• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Pengaruh Cekaman Aluminium

Penghambatan panjang akar.

Perlakuan cekaman 1.6 mM Al menyebabkan reduksi perpanjangan akar baik pada kultivar Slamet maupun kultivar Lumut. Kultivar peka Lumut mengalami reduksi perpanjangan akar (77%-89%) lebih besar daripada kultivar toleran Slamet (70%-86%). Perbedaan pH dapat menyebabkan perbedaan pertumbuhan akar. Pada perlakuan pH 6 tidak terjadi reduksi perpanjangan akar. Hal ini ditunjukkan dengan nilai reduksi perpanjangan akar yang negatif. Akar tumbuhan kedelai pH 6 lebih panjang daripada akar kedelai pH 4. Lamanya waktu cekaman Al menyebabkan peningkatan penghambatan panjang akar (Tabel 1).

Kandungan aluminium

.

Perlakuan

cekaman 1.6 mM Al menyebabkan kandungan Al yang tinggi pada kedua kultivar. Kultivar Lumut memiliki kandungan Al lebih tinggi dibandingkan dengan kultivar Slamet yang ditunjukkan dengan warna merah pekat hematoksilin setelah perlakuan cekaman Al selama 24 jam (Gambar 1).

Kandungan Al pada akar kedua kultivar semakin tinggi dengan semakin meningkatnya waktu cekaman. Kultivar Lumut memiliki kandungan Al lebih tinggi daripada kultivar Slamet sampai 48 jam setelah perlakuan cekaman, namun kandungan Al cenderung sama pada 72 jam setelah

Lm Sl Lm Sl Lm Sl Lm Sl (a) (b) (c) (d) Uji histokimia Al dengan

pewarnaan hematoksilin pada akar. Tanaman kontrol, pH 6, jam ke-0 (a); perlakuan pH 6, jam ke-24 (b); pH 4, jam ke-24 (c), dan pH 4 + 1.6 mM Al, jam ke-24 (d). Tanda panah menunjukkan akumulasi Al pada akar. Lm = Lumut, Sl = Slamet.

perlakuan cekaman. Akar tanaman yang direndam pada pH 6 dan 4 memiliki kandungan Al paling sedikit. Diduga kandungan tersebut berasal dari kontaminasi ion Cl- pada saat mengatur pH media (Gambar 2). Cekaman Al dapat menyebabkan luka pada akar. Pelukaan akar terlihat pada daerah 3-5 mm dari ujung akar. Kerusakan akar yang lebih parah terjadi pada daerah 3 mm dari ujung akar daripada daerah 5 mm dari ujung akar. Kerusakan jaringan akar pada kultivar Lumut terjadi sampai ke lapisan dalam korteks, sedangkan pada kultivar Slamet terjadi hanya pada bagian luar korteks (Gambar 3).

Reduksi perpanjangan akar dibandingkan dengan tanaman kontrol pH 4 pH 4 pH 6 pH 4+ 1.6 mM Al * PPA (cm) RPA (%) PPA (cm) RPA (%) PPA (cm) RPA (%) Lama Cekaman Sl Lm Sl Lm Sl Lm Sl Lm Sl Lm Sl Lm 8 Jam 1.33 1.12 100 100 1.6 1.18 -20 -5 0.4 0.26 70 77 24 Jam 2.86 2.33 100 100 3.29 2.58 -15 -10 0.71 0.42 75 82 48 Jam 5.2 3.85 100 100 5.95 4.84 -14 -20 0.87 0.5 83 87 72 Jam 6.69 5.19 100 100 7.86 6.1 -17 -18 0.95 0.58 86 89 Tabel 1 Reduksi perpanjangan akar tanaman perlakuan (pH 4 + 1.6 mM Al) dibandingkan

dengan tanaman kontrol pH 4

* PPA : Pertambahan Panjang Akar = Panjang akar jam ke-t – Panjang akar jam ke-0

RPA : Reduksi Perpanjangan Akar terhadap perlakuan pH 4 = PPA pH 4 – PPA perlakuan X 100% PPA pH 4

Sl : Slamet

Lm : Lumut Gambar 1

(a) (b) (c) (d) Lm Sl Gambar 3 Sayatan melintang akar pada daerah

3 mm dari ujung akar.

