggi.

Hasil penelitian menunjukkan nilai daya serap air selama perendaman 2 jam dan 24 jam lebih besar dibandingkan hasil penelitian Panjaitan (2009) dan Prianda (2009). Hasil penelitian panjaitan dan prianda (2009) menunjukkan nilai daya serap air pada perendaman 2 jam dan 24 jam yaitu dibawah 5 %. Besarnya nilai daya serap air pada papan komposit polimer disebabkan ukuran dimensi papan

yang jauh lebih besar pada pengujian perendaman 2 jam dan 24 jam. Selain itu kerapatan papan komposit polimer yang diperoleh lebih rendah jika dibandingkan dengan kerapatan papan yang dihasilkan oleh Panjaitan dan Prianda (2009) yang memiliki kerapatan tinggi yaitu diatas 0.80 g/cm3. Nilai daya serap air dipengaruhi oleh kerapatannya.

Hasil uji jarak Duncan pada lampiran 3 dan 4 menunjukkan bahwa nilai daya serap air papan komposit polimer yang dihasilkan pada pengujian perendaman selama 2 jam dan 24 jam memberikan pengaruh sangat nyata terhadap pelakuan bagian batang sawit (dalam, luar) dan interaksinya dengan polipropilena pada papan komposit polimer yang dihasilkan. Hal ini diduga adanya perbedaan kemampuan distribusi jaringan parenkim yang berfungsi menyimpan atau menahan lebih banyak air daripada jaringan pembuluh. Pada standar JIS A 5908-2003 daya serap air tidak dipersyaratkan.

Pengembangan Tebal

Sifat pengembangan tebal papan partikel merupakan salah satu sifat fisis yang akan menentukan apakah suatu papan partikel dapat digunakan untuk keperluan interior atau eksterior. Grafik pengujian nilai rerata pengembangan tebal selama perendaman 2 jam dan 24 jam terdapat pada Gambar 11.

Keterangan :

A= Bagian dalam dengan PP murni dan PP daur ulang B= Bagian luar dengan PP murni dan PP daur ulang

C= Campuran (dalam dan luar) dengan PP murni dan PP daur ulang D= Kontrol (kayu sengon)

E= Kontrol (kayu damar laut) F= Kontrol (plastik daur ulang)

G= Bagian dalam dengan PP murni dan PP daur ulang H= Bagian luar dengan PP murni dan PP daur ulang

Gambar 11. Grafik rerata nilai pengembangan tebal papan komposit polimer selama 2 jam

Gambar 11 menunjukkan bahwa pengembangan tebal papan komposit polimer selama perendaman 2 jam pada bagian batang sawit (dalam, luar, campuran) dengan polipropilena murni diperoleh nilai rata-rata berkisar 0,66-1,28 %,

sedangkan dengan polipropilena daur ulang diperoleh nilai rata-rata berkisar 0,60-1,01%. Data hasil pengujian pengembangan tebal selama 24 jam disajikan pada Lampiran 5, sedangkan nilai rata-rata pengembangan tebal selama 24 jam terdapat pada Gambar 12

Keterangan :

A= Bagian dalam dengan PP murni dan PP daur ulang B= Bagian luar dengan PP murni dan PP daur ulang

C= Campuran (dalam dan luar) dengan PP murni dan PP daur ulang D= Kontrol (kayu sengon)

E= Kontrol (kayu damar laut) F= Kontrol (plastik daur ulang)

G= Bagian dalam dengan PP murni dan PP daur ulang H= Bagian luar dengan PP murni dan PP daur ulang

Gambar 12. Grafik rerata nilai pengembangan tebal papan komposit polimer selama 24 jam

Gambar 12 menunjukkan bahwa pengembangan tebal papan komposit polimer selama perendaman 24 jam pada bagian batang sawit (dalam, luar, campuran) dengan polipropilena murni diperoleh nilai rata-rata berkisar 1,43-2,10%, sedangkan dengan polipropilena daur ulang diperoleh nilai rata-rata berkisar 1,45-1,94 %.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata tertinggi

pengembangan tebal dengan perendaman selama 2 jam dan 24 terdapat pada papan komposit polimer A yang merupakan perlakuan bagian dalam batang sawit dengan polipropilena murni sebesar 1,28 % dan 2,10 %. Hal ini diduga karena plastik polipropilena murni yang menutupi permukaan lembaran papan komposit

