• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sifat Fisik Tanah Entisol

Hasil analisis yang dilakukan terhadap sifat fisik tanah Entisol dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2. Sifat Fisik Tanah Entisol

Ulangan Bulk density

(gram/cm3) Particle density (gram/cm3) Porositas (%) Kadar air awal (%) Kadar air KL (%) 1 1,075 2,619 58,961 15,532 48,987 2 1,009 2,589 61,039 16,156 49,039 3 1,093 2,598 57,922 15,636 48,208 Rata-rata 1,059 2,602 59,307 15,775 48,745

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa nilai bulk density pada tanah Entisol adalah sebesar 1,059 gram/cm3. Menurut Hillel (1971) “nilai bulk density untuk tanah berpasir dapat mencapai 1,6 gram/cm3”, nilai bulk density tersebut tidak sesuai dikarenakan tanah

Entisol yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah dalam keadaan terganggu yaitu telah diberi perlakuan (disaring) sehingga tidak lagi sama dengan kondisi aslinya dilapangan. Nilai bulk density untuk tanah dengan volume ruang pori yang berkisar setengah dari volume total adalah 1,30-1,35 gram/cm3. Nilai porositas (ruang pori) pada tanah Entisol adalah sebesar 59,3 %. Semakin besar nilai volume ruang pori pada tanah

Entisol, maka semakin kecil nilai bulk density.

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa nilai particle density pada tanah Entisol adalah sebesar 2,602 gram/cm3. Hal ini sesuai dengan literatur Hillel (1971) yang menyatakan bahwa, pada kebanyakan tanah mineral nilai particle density adalah sekitar 2,6-2,7 gram/cm3. Perlakuan penyaringan pada tanah Entisol tidak mempengaruhi nilai particle density, karena nilai particle density merupakan perbandingan antara massa tanah kering terhadap volume tanah kering itu sendiri, tidak termasuk volume ruang porinya.

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa nilai kadar air awal pada tanah Entisol adalah sebesar 15,775 %, sedangkan nilai kadar airnya pada keadaan kapasitas lapang adalah sebesar 48,745 %.

Hasil analisis untuk menentukan tekstur tanah Entisol dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3. Analisis Tekstur Tanah Entisol

Ulangan % Pasir % Debu % Liat Tekstur tanah

1 77 0 23 Sandy Loam (lempung pasir)

2 81 0 19 Sandy Loam (lempung pasir)

3 83 0 17 Sandy Loam (lempung pasir)

Rata-rata 80,3 0 19,6 Sandy Loam (lempung pasir)

Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa pada tanah Entisol terdapat persentase pasir adalah sebesar 80,3%, persentase debu adalah sebesar 0 % dan persentase liat adalah sebesar 19,6 %. Menurut segitiga USDA, tanah tersebut memiliki tekstur sandy loam

(lempung pasir). Hal ini sesuai dengan pernyataan Santoso (1993) yang menyatakan bahwa “Sebagian tanah yang tergolong dalam Entisol terutama bertekstur pasir atau pasir”. Penentuan tekstur tanah menurut segitiga USDA dapat dilihat pada Lampiran 9.

Laju Infiltrasi

Dari pengamatan, didapat persamaan laju infiltrasi � = 17,9684 �−0,5329

dengan laju konstan sebesar 0,41 cm/menit, yang diukur pada kadar air tanah 27,51 % volume (kadar air kapasitas lapang 30,97 % dan titik layu permanen 22,91 %). Laju infiltrasi konstan sebesar 0,41 cm/menit dijadikan sebagai acuan untuk menentukan laju pemberian air. Laju pemberian air harus lebih kecil dari 0,41cm/menit untuk menghindari terjadinya erosi maupun aliran permukaan (Saprianto dan Pandjaitan, 1999). Berdasarkan persamaan � = 17,9684 �−0,5329,

Hasil pengukuran infiltrasi pada tanah Entisol dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5. Infiltrasi pada Tanah Entisol

t (menit) Infiltrasi kumulatif (cm) Laju infiltrasi (cm/menit)

