• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi tapak secara umum dilihat dari letak administratif dan geografis tapak, akses dan orientasi tapak terhadap Kota Bandung, serta perkembangan pertanian dan agrowisata pada tapak

Letak Administratif dan Geografis

Desa Alamendah secara geografis terletak pada 7o6’0” Lintang Selatan – 7o11’0” Lintang Selatan dan 107o23’0” Bujur Timur – 107o27’0” Bujur Timur, secara administratif termasuk dalam Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Desa ini memiliki luas keseluruhan sebesar 505.6 Ha. Wilayah desa dibagi menjadi 30 Rukun Warga (RW) dengan jumlah 112 Rukun Tetangga (RT).

Desa Alamendah berbatasan dengan Desa Panundaan di sebelah Utara, Desa Sugihmukti di sebelah Timur, Desa Patengan di sebelah Selatan, dan Desa Lebakmuncang di sebelah Barat. Peta administratif Desa Alamendah disajikan pada Gambar 4.

Akses dan Orientasi

Desa Alamendah terletak di sebelah Barat Daya Kota Bandung dapat diakses melalui jalan provinsi dengan jarak sekitar 47 km. Akses dari Kota Bandung menuju Desa Alamendah disajikan pada Gambar 5. Adapun jarak dan waktu tempuh Desa Alamendah terhadap ibu kota Kecamatan, ibu kota kabupaten, dan ibu kota provinsi dapat dilihat pada Tabel 3.

R =

12

13

Tabel 3 Jarak dan waktu tempuh menuju Desa Alamendah

No. Lokasi Jarak ke Desa Alamendah Waktu Tempuh 1. Ibu kota provinsi 47 km 2 jam 2. Ibu kota kabupaten 27 km 1 jam 3. Ibu kota kecamatan 8 km 15-20 menit (sumber : Profil Desa Alam Endah)

Perkembangan Pertanian dan Agrowisata di Desa Alamendah

Desa Alamendah merupakan sentra sayuran dataran tinggi, seperti bawang daun, seledri, kubis (kol), wortel, dan kentang. Pada tahun 1992 tanaman stroberi pertama kali ditanam di Desa Alamendah, pada saat itu tanaman stroberi hanya ditanam dengan luasan yang relatif sempit di pekarangan rumah. Memasuki tahun 1996 penduduk mencoba membudidayakan stroberi untuk menghasilkan produksi yang lebih banyak, dan penduduk pun berhasil mendapatkan produksi yang cukup tinggi.

Keberadaan Desa Alamendah yang dilalui oleh jalur pariwisata menuju Kawah Putih, dan Danau Patengan melahirkan ide salah satu petani stroberi yang memiliki lahan di pinggir jalan untuk membudidayakan stroberi dengan sistem agrowisata. Hasil produksi buah stroberi dijual langsung kepada pengunjung. Pengunjung diperbolehkan untuk memetik stroberi yang akan dibelinya. Setelah

Sumber : Bappeda Kabupaten Bandung (2008)

14

tahun 2003 agrowisata stroberi petik sendiri ini banyak diminati oleh para pengusaha tani yang mempunyai lahan di pinggir jalan. Keadaan ini membuat jalur pariwisata semakin ramai dikunjungi, sehingga desa ini terkenal dengan agrowisata stroberinya. Seiring dengan perkembangan agrowisatanya, melalui RIPPDA No. 6 tahun 2006-2016, Kabupaten Bandung menetapkan Desa Alamendah sebagai salah satu Desa Wisata yang dinilai memiliki potensi agrowisata yang tinggi. Hingga saat ini agrowisata yang berjalan di desa hanya sebatas agrowisata petik stroberi di pinggir jalan. Area dalam desa yang tidak terletak dipinggir jalan belum banyak diketahui oleh pengunjung.

