• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Asrama TPB IPB

Asrama TPB IPB merupakan unit pendukung kegiatan belajar mengajar berupa asrama yang terletak di dalam lingkungan IPB yang dikhususkan bagi mahasiswa tingkat pertama. Asrama ini terdiri dari asrama putri dan asrama putra. Asrama putri terdiri dari lima gedung, yaitu gedung A1, A2, A3, A4 dan gedung A5 berada terpisah (Asrama Sylvasari). Asrama putra terdiri dari gedung C1, C2, C3 dan C4 (Asrama Sylvalestari). Satu gedung asrama berkapasitas sekitar 500 orang dan terbagi atas beberapa lorong. Setiap lorong dikelola dan diawasi oleh seorang Senior Recidence (SR). Satu lorong terdiri dari 10 kamar (setiap kamar dihuni 4 orang) dengan jumlah mahasiswa sebanyak 40 orang.

Kamar tidur asrama TPB IPB memiliki ukuran 16 m2 (4mx4m) dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas seperti tempat tidur, lemari, meja belajar dan lain-lain untuk masing-masing mahasiswa. Toilet dan pantry berada terpisah dari

13 kamar dan tersedia di setiap lorong. Asrama putra dan putri juga dilengkapi dengan kantin, koperasi, minimarket dan tempat fotocopy. Fasilitas lain yang tersedia adalah bus kampus yang dapat digunakan oleh mahasiswa TPB untuk menuju ke lokasi tempat perkuliahan. Selain itu, terdapat ambulance asrama yang siaga 24 jam. Dalam penelitian ini, mahasiswa yang diambil sebagai contoh terdapat pada gedung A1 dan A2 pada asrama putri dan gedung C1 pada asrama putra karena sudah dapat mewakili jumlah contoh yang diperlukan.

Karakteristik Contoh

Karakteristik contoh yang diteliti adalah usia, jenis kelamin, uang saku dan pengetahuan gizi. Rata-rata usia semua contoh dalam penelitian ini adalah 18.4 tahun. Secara umum, antara contoh yang gemuk dan normal usianya relatif sama karena tidak berbeda secara statistik pada rentang usia ≥17,5 tahun. Jenis kelamin contoh adalah proporsional, yaitu 50% laki-laki dan 50% perempuan baik dengan status gizi kegemukan maupun normal.

Perbedaan jenis kelamin dapat menentukan kebutuhan gizi bagi masing-masing individu karena antara laki-laki dan perempuan memiliki tahap pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda. Perbedaan jenis kelamin juga dapat menentukan pilihan konsumsi pangan. Hasil penelitian Othman et al. 2012 yang dilakukan di Malaysia pada contoh dengan kategori usia dewasa awal menyatakan, jenis kelamin berpengaruh terhadap tingkat konsumsi buah dan sayur. Dalam penelitian tersebut dikatakan bahwa wanita cenderung mengonsumsi buah dan sayur lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Perbedaan konsumsi buah dan sayur dari masing-masing jenis kelamin ini menentukan konsumsi pangan lain yang akan berhubungan dengan status gizi seseorang. Data sebaran contoh berdasarkan karakteristik individu dan status gizi dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik individu dan status gizi

Karakteristik Kegemukan n % Normal n % Total n % valuep

Usia, median (min,maks) 18.0 (17.11,18.9) 18.4 (17.8,18.9) 18.4 (17.11,18.9)

0.661 <17,5 1 3.1 0 0.0 1 1.6 ≥17,5 31 96.9 30 100.0 61 98.4 Jenis kelamin Perempuan 16 50 15 50 31 50 Laki-laki 16 50 15 50 31 50

Uang saku, median

(min,maks) 600000 (450000,1000000) 575000 (400000,900000) 575000 (400000,900000) 0.905

Pengetahuan gizi, median

(min,max) 79 (70,94) 82 (70,94) 82 (70,94)

0.393 Kategori pengetahuan gizi

Kurang 0 0 0 0 0 0

Sedang 16 50 14 46.7 30 48.3

Baik 16 50 16 53.3 32 51.7

Z-score (IMT/U), median

(min,maks) 1.8 (1.1,3.8) -0.6 (-1.3,0.0) 0.0 (-1.3,3.8)

Lingkar pinggang, median

14

14

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik individu dan status gizi Karakteristik Kegemukan n % Normal n % Total n % value p Kategori lingkar pinggang

