• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Pemanfaatan Pekarangan dan Lahan Pertanian untuk Pengembangan Agrowisata di Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Pemanfaatan Pekarangan dan Lahan Pertanian untuk Pengembangan Agrowisata di Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung."

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PEMANFAATAN PEKARANGAN DAN LAHAN PERTANIAN

UNTUK PENGEMBANGAN AGROWISATA

DI DESA ALAMENDAH, KECAMATAN RANCABALI, KABUPATEN BANDUNG

NIRA LIR RASMI

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Evaluasi Pemanfaatan Pekarangan dan Lahan Pertanian untuk Pengembangan Agrowisata di Desa Alamendah, Kecamatan Racabali, Kabupaten Bandung” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015

Nira Lir Rasmi

(4)
(5)

ABSTRAK

NIRA LIR RASMI. Evaluasi Pemanfaatan Pekarangan dan Lahan Pertanian untuk Pengembangan Agrowisata di Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung. Dibimbing oleh TATI BUDIARTI.

Lanskap pedesaan memiliki karakteristik yang spesifik dan kaya akan sumber daya alam. Salah satu potensi yang dapat dikembangkan yaitu keberadaan lahan terbuka. Peningkatan nilai fungsi lahan terbuka perlu dikembangkan di antaranya, melalui pemanfaatan lahan pekarangan dan lahan pertanian untuk agrowisata guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan keberlanjutan sistem pertanian. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik pekarangan dan lahan pertanian, menganalisis pemanfaatan lahan pekarangan dan lahan pertanian dari aspek fisik biofisik, sosial budaya, dan ekonomi, serta membuat rekomendasi pemanfaatan pekarangan dan lahan pertanian untuk pengembangan agrowisata. Penelitian ini dilakukan di Desa Alamendah Bandung pada bulan Maret hingga Agustus 2014 dengan menggunakan metode deskriptif dan kuantitatif. Metode yang digunakan yaitu metode Scenic Beauty Estimation

(SBE) untuk menilai kualitas visual pada tapak secara kuantitatif dan analisis ekonomi untuk melihat aspek ekonomi pada pekarangan dan lahan pertanian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Desa Alamendah memiliki potensi pada pekarangan dan lahan pertanian untuk dikembangkan sebagai objek agrowisata. Hasil dari metode SBE menunjukkan bahwa 10% pekarangan masuk dalam katergori estetika tiggi, 53.3% estetika sedang, dan 36.7% estetika rendah. Sedangkan hasil dari penilaian pemandangan adalah 37% masuk dalam kategori estetika tinggi, 40% estetika sedang, dan 23% estetika rendah. Analisis ekonomi manunjukkan bahwa komoditas pertanian memiliki nilai B/C rasio diatas 1. Potensi-potensi yang ada dapat dikembangkan menjadi sebuah konsep “Wisata Pekarangan dan Pertanian”. Pengunjung dapat menikmati keindahan lanskap desa sekaligus belajar mengenai pertanian dengan praktek secara langsung.

Kata kunci : Lahan pertanian, agrowisata berkelanjutan, pekarangan, lanskap pedesaan

ABSTRACT

NIRA LIR RASMI. Evaluation of Pekarangan and Agricultural Land Utilization for Agrotourism Development in Alamendah Village Rancabali Sub-Distric Bandung Regency. Supervised by TATI BUDIARTI.

(6)

and descriptive methods. The quantitative methods are Scenic Beauty Estimation method (SBE) to assess the visual quality in the site quantitatively and economical analysis to observed the economic aspect of pekarangan and agricultural land. The result show that Alamendah Village has potency in its pekarangan and agricultural land to be developed as an object of agrotourism. The SBE method show that the scenic beauty of pekarangan 10% included in high scenic beauty, 53.3% average scenic beauty, and 36.7% low scenic beauty. While the result at scenic landscape show that 37% scenic landscape included in high scenic beauty, 40% average scenic beauty, and 23% low scenic beauty.The economical analysis show that all of agricurtural commodities has B/C ratio above 1. From its

potentials, the concept of “Farm and Pekarangan Tours” can be recommended

for agrotourism development. Through this tours visitors can enjoy the beauty of the surrounding village while learning how to grow crops with direct practice.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Arsitektur lanskap

EVALUASI PEMANFAATAN PEKARANGAN DAN LAHAN PERTANIAN

UNTUK PENGEMBANGAN AGROWISATA

DI DESA ALAMENDAH, KECAMATAN RANCABALI, KABUPATEN BANDUNG

NIRA LIR RASMI

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)

® Hak cipta milik IPB, tahun 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah tata hijau, dengan judul Evaluasi Pemanfaatan Pekarangan dan Lahan Pertanian untuk Pengembangan Agrowisata di Desa Alamendah, Kecamatan Racabali, Kabupaten Bandung.

