• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kinerja Penyuluh Pertanian di Kabupaten Pidie Provinsi Aceh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kinerja Penyuluh Pertanian di Kabupaten Pidie Provinsi Aceh"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

PROVINSI ACEH

MUJIBURRAHMAD

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kinerja Penyuluh Pertanian di Kabupaten Pidie Provinsi Aceh adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

(4)

MUJIBURRAHMAD. Kinerja Penyuluh Pertanian di Kabupaten Pidie Provinsi Aceh. Dibimbing oleh PUDJI MULJONO dan DWI SADONO.

Kondisi penyuluhan selama dekade terakhir ini banyak mengalami kemunduran, kemandulan dan stagnasi. Hal ini terjadi secara nasional dan kondisi tersebut juga terjadi di Kabupaten Pidie sehingga maju mundurnya penyuluh sangat bergantung dari apresiasi dari pemegang kebijakan di masing-masing daerah dalam memahami tugas dan fungsi strategis penyuluhan pertanian dalam membangun sistem dan usaha agribisnis. Berbagai program dan hasil yang telah dicapai tersebut tentunya tidak terlepas dari peran penyuluh pertanian dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam membina petani. Pada pelaksanaannya program penyuluhan, tugas dan tanggung jawab penyuluh pertanian jelas, sehingga mereka berupaya menciptakan kinerja yang baik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengindentifikasi tingkat kinerja penyuluh pertanian dalam melaksanakan tugasnya, serta menganalisis faktor–faktor yang berhubungan dengan kinerja penyuluh pertanian. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah sensus dan menggunakan paradigma kuantitatif. Penelitian dilakukan di Kabupaten Pidie Provinsi Aceh. Pengumpulan data dilaksanakan dari bulan Februari 2014 sampai dengan April 2014 dengan menggunakan kuisioner, wawancara, pengamatan dan studi literatur. Populasi dalam penelitian ini adalah 47 orang, dengan rincian 34 orang penyuluh tanaman pangan serta 13 orang penyuluh tanaman holtikultura. Terkait dengan penggunaan teknik pengambilan sampel secara sensus, maka jumlah responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 47 orang. Data yang diperoleh ditabulasi dan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan uji korelasirank Spearman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kinerja penyuluh pertanian di Kabupaten Pidie secara keseluruhan hasil kinerjanya berada dalam kategori rendah. Hal ini disebabkan oleh rendahnya beberapa aspek kinerja yaitu: evaluasi dan pelaporan, pengembangan penyuluhan pertanian, pengembangan profesi termasuk dan penunjang tugas penyuluh pertanian. Faktor karakteristik internal penyuluh pertanian yang berhubungan dengan kinerja penyuluh adalah: masa kerja, dan jumlah kelompok binaan, sedangkan yang tidak berhubungan adalah: umur, tingkat pendidikan formal, motivasi kerja dan pemanfaatan media. Faktor eksternal karakteristik petani yang berhubungan nyata dengan kinerja penyuluh adalah: dukungan administrasi dan kondisi lingkungan kerja, sedangkan yang tidak berhubungan nyata adalah: ketersediaan prasarana dan sarana, keterjangkuan daerah tempat bekerja dan tingkat partisipasi aktif petani. Faktor kompetensi tugas penyuluh yang berhubungan dengan kinerja penyuluh pertanian adalah: penerapan prinsip belajar orang dewasa, kemampuan berkomunikasi dan kemampuan bekerjasama, sedangkan pengelolaan program penyuluhan dan pengelolaan kegiatan penyuluhan tidak berhubungan nyata.

(5)

MUJIBURRAHMAD. Performance of Agricultural Extension in Pidie District Aceh Province. Supervised by PUDJI MULJONO and DWI SADONO.

Illumination conditions during the last decade many setbacks, sterility and stagnation. This happens nationally and these conditions also occur in Pidie district so that reciprocation of extension is very dependent on the appreciation of the policy holder in each region in understanding the duties and functions of agricultural extension in developing strategic and agribusiness system. Various programs and the results achieved must not be separated from the role of agricultural extension workers in carrying out their duties and responsibilities in fostering farmer. In the implementation of extension programs, duties and responsibilities clearly agricultural extension, so they strive to create a good performance.

This study aimed to identify the level of performance of agricultural extension in carrying out their duties, and to analyze factors associated with the performance of agricultural extension. The method used in the census and data collection is to use quantitative paradigm. The study was conducted in Pidie District of Aceh Province. The data collection was carried out from February 2014 to April 2014 using questionnaires, interviews, observation and study of literature. The population in this study was 47, with details of the extension 34 food crops and 13 extension horticulture crops. Associated with the use of sampling techniques in the census, the number of respondents in this study were as many as 47 people. The data obtained were tabulated and analyzed by using the Spearman rank correlation test.

The results showed that the level of performance of agricultural extension in Pidie district overall performance results are in the low category. This is due to lower some aspects of performance, namely: evaluation and reporting, development of agricultural extension, and supporting professional development including agricultural extension task. Internal characteristics of agricultural extension factors related to the performance of extension are: years of service, and the number of auxiliaries, whereas unrelated are: age, level of formal education, motivation and use of media. External factors related to the characteristics of real farmers with extension performance are: administrative support and working conditions, while not significantly correlated are: the availability of facilities and infrastructure, affordability of the area where the work and the level of active participation of farmers. Extension task competence factors related to the performance of agricultural extension are: the application of adult learning principles, communication skills and ability to work together, while the counseling program management and management of extension activities are not related.

(6)

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(7)
(8)
(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

PROVINSI ACEH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(10)
(11)

Nama : Mujiburrahmad NIM : I351120021

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Ir Pudji Muljono, MSi Ketua

Dr Ir Dwi Sadono, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Prof Dr Ir Sumardjo, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)
(13)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini ialah Kinerja Penyuluh Pertanian di Kabupaten Pidie Provinsi Aceh.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Pudji Muljono, MSi dan Dr Ir Dwi Sadono, MSi selaku pembimbing yang tak mengenal lelah, kesabaran yang luar biasa dan saran yang hebat serta segala kemudahan yang diperoleh penulis selama penelitian dan penulisan tesis ini. Terimakasih kepada Bapak Prof Dr Ir Sumardjo, MS selaku ketua program studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan,

Ibu Prof Dr Ir Aida Vitayala S Hubeis selaku dosen penguji pada ujian tesis, dan juga seluruh dosen pada program studi PPN IPB.

Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, atas Beasiswa BPPS yang diberikan. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada seluruh responden, informan, dan narasumber lainnya khususnya yang ada di Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan (BPPKP) Kabupaten Pidie dan di instansi Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Pidie.

Ungkapan terima kasih kepada sahabat seperjuangan angkatan 2012 PPN, Bang Firmansyah (P’Men), Aan Hermawan, Ismi, Nurul, Rindi, Mbak Annisa, Mbak Lina, Delki, Dek Isni, Bang Muhib, Enik, dan Azwar atas dukungan dan kebersamaan selama ini.

Akhirnya, ungkapan rasa syukur dan terima kasih untuk orang tua tercinta ayah (Alm) Musa Thaib dan ibu Nyak Maneh yang telah bersusah payah melahirkan, merawat, membesarkan, dan mendidik penulis sehingga bisa menempuh pendidikan tinggi hingga seperti sekarang ini, serta dukungan penuh seluruh keluarga yang tidak putus-putusnya mengiringi penulis dengan materi dan do’a.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Agustus 2014

(14)

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 6

TINJAUAN PUSTAKA 6

Penyuluhan Pertanian 6

Penyuluh Pertanian 8

Karakteristik Internal Penyuluh 10

Karakteristik Eksternal Penyuluh 12

Kompetensi Penyuluh Pertanian 14

Kinerja Penyuluh Pertanian 19

Tugas Penyuluh Pertanian 20

Kerangka Berpikir dan Hipotesis Penelitian 22

METODE 25

Rancangan dan Lokasi Penelitian 25

Populasi dan Responden Penelitian 25

Data dan Instrumenasi 25

Validitas dan Reliabilitas Instrumen 26

Analisis Data 28

Definisi Operasional dan Pengukuran Peubah 28

HASIL DAN PEMBAHASAN 31

Wilayah Penelitian 31

Karakteristik Internal Penyuluh 35

Karakteristik Eksternal Penyuluh 40

Kompetensi Penyuluh Pertanian 45

Kinerja Penyuluh Pertanian 47

Hubungan Karakteristik Internal Penyuluh dengan Kinerja Penyuluh 53 Hubungan Karakteristik Eksternal Penyuluh dengan Kinerja Penyuluh 56 Hubungan Karakteristik Kompetensi dengan Kinerja Penyuluh 59

SIMPULAN DAN SARAN 62

DAFTAR PUSTAKA 63

(15)

1 Sebaran mata pencaharian penduduk di Kabupaten Pidie 32 2 Kondisi pengairan lahan persawahan di Kabupaten Pidie 32 3 Sasaran luas tanam, panen, produktivitas dan produksi komoditas

pertanian tanaman pangan di Kabupaten Pidie 33 4 Distribusi penyuluh pertanian berdasarkan kecamatan dan kekurangan

penyuluh 34

5 Rasio antara jumlah penyuluh dengan petani, luas wilayah binaan,

jumlah BPP dan jumlah BOP 35

6 Karakteristik internal penyuluh di Kabupaten Pidie tahun 2014 36 7 Karakteristik eksternal penyuluh di Kabupaten Pidie tahun 2014 41 8 Kompetesi penyuluh pertanian di Kabupaten Pidie tahun 2014 45 9 Tingkat kinerja penyuluh pertanian di Kabupaten Pidie tahun 2014 48 10 Hubungan karakteristik internal dengan kinerja penyuluh pertanian 54 11 Hubungan karakteristik eksternal dengan kinerja penyuluh pertanian 57 12 Hubungan kompetensi tugas dengan kinerja penyuluh pertanian 60

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka berpikir operasional kinerja penyuluh pertanian di Kabupaten

Pidie Provinsi Aceh 24

DAFTAR LAMPIRAN

1 Lokasi penelitian 68

2 Hasil analisis korelasi 69

(16)

Latar Belakang

Sektor pertanian hingga kini masih memiliki peranan yang strategis dalam pembangunan nasional, baik bagi pertumbuhan ekonomi maupun pemerataan pembangunan. Peran strategis sektor pertanian bagi pertumbuhan ekonomi antara lain: penyedia pangan bagi penduduk Indonesia, penghasil devisa negara melalui ekspor, penyedia bahan baku industri, peningkatan kesempatan kerja dan usaha, peningkatan PDB, pengentasan kemiskinan dan perbaikan SDM pertanian melalui kegiatan penyuluhan pertanian. Sesuai dengan visi pembangunan pertanian adalah terwujudnya pertanian tangguh untuk pemantapan ketahanan pangan, peningkatan nilai tambah dan daya saing produk pertanian serta peningkatan kesejahteraan petani.Untuk mewujudkan ketahanan pangan suatu wilayah, diperlukan kebijakan pemerintah yang lebih berpihak kepada petani agar seluruh rangkaian proses produksi pertanian dapat berjalan dengan optimal melalui pencapaian produksi dan stabilitas (kepastian) harga yang menempatkan petani pada posisi tawar yang menguntungkan. Pencapaian tersebut dapat terlaksana bila didukung juga oleh kondisi sumberdaya manusia petani dan aparatur yang berkualitas (Departemen Pertanian 2012).