Tanaman kontrol, pH 6, jam ke-0 (a); perlakuan, pH 6, jam ke-24 (b); pH 4, jam ke-24 (c), dan pH 4 + 1.6 mM Al, jam ke-24 (d). Tanda panah menunjukkan jaringan akar yang rusak. Lm = Lumut, Sl = Slamet. = 100

μm.

Kandungan peroksidasi lipid. Perlakuan cekaman 1.6 mM Al menyebabkan kandungan peroksidasi lipid yang tinggi padakedua kultivar. Kultivar Lumut memiliki kandungan

peroksidasi lipid lebih tinggi dibandingkan dengan kultivar Slamet. Hal ini ditunjukkan dengan akar yang berwarna merah setelah diwarnai dengan larutan Schiff,s selama 24 jam. Warna akar kultivar Lumut lebih pekat daripada warna akar kultivar Slamet (Gambar 4).

Lm Sl Lm Sl Lm Sl Lm Sl (a) (b) (c) (d) Gambar 4 Uji histokimia peroksidasi lipid

dengan larutan Schiff,s pada akar. Tanaman kontrol, pH 6, jam ke-0 (a); perlakuan, pH 6, jam ke-24 (b); pH 4, jam ke-24 (c), dan pH 4 + 1.6 mM Al jam ke-24 (d). Tanda panah menunjukkan akumulasi peroksidasi lipid pada akar. Lm = Lumut, Sl = Slamet.

Peroksidasi lipid pada kultivar Lumut meningkat mulai jam ke-0 sampai jam ke-24 dan menurun mulai jam ke-48, sedangkan pada kultivar Slamet peningkatan kandungan peroksidasi lipid terjadi mulai jam ke-0 sampai jam ke-48 dan penurunan terjadi mulai jam ke-72. Peningkatan peroksidasi lipid pada kultivar Lumut lebih tinggi daripada kultivar Slamet. Kedua kultivar memiliki kandungan peroksidasi lipid yang rendah pada pH 6 dan 4 (Gambar 5).

Gambar 2 Kandungan Al akar. Lm = Lumut, Sl = Slamet. 0 2 4 6 8 10 12 0 8 24 48 72 Jam ke m g A l/g a k a r Sl-pH 6 Lm-pH 6 Sl-pH-4 Lm-pH 4 Sl-pH 4-Al Lm-pH 4-Al

Kandungan kalosa. Cekaman Al menyebabkan peningkatan kandungan kalosa pada kedua kultivar. Kultivar Lumut memiliki kandungan kalosa lebih tinggi dibandingkan dengan kultivar Slamet. Hal ini dapat dilihat dari jaringan akar yang berpendar jika diamati dengan mikroskop fluoresens. Jaringan akar kultivar Lumut pada daerah 1-5 mm berpendar lebih pekat daripada akar kultivar Slamet (Gambar 6). nf (a) f nf (b) nf f nf (c) f nf (d) f Lm Sl Gambar 6 Uji histokimia kalosa dengan

pewarnaan Aniline blue yang diamati pada keadaan non fluoresens (nf) dan fluoresens (f). Tanaman kontrol, pH 6, jam 0 (a); perlakuan pH 6, jam ke-24 (b); pH 4, jam ke-ke-24 (c), dan pH 4 + 1.6 mM Al, jam ke-24 (d). Tanda panah menunjukkan sebarankalosa. Lm = Lumut, Sl = Slamet. = 100 μm.