Karakteristik Pekarangan dan Lahan Pertanian

Penetapan Desa Alamendah sebagai salah satu Desa Wisata menjadi sebuah landasan pentingnya menggali potensi desa salah satunya untuk pengembangan agrowisata. Salah satunya dengan melihat potensi pekarangan rumah warga dan lahan pertanian yang indah dan luas untuk dijadikan sebagai objek agrowisata. Potensi tersebut dapat diidentifikasi dengan melihat karakteristik pada pekarangan dan lahan pertanian pada tapak.

Pekarangan

Kawasan permukiman di Desa Alamendah memiliki luasan sebesar 6.92% dari luas keseluruhan desa. Pada area permukiman, ruang terbuka sisa dari bangunan rumah dimanfaatkan untuk lahan pekarangan. Letak pekarangan bergantung dari posisi sisa lahan terbuka pada rumah. Letak pekarangan berdasarkan tiga puluh sampel cukup beragam, jika dikelompokkan terdapat enam pola disajikan pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4 Tipe pekarangan berdasarkan tata letaknya

Tipe Pola Keterangan

A Pekarangan terletak di

depan bangunan rumah

B Pekarangan terletak

disamping bangunan rumah

C Pekarangan terletak

disamping dan depan bangunan rumah Pekarangan Bangunan Rumah Bangunan Rumah Pekarangan Pekarangan Bangunan Rumah

15 Tabel 4 Tipe pekarangan berdasarkan tata letaknya (Lanjutan)

Tipe Pola Keterangan

D Pekarangan terletak

disamping dan belakang bangunan rumah

E Pekarangan terletak disamping dan belakang

bangunan rumah

F Pekarangan mengelilingi

bangunan rumah

(sumber : survey lapang dan wawancara 2014)

Berdasarkan sampel pekarangan, disajikan pada Gambar 6 sebanyak 34% pekarangan memiliki tata letak dengan tipe A yaitu letak pekarangan berada di depan rumah. Lalu diikuti dengan tipe B sebanyak 27% yaitu letak pekarangan di samping rumah serta tipe C sebanyak 23% yaitu letak pekarangan di samping dan depan rumah.

Pekarangan dengan tipe A, B, dan C disajikan pada Gambar 7. Pekarangan tipe A terletak hanya di bagian depan rumah (Gambar 7a), pekarangan tipe B terletak hanya disamping rumah (Gambar 7b), dan pekarangan tipe C terletak

Gambar 6 Tipe pekarangan berdasarkan tata letaknya

Tipe A 34% Tipe E 10% Tipe C 23% Tipe D 3% Tipe B 27% Tipe F 3%

Tipe Pekarangan Berdasarkan Letaknya

Pekarangan Belakang Pekarangan Depan Bangunan Rumah Bangunan Rumah Pekarangan Pekarangan Bangunan Rumah

16

didepan dan disamping rumah (Gambar 7c). Keberadaan lahan terbuka yang terbatas menyebabkan pemilik pekarangan hanya dapat memanfaatkan sisa lahan terbuka yang tidak begitu luas.

Pekarangan pada permukiman jika dilihat dari sampel yang diambil, luasannya berkisar antara 84 m2 hingga 546 m2. Mayoritas masyarakat memiliki pekarangan dengan kisaran luasan antara 120 m2 hinga 140 m2 (Tabel 5).

Tabel 5 Pekarangan berdasakan luasan

No Luas1) (m2) Kategori2) Jumlah Persentase

1 <120 Sempit 8 27%

2 120-400 Sedang 21 70%

3 400-1000 Luas 1 3%

Total 30 100%

Keterangan : 1)Luas plot pekarangan dan rumah, 2) Sumber Arifin (2009) (sumber : survey lapang dan wawancara 2014)

Pekarangan milik warga sebagian besar relatif tidak begitu luas, hal ini dikarenakan semakin padatnya area permukiman sehingga keberadaan lahan terbuka yang semakin terbatas. Namun semua lahan harus termanfaatkan tidak

(a)

(b)

(c)

17 boleh ada lahan yang menganggur, ini merupakan salah satu prinsip yang ditanamkan oleh kepala desa Alamendah kepada masyarakat setempat. Maka dari itu pekarangan dengan lahan sempit pun tetap dimanfaatkan oleh warga, baik untuk budidaya tanaman maupun untuk ternak. Namun tidak banyak yang memanfaatkan pekarangan untuk ternak. Sebanyak 73% pekarangan hanya dimanfaatkan untuk budidaya tanaman, dan 27% pekarangan dimanfaatkan untuk budidaya tanaman dan ternak (Gambar 8).

Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Sastrapraja et. al (1979) bahwa salah satu fungsi pekarangan di pedesaan adalah sebagai warung hidup atau lumbung hidup, sesuai dengan fungsi ini tanaman pangan merupakan bagian terbesar dari usaha pekarangan, hewan ternak atau peliharaan jika ada hanya merupakan sebagai pelengkap kehidupan dalam sistem tersebut. Selain itu luasan pekarangan yang tidak terlalu besar tidak cukup untuk memelihara ternak.

Tanaman pangan yang banyak dibudidayakan di pekarangan pada tapak yaitu tanaman sayuran. Beberapa komoditas tanaman sayuran yang ditemukan di pekarangan disajikan pada Tabel 6. Sebanyak 90% dari sampel petani menanam bawang daun di pekarangannya. Komoditas yang banyak digunakan setelah bawang daun yaitu tanaman stroberi, 36.67% pekarangan dimanfaatkan untuk budidaya stroberi. Komoditas lainnya seperti pakcoy, seledri, wortel, kangkung, tomat, cabai, jagung, sawi, selada dan terong digunakan sebagai tanaman tumpangsari.

Menurut keterangan dari pemilik pekarangan bawang daun adalah komoditas yang paling menguntungkan, selain itu penanaman nya pun lebih mudah dibandingkan dengan komoditas lain, sehingga pemilik pekarangan banyak yang memilih komoditas ini untuk ditanam di pekarangannya.

Tabel 6 Penggunaan komoditas pada pekarangan

No Komoditas Nama Ilmiah Presentase Penggunaan

1. Bawang Daun Allium fistulosum 90.00 %

2. Stroberi Fragaria x ananassa 36.67 %

3. Seledri Apium graveolens 20.00 %

4. Wortel Daucus carota 16.67 %

5. Pakcoy Brassica rapa 3.33 %

6. Jagung Zea mays 3.33 %

7. Cabai Capsicum annum 6.67 %

8. Sawi Brassica sp. 3.33 %

9. Kol Brasicca oleracea 6.67 %

10. Kangkung Ipomoea reptana 6.67 %

11. Tomat Lycopersicum esculantum 6.67 %

12. Terong Salanum melongena 3.33 %

(sumber : survey lapang dan wawancara 2014)

Gambar 8 Diagram persentase pemanfaatan pekarangan di Desa Alamendah

73% 27% Budidaya tanaman Budidaya tanaman dan ternak

18

Fandeli (2009) menyebutkan bahwa pekarangan sebenarnya merupakan suatu ekosistem buatan manusia. Sebagai suatu ekosistem, keanekaragaman tanaman pekarangan dapat dikatakan mempunyai keanekaragaman yang tinggi jika terdapat banyak jenis dan masing – masing jenis jumlah individunya juga besar. Pemilik pekarangan pada tapak membudidayakan satu jenis hingga empat jenis komoditas tanaman sayuran dipekarangannya (Tabel 7). Mayoritas pekarangan (berdasarkan sampel yang diamati) menanam dua jenis komoditas tanaman sayuran.