Normal 19 59.4 4 13.3 23 37.1

Obesitas abdominal 13 40.6 26 86.7 39 62.9

Total 32 51.6 30 48.4 62 100

Uang saku dalam penelitian ini dihitung dari total pengeluaran untuk membeli makanan dan minuman dalam satu bulan. Uang saku merupakan pendapatan sementara bagi contoh yang merupakan salah satu faktor internal konsumsi suatu bahan pangan (Hardinsyah dan Briawan 1994). Uang saku contoh berada dalam kisaran Rp 400.000 hingga Rp 1.000.000 dengan rata-rata Rp

857.780. Rata-rata uang saku contoh dengan status gizi kegemukan adalah sebesar (682 813 ± 151 662) dan tidak berbeda signifikan (p>0.05) dengan uang saku

contoh yang berstatus gizi normal, yaitu (589 833 ± 136 456). Namun, uang saku contoh yang kegemukan adalah cenderung lebih tinggi daripada contoh yang normal. Seseorang dengan jumlah uang saku yang semakin meningkat maka kebiasaan konsumsi pangannya akan bergeser kearah konsumsi pangan dengan harga kalori yang lebih mahal, seperti pangan hewani, fast food, minuman ringan, dan lain-lain yang jumlah kalorinya lebih banyak dan mengakibatkan kegemukan (Herta dan Briawan 2011).

Pengetahuan gizi merupakan suatu variabel yang dapat mempengaruhi konsumsi pangan seseorang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak ≥50% dari semua contoh memiliki tingkat pengetahuan gizi yang baik dan tidak berbeda signifikan (p>0.05) antara contoh berstatus gizi kegemukan dan normal. Tingkat pendidikan seseorang dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan gizi yang menyebabkan tingginya persentase contoh yang memiliki tingkat pengetahuan gizi yang baik (Banwat et al. 2012). Pengetahuan gizi pada mahasiswa sangat penting karena diharapkan setiap orang akan cukup gizi jika makanan yang dikonsumsi mampu menyediakan zat gizi yang tersedia untuk pertumbuhan yang optimal Dengan kata lain, tidak kurang dan tidak berlebihan. Hal ini terjadi karena, pengetahuan gizi memberikan informasi yang berhubungan dengan gizi, makanan dan hubungannya dengan kesehatan dan status gizi (Hendrayati et al. 2010).

Status gizi didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan asupan zat gizi dengan aktivitas fisik (Almatsier 2005). Dalam penelitian ini, diambil sebanyak 30 contoh dengan status gizi normal dan 32 contoh dengan status gizi kegemukan (overweight dan obese). Berdasarkan usia contoh maka pengkategorian status gizi menggunakan perhitungan nilai z-score (IMT/U). Nilai z-score contoh berada pada kisaran -1.3 hingga 3.8 dengan rata-rata contoh kegemukan sebesar (1.9±0.8), sedangkan contoh yang normal sebesar (-0.5±0.3). Berdasarkan persepsi contoh, maka contoh yang kegemukan dilahirkan dari orang tua yang gemuk. Sebagian besar (35%) contoh yang obes sudah mengalami kegemukan sejak usia 12 tahun.

Ukuran lingkar pinggang juga merupakan salah satu cara untuk mengetahui status gizi seseorang. Berdasarkan uji beda Mann-Whitney, tidak terdapat perbedaan signifikan pada ukuran lingkar pinggang antara contoh yang

15 kegemukan dan normal. Contoh dengan status gizi kegemukan berdasarkan IMT/U yang memiliki ukuran lingkar pinggang normal sebanyak 59.4%. Hasil tersebut menandakan bahwa sebagian besar contoh (86.7%) yang berada pada status gizi normal (menurut IMT/U) ternyata mengalami obesitas abdominal. Contoh dengan status gizi normal (berdasarkan IMT/U)terdapat 86.7% memiliki ukuran lingkar pinggang yang menandakan bahwa contoh mengalami obesitas abdominal.