Penyuluhan pertanian di Indonesia saat ini mendapatkan payung hukum dalam pembangunan pertanian sejak diterbitkannya Undang Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (UU SP3K). Lahirnya UU ini dapat dimaknai sebagai upaya untuk mewujudkan revitalisasi pertanian, dimana pertanian dipandang secara luas yang meliputi pertanian, perikanan dan kehutanan. UU SP3K tersebut dapat digunakan oleh pemerintah pusat maupun daerah dalam melaksanakan kegiatan penyuluhan pertanian di Indonesia. Konsekuensinya adalah pembenahan pelaksanaan penyuluhan pertanian di Indonesia. Pembenahan tersebut meliputi aspek kelembagaan, aspek sumberdaya manusia, baik penyuluh maupun petani, disamping aspek lainnya. Dalam hal kelembagaan, pada setiap tingkatan (pusat, propinsi, kabupaten, dan kecamatan) telah dirancang bentuk-bentuk kelembagaan dengan fungsi dan tugasnya masing-masing. Sejalan dengan itu Leeuwis (2009) menyatakan bahwa sampai saat ini, penyuluhan terutama dilihat sebagai suatu fungsi, sangat penting dalam membantu perkembangan pengetahuan dan alih tekhnologi diantara para petani dan peneliti, atau diantara para petani itu sendiri.

(17)

cara meningkatkan sumberdaya manusia yang berkualitas, andal, serta berkemampuan manajerial, kewirausahaan, dan organisasi bisnis sehingga pelaku pembangunan pertanian, perikanan, dan kehutanan mampu membangun usaha dari hulu sampai dengan hilir yang berdaya saing tinggi dan mampu berperan serta dalam melestarikan hutan dan lingkungan hidup sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan.

Penyuluh dapat didefinisikan sebagai seseorang yang atas nama pemerintah atau lembaga penyuluhan berkewajiban untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sasaran untuk menghadapi inovasi. Lebih lanjut UU No. 16 Tahun 2006 menyebutkan penyuluh adalah perorangan, WNI bisa Pegawai Negeri Sipil, penyuluh swasta dan penyuluh swadaya. Permen PAN No. 2 Tahun 2008 menegaskan Penyuluh Pertanian adalah Jabatan Fungsional yang memiliki ruang lingkup tugas, tanggung jawab

dan wewenang penyuluhan pertanian yang diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil yang diberi hak serta kewajiban secara penuh oleh pejabat yang berwenang.

Penyuluh pegawai negeri sipil yang selanjutnya disebut penyuluh PNS adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang pada satuan organisasi lingkup pertanian, perikanan, atau kehutanan untuk melakukan kegiatan penyuluhan. Penyelenggaraan penyuluhan dapat dilaksanakan oleh pelaku utama (petani) dan atau warga masyarakat sebagai mitra pemerintah dan pemerintah daerah, baik secara sendiri-sendiri maupun bekerja sama, yang dilaksanakan secara terintegrasi dengan programa pada tiap-tiap tingkatan administrasi pemerintah (Departemen Pertanian 2012).

Kinerja penyuluh pertanian yang baik merupakan dambaan setiap stakeholderpertanian. Petani yang terbelenggu kemiskinan merupakan ciri bahwa penyuluhan pertanian masih perlu untuk terus meningkatkan perannya dalam rangka membantu petani memecahkan masalah mereka sendiri terutama dalam aspek usahatani.

Menurut Herbenu (2007) kinerja penyuluh pertanian merupakan capaian hasil kerja penyuluh dalam melaksanakan tugas–tugas yang dibebankan kepadanya, didasarkan atas kemampuan, pengalaman dan kesungguhan serta penggunaan waktu. Kinerja penyuluh akan baik bila penyuluh telah melaksanakan unsur–unsur yang terdiri dari kesetiaan dan komitmen yang tinggi pada tugas menyiapkan kegiatan penyuluhan, kedisiplinan dan kreativitas dalam melaksanakan kegiatan penyuluhan, kerjasama dengan petani dan pihak yang terkait dalam pengembangan usahatani, kepemimpinan yang menjadi panutan, kepribadian yang baik, jujur dan objektif dalam membina petani, serta tanggungjawab terhadap tugas.

(18)

latar belakang pendidikan, pengalaman, motivasi, kemampuan dasar, dan hal lainnya yang berbeda, yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja mereka. Oleh karena itu kehadiran seorang pemimpin yang mampu memotivasi, menyamakan persepsi, menyatukan visi dan misi, sangat dibutuhkan.

Pada masa orde baru, penyuluhan pertanian dicitrakan sebagai alat pemerintah dalam membantu pemerintah menciptakan swasembada pangan dengan pendekatan peningkatan produksi usahatani oleh petani. Penyuluhan pertanian saat itu sangat diperhatikan dan dinilai sukses mengantarkan swasembada pangan. Selanjutnya, pada masa orde reformasi, penyuluhan pertanian mengalami masa yang suram terutama dengan perubahan kelembagaan penyuluhan itu sendiri dengan keluarnya undang-undang pemerintahan daerah tentang otonomi daerah yang secara langsung berdampak pada kinerja penyuluh pertanian.

Keberhasilan penyuluhan pertanian di masa orde baru cenderung menggunakan pendekatan dipaksa, terpaksa dan biasa. Petani dipaksa untuk menerima teknologi tertentu, sehingga petani terpaksa melakukannya, dan kemudian petani menjadi biasa melakukannya, yang pada akhirnya petani akan meningkat kemampuannya sehingga dapat meningkatkan produktivitas usahataninya. Dalam era reformasi dan otonomi sekarang ini, pendekatan dari atas tentunya sudah tidak relevan lagi karena yang diinginkan adalah petani dan keluarganya mengelola usahataninya dengan penuh kesadaran, bukan terpaksa, serta mampu melakukan pilihan-pilihan yang tepat dari alternatif yang ada, yang ditawarkan penyuluh pertanian dan pihak-pihak lain. Dengan pilihannya itu maka petani menjadi yakin bahwa dia akan dapat mengelola usahataninya dengan produktif, efisien dan menguntungkan serta berdaya saing tinggi. Dalam melakukan pilihan inilah, petani mendapatkan bantuan dari penyuluh pertanian dan pihak lain yang berkepentingan dalam bentuk hubungan kemitraan sehingga tidak terjadi pemaksaan.

Penyuluh pertanian merupakan ujung tombak yang bersentuhan langsung dengan masyarakat khususnya petani dalam kedudukan tersebut sudah seharusnya penyuluh memiliki berbagai peran yang dapat menunjang tugas dan fungsinya dalam memajukan petani. Hal tersebut terutama karena masalah yang dihadapi di lapangan tidak saja menyangkut persoalan usahatani semata, melainkan berbagai persoalan, baik masalah sosial, budaya, tingkat pengetahuan, maupun kepercayaan masyarakat petani. Oleh karena itu, penyuluh dituntut untuk menggunakan pendekatan yang beragam dalam membantu menyelesaikan persoalan petani.

Namun demikian, kenyataan yang terjadi pada saat ini menunjukkan bahwa pada tiga darsawarsa terakhir ini kondisi penyuluhan pertanian berada pada posisi yang cukup memprihatinkan. Mereka diharapkan sebagai ujung tombak pembaharuan teknologi produksi pertanian, ternyata tombak yang dimiliki tumpul dan belum pantas disebut tombak pembaharuan. Mereka diharapkan dapat mengatasi permasalahan teknologi pertanian dan manajemen produksi petani, akan tetapi kenyataannya mereka mempunyai permasalahan internal organisasi yang kurang mendukung peran mulia yang dipikulkan kepada mereka.

(19)

persepsi dalam operasionalisasinya sehingga penyelenggaraan penyuluhan pertanian dapat berjalan dengan produktif, efektif dan efesien di setiap tingkatan dalam satu kelembagaan yang kuat. Berkaitan dengan pembangunan pertanian masa depan, peran penyuluh dalam pembangunan pertanian dewasa ini kian diperlukan dan menempati posisi yang srategis dan menentukan bagi keberhasilan pembangunan. Penyuluh sebagai patner sekaligus konsultan petani dituntut mampu memberikan: (a) kondisi kondusif sehingga berbagai kegiatan penyuluhan sebagai proses pembelajaran petani berjalan optimal, (b) menjawab tuntutan dan tantangan dalam berbagai hal, dan (c) menggali dan meningkatkan kemampuan petani dalam memenuhi kebutuhan petani sesuai amanah UU No.16/2006.

Berbagai program dan hasil yang telah dicapai tersebut tentunya tidak terlepas dari peran penyuluh pertanian dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam membina petani. Pada pelaksanaannya program penyuluhan, tugas dan tanggung jawab penyuluh pertanian jelas, sehingga mereka berupaya menciptakan kinerja yang baik. Berdasarkan latar belakang di atas, maka menjadi penting dilakukan penelitian tentang kinerja penyuluh pertanian dengan adanya perubahan kelembagaan penyuluhan yang sesuai dengan amanah UU No.16/2006.

