• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Sekolah Tinggi Sandi Negara (STSN) adalah Perguruan Tinggi Kedinasan dibawah koordinasi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang didirikan berdasarkan surat Mendiknas Nomor 19/MPN/2002 tanggal 17 Januari 2002 dan diselenggarakan oleh Lembaga Sandi Negara berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2003 tanggal 17 April 2003 tentang Pendirian Sekolah Tinggi Sandi Negara.

10

STSN semula adalah Akademi Sandi Negara (AKSARA) yang menjalankan program Diploma III. Selanjutnya setelah mengalami perubahan kebijakan, sekolah tinggi ini menjalankan program Diploma IV. Lulusan STSN memiliki kemampuan untuk menjawab tantangan perkembangan teknologi informasi dan ancaman terhadap pengamanan informasi rahasia serta tuntutan pengguna persandian di lingkungan instansi pemerintah. Sebagai institusi pendidikan di bidang sandi dan aplikasinya, STSN mendidik Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dalam hal pengetahuan dan aplikasi teknis persandian.

STSN merupakan salah satu lembaga atau institusi pendidikan yang mendukung terselenggaranya pertahanan negara melalui penyediaan sumber daya manusia terdidik yang memiliki kompetensi khusus dibidang pengamanan informasi, khususnya persandian. Melalui kompetensi tersebut, lulusan STSN mampu mengamankan informasi yang sifatnya strategis dan rahasia yang menjadi aset negara. Informasi rahasia yang dimiliki oleh suatu negara menjadi sasaran utama bagi pihak-pihak lawan atau yang tidak berkepentingan untuk dapat mengambil keuntungan baik dari aspek politis, sosial, ekonomis maupun yang terkait pertahanan dan keamanan negara. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Bab X tentang Warga Negara dan Penduduk, pasal 27 ayat (3) menyatakan bahwa “setiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan Negara”, artinya setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam mempertahankan dan membela negara. Mahasiswa dan/atau lulusan STSN merupakan SDM potensial dalam mendukung pertahanan negara karena memiliki kesiapan fisik, pengetahuan, dan kemampuan di bidang keamanan informasi. Dengan bermodalkan kesadaran akan pengamanan, mahasiswa dan/atau lulusan STSN memiliki dedikasi, loyalitas dan integritas tinggi yang dilengkapi dengan kemampuan dibidang keamanan informasi dan sandi.

Karakteristik Contoh Penelitian

Karakteristik contoh yang diteliti meliputi usia, status gizi, dan kegiatan olahraga tambahan. Kegiatan olahraga tambahan adalah kegiatan olahraga yang tidak termasuk dalam jadwal kegiatan harian mahasiswa (KHM). Kegiatan olahraga tambahan merupakan olahraga pilihan dan biasanya dilakukan contoh pada waktu sore hari. Seluruh contoh pada penelitian ini mengikuti kegiatan olahraga tambahan. Sebaran karakteristik contoh selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.

Sebagian besar contoh berusia 19 tahun (80.6%) dengan rata-rata usia 18.8 ± 0.48 tahun. Status gizi sebagian besar contoh tergolong normal (83.3%) dengan rata-rata IMT 21.3 ± 2.23 kg/m2. Rata-rata IMT contoh yang tergolong underweight yaitu 17.9 kg/m2,sedangkan rata-rata IMT contoh yang tergolong overweight yaitu 26.3 kg/m2. Tingkat kecukupan energi contoh dengan status gizi underweight dan overweight termasuk ke dalam kategori defisit. Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi (Almatsier 2013), akan tetapi status gizi menurut IMT memiliki kelemahan yaitu hubungan antara kelebihan berat dan deposit lemak mungkin tidak berlaku bagi individu berotot (Barasi 2009).

