• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kehilangan berat contoh uji

Salah satu indikator yang menunjukkan keawetan kayu terhadap serangan rayap maupun jamur pada penelitian ini adalah dengan menghitung kehilangan berat sampel setelah diumpankan selama 92 hari. Semakin tinggi persentase kehilangan berat menunjukkan bahwa semakin rendah ketahanan kayu terhadap serangan rayap dan jamur. Besarnya nilai kehilangan berat contoh uji sangat bervariasi baik contoh uji penelitian tentang pengujian kayu raru terhadap rayap tanah. Data kehilangan berat contoh uji dapat dilihat secara vertikal dan horizontal. Hasil kehilangan berat contoh uji kayu yang diperoleh secara horizontal disajikan pada grafik 1.

Grafik 1. Grafik Raatan Presentase Kehilangan Berat (%) Kayu Raru (Cotylelobium melanoxylon) Secara Horizontal.

Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa contoh uji horizontal bagian pangkal, presentase kehilangan berat contoh uji tepi adalah yang tertinggi yaitu 3,25%

dibandingkan dengan medium yaitu 2,17% dan empulur yaitu 0,99% . Pada bagian tengah kehilangan berat tertinggi terdapat pada contoh uji Tepi yaitu 3,82%

14

dibandingkan medium 3,07% dan empulur 2,68%, dan pada bagian ujung kayu raru, kehilangan berat contoh uji dengan nilai tertinggi yaitu pada tepi dengan nilai 4,52%

dibandingkan medium 3,46% dan empulur 3,08%. Dari data rata-rata penurunan berat Kayu Raru dapat diklasifikasikan tahan berdasarkan klasifikasi SNI 01-7207-2006 pada semua contoh uji.

Berdasarkan hasil klasifikasi tersebut bahwa Kayu Raru memiliki kekuatan yang baik. Hasil uji kubur menunjukkan bahwa Kayu Raru mempunyai sifat ketahanan yang tinggi terhadap serangan rayap atau mikroorganisme lain. Hal ini disebabkan karena rayap tidak suka dengan struktur kayu yang sifatnya keras, dari grafik 3 dapat dilihat bahwa rata-rata berat jenis kayu raru lebih dari 0,90 yang artinya kayu raru termasuk kedalam kelas kuat I. Dari data grafik 3 juga dapat dilihat bahwa berat jenis yang tertinggi terdapat pada bagian pangkal dari kayu raru yakni sebesar 1,07 yang lebih baik dari bagian tengah dengan nilai 0,97 dan terendah pada bagian ujung dengan nilai 0,93, sehingga kehilangan berat terbesar juga terdapat pada bagian ujung dengan nilai berat jenis terkecil. Elsppat (1997), menyatakan bahwa Keawetan kayu selain dipengaruhi faktor biologis, juga dipengaruhi faktor lain seperti, kandungan zat ekstraktif, umur pohon, bagian kayu dalam batang, kecepatan tumbuh dan tempat kayu tersebut digunakan.

Umur kayu memengaruhi jumlah kehilangan berat kayu terhadap serangan rayap tanah. Oleh sebab itu semakin tinggi umur kayu maka kehilangan berat yang dihasilkan semakin kecil. Wistara et al. (2002) menyatakan bahwa semakin tinggi umur kayu maka kandungan zat ekstraktifnya semakin besar. Zat ekstraktif memiliki daya racun yang berguna melindungi kayu tersebut dari serangan rayap tanah sehingga dengan tingginya kadar zat ektraktif terhadap kayu maka keawetan alaminya semakin besar. Hal ini juga

15

diperkuat dengan pernyataan dari Syofuna et al. (2012) menyatakan bahwa zat ekstraktif yang terkandung didalam suatu kayu memiliki peran yang penting terhadap ketahanan dari serangan rayap atau jamur. Nuriyatin (2003) yang menyatakan bahwa tingkat kerusakan kayu akibat serangan rayap tergantung jenis kayu dan posisi kayu di pohon. Kandungan ekstraktif masing-masing posisi kayu pun berbeda (Nandika et al.

