• Tidak ada hasil yang ditemukan

Wilayah Penelitian

Lokasi penelitian terletak di Kabupaten Pidie dan berada dalam wilayah Provinsi Aceh yang terletak di perairan pantai sebelah timur Provinsi Aceh. Daerah Kabupaten Pidie terletak pada posisi 04.30º-4.60º Lintang Utara dan 95.75º-96.20º Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten Pidie adalah 3.562,14 Km², Panjang Pantai 80 Km, Luas Lautan Teritorial 12 Mil 1.332 Km², Luas Laut ZEE 200 Mil 22.200 Km².

Penduduk dan Mata Pencaharian

Penduduk di Kabupaten Pidie berdasarkan data BPS Kab. Pidie tahun 2013 berjumlah 373.234 jiwa, terdiri dari 179.095 laki-laki dan 194.139 perempuan. Kepadatan penduduk di Kabupaten Pidie sebesar 104 Org /Km2. Pada umumnya penduduk Kabupaten Pidie bermata pencaharian di sektor pertanian juga ada yang

bergerak di sektor perdagangan, jasa dan konstruksi. Untuk lebih jelasnya sebaran mata pencaharian penduduk dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Sebaran mata pencaharian penduduk di Kabupaten Pidie

No Jenis Mata pencaharian %

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Pertanian Perikanan Perikanan Laut Disperindagkop Pedagang Jasa angkutan Buruh Pabrik Perkebunan Lain – lain 58.44 18.03 3.97 6.32 2.89 2.03 0.28 5.00 3.04 Sumber: Bappeda Kab. Pidie (2013)

Luas lahan persawahan di Kabupaten Pidie adalah 29.369 Ha. Kondisi pengairan lahan persawahan di Kabupaten Pidie pada umumnya masih menggunakan pengairan setengah tehnis, tetapi ada juga yang menggunakan pengairan tehnis, pengairan sederhana PU, pengairan non PU, tadah hujan dan telantar. Kondisi pengairan lahan persawahan yang ada di wilayah Kabupaten Pidie dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Kondisi pengairan lahan persawahan di Kabupaten Pidie

No Kondisi Pengairan Luas Lahan (Ha)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Pengairan tehnis

Pengairan setengah tehnis Pengairan sederhana PU Pengairan non PU Tadah Hujan Pasang surut Telantar 4.137 15.821 4.155 1.241 3.806 -209 Jumlah 29.369

Sumber: Distannak Kab. Pidie (2013)

Luas tanam, panen, produktivitas dan produksi komoditas pertanian tanaman pangan di Kabupaten Pidie pada umunya didominasi oleh komoditas padi, tetapi ada juga komoditas lain yaitu kedele, cabe merah, jagung, kacang tanah, tomat dan bawang merah. Luas tanam, panen, produktivitas dan produksi komoditas pertanian tanaman pangan di Kabupaten Pidie secara rinci dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Sasaran luas tanam, panen, produktivitas dan produksi komoditas pertanian tanaman pangan Kabupaten Pidie

Luas Tanam (Ha) Luas Panen (Ha) Produktivi tas (Kw/Ha ) Produksi No Komoditas ( Ton ) 1. Padi 38.658 40.073 7.22 292.913 2. Kedele 1.670 1.623 2.5 3.978 3. Jagung 514 357 4 1.457 4. Kacang tanah 379 407 2.8 1.103 5. Cabe merah 520 1.097 5.7 6.209 6. Bawang merah 131 135 8.2 1.120 7. Tomat 175 155 4.1 636

Sumber: Dinas pertanian tanaman pangan Kabupaten Pidie (2013) Distribusi Kelompok Tani

Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) yang ada di Kabupaten Pidie berjumlah 730, dan untuk Kelompok Tani (POKTAN) terdiri dari kelas pemula sebanyak 630 kelompok, kelas lanjut sebanyak 1.395 kelompok, kelas madya sebanyak 509 kelompok dan di Kabupaten Pidie sampai dengan penelitian dilakukan belum ada kelompok kelas utama.

Jumlah anggota kelompok tani secara keseluruhan di Kabupaten Pidie berjumlah 60.848 Orang. Jumlah anggota kelompok tani tersebut tersebar di 23 kecamatan yang ada di Kabupaten Pidie.