11 Tabel 4 Sebaran karakteristik contoh berdasarkan usia, status gizi dan kegiatan olahraga tambahan

Karakteristik Contoh Jumlah (n) Persentase (%)

Usia (tahun) 17 1 2.8 18 6 16.7 19 29 80.6 20 0 0 Total 36 100 Rata-rata ± SD (tahun) 18.8 ± 0.48

Status gizi (IMT)

Underweight (<18.5 kg/m2) 3 8.3 Normal (18.5-24.9 kg/m2) 30 83.4 Overweight (25.0-29.9 kg/m2) 3 8.3 Obese (≥30 kg/m2) 0 0 Total 36 100 Rata-rata ± SD (kg/m2) 21.3 ± 2.23

Jenis Kegiatan Olahraga Tambahan

Sepak bola 7 19.4 Fitness 4 11.1 Renang 5 13.9 Tenis meja 1 2.8 Badminton 6 16.7 Basket 1 2.8 Voli 1 2.8

Fitness dan Renang 3 8.3

Sepak bola dan Renang 3 8.3

Jogging dan Renang 1 2.8

Bersepeda dan renang 1 2.8

Jenis Kegiatan Olahraga Tambahan

Voli dan renang 1 2.8

Voli dan Fitness 1 2.8

Voli, Lari, dan Renang 1 2.8

Total 36 100 Frekuensi Olahraga Jarang (<2 kali/minggu) 5 13.9 Sedang (2-3 kali/minggu) 26 72.2 Sering (>3 kali/minggu) 5 13.9 Total 36 100

Latihan fisik adalah subkelompok aktivitas fisik berupa gerakan tubuh yang terencana, terstruktur dan berulang untuk memperbaiki atau memelihara satu atau lebih komponen kebugaran. Latihan fisik merupakan bagian kecil dari aktivitas

12

fisik dan dilaksanakan dengan tujuan tertentu misalnya berolahraga (Gibney 2005). Jumlah contoh yang mengikuti satu jenis kegiatan olahraga tambahan sebanyak 25 orang (69.4%), dua jenis kegiatan olahraga tambahan sebanyak 10 orang (27.8%), dan tiga jenis kegiatan olahraga tambahan sebanyak 1 orang (2.8%). Jenis kegiatan olahraga tambahan yang paling banyak dilakukan contoh adalah sepak bola (19.4%). Sebagian besar frekuensi olahraga contoh adalah sedang (2-3 kali) yaitu sebesar 72.2%.

Asupan Zat Gizi Makro

Muchtadi (2009) menjelaskan bahwa klasifikasi zat gizi dibagi menjadi zat gizi makro (protein, lemak, dan karbohidrat) dan zat gizi mikro (vitamin dan mineral). Zat gizi makro diperlukan dalam jumlah besar oleh tubuh biasanya dalam kisaran puluhan gram. Peran zat gizi makro yaitu penyuplai energi utama dan pembangun struktur tubuh (Barasi 2009).

Protein

Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah darah dan air. Seperlima bagian tubuh adalah protein, separonya ada di dalam otot, seperlima di dalam tulang rawan, sepersepuluh di dalam kulit, dan selebihnya di dalam jaringan lain di dalam tubuh. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh. Selain itu, protein juga berfungsi untuk membantu pertumbuhan dan pemeliharaan, pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh, mengatur keseimbangan air, pembentukan antibodi, mengangkut zat-zat gizi. dan sebagai sumber energi (Almatsier 2013). Makanan sumber protein digolongkan menjadi dua bagian yaitu protein hewani dan protein nabati. Bahan makanan sumber protein hewani diantaranya daging sapi, daging ayam, hati, telur, ikan,dan udang. Bahan makanan sumber protein nabati diantaranya kacang hijau, kacang kedelai, kacang merah, kacang tanah, tahu, dan tempe (Fatmah 2010). Sumber protein yang dikonsumsi contoh diantaranya adalah daging, ayam, ikan lele, abon, susu, tempe, kacang merah dan kacang tanah. Rata-rata asupan, angka kecukupan, dan tingkat kecukupan protein mahasiswa putra STSN selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Rata-rata asupan, angka kecukupan, dan tingkat kecukupan protein

Protein Rata-rata ± SD

Asupan protein (g) 93.7 ± 9.59

Angka kecukupan protein (g/hari) 105.8 ± 16.4

Tingkat kecukupan protein (%) 90.8 ± 17.7

Rata-rata tingkat kecukupan protein contoh sebesar 90.8%. Hasil ini menunjukkan bahwa sebagian tingkat kecukupan protein contoh termasuk dalam kategori normal menurut Depkes (1996). Sebagian besar tingkat kecukupan