Tabel 7 Keragaman jenis tanaman sayuran pada pekarangan No

. Tanaman Sayuran Jenis Komoditas Nomor Sampel Pekarangan Sampel Jumlah Persentase (%) 1. 1 Jenis 2,4, 8, 10, 12, 13, 14, 15, 16, 19, 23, dan 25 12 40.00 2. 2 Jenis 1, 5, 6, 7, 9, 18, 20, 21, 22, 24, 26, 27, 28, 29, dan 30 15 50.00 3. 3 Jenis 3 dan 11 2 6.67 4. 4 Jenis 17 1 3.33 Jumlah 30 100.00

(sumber : survey lapang dan wawancara 2014)

Keberagaman tanaman sayuran di pekarangan menambah kualitas visual yang semakin indah. Gambar 9 (a) menunjukkan pekarangan dengan satu jenis tanaman sayuran, Gambar 9 (b) pekarangan dengan dua jenis tanaman sayuran, Gambar 9 (c) tiga jenis tanaman sayuran, Gambar 9 (d) pekarangan dengan empat jenis tanaman sayuran. Tingginya keanekaragaman jenis juga memberi petunjuk semakin kompleksnya komunitas. Haeruman (1980) dalam Fandeli (2009) menyebutkan bahwa semakin tinggi keanekaragaman jenis suatu ekosistem akan semakin memantapkan ekosistem itu.

(a) (b)

(c) (d)

19 Lahan pekarangan juga digunakan sebagai tempat untuk pengelolaan sampah rumah tangga. Sampah organik ditimbun dalam drum yang nantinya dijadikan kompos (Gambar 10a). Masyarakat masih melakukan pembakaran sampah untuk penanggulangan sampah non-organik, karena belum terdapat tempat pembuangan akhir (Gambar 10b).

(a) (b)

Gambar 10 Penanggulangan sampah: (a) Organik (b) Anorganik

Salah satu fungsi ekonomis pekarangan yaitu menambah pendapatan pemiliknya. Produk hasil tanaman pangan di pekarangan pada tapak dijual ke bandar atau tengkulak dan untuk dikonsumsi oleh pemilik pekarangan. Hasil penjualan ke bandar memberikan pendapatan tambahan bagi pemilik pekarangan. Pendapatan yang didapat bergantung pada luasan pekarangan dan pemanfaatan pekarangan. Berdasarkan data tiga puluh sampel pekarangan, pendapatan dari pekarangan berkisar antara Rp 15 000 hingga Rp 997 632 per bulan.

Lahan Pertanian

Desa Alamendah memiliki lahan pertanian yang cukup luas, area pertanian seluas 234 Ha digunakan sebagai tegalan yang ditanami berbagai komoditas tanaman sayuran dan buah. Komoditas pertanian utama dari Desa Alamendah yaitu tanaman stroberi, total luasannya mencapai 100 Ha. Komoditas lainnya yang tercatat pada profil desa yaitu berupa sayuran dataran tinggi seperti seledri, bawang daun, wortel, kentang, kubis (kol), selada, tomat, sawi, buncis, dan bawang putih (Tabel 8).

Tabel 8 Luas penanaman komoditas pertanian

No. Komoditas Nama Luas (Ha)

1. Stroberi Fragaria x ananassa 100

2. Seledri Apium graveolens 25

3. Kentang Solanum tuberosum 25

4. Bawang daun Allium fistulosum 20

5. Wortel Daucus carota 14

6. Kubis/Kol Brasicca oleracea 10

7. Selada Lactuca sativa 10

8. Tomat Lycopersicum esculantum 10

9. Sawi Brassica sp. 9

10. Buncis Phaseolus vulgaris 6

11. Bawang Putih Allium sativum 5

20

Lahan pertanian di Desa Alamendah merupakan milik masyarakat desa, milik Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Itifaq, dan milik masyarakat luar desa atau investor swasta. Masyarakat yang memiliki lahan pertanian tercatat sebanyak 4602 keluarga, dengan luas lahan kepemilikan beragam. Dari sampel pemilik lahan pertanian yang diwawancara mayoritas memiliki lahan pertanian dengan luas 0.05 hingga 0.5 ha (Tabel 9).