Perumusan Masalah

Salah satu Kabupaten di Provinsi Aceh yang usaha sektor pertaniannya berpeluang dan potensial untuk dikembangkan adalah Kabupaten Pidie. Menurut data BPS Pidie (2012), wilayah Kabupetan Pidie didominasi oleh lahan pertanian yang luasnya mencakup sekitar 22 persen dari luas total lahan yang ada.

Kabupaten Pidie memiliki potensi pertanian yang cukup tinggi. Sektor ini menjadi sektor unggulan sebagai kontributor terbesar terhadap perekonomian Pidie di tahun 2012. Hal ini ditandai dengan kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB yang mencapai 59.25 persen pada tahun 2012 dengan nilai nominal mencapai Rp2 781. Sektor dengan kontribusi terbesar kedua adalah sektor jasa-jasa, dengan kontribusi sebesar 15.50 persen. Sektor dengan kontribusi terkecil terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Pidie adalah listrik, gas dan air bersih yakni hanya 0.35 persen (BPS Pidie 2012).

Jumlah kecamatan di Kabupaten Pidie sebanyak 23 kecamatan, jumlah mukim sebanyak 94 mukim dan jumlah desa ada 730 desa, jumlah penyuluh Kabupaten Pidie adalah 111 orang, 57 orang di antaranya sebagai Tenaga Harian Lepas (THL) dan 54 orang sebagai penyuluh pegawai negeri sipil. Mata pencaharian masyarakat di Kabupaten Pidie sekitar 62.45 persen atau 98.140 jiwa penduduknya bermata pencaharian di bidang pertanian yang mempunyai potensi besar untuk pembangunan pertanian. Potensi lahannya pun ada, tapi kenyataannya jumlah penyuluh pertanian masih jauh dari ideal (BPS Pidie 2012).

(20)

penyuluh pertanian pada saat ini adalah sebagai berikut: (1) Berdasarkan UU Nomor 16 Tahun 2006 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2007 setiap desa harus mempunyai penyuluh pertanian paling tidak satu orang penyuluh. Banyak alih tugas penyuluh pertanian ke jabatan lain yang tidak sesuai dengan kompetensi penyuluh pertanian. Kondisi ini menyebabkan berkurangnya tenaga penyuluh pertanian yang mengakibatkan tidak sebandingnya jumlah tenaga penyuluh pertanian dengan jumlah petani/kelompoktani yang harus dilayani. Kondisi tersebut juga menyebabkan banyak penyuluh pertanian yang frustasi karena ditempatkan pada jabatan yang tidak sesuai dengan kompetensinya. (2) Penyuluh pertanian swakarsa dan swasta belum berkembang dengan baik, karena pembinaannya belum terprogram dan belum didukung oleh peraturan perundang-undangan. Kondisi ini menyebabkan belum optimalnya peran serta petani dan swasta dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian. (3) Peningkatan kompetensi penyuluh pertanian, terutama melalui diklat, sudah jarang dilakukan. Hal ini menyebabkan rendahnya kemampuan penyuluh dalam menjalankan tugasnya dan menurunnya kredibilitas mereka di mata petani. (4) Pembiayaan penyuluhan pertanian yang bersumber dari pemerintah, provinsi dan kabupaten/kota baik melalui dana dekonsentrasi, Dana Alokasi Umum (DAU), dan APBD maupun kontribusi dari petani dan swasta masih sangat terbatas. Kondisi ini menyebabkan penyelenggaraan penyuluhan pertanian tidak optimal, yang pada gilirannya akan menghambat pelaksanaan program pembangunan pertanian. (5) Terbatasnya sarana dan prasarana yang dimiliki penyuluh pertanian dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Kondisi ini akan menyebabkan rendahnya mobilitas penyuluh pertanian dan kurang optimalnya pelayanan terhadap petani.

Dari uraian di atas, timbul suatu pertanyaan, bagaimanakah kinerja penyuluh pertanian saat ini di Kabupaten Pidie. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka perlu dilakukan telaah mendalam tentang hal tersebut. Secara khusus masalah yang ditelaah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana tingkat kinerja Penyuluh Pertanian di Kabupaten Pidie dalam melaksanakan tugas–tugasnya?

2. Faktor–faktor apa yang berhubungan dengan kinerja penyuluh pertanian?

Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan, tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengindentifikasi tingkat kinerja penyuluh pertanian di Kabupaten Pidie dalam melaksanakan tugas-tugasnya.

(21)

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun praktis sebagai berikut :

1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu penyuluhan pembangunan, khususnya yang berkaitan dengan peningkatan kinerja penyuluh pertanian sehingga dapat dijadikan acuan bagi peneliti lain untuk penelitian lebih lanjut.

2. Secara praktis penelitian ini diharapkan diharapkan dapat bermanfaat untuk dijadikan sebagai acuan bagi instansi teknis pusat dan daerah yang menangani pembinaan penyuluhan pertanian dalam menyusun kebijakan guna perbaikan sistem penyuluhan pertanian selanjutnya, khususnya di Kabupaten Pidie.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Penyuluhan Pertanian

Jika melihat dari sejarah, penyuluhan itu berawal dari suatu sistem pertukaran informasi mengenai pertanian (agricultural information exchange) yang dengan tujuan untuk meningkatkan hasil pertanian. Hal ini sudah dilakukan oleh Mesir kuno, Mesopotamia, dan Yunani (Leeuwis 2004).

Dalam bahasa Inggris, istilah penyuluhan menggunakan istilah extention. Penggunaan istilah ini berawal dari university extension atau extension of the university yang merupakan kegiatan staf pengajar dari universitas untuk menyebarkan informasi dan ilmu pengetahuan tentang pertanian kepada masyarakat non-universitas (Leeuwis 2004).

Penggunaan extension akhirnya lebih lazim digunakan terutama untuk penyuluhan pertanian (agricultural extension). Penggunaannya berkembang ke bidang-bidang lain keluarlah istilah Extension Education, Development Communication atau Development Extension (Penyuluhan Pembangunan) (Hafsah 2009).

Kartasapoetra (1991) menyatakan bahwa: “Penyuluhan pertanian adalah suatu usaha atau upaya untuk mengubah perilaku petani dan keluarganya, agar mereka mengetahui dan mempunyai kemauan serta mampu memecahkan masalahnya sendiri dalam usaha atau kegiatan-kegiatan meningkatkan hasil usahanya dan tingkat kehidupannya”.

Di Indonesia istilah “penyuluhan”, berasal dari akar kata “suluh” yang berarti obor (torch). Istilah ini sejalan dengan istilah yang digunakan di Belanda yaitu voorlichting, yang berarti “menerangi jalan di depan agar orang dapat menemukan jalannya sendiri”, sama seperti fungsi obor. Atau dengan kata lain, penyuluhan adalah upaya untuk membantu orang menemukan jalan keluar atas persoalan yang dihadapi (enlightenment) (Leeuwis 2004).

(22)

jalan yang lebih baik untuk diri mereka sendiri. Pengertian seperti ini, jelas-jelas menunjukkan dimensi pendidikan (edukasi) dari penyuluhan, walau masih bersifat paternalistik dimana seorang penyuluh datang sebagai orang yang mengajarkan sesuatu yang baru kepada peserta penyuluhan, sedangkan peserta penyuluhan hanya bersifat pasif mendengarkan dan berusaha memahami (Leeuwis 2004). Van den Ban dan Hawkins (1999) mengatakan bahwa: Penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sesamanya memberikan pendapat sehingga bisa membuat keputusan yang benar.

Mengenai pengertian penyuluhan penulis setuju dengan pendapat Slamet (2003), sebagai berikut:

“Suatu pendidikan yang bersifat non formal yang bertujuan untuk membantu masyarakat/petani merubah perilakunya dalam hal pengetahuan, keterampilan dan sikap agar mereka dapat memecahkan masalah yang dihadapinya guna mencapai kehidupan yang lebih baik”. Tujuan utama dari penyuluhan pertanian adalah mempengaruhi para petani dan keluarganya agar berubah perilakunya sesuai dengan yang diinginkan, yaitu perbaikan mutu hidup dari para keluarga tani. Penyuluh pertanian yang efektif adalah yang dapat menimbulkan perubahan informasi atau perolehan informasi baru kepada petani, memperbaiki kemampuan atau memberi kemampuan dan kebiasaan baru petani dalam upaya memperoleh sesuatu yang mereka kehendaki.

Undang–undang No.16 Tahun 2006 tentang sistem penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan merumuskan bahwa: “Penyuluhan pertanian adalah proses pembelajaran bagi para pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktifitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian lingkungan hidup”. Mardikanto (2009) menyatakan, penyuluhan sebagai proses pendidikan atau proses belajar diartikan bahwa, kegiatan penyebarluasan informasi dan penjelasan yang diberikan dapat merangsang terjadinya proses perubahan perilaku yang dilakukan melalui proses pendidikan atau kegiatan belajar. Artinya, perubahan perilaku yang terjadi/dilakukan oleh sasaran tersebut berlangsung melalui proses belajar.

Penyuluh Pertanian

(23)

oleh pelaku utama (petani) dan atau warga masyarakat sebagai mitra pemerintah dan pemerintah daerah, baik secara sendiri-sendiri maupun bekerja sama, yang dilaksanakan secara terintegrasi dengan programa pada tiap-tiap tingkatan administrasi pemerintah (Departemen Pertanian 2012).

Peranan dari penyuluh pertanian sebagai fasilitator, motivator dan sebagai pendukung gerak usaha petani merupakan titik sentral dalam memberikan penyuluhan kepada petani akan pentingnya berusahatani dengan memperhatikan kelestarian dari sumberdaya alam. Kesalahan dalam memberikan penyuluhan kepada petani akan menimbulkan dampak negatif dan merusak lingkungan. Penyuluh sebagai motivator berperan mendorong petani mandiri melakukan perubahan dengan menggunakan ide baru untuk memperbaiki taraf hidupnya. Penyuluh adalah seorang profesional yang bergerak di garis depan yang berinisiatif melakukan perubahan, membantu masyarakat sasaran melaksanakan aktivitas usahataninya, memperkenalkan dan menyebarkan ide–ide baru, mendorong partisipasi dan mendukung kepentingan masyarakat sasaran (Mardikanto 2009).