Terima kasih penulis ucapkan kepada

1. Kedua orangtua serta seluruh keluarga penulis yang selalu mendoakan dan mendukung penulis,

2. Dr. Ir. Tati Budiarti, MS selaku dosen pembimbing skripsi dan pembimbing akademik yang telah membimbing, memberikan arahan, kritik, dan saran kepada penulis selama penulis menjalani masa perkuliahan di mayor Arsitektur Lanskap sampai dengan penulis menyelesaikan skripsi ini,

3. Dr. Ir. Indung Siti Fatimah dan Dr. Ir. Alinda F. M. Zain, MS selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan kritik dan saran untuk kemajuan skripsi ini,

4. Bapak Awan Rukmawan selaku kepala Desa Alamendah dan seluruh aparat Desa Alamendah yang telah banyak membantu selama penelitian, 5. Seluruh masyarakat Desa Alamendah yang telah berkenan untuk

memberikan segala informasi yang berkaitan dengan penelitian ini,

6. Seluruh staff dan dosen Departemen Arsitektur Lanskap IPB atas ilmu, dan dukungan moral yang telah diberikan,

7. Yuni Asnidar sebagai rekan selama penyusunan skripsi yang saling memberikan dukungan, doa, dan masukan,

8. Teman-teman satu bimbingan skripsi Affifah Salimah, Debra Cadrina, dan Aliya Faizah yang saling memberikan dukungan,

9. Iffah Rahmaniyah, Faizah Rani, Ega Aprindah, Harsalina, Oldiazka atas dukungannya, serta mahasiswa ARL 47, 48, dan 49 sebagai responden penilaian SBE atas bantuan dan dukungannya,

Akhir kata, penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Februari 2015

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iii DAFTAR GAMBAR iv DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup dan Kerangka Pikir Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Lanskap Perdesaan 3

Sumber Daya Lahan 3

Pekarangan dan Lahan Pertanian 4

Kawasan Wisata Agro 5

METODE 6

Lokasi dan Waktu 6

Alat dan Bahan 6

Metode Penelitian 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Kondisi umum 11

Karakteristik Pekarangan dan Lahan Pertanian 14

Analisis Pemanfaatan Pekarangan dan Lahan Pertanian untuk Agrowisata 23

Kelayakan Agrowisata 49

Rekomendasi Pengembangan Agrowisata 51

SIMPULAN DAN SARAN 54

Simpulan 54

Saran 55

DAFTAR PUSTAKA 56

LAMPIRAN 58

(14)

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan sumber data ... 7

2 Kriteria kesesuaian agrowisata menurut Smith (1989) ... 10

3 Jarak dan waktu tempuh menuju Desa Alamendah ... 13

4 Tipe pekarangan berdasarkan tata letaknya ... 14

5 Pekarangan berdasakan luasan ... 16

6 Penggunaan komoditas pada pekarangan ... 17

7 Keragaman jenis tanaman sayuran pada pekarangan ... 18

8 Luas penanaman komoditas pertanian ... 19

9 Luas kepemilikan lahan pertanian milik masyarakat ... 20

10 Produk pertanian yang dihasilkan oleh lahan milik Ponpes Al-Ittifaq ... 21

11 Klasifikasi kemiringan lereng ... 25

12 Nilai rata – rata THI per bulan tahun 2011-2013 ... 31

13 Kategori kualitas estetika pada pekarangan ... 32

14 Kategori kualitas estetika pemandangan ... 33

15 Penggunaan lahan Desa Alamendah ... 36

16 Jenis tanaman di Desa Alamendah ... 36

17 Jenis hewan yang dibudidayakan di Desa Alamendah ... 38

18 Jenis satwa liar di Desa Alamendah ... 38

19 Data mata pencaharian penduduk Desa Alamendah ... 39

20 Data kepercayaan masyarakat ... 40

21 Data tingkat pendidikan masyarakat ... 40

22 Kelompok tani ... 41

23 Hasil analisis ekonomi usaha pertanian per tahun ... 48

24 Atraksi wisata yang dapat dikembangkan di Desa Alamendah ... 49

25 Kelayakan agrowisata di di Desa Alamendah ... 50

26 Klasifikasi kelayakan agrowisata ... 51

27 Program wisata setengah hari ... 52

(15)

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pikir penelitian 2

2 Lokasi penelitian 6

3 Tahapan penelitian 6

4 Peta batas administrasi Desa Alamendah 12

5 Peta akses menuju Desa Alamendah 13

6 Tipe pekarangan berdasarkan tata letaknya 15

7 Letak pekarangan : (a) tipe A, (b) tipe B, dan (c) tipe C 16 8 Diagram persentase pemanfaatan pekarangan di Desa Alamendah 17 9 Pekarangan dengan beberapa jenis tanaman sayuran 18 10 Penanggulangan sampah: (a) Organik (b) Anorganik 19 11 Pondok pesantren Al Itifaq dan lahan pertanian 20 12 Produk pertanian yang dipasok ke supermarket 21 13 Jenis kegiatan agrowisata di Ponpes Al itifaq 22 14 Fasilitas yang tersedia di Ponpes Al-Ittifaq untuk kegiatan agrowisata 23

15 Kawah Putih 24

16 (a) Bumi Perkemahan Rancaupas dan (b) Situ Patengan 24 17 Sirkulasi (a) primer dan (b) sekunder pada tapak 25

18 Peta topografi 26

19 Peta kemiringan lereng 27

20 Kondisi tanah yang sesuai untuk budidaya (a) tanaman sayuran dan

(b) tanaman buah-buahan 28

21 Peta jenis tanah 29

22 Curah hujan tahun 2011 sampai 2013 30

23 Suhu rata-rata tahun 2011 sampai 2013 30

24 Kelembaban rata-rata tahun 2011 sampai 2013 31

25 Grafik nilai SBE pada pekarangan 32

26 Pekarangan dengan nilai SBE tertinggi 32

27 Grafik nilai SBE pada pemandangan 33

28 Pemandangan dengan nilai SBE tertinggi 33

29 Peta kondisi visual tapak 34

30 Sungai pada tapak 35

31 Irigasi pada tapak 35

32 Hewan ternak itik dan sapi 38

33 Pusat penangkaran primata Jawa. (a) pintu masuk, (b) owa Jawa

yang sedang direhabilitasi 38

34 Cinderamata buatan masyarakat setempat 42

35 Festival arak-arakan hasil pertanian 42

36 Pasar wisata 43

37 Kegiatan bertani sehari-hari 44

38 Festival gelar budaya 43

39 Kondisi wisata pada tapak menurut masyarakat 44

40 Persepsi masyarakat 44

41 Pendapat masyarakat mengenai agrowisata 45

42 Karakteristik pengunjung 46

(16)