13 protein contoh tergolong dalam kategori normal sebesar 44.4%. Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan protein dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan protein Tingkat Kecukupan Protein Jumlah (n) Persentase (%)

Defisit Tingkat Berat (<70%) 2 5.6

Defisit Tingkat Sedang (70-79%) 8 22.2

Defisit Tingkat Ringan (80-89%) 8 22.2

Normal (90-119%) 16 44.4

Lebih (>120%) 2 5.6

Total 36 100

Lemak

Seperti halnya karbohidrat dan protein, lemak merupakan sumber energi bagi tubuh. Besarnya energi yang dihasilkan 1 gram lemak menghasilkan 9 kkal (Budianto 2009). Peranan utama lemak yaitu penahan panas di bawah kulit, komponen struktural dalam tubuh, komponen fungsional dari banyak proses metabolik dan absorpsi vitamin larut lemak (Barasi 2009).

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan lemak

Tingkat Kecukupan Lemak Jumlah (n) Persentase (%)

Defisit (<20% AKE) 28 77.8

Normal (20-30% AKE) 8 22.2

Lebih (>30% AKE) 0 0

Total 36 100

Rata-rata ± SD 48.8 ± 11.2

Rata-rata asupan lemak contoh yaitu sebesar 48.8 g. Sebagian besar tingkat kecukupan lemak contoh termasuk ke dalam kategori defisit yaitu sebanyak 77.8%. Penelitian Pitriani (2012) juga menunjukkan bahwa sebagian besar atlet taekwondo mengalami defisit pada tingkat kecukupan lemak (80%). Pada kondisi kekurangan asupan lemak, tubuh terpaksa mengambil kalori dari simpanan berupa protein ataupun lemak di jaringan otot karena intake yang kurang. Hal ini menyebabkan vakuola pada jaringan otot yang ditempati oleh lemak menjadi keriput dan sel menjadi longgar. Proses ini dapat menimbulkan penurunan berat badan (Cakrawati dan Mustika 2012).

Karbohidrat

Padi-padian, umbi-umbian, kacang-kacangan kering dan hasil olahan seperti bihun, mie, roti, dan tepung dapat dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat. Sayuran umbi seperti wortel, bit dan kacang-kacangan relatif lebih tinggi kandungan karbohidrat dibandingkan sayuran daun. Sumber karbohidrat contoh

14

dalam penelitian ini antara lain nasi, kentang, dan wortel. Karbohidrat digunakan sebagai sumber energi utama oleh tubuh. Hasil metabolisme karbohidrat antara lain glukosa yang terdapat dalam darah, sedangkan glikogen adalah karbohidrat yang disintesis dalam hati dan digunakan oleh sel-sel pada jaringan otot sebagai sumber energi (Poedjiadi dan Supriyanti 2006). Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan karbohidrat dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan karbohidrat Tingkat Kecukupan Karbohidrat Jumlah (n) Persentase (%)

Defisit (<60% AKE) 35 97.2

Normal (60-70% AKE) 1 2.8

Lebih (>70% AKE) 0 0

Total 36 100

Rata-rata ± SD 265.5 ± 44.03

Berdasarkan Tabel 8 di atas, tingkat kecukupan karbohidrat sebagian besar contoh (97.2%) masih tergolong defisit dengan rata-rata asupan 265.5 g. Protein dapat berfungsi sebagai zat pembangun jika kebutuhan energi dapat dipenuhi dari karbohidrat. Jika hal tersebut tidak dapat dipenuhi maka fungsi protein sebagai zat pembanguan akan terganggu (Muchtadi 2008).