2 7,4 2,9 5 15,0 2,2 10 26,6 1,8 20 42,7 1,4 30 57,4 1,3 45 77,3 1,1 60 94,3 1,0 90 123,5 0,9 120 140,5 0,8 180 154,8 0,7

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa infiltrasi kumulatif (F) yang diukur pada tanah

Entisol adalah sebesar 7,4 cm pada menit ke-2, 15,0 cm pada menit ke-5, 26,6 cm pada menit ke-10, 42,7 cm pada menit ke-20, 57,4 cm pada menit ke-30, 77,3 cm pada menit 45, 94,3 cm pada menit 60, 123,5 cm pada menit 90, 140,5 cm pada menit ke-120 dan 154,8 cm pada menit ke-180. Berdasarkan nilai infiltrasi kumulatif (F) tersebut, diperoleh persamaan garis:

698 , 0 035 , 5 1 x Y = ...(14) y1 : Infiltrasi kumulatif (cm) x : Waktu (menit)

Grafik Hubungan Infiltrasi Kumulatif (F) dengan Waktu (t)

Untuk memperoleh persamaan garis untuk laju infiltrasi (fp), Persamaan 14 didiferensialkan sehingga diperoleh:

30 2 =3,518x

Y ...(15)

Y2 : Laju infiltrasi (cm/menit) x : Waktu (menit)

Grafik Hubungan Laju Infiltrasi (fp) dengan Waktu (t)

Berdasarkan Persamaan 15, diperoleh nilai laju infiltrasi konstan pada tanah

Entisol dengan menggunakan t = 1200 menit, sebagaimana dalam literatur Saprianto dan

y = 5,0354x0,6988 0,0 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 120,0 140,0 160,0 180,0 200,0 0 50 100 150 200 F ( cm) t (menit) F rata-Persamaa n Garis F y = 3,5187x-0,301 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200 fp ( cm /m eni t) t (menit)

Pandjaitan (1999), yaitu sebesar 0,4 cm/menit. Nilai laju infiltrasi konstan dijadikan sebagai acuan untuk menentukan laju pemberian air.Laju pemberian air yang diterapkan harus lebih kecil dari laju infiltrasi konstan.

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa laju infiltrasi (fp) pada tanah Entisol adalah sebesar 2,9 cm/menit pada menit ke-2, 2,2 cm/menit pada menit ke-5, 1,8 cm/menit pada menit ke-10, 1,4 cm/menit pada menit ke-20, 1,3 cm/menit pada menit ke-30, 1,1 cm/menit pada menit 45, 1,0 cm/menit pada menit 60, 0,9 cm/menit pada menit ke-90, 0,8 cm/menit pada menit ke-120 dan 0,7 cm/menit pada menit ke-180. Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa nilai laju infiltrasi (fp) semakin menurun dengan bertambahnya waktu (t), nilai laju infiltrasi terbesar diperoleh pada menit ke-2 yaitu sebesar 2,9 cm/menit sedangkan nilai laju infiltrasi terkecil diperoleh pada menit ke-180 yaitu sebesar 0,7 cm/menit. Hal ini sesuai dengan literatur Hansen, et.al (1980) yang menyatakan bahwa biasanya laju infiltrasi lebih banyak pada permulaan pemberian air irigasi daripada beberapa jam kemudian.

Nilai laju infiltrasi konstan pada tanah Entisol yaitu sebesar 0,4 cm/menit (24 cm/jam) menurut Haridjaja (1990) termasuk kedalam kategori infiltrasi sedang. Hal ini tidak sesuai dengan literatur Munir (1996) yang menyatakan

bahwa tanah Entisol memiliki nilai reaksi pemeabilitas lambat. Hal ini

dikarenakan tanah Entisol yang digunakan dalam penelitian ini memiliki porositas sebesar 59,3 %, sehingga meningkatkan konduktivitas hidroliknya. Hal ini dapat dilihat pada literatur Liu and Evett (2008) yaitu, secara umum tanah dengan ruang pori besar akan memiliki konduktivitas hidrolik yang besar, dan literatur Hillel (1971) yaitu, konduktivitas hidrolik meningkat jika tanah sangat berpori, remah atau beragregat dibandingkan jika tanah padat dan sesak.