Gambar 5 Kandungan peroksidasi lipid akar. Lm = Lumut, Sl = Slamet. 0 2 4 6 8 10 12 14 0 8 24 48 72 Jam ke n M M D A /cm ak a r Sl-pH 6 Lm-pH 6 Sl-pH 4 Lm-pH 4 Sl-pH 4-Al Lm-pH 4-Al

Peningkatan kandungan kalosa pada kedua kultivar terjadi mulai jam ke-0 sampai jam ke-24 dan mulai turun pada jam ke-48. Kultivar Slamet memiliki kandungan kalosa lebih rendah daripada kultivar Lumut. Kultivar Lumut mengalami tingkat kenaikan kandungan kalosa yang lebih tinggi daripada kultivar Slamet pada awal cekaman. Kandungan kalosa kedua kultivar tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada pH 6 dan 4 (Gambar 7).

Kehilangan integritas membran.

Cekaman 1.6 mM Al menyebabkan kultivar Lumut mengalami kehilangan integritas membran lebih tinggi dibandingkan dengan kultivar Slamet. Hal ini dapat dilihat dari warna Evans blue yang lebih pekat pada akar kultivar Lumut daripada kultivar Slamet (Gambar 8). Lm Sl Lm Sl Lm Sl Lm Sl (a) (b) (c) (d) Gambar 8 Uji histokimia integritas membran

dengan pewarnaan Evans blue pada akar.

Tanaman kontrol, pH 6, jam ke-0 (a); perlakuan pH 6, jam ke-24 (b); pH 4, jam ke-24 (c), dan pH 4 + 1.6 mM Al, jam ke-24. Tanda panah menunjukkan kehilangan integritas membran. Lm = Lumut, Sl = Slamet.

Gambar 7 Kandungan kalosa akar. Lm = Lumut, Sl = Slamet.

Gambar 9 Kehilangan integritas membran akar. Lm = Lumut, Sl = Slamet. 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 0.5 0 8 24 48 72 jam ke m g C u rd la n /c m ak ar Sl-pH 6 Lm-pH 6 Sl-pH 4 Lm-pH 4 Sl-pH 4-Al Lm-pH 4-Al 0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0 8 24 48 72 Jam ke A b so rb an si Sl-pH 6 Lm-pH 6 Sl-pH 4 Lm-pH 4 Sl-pH 4-Al Lm-pH 4-Al

Penurunan kehilangan integritas membran semakin naik seiring dengan lamanya cekaman Al. Kehilangan integritas membran pada kultivar Lumut lebih tinggi daripada kultivar Slamet. Kedua kultivar mengalami sedikit kehilangan integritas membran pada pH 6 dan 4 (Gambar 9).

Pengaruh Mastoparan terhadap Cekaman Aluminium

Penghambatan panjang akar.

Mastoparan 7 (sigma) merupakan aktivator protein heterotrimerik G α sehingga protein ini berada dalam keadaan aktif mengikat GTP (Assmann 2002). Penambahan Mastoparan (30 µM) dapat menurunkan reduksi perpanjangan akar pada kedua kultivar. Kultivar Lumut mengalami tingkat

(a)

(b)

Lm Sl Gambar 10 Sayatan melintang akar pada

daerah 3 mm dari ujung akar yang diwarnai dengan hematoksilin.

Perlakuan pH 4 + 1.6 mM Al (a) dan pH 4 + 1.6mM Al +

Mastoparan (b) selama 24 jam.

Lm = Lumut, Sl = Slamet. = 100 μm.

penurunan perpanjangan akar lebih tinggi dibandingkan dengan kultivar Slamet (Tabel 2).

Perlakuan cekaman Al tanpa penambahan Mastoparan menyebabkan luka pada jaringan akar baik pada kultivar Lumut maupun kultivar Slamet. Penambahan Mastoparan (30 µM) mengakibatkan tidak terdapatnya kerusakan jaringan akar pada kedua kultivar (Gambar 10) dan menurunkan kandungan Al pada kedua kultivar. Hal ini ditunjukkan dengan sedikitnya penyerapan warna hematoksilin pada kedua kultivar pada perlakuan penambahan Mastoparan dibandingkan dengan perlakuan cekaman Al (Gambar 11). Kultivar Slamet memiliki kandungan Al lebih rendah daripada kultivar Lumut (Gambar 12).