44 Persepsi pengunjung 47

45 Industri rumah tangga olahan stroberi 48

46 Jalur wisata setengah hari 52

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuisioner lahan pertanian milik masyarakat 58

2 Kuisioner pemilik pekarangan 60

3 Kuisioner SBE 63

4 Kuisioner masyarakat 64

5 Kuisioner pengunjung 65

6 Plot sampel pekarangan 67

7 Foto pekarangan 72

8 Foto pemandangan 74

(18)
(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Desa merupakan suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan tersendiri, dan merupakan kesatuan dari geografi, sosial, ekonomi, politik, dan kultur yang terdapat pada suatu daerah (Hendrik 2013). Menurut Rahardjo (2004) desa atau lingkungan pedesaan selalu dikaitkan dengan kebersahajaan (simplicity), keterbelakangan, tradisionalisme, subsistensi, dan

keterisolasian. Masyarakat desa dipandang memiliki tingkat kesejahteraan yang rendah. Seiring dengan pertumbuhan penduduk, persaingan ekonomi pun semakin tinggi. Ditambah lagi keberadaan lahan terbuka sebagai potensi sumberdaya yang dapat dikembangkan pun semakin berkurang karena terjadinya alih fungsi lahan dari lahan pertanian menjadi permukiman (Maharani 2009).

Lanskap pedesaan meliputi area permukiman penduduk beserta pekarangannya, lahan pertanian, dan area konservasi. Peningkatan nilai fungsi lahan terbuka dapat dikembangkan diantaranya, melalui pemanfaatan lahan pekarangan dan lahan pertanian untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan keberlanjutan sistem pertanian.

Kabupaten Bandung memiliki kekayaan yang sangat potensial di bidang pariwisata, potensi ini perlu dikaji terutama untuk meningkatkan perekonomian sehingga sektor ini dapat memberikan manfaat kepada masyarakat (Sedarmayanti 2005). Desa Alamendah sebagai salah satu desa di Kabupaten Bandung yang sedang mengembangkan wisata desa, diantaranya agrowisata. Agrowisata merupakan jenis wisata yang memanfaatkaan usaha pertanian menjadi objek wisata. Desa yang terletak di Kecamatan Rancabali ini merupakan sentra produksi buah stroberi dan tanaman sayuran dataran tinggi di Kabupaten Bandung. Lokasi desa berdekatan dengan berbagai tujuan wisata seperti Kawah Putih, Bumi Perkemahan Rancaupas, dan Situ Patengan sehingga keadaan ini dimanfaatkan oleh penduduk untuk pengembangan agrowisata buah stroberi. Sebagian besar lahan yang ada di Desa Alamendah digunakan untuk lahan pertanian. Pada daerah permukiman lahan terbuka di sekitar rumah (pekarangan) dimanfaatkan untuk budidaya tanaman sayuran dan buah yang dapat menambah pendapatan masyarakat. Pengembangan agrowisata yang menonjolkan budaya lokal dalam pemanfaatan lahan, dapat meningkatkan pendapatan petani, melestarikan sumber daya lahan, serta memelihara budaya maupun teknologi lokal yang umumnya telah sesuai dengan kondisi lingkungan alaminya (Departemen Pertanian, 2003).

(20)

2

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi pemanfaatan pekarangan dan lahan pertanian di Desa Alamendah dengan mengidentifikasi karakteristik serta pemanfaatannya, menganalisis nilai keindahannya, mengidentifikasi persepsi dan preferensi masyarakat dan pengunjung, menganalisis kelayakan usaha tani, serta menganalisis kelayakan agrowisata pada tapak untuk dipertimbangkan dalam penyusunan rekomendasi pengembangan agrowisata di Desa Alamendah.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai karakteristik, pemanfaatan, serta evaluasi keindahan dari pekarangan dan lahan pertanian yang dapat dijadikan pertimbangan bagi masyarakat dan pemerintahan Desa Alamendah dalam pengembangan agrowisata.

Ruang Lingkup dan Kerangka Pikir Penelitian

Kawasan perdesaan saat ini berkembang sangat pesat, pertumbuhan penduduk yang tinggi serta persaingan ekonomi yang semakin ketat. Hal ini menimbulkan masalah alih fungsi lahan dan kesejahteraan penduduk yang rendah. Dalam menghadapi masalah ini dapat dilakukan peningkatan nilai fungsi lahan salah satunya dengan mengembangkan agrowisata desa. Dalam pengembangan agrowisata perlu dilihat kondisi tapak dari beberapa aspek, yaitu aspek fisik, biofisik, sosial, budaya, dan ekonomi. Aspek tersebut dianalisis kelayakannya terhadap pengembangan agrowisata, yang selanjutnya dijadikan pertimbangan dalam pengembangan agrowisata. Penelitian ini dilakukan sampai dengan penyusunan rekomendasi pemanfaatan pekarangan dan lahan pertanian untuk pengembangan agrowisata. Kerangka pikir penelitian disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian Perkembangan Perdesaan