Distribusi Penyuluh Pertanian

Secara umum, jumlah penyuluh PNS di Kabupaten Pidie adalah 54 orang. Jumlah penyuluh tersebut tergolong masih kurang sesuai dengan jumlah desa/ kelurahan yang menjadi binaan penyuluh, terutama untuk penyuluh peternakan dan perikanan. Kekurangan jumlah penyuluh PNS tersebut ditutupi dengan adanya program Tenaga Harian Lepas–Tenaga Bantu Penyuluh Pertanian (THL-TBPP) dari Kementrian Pertanian. Jumlah penyuluh kontrak (THL-(THL-TBPP) di Kabupaten Pidie sampai dengan Desember 2013 tercatat sebanyak 57 orang.

Berdasarkan jumlah penyuluh PNS dan THL-TBPP tersebut jika disebarkan secara merata di seluruh desa/kelurahan yang ada, maka target revitalisasi penyuluhan pertanian satu desa satu penyuluh di Kabupaten Pidie belum tercapai. Distribusi penyuluh pertanian di wilayah penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.

Sementara itu untuk kelembagaan penyuluhan sebagai pendukung dan penggerak dalam melaksanakan kegiatan penyuluhan pertanian, di Kabupaten Pidie seperti Balai Penyuluh Pertanian (BPP) terdapat 23 buah. Balai penyuluh pertanian yang dikelola untuk melancarkan pelaksanaan penyuluhan di bagi atas wilayah binaan atau disebut juga dengan Wilayah Kerja Penyuluh Pertanian (WKPP).

Penilaian angka kredit Penyuluh Pertanian berdasarkan peraturan MENPAN/No-02/MENPAN/2/2008 dibedakan untuk pusat, provinsi, kabupaten/ kota penyuluh pertanian tersebut bertugas. Bagi penyuluh kehutanan berpedoman Keputusan Menteri Kehutanan RI. Nomor: 272/Kpts.11/2003, tentang petunjuk teknis jabatan fungsional, penyuluh kehutanan dan angka kreditnya. Kemudian

untuk penyuluh perikanan berpedoman pada keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan dan Kepala Badan Kepegawaian Negara No. PB.01/Men/2009 dan No.14 Tahun 2009 tentang petunjuk pelaksanaan jabatan fungsional penyuluh perikanan dalam angka kreditnya. Rasio antara jumlah penyuluh dengan jumlah petani, luas wilayah binaan, jumlah BPP dan jumlah BOP dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 4 Distribusi penyuluh pertanian berdasarkan kecamatan dan kekurangan penyuluh No Kecamatan Jumlah Desa Jumlah Penyuluh PNS Jumlah THL-TBPP Kekurangan Penyuluh* 1 Batee 28 1 4 25 2 Delima 44 1 2 40 3 Geumpang 5 1 2 4 4 Glumpang Baro 21 1 3 21 5 Glumpang Tiga 34 4 2 34 6 Grong – Grong 15 3 2 15 7 Indra Jaya 49 4 1 45 8 Kembang Tanjong 45 2 2 45 9 Kota Sigli 15 2 3 15 10 Mane 4 1 2 3 11 Mila 20 3 3 20 12 Muara Tiga 18 1 4 18 13 Mutiara 29 2 2 29 14 Mutiara Timur 48 2 3 48 15 Padang Tiji 64 5 2 64 16 Peukan Baro 48 2 3 48 17 Pidie 64 5 4 64 18 Sakti 49 2 2 49 19 Simpang Tiga 52 4 2 51 20 Tangse 28 1 2 28 21 Tiro/Truseb 19 1 3 18 22 Titeu 13 1 2 10 23 Keumala 18 5 2 15

Sumber: BPPKP Kabupaten Pidie Tahun 2013

Keterangan: * Berdasarkan UU No.16/2006 dan PP No.41/2007 setiap desa harus mempunyai paling tidak satu orang penyuluh

Tabel 5 Rasio antara jumlah penyuluh dengan jumlah petani, luas wilayah binaan, jumlah BPP dan jumlah BOP