Asupan Cairan

Air adalah zat gizi yang paling penting dan terlibat dalam hampir setiap proses tubuh seperti mencerna dan menyerap makanan, menghasilkan energi, mengatur panas tubuh, mengeluarkan produk sisa metabolisme serta membangun kembali sel-sel (Werner dan Sharon2005). Air masuk ke dalam tubuh dalam tiga bentuk utama yaitu air yang diminum, air yang terdapat di dalam makanan, dan air hasil produk oksidasi zat gizi di dalam sel tubuh dibakar ke dalam bentuk energi. Perkiraan asupan air pada orang dewasa rata-rata adalah sekitar 2600 mL/hari (Nix 2005). Tabel 9 menunjukkan rata-rata kebutuhan, asupan, dan tingkat kecukupan cairan contoh.

Tabel 9 Kebutuhan, asupan, dan tingkat kecukupan cairan

Cairan Rata-rata ± SD

Kebutuhan Cairan (mL) 2550 ± 191.59

Asupan Cairan (mL) 2375 ± 547.72

Tingkat Kecukupan (%) 93 ± 21.77

Berdasarkan Tabel 9 di atas, asupan cairan rata-rata contoh hampir memenuhi kebutuhan cairan yaitu sekitar 93%. Persentase tingkat kecukupan cairan contoh berdasarkan kategori Depkes (2005) yaitu 47.2% kurang, 27.8% cukup, dan 25% lebih. Hal ini dapat disimpulkan bahwa sebagian besar contoh masih berada pada kategori kurang minum. Orang dewasa dianjurkan untuk minum sebanyak 2 sampai 2.5 liter cairan per hari. Cairan sangat diperlukan oleh

15 tubuh antara lain untuk mengganti cairan yang hilang (keringat, air seni), membantu pencernaan makanan, serta membersihkan ginjal (Muchtadi 2008).

Asupan Serat

Serat pangan atau dietary fiber merupakan salah satu jenis karbohidrat yang berfungsi untuk melancarkan pembuangan kotoran dan mencegah timbulnya penyakit degeneratif. Gaya hidup di era modern saat ini mendorong remaja mengonsumsi makanan fast food yang rendah serat. Konsumsi serat yang rendah akan mendorong terjadinya konstipasi. Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan serat dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan serat

Tingkat Kecukupan Serat Jumlah (n) Persentase (%)

Kurang (<19 g/hari) 13 36.1

Normal (19-30 g/hari) 23 63.9

Lebih (>30 g/hari) 0 0

Total 36 100

Rata-rata (gram) 21.9 ± 4.43

Berdasarkan Tabel 10, sebagian besar tingkat kecukupan serat contoh termasuk dalam kategori normal (63.9%). Rata-rata asupan serat contoh yaitu 21.9 ± 4.43 g/hari yang termasuk dalam kategori normal dan di atas rata-rata asupan serat remaja di perkotaan (Siagian 2004). Anjuran konsumsi serat yaitu sekitar 20-30 gram/hari (Muchtadi 2008). Sumber serat makanan yang baik adalah sayuran, buahan, serealia, dan kacang-kacangan. Mengonsumsi sayuran dalam jumlah cukup mempunyai fungsi ganda, yaitu selain sumber serat juga merupakan sumber vitamin dan mineral yang diperlukan memelihara kesehatan tubuh (Fatmah 2010).

Konsumsi Suplemen

Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang ketentuan pokok pengawasan suplemen makanan tahun 2004, pengertian suplemen adalah produk yang dimaksudkan untuk melengkapi kebutuhan zat gizi makanan, mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin, mineral, asam amino, atau bahan lain (berasal dari tumbuhan atau bukan tumbuhan) yang mempunyai nilai gizi dan atau efek fisiologis dalam jumlah terkonsentrasi. Walaupun suplemen makanan dapat menggantikan zat gizi yang kurang dalam makanan, suplemen tidak sepenuhnya dapat memperbaiki makanan yang mengandung zat gizi rendah. Misalnya sebagian besar suplemen tidak mengandung serat atau fitokimia yang memiliki manfaat kesehatan. Suplemen mungkin dapat mengandung jumlah kelebihan zat gizi yang dapat meningkatkan resiko toksisitas dan interaksi zat gizi (Bredbenner et al 2009). Sebaran contoh berdasarkan konsumsi suplemen dapat dilihat pada Tabel 11.