2003). Menurut Ginting et al. (2012) kayu akan semakin awet dari bagian ujung menuju ke pangkal karena perbandingan kayu teras dan zat ekstraktif yang lebih besar di bagian pangkal dari pada bagian ujung. Kandungan ekstraktif pada pangkal cenderung lebih banyak dari pada bagian ujung kayu sehingga kehilangan berat yang dihasilkan pun lebih kecil. Oleh sebab itu bagian pangkal kayu memiliki keawetan alami lebih tinggi dibandingkan bagian ujung kayu (Alam, 2016).

2,142

Grafik 2. Rata - Rata Persentase Kehilangan Berat Contoh Uji Kayu Raru (Cotylelobium melanoxylon) Secara Vertikal.

Ketahanan kayu juga dipengaruhi oleh kandungan selulosa dalam kayu, karena selulosa makanan utama rayap sebagai energi bagi hidup rayap dan setiap jenis kayu mempunyai kandungan selulosa yang berbeda, sehingga satu jenis kayu sangat peka terhadap satu jenis rayap dan menimbulkan respon relatif kuat dibandingkan jenis

16

lainya, kandungan selulosa dalam kayu berkisar 40 - 50% (Sumarni, 2004). Selulosa walaupun makanan utama rayap, namun lingkungan cukup mempengaruhi kehidupan rayap seperti suhu, kelembaban dan air. Nandika et al. (2003) menyatakan perubahan kelembaban mempengaruhi aktivitas jelajah rayap, pada kelemban rendah, rayap bergerak menuju daerah dengan suhu lebih tinggi.

Grafik 3. Rata-rata Berat Jenis Kayu Raru (Cotylelobium melanoxylon) Secara Vertikal.

Salah satu indikator yang menunjukkan keawetan kayu terhadap serangan rayap maupun jamur pada penelitian ini adalah dengan menghitung kehilangan berat secara vertikal sampel setelah diumpankan selama 92 hari. Dapat dilihat pada grafik 2 bahwa persentase kehilangan berat pada ujung lebih besar yaitu 3,69% dibandingkan dengan pangkal dan tengah yaitu 3,19% dan 2,14% . Menurut Nuryatin et al. (2003) bahwa tingkat kerusakan kayu akibat serangan rayap tergantung dari jenis kayu dan posisi kayu di pohon, kerusakan, tingkat ketahanan kayu dari posisi pangkal sampai ke ujung cendrung menurun. Supriana (1983) juga mengatakan bahwa kekhasan jenis-jenis kayu akan mempengaruhi prilaku rayap, pada saat rayap akan mencicipi sumber makanan dan

17

jika dirasakan adanya zat ekstraktif maka rayap akan berpindah ke bagian lain dari makanan tersebut dan mencari sumber makanan lain.

Kehilangan berat dapat disebabkan oleh pola makan dari rayap dan sebaran populasi rayap yang ada dilapangan saat proses pengumpanan itu terjadi. Menurut Subekti (2010) perilaku makan rayap di lapangan bergantung pada tempat koloni berada dan jumlah populasi yang ada. Di alam, rayap dihadapkan pada banyak pilihan makanan, dalam keadaan tersebut rayap akan memilih tipe makanan yang paling disukai dan sumber makanan yang lainnya akan ditinggalkan. Pada penelitian tersebut terlihat jelas bahwa pada awalnya rayap mencoba mencicipi kayu yang disediakan dan pada akhirnya lebih banyak menyerang kayu yang disukainya. Rayap memakan selulosa kayu untuk kebutuhan hidupnya. Syafii (2002) menjelaskan bahwa perusakan kayu oleh rayap melalui proses “Mecha-no-biodecomposition”, artinya pertama rayap menggigit sampel kayu, selanjutnya kayu didekomposisi dalam perut secara biokimia untuk memperoleh energi guna perkembangan dan pertumbuhannya.

18

Dokumen terkait