Pertumbuhan Penduduk Tinggi Persaingan Ekonomi Tinggi

Alih Fungsi Lahan

Peningkatan Nilai Fungsi Lahan Pekarangan dan Lahan Pertanian

Pengembangan Agrowisata

Aspek Fisik Biofisik Aspek

Kondisi Iklim Kualitas Visual

Vegetasi

Masyarakat Ketertarikan Pengunjung Masyarakat Budaya

Aspek

Sosial-Rekomendasi Pemanfaatan Pekarangan dan Lahan Pertanian untuk Pengembangan Agrowisata Kesejahteraan Masyarakat Rendah

Identifikasi Karakteristik Analisis Kelayakan Agrowisata

(21)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Lanskap Perdesaan

Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas–batas wilayah, yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Desa memiliki batas wilayah tertentu yang merupakan batas administratif dan bersifat otonom. Desa sebagai daerah penghasil pangan saling berkaitan dan tidak terpisahkan dengan pertanian (Raharjo 2004). Lanskap perdesaan menurut UU No. 26 tahun 2007 mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional merupakan wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Ruang kawasan perdesaan diperuntukkan kegiatan pertanian, permukiman, infrastruktur, industri, perdagangan dan jasa, kawasan rekreasi, dan sebagainya. Adisasmita (2010) menyebutkan arahan pengembangan kawasan perdesaan antara lain :

1. permukiman pedesaan yang lokasinya tersebar

2. budidaya pertanian (tanaman pangan, tanaman hortikultura, dan perkebunan, peternakan dan perikanan) sesuai dengan potensi kesesuaian lahan

3. aktivitas kegiatan pada kawasan perdesaan harus memperhatikan ketentuan yang telah ada mengenai kawasan lindung, suaka alam, dan cagar budaya

Menurut Simonds (1983) dalam Simamora (2013) lanskap perdesaan memiliki ciri-ciri sebagai berikut : lahan yang tersedia luas; suasana bebas; pandangan terbuka menuju halaman; pepohonan dan langit membentuk suatu kualitas lanskap; pemilihan tapak perdesaan menunjukkan keinginan menyatu dengan alam; suasana lanskap alami dominan; tanah dan permukaan lahan memiliki elemen visual yang kuat; lanskap yang menyenangkan sebagai salah satu bentuk transisi; struktur merupakan elemen yang timbul di tengah lanskap; lanskap perdesaan bersifat lembut; pola jalur kendaraan dan pejalan kaki menyatu dengan batas-batas kepemilikan; indigenous material dari tapak perdesaan membentuk karakter.

Sumber Daya Lahan

Sumberdaya lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia karena diperlukan dalam setiap kegiatan manusia, seperti untuk pertanian, daerah industri, daerah pemukiman, jalan untuk transportasi, daerah rekreasi atau daerah-daerah yang dipelihara kondisi alamnya untuk tujuan ilmiah. Jayadinata (1999) dalam Astuti (2011) memaparkan bahwa tanah berarti bumi, sedangkan lahan merupakan tanah yang sudah ada peruntukan dan umumnya ada pemiliknya. Menurut Hardjowigeno et. al (2007) lahan adalah

(22)

4

menunjukan bahwa alasan setiap individu menggunakan lahan berbeda-beda (Astuti 2011).

Vink (1975) dalam Yasin (1991) menyebutkan bahwa penggunaan lahan merupakan setiap bentuk campur tangan manusia terhadap sumberdaya lahan, baik sifatnya menetap (permanent) maupun daur (cyclic) yang bertujuan untuk

memenuhi kebutuhannya, baik kebendaan maupun kejiwaan (spiritual) atau keduanya. Menurut Yasin (1991) Sumberdaya alam seperti iklim tidak dapat segera dipengaruhi oleh campur tangan manusia, sehingga sifatnya cendrung lebih stabil, sedangkan sumberdaya alam seperti tanah segera dapat dipengaruhi oleh manusia sehingga cenderung bersifat mudah berubah atau tidak stabil.

Pekarangan dan Lahan Pertanian

Pekarangan menurut Soemarwoto (1981) adalah sebidang tanah yang mempunyai batas-batas tertentu yang di atasnya terdapat bangunan tempat tinggal dan mempunyai hubungan fungsional, baik ekonomi, biofisik, maupun sosial budaya dengan penghuninya. Sastrapraja et. al (1979) menyebutkan bahwa salah satu fungsi pekarangan di pedesaan adalah sebagai warung hidup atau lumbung hidup, sesuai dengan fungsi ini tanaman pangan merupakan bagian terbesar dari usaha pekarangan, hewan peliharaan jika ada hanya merupakan sebagai pelengkap kehidupan dalam sistem tersebut.