16

Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan konsumsi suplemen

Suplemen Jumlah (n) Persentase (%)

Konsumsi Ya 9 25 Tidak 27 75 Total 36 100 Jenis Suplemen Tablet 5 55.6 Kapsul 0 0 Cair 3 33.3 Bubuk 1 11.1 Frekuensi (kali/hari) 1 kali 9 100 2 kali 0 0 3 kali 0 0 Total 9 100 Alasan mengonsumsi Penambah Stamina 4 44.5

Meningkatkan Daya Tahan Tubuh 3 33.3

Pembentukan Otot 1 11.1

Rekomendasi dari dokter 1 11.1

Total 9 100

Berdasarkan Tabel 11 di atas, jumlah responden yang mengonsumsi suplemen yaitu 9 orang (25%) dengan frekuensi konsumsi per hari semua contoh adalah 1 kali. Alasan responden mengonsumsi suplemen sangat beragam yaitu sebagai penambah stamina, meningkatkan daya tahan tubuh, dan pembentukan otot. Remaja pada umumnya menganggap bahwa mengonsumsi suplemen dapat memperbaiki penampilan fisik terutama dalam meningkatkan kebugaran, mencegah penyakit, meningkatkan status kesehatan, dan menghasilkan energi (O’dea 2003). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 73.3% responden mengonsumsi suplemen merasakan manfaat dalam meningkatkan stamina dan kesehatan tubuh (Hidayah dan Sugiarto 2013).

Aktivitas Fisik

Secara umum, komponen pengeluaran energi terdiri dari tiga komponen utama yaitu laju metabolik basal (Basal Metabolic Rate), efek termik dari makanan, dan aktivitas fisik. Faktor aktivitas fisik merupakan komponen yang paling mudah berubah dari pengeluaran energi harian dan dapat dikontrol oleh seseorang. Jumlah energi yang terpakai dalam suatu jenis aktivitas fisik berkaitan dengan ukuran tubuh, dengan demikian juga terkait dengan BMR. Oleh karena itu, jumlah energi yang dilepaskan dalam aktivitas dinyatakan dalam faktor-faktor yang dikenal sebagai rasio aktivitas fisik (physical activity ratio, PAR) yang

17 menunjukkan rasio kenaikan keluaran energi terhadap nilai BMR (Barasi 2009). Metabolisme basal diartikan sebagai jumlah energi yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai proses vital ketika tubuh tengah beristirahat (Arisman 2007).

Besarnya aktivitas fisik yang dilakukan seseorang selama 24 jam dinyatakan dalam physical activity level (PAL) atau tingkat aktivitas fisik. PAL merupakan besarnya energi yang dikeluarkan (kkal) per kilogram berat badan dalam 24 jam. Rata-rata tingkat aktivitas fisik contoh yaitu 1.72. Sebagian besar aktivitas fisik contoh berada pada kategori aktivitas fisik ringan (47.2%) dan sedang (47.2%).

Rata-rata tingkat aktivitas fisik contoh pada hari biasa dalam penelitian ini hampir sama dengan rata-rata tingkat aktivitas fisik pada hari biasa praja putra IPDN tingkat I yaitu 1.7 (putri 2012). Hal ini disebabkan karena STSN dan IPDN memiliki pola aktivitas yang hampir sama dan keduanya merupakan sekolah semimiliter. Sedangkan rata-rata tingkat aktivitas fisik siswa STSN lebih rendah dibandingkan siswa pusat pendidikan Tentara Nasional Indonesia (TNI) yaitu sebesar 1.97 (Dewi 2013). Hal ini karena siswa pusat pendidikan TNI memiliki tingkat aktivitas yang lebih tinggi dan kegiatan olahraga lebih banyak dibandingkan dengan siswa STSN. Tabel 12 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan tingkatan aktivitas fisik yaitu aktivitas fisik ringan, sedang, dan berat.