Gaya Hidup

Gaya hidup contoh yang diteliti yaitu aktivitas fisik, kebiasaan merokok dan kebiasaan olahraga. Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya. Aktivitas fisik semua contoh berada dalam kisaran 1.40 hingga 2.16 dengan rata-rata sebesar (1.50±0.17). Aktivitas fisik contoh yang kegemukan (1.50±0.12) adalah siginifikan lebih rendah daripada aktivitas fisik contoh yang normal (1.60±0.20). Contoh yang berstatus gizi kegemukan (87.5% ) memiliki aktivitas fisik yang ringan. Jumlah ini lebih banyak daripada contoh yang berstatus gizi normal, yaitu sebanyak 70.0%. Contoh yang berstatus gizi normal (3.3%) memiliki aktivitas fisik yang berat (Tabel 8). Aktivitas fisik mahasiswa sekarang lebih banyak pada aktivitas sedenter. Berku-rangnya aktivitas fisik merupakan akibat dari kehidupan yang makin modern dengan kemajuan teknologi mutakhir, sehingga terdapat banyak kemudahan dan lebih lanjut akan menimbulkan kegemukan (Thomas 2003).

Berdasarkan penelitian Ortega et al. (2007) diketahui bahwa anak-anak dan remaja yang memiliki tingkat aktivitas fisik berat yang rendah lebih berisiko menjadi overweight atau obes serta memiliki risiko tinggi terhadap ukuran lingkar pinggang yang lebih besar. Hasil penelitian Leech et al. 2014 menunjukkan bahwa perempuan memiliki aktivitas fisik yang lebih rendah daripada laki-laki meskipun, berdasarkan hasil dari uji beda Mann-Whitney tidak terdapat perbedaan signifikan (p>0.05) pada aktivias fisik antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan ini dikarenakan data hasil penelitian yang homogen. Data sebaran contoh berdasarkan gaya hidup dan status gizi dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan gaya hidup dan status gizi

Karakteristik Kegemukan n % Normal n % Total n % p value Aktivitas fisik, median

(min,maks) 1.44 (1.40,1.81) 1.52 (1.41,2.16) 1.46 (1.40,2.16)

0.015 Kategori aktivitas fisik

Ringan 28 87.5 21 70.0 49 79.0 Sedang 4 12.5 8 26.7 12 19.4 Berat 0 0 1 3.3 1 1.6 Kebiasaan merokok 0.025 Ya 2 6.2 3 10.0 5 8.1 Tidak 30 93.8 27 90.0 57 91.1 Kebiasaan olahraga 0.751 Ya 22 68.8 16 53.3 38 61.3 Tidak 10 31.2 14 46.7 24 38.7 Total 32 51,6 30 48.4 62 100

16

14

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 91.1% contoh mengaku tidak merokok. Pada contoh yang berstatus gizi normal yang merokok adalah 10% dan signifikan lebih banyak daripada contoh yang kegemukan (6.2%). Semua contoh yang merokok baik pada contoh kegemukan dan normal adalah laki-laki. Merokok dan mengonsumsi alkohol berpengaruh terhadap peningkatan berat tubuh, distribusi lemak tubuh, dan resistensi insulin. Chiolero et al. (2008) menya-takan bahwa terdapat hubungan antara merokok dengan berat tubuh, distribusi lemak tubuh dan resistensi insulin yang menunjukkan bahwa nikotin meningkatkan pengeluaran energi sekaligus menurunkan nafsu makan pada perokok.

Olahraga adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur, yang melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang dan ditujukan untuk meningkatkan kebugaran jasmani (Karim 2002). Secara keseluruhan terdapat 61.3% contoh mengaku gemar berolahraga. Jenis olahraga yang paling banyak dilakukan adalah jogging, badminton, dan futsal. Contoh yang kegemukan adalah 68.8% lebih banyak melakukan olahraga dibandingkan yang berstatus gizi normal (53.3%). Hal ini diduga karena contoh yang berstatus gizi kegemukan mulai menyadari bahwa olahraga dapat membantu untuk menurunkan berat badan menuju ideal dan dapat meningkatkan kesegaran dan kebugaran jasmani.

Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga

Karakterisitik sosial ekonomi keluarga yang diteliti adalah tingkat pendidikan dan pekerjaan orang tua, pendapatan keluarga dan besar keluarga. Tingkat pendidikan dan pekerjaan orang tua dibagi atas tingkat pendidikan dan pekerjaan ayah dan ibu. Secara keseluruhan, karakteristik sosial ekonomi keluarga contoh tidak berbeda signifikan (p>0.05) antara contoh yang berstatus gizi kegemukan dan normal, kecuali untuk pendapatan keluarga. Rata-rata pendapatan keluarga contoh yang kegemukan (5 267 188 ± 1 484 522) adalah signifikan lebih tinggi daripada contoh normal (4 003 333 ± 1 635 064). Hardinsyah (2002), menyatakan bahwa tingkat pendapatan seseorang dapat menentukan daya beli terhadap pangan dan fasilitas lain seperti pendidikan, perumahan, kesehatan, dan lain-lain. Hukum Bennet mengatakan bahwa seseorang dengan tingkat pendapatan yang semakin meningkat maka kebiasaan konsumsi pangannya akan bergeser ke arah konsumsi pangan dengan harga kalori yang lebih mahal seperti pangan hewani yang kandungan kalori dan proteinnya lebih tinggi (Holman 1987). Hal ini dapat berdampak terhadap status gizinya yaitu terlalu banyak mengonsumsi pangan sumber lemak menyebabkan terjadinya kegemukan.