Penyuluh pertanian lebih luas dan lebih jauh dari sekedar kegiatan penerangan. Penyuluh melibatkan proses komunikasi umpan balik dan ada evaluasi terhadap perubahan perilaku yang dicapai pada diri sasaran (Slamet 2000). Proses penyelenggaraan penyuluhan pertanian dapat berjalan dengan baik dan benar apabila didukung dengan tenaga penyuluh yang profesional, kelembagaan penyuluh yang handal, materi penyuluhan yang terus-menerus mengalir, sistem penyelenggaraan penyuluhan yang benar serta metode penyuluhan yang tepat dan manajemen penyuluhan yang polivalen (Warya 2008).

Penyuluhan pertanian sebagai suatu proses pembelajaran seharusnya menjadi jembatan bagi pelaku utama dan usaha pertanian dari tidak tahu menjadi tahu terhadap suatu inovasi. Rogers dan Shoemaker (1985) mendefinisikan inovasi sebagai gagasan, tindakan atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Dikatakannya ada empat unsur penting dalam proses penyebaran (difusi) suatu inovasi yaitu: (1) inovasi: (2) yang dikomunikasikan melalui saluran tertentu: (3) dalam jangka waktu tertentu: kepada (4) anggota suatu sistem sosial. Di dalam mengkomunikasikan suatu inovasi ke dalam suatu sistem sosial itulah dibutuhkan agen pembaharu. Fungsi utama agen pembaharu adalah menjadi mata rantai penghubung antara dua sistem sosial atau lebih. Penyuluh pertanian sebagai salah satu komponen agen pembaharu merupakan penghubung mata rantai antara petani dengan lembaga lain yang terkait dengan aktivitas usahatani. Agen pembaharu berperan sebagai tangan-tangan lembaga pembaharu, yakni instansi pemerintah atau organisasi yang bertujuan untuk mengadakan perubahan di masyarakat ke arah kemajuan.

Mardikanto (1993) menyatakan bahwa semula peran utama penyuluh adalah menyampaikan inovasi dan mempengaruhi sasaran penyuluhan melalui teknik dan metode tertentu sehingga mereka sadar dan mampu mengadopsi inovasi yang disampaikan. Namun sesuai dengan perubahan kondisi maka peran penyuluh pertanian mengalami pergeseran meliputi: penyampai inovasi, mempengaruhi keputusan sasaran, menjadi jembatan penghubung antara pemerintah dan lembaga penyuluhan dengan petani, serta menggerakkan masyarakat agar mau berubah.

(24)

pembangunan masyarakat. Pendidikan membantu masyarakat bagaimana mengerjakan sesuatu bagi mereka sendiri, sedangkan pelayanan adalah mengerjakan sesuatu untuk masyarakat. Pendidikan menjadikan masyarakat percaya diri, pelayanan menjadikan masyarakat tergantung pada orang lain. Rogers dan Shoemaker (1985) menyatakan ada tujuh peran agen pembaharu dalam memperkenalkan inovasi kepada kliennya:

a. Membangkitkan kebutuhan untuk berubah. Ini berarti agen pembaharu berperan sebagai katalisator bagi kebutuhan kliennya. Dalam memulai proses perubahan agen pembaharu dapat mengemukan alternatif baru dalam mengatasi permasalahan yang ada. Bila perlu dapat juga mendramatisir permasalahan sehingga kliennya merasa yakin bahwa inovasi yang disodorkan memang betul-betul mampu memecahkan masalah mereka.

b. Mengadakan hubungan untuk perubahan. Begitu kebutuhan untuk berubah telah tumbuh maka agen pembaharu harus membuka hubungan secara fisik dan sosial dengan kliennya, sebelum mereka diminta menerima inovasi yang dipromosikan.

c. Mendiagnosa masalah. Agen pembaharu harus mampu menganalisis kebutuhan kliennya untuk menyatakan bahwa cara-cara yang sekarang digunakan kliennya sudah tidak mampu lagi mengatasi masalah yang ada, untuk itu secara psikologis ia harus terjun ke dalam situasi klien agar dapat melihat dunia klien menurut pandangan klien itu sendiri.

d. Mendorong atau menciptakan motivasi untuk berubah pada diri klien. Agen pembaharu harus membangkitkan motivasi untuk mengadakan perubahan serta menimbulkan dorongan untuk menerima, atau setidak-tidaknya menaruh minat, terhadap inovasi yang ditawarkan.

e. Merencanakan tindakan pembaharuan. Agen pembaharuan hendaknya berusaha mempromosikan pelaksanaan yang disarankannya. Klien diharapkan tidak hanya menyetujui atau menaruh minat terhadap inovasi tetapi termasuk merencanakan tindakan dalam pelaksanaan pembaharuan.

f. Memelihara program pembaharuan dan mencegahnya dari kemacetan. Agen pembaharu diharapkan dapat memberikan berbagai informasi penunjang agar klien tetap merasa aman dan terasa segar melaksanakan pembaharuan.

g. Mencapai hubungan terminal. Tujuan akhir dari tugas agen pembaharu adalah berkembangnya perilaku “memperbarui diri sendiri” pada kliennya. Untuk itu agen pembaharu harus berusaha agar kliennya dapat mengembangkan diri sehingga dapat berperan sebagai agen pembaharu, paling tidak untuk dirinya sendiri.

Seorang penyuluh sesungguhnya adalah sebagai agen perubahan (change agent). Menurut Lippit et al. (1958) ada lima peran agen perubahan di dalam proses perubahan pada suatu masyarakat yaitu:

a. Melakukan mediasi dan mendorong hubungan baru di dalam sistem klien. Agen perubahan hendaklah mampu mendorong terciptanya hubungan baru antar bagian yang ada di dalam sistem dan mereorganisasi hubungan lama. Hubungan baru yang lebih kondusif ini diperlukan untuk memungkinkan adanya perubahan di dalam masyarakat.

(25)

perubahan dapat melakukan hal ini dengan memperkenalkan pengalamannya sehingga memungkinkan kliennya dapat menggali sendiri pengetahuan dan pengalaman yang ada di lingkungan mereka.

c. Mendorong kekuatan dari dalam. Perubahan di dalam masyarakat sering menimbulkan konflik yang dapat menggagalkan proses perubahan itu. Oleh karenanya harus didorong munculnya kekuatan dari dalam sistem yang ada agar dapat menciptakan suasana yang kondusif untuk perubahan.

d. Menyediakan lingkungan khusus. Ada kalanya klien tidak bisa mengembangkan dirinya dalam lingkungan yang ada, oleh karena itu harus diciptakan lingkungan khusus yang memungkinkan mereka dapat belajar misalnya membentuk kelompok diskusi atau mengunjungi tempat tertentu. e. Memberikan dukungan selama proses perubahan. Proses sering membutuhkan

waktu yang panjang dan kompleks, oleh karena itu agen perubahan harus memberikan dukungan agar kliennya merasa yakin bahwa perubahan yang dilakukan merupakan suatu hal yang dapat terlaksana.

Karakteristik Internal Penyuluh

Sumardjo (1999) membagi faktor internal penyuluh seperti: tingkat kekosmopolitan, pengalaman bekerja sebagai penyuluh, motivasi, persepsi, kesehatan dan karakteristik sosial ekonomi. Padmowiharjo (2000) menyebutkan beberapa faktor kararakteristik individu yang mempengaruhi proses belajar yaitu: umur, jenis kelamin, kesehatan, sikap mental, kematangan mental, kematangan fisik, dan bakat.

Spencer dan Spencer (1993) mengatakan bahwa karakteristik individu yang dapat membentuk kompetensi dan menciptakan kinerja yang baik adalah: (1) motif individu, (2) ciri-ciri fisik, (3) konsep diri, (4) pengetahuan, dan (5) kemampuan teknis. Rogers dan Shoemaker (1985) menegaskan bahwa sifat-sifat penting (karakteristik personal) agen pembaharu yang berperan dalam adopsi inovasi adalah: (1) kredibilitas, yang merujuk pada kompetensi, tingkat kepercayaan, dan kedinamisan agen pembaharu yang dirasakan oleh masyarakat sasaran, (2) kedekatan hubungan dan rasa memiliki antara agen pembaharu masyarakat sasaran, (3) sifat-sifat pribadi yang dimiliki seperti kecerdasan, rasa empati, komitmen, tingkat perhatian pada petani, kemampuan komunikasi, keyakinan dan orientasinya pada pembangunan.

(26)

Masa kerja berkaitan erat dengan pengalaman kerja. Pengalaman adalah segala sesuatu yang muncul dalam riwayat hidup seseorang. Pengalaman seseorang menentukan perkembangan keterampilan, kemampuan, dan kompetensi. Pengalaman seseorang bertambah seiring dengan bertambahnya usia. Pengalaman seseorang dapat diukur secara kuantitatif berdasarkan jumlah tahun seseorang bekerja dalam bidang yang dijalani (Bandura 1986).

Menurut Padmowiharjo (2004) pengalaman adalah suatu kepemilikian pengetahuan yang dialami seseorang dalam kurun waktu yang tidak ditentukan. Pengaturan pengalaman yang dimiliki seseorang sebagai hasil belajar selama hidupnya dapat digambarkan dalam otak manusia. Seseorang akan berusaha menghubungkan hal yang dipelajari dengan pengalaman yang dimiliki dalam proses belajar. Pengalaman kerja merupakan penentu yang lebih besar terhadap perilaku seseorang. Gagne (1967) mengatakan bahwa, pengalaman adalah akumulasi dari proses belajar yang dialami seseorang, kemudian menjadi pertimbangan-pertimbangan baginya dalam menerima ide-ide baru.