Karakteristik Jumlah Jumlah

Penyuluh Rasio

Jumlah Petani (orang) 60.848* 111 1 : 548

Luas Wilayah Binaan (km2) 3.562,14 111 1 : 32

Jumlah BPP(unit) 23 111 1 : 5

Jumlah BOP (Rp) 250.000 111 1 : 250.000

Keterangan: * Berdasarkan jumlah kelompok tani

Berdasarkan data jumlah kelompok tani yang mencapai 2.354 kelompok aktif dengan jumlah petani aktif yang dibina mencapai 60.848. Berdasarkan hal tersebut, maka rasio antara jumlah petani dan penyuluh yang tersedia adalah 1 : 548. Artinya satu orang penyuluh membina 548 orang petani atau sekitar 27 kelompok. Perbandingan luas wilayah dengan jumlah penyuluh adalah 1 : 32 atau satu orang penyuluh membawahi luas wilayah binaan sebesar 32 Km2. Perbandingan jumlah penyuluh dengan BPP adalah 1 : 5. Artinya 1 unit BPP membawahi 5 (lima) orang penyuluh, tetapi pada kenyataannya ada BPP yang membina lebih dari jumlah tersebut. Perbandingan jumlah biaya operasional (BOP) penyuluh adalah 1 : 250.000. Artinya setiap penyuluh memperoleh BOP sebesar Rp.250.000.-/bulan (lihat kembali Tabel 5).

Karakteristik Internal Penyuluh

Hasil pengamatan terhadap karakteristik internal penyuluh yang terdiri atas: (1) umur, (2) masa kerja, (3) tingkat pendidikan formal, (4) motivasi kerja, (5) pemanfaatan media, dan (6) jumlah kelompok binaan, disajikan pada Tabel 6. Umur

Umur yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah lamanya hidup penyuluh yang dihitung dalam tahun sejak penyuluh dilahirkan sampai dengan saat penelitian dilakukan. Karakter umur dibagi dalam tiga kategori yakni: muda, sedang dan tua. Kategori muda adalah umur  43 tahun, sedang berkisar 44-49, sedangkan kategori tua adalah umur50.

Hasil penelitian mengenai umur penyuluh pertanian menunjukkan 38 persen umur penyuluh responden berkisar antara  50 tahun, 34 persen umur penyuluh responden berkisar antara 44-49 tahun dan 28 persen umur penyuluh responden berumur muda. Umur penyuluh responden terendah adalah 28 tahun dan umur yang tertinggi penyuluh responden adalah 62 tahun yang secara rinci terdapat pada Tabel 6. Dari hasil penelitian didapat bahwa mayoritas penyuluh pertanian yang ada di Kabupaten Pidie memiliki umur yang tua. Hal ini menunjukkan bahwa penyuluh di Kabupaten Pidie sudah tidak produktif lagi dalam melakukan

tugas sebagai penyuluh pertanian dan akan sulit untuk menyerap pengetahuan baru, sehingga akan menurun kemampuannya dalam melaksanakan tugas pokoknya.

Tabel 6 Karakteristik internal penyuluh di Kabupaten Pidie, tahun 2014

No. Variabel Jumlah %

1. Umur a. Muda 13 28 b. Sedang 16 34 c. Tua 18 38 2. Masa Kerja a. Rendah 15 32 b. Sedang 15 32 c. Tinggi 17 36

3. Tingkat Pendidikan Formal

a. Rendah 2 4 b. Sedang 1 2 c. Tinggi 44 94 4. Motivasi Kerja a. Rendah 5 11 b. Sedang 6 13 c. Tinggi 36 77

5. Tingkat Pemanfaatan Media

(1) Tingkat Pemanfaatan Media Televisi dan Radio

a. Jarang 5 11

b. Kadang-kadang 22 47

c. Sering 20 43

(2) Tingkat Pemanfaatan Media Cetak

a. Jarang 5 11

b. Kadang-kadang 12 26

c. Sering 30 63

6. Jumlah Kelompok Binaan

a. Sedikit 3 6

b. Sedang 19 40

c. Banyak 25 53

Masa Kerja

Masa kerja yang dimaksud adalah jumlah tahun dan bulan penyuluh pertanian bekerja sejak diterbitkan surat keputusan sebagai penyuluh PNS sampai dengan penelitian ini dilaksakan. Masa kerja penyuluh responden dibagi ke dalam tiga kategori yakni: rendah, sedang dan tinggi. Kategori rendah yaitu masa kerja

 12 tahun, sedang dengan masa kerja 13-24 tahun, sedangkan kategori tinggi yaitu masa kerja25 tahun.