Sebagian besar orang tua contoh memiliki tingkat pendidikan yang baik. Pola konsumsi pangan dan status gizi anak dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan orang tua (Madanijah 2003). Semakin rendah tingkat pendidikan maka akan semakin rendah pula akses terhadap informasi kesehatan yang diduga berpengaruh terhadap pola makan dan gaya hidup seseorang (Aekplakorn et al. 2007). Tingkat pendidikan tidak selalu berpengaruh secara signifikan terhadap kegemukan. Orang yang berpendidikan tinggi belum tentu tidak mengalami kegemukan. Kejadian kegemukan lebih sering terjadi pada orang yang berpen-didikan tinggi karena lebih tingginya akses terhadap makanan yang tidak

17 diimbangi dengan pengetahuan gizi yang memadai. Seseorang yang tamat SD be-lum tentu kurang mampu menyusun makanan yang memenuhi persyaratan gizi dibandingkan dengan orang lain yang pendidikannya lebih tinggi. Namun demikian, faktor pendidikan dapat menentukan mudah tidaknya seseorang dalam menyerap dan memahami pengetahuan gizi (Apriadji 1986).

Sebagian besar pekerjaan ayah contoh adalah PNS/ABRI/POLRI (37.1%) dan wiraswasta (22.6%), sedangkan sebagian besar pekerjaan ibu adalah ibu rumah tangga (71.0%) dan PNS (21.0%). Jenis pekerjaan seseorang erat kaitannya dengan tingkat pendapatan yang lebih lanjut menentukan kuantitas makanan yang dikonsumsi. Menurut Erem et al. (2004), pekerjaan akan berpengaruh pada aktivitas seseorang baik di rumah maupun di kantor dan secara tidak langsung berpengaruh terhadap peningkatan berat badan. Data sebaran contoh berdasarkan karakterisitik sosial ekonomi keluarga dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga dan status gizi

Karakteristik Kegemukan Normal n % n % Total n % p value Pendidikan ayah SMA PT 16 16 50.0 50.0 15 15 50.0 50.0 31 31 50.0 50.0 0.609 Pendidikan ibu SMA PT 21 11 63.3 36.7 21 9 70.0 30.0 42 20 67.7 32.3 0.217 Pekerjaan ayah Tidak bekerja Petani Pedagang PNS/ABRI/POLRI Karyawan swasta Wiraswasta Buruh Lainnya 5 2 1 12 2 7 2 1 15.6 6.3 3.1 37.5 6.3 21.9 6.3 3.1 0 2 0 11 5 7 5 0 00.0 6.7 0.0 36.7 16.7 23.0 16.7 0.0 5 4 1 23 7 14 7 1 8.1 6.5 1.6 37.1 11.3 22.6 11.3 1.6 0.082 Pekerjaan ibu Pedagang PNS/ABRI/POLRI Karyawan swasta Wiraswasta IRT 0 7 0 2 23 0.0 21.9 0.0 6.3 71.9 2 6 0 1 21 6.7 20.0 0.0 3.3 70.0 2 13 0 3 44 3.2 21.0 0.0 4.8 71.0 0.717 Pendapatan keluarga (Rp/bulan)

≤ 4.000.000

> 4.000.000 6 26 18.7 81.3 17 13 56.9 43.1 18 39 29.0 62.9 0.000 Besar keluarga (orang)

Kecil (≤ 4) Sedang (5-6) Besar (≥7) 19 9 4 59.4 28.1 12.5 11 17 2 36.7 56.7 6.7 30 26 6 48.4 41.9 9.7 0.360 Total 32 51,6 30 58,4 62 100

Pendapatan keluarga contoh kegemukan adalah signifikan (p<0.05) lebih tinggi daripada contoh normal. Hal ini dapat dilihat berdasarkan pada contoh kegemukan dan normal yang memiliki pendapatan lebih besar dari Rp

18

14

4.000.000,00 per bulan masing-masing adalah sebanyak 81.3% dan 43.1% (Tabel 8).