Menurut Kristiyono (1982) fungsi pekarangan dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu fungsi ekonomis dan fungsi non ekonomis (rohani). Fungsi ekonomis berarti hasil budidaya tanaman pekarangan dapat dimanfaatkan langsung untuk memenuhi kebutuhan pemiliknya, di pedesaan yang rata-rata penduduknya berpenghasilan rendah, pekarangan dapat memberikan tambahan penghasilan dalam berbagai bentuk. Fungsi non ekonomis dimaksudkan bahwa hasil pembudidayaan pekarangan dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan secara tak langsung, diantaranya untuk melindungi rumah dari angin, hujan, panas, debu, dan kebisingan. Pemanfaatan pekarangan dengan fungsi non ekonomis ini dilakukan oleh masyarakat kota yang sudah tercukupi kebutuhan hidupnya. Sedangkan di masyarakat pedesaan pembudidayaan pekarangan lebih dititik-beratkan pada fungsi ekonomis, yaitu sebagai pemenuhan kebutuhan hidup dan tambahan penghasilan. Kristiyono (1982) juga menyebutkan budidaya pekarangan yang dilakukan secara tepat dapat membantu meningkatkan pendapatan dan memperbaiki nilai gizi, dengan demikian taraf hidup masyarakat secara keseluruhan dapat pula ditingkatkan. Azra (2013) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa tanaman pekarangan yang dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap peningkatan gizi keluarga adalah tanaman buah, sayuran, obat, dan tanaman penghasil pati. Selain itu budiaya di pekarangan juga berpengaruh dalam mengembalikan keseimbangan tanah dan tata pengairan.

Wurianingsih (2010) dalam hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi optimalisasi pemanfaatan pekarangan yaitu letak atau lokasi pekarangan, iklim, ekonomi, keadaan keluarga pemilik pekarangan, pengetahuan mengenai manfaat dan cara pemanfaatan pekarangan serta pemeliharaan terhadap ragam jenis tanaman yang ada di pekarangan.

(23)

5 pertanian merupakan sebidang lahan yang digunakan untuk membudidayakan tanaman pertanian. Tanaman pertanian dapat berupa tanaman padi dan palawija serta hortikultur yakni bunga, buah, sayuran, dan jamu – jamuan. Tujuan utama penggunaan lahan pertanian adalah untuk memperoleh bahan pangan atau keperluan lainnya dari hasil tanaman atau ternak. Di Indonesia Soepraptohardjo dan Robinson (1975) dalam Yasin (1991) mengemukakan 11 tipe penggunaan lahan pertanian yaitu : padi sawah terus menerus, padi sawah dengan tanaman palawija, tanaman palawija, tanaman perkebunan dataran rendah, tanaman perkebunan dataran tinggi, padi sawah dengan tanaman makanan ternak, tanaman makanan ternak terus menerus, tanaman sayuran terus menerus, tanaman karet, hutan produksi, dan hutan lindung.

Kawasan Wisata Agro

Menurut Peraturan Daerah tentang Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) Kabupaten Bandung tahun 2006, Kawasan wisata agro merupakan kawasan wisata yang memanfaatkan potensi pertanian, pemandangan alam, kawasan pertanian, keanekaragaman aktivitas produksi dan teknologi pertanian, serta budaya masyarakat petaninya. Wisata agro atau agrowisata merupakan suatu bentuk kegiatan pariwisata yang memanfaatkan lokasi atau kawasan dan sektor pertanian mulai dari awal sampai dengan produk pertanian dalam berbagai sistem, skala, dan bentuk sebagai objek wisata dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, pemahaman, pengalaman, rekreasi, dan hubungan usaha di bidang pertanian (Deptan 2008).

Ruang lingkup dan potensi agrowisata yang dapat dikembangkan di Indonesia salah satunya dalam bidang tanaman pangan dan hortikultura, lingkup kegiatan wisata ini meliputi usaha tanaman padi dan palawija serta hortikultur yakni bunga, buah, sayuran, dan jamu – jamuan. Berbagai proses kegiatan mulai dari pra panen, pasca panen berupa pengolahan hasil, sampai kegiatan pemasarannya dapat dijadikan sebagai objek agrowisata (Adisasmita 2010).

Adisasmita (2010) menyebutkan bahwa agrowisata merupakan perjalanan untuk meresapi dan mempelajari kegiatan pertanian, perkebunan, peternakan, dan kehutanan, jenis wisata ini bertujuan untuk mengajak wisatawan untuk ikut memikirkan sumberdaya alam serta kelestariannya. Lanskap agrowisata merupakan kawasan untuk menunjang kegiatan tersebut yang menyajikan pemandangan pertanian berupa lahan pertanian, fasilitas penunjang produksi pertanian dan pengolahan hasil pertanian dengan meminimalkan perusakan lingkungan yang terjadi. Dalam pengembangan agrowisata, komponen utama yang harus terdapat pada tapak yaitu objek dan atraksi agrowisata, aktivitas agrowisata, serta akses dan jalur agrowisata.

Menurut BAPENAS (2004) kegiatan pengembangan kawasan agrowisata harus memenuhi beberapa prasayarat dasar yaitu :

1. memiliki sumberdaya lahan dengan agroklimat yang sesuai untuk mengembangkan komoditi pertanian

2. memiliki prasarana dan infrastruktur yang memadai untuk mendukung pengembangan sistem dan usaha agrowisata

(24)

6

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat (Gambar 2). Waktu pelaksanaan studi dimulai dari bulan Maret hingga bulan Agustus 2014.

Alat dan Bahan

Penelitian ini menggunakan beberapa alat seperti alat tulis, kuesioner, kamera, dan beberapa software untuk mengolah data seperti Microsoft Office Excel 2007, Adobe Potoshop CS3, Arc Gis 2009, dan Autocad 2011. Bahan yang digunakan yaitu data hasil dari survey lapang maupun data sekunder berupa hasil wawancara melalui kuesioner dan peta.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan menggunakan metode deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Data dikumpulkan dengan teknik survei dan wawancara. Proses penelitian disajikan pada Gambar 3, terdiri dari tahap persiapan, tahap pengumpulan data, tahap analisis, tahap sintesis dan tahap perumusan rekomendasi. Persiapan Inventarisasi Analisis Sintesis Rekomendasi

Sumber : Bapedda Kabupaten Bandung Tahun 2008

(25)

7 1. Persiapan

Sebelum memulai penelitian dilakukan tahap persiapan yang meliputi penyusunan proposal penelitian, persiapan informasi yang berkaitan dengan lokasi penelitian, dan pengurusan izin kepada pihak – pihak terkait.