Lm Sl Lm Sl (a) (b)

Gambar 11 Uji histokimia kandungan Al akar pada perlakuan pH 4 + 1.6 mM Al (a) dan pH 4 + 1.6 mM Al + Mastoparan (b) selama 24 jam. Tanda panah menunjukkan

akumulasi Al pada akar. Lm = Lumut, Sl = Slamet.

Reduksi perpanjangan akar dibandingkan dengan tanaman kontrol pH 4 + 1.6 mM Al

pH 4+ 1.6 mM Al pH 4+1.6 mM Al+Mastoparan * PPA (cm) RPA (%) PPA (cm) RPA (%) Lama

Cekaman

Sl Lm Sl Lm Sl Lm Sl Lm 8 Jam 0.29 0.16 100 100 0.34 0.26 -17 -63 24 Jam 0.52 0.28 100 100 0.69 0.6 -33 -114 * PPA : Pertambahan Panjang Akar = Panjang akar jam ke-t – Panjang akar jam ke-0

RPA : Reduksi Perpanjangan Akar terhadap perlakuan pH 4 + 1.6 mM Al = PPA pH 4+1.6 mM Al – PPA perlakuan X 100% PPA pH 4+1.6 mM Al

Sl : Slamet Lm : Lumut

Tabel 2 Reduksi perpanjangan akar dengan penambahan Mastoparan dibandingkan dengan tanaman kontrol pH 4 + 1.6 mM Al

Kandungan peroksidasi lipid. Penambahan Mastoparan (30 µM) dapat menurunkan kandungan peroksidasi lipid pada akar. Hal ini ditunjukkan dengan sedikitnya penyerapan warna larutan Schiff,s pada akar

kedua kultivar. Akar kultivar Slamet menyerap warna lebih sedikit daripada akar kultivar Lumut (Gambar 14). Kultivar Slamet memiliki kandungan peroksidasi lipid lebih rendah daripada kultivar Lumut (Gambar 13). Gambar 12 Kandungan Al akar tanpa dan dengan penambahan Mastoparan

selama 24 jam.

Lm = Lumut, Sl = Slamet.

Gambar 13 Kandungan peroksidasi lipid akar tanpa dan dengan penambahan Mastoparan selama 24 jam.

Lm = Lumut, Sl = Slamet. 0 2 4 6 8 10 12 14 0 8 24 Jam ke m g Al / g ak ar Sl-pH 6 Lm-pH 6 Sl-pH 4 Lm-pH 4 Sl-pH 4-Al Lm-pH 4-Al Sl-pH 4-Al-Mastoparan Lm-pH 4-Al-Mastoparan 0 2 4 6 8 10 12 14 0 8 24 Jam ke n M M D A /cm ak ar Sl-pH 6 Lm-pH 6 Sl-pH 4 Lm-pH 4 Sl-pH 4-Al Lm-pH 4-Al Sl-pH 4-Al-Mastoparan Lm-pH 4-Al-Mastoparan

Lm Sl Lm Sl

(a) (b)

Gambar 14 Uji histokimia peroksidasi lipid akar dengan pewarnaan Schiff,s pada perlakuan pH 4 + 1.6 mM Al (a) dan pH 4 + 1.6 mM Al + Mastoparan (b) selama 24 jam. Tanda panah menunjukkan akumulasi peroksidasi lipid pada akar. Lm = Lumut, Sl = Slamet.