Sebanyak 59.4% contoh kegemukan tergolong dalam keluarga kecil dengan jumlah anggota keluarga maksimal empat (4) orang, sedangkan 56.7% contoh normal tergolong dalam keluarga sedang dengan jumlah anggota keluarga sebanyak 5 sampai 6 orang. Tingkat pengeluaran keluarga sangat dipengaruhi oleh besarnya keluarga. Semakin banyak jumlah anggota keluarga maka pengeluarannya akan semakin banyak. Besar keluarga berhubungan dengan pengalokasian pangan yang harus disediakan. Makin sedikit jumlah anggota keluarga, semakin mudah terpenuhi kebutuhan makanan seluruh anggota keluar-ga. Sebaliknya, apabila jumlah anggota keluarga banyak dan pendapatan terbatas, maka makanan yang tersedia tidak mencukupi. Semakin banyak anggota keluarga, maka kuantitas makanan untuk setiap orang akan semakin rendah (Suhardjo 2006).

Konsumsi Pangan

Menurut Hardinsyah et al. (2002), konsumsi pangan adalah informasi ten-tang jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi oleh seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Mengkonsumsi pangan tidak hanya penting untuk, sumber energi, tetapi juga untuk kekuatan, kecerdasan dan kemampuan fisik tubuh. Kebutuhan pangan yang terpenuhi dengan baik akan memberikan dampak yang baik pada kesehatan tubuh.

Frekuensi konsumsi pangan

Frekuensi konsumsi pangan adalah konsumsi berbagai jenis bahan pangan yang dikelompokkan sesuai dengan jenisnya pada periode waktu tertentu. Dalam penelitian ini, frekuensi konsumsi pangan yang disajikan adalah pangan pokok, protein hewani, protein nabati, sayuran, buah-buahan, jajanan dan pangan lain (fast food, softdrink dan suplemen). Data frekuensi konsumsi pangan berdasarkan status gizi dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Perbedaan Frekuensi konsumsi berdasarkan status gizi IMT/U (kali/minggu)

Kelompok pangan Kegemukan median (min,maks) Normal median (min,maks)

Pangan pokok 28.5 (15,21) 25 (14,25) Protein hewani 12.3 (1,14) 8.1 (1,14) Jeroan 1.5 (0,3) 0 (0,1) Protein nabati 6 (1,7) 6.5 (1,14) Sayuran 3.5 (0,4) 4.3 (0,5) Buah-buahan 0,3 (0,4) 0.5 (0,4) Jajanan 7.8 (3,14) 2.8 (1,14) Lainnya 1.9 (0,7) 1.9 (0,7)

Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 10) kelompok pangan pokok, protein hewani, jeroan, dan jajanan pada contoh yang berstatus gizi kegemukan adalah lebih sring daripada contoh normal. sebaliknya, frekuensi konsumsi kelompok

19 protein nabati, sayuran dan buah-buahan contoh dengan status gizi kegemukan adalah lebih jarang daripada contoh normal. Frekuensi konsumsi protein nabati, sayuran dan buah-buahan contoh yang berstatus gizi kegemukan secara berturut-turut adalah 6 (1,7), 3.5 (0,4), 0,3 (0,4) kali/minggu lebih sedikit dibandingkan contoh yang normal, yakni secara berturut-turut adalah 6.5 (1,14), 4.3 (0,5), 0.5 (0,4) kali/minggu. Hasil penelitian Herta dan Briawan (2011), menunjukkan bahwa pola konsumsi pangan remaja cenderung kepada kesukaan yang berlebihan terhadap makanan yang tertentu saja. Kecenderungan konsumsi pangan remaja pada sumber pangan yang tinggi kalori menyebabkan ketidakseimbangan asupan yang dapat menyebabkan kegemukan.