Tabel 9 Luas kepemilikan lahan pertanian milik masyarakat

No. Luas Lahan Pertanian (Ha) Jumlah Persentase (%)

1. < 0.05 9 22.5

2. 0.05 – 0.5 23 57.5

3. 0.5 – 0.95 3 7.5

4. 0.95 – 1.4 2 5.0

5. > 1.4 3 7.5

(sumber : survey lapang dan wawancara 2014)

Sistem pertanian di Indonesia dapat dilihat dari tipologi pertanian yang dikemukakan oleh Mubyarto (1973) dalam Raharjo (2004), dikelompokkan ke dalam dua tipe yaitu tipe pertanian rakyat dan perusahaan pertanian. Melihat karakteristik pertanian pada tapak, tipe pertanian di masyarakat Desa Alamendah merupakan tipe pertanian rakyat, yang berskala kecil dan dilakukan untuk kepentingan keluarga, mencakup pertanian hortikultura (tanaman sayuran dan tanaman buah).

Selain dikelola oleh masyarakat, lahan pertanian juga dikelola oleh Pondok Pesantren Al – Itifaq (Gambar 11a). Pondok pesantren yang bergerak di bidang agribisnis ini terletak di dalam Desa Alamendah tepatnya di dusun III RW 10. Ponpes yang dikepalai oleh KH Fuad Affandi ini memiliki total luas lahan pertanian sebesar 14 Ha yang tersebar di Desa Alamendah (Gambar 11b).

(a)

(b)

21 Komoditas yang dibudidayakan oleh Ponpes Al–Ittifaq mencapai 26 produk pertanian (Tabel 10). Komoditas tersebut terdiri dari berbagai macam tanaman sayuran dan buah-buahan.

Tabel 10 Produk pertanian yang dihasilkan oleh lahan milik Ponpes Al-Ittifaq

No Produk pertanian Nama Latin

1. Asparagus Asparague officinalis 2. Kol Putih Brassica chinensis 3. Kol Ungu Brassica oleracea

4. Bit Beta vulgaris

5. Katuk Sauropus androgynu 6. Paprika Capsicum annuum L. 7. Cabai Rawit Capsicum frutescens 8. Paria Momordica charantia 9. Bawang Daun Allium fistulosum

10. Kol Brasicca oleracea

11. Buncis Phaseolus vulgaris 12. Labu siam Sechium edule 13. Pucuk Labu Sechium edule 14. Stroberi Fragaria x ananassa 15. Kaboca Luffa Cylindrica 16. Timun Jepang Cucumis sativus 17. Kentang Solanum tuberosum L. 18. Cabe Hijau Capsicum annum 19. Cabe Merah Capsicum annum 20. Lobak Raphanus sativus

21. Tomat Lycopersicum esculantum 22. Wortel Daucus carota

23. Pakcoy Brassica rapa 24. Selada Lactuca sativa 25. Seledri Apium graveolens 26. Parsley Petroselinum crispum (sumber : survey lapang dan wawancara 2014)

Lahan pertanian dikelola oleh seluruh santri dari mulai penanaman, pemeliharaan, panen, pengepakan, penjualan hingga pemasaran. Produk hasil pertanian dipasok ke berbagai supermarket di sekitar Kabupaten Bandung dan Kota Bandung (Gambar 12). Saat ini ponpes juga bekerjasama dengan petani/ kelompok tani Desa Alamendah untuk memenuhi kebutuhan pemasaran.

22

Selain untuk pemasaran, Ponpes Al-Itifaq memanfaatkan lahan pertanian untuk kegiatan pelatihan pertanian dan agrowisata. Pesantren ini sudah banyak dikunjungi oleh pengunjung dari berbagai daerah. Menurut keterangan pengelola pesantren, jumlah pengunjung mencapai 1000 orang per tahun. Pengunjung biasanya datang berkelompok atau rombongan. Mereka mendatangi pesantren untuk melakukan kegiatan wisata rohani dengan diselingi kegiatan agrowisata. Kegiatan agrowisata yang dilakukan yaitu kegiatan agrowisata on farm seperti keliling lahan pertanian (Gambar 13 a) budidaya ikan (Gambar 13 b), peternakan sapi, peternakan kelinci (Gambar 13 c), peternakan kambing, praktek kegiatan pertanian (Gambar 13 d), dan pelatihan atau penjelasan mengenai agribisnis (Gambar 13 e) maupun kegiatan agrowisata off farm seperti pengemasan produk hasil pertanian (Gambar 13 f).