Kandungan kalosa. Penambahan

Mastoparan (30 µM) mengakibatkan tidak terdapat kerusakan pada jaringan akar dan menurunkan kandungan kalosa. Hal ini terlihat dari kurang berpendarnya jaringan akar perlakuan Mastoparan dibandingkan dengan perlakuan cekaman Al (Gambar 15). Akar kultivar Slamet memiliki kandungan kalosa lebih rendah daripada kultivar Lumut (Gambar 16). nf (a) f nf (b) f Lm Sl

Gambar 15 Uji histokimia kalosa dengan pewarnaan Aniline blue yang diamati pada keadaan non fluoresens (nf) dan fluoresens (f) pada perlakuanpH 4 + 1.6 mM Al (a) dan pH 4 + 1.6 mM Al + Mastoparan (b) selama 24 jam. Tanda panah menunjukkan sebarankalosa. Lm = Lumut,

Gambar 16 Kandungan kalosa akar tanpa dan dengan penambahan Mastoparan selama 24 jam. Lm = Lumut, Sl = Slamet. 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0 8 24 Jam ke mg C u rd la n /c m a k ar Sl-pH 6 Lm-pH 6 Sl-pH 4 Lm-pH 4 Sl-pH 4-Al Lm-pH 4-Al Sl-pH 4-Al-Mastoparan Lm-pH 4-Al-Mastoparan Sl = Slamet. =100 µm.

Kehilangan integritas membran. Mastoparan tidak menyebabkan kerusakan akar, sehingga kehilangan integritas membran sel akar menjadi menurun. Hal ini terlihat dari rendahnya penyerapan warna Evans blue oleh akar kedua kultivar. Kultivar Lumut menyerap warna lebih banyak daripada kultivar Slamet. Akar kultivar Slamet bahkan terlihat tidak menyerap warna Evans blue (Gambar 17). Akar kultivar Slamet memiliki penurunan integritas membran lebih kecil daripada kultivar Lumut (Gambar 18).

Lm Sl Lm Sl (a) (b)

Gambar 17 Uji histokimia kehilangan integritas membran dengan pewarnaan Evans blue pada perlakuan pH 4 + 1.6 mM Al (a) dan pH 4 + 1.6 mM Al + Mastoparan (b) selama 24 jam.

Tanda panah menunjukkan kehilangan integritas membran. Lm = Lumut, Sl = Slamet.

Pembahasan

Pengaruh Cekaman Aluminium

Alumunium larut pada tanah masam (pH < 4) dan menyebabkan penghambatan pertumbuhan tumbuhan. Ketika Al diabsorbsi oleh tumbuhan, efek toksisitasnya akan terlihat pada pertumbuhan akarnya. Al diketahui antara lain berikatan pada dinding sel, membran plasma, dan nukleus (Kataoka et al. 2001). Perubahan morfologi akar akibat cekaman Al terjadi beberapa jam setelah perlakuan cekaman. Ujung akar menebal dan permukaannya retak. Keretakan ini disebabkan oleh kerusakan pada lapisan kedua dan ketiga korteks (Matsumoto 2000). Sejumlah besar Al diakumulasi pada zona pemanjangan akar dan menyebabkan penghambatan perpanjangan akar akibat perubahan struktural zona tersebut pada tahap awal toksisitas Al (Matsumoto 2000).

Alumunium dapat berikatan dengan gugus polifosfat DNA dan menyebabkan terganggunya proses replikasi DNA (Kochian 1995). Al akan berikatan dengan molekul yang berhubungan dengan DNA misalnya protein histon kromosom yang menyebabkan pembelahan sel terganggu. Menurut Sivaguru et al. (1999) kultur sel yang mendapat cekaman Al, pembelahan selnya terhambat akibat hilangnya benang-benang gelendong (spindel) pada proses mitosis. Aktivitas mitosis yang menurun dengan cepat akan menyebabkan terjadinya reduksi perpanjangan akar.

Gambar 18 Kehilangan integritas membran pada akar tanpa dan dengan penambahan Mastoparan selama 24 jam.