Hasil pengukuran debit pada pipa irigasi dengan 13 lubang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4. Debit Pipa Irigasi dengan 13 Lubang

Ulangan Debit (ml/menit)

1 43

2 50

3 48

Rata-Rata 47

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa debit yang diukur pada pipa irigasi dengan 13 lubang adalah sebesar 47 ml/menit atau dengan ketinggian sebesar 0,246 cm pada tabung

Mariotte.

Dengan membandingkan nilai debit yang diukur pada pipa irigasi (kedalaman) yaitu 0,246 cm/menit, dengan nilai laju infiltrasi konstan (0,4 cm/menit), maka diperoleh jumlah lubang pada pipa irigasi (n) yang diperbolehkan yaitu: n≤21.

Pola Pembasahan

Pola pembasahan dapat digambarkan melalui hasil pengukuran kadar air pada sampel tanah yang diambil melalui lubang pada dinding model vertikultur. Hasil pengukuran kadar air sampel tanah dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 6. Kadar Air pada Pipa Irigasi dengan Pola Susunan Lubang 3 Arah Kadar air tanah Entisol (%) pada t (menit)

60 120 240

Kolom 1 Kolom 2 Kolom 3 Kolom 1 Kolom 2 Kolom 3 Kolom 1 Kolom 2 Kolom 3

Baris 1 32,714 34,870 33,260 44,597 45,649 44,662 50,377 50,675 51,494 Baris 2 27,377 25,338 25,351 42,208 42,974 41,442 48,974 47,208 48,390 Baris 3 28,039 24,636 25,481 34,688 34,026 31,714 45,442 44,195 43,416 Baris 4 24,026 24,117 23,935 29,935 31,870 31,974 47,234 45,545 44,701

Baris 5 23,896 23,065 22,844 30,987 31,026 29,026 43,416 44,805 44,987

Tabel 7. Kadar Air pada Pipa Irigasi dengan Pola Susunan Lubang 4 Arah Kadar air tanah Entisol (%) pada t (menit)

60 120 240

Kolom 1 Kolom 2 Kolom 3 Kolom 1 Kolom 2 Kolom 3 Kolom 1 Kolom 2 Kolom 3

Baris 1 35,169 35,987 36,104 40,351 39,779 39,416 44,006 43,101 43,581 Baris 2 36,052 36,104 35,675 47,442 46,091 45,792 47,714 47,714 50,503 Baris 3 26,143 24,468 25,260 44,468 43,026 44,688 50,266 50,435 47,753 Baris 4 24,143 24,961 24,779 32,455 33,091 33,922 48,951 49,656 49,201 Baris 5 24,429 24,377 23,987 30,065 31,234 30,169 49,701 48,549 48,286

Tabel 8. Kadar Air pada Pipa Irigasi dengan Pola Susunan Lubang Spiral Kadar air tanah Entisol (%) pada t (menit)

60 120 240

Kolom 1 Kolom 2 Kolom 3 Kolom 1 Kolom 2 Kolom 3 Kolom 1 Kolom 2 Kolom 3

Baris 1 34,454 34,211 34,129 42,504 41,261 41,429 44,133 44,266 43,487 Baris 2 36,627 36,708 36,709 45,277 44,108 44,109 47,057 49,850 49,147 Baris 3 23,321 23,348 23,594 39,921 40,698 39,194 48,242 47,313 46,553 Baris 4 20,627 20,689 20,317 37,327 37,389 36,517 46,539 47,397 46,957 Baris 5 22,207 22,275 22,322 34,807 34,875 34,922 39,924 39,881 40,080

Dari Tabel 6, 7 dan 8 dapat dilihat bahwa sampel tanah yang berada di baris 1 (paling dekat dengan sumber air irigasi) memiliki kadar air yang lebih tinggi dibandingkan dengan baris yang lain (baris 2, 3, 4 dan 5), terutama di awal waktu pemberian air irigasi (t = 60 menit dan t = 120 menit). Seiring dengan semakin bertambahnya waktu, pada t = 240 menit, peningkatan kadar air pada baris 1 semakin sedikit karena semakin mendekati kadar air kapasitas lapangnya, sementara itu kadar air pada baris 2, 3, 4 dan 5 terus meningkat mendekati kadar air pada baris 1. Jadi, penyebaran air irigasi secara vertikal tidak cukup baik.Sementara itu, penyebaran air irigasi secara horizontal cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari kadar air pada setiap sampel tanah yang berada di baris yang sama relatif sama baik pada pipa irigasi dengan pola

susunan lubang 4 arah, 3 arah maupun spiral. Hal ini sesuai dengan literatur Hakim, dkk (1986) yang menyatakan bahwa pergerakan air tidak hanya terjadi secara vertikal tetapi juga horizontal.