Pihak pesantren belum menyediakan program atau paket wisata khusus. Kegiatan yang dilakukan semuanya disesuaikan dengan keinginan pengunjung

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

(Sumber : dokumentasi pondok pesantren al-itifaq) Gambar 13 Jenis kegiatan agrowisata di Ponpes Al itifaq

23 dan disesuaikan dengan fasilitas yang sudah ada di ponpes. Fasilitas tersebut disajikan pada Gambar 14 meliputi (a) peternakan sapi, (b) peternakan kelinci, (c) peternakan kambing, (d) peternakan ikan, (e) lahan pertanian, dan (f) ruang pengepakan produk pertanian.

Pihak pesantren memiliki rencana kedepan untuk mengembangkan agrowisata dalam pesantren. Kegiatan agrowisata dikemas dengan memanfaatkan objek – objek yang terdapat di pesantren yang bisa dikembangkan menjadi agrowisata seperti lahan pertanian dan peternakan. Selain itu pihak pesantren berencana untuk membangun fasilitas untuk mendukung agrowisata tersebut seperti arena outbond, gazebo dan green house.

Analisis Pemanfaatan Pekarangan dan Lahan Pertanian untuk Agrowisata Analisis pemanfaaan pekarangan dan lahan pertanian dilihat secara umum dari aspek fisik, aspek biofisik, aspek sosial budaya masyarakat, dan aspek ekonomi.

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

Gambar 14 Fasilitas yang tersedia di Ponpes Al-Ittifaq untuk kegiatan agrowisata

24

Aspek Fisik

Aspek fisik meliputi Lokasi dan aksesibilitas, topografi dan kemiringan lereng, jenis tanah, iklim, kualitas visual, hidrologi, dan tata guna lahan.

A.Lokasi dan aksesibilitas

Desa Alamendah terletak di sebelah barat Kabupaten Bandung yang merupakan daerah dataran tinggi. Lokasi Desa Alamendah berdekatan dengan beberapa tujuan wisata seperti Kawah Putih, Bumi Perkemahan Rancaupas, dan Situ Patengan. Kawah Putih merupakan kawah yang terbentuk dari letusan Gunung Patuha, menyajikan keindahan alam kawah yang berwarna putih, hijau, atau biru (Gambar 15).

Bumi Perkemahan Rancaupas merupakan lokasi perkemahan yang menawarkan pemandangan tegakan pohon (Gambar 16). Sedangkan Situ Patengan merupakan lokasi wisata alam yang menyajikan pemandangan alami berupa danau ditengah perkebunan teh (Gambar 17). Situ Patengan berada di Desa Patengan yang bersebelahan dengan Desa Alamendah.

Lokasi–lokasi wisata tersebut telah banyak dikunjungi wisatawan dari berbagai daerah. Wisatawan harus melalui jalur jalan provinsi yang melewati Desa Alamendah untuk mencapai lokasi wisata. Keadaan ini merupakan peluang bagi Desa Alamendah menarik wisatawan untuk mengunjungi desa.

Akses menuju Desa Alamendah dapat dicapai dengan kendaraan umum maupun pribadi melewati jalur jalan provinsi. Melalui kendaraan umum dari Kota Bandung, dapat dicapai dengan menaiki kendaraan umum minibus dari terminal Leuwi Panjang sampai ke Terminal Ciwidey, setelah itu dilanjutkan dengan angkutan umum menuju Desa Alamendah. Selain jalur jalan provinsi terdapat beberapa akses di dalam kawasan Desa Alamendah yaitu sirkulasi primer yang

(a) (b)

Gambar 16 (a) Bumi Perkemahan Rancaupas dan (b) Situ Patengan Gambar 15 Kawah Putih

25 menghubungkan antar kampung dan sirkulasi sekunder yang menghubungkan antar rumah (Gambar 17).