Pengalaman kerja menyediakan tidak hanya pengetahuan tetapi juga kegiatan praktek langsung dalam bidangnya. Padmowiharjo (1994) menambahkan bahwa pengalaman baik yang menyenangkan maupun yang mengecewakan, akan berpengaruh pada proses belajar seseorang. Seseorang yang pernah mengalami keberhasilan dalam proses belajar, maka dia akan memiliki perasaan optimis akan keberhasilan dimasa mendatang. Sebaliknya seseorang yang pernah mengalami pengalaman yang mengecewakan, maka dia telah memiliki perasaan pesimis untuk dapat berhasil. Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa, hakekat pendidikan adalah untuk meningkatkan kemampuan manusia agar dapat mempertahankan bahkan memperbaiki mutu keberadaannya agar menjadi semakin baik. Gilley dan Eggland (1989) menjelaskan bahwa, konsep behavioristik dari kinerja manusia dan konsep pendidikan menjadi dasar bagi pengembangan sumberdaya manusia. Orientasi ini menekankan pada pentingnya pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi organisasi.

Slamet (2003) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi pula pengetahuan, sikap dan keterampilan, efisien bekerja dan semakin banyak tahu cara-cara dan teknik bekerja yang lebih baik dan lebih menguntungkan. Sejalan dengan pendapat tersebut. Bahua (2010) menyatakan bahwa pendidikan formal yang diikuti penyuluh dapat mempengaruhi kinerja penyuluh, karena dengan pendidikan formal seorang penyuluh dapat meningkatkan kinerjanya sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

Peran media massa seperti surat kabar, majalah, radio, televisi dan internet sangat penting dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat. Media tersebut selain untuk sumber informasi, juga untuk menyampaikan gagasan, pendapat dan perasaan kepada orang lain (Van den Ban dan Hawkins 1999). Dengan media pertukaran interpersonal lebih langsung untuk sinkronisasi diantara pihak-pihak yang berkomunikasi dapat terjadi, yakni media dimana pengirim dan penerima dapat dengan mudah berubah peran (Leeuwis 2004).

(27)

masyarakat serta menggerakan warga masyarakat desa untuk berpartisipasi dalam pembangunan (Jahi 2008).

Pengertian kelompok menurut Slamet dan Sumardjo (2010) bahwa sebuah kelompok adalah dua individu atau lebih yang berinteraksi tatap muka (face to face interaction), yang masing-masing menyadari keanggotaannya dalam kelompok, masing-masing menyadari keberadaan orang lain yang juga anggota kelompok, dan masing-masing menyadari saling ketergantungan secara positif dalam mencapai tujuan bersama. Kelompok tani, menurut Mardikanto (1993) diartikan sebagai kumpulan orang-orang tani atau petani, yang terdiri atas petani dewasa (pria/wanita) maupun petani taruna (pemuda/i), yang terikat secara informal dalam suatu wilayah kelompok atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama serta berada di lingkungan pengaruh dan pimpinan seorang kontak tani.

Menurut Slamet (2001) bahwa salah salah satu kelemahan penyelenggaraan penyuluhan yang muncul pada periode 1986-1991 jumlah kelompok binaan penyuluh yang semula sekitar 16 kelompok dengan luas wilayah kerja penyuluh meliputi tiga sampai empat desa karena jangkauan geografis dan sosiologisnya makin, maka hanya sekitar 5–8 kelompok saja yang dapat "dibina" secara relatif intensif oleh penyuluh pertanian lapangan (PPL). Artinya tingkat kinerja penyuluh pertanian dikatakan baik apabila penyuluh tersebut mampu membina lima sampai delapan kelompok tani dalam satu wilayah kerja. Berdasarkan pada berbagai pendapat dan teori tentang karakteristik internal tersebut, maka dapat disintesakan/disimpulkan bahwa karakteristik internal penyuluh merupakan sifat-sifat yang dimiliki seorang penyuluh pertanian yang berhubungan dengan aspek kehidupan dan lingkungannya, dengan faktor-faktor karakteristik meliputi: umur, masa kerja, pendidikan formal, pemanfaatan media, dan jumlah kelompok yang dibina.

Karakteristik Eksternal Penyuluh

Sumardjo (1999) mengatakan selain faktor internal, faktor eksternal juga mempengaruhi kesiapan penyuluh dalam mendukung pertanian yang berkelanjutan. Menurutnya, faktor eksternal tersebut meliputi: dukungan kelembagaan penyuluhan, sistem nilai, sarana informasi/inovasi terjangkau, potensi lahan dan dukungan lembaga pelayanan. Banyak pengamat dan penyuluh pertanian berpendapat, bahwa pada periode 1991-1996 terjadi stagnasi atau kemunduran penyelenggaraan penyuluhan pertanian, bahkan sebagian mengatakan sebagai kehancuran penyuluhan pertanian.

Menurut Slamet (2001) bahwa administrasi kepegawaian pada masa ini dikelola secara terpisah oleh masing-masing subsektor, yang menyebabkan perbedaan perlakuan sesama penyuluh dalam karirnya. Sistem manajemen organisasi yang mendukung karyawan seperti adanya administrasi yang baik dan rapi, tunjangan finansial yang mendukung, sistem reward yang jelas, promosi jabatan, sistem penggajian yang adil, serta sistem pendidikan dan pelatihan yang terus berkesinambungan akan menimbulkan profesionalisme yang tinggi bagi seorang karyawan dalam mengoptimalkan kinerjanya (Wibowo 2007).

(28)

disebabkan oleh kurangnya fasilitas penyuluh untuk menjangkau petani. Mardikanto (2009) mengemukakan bahwa upaya-upaya perubahan usahatani yang disampaikan oleh penyuluh kepada petani sangat bergantung pada ketersediaan sarana produksi dan peralatan (baru) dalam bentuk jumlah, mutu dan waktu yang tepat. Jika sarana ini tersedia, maka keberhasilan penyuluh akan tercapai. Van den Ban dan Hawkins (1999) berpendapat bahwa ketidaktersedianya sarana penunjang untuk kegiatan penyuluhan menimbulkan masalah bagi seorang penyuluh yang kehilangan kepercayaan dari petani karena dianggap tidak mampu menyediakan sarana yang mereka butuhkan.

Persoalan keterbatasan fasilitas kerja menurut Hubeis (2008) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi etos kerja seorang pekerja. Penyuluh sebagai pekerja lapangan memang seharusnya memerlukan bantuan fasilitas kerja yang memadai. Untuk meningkatkan kinerja penyuluh pertanian di lapangan perlu dukungan dan partisipasi aktif dari pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya khususnya dalam pembiayaan, sarana dan prasarana, dengan ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai, maka keberadaan dan peran aktif penyuluh akan semakin terlihat di lapangan.

Lingkungan kerja yang aman, tertib dan terkendali memberi ketentraman bagi penyuluh pada saat bertugas, siang hari atau malam hari. Penyuluh pertanian umumnya tidak mengenal waktu kerja, dan siap membantu kelompok binaan kapan saja diperlukan, karena hal tersebut sangat berkaitan dengan minat mereka. Artinya semakin tinggi minat penyuluh dalam bertugas dan diikuti dengan lingkungan kerja yang aman dan tentram, maka produktivitas kerjanya juga semakin tinggi (Hubeis 2008).

Unsur lingkungan yang mempengaruhi kinerja penyuluh adalah bagaimana suasana kerja yang mempengaruhi diri seorang penyuluh pertanian dalam melakukan pekerjaannya. Lingkungan organisasi (organisasi penyuluhan pertanian) dan wilayah tempat penyuluh pertanian bekerja adalah dua aspek yang mempengaruhi kinerja seorang penyuluh pertanian (Wibowo 2007). Lingkungan kerja yang memiliki gaya kepemimpinan yang partisipatif dan demokratis juga sangat mempengaruhi kinerja staf/karyawan. Van den Ban dan Hawkins (1999) mengemukakan bahwa tingkat kinerja seorang penyuluh akan sangat bergantung pada karakteristik pimpinan suatu organisasi penyuluhan. Gaya kepemimpinan yang partisipatif akan mampu mendorong kinerja staf/penyuluh demi tercapainya sasaran organisasi. Gaya kepemimpinan menurut Margono Slamet (2010), adalah kepemimpinan yang tidak statis, tetapi fleksibel yang mengalir seperti air yang mengikuti situasi permukaan. Gaya kepemimpinan yang diharapkan penyuluh selama 30 tahun terakhir mempunyai kecenderungan yang kuat berkembangnya gaya kepemimpinan yang lebih demokratis (Van den Ban dan Hawkins 1999).

(29)

kegiatan penyuluhan. Penyuluh yang bertugas di wilayah dataran rendah dan sedang akan lebih mudah dan cepat melakukan pembinaan pada petani, dibandingkan dengan yang bertugas di wilayah dataran tinggi, dengan demikian keterjangkauan daerah tempat bekerja akan berpengaruh pada kinerja penyuluh pertanian.

Partisipasi sebagaimana dikemukakan oleh Bank Dunia (Leeuwis 2004) adalah suatu proses dimana pemangku kepentingan mempengaruhi dan berbagai kontrol terhadap inisiatif pembangunan dan keputusan serta sumberdaya yang mempengaruhi. Pengertian ini mengandung makna mempengaruhi dan berbagi tentang inisiatif, keputusan dan sumberdaya. Sumardjo (2010) mengemukakan bahwa partisipasi rakyat dalam pembangunan bukanlah berarti pengerahan tenaga rakyat secara sukarela, tetapi justru yang lebih penting adalah tergeraknya kesadaran rakyat untuk mau memanfaatkan kesempatan-kesempatan memperbaiki kualitas kehidupan diri, keluarga dan masyarakatnya. Kinerja seorang penyuluh dikatakan baik apabila keberadaan dan kegiatan atau program yang disampaikannya selalu mendapat dukungan dan partisipasi aktif seluruh masyarakat artinya bahwa apabila rakyat telah mau bertindak kearah perbaikan kehidupan diri, keluarga dan masyarakatnya barulah dapat dikatakan bahwa rakyat telah berpartisipasi dalam pembangunan.