Masa kerja menunjukkan lama penyuluh menduduki jabatan fungsional sebagai penyuluh pertanian. Masa kerja sebagai salah satu faktor penting karena semakin lama masa kerja, penyuluh akan semakin menguasai bidang pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya sehingga akan semakin matang dan berpengalaman dalam melaksanakan fungsi tugasnya. Pengalaman kerja membuat para pekerja lebih produktif dan bersamaan dengan kemampuan kerja menentukan kinerja kerja. Hasil penelitian di lapangan memberikan gambaran, bahwa dari 47 penyuluh pertanian sebanyak 36% memiliki masa kerja tinggi, 32 persen dengan masa kerja sedang, dan selebihnya 32% memiliki masa kerja rendah. Hasil ini memberikan indikasi bahwa semakin lama seorang penyuluh bertugas di suatu wilayah maka terdapat kecenderungan kinerja penyuluh yang dilaksanakannya relatif lebih tinggi.

Hasil wawancara dan pengamatan dengan penyuluh responden menunjukkan bahwa dari 33 orang penyuluh responden (70%) memiliki pengalaman dalam melakukan usaha yang berkaitan dengan bidang pertanian dan sampai saat ini masih melakukan usaha tersebut. Sebanyak 5 orang (11%) dari 47 penyuluh responden pernah melakukan usaha yang berkaitan dengan bidang pertanian sedangkan sisanya 9 orang (19%) tidak pernah melakukan usaha yang berkaitan dengan bidang pertanian dengan berbagai macam alasan. Pengalaman penyuluh dalam melakukan usaha yang berkaitan dengan bidang pertanian akan berdampak terhadap tugasnya sebagai penyuluh pertanian. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Fatchiya (2010) pengalaman usaha yang dimiliki seseorang dapat berhubungan dengan kemampuan dalam menjalankan usahanya, karena selama masa menjalankan usaha orang tersebut akan mengalami proses pembelajaran dan cara mengatasi permasalahan yang dihadapi.

Tingkat Pendidikan Formal

Salah satu perbaikan dalam jabatan fungsional penyuluh pertanian berdasarkan peraturan baru Permen PAN No. 2/2008 mengikuti pendidikan dan memperoleh gelar/ijazah. Kemampuan seorang pegawai menyelesaikan suatu pekerjaan seringkali tergantung kepada tingkat pengetahuan, keterampilan dan keahlian yang dimiliki sesuai dengan tugas pekerjaan yang diemban. Dalam setiap organisasi melalui analisa jabatan yang dituangkan dalam rumusan rincian jabatan ditetapkan syarat-syarat minimal yang harus dipenuhi oleh pegawai yang akan mengisi jabatan-jabatan tersebut termasuk di dalamnya syarat pendidikan. Pendidikan meningkatkan keterampilan-keterampilan “human capital” yang membuat pekerja lebih produktif dalam pekerjaannya dan lebih adaptif terhadap perubahan-perubahan teknis.

Pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan. Pada umumnya seseorang yang berpendidikan lebih baik dan berpengetahuan teknis yang lebih banyak, akan lebih mudah dan mampu berkomunikasi dengan baik. Semakin tinggi pendidikan formal, akan semakin tinggi pula kemampuannya untuk menerima, menyaring dan menerapkan inovasi yang dikenalkan kepadanya. Pendidikan formal sangat penting bagi seseorang untuk mengembangkan kapasitas dirinya, karena dengan mengenyam pendidikan

formal yang lebih tinggi, pengalaman belajar dan wawasan pengetahuan yang diperoleh juga akan meningkat. Menurut Mardikanto (1993), pendidikan penyuluh akan sangat mempengaruhi kemampuan atau penguasaan materi yang diberikan, kemampuan mengembangkan ide, mengorganisasikan masyarakat sasaran serta kemampuan untuk menumbuhkan, menggerakakan dan memelihara partisipasi masyarakat.

Tingkat pendidikan formal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jenjang pendidikan formal terakhir penyuluh yang telah diselesaikan dengan memperoleh ijazah hingga dilaksanakan interview. Tingkat pendidikan formal dibagi dalam tiga kategori yakni: rendah ialah SLTA, kategori sedang dengan jenjang D3 dan D4,S1,S2 dan S3 termasuk kategori tinggi. Dari 47 responden sebanyak 44 orang berpendidikan tinggi, 1 orang penyuluh berpendidikan sedang dan 2 orang responden yang berpendidikan rendah. Pada saat peneliti melakukan pengumpulan data di lapang, sebanyak 23 orang penyuluh baru saja menyelesaikan program sarjana di berbagai universitas yang ada di Provinsi Aceh, tetapi sebagian besar penyuluh tersebut menyelesaikan pendidikan sarjananya di universitas swasta yang ada di Kabupaten Pidie.