Jumlah konsumsi pangan

Kebutuhan gizi seseorang dapat dipenuhi dari konsumsi pangannya sehari-hari. Jumlah konsumsi pangan merupakan faktor yang dapat menentukan status gizi seseorang. Semua zat gizi yang diperlukan untuk fungsi normal tubuh dapat dipenuhi dari konsumsi makanan sehari-hari yang dipilih dengan baik. Sebaliknya bila makanan tidak dipilih dengan baik, maka akan berdampak pada tidak memadainya jumlah dan mutunya, sehingga tubuh akan mengalami kekurangan zat gizi esensial tertentu (Almatsier 2005). Jumlah konsumsi pangan berdasarkan status gizi dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Jumlah konsumsi berdasarkan kelompok pangan dan status gizi IMT/U(gram/hari)

Kelompok pangan Kegemukan median (min,max) median (min,max) Normal

Pangan pokok 618 (379,683) 589.5 (373.3,666.7) Protein hewani 73 (70,84) 71.0 (56,75) Jeroan 4 (0,13) 0 (0,12) Protein nabati 32 (11,75) 37.3 (20,64) Sayuran 15.8 (0,53) 23,0 (0,80) Buah-buahan 4 (0,82) 4 (0,186) Jajanan 91 (11,224) 52.5 (10.7,224) Lainnya 13.3 (0,140) 7.9 (0,187)

Berdasarkan Tabel 10, diketahui rata-rata konsumsi pangan pokok contoh dengan status gizi kegemukan sebesar (672.4±203.4) g/hari, jumlah ini lebih banyak dibandingkan contoh dengan status gizi normal, yaitu (554.0±244.8) g/hari. Hal yang sama terjadi pada kelompok protein hewani, jeroan, jajanan dan lainnya (es krim, softdrink, junkfood, suplemen) umumnya dikonsumsi lebih banyak pada contoh yang berstatus gizi kegemukan jika dibaningkan dengan kelompok dengan status gizi normal. Adapun pada kelompok protein nabati, sayur dan buah adalah dikonsumsi lebih banyak pada contoh dengan status gizi normal, daripada yang kegemukan. Rata-rata jumlah konsumsi buah dan sayur contoh berbeda dengan hasil penelitian Sinaga et al. (2014) karena perbedaan kriteria dan jumlah sampel yang diteliti. Penelitian sinaga et al (2014) dilakukan pada wanita dewasa usia 30-55 tahun, sedangkan penelitian ini dilakukan pada mahasiswa laki-laki dan perempuan dengan usia 17-18 tahun. Perbedaan frekuensi dan jumlah konsumsi pangan lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 10.

20

14

Tabel 10 Frekuensi dan jumlah konsumsi pangan berdasarkan status gizi Jenis pangan Frekuensi (kali/minggu) Kegemukan Normal Jumlah (gram/hari) Kegemukan Normal