Pada t = 240 menit, seluruh sampel tanah memiliki kadar air yang hampir sama, berkisar diantara kadar air kapasitas lapangnya. Hal ini dikarenakan air irigasi yang diberikan melalui lubang-lubang pada pipa irigasi bergerak ke segala arah didalam tanah. Tanah tidak akan mengalami kejenuhan karena setelah melebihi kadar air kapasitas lapangnya, air irigasi akan bergerak kebawah oleh gaya gravitasi karena tanah tidak mampu lagi memegang air. Hal ini sesuai dengan literatur Donahue, et.al (1977) yang menyatakan bahwa didalam sebuah tanah yang homogen terjadi pergerakan air dari daerah yang berpotensial tinggi ke daerah yang berpotensial rendah, gerakan air mungkin terjadi pada semua arah.

Dari Tabel 8, dapat dilihat bahwa pada pipa irigasi dengan pola susunan spiral, kadar air paling tinggi pada t = 240 menit adalah pada baris 2, yaitu sebesar 47,057% pada kolom 1, 49,850% pada kolom 2 dan 49,147 % pada kolom 3. Hal ini dikarenakan tanah pada baris 1 sudah mencapai kadar air kapasitas lapangnya sehingga air irigasi mulai bergerak ke bawah (menuju ke tanah pada baris 2). Sementara itu, tanah pada baris 3 memiliki kadar air yang masih rendah. Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa peningkatan kadar air pada baris 3 lebih lambat dibandingkan dengan baris yang sama pada pipa irigasi dengan pola susunan lubang 4 arah (Gambar 3) dan 3 arah (Gambar 4).

Dari Tabel 6, 7 dan 8 dapat dilihat bahwa pada t = 240 menit, pipa irigasi dengan pola susunan lubang 3 arah memiliki kadar air yang paling tinggi yaitu rata-rata 47,961 %, sedangkan pipa irigasi dengan pola susunan lubang spiral memiliki kadar air yang paling rendah yaitu rata-rata 45,389 %. Hal ini dikarenakan pipa irigasi dengan pola susunan lubang 4 arah memiliki nilai volume air irigasi yang ditampung (Ws) yang

paling besar yaitu sebesar 30192,7 ml (Lampiran 26).Pola pembasahan pada tanah

Entisol dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 3. Pola Pembasahan Tanah Entisol pada Pipa Irigasi dengan Pola

Susunan Lubang 4 Arah

Gambar 4. Pola Pembasahan Tanah Entisol pada Pipa Irigasi dengan Pola

Susunan Lubang 3 Arah 15 20 25 30 35 40 45 50 55 0 30 60 90 120 150 180 210 240 K ad ar ai r (%) t (menit) 15 20 25 30 35 40 45 50 55 0 30 60 90 120 150 180 210 240 K ad ar ai r (%) t (menit)

Gambar 5. Pola Pembasahan Tanah Entisol pada Pipa Irigasi dengan Pola

Susunan Lubang Spiral

Penyaluran Kebutuhan Air Irigasi

Penyaluran kebutuhan air irigasi untuk setiap pipa irigasi dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 9. Penyaluran Kebutuhan Air Irigasi

Pola Susunan Lubang Pada Pipa Irigasi

Penyaluran Kebutuhan Air Irigasi (ml) pada t (menit)