Lm = Lumut, Sl = Slamet. 0 0.005 0.01 0.015 0.02 0.025 0.03 0 8 24 Jam ke A b so rb an si Sl-pH 6 Lm-pH 6 Sl-pH 4 Lm-pH 4 Sl-pH 4-Al Lm-pH 4-Al

Kultivar yang peka terhadap cekaman Al mengakumulasi Al lebih banyak daripada kultivar yang toleran (Matsumoto 2000). Menurut Matsumoto (2000) penghambatan perpanjangan akar akibat cekaman Al berbeda antar spesies atau kultivar. Kultivar Lumut mengalami reduksi perpanjangan akar lebih besar daripada kultivar Slamet. Penghambatan perpanjangan akar berhubungan dengan akumulasi Al pada jaringan akar. Reduksi perpanjangan akar lebih dari 50 % pada kedua kultivar tersebut terjadi 8 jam setelah perlakuan. Hasil penelitian yang sama juga dilaporkan oleh Mashuda (2006) dan Suharsono et al. (2006).

Akumulasi Al pada akar ditemukan mulai dari ujung akar sampai 5 mm di atas ujung akar, namun kerusakan akar terdeteksi pada daerah 3-5 mm dari ujung akar dengan pewarnaan hematoksilin. Menurut Matsumoto (2000) Al diakumulasi di tudung, meristem apikal dan zona pemanjangan akar. Menurut Kataoka et al. (2001) sel-sel pada daerah tersebut relatif lebih muda. Sel yang lebih muda dapat berikatan dengan Al lebih mudah daripada sel yang lebih dewasa. Hal ini disebabkan karena sel yang lebih muda memiliki potensial membran yang lebih rendah dibandingkan dengan sel yang lebih dewasa. Berdasarkan sayatan melintang akar, akumulasi Al pada umumnya dijumpai pada lapisan epidermis dan sub epidermis (korteks) akar. Hasil penelitian yang sama juga dilaporkan oleh Matsumoto (2000). Menurut Kataoka (2001) akumulasi Al dijumpai pada nukleus sel-sel parenkima korteks yang terletak pada daerah 1 dan 2 mm dari ujung akar hanya dengan perlakuan cekaman selama 15 menit, bahkan Al juga dapat dijumpai pada protoxilem meskipun dengan konsentrasi yang rendah. Hal ini menunjukkan Al ditransportasikan ke bagian atas tumbuhan melalui xilem.

Semakin lama waktu cekaman semakin tinggi kandungan Al. Kultivar Slamet memiliki kandungan Al lebih tinggi daripada kultivar Lumut pada perlakuan cekaman selama 8 jam. Namun respon yang terjadi tetap menunjukkan bahwa kultivar Slamet tetap memiliki tingkat ketahanan yang lebih tinggi daripada kultivar Lumut. Hal ini dapat dilihat dari kandungan peroksidasi lipid dan kalosa, serta penurunan integritas membran yang lebih rendah pada kultivar Slamet daripada kultivar Lumut pada perlakuan cekaman selama 8 jam. Diduga kultivar Slamet memiliki kemampuan untuk mendetoksifikasi Al pada perlakuan cekaman

tersebut. Kultivar Slamet menunjukkan kandungan Al pada akar lebih rendah dibandingkan dengan kultivar Lumut pada perlakuan cekaman selama 24 dan 48 jam. Perbedaan akumulasi kandungan Al berhubungan dengan perbedaan tingkat sensitivitas tumbuhan (Matsumoto 2000). Menurut Samuel et al. (1997) perbedaan genotipe pada kedua kultivar dapat menyebabkan perbedaan akumulasi kandungan Al. Kandungan Al kedua kultivar cenderung sama pada perlakuan cekaman selama 72 jam. Diduga hal ini disebabkan oleh adanya mekanisme transduksi sinyal lain yang menyebabkan kultivar Lumut menjadi cenderung tahan terhadap cekaman.