Median (min, maks) Median (min, maks) Median (min, maks) Median (min, maks) Pangan pokok Nasi 21 (14,21) 21 (14,21) 560.0 (373.3,840.0) 560.0 (373.3,653.3) Mie 2 (1,4) 1 (0,3) 18.7 (2.3,37.3) 9.3 (0.0,28.0) Roti 4 (0,10) 2.9 (0,14) 26.7 (0.0,91.5) 13.2 (0.0,91.5) Protein hewani Ayam 3 (0,7) 2 (0,7) 24.0 (0.0,84.0) 16.7 (0.0,65.3) Daging sapi 0.25 (0,1) 0.1 (0,0.5) 1.7(0.0,6.7) 0.8 (0.0,3.3) Ikan 0,25 (0,1) 1 (0,4) 16.0 (0.0,53.3) 9.3 (0.0,42.7) Telur 4 (1,8) 3 (1,5) 22.0 (7.3,55.0) 22.0 (7.3,36.7) Susu 2 (0,7) 2 (0,4) 9.3 (0.0,54.0) 9.3 (0.0,32.7) Jeroan Hati 1 (0,3) 0 (0,1) 2.0 (0.0,12.0) 0.0 (0.0,4.0) Ampela 1 (1,3) 0 (0,1) 2.0 (0.0,12.0) 0.0 (0.0,4.0) Otak 0 (0,3) 0 (0,1) 0.0 (0.0,1.3) 0.0 (0.0,0.0) Usus 0 (0,2) 0 (0,0.5) 0.0 (0.0,10.7) 0.0 (0.0,2.7) Kikil 0(0,2) 0 (0,0) 0.0 (0.0,13.3) 0.0 (0.0,0.0) Babat 0 (0,1) 0 (0,0) 0.0 (0.0,5.3) 0.0 (0.0,0.0) Protein nabati Tahu 3 (0,7) 3 (0,14) 16.0 (0.0,37.3) 16.0 (0.0,74.7) Tempe 3 (1,5) 4 (1,14) 16.0 (0.0,37.3) 21.3 (0.0,74.7) Oncom 0 (0,1) 0 (0,1) 0.0 (0.0,8.0) 0.0 (0.0,4.0) Sayuran Bayam 1 (0,3) 1 (0,4) 5.0 (0.0,32,0) 5.8 (0.0,64.0) Kangkung 0,5 (0,3) 0,5 (0,4) 3.3 (0.0,33.3) 3.3 (0.0,64.0) Kol 1 (0,4) 1 (0,4) 2.5 (0.0,13.3) 4.3 (0.0,20.0) Wortel 1 (0,4) 2 (0,5) 4.0 (0.0,28.0) 9.7 (0.0,80.0) Buah-buahan Alpukat 0 (0,3) 0 (0,0.5) 4.0 (0.0,28.0) 9.7 (0.0,80.0) Melon 0 (0,3) 0 (0,3) 4.0 (0.0,20.0) 4.0 (0.0,48.0) Pepaya 0 (0,2) 0 (0,3) 0.0 (0.0,32.0) 0.0 (0.0,48,0) Semangka 0 (0,2) 0 (0,3) 0.0 (0.0,40.0) 0.0 (0.0,60.0) Jajanan Bakso 0 (0,3) 0 (0,2) 0.0 (00,160.0) 5.8 (0.0,93.3) Gorengan 4 (1,14) 0 (1,14) 64.0 (10.7,320.0) 44.0 (10.7,224.0) Donat 2 (1,4) 0 (0,3) 8.0 (0.0,40.0) 2.7 (0.0,24.0) Lainnya Ice cream 0 (0,3) 0 (0,2) 0.0 (0.0,64.0) 0.0 (0.0,42.7) Softdrink 0 (0,2) 0 (0,1) 0.0 (0.0,96.0) 0.0 (0.0,48.0) Junk food 1 (0,3) 0 (0,4) 12.7 (0.0,56.0) 6.0 (0.0,32.0) Vitacimin 0 (0,1) 0 (0,3) 0.0 (0.0,2.8) 0.0 (0.0,0.0)

21

Buah dan sayur

Sayur dan buah merupakan bahan makanan yang berasal dari tumbuh tum-buhan (bahan makanan nabati). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa konsumsi buah dan sayur dapat mengurangi resiko kegemukan. Hal ini karena kandungan serat pada buah dan sayur tinggi sehingga menjadi cepat kenyang serta mengandung vitamin, mineral dan antioksidan. Anjuran konsumsi buah dan sayur menurut Pedoman Gizi Seimbang yaitu 2-3 porsi/hari untuk buah dan 3-4 porsi/hari untuk sayur (Kemenkes 2014). Konsumsi buah dan sayur sebaiknya mencukup karena, jika kekurangan dapat mengakibatkan defisiensi zat gizi khu-susnya vitamin dan mineral (Khomsan 2003).

Berdasarkan hasil uji beda Mann-Whitney terdapat perbedaan signifikan (p<0.05) pada konsumsi buah dan sayur antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Hasil penelitian Othman et al. 2012 menyatakan, bahwa wanita cenderung mengonsumsi buah dan sayur lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Reynold (1999) yang menyatakan bahwa jenis kelamin berpengaruh terhadap konsumsi buah dan sayur dimana tingkat konsumsi buah dan sayur pada perempuan lebih rendah dibanding laki-laki. Perbedaan konsumsi buah dan sayur dari masing-masing jenis kelamin ini menentukan konsumsi pangan lain yang akan berhubungan status gizi seseorang.