polimer tidak merata dan membuat ketidakstabilan dimensi sehingga memudahkan air masuk ke dalam papan selain menambah berat papan juga memperbesar dimensi tebal papan. Sedangkan nilai rata-rata terendah

pengembangan tebal dengan perendaman 2 jam terdapat pada papan komposit polimer A yang merupakan perlakuan bagian dalam batang sawit dengan polipropilena daur ulang sebesar 1,45 % dan perendaman 24 jam terdapat pada papan komposit polimer C yang merupakan campuran bagian batang sawit dengan polipropilena murni. Hal ini disebabkan plastik polipropilena yang menutupi permukaan lembaran tersusun rata sehingga menahan air yang masuk selain itu papan komposit polimer yang terbuat dari partikel bagian dalam memiliki kerapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan komposit yang terbuat dari partikel bagian luar. Maloney (1993) menjelaskan semakin tinggi kerapatan papan maka ikatan antar partikel semakin kompak sehingga rongga udara dalam lembaran papan semakin kecil. Keadaan demikian menyebabkan air atau uap air menjadi sulit untuk mengisi rongga tersebut.

Pengembangan tebal pada papan komposit polimer memiliki nilai rata-rata lebih rendah jika dibandingkan dengan pengembangan tebal pada kayu batang sengon dan damar laut. Hal ini dikarenakan daya serap air pada kayu sengon dan damar laut sangat tinggi yang disertai dengan nilai pengembangan tebal yang tinggi. Selain itu nilai kerapatan pada kayu sengon sangat rendah sehingga mempunyai kemampuan menyerap air yang besar dan berpengaruh terhadap nilai kuat dan awet kayu tersebut. Dengan ini maka kayu sengon termasuk kedalam kelas awet IV- V dan kelas kuat IV- V (PIKA, 1981).

Hasil penelitian menunjukkan nilai pengembangan tebal terendah selama perendaman 2 jam dan 24 jam pada papan komposit polimer yang dihasilkan dengan perlakuan polipropilena daur ulang terdapat pada perlakuan batang bagian dalam. Panjaitan (2009) menunjukkan hasil yang serupa bahwa nilai

pengembangan tebal papan komposit polimer selama perendaman 2 jam dan 24 jam terdapat pada batang bagian dalam dengan polipropilena daur ulang sebagai matriks. Nilai pengembangan tebal yang dihasilkan papan komposit polimer lebih tinggi dibandingkan dengan nilai pengembangan tebal papan yang dihasilkan Panjaitan (2009) dan Prianda (2009). Nilai daya serap air yang tinggi disertai juga dengan nilai pengembangan tebal yang tinggi.

Hasil analisis sidik ragam yang disajikan pada Lampiran 4 dan 5 menunjukkan bahwa faktor posisi batang sawit (dalam, luar dan campuran) dan polipropilena murni dan daur ulang serta interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pengembangan tebal papan komposit polimer yang dihasilkan selama perendaman 2 jam maupun 24 jam. Jika dibandingkan dengan standar JIS A 5908-2003, pengembangan tebal papan komposit polimer yang dihasilkan dalam penelitian ini telah memenuhi batas maksimum yang ditetapkan untuk papan partikel sebesar 12%.

Gambar 11 dan 12 menunjukkan bahwa lamanya perendaman akan meningkatkan pengembangan tebal pada papan komposit yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena kelapa sawit sangat mudah dalam menyerap air, sesuai dengan Bakar (2003) menyatakan bahwa salah satu kelemahan dari kayu sawit adalah bersifat higroskopis dengan stabilitas dimensi yang tidak stabil sehingga sangat mudah menyerap air dari lingkungan sekitarnya.

Air dalam kayu akan menentukan kualitas papan komposit itu sendiri. Banyaknya air yang terdapat pada papan komposit akan mempengaruhi dimensi papan

komposit. Riyadi (2004) dalam Effendi (2005) yang menyatakan bahwa pengembangan tebal diduga ada hubungannya dengan absorpsi air, karena semakin banyak air yang diabsorpsi dan memasuki struktur serat maka semakin banyak pula perubahan dimensi yang dihasilkannya.

Intensitas Serangan Penggerek Kayu di Laut

Hasil pengujian papan komposit polimer terhadap penggerek kayu di laut setelah direndam selama 3 bulan di perairan Pelabuhan Belawan memiliki nilai

Dokumen terkait