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan tingkat aktivitas fisik

Tingkat aktivitas fisik Jumlah (n) Persentase (%)

Ringan (1.40-1.69) 17 47.2

Sedang (1.70-1.99) 17 47.2

Berat (2.00-2.49) 2 5.6

Total 36 100

PAL 1.72 ± 0.19

Selanjutnya berdasarkan Tabel 12, sebanyak 5.6% contoh memiliki tingkat aktivitas fisik berat. Hal ini disebabkan kedua contoh mengikuti kegiatan olahraga tambahan renang dan badminton dimana kedua olahraga ini memiliki nilai PAR yang tinggi dibandingkan kegiatan olahraga lainnya.

Aktivitas fisik merupakan bentuk multidimensional yang kompleks dari perilaku manusia dan meliputi semua gerak tubuh mulai dari gerakan kecil hingga lari maraton. Aktivitas fisik umumnya diartikan sebagai gerak tubuh yang ditimbulkan oleh otot-otot skeletal dan mengakibatkan pengeluaran energi. Aktivitas fisik merupakan bentuk perilaku, sedangkan pengeluaran energi merupakan outcome dari perilaku tersebut (Gibson 2005). Aktivitas fisik adalah gerakan yang dihasilkan oleh otot rangka, memerlukan pengeluaran energi dan menghasilkan manfaat kesehatan progresif. Irianto (2007) menjelaskan bahwa tingkat aktivitas dibagi menjadi sangat ringan (tidur, baring, duduk, menulis, mengetik), ringan (menyapu, menjahit, mencuci piring, menghias ruang), sedang (mencangkul, menyabit rumput), berat (menggergaji pohon dengan gergaji tangan), dan berat sekali (mendaki gunung).

Durasi aktivitas contoh berdasarkan tingkat aktivitas fisik dapat dilihat pada Tabel 13. Ddurasi aktivitas dengan kelompok PAR ringan yang paling lama adalah aktivitas tidur. Aktivitas tidur yang paling lama dilakukan oleh contoh kelompok tingkat aktivitas fisik rendah, sedangkan aktivitas tidur yang paling

18

sebentar dilakukan oleh contoh kelompok tingkat aktivitas fisik berat. Berdasarkan kelompok PAR sedang, durasi aktivitas dengan kelompok PAR sedang yang paling lama adalah aktivitas berjalan tanpa beban. Aktivitas renang memiliki PAR yang tinggi sehingga kelompok tingkat aktivitas berat memiliki durasi yang lebih lama dibandingkan dengan kelompok tingkat aktivitas fisik ringan dan sedang.

Tabel 13 Rata-rata dan standar deviasi contoh berdasarkan tingkat aktivitas fisik Kelompok Aktivitas

berdasarkan PAR

Tingkat dan Lama Aktivitas (jam)

Ringan Sedang Berat

(Rata-rata ± SD) (Rata-rata ± SD) (Rata-rata ± SD) PAR Ringan (1.0-1.9) Tidur 9.4 ± 1.52 9.2 ± 1.55 7.8 ± 1.94 Tidur-tiduran 0.7 ± 0.76 0.7 ± 0.65 0.3 ± 0.00 Duduk 0.9 ± 0.78 0.5 ± 0.30 0.6 ± 0.47 Membaca (rekreasi/novel.dll) 0.0 ± 0.12 0.0 ± 0.09 0.0 ± 0.00 Kuliah/seminar/praktikum 6.6 ± 1.65 7.0 ± 1.80 7.0 ± 3.59 Mengerjakan tugas/belajar 1.9 ± 1.24 1.7 ± 1.03 1.3 ± 1.27 Membaca (bekerja) 0.6 ± 0.62 0.7 ± 0.65 1.1 ± 0.88 Makan/minum 1.4 ± 0.24 1.3 ± 0.18 1.2 ± 0.09 Ibadah/sholat 2.2 ± 0.93 2.3 ± 0.38 1.7 ± 0.15