Secara umum, konsumsi sayur dan buah contoh belum beragam. Dari keseluruhan jenis sayur, wortel memiliki rata-rata konsumsi paling tinggi yaitu sebesar 9.7 (0.0,80.0) gram/hari atau 2 (0,5) kali/minggu, kemudian diikuti oleh bayam, kol dan kangkung. Buah yang paling banyak dikonsumsi contoh adalah alpukat (dalam bentuk jus) sebesar 9.7 (0.0,80.0) gram/hari atau 4.0 (0.0,28.0) kali/minggu, selain itu adalah melon, pepaya dan semangka. Pemilihan jenis sayur dan buah tersebut berdasarkan urutan konsumsi buah dan sayur terbanyak pada contoh. Konsumsi buah dan sayur contoh yang kegemukan lebih sedikit dibandingkan contoh yang normal. Hal ini sesuai dengan Khomsan (2008) yang menyatakan bahwa buah dan sayur memiliki banyak manfaat kesehatan. Buah dan sayur sangat kaya kandungan vitamin dan mineral, serat dan antioksidan yang bermanfaat bagi tubuh dan mengurangi resiko kegemukan. Rendahnya konsumsi buah dan sayur menentukan tingginya konsumsi korbohidrat dan pangan sumber lemak. Oleh karena itu, resiko mengalami kegemukan semakin meningkat. Peningkatan konsumsi buah dan sayur juga dapat mengurangi resiko terkena penyakit tidak menular. Konsumsi buah dan sayur sampai dengan 600 gram per hari dapat mengurangi total beban penyakit di seluruh dunia sebesar 1,8 % dan mengurangi beban penyakit jantung iskemik dan stroke iskemik, gangguan pencernaan, esofagus, paru-paru dan kanker kolorektal (Lock et al. 2005).

Sumber karbohidrat

Karbohidrat adalah suatu zat gizi yang terdiri dari senyawa organik atom kar-bon, hidrogen dan oksigen yang digunakan sebagai pembentuk energi (Sandjaja et al. 2010). Berdasarkan anjuran dari Pedoman Gizi Seimbang mengonsumsi sumber karbohidrat sebaiknya setengah dari kebutuhan energi, yaitu sekitar 3-4 porsi sehari. Pemilihan nasi, mie dan roti, merupakan urutan tertinggi dari sumber karbohidrat yang paling sering dikonsumsi contoh. Secara umum dari ketiga pangan tersebut untuk contoh yang kegemukan lebih banyak konsumsinya daripada contoh normal masing-masing sebesar 560.0 (373.3,840.0), 18.7 (2.3,37.3), 26.7 (0.0,91.5)

22

14

gram/hari. Contoh yang berstatus gizi kegemukan juga lebih sering mengonsumsi mie dan roti yaitu sebanyak 2 (1,4) dan 4 (0,10) kali/minggu daripada contoh normal. Hasil penelitian Kuriyan et al. (2012) menunjukkan peningkatan konsumsi roti dan kue, yaitu sebagai salah satu sumber karbohidrat, memiliki hubungan dengan peningkatan ukuran lingkar pinggang.

Pangan tinggi lemak

Lemak merupakan salah satu kandungan utama dalam makanan. Selain sebagai sumber utama energi, cadangan energi tubuh, isolator, pelindung organ dan mengandung lemak esensial (Mahan dan Escott-Stump 2008). Lemak berperan penting dalam tubuh sebagai pembawa vitamin larut lemak, sebagai simpanan energi, bahan pembentuk hormon dan lain sebagainya (Sandjaja et al. 2010). Konsumsi makanan tinggi lemak perlu dibatasi karena makanan tinggi lemak mengandung banyak kalori, rendah serat dan minim kandungan gizi menjadi salah satu faktor terjadinya kegemukan (Wahyu 2011). Pada penelitian ini, protein hewani, jeroan, jajanan dan junkfood merupakan pangan tinggi lemak yang dipilih. Pemilihan keempat kelompok pangan tinggi lemak tersebut berdasarkan urutan bahan pangan yang menyumbang banyak lemak yang paling sering dikonsumsi contoh.

Secara umum, konsumsi keempat kelompok pangan tersebut lebih banyak oleh contoh yang berstatus gizi kegemukan. Salah satunya pada kelompok protein hewani yaitu ayam dikonsumsi sebanyak 24.0 (0.0,84.0) gram/hari atau 3 (0,7) kali/minggu. Kelompok jeroan, seperti hati dan ampela, usus dan otak yang tinggi lemak juga dikonsumsi diknsumsi lebih banyak oleh contoh yang kegemukan. Pada kelompok jajanan, gorengan adalah yang paling banyak dikonsumsi. Contoh dengan status gizi kegemukan konsumsinya lebih banyak yaitu sebesar 64.0 (10.7,320.0) gram/hari atau 4 (1,14) kali/minggu. Sedangkan yang berstatus gizi normal sebanyak 44.0 (10.7,224.0) gram/hari atau 0 (1,14) kali/minggu dan pada konsumsi junkfood contoh dengan status gizi kegemukan sebanyak 12.7 (0.0,56.0) gram/hari atau 1 (0,3) kali/minggu.

Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi

Dokumen terkait