2. Inventarisasi

Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data terkait kondisi eksisting tapak. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik survey dan wawancara. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data fisik biofisik dan data sosial ekonomi budaya (Tabel 1). Data tersebut merupakan data primer yang diperoleh dari survey lapang dan data sekunder yang diperoleh dari studi pustaka maupun sumber lainnya.

Tabel 1 Jenis dan sumber data

No. Data Sumber Data Cara Pengambilan Kegunaan Data Fisik-Biofisik

1. Lokasi tapak Bappeda Kabupaten Bandung

Instansi terkait Aspek fisik

2. Sirkulasi dan

Aksesibilitas Bapedda Kabupaten Bandung dan Lapangan

Instansi terkait dan

survei lapang Aspek fisik

3. Tanah dan Hidrologi Bapedda Kabupaten Bandung dan Lapangan

Instansi terkait dan

survei lapang Aspek fisik

4. Iklim BMKG Instansi terkait Aspek fisik

5. Kemiringan Lahan Bapedda Kabupaten Bandung dan Lapangan

Instangsi terkait

dan survei lapang Aspek fisik

6. Vegetasi :

Komoditas pertanian Lapangan Survei dan studi pustaka Identifikasi karakteristik pekarangan dan lahan pertanian Data Sosial-Budaya-Ekonomi

1. Jumlah Penduduk Kantor Desa Instansi terkait Aspek Sosial 2. Data Matapencaharian Kantor Desa Instansi terkait Aspek Sosial 3. Persepsi dan preferensi

masyarakat Masyarakat Wawancara melalui kuesioner dan studi pustaka

Aspek Sosial

4. Persepsi dan preferensi

pengunjung Pengunjung Wawancara melalui kuesioner dan studi pustaka

Aspek Sosial

5. Budaya masyarakat

setempat Lapangan Survei Aspek Budaya

6. Pengelolaan produk pertanian, Keuntungan dan Pengeluaran untuk usaha Tani

Petani Wawancara Aspek

(26)

8

Pengambilan data primer untuk pekarangan dan lahan pertanian dilakukan dengan teknik sampling. Teknik ini dilakukan agar lebih effisien mengingat kawasan penelitian yang cukup luas dan waktu penelitian yang terbatas. Pengambilan sampel lahan pertanian dan sampel rumah yang memiliki pekarangan sebanyak tiga puluh sampel. Pengambilan data sosial mengenai preferensi serta persepsi masyarakat dan pengunjung juga dilakukan dengan teknik sampling. Pengambilan sampel dilakukan dengan mewawancarai tiga puluh pengunjung dan tiga puluh masyarakat menggunakan panduan kuesioner.

3. Analisis Sintesis

Tahapan setelah pengambilan data yaitu tahap analisis. Setelah data terkumpul, dilakukan identifikasi karakteristik pekarangan dan lahan pertanian. Lalu dilakukan analisis untuk menggali potensi yang dapat dikembangkan serta melihat kelayakannya untuk agrowisata, dari berbagai aspek meliputi aspek fisik, sosial budaya, dan ekonomi.

Aspek Fisik

Aspek fisik dianalisis secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Aspek fisik mencakup lokasi dan aksesibilitas, topografi dan kemiringan lereng, jenis tanah, iklim, dan kualitas visual. Menurut Laurie dalam simamora (2013) Iklim sebagai satu aspek yang dinilai dalam menentukan kenyamanan suatu daerah wisata, diukur dengan menghitung nilai THI dengan rumus sebagai berikut

Keterangan : THI = Thermal Humidity Index

T = Suhu (oC)

RH = Kelembaban (%)

Penilaian kualitas visual pada tapak dilakukan dengan menerapkan metode

Scenic Beauty Estimation (SBE) yang dikemukakan oleh Daniel dan Boster

(1976). Metode ini terdiri dari tahap pengambilan foto lanskap, presentasi slide foto dan penilaian oleh responden melalui kuesioner, serta analisis data. Responden yang menilai sebanyak enam puluh responden, merupakan mahasiswa arsitektur lanskap yang memiliki pemahaman mengenai keindahan dalam ilmu arsitektur lanskap. Responden menilai gambar yang ditampilkan pada slide dengan skala nilai 1 – 10 (rendah - tinggi). Penilaian dari responden kemudian diformulasikan menjadi sebuah nilai dengan rumus dibawah ini. Analisa data ditujukan untuk mendapatkan nilai SBE yaitu indeks kuantitas pendugaan keindahan suatu lanskap (Daniel dan Boster 1976)

Keterangan : Zij = Standar penilaian untuk nilai respon ke i oleh responden j = Nilai rata-rata dari semua nilai oleh responden j

Rij = Nilai i dari responden j

Sj = Standar deviasi dari seluruh nilai oleh responden j

(27)

9

Keterangan : SBEx = Nilai SBE lanskap ke-i ZLx = Nilai rata-rata Z lanskap ke x ZLs = Nilai rata-rata Z lanskap standar

Berdasarkan sebaran nilai SBE yang diperoleh, setiap objek diklasifikasikan menurut skala Likert. Klasifikasi kualitas visual dibagi menjadi menjadi kualitas estetika rendah, estetika sedang, dan estetika tinggi. Rentang kelas dihitung dengan rumus berikut.