Berdasarkan pada berbagai pendapat dan teori tentang karakteristik eksternal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik eksternal penyuluh merupakan faktor-faktor di luar diri seorang penyuluh yang dinilai berhubungan dengan kinerja penyuluh pertanian, yang meliputi: dukungan administrasi, ketersediaan sarana dan prasarana, kondisi lingkungan kerja, keterjangkauan daerah tempat bekerja, dan tingkat partisipasi aktif masyarakat.

Kompetensi Penyuluh Pertanian

Spencer dan Spencer (1993) mendefinisikan kompetensi sebagai segala bentuk motif, sikap, keterampilan, pengetahuan, perilaku atau karakteristik pribadi lain yang penting untuk melaksanakan pekerjaan atau membedakan antara kinerja rata-rata dengan kinerja superior. Selanjutnya Spencer dan Spencer menjelaskan bahwa ada lima tipe kompetensi yaitu pengetahuan, keterampilan, konsep diri, sikap, dan motif. Kompetensi pengetahuan dan keterampilan tergolong lebih mudah dikembangkan dibandingkan dengan konsep diri, sikap, dan motif yang tergolong lebih tersembunyi dan merupakan pusat bagi personal seseorang. Mengacu pada pendapat tersebut, Mulyasa (2002) menyebutkan bahwa kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, sikap dan nilai, serta keterampilan yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.

(30)

pendidikan Mulyasa (2002) menyebutkan bahwa kompetensi yang harus dikuasai oleh pelajar perlu dinyatakan sedemikian rupa agar dapat dinilai, sebagai wujud hasil belajar yang mengacu pada pengalaman langsung, dengan demikian dalam pembelajaran yang dirancang berdasarkan kompetensi, penilaian tidak dilakukan berdasarkan pertimbangan yang bersifat subjektif. Penerapannya di bidang penyuluhan, kompetensi digunakan sebagai dasar perubahan keorganisasian dan peningkatan kinerja.

Sumardjo (2010) menyebutkan bahwa, kompetensi merupakan kemampuan dan kewenangan yang dimiliki oleh seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan, yang didasari oleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental sesuai dengan petunjuk kerja (kinerja) yang ditetapkan. Puspadi (2002) bahwa kompetensi kerja adalah segala sesuatu pada individu yang menyebabkan kinerja yang prima. Sedangkan Gilley dan Eggland (1989) mengatakan kompetensi sebagai kemampuan yang dimiliki seseorang, sehingga yang bersangkutan dapat menyelesaikan perannya, oleh karena penyuluhan adalah pembelajaran orang dewasa, maka dalam konteks penyuluhan dimensi kompetensi penyuluh dalam penelitian ini mengacu kompetensi tugas/profesi penyuluh pertanian.

Berkaitan dengan pengembangan kapital manusia dalam konteks penyuluhan menurut Sumardjo (2010), bahwa human kapital penyuluh setidaknya meliputi kompetensi-kompetensi (1) personal,(2) sosial,(3) andragogik, dan (4) komunikasi inovatif. Kompetensi personal adalah kesesuaian sifat bawaan dan kepribadian penyuluh yang tercermin dalam kemampuan membawakan diri, kepemimpinan, kesantunan, motif berprestasi, kepedulian, disiplin, terpercaya, tanggung jawab, dan ciri kepribadian penyuluh lainnya.

Kompetensi sosial menyangkut kemampuan berinteraksi/berhubungan sosial, melayani, bermitra, bekerjasama dan bersinergi, mengembangkan kesetiakawanan, kohesif dan mampu saling percaya mempercayai. Kompetensi andragogik menyangkut kemampuan metodik dan teknik pembelajaran/mengembangkan pengalaman belajar untuk mempengaruhi dan merubah pengetahuan/wawasan, keterampilan/tindakan dan sikap (minat) sasaran penyuluhan, membangkitkan kebutuhan belajar/berubah, menyadari tanggung jawab dan kebutuhan sasaran penyuluhan, sedangkan kompetensi komunikasi inovasi menyangkut reaktualisasi diri, penguasaan teknologi informasi, kemampuan berempati, kemampuan komunikasi partisipatif/konvergensi, menggali dan mengembangkan pembaharuan, serta kewiraswastaan (enterpreneurship).

Unsur-unsur yang penting dalam kompetensi merencanakan penyuluhan meliputi kemampuan mengidentifikasi potensi wilayah dan agroekosistem, kemampuan identifikasi kebutuhan petani, dan kemampuan menyusun rencana kerja penyuluhan. Bagi seorang penyuluh pertanian, identifikasi potensi wilayah dan agroekosistem tentang sebuah tempat dimana penyuluhan diadakan adalah sangat penting dan mendasar karena berdasarkan data tentang potensi wilayah dan agroekosistem itulah, penyuluh pertanian kemudian dapat menyusun materi penyuluhannya dan metode yang akan digunakannya.

(31)

agroekosistem penyuluh akan menemukan berbagai hal tentang keadaan sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sarana dan prasarana yang tersedia atau tidak tersedia, karakteristik budaya dan norma setempat, keadaan topografi tanah dan penggunaannya, keadaan iklim dan curah hujan, dan sebagainya. Data tentang potensi wilayah dan agroekosistem ini bisa dikumpulkan oleh seorang penyuluh pertanian baik berupa data primer yakni hasil pengamatan, wawancara kepada pihak-pihak yang berkompeten, maupun hasil pengumpulan data sekunder dari berbagai sumber seperti monografi desa, dokumen-dokumen tertulis dari kabupaten/kecamatan/desa, badan pusat statistik dan lain-lain. Data potensi wilayah dan agroekosistem yang telah dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis sebagai masukan.

Mardikanto (2009), mengemukakan bahwa dalam pelaksanaan penyuluhan, seorang penyuluh mutlak harus mengenal potensi wilayah kerja, karena dengan mengenal dan memahami potensi wilayah akan dapat membantu penyuluh dalam memahami: (1) keadaan masyarakat yang menjadi sasaran penyuluhan, (2) keadaan lingkungan fisik dan sosial masyarakat sasaran,(3) masalah-masalah yang pernah, sedang, dan akan dihadapi dalam melaksanakan penyuluhan, (4) kendala-kendala yang akan dihadapi dalam melaksanakan penyuluhan, dan (5) faktor-faktor pendukung dan pelancar kegiatan penyuluhan yang akan dilaksanakannya. Dalam kaitannya dengan pemahaman potensi wilayah, Slamet (2003) mengemukakan bahwa penyuluh perlu lebih memusatkan kepada kebutuhan pertanian dan petani setempat, ekosistem daerah kerja, ciri-ciri lahan dan iklim di daerah setempat harus dikuasai serta informasi-informasi yang disediakan harus sesuai dengan wilayah setempat. Dalam merencanakan kegiatan penyuluhan, seorang penyuluh harus memperhatikan atau mengetahui kebutuhan petani agar program penyuluhan yang diberikan sesuai, untuk itu, penyuluh perlu melakukan identifikasi terlebih dahulu tentang hal-hal apa saja yang dibutuhkan petani. Informasi yang diperoleh kemudian dianalisis sehingga penyuluh dapat mengetahui dengan pasti kebutuhan petani baikfelt needmaupunreal need.

Selanjutnya, Slamet (2003) menekankan bahwa kebutuhan atau kepentingan petani harus selalu menjadi titik pusat perhatian penyuluhan pertanian. Penyuluh harus lebih mendekatkan diri dengan petani. Penyuluh harus benar-benar mampu mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan petani serta menuangkan dalam program-program penyuluhan untuk dipecahkan melalui kerjasama sejati dengan petani. Rencana kerja penyuluh pertanian adalah jadwal kegiatan yang disusun oleh para penyuluh pertanian berdasarkan program penyuluhan pertanian setempat yang mencantumkan hal-hal yang perlu disiapkan dalam berinteraksi dengan petani nelayan. Program/rencana kerja penyuluhan pertanian yang baik adalah program/rencana kerja yang dibuat berdasarkan fakta, data, potensi wilayah yang akurat dan benar.

(32)

kelompok tani dan mengembangkan dan membina kelompok asosiasi: (2) meningkatkan kemampuan kelompok tani dari kelompok pemula menjadi kelompok lanjut, dari lanjut menjadi madya dan dari madya ke kelompok utama: (3) melakukan penilaian perlombaan pertanian: (4) memandu kegiatan swadaya pertanian berupa karyawisata/widyawisata, kursus tani, sekolah lapang, dan demonstrasi (baik demonstrasi plot, demonstrasi farm maupun demonstrasi area).

Kegiatan penyuluhan adalah kegiatan berkomunikasi. Sebagai komunikator yang profesional, penyuluh pertanian pertama-tama harus mengetahui, menguasai dan mendalami informasi (pesan) yang akan disampaikan kepada masyarakat sasaran. Penyuluh harus memiliki pengetahuan yang luas tentang informasi pembangunan, ilmu, teknologi yang akan disampaikan kepada masyarakat sasaran. Kompetensi ini harus dilengkapi dengan kemampuan tentang cara, metode, dan teknik menyampaikannya sehingga mencapai hasil yang maksimal. Seorang penyuluh seharusnya menguasai konsep komunikasi dan cara-cara berkomunikasi.

Menurut Hubeis (2008) penyuluhan adalah proses pembelajaran (pendidikan nonformal) yang ditujukan untuk petani dan keluarganya dalam pencapaian tujuan pembangunan. Menurut Nasution (2004) mengemukakan bahwa penyuluhan merupakan jenis pendidikan pemecahan masalah (problem solving) yang berorientasi pada tindakan yang mengajarkan sesuatu, mendemonstrasikan dan memotivasi, tapi tidak melakukan pengaturan (regulating) dan juga melaksanakan program yang nonedukatif.

Penyuluhan adalah pendidikan luar sekolah (nonformal) yang diberikan kepada petani dan keluarganya dengan maksud agar mereka mampu, sanggup dan berswadaya memperbaiki atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat disekelilingnya (Soekartawi 2005). Dalam pembelajaran orang dewasa, kegiatan penyuluhan yang diberikan lebih mengacu pada pemecahan masalah yang dihadapi dalam kehidupan petani dan keluarganya. Seorang penyuluh harus memahami dengan baik tujuan dari kegiatan penyuluhan tersebut. Untuk itu, penyuluh harus memiliki kemampuan yang baik tentang pembelajaran orang dewasa(andragogik).