Hasil wawancara dan pengamatan di lapangan dengan penyuluh responden, rata-rata mereka menyadari bahwa sejalan dengan paradigma penyuluhan yang baru dan untuk mengimbangi dinamika perkembangan masyarakat sasaran sangat diperlukan peningkatan kemampuan (pengetahuan, sikap, ketrampilan) penyuluh baik melalui pendidikan formal maupun pelatihan. Namun demikian sebagian dari penyuluh pertanian mengaku untuk melanjutkan lagi pendidikan sebenarnya memberatkan bagi penyuluh pertanian terutama yang telah berumur 50 tahun ke atas, karena berbagai pertimbangan yaitu: (1) beberapa penyuluh dalam usia tersebut sudah dihadapkan oleh kebutuhan keluarga dalam hal membiayai anak di bangku kuliah, (2) dari segi umur sudah tidak mendukung terhadap kemampuan belajar, dan (3) golongan (kepangkatan) penyuluh sudah mencapai batas maksimal sehingga perolehan ijazah/sertifikat sudah tidak berarti terhadap peningkatan jenjang kepangkatan, dan (4) kurang tersedianya bantuan beasiswa untuk penyuluh yang ingin melanjutkan pendidikan.

Motivasi Kerja

Motivasi kerja yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah dorongan yang timbul dari dalam diri penyuluh atau akibat pengaruh dari luar sehingga menimbulkan semangat kerja dalam melaksanakan tugas pokok sebagai penyuluh. Motivasi kerja dibagi ke dalam tiga kategori yaitu rendah, sedang dan tinggi.

Dari 47 responden 77 persen penyuluh memiliki motivasi kerja tinggi, 13 persen penyuluh dengan motivasi kerja cukup atau sedang dan sebanyak 11 persen penyuluh memiliki motivasi kerja rendah. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa penyuluh memiliki kebanggan dan rasa kebersamaan manakala BPP dikembangkan sebagai sentra manajemen penyuluh pertanian dan penyuluh berhasrat untuk mengembangkan dirinya kearah yang professional.

Hasil pengamatan dan wawancara mendalam di lapangan terhadap responden mengenai motivasi apa yang menarik sehingga menjadi seorang penyuluh diketahui beberapa alasan yang melandasi responden menjadi penyuluh, diantaranya, menjadi seorang penyuluh adalah sebuah pekerjaan yang mulia, karena memberikan ilmu yang bermanfaat bagi petani. Motivasi para penyuluh

baru pada mulanya adalah menjadi pegawai negeri sipil, apapun profesi dan seperti apa tugasnya bukan menjadi masalah. Namun demikian, setelah penyuluh ditempatkan di lokasi-lokasi tugas yang jauh dari akses informasi dan transportasi, maka motivasinya dalam bekerja pun mulai menurun dan akibatnya mereka tidak lagi disiplin melaksanakan tugas sebagaimana yang diharapkan.

Tingkat Pemanfaatan Media

Tingkat pemanfatan media yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tingkat upaya penyuluh dalam memperoleh informasi melalui berbagai media komunikasi. Data penelitian menunjukkan tingkat pemanfaatan media televisi dan radio dari 47 responden 20 orang (43%) termasuk sering memanfaatkan media televisi dan radio, 21 orang (47%) termasuk dalam kategori kadang-kadang memanfaatkan media televisi dan radio dan 5 orang (11%) jarang memanfaatkan media televisi dan radio untuk mendapatkan informasi. Hasil ini menunjukkan penyuluh tidak sepenuhnya memanfaatkan media televisi dan radio. Hasil wawancara di lapangan ditemukan informasi dari penyuluh responden bahwa siaran televisi dan radio kurang menyediakan informasi tentang pertanian hal ini di duga menjadi penyebabkan kurangnya penyuluh untuk memanfaatkan media televisi dan radio.