Aluminium berikatan kuat dengan komponen lipid membran plasma. Kemampuan pengikatan Al oleh membran plasma bergantung pada kemampuan pengikatan gugus karboksil dan gugus fosfat membran plasma yang bermuatan negatif. Potensial permukaan membran dapat menjadi faktor yang terlibat dalam pertahanan tumbuhan terhadap cekaman Al (Matsumoto 2000). Tegangan negatif permukaan sel dapat menarik kation yang bersifat toksik. Ikatan Al dengan membran plasma dapat mengubah struktur membran plasma. Di samping itu pengikatan Al dengan komponen lipid pada membran plasma menyebabkan membran plasma menjadi kaku. Hal ini berpengaruh terhadap metabolisme yang terjadi pada membran plasma karena perubahan fungsi membran plasma tersebut. Beberapa respon yang ditimbulkan oleh tumbuhan akibat cekaman Al berkaitan dengan perubahan fungsi membran plasma (Matsumoto 2000).

Modifikasi struktur membran oleh Al berhubungan dengan interaksi antara Al dengan lipid dan protein membran yang dapat menyebabklan terbentuknya oksigen reaktif seperti O2

-

dan H2O2. O2 -

berasal dari beberapa proses metabolik seperti respirasi dan aktivasi NADPH oksidase pada membran plasma, sedangkan H2O2 diproduksi secara spontan atau dari hasil dismutasi enzimatik O2

(Yamamoto et al. 2001). Kombinasi O2

- dan H2O2 menghasilkan hidroksil reaktif radikal yang tinggi yang menginisiasi terbentuknya peroksidasi lipid. Katalase, peroksidase, dan superoksida dismutase merupakan enzim yang penting bagi tumbuhan untuk mengurangi pengaruh negatif oksigen radikal bebas (Legendre et al. 1993).

Kultivar Slamet memiliki kandungan peroksidasi lipid lebih rendah daripada

kultivar Lumut. Penurunan peroksidasi lipid kultivar Slamet terjadi mulai jam ke-72, sedangkan pada kultivar Lumut terjadi mulai jam ke-48. Kultivar Lumut mengalami tingkat kerusakan sel-sel korteks akar lebih banyak daripada kultivar Slamet, sehingga kultivar Lumut mengalami penurunan kandungan peroksidasi lipid lebih cepat daripada kultivar Slamet. Hal ini menyebabkan perbedaan ketahanan kedua kultivar tersebut terhadap cekaman Al, kultivar Slamet lebih tahan daripada kultivar Lumut. Peroksidasi lipid mengalami peningkatan yang nyata setelah diberi perlakuan Al selama 8 jam dan terus meningkat sampai 48 jam setelah perlakuan (Cakmak 1991).

Kalosa merupakan senyawa -1,3-glukan yang dibentuk pada membran plasma yang sangat sensitif terhadap cekaman Al. Menurut Wissemeier et al. (1992) pembentukan kalosa sangat intensif terjadi pada ujung akar dan hanya ditemukan pada lapisan korteks paling luar (sub epidermis). Kalosa dapat terbentuk sebagai respon terhadap stres fisik atau kimia pada membran plasma dan sering dijumpai pada jalur penghubung antar sel (plasmodesmata dan pori pembuluh tapis) atau untuk mengisolasi jaringan yang rusak (Kohle 1985). Induksi pembentukan kalosa oleh Al berhubungan dengan perubahan fungsi membran plasma. Kalosa dibentuk pada bagian dalam membran plasma yang diaktivasi oleh peningkatan konsentrasi ion Ca2+ intraseluler akibat meningkatnya influk Ca2+ melalui membran plasma yang rusak (Yamamoto et al. 2001). Kalosa dilepaskan oleh membran plasma ke dalam apoplas, sehingga dinding sel pada akar tanaman yang tercekam Al terlihat seperti mengandung deposit kalosa (Matsumoto 2000).

Kultivar Slamet memiliki kandungan kalosa lebih rendah daripada kultivar Lumut. Perbedaan akumulasi kandungan kalosa menunjukkan perbedaan tingkat stres fisiologi setiap kultivar (Zhang et al. 1994). Kedua kultivar mengalami kenaikan kandungan kalosa sampai jam ke-24 dan mengalami penurunan mulai jam ke-48 perlakuan cekaman Al. Hal ini diduga karena kedua kultivar mengalami peningkatan kerusakan sel-sel korteks seiring dengan lamanya waktu cekaman.