Sumardjo (1999) mengatakan bahwa kompetensi andragogik menyangkut kemampuan metodik dan teknik pembelajaran/mengembangkan pengalaman belajar untuk mempengaruhi dan merubah pengetahuan/wawasan, keterampilan/tindakan dan sikap (minat) sasaran penyuluhan, membangkitkan kebutuhan belajar, menyadari tanggung jawab dan kebutuhan sasaran penyuluhan. Konsep atau tujuan dari penyuluhan adalah meningkatkan pengetahuan, sikap mental, dan keterampilan petani dan keluarganya agar mereka tahu, mau, dan mampu mengubah perilakunya ke arah yang lebih baik dengan kata lain penyuluhan bertujuan untuk membantu petani dan keluarganya agar mereka mampu menolong dirinya sendiri. Penyuluhan merupakan proses pendidikan yang berkelanjutan, dalam pendidikan orang dewasa, ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan agar kegiatan penyuluhan dapat berjalan dengan baik yaitu: partisipasi, kemitraan, dan pemberdayaan (Jahi 2008).

(33)

menghubungkan pengalaman belajar dengan pelajaran, sehingga penyuluh harus menyadari latar belakang warga belajar, (3) Akibat (Effect) yakni prinsip belajar yang memperhatikan kepuasan dan kekecewaan warga belajar dalam belajar, dan (4) latihan (Practice) yakni penggunaan alat indera (Hubeis 2008).

Kegiatan penyuluhan adalah kegiatan berkomunikasi, sebagai komunikator yang professional penyuluh pertanian pertama-tama harus mengetahui, menguasai dan mendalami informasi (pesan) yang akan disampaikan kepada masyarakat sasaran. Penyuluh harus memiliki pengetahuan yang luas tentang informasi pembangunan, ilmu, teknologi yang akan disampaikan kepada masyarakat sasaran. Kompetensi ini harus dilengkapi dengan kemampuan tentang cara, metode, dan teknik menyampaikannya sehingga mencapai hasil yang maksimal. Seorang penyuluh seharusnya menguasai konsep komunikasi dan cara-cara berkomunikasi.

Komunikasi dalam penyuluhan adalah suatu alat untuk menimbulkan perubahan di dalam penyuluhan. Secara umum komunikasi diartikan sebagai suatu proses penyampaian pesan dari sumber ke penerima, dalam prakteknya komunikasi tidak hanya sebatas pada pesan yang telah disampaikan atau diterima oleh penerima pesan, akan tetapi diharapkan penerima dapat memberikan tanggapannya kepada kepada sumber atau pengirim pesan untuk kemudian untuk kemudian proses komunikasi terus berlangsung (Mardikanto 2009). Sumardjo (1999) menyatakan bahwa penyuluhan dengan pendekatan komunikasi konvergen (interactive) dirancang sedemikian rupa, bersifat dialogis dan humanis (menghargai harkat martabat atau hak asasi manusia) sasaran, sehingga kondusif bagi berkembangnya kemampuan (pengetahuan, sikap dan keterampilan) mereka sejalan dengan perubahan lingkungan sosial dan fisik kehidupannya.

Komunikasi dinilai efektif bila informasi yang disampaikan dan yang dimaksudkan oleh komunikator berkaitan erat dengan makna informasi yang ditangkap dan dipahami oleh komunikan. Ada empat unsur dasar efektif tidaknya suatu komunikasi menurut Berlo (Hubeis et al 2007) yakni: sumber pesan, saluran pembawa pesan, isi pesan (inovasi) dan penerima pesan. Sumardjo (1999) mengatakan bahwa kompetensi komunikasi inovasi menyangkut reaktualisasi diri, penguasaan teknologi informasi, kemampuan berempati, kemampuan komunikasi partisipatif/konvergensi, menggali dan mengembangkan pembaharuan, serta kewiraswastaan (entrepreneurship).

Dengan demikian kompetensi berkomunikasi adalah kemampuan seorang penyuluh pertanian dalam memahami serta menerapkan proses komunikasi menjadi bagian penting dari metode penyuluhan pertanian (Soekartawi 2005). Komunikator yang kompeten akan mampu memberikan informasi secara efektif sehingga menimbulkan pemahaman, kesenangan serta mempengaruhi sikap dan tindakan dari penerima informasi.

(34)

Berdasarkan pada berbagai pendapat dan teori tentang kompetensi penyuluh tersebut, maka disintesakan/ disimpulkan bahwa kompetensi penyuluh adalah kemampuan-kemampuan fungsional yang dimiliki seorang penyuluh yang dapat menciptakan kinerja yang baik dalam penelitian ini kompetensi fungsional dimaksud meliputi: pengelolaan program penyuluhan, pengelolaan kegiatan penyuluhan, penguasaan dan penerapan prinsip pembelajaran orang desawa, komunikasi, dan kemampuan kerjasama.

Kinerja Penyuluh Pertanian

Disahkannya Undang-undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan di sisi lain memberikan kepastian hukum tentang peran penyuluhan di berbagai bidang (pertanian, perikanan dan kehutanan), tetapi di sisi lain juga menyisakan permasalahan mendasar seperti penyiapan sumberdaya manusia penyuluh. Sumberdaya Manusia yang handal akan mampu meningkatkan kinerja pelayanan kepada masyarakat.

Sumberdaya manusia merupakan salah satu faktor kunci dalam reformasi ekonomi, yaitu menciptakan sumberdaya manusia yang berkualitas dan memiliki keterampilan serta berdaya saing tinggi dalam menghadapi persaingan global yang selama ini terabaikan. Dalam kaitan itu ada dua hal yang penting yang menyangkut kondisi sumberdaya manusia pertanian di daerah yang perlu mendapatkan perhatian yaitu sumberdaya petugas dan sumberdaya petani. Kedua sumberdaya tersebut merupakan pelaku dan pelaksana yang mensukseskan program pembangunan pertanian.

Rivai (2006) menyatakan penilaian prestasi adalah merupakan hasil kerja karyawan dalam lingkup tanggungjawabnya. Prakteknya, istilah penilaian kinerja (performance appraisal) dan evaluasi kerja (performance evaluation) dapat digunakan secara bergantian atau bersamaan karena pada dasarnya mempunyai maksud yang sama. Selanjutnya, instrumen penilaian kinerja dapat digunakan untuk mereview kinerja, peringkat kinerja, penilaian kinerja, penilaian karyawan dan sekaligus evaluasi karyawan sehingga dapat diketahui mana karyawan yang mampu melaksanakan pekerjaan secara baik, efisien, dan produktif sesuai dengan tujuan perusahaan.

Hasibuan (2001) menyatakan bahwa kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas–tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Kinerja seorang penyuluh dapat dilihat dari dua sudut pandang: pertama bahwa kinerja merupakan fungsi dari karakteristik individu, karakteristik tersebut merupakan variabel penting yang mempengaruhi perilaku seseorang termasuk penyuluh pertanian; kedua bahwa kinerja penyuluh pertanian merupakan pengaruh situasional diantaranya terjadi perbedaan pengelolaan dan penyelenggaraan penyuluhan pertanian di setiap Kabupaten yang menyangkut beragamnya aspek kelembagaan, ketenagaan, program penyelenggaraan dan pembiayaan (Jahi 2008).

(35)

kepadanya, didasarkan atas kemampuan, pengalaman dan kesungguhan serta penggunaan waktu. Kinerja penyuluh akan baik bila penyuluh telah melaksanakan unsur–unsur yang terdiri dari kesetiaan dan komitmen yang tinggi pada tugas menyiapkan kegiatan penyuluhan, kedisiplinan dan kreativitas dalam melaksanakan kegiatan penyuluhan, kerjasama dengan petani dan pihak yang terkait dalam pengembangan usahatani, kepemimpinan yang menjadi panutan, kepribadian yang baik, jujur dan objektif dalam membina petani, serta tanggungjawab terhadap tugas.

Menurut Gomes (2001) bahwa kinerja seseorang dapat diukur dari: (1) Quantity of work, yaitu jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang ditentukan, (2) Quality of work, yaitu kualitas kerja dicapai berdasarkan syarat–syarat kesesuaian dan kesiapannya, (3) Job knowledge, yaitu luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya, (4)Creativeness, yaitu keaslian gagasan–gagasan yang dimunculkan dan tindakan–tindakan untuk menyelesaikan persoalan–persoalan yang timbul, (5)Cooperation, yaitu kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain (sesama anggota organisasi), (6) Dependability, yaitu kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian pekerjaan, (7)Initiative, yaitu semangat untuk melaksanakan tugas– tugas baru dan dalam memperbesar tanggungjawabnya, dan (8) Personal qualities, yaitu menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramah–tamahan, dan integritas pribadi.

Kinerja adalah hasil dari suatu pekerjaan yang dapat dilihat atau yang dapat dirasakan. Kinerja bisa diukur melalui standar kompetensi kerja dan indikator keberhasilan yang dicapai seseorang dalam suatu jabatan/pekerjaan tersebut (Padmowiharjo 2004). Kinerja seseorang ditentukan oleh kemampuan ketiga aspek perilaku yaitu kognitif, efektif dan psikomotor. Selama kinerja yang dimiliki petugas dengan kinerja yang dituntut oleh jabatannya terdapat kesenjangan, petugas tersebut tidak dapat berprestasi dengan baik dalam menyelesaikan tugas pokoknya. Kesenjangan kinerja adalah perbedaan kinerja yang dimiliki petugas pada saat ini dengan yang diharapkan oleh organisasi atau tuntutan pekerjaan (Hickerson dan Middleton 1975).

Bernadin dan Russel dalam Sulistiyani dan Rosidah (2003) menjelaskan bahwa kinerja merupakan catatan outcome yang dhasilkan dari fungsi pegawai tertentu atau kegiatan yang dilakukan selama periode waktu tertentu. Gibson (1996) menyatakan kinerja adalah hasil yang diinginkan dari perilaku dan kinerja individu adalah dasar kinerja organisasi. Murdijanto (2001) menyatakan bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing–masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.