Untuk hasil penelitian terhadap tingkat pemanfaatan media cetak baik koran pertanian, koran umum, majalah pertanian, majalah bisnis dan majalah umum diperoleh sebanyak 63 persen responden termasuk sering memanfaatkan media cetak baik koran pertanian, koran umum, majalah pertanian, majalah bisnis dan majalah umum, 26 persen kadang-kadang responden yang memanfaatkan media cetak baik koran pertanian, koran umum, majalah pertanian, majalah bisnis dan majalah umum, dan 11 persen jarang memanfaatkan media cetak baik koran pertanian, koran umum, majalah pertanian, majalah bisnis dan majalah umum. Hasil pengamatan dan wawancara di lapangan di ketahui program penyebaran media informasi (Sinar Tani) oleh pusat penyuluhan pertanian dirasakan sangat membantu penyuluh dalam melaksanakan tugasnya karena dengan membaca sinar tani penyuluh memperoleh tambahan ilmu dan inovasi yang baru.

Hasil pengamatan dan wawancara dengan penyuluh reponden tentang pemanfataan media internet sebanyak 34 orang (72%) penyuluh tidak pernah memanfaatkan media internet untuk mengakses informasi yang diperlukan, 6 orang (13%) termasuk dalam kategori sedang dalam menggunakan internet, dan 7 orang (15%) termasuk dalam ketegori banyak dalam hal memanfaatkan media internet untuk mencari informasi dalam mendukung pekerjaannya sebagai seorang penyuluh baik jenis informasi berita pertanian/umum, bisnis/usaha, hiburan dan membuka email. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan responden yang tidak memanfaatkan media internet diketahui penyebabnya adalah sebagai berikut: (1) Penyuluh responden tidak bisa mengoperasikan komputer/laptop sehingga untuk mengakses internet tidak bisa dilakukan, (2) tidak ada jaringan internet di BPP, dan (3) kurangnya pelatihan tentang pemanfataan media internet.

Jumlah Kelompok Binaan

Jumlah kelompok binaan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah banyaknya kelompok binaan yang dibina oleh penyuluh. Jumlah kelompok

banaan dibagi ke dalam tiga kategori yaitu sedikit (2) , sedang (3-4) dan banyak (5). Data penelitian menunjukkan, bahwa dari 47 penyuluh responden sebanyak 53 persen penyuluh termasuk dalam kategori banyak karena penyuluh tersebut membina lebih dari lima kelompok tani, 40 persen penyuluh termasuk dalam kategori sedang karena hanya membina tiga sampai empat kelompok tani, dan 6 persen penyuluh responden termasuk ke dalam kategori sedikit karena hanya membina kurang dari dua kelompok tani.

Berdasarkan amanah UU Nomor 16 Tahun 2006 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 tahun 2007 setiap desa seharusnya mempunyai penyuluh pertanian paling tidak satu orang penyuluh. Hasil pengamatan dan wawancara dengan responden ditemukan bahwa penyuluh membina lebih dari lima kelompok tani untuk setiap desa. Hal ini disebabkan oleh kurangnya tenaga penyuluh pertanian yang ada di Kabupaten Pidie sehingga penyuluh yang ada harus membawahi/membina lebih dari satu kelompok tani. Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa implementasi UU Nomor 16 Tahun 2006 belum berjalan secara optimal di Kabupaten Pidie.

Hasil wawancara dan pengamatan di lapang dengan penyuluh responden diketahui rata-rata kunjungan penyuluh ke kelompok tani dalam satu minggu yaitu 3 kali. Penyuluh mempunyai waktu kerja 5 hari, 2 hari dikantor dan 3 hari untuk kunjungan lapangan (kelompok tani). Ketika kunjungan berlangsung tidak ada persiapan khusus untuk materi (bahan diskusi) yang akan diberikan kepada kelompok tani, biasanya hal itu berhubungan erat dengan keadaan lapangan yang dikunjungi oleh penyuluh. Misalnya ketika musim tanam padi penyuluh memberikan cara pengairan yang benar, pemupukan, pola tanam dan lain sebagainya.

Dalam satu musim tanam biasanya penyuluhan satu kali melakukan percontohan/demonstrasi pada kelompok tani dengan alasan anggarannya terbatas dari BPP kecamatan. Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) kecamatan hanya menganggarkan anggaran untuk percontohan/demontrasi dalam setahun hanya satu kali, jika ada penyuluh yang ingin melakukan percontohan/demontrasi lebih dari satu kali, biasanya anggaranya mereka ambil dari BOP mereka masing-masing. Dalam hal penilaian kelompok tani, responden menyatakan sampai dengan saat wawancara berlangsung belum pernah melakukan penilaian terhadap kemampuan kelompok tani. Dalam tugas pokoknya sebagai penyuluh, seharusnya penyuluh melakukan penilaian terhadap kelompok tani minimal setahun sekali. salah satu manfaat dari penilaian kelompok yang di lakukan oleh penyuluh adalah untuk menaikan kelas kelompok tani di wilayah kerja penyuluh tersebut.