Aktivitas di waktu luang 0.1 ± 0.14 0.3 ± 0.51 0.0 ± 0.06

Ngobrol/diskusi/rapat 1.2 ± 1.20 1.3 ± 1.30 0.8 ± 0.94 Menulis 0.5 ± 1.03 0.3 ± 0.55 0.5 ± 0.71 Nonton tv/film 0.2 ± 0.67 0.1 ± 0.25 0.0 ± 0.00 Menyetrika 0.1 ± 0.22 0.1 ± 0.18 0.0 ± 0.00 Bermain laptop/internet 1.3 ± 1.38 1.2 ± 1.10 2.8 ± 0.44 PAR Sedang (2.0-3.9) Berdiri/bawa beban 1.6 ± 0.35 1.2 ± 0.54 2.2 ± 0.94 Mandi/berpakaian/berdandan 1.4 ± 0.75 1.4 ± 0.35 1.5 ± 0.21 Menyapu 0.3 ± 0.27 0.3 ± 0.29 0.4 ± 0.50 Mencuci baju 0.0 ± 0.09 0.1 ± 0.36 0.0 ± 0.00

Berjalan tanpa beban 3.1 ± 0.47 3.1 ± 0.32 3.0 ± 0.38

Aerobik intensitas rendah 0.8 ± 0.39 0.7 ± 0.19 0.8 ± 0.15

PAR Berat (4.0-9.9)

Mengepel 0.1 ± 0.10 0.1 ± 0.14 0.1 ± 0.12

Ke pasar/warung 0.1 ± 0.24 0.5 ± 0.89 1.4 ± 1.94

Tenis/badminton 0.1 ± 0.29 0.2 ± 0.47 0.0 ± 0.00

Voli 0.1 ± 0.30 0.3 ± 0.48 0.0 ± 0.00

Lari - jarak jauh 0.8 ± 0.06 0.9 ± 0.15 0.8 ± 0.00

Sepak bola/futsal 0.3 ± 0.48 0.2 ± 0.48 0.3 ± 0.35

19

Kebugaran

Kebugaran adalah karakteristik yang memungkinkan tubuh untuk melakukan aktivitas fisik atau kemampuan untuk memenuhi tuntutan fisik dengan cadangan energi yang cukup untuk mencapai tantangan fisik atau kemampuan tubuh untuk menahan segala jenis stress (Frances et al 2008). Kebugaran diklasifikasikan menjadi kebugaran yang berkaitan dengan kesehatan dan kebugaran yang berkaitan dengan keterampilan motorik. Empat jenis kebugaran yang berkaitan dengan kesehatan adalah daya tahan kardiorespiratori, kekuatan dan daya tahan otot, kelenturan otot, dan komposisi tubuh. Sedangkan kebugaran yang berkaitan dengan keterampilan motorik terdiri dari ketangkasan, keseimbangan, koordinasi, daya, reaksi waktu, dan kecepatan (Werner dan Sharon 2005). Pada penelitian ini, komponenen kebugaran yang diukur adalah daya tahan kardiorespiratori.

Terdapat Sekitar 15 jenis uji komponen untuk menilai kebugaran pada remaja dan beberapa komponen penting pada kebugaran yang digunakan di seluruh dunia saat ini (Castro-Pinero et al 2009). Sebagian besar negara Eropa menggunakan uji komponen EUROFIT di sekolah, sedangkan di Amerika Serikat menggunakan FITNESSGRAM (Cvejic et al 2013). Pengukuran kebugaran kardiorespiratori dapat dilakukan dengan berbagai macam cara misalnya berjalan, jogging, ataupun treadmill. Standar yang paling tepat untuk mengukur kebugaran yaitu dengan mengukur konsumsi oksigen (VO2max) yang dilakukan di laboraturium. Metode tersebut memiliki keterbatasan antara lain mahal, tidak praktis, dan tidak nyaman jika dilakukan uji pada populasi yang besar. Beberapa uji lapangan untuk menilai kebugaran kardiorespiratori telah dikembangkan agar murah, sederhana, dan mudah digunakan. Uji lapangan yang telah dilakukan diantaranya adalah 20 m shuttle run, 5-minute run, 6-minute run, 15-minute run, dan Cooper 12-minute run/walk (Weisgerber et al 2009). Salah satu pengukuran pengukuran kebugaran kardiorespiratori yaitu lari 12 menit menurut metode Cooper (Gibney 2005). Sebaran contoh berdasarkan tingkat kebugaran selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 14.