Menurut Matsumoto (2000) cekaman Al menyebabkan ujung akar menjadi tebal dengan retakan pada permukaannya dan menjadikan akar rapuh sehingga membran selnya mengeras dan menyebabkan integritas membran menurun. Kultivar Slamet

mengalami kehilangan integritas membran lebih rendah daripada Lumut. Perbedaan tersebut diduga disebabkan oleh perbedaan genotipe. Analisis histokimia dan kuantifikasi kehilangan integritas membran menggunakan Evans blue mengindikasikan bahwa kerusakan membran yang diinduksi oleh cekaman Al merupakan kerusakan mekanik sel pada permukaan akar di daerah pemanjangan setelah perlakuan cekaman Al yang panjang (Yamamoto et al. 2001). Evans blue merupakan pewarna yang digunakan sebagai indikator untuk menandai sel yang mati atau mengalami kerusakan. Sel yang mati atau rusak akan tetap terwarnai meskipun telah mengalami pencucian dikarenakan sel tersebut tidak lagi mempunyai kemampuan transporter untuk mengeluarkan larutan pewarna yang telah diserapnya.

Tumbuhan memiliki mekanisme dalam mempertahankan diri terhadap cekaman Al diantaranya melepaskan asam organik dari ujung akar seperti asam sitrat, oksalat, dan malat; meningkatkan pH rizosfer untuk mengurangi tingkat kelarutan Al; mengakumulasi Al dan mengeluarkannya kembali; serta menginduksi fitokelatin untuk mengkelat Al (Kochian 1995).

Pengaruh Mastoparan terhadap Cekaman Aluminium

Respon yang terjadi pada tanaman akibat cekaman Al terlihat jelas pada jam ke-24. Oleh karena itu penambahan mastoparan untuk mengetahui keterlibatan G α terhadap mekanisme toleransi tanaman kedelai dilakukan sampai jam ke-24.

Pemberian Mastoparan (30 µM) menyebabkan kultivar Lumut mengalami stimulasi perpanjangan akar lebih besar daripada kultivar Slamet. Lumut merupakan kultivar peka, sehingga penambahan Mastoparan pada perlakuan cekaman Al diharapkan dapat menyebabkan kultivar Lumut lebih tahan terhadap kerusakan akar daripada kultivar Slamet yang pada dasarnya sudah bersifat toleran. Pemberian Mastoparan (30 µM) dapat menurunkan kandungan Al, peroksidasi lipid, dan kalosa; dan menurunkan kehilangan integritas membran pada kedua kultivar, sehingga pemberian Mastoparan (30 µM) tidak menyebabkan kerusakan akar baik pada kultivar Lumut maupun Slamet.

Mastoparan merupakan suatu peptida dengan 14 asam amino yang diisolasi dari lebah. Mastoparan memiliki bobot molekul rendah dan bersifat hidrofobik sehingga dapat memasuki sel secara bebas tanpa bantuan

sistem pengantar dari luar (Legendre et al. 1992). Mastoparan juga merupakan aktivator protein heterotrimerik G α yang berperan dalam sistem transduksi sinyal. Terdapat dua bentuk Mastoparan yaitu bentuk analog aktif (Mastoparan 7) dan inaktif (Mastoparan 17). Perbedaan bentuk tersebut terdapat pada sekuen asam aminonya. Menurut Fujisawa et al. (2001) Mastoparan 7 sebagai analog aktif dapat meningkatkan permeabilitas membran plasma terhadap ion yaitu menginduksi pengeluaran K+ dan pemasukan H+ dan Ca2+ dari kultur sel kultivar normal dan kultivar mutan. Mastoparan 7 juga dapat meningkatkan aktivitas pengikatan GTP S dengan protein membran plasma pada konsentrasi 10-100 µM dan pengaruhnya terlihat berbeda antara kultivar normal dengan kultivar mutan pada konsentrasi kurang lebih

Dokumen terkait