Karakteristik Eksternal Penyuluh

Hasil pengamatan terhadap karakteristik eksternal penyuluh yang terdiri atas: (1) dukungan administrasi, (2) ketersediaan prasarana dan sarana, (3) kondisi lingkungan kerja, (4) keterjangkauan daerah tempat bekerja, dan (5) tingkat partisipasi aktif petani, disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Karakteristik eksternal penyuluh di Kabupaten Pidie, tahun 2014

No. Variabel Jumlah %

1. Dukungan Administrasi

a. Tidak Baik 7 15

b. Kurang Baik 11 23

c. Baik 29 62

2. Ketersediaan Sarana dan Prasarana

a. Tidak Tersedia 6 13

b. Kurang Tersedia 3 6

c. Tersedia 38 81

3. Kondisi Lingkungan Kerja

a. Tidak Nyaman 2 4

b. Kurang Nyaman 7 15

c. Nyaman 38 81

4. Keterjangkaun Daerah Tempat Bekerja

a. Dekat 13 28

b. Sedang 25 53

c. Jauh 9 19

5. Tingkat Partisipasi Aktif Masyarakat

a. Rendah 15 32

b. Sedang 14 30

c. Tinggi 18 38

Dukungan Administrasi

Dukungan admintrasi yang dimaksud adalah pengelolaan administrasi dalam organisasi (kelembagaan penyuluhan) yang dirasakan penyuluh. Dukungan administrasi dibagi ke dalam tiga kategori yakni: tidak baik, kurang baik, dan baik. kategori tidak baik 5-10, kurang baik 11-13, sedangkan kategori baik 14-15.

Data hasil penelitian menunjukkan, bahwa dari 47 responden sebanyak 62 persen penyuluh merasa dukungan administrasi berkategori baik, 23 persen berkategori kurang baik, dan 15 persen penyuluh merasa pengelolaan administrasi dalam organisasi (kelembagaan penyuluhan) berkategori tidak baik. Hasil wawancara dan pengamatan di lapangan ditemukan beberapa dukungan administrasi yang ada di BPP Kecamatan sudah dilaksanakan dengan baik hal ini selaras dengan hasil penelitian bahwa 62 persen penyuluh merasa dukungan administrasi berkategori baik.

Hasil wawancara dan penelitian dengan responden ditemukan dukungan administrasi yang dinilai sudah baik diberikan oleh BPP kecamatan masing-masing tempat mereka bekerja yaitu: (1) pengelolaan administrasi kelembagaan penyuluhan untuk mendukung pelaksanaan tugas-tugas penyuluh, (2) dukungan sistem administrasi perkantoran seperti surat-menyurat atau sistem pelaporan, (3) dukungan dalam hal memperoleh angka kredit penyuluh, (4) sistem penilaian angka kredit penyuluh, dan (5) pemberian tunjangan jabatan fungsional penyuluh pertanian. Dukungan adminitrasi yang baik yang di berikan oleh setiap BPP kecamatan akan memberikan dampak yang baik terhadap kinerja penyuluh pertanian.

Ketersediaan Sarana dan Prasarana

Ketersediaan sarana dan prasarana merupakan pemenuhan akan kebutuhan penunjang kegiatan penyuluhan serta kesesuaian antara jumlah yang tersedia dengan kebutuhan penyuluh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesesuian antara jumlah sarana yang tersedia dengan kebutuhan penyuluh, sebanyak 81 persen penyuluh menilai tersedianya sarana dan prasarana, 6 persen penyuluh menilai kurang tersedia sarana dan prasarana, dan 13 persen penyuluh menilai tidak tersedia sarana dan prasarana terutama untuk kendaraan bermotor yang hanya tersedia 2 unit untuk setiap BPP kecamatan (digunakan oleh koordinator BPP kecamatan penyuluhan dan penyuluh senior yang ada BPP kecamatan).

Ketersediaan sarana dan prasaran yang diperlukan meliputi sarana seperti komputer, OHP, LCD, dan perlengkapan operasional lainnya serta prasana fisik

Dokumen terkait