Kebugaran contoh sebagian besar berada pada kategori normal(58.3%) dan lebih (41.7%). Tidak ditemukan contoh dengan kategori kebugaran sangat kurang, kurang, baik sekali, dan lebih. Rata-rata nilai VO2max contoh adalah 41.79 mL/kg/menit sedangkan rata-rata nilai VO2max pada praja tingkat I IPDN adalah 44.66 mL/kg/menit. Nilai ini masih berada diatas dari siswa pusat pendidikan TNI sebesar 44.9 mL/kg/menit (Dewi 2013). Kebugaran kardiorespiratori adalah salah satu komponen penting kesehatan yang berkaitan dengan kebugaran. Kebugaran kardiorespiratori mencerminkan kemampuan sistem jantung dan

Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kebugaran

Kategori Jumlah (n) Persentase (%)

Normal 21 58.3

Baik 15 41.7

Total 36 100

20

pernafasan secara keseluruhan dan kemampuan untuk melakukan olahraga berat dalam waktu yang lama. Oleh karena itu. kebugaran kardiorespiratori ditetapkan sebagai pengukuran langsung status fisiologi seseorang (Ruiz et al 2006).

Latihan kardiorespiratori melibatkan aktivitas sekelompok otot. seperti aerobik, memanjat tangga, dan berjalan cepat. Jenis latihan ini sebagian besar termasuk ke dalam jenis aerobik karena menggunakan oksigen. Latihan kardiorespiratori bermanfaat untuk jantung, darah, dan pembuluh darah, dengan demikian meningkatkan daya tahan kardiorespiratori (Werner dan Sharon 2005).

Hubungan Tingkat Kecukupan Protein dengan Kebugaran

Protein merupakan bagian utama dari tulang dan otot, komponen penting di dalam darah, membran sel, enzim, serta faktor imun (Food and Nutrition Board 2002). Peningkatan laju pemecahan protein mengakibatkan hilangnya lean body mass. Keseimbangan negatif protein akhirnya menyebabkan berkurangnya volume atau ukuran protein darah, otot rangka, jantung, hati, dan organ lain. Selama periode pertumbuhan dan penyembuhan dari cedera, trauma, atau penyakit, keseimbangan protein positif dibutuhkan untuk menyediakan cadangan yang cukup untuk membangun dan memperbaiki jaringan. Asupan protein yang lebih tidak membangun protein tubuh tambahan, namun kebutuhan protein harus ditingkatkan di atas kebutuhan normal agar hal itu dapat terjadi (Carol et al 2009). Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan protein dan kebugaran dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan protein dan kebugaran Tingkat Kecukupan Protein Kebugaran Total Normal Baik Jumlah (n) Persentase (%) Jumlah (n) Persentase (%) Jumlah (n) Persentase (%) Defisit Berat 2 5.6 0 0 2 5.6 Defisit Sedang 6 16.7 2 5.6 8 22.2 Defisit Ringan 7 19.4 1 2.8 8 22.2 Normal 6 16.7 10 27.7 16 44.4 Lebih 0 0 2 5.6 2 5.6 Total 21 58.3 15 41.7 36 100

Contoh dominan pada tingkat kecukupan protein normal memiliki tingkat kebugaran dengan kategori baik (27.7%). Uji korelasi Spearman (p<0.05;r=0.494) menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara tingkat kecukupan protein dengan kebugaran. Barasi (2009) berpendapat bahwa fibril otot dalam jaringan otot yang dipakai berolahraga mungkin mengalami kerusakan sehingga meningkatkan kebutuhan protein untuk perbaikan. Fibril otot terdiri dari serabut-serabut otot dimana pada fibril ini terdapat filamen aktin dan miosin yang merupakan polimer protein yang bekerja saat otot berkontraksi (Guyton 1995). Poole et al (2010) juga menjelaskan bahwa tambahan protein atau asam amino

21 selama berolahraga membantu menjaga keseimbangan nitrogen positif pada otot rangka.

Hubungan Tingkat Kecukupan Lemak dengan Kebugaran

Lemak merupakan cadangan energi tubuh paling besar. Lemak tubuh pada umumnya disimpan sebagai berikut : 50% di jaringan bawah kulit, 45% di

Dokumen terkait