60 120 240

4 Arah 11173,0 21348,5 31954,0

3 Arah 13836,0 23772,0 33231,7

Spiral 12039,5 24622,0 30575,4

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa penyaluran kebutuhan air irigasi semakin meningkat seiring dengan bertambahnya waktu, baik pada pipa irigasi dengan pola susunan lubang 4 arah, 3 arah maupun spiral. Penyaluran kebutuhan air irigasi yang terkecil adalah pada t = 60 menit, yaitu sebesar 11173,0 ml pada pipa irigasi dengan pola susunan lubang 4 arah, 13836,0 ml pada pipa irigasi dengan pola susunan lubang 3 arah

15 20 25 30 35 40 45 50 55 0 30 60 90 120 150 180 210 240 K ad ar ai r (%) t (menit)

dan 12039,5 ml pada pipa irigasi dengan pola susunan lubang spiral, sedangkan penyaluran kebutuhan air irigasi yang terbesar pada t = 240 menit, yaitu sebesar 31954,0 ml pada pipa irigasi dengan pola susunan lubang 4 arah, 33231,7 ml pada pipa irigasi dengan pola susunan lubang 3 arah dan 30575 ml pada pipa irigasi dengan pola susunan lubang spiral.

Setiap pipa irigasi menyalurkan kebutuhan air irigasi yang berbeda-beda. Penyaluran kebutuhan air irigasi terbesar adalah pada pipa irigasi dengan pola susunan lubang 3 arah, yaitu, 13836,0 ml pada t = 60 menit, 23772,0 ml pada t = 120 menit dan 33231,7 ml pada t = 240 menit, sedangkan penyaluran kebutuhan air irigasi terkecil adalah pada pipa irigasi dengan pola susunan lubang 4 arah, yaitu 11173,0 ml pada t = 60 menit, 21348,5 ml pada t = 120 menit, dan 31954,0 ml pada t = 240 menit.

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa penyaluran kebutuhan air irigasi pada pipa irigasi dengan pola susunan lubang 3 arah adalah paling tinggi pada t = 120 menit (24622,0 ml) dan paling rendah pada t = 240 menit (30575,4 ml). Hal ini dikarenakan peningkatan kadar airnya lebih cepat pada t = 60 menit dan t = 120 menit, sehingga kadar airnya pun lebih cepat mendekati kadar air kapasitas lapang. Hal ini menyebabkan penyaluran kebutuhan air irigasinya paling rendah pada t = 240 menit. Pada t = 240 menit, penyaluran kebutuhan air irigasi yang paling tinggi adalah pada pipa irigasi dengan pola susunan lubang 3 arah yaitu sebesar 30575,4 ml. Hal ini dikarenakan peningkatan kadar airnya (baris 5) lebih lambat, sehingga penyaluran kebutuhan air irigasi masih berlangsung cepat. Peningkatan kadar air (pola pembasahan) dapat dilihat pada Lampiran 19, 20 dan 21.

Efisiensi Irigasi

Efisiensi irigasi merupakan indikator kinerja dari sistem irigasi. Efisiensi irigasi untuk setiap pipa irigasi dapat dilihat pada tabel berikut:

Pola susunan lubang pada pipa irigasi

Efisiensi pemakaian air irigasi (%) Efisiensi penyimpanan air irigasi (%) Efisiensi distribusi air irigasi (%) 4 arah 96,2 93,9 89,3 3 arah 95,5 97,6 91,5 Spiral 95,9 89,8 88,4

Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa efisiensi pemakaian air irigasi yang paling tinggi diperoleh pada pipa irigasi dengan pola susunan lubang 4 arah yaitu sebesar 96,2%, sedangkan yang paling rendah diperoleh pada pipa irigasi dengan pola susunan lubang 3 arah yaitu sebesar 95,5 %. Hal ini sesuai dengan literatur Hansen, et.al (1980) yang menyatakan bahwa nilai efisiensi pemakaian air irigasi dapat berbeda-beda dari harga yang paling rendah sampai mendekati 100 %. Dari ketiga pola susunan lubang pada pipa irigasi, tidak ada yang memiliki efisiensi pemakaian air irigasi 100 %, artinya ada air irigasi yang merembes keluar dari model vertikultur melalui bawah. Hal ini sesuai dengan literatur Hakim, dkk (1986) yang menyatakan bahwa air irigasi yang memasuki tanah mula-mula menggantikan udara yang terdapat dalam pori makro dan kemudian pori mikro. Air tambahan berikutnya akan bergerak kebawah melalui proses pergerakan air jenuh.

Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa efisiensi penyimpanan air irigasi yang paling tinggi diperoleh pada pipa irigasi dengan pola susunan lubang 3 arah yaitu sebesar 97,6%. Dari Lampiran 27 dapat dilihat bahwa kadar air rata-rata yang bertambah pada sampel tanah (Ws) yaitu 30,916 %, kurang dari kadar air yang dibutuhkan tanah (Wn) yaitu 32,970 %. Sedangkan efisiensi penyimpanan air irigasi pada pipa irigasi dengan pola susunan lubang spiral adalah sebesar 89,8 %. Hal ini sesuai dengan literatur Kalsim, dkk (2006) yang menyatakan bahwa secara kuantitatif efisiensi irigasi suatu jaringan irigasi diasumsikan untuk menambah 40% sampai 100% terhadap keperluan air irigasi.

Semakin tinggi nilai kadar air maka semakin tinggi pula efisiensi penyimpanan air irigasi karena semakin banyak air yang ditampung (Ws). Tetapi jika kadar airnya melebihi kadar air kapasitas lapang maka terjadilah pemborosan air irigasi (Ws > Wn, air yang ditampung > air yang dibutuhkan).

Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa efisiensi distribusi air irigasi yang paling tinggi diperoleh pada pipa irigasi dengan pola susunan lubang 3 arah yaitu sebesar 91,5%, sedangkan yang paling rendah diperoleh pada pipa irigasi dengan pola susunan lubang spiral yaitu sebesar 88,4 %. Hal ini tidak sesuai dengan literatur Harris (2005) yang menyatakan bahwa sistem irigasi bawah permukaan memiliki keseragaman penyebaran air yang dapat mencapai lebih dari 93%. Pola susunan lubang pada pipa irigasi akan mempengaruhi penyebaran airnya. Pipa irigasi dengan pola susunan lubang 4 arah memiliki 4 emitter pada setiap baris, lebih banyak daripada pipa irigasi dengan pola susunan lubang 3 arah yang hanya memiliki 3 emitter pada setiap barisnya, akan tetapi pipa irigasi dengan pola susunan lubang 3 arah memiliki jarak antarbaris emitter (x) yang lebih kecil, sehingga berdasarkan Persamaan 3 pipa irigasi dengan pola susunan lubang 3 arah memiliki gradien hidrolik (i) yang lebih besar, dengan asumsi perbedaan potensial (∆�) adalah sama. Dengan gradien hidrolik yang lebih besar, berdasarkan Persamaan 2, pipa irigasi dengan pola susunan lubang 3 arah memiliki konduktivitas hidrolik (K) yang lebih kecil, dengan asumsi fluks aliran (Q/A) adalah sama. Dengan konduktivitas hidrolik yang lebih kecil , pipa irigasi dengan pola susunan lubang 3 arah memiliki efisiensi distribusi air irigasi yang lebih tinggi.

Pipa irigasi dengan pola susunan lubang 3 arah memiliki efisiensi penyimpanan air irigasi 97,6 % yang berarti bahwa air yang dibutuhkan telah terpenuhi, akan tetapi efisiensi distribusinya hanya 91,5 %. Hal ini menunjukkan bahwa tidak seluruh bagian dari tanah telah tercukupi kebutuhan air irigasinya, yaitu tanah yang berada paling jauh dari pipa irigasi.

Kinerja sistem irigasi yang paling baik adalah pada pipa irigasi dengan pola susunan lubang 3 arah, yaitu berdasarkan indikator efisiensi/efficiency (efisiensi pemakaian) 95,5 %, kecukupan/adequacy (efisiensi penyimpanan) 97,6 % dan keseragaman/uniformity (efisiensi distribusi) 91,5 %. Sebagaimana dalam literatur

Hansen, et.al (1980) yang menyatakan efisiensi penyimpanan air irigasi yang lebih sedikit dari 100 % akan memberikan hasil yang terbaik. Efisiensi pemakaian dan distribusi air irigasi yang mendekati 100 % tidak selalu diperlukan/dilaksanakan.

Dokumen terkait