Keterangan: Smax = nilai tertinggi Smin = nilai terendah

K = rentang kelas yang digunakan Aspek Sosial dan Budaya

Data sosial dan budaya yang telah terkumpul dianalisis secara deskriptif kualitatif. Analisis dilakukan dengan mengidentifikasi secara deksriptif potensi yang dapat dikembangkan pada tapak. Potensi ini nantinya dijadikan bahan pertimbangan untuk rekomendasi pngembangan agrowisata pada tapak.

Aspek Ekonomi

Aspek ekonomi dilihat dari sistem pengelolaan produk hasil pertanian yang berjalan di masyarakat, sera dianalisa bagaimana keuntungannya. Menurut Nurdiana (2004) aspek ekonomi dapat dianalisis dengan mellihat seberapa besar keuntungan yang didapatkan petani dari usaha tani. Usaha tani yang dilakukan oleh petani pada tapak yaitu di pekarangan dan lahan pertanian. Komponen analisis aspek ekonomi yang digunakan yaitu Benefit Cost Ratio (B/C).

Perhitungan B/C dilakukan menggunakan rumus sebagai berikut.

B/C rasio dihiung untuk mengetahui ukuran kelayakan usaha, bila nilai B/C>1 maka usaha dapat dikatakan layak untuk dilaksanakan bila nilai B/C<1 maka usaha dikatakan tidak layak.

Kelayakan Agrowisata

Penilaian terhadap kelayakan agrowisata dilakukan berdasarkan dusun yang terdapat di Desa Alamendah, hal ini dilakukan untuk pertimbangan prioritas pengembangan agrowisata. Penilaian dilakukan dengan menggunakan rumus kelayakan agrowisata menurut Smith (1988) yang diacu dalam Maharani (2008). Kriteria penilaian disajikan pada Tabel 2 berikut.

R =

(28)

10

Tabel 2 Kriteria kesesuaian agrowisata menurut Smith (1989)

No. Kriteria Nilai

1 Obyek dan Atraksi Berbasis Pertanian (Bobot 20%):

Ketersediaan ragam serta keindahan areal pertanian seperti sawah, perkebunan, kolam.

Beragam obyek dan aktivitas pertanian disertai keindahan pemandangan pertanian

Cukup beragam obyek dan aktivitas pertanian disertai keindahan pemandangan sekitarnya

Cukup beragam obyek dan aktivitas pertanian disertai keindahan pemandangan sekitarnya

Kurang beragam dan tak indah

4

3

2

1 2 Obyek dan Atraksi Alami (Bobot 20%):

Keindahan pemandangan alami dan iklim (tropikal, udara yang bersih, suhu yang nyaman, dll

Beragam obyek alami dengan keindahan dan kenyamanan alami

Cukup beragam obyek alami dengan keindahan dan kenyamanan

Jalan sekunder, kondisi sedang, kendaraan umum terbatas

Jalan tersier, kondisi sedang, tidak ada kendaraan umum

Tidak ada akses, tidak ada kendaraan umum

4 5 Sarana Wisata (Bobot 15%): Utilitas. kesehatan, air bersih, fasilitas

Tersedia, lengkap, kualitas baik dan terawat

Ada beberapa, cukup terawat

Ada beberapa, kurang terawat

Tidak tersedia

4 3 2 1 6 Program dan dan Aktivitas Agrowisata (Bobot15%)

Ada paket kunjungan, pelatihan, dan membuka kesempatan magang

Ada paket kunjungan, pelatihan, tidak ada kesempatan magang

Ada paket kunjungan, tetapi tidak ada pelatihan dan kesempatan magang

Tidak ada paket kunjungan, pelatihan dan kesempatan magang

4

3 2

(29)

11 Penilaian bobot total kesesuaian agrowisata dilakukan dengan meunggunakan rumus berikut.

Keterangan: KKA = Kelayakan Kawasan Agrowisata Sij = Kriteria agrowisata tiap kawasan Aik = Bobot integrat agrowisata

Selanjutnya bobot diklasifikasikan kedalam kelas kelayakan menurut skala Likert. Rentang kelas dihitung dengan rumus berikut.

Keterangan: Smax = nilai tertinggi Smin = nilai terendah

K = rentang kelas yang digunakan

Pengelompokkan tersebut akan menghasilkan dusun mana yang sangat potensial, cukup potensial, dan kurang potensial untuk dikembangkan menjadi kawasan agrowisata.

4. Penyusunan Rekomendasi

Penyusunan rekomendasi dibuat berdasarkan hasil analisis dan sintesis. Rekomendasi berupa jalur dan program agrowisata, serta pengelolaan agrowisata.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi umum

Kondisi tapak secara umum dilihat dari letak administratif dan geografis tapak, akses dan orientasi tapak terhadap Kota Bandung, serta perkembangan pertanian dan agrowisata pada tapak

Letak Administratif dan Geografis

Desa Alamendah secara geografis terletak pada 7o6’0” Lintang Selatan – 7o11’0” Lintang Selatan dan 107o23’0” Bujur Timur – 107o27’0” Bujur Timur, secara administratif termasuk dalam Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Desa ini memiliki luas keseluruhan sebesar 505.6 Ha. Wilayah desa dibagi menjadi 30 Rukun Warga (RW) dengan jumlah 112 Rukun Tetangga (RT).