Tugas Penyuluh Pertanian

(36)

tingkat pusat sampai ke desa. Tugas seorang penyuluh pertanian tercermin dari kegiatan penyuluh yang digariskan pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: Per/02/Menpan/2/2008 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Pertanian dan Angka Kreditnya.

Berdasarkan keputusan tersebut kegiatan penyuluh pertanian dibedakan berdasarkan kelompok penyuluh yaitu penyuluh terampil dan ahli. Secara garis besar kegiatan penyuluh adalah:

1. Mengikuti pendidikan, meliputi:

a) Pendidikan sekolah dan memperoleh ijazah/gelar

b) Pendidikan dan pelatihan kedinasan dan memperoleh Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan (STTPP) atau sertifikat

c) Pendidikan dan pelatihan prajabatan 2. Persiapan penyuluhan pertanian:

a) Identifikasi potensi wilayah

b) Memandu penyusunan rencana usaha petani c) Penyusunan programa penyuluhan pertanian (tim) d) Penyusunan rencana kerja tahunan penyuluh pertanian 3. Pelaksanaan penyuluhan pertanian:

a) Penyusunan materi

b) Perencanaan dan penerapan metode penyuluhan pertanian c) Menumbuhkan/mengembangkan kelembagaan petani 4. Evaluasi dan pelaporan:

a) Evaluasi pelaksanaan penyuluhan pertanian

b) Evaluasi dampak pelaksanaan penyuluhan pertanian 5. Pengembangan penyuluhan pertanian

a) Penyusunan pedoman/juklak/juknis penyuluhan pertanian b) Kajian kebijakan pengembanganpenyuluhan pertanian c) Pengembangan metode/sistem kerja penyuluhan pertanian 6. Pengembangan profesi:

a) Pembuatan karya tulis ilmiah di bidang pertanian

b) Penerjemahan/penyaduran buku dan bahan-bahan di bidang pertanian

c) Pemberian konsultasi di bidang pertanian yang bersifat konsep kepada institusi dan/atau perorangan

7. Penunjang tugas penyuluh pertanian:

a) Peran serta dalam seminar/lokakarya/konferensi

b) Keanggotaan dalam tim penilai jabatan fungsional penyuluh pertanian c) Keanggotaan dalam dewan redaksi penerbitan di bidang pertanian d) Perolehan penghargaan/tanda jasa

e) Pengajaran/pelatihan pada pendidikan dan pelatihan f) Keanggotaan dalam organisasi profesi

(37)

Kerangka Berpikir dan Hipotesis Penelitian

Kerangka Berpikir

Upaya perbaikan taraf dan kesejahteraan masyarakat ditempuh melalui kegiatan pembangunan di segala bidang kehidupan, dari waktu ke waktu terus didorong, bahkan dipacu dengan berbagai terobosan. Demikian pula usaha peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat petani di pedesaan membutuhkan srategi pembangunan pertanian yang terpadu dan berkesinambungan. Sektor pertanian memberikan kontribusi yang cukup nyata terhadap pemenuhan kebutuhan masyarakat akan pangan.

Program pengembangan sektor pertanian yang dilakukan melalui penerapan berbagai program pemerintah, mempunyai tujuan dan strategi tertentu. Salah satu srategi yang tepat dan bahkan diandalkan dalam rangka mempercepat laju pengembangan sektor pertanian khususnya dalam meningkatkan kemampuan petani untuk mengelola usahataninya adalah dengan srategi penyuluh pertanian.

Membangun pertanian dibutuhkan sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas. Tersediannya SDM berkualitas merupakan modal utama bagi daerah untuk menjadi pelaku, penggerak pembangunan di daerah, karena itu untuk membangun pertanian kita harus membangun sumberdaya manusia yang handal. Sumberdaya manusia yang perlu dibangun diantarannya adalah SDM masyarakat pertanian (petani, nelayan, pengusaha pertanian dan pedagang pertanian), agar kemampuan dan kompetensi kerja masyarakat pertanian dapat meningkat, karena merekalah yang langsung melaksanakan segala kegiatan usaha pertanian di lahan usahanya. Hal ini hanya dapat dibangun melalui proses belajar dan mengajar dengan mengembangkan sistem pendidikan non formal diluar sekolah secara efektif dan efisien di antaranya adalah melalui penyuluhan pertanian, masyarakat tani dibekali dengan ilmu pengetahuan, ketrampilan, pengenalan paket teknologi dan inovasi baru di bidang pertanian dengan sapta usahanya, penanaman nilai-nilai atau prinsip agribisnis, mengkreasi sumberdaya manusia dengan konsep dasar filosofi rajin, kooperatif, inovatif, kreatif dan sebagainya. Hal yang lebih penting lagi adalah mengubah sikap dan perilaku masyarakat tani agar mereka tahu dan mau menerapkan informasi anjuran yang dibawa dan disampaikan oleh penyuluh pertanian.

(38)

hal tersebut maka setiap penyuluh dituntut untuk memiliki kinerja penyuluhan yang baik.

Pasca diberlakukannya otonomi daerah telah terjadi perubahan yang mendasar terhadap pembinaan penyuluhan pertanian, yang semula dilaksanakan oleh pusat bergeser ke daerah. Lahirnya otonomi daerah juga memunculkan perubahan-perubahan yang tidak sedikit di dalam kelembagaan penyuluhan pertanian yang ada di Kabupaten Pidie, adanya perubahan kelembagaan penyuluhan di era otonomi daerah apakah berpengaruh terhadap kinerja penyuluh? Atas dasar pemikiran yang diuraikan di atas, maka diperlukan suatu penelitian kinerja penyuluh pertanian yang ada di Kabupaten Pidie untuk mengetahui kinerja penyuluh dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja penyuluh. Dengan demikian diharapkan akan mendapatkan informasi untuk memperoleh gambaran prioritas srategi pengembangan peran penyuluh pertanian yang lebih baik guna menunjang kualitas pelaksanaan kegiatan penyuluhan pertanian di Kabupaten Pidie khususnya dan di Provinsi Aceh umumnya.

Menurut Slamet (2001), Sumardjo (2010), Hubeis (2008), Rogers dan Shoemaker (1985) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja penyuluh dapat dikelompokkan menjadi faktor internal (X1), faktor eksternal (X2) dan kompetensi penyuluh (X3). Faktor internal (X1) yang diduga berhubungan dengan kinerja penyuluh dalam penelitian ini adalah: umur (X1.1), masa kerja (X1.2), pendidikan formal (X1.3), motivasi (X1.4), pemanfaatan media (X1.5) dan jumlah kelompok binaan (X1.6). Faktor eksternal (X2) yang diduga berhubungan dengan kinerja penyuluh dalam penelitian ini adalah: dukungan administrasi (X2.1), ketersediaan prasarana dan sarana (X2.2), kondisi lingkungan kerja (X2.3), keterjangkauan daerah tempat bekerja (X2.4) dan tingkat partisipasi aktif masyarakat (X2.5).

Konteks penyuluhan yang perlu dikembangkan dari penyuluh sebagai kapital manusia (human capital) meliputi kompetensi–kompetensi personal, sosial, andragogi, dan komunikasi inovatif. Penyuluh yang memiliki kompetensi–kompetensi tersebut diharapkan dapat meningkatkan kinerjanya sesuai dengan tuntutan tugasnya sebagai penyuluh. Faktor kompetensi penyuluh (X3) yang diduga berhubungan dengan kinerja penyuluh dalam penelitian ini adalah: pengelolaan program penyuluhan (X3.1), pengelolaan kegiatan penyuluhan (X3.2), penerapan prinsip belajar orang dewasa (X3.3), kemampuan berkomunikasi (X3.4) dan kemampuan bekerjasama (X3.5).

Gambar

Gambar 1 Kerangka berpikir operasional kinerja penyuluh pertanian di Kabupaten Pidie Provinsi Aceh
Tabel 1 Sebaran mata pencaharian penduduk di Kabupaten Pidie
Tabel 3 Sasaran luas tanam, panen, produktivitas dan produksi komoditas pertanian tanaman pangan Kabupaten Pidie
Tabel 4 Distribusi penyuluh pertanian berdasarkan kecamatan dan kekurangan penyuluh No Kecamatan Jumlah Desa Jumlah Penyuluh PNS JumlahTHL-TBPP KekuranganPenyuluh* 1 Batee 28 1 4 25 2 Delima 44 1 2 40 3 Geumpang 5 1 2 4 4 Glumpang Baro 21 1 3 21 5 Glumpang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Latar Belakang: Luka operasi dapat mengalami dehisiensi atau infeksi. Infeksi luka operasi dapat menyebabkan perpanjangan rawat inap pasien di rumah sakit, dilakukan operasi

Beberapa instrumen pasar Modal antara lain menurut Tandelilin (2001 : 18) ; 1) Saham, merupakan salah satu jenis sekuritas yang cukup popular diperjual belikan di pasar

Dari berbagai kajian yang ada dapat dilihat bahwa terdapat berbagai aspek-aspek sumber daya manusia yang dapat diringkas ke dalam konsep modal manusia, diantaranya adalah

Bobot setiap aspek modal manusia didasarkan pada gagasan bahwa pendidikan dan pelatihan merupakan aspek penting bagi para pengusaha yang terkait dengan pengetahuan,

Dalam sesi su­euë djaweuëb, Keutuha Presidium ASNLF, Ariffadhillah, kageupeutrôk uboë peukara, njang terdjadi ateuëh bansa² ateuëh rhuëng dônja, njan bak teumpat njan hana

Analisa dari contoh kasus diatas dapat dianalisa dengan alat bantu program ANSYS Workbench 12, dengan pemberian gaya dan pengkondisian derajat kebebasan pada batang yang akan

Perusahaan Bisnis Tunggal Tingkat Korporasi / Bisnis Strategi Produksi Operasi / Litbang Strategi Keuangan / Akunting Strategi Pemasaran Strategi Hubungan Karyawan.

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis diberi kesempatan dan kemudahan untuk menyelesaikan skripsi yang