B.Topografi dan Kemiringan Lereng

Desa Alamendah memiliki kondisi topografi yang beragam berupa lahan yang bergelombang, perbukitan hingga pegunungan sehingga memberikan view

pemandangan kawasan pegunungan alam yang indah. Keadaan ini memberikan kesan dinamis dan tidak monoton sehingga dapat menarik perhatian pengunjung.

Ketinggian lahan pada tapak mulai dari titik terendah yaitu 1300 mdpl hingga titik tertinggi yaitu 2350 mdpl (Gambar 18). Keberagaman kondisi topografi mengakibatkan kondisi kemiringan lereng berkisar antara datar hingga curam (Gambar 19). Lahan dengan kemiringan 0-8% termasuk dalam kategori kemiringan datar, 8-15% kemiringan landai, 15-25% kemiringan agak curam, 25-40% kemiringan curam, dan >25-40% kemiringan sangat curam (Tabel 11)

Tabel 11 Klasifikasi kemiringan lereng

No. Kelerengan (%) Klasifikasi Kelerengan

1. 0-8 Datar

2. 8-15 Landai

3. 15-25 Agak Curam

4. 25-40 Curam

5. >40 Sangat Curam

Sumber : SK Menteri Kehutanan No. 83/KPTS/UM/1981

Kelas klasifikasi kemiringan curam hingga sangat curam dapat beresiko lawan longsor. Menurut Arsyad (2004) dalam Rahmaniyah (2014) resiko ini dapat dicegah dengan menggunakan metode vegetatif salah satunya dengan melakukan penanaman tegakan tanaman keras (pohon) pada lahan kosong, padang rumput, dan semak belukar. Penanaman ini dapat mengurangi daya rusak hujan yang jatuh ke tanah, serta mengurangi jumlah dan daya rusak aliran air pada permukaan.

(a) (b)

26

27 Gambar 19 Peta kemiringan lereng

28

C.Jenis Tanah

Jenis tanah yang terdapat di kawasan Desa Alamendah terbagi menjadi dua jenis yaitu kompleks Regosol Kelabu dan Litosol serta asosiasi Andosol Coklat dan Regosol Coklat (Gambar 21). Tanah berjenis Regosol berasal dari bahan lepas, yang bukan bahan aluvium, dengan perkembangan profil lemah atau tanpa perkembangan profil. Rendahnya perkembangan profil dapat karena erosi ataupun bahan induk yang masih muda. Regosol memiliki horison berwarna terang dengan bahan organik kurang dari 1% bersifat keras sampai sangat keras. Litosol merupakan tanah dangkal diatas batuan keras, belum ada perkembangan profil, umumnya akibat erosi yang kuat (Sutanto 2005). Tanah Andosol berwarna coklat tua, remah, dan kandungan bahan organik tinggi serta kaya akan mineral alofan. Tanah dibawahnya berwarna coklat sampai coklat kekuningan, tekstur sedang, dengan pH 4,5-6,0. Tanah berjenis ini umum ditemukan pada dataran tinggi dengan suhu sedang hingga dingin (Sutedjo 2005).

Pemanfaatan potensi tiap jenis tanah dalam usaha pertanian menurut Sutedjo (2005) umumnya berbeda – beda. Tanah jenis Regosol umumnya dimanfaatkan untuk sayur-sayuran dan palawija, kandungan bahan organik yang rendah dapat diatasi dengan pemberian pupuk organik untuk menstabilkan kesuburan tanah. Pada tanah jenis Litosol dimanfaatkan untuk palawija dan rumput – rumputan, pada umumnya tanah ini bersolum dangkal dan peka terhadap erosi, penutupan tanah dengan tanaman rumput-rumputan, pemberian bahan mulsa dan pengolahan tanah secara minimum dapat mengatasi keadaan tanah jenis ini. Sedangkan tanah jenis Andosol dimanfaatkan untuk bertanam sayuran, buah-buahan, bunga, teh, kopi, ubi jalar, kina, dan pinus. Pada tanah jenis ini kapasitas untuk menahan air tinggi. Derajat kesuburan secara kimiawi pada tanah ini dapat ditingkan dengan pemberian bahan kapur dan pupuk fosfat.

Secara umum jenis tanah pada tapak cocok dimanfaatkan untuk budidaya tanaman pertanian. Potensi ini sudah dimanfaatkan oleh masyarakat desa yang menggunakan lahan pertanian untuk budidaya tanaman sayuran dan buah-buahan (Gambar 20).

(a) (b)

Gambar 20 Kondisi tanah yang sesuai untuk budidaya (a) tanaman sayuran dan (b) tanaman buah-buahan

29 Gambar 21 Peta jenis tanah

30 D.Iklim

Wilayah Desa Alamendah terletak di kawasan pegunungan, sehingga suhu udaranya sejuk. Data iklim mencakup tiga parameter yaitu curah hujan, suhu rata-rata, dan kelembaban rata-rata. Data didapatkan dari Kantor BMKG Pusat di Dramaga Bogor. Ketiga parameter diambil berdasarkan data tiga tahun terakhir dari tahun 2011 hingga 2013. Rata-rata curah hujan di Desa Alamendah yaitu sebesar 292 mm. Pada Gambar 22 dapat dilihat curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember tahun 2011 (622 mm) dan curah hujan terendah terjadi pada bulan September tahun 2011 (3 mm).

Suhu rata-rata yaitu sebesar 22oC. Pada Gambar 23 dapat dilihat suhu terendah di bulan Juli pada tahun 2013(19 oC) dan suhu tertinggi di bulan April tahun 2011 (28 oC).

Rata-rata kelembaban nisbi pada tapak yaitu sebesar 81%. Pada Gambar 24 terlihat bahwa kelembaban nisbi tertinggi terjadi pada bulan November Tahun 2011 (87%) dan kelembaban nisbi terendah terjadi pada bulan September 2012 (72%).

Gambar 23 Suhu rata-rata tahun 2011 sampai 2013 0 5 10 15 20 25 30

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des

oC

2011 2012 2013 Gambar 22 Curah hujan tahun 2011 sampai 2013

0 100 200 300 400 500 600 700

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des

mm 2011

2012 2013

31

Iklim merupakan salah satu aspek yang dinilai dalam menentukan kenyamanan suatu daerah wisata. Tingkat kenyamanan dapat diukur dengan menghitung nilai THI. Menurut Laurie dalam Simamora (2013) suatu daerah termasuk dalam kondisi nyaman jika nilai THI kurang dari 27. Setelah dihitung berdasarkan data suhu dan kelembaban pada tapak didapatkan nilai THI rata-rata pada Januari hingga Desember tahun 2011 hingga 2013 (Tabel 12). Data berikut menunjukkan nilai THI rata-rata setiap bulannya di bawah 27, maka dapat dikatakan bahwa tapak termasuk dalam kondisi nyaman Hal ini dapat mendukung pengembangan agrowisata, bahwa pengunjung akan merasa nyaman selama berkunjung di tapak.

Tabel 12 Nilai rata – rata THI per bulan tahun 2011-2013

Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des THI 19.47 20.92 24.31 22.42 21.30 20.96 20.34 20.54 20.82 21.91 21.21 19.88 (sumber : perhitungan nilai THI)

Kondisi iklim pada tapak juga mempengaruhi petani dalam menentukan komoditas pertanian yang akan dibudidayakan. Komoditas pertanian yang dapat

Dokumen terkait