Desa Alamendah berbatasan dengan Desa Panundaan di sebelah Utara, Desa Sugihmukti di sebelah Timur, Desa Patengan di sebelah Selatan, dan Desa Lebakmuncang di sebelah Barat. Peta administratif Desa Alamendah disajikan pada Gambar 4.

Akses dan Orientasi

Desa Alamendah terletak di sebelah Barat Daya Kota Bandung dapat diakses melalui jalan provinsi dengan jarak sekitar 47 km. Akses dari Kota Bandung menuju Desa Alamendah disajikan pada Gambar 5. Adapun jarak dan waktu tempuh Desa Alamendah terhadap ibu kota Kecamatan, ibu kota kabupaten, dan ibu kota provinsi dapat dilihat pada Tabel 3.

(30)

12

(31)

13

Tabel 3 Jarak dan waktu tempuh menuju Desa Alamendah

No. Lokasi Jarak ke Desa Alamendah Waktu Tempuh 1. Ibu kota provinsi 47 km 2 jam 2. Ibu kota kabupaten 27 km 1 jam 3. Ibu kota kecamatan 8 km 15-20 menit (sumber : Profil Desa Alam Endah)

Perkembangan Pertanian dan Agrowisata di Desa Alamendah

Desa Alamendah merupakan sentra sayuran dataran tinggi, seperti bawang daun, seledri, kubis (kol), wortel, dan kentang. Pada tahun 1992 tanaman stroberi pertama kali ditanam di Desa Alamendah, pada saat itu tanaman stroberi hanya ditanam dengan luasan yang relatif sempit di pekarangan rumah. Memasuki tahun 1996 penduduk mencoba membudidayakan stroberi untuk menghasilkan produksi yang lebih banyak, dan penduduk pun berhasil mendapatkan produksi yang cukup tinggi.

Keberadaan Desa Alamendah yang dilalui oleh jalur pariwisata menuju Kawah Putih, dan Danau Patengan melahirkan ide salah satu petani stroberi yang memiliki lahan di pinggir jalan untuk membudidayakan stroberi dengan sistem agrowisata. Hasil produksi buah stroberi dijual langsung kepada pengunjung. Pengunjung diperbolehkan untuk memetik stroberi yang akan dibelinya. Setelah

Sumber : Bappeda Kabupaten Bandung (2008)

(32)

14

tahun 2003 agrowisata stroberi petik sendiri ini banyak diminati oleh para pengusaha tani yang mempunyai lahan di pinggir jalan. Keadaan ini membuat jalur pariwisata semakin ramai dikunjungi, sehingga desa ini terkenal dengan agrowisata stroberinya. Seiring dengan perkembangan agrowisatanya, melalui RIPPDA No. 6 tahun 2006-2016, Kabupaten Bandung menetapkan Desa Alamendah sebagai salah satu Desa Wisata yang dinilai memiliki potensi agrowisata yang tinggi. Hingga saat ini agrowisata yang berjalan di desa hanya sebatas agrowisata petik stroberi di pinggir jalan. Area dalam desa yang tidak terletak dipinggir jalan belum banyak diketahui oleh pengunjung.

Karakteristik Pekarangan dan Lahan Pertanian

Penetapan Desa Alamendah sebagai salah satu Desa Wisata menjadi sebuah landasan pentingnya menggali potensi desa salah satunya untuk pengembangan agrowisata. Salah satunya dengan melihat potensi pekarangan rumah warga dan lahan pertanian yang indah dan luas untuk dijadikan sebagai objek agrowisata. Potensi tersebut dapat diidentifikasi dengan melihat karakteristik pada pekarangan dan lahan pertanian pada tapak.

Pekarangan

Kawasan permukiman di Desa Alamendah memiliki luasan sebesar 6.92% dari luas keseluruhan desa. Pada area permukiman, ruang terbuka sisa dari bangunan rumah dimanfaatkan untuk lahan pekarangan. Letak pekarangan bergantung dari posisi sisa lahan terbuka pada rumah. Letak pekarangan berdasarkan tiga puluh sampel cukup beragam, jika dikelompokkan terdapat enam pola disajikan pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4 Tipe pekarangan berdasarkan tata letaknya

Tipe Pola Keterangan

A Pekarangan terletak di

(33)

15 Tabel 4 Tipe pekarangan berdasarkan tata letaknya (Lanjutan)

Tipe Pola Keterangan

D Pekarangan terletak

disamping dan belakang bangunan rumah

E Pekarangan terletak disamping dan belakang

bangunan rumah

F Pekarangan mengelilingi

bangunan rumah

(sumber : survey lapang dan wawancara 2014)

Berdasarkan sampel pekarangan, disajikan pada Gambar 6 sebanyak 34% pekarangan memiliki tata letak dengan tipe A yaitu letak pekarangan berada di depan rumah. Lalu diikuti dengan tipe B sebanyak 27% yaitu letak pekarangan di samping rumah serta tipe C sebanyak 23% yaitu letak pekarangan di samping dan depan rumah.

Pekarangan dengan tipe A, B, dan C disajikan pada Gambar 7. Pekarangan tipe A terletak hanya di bagian depan rumah (Gambar 7a), pekarangan tipe B terletak hanya disamping rumah (Gambar 7b), dan pekarangan tipe C terletak

Gambar 6 Tipe pekarangan berdasarkan tata letaknya

(34)

16

didepan dan disamping rumah (Gambar 7c). Keberadaan lahan terbuka yang terbatas menyebabkan pemilik pekarangan hanya dapat memanfaatkan sisa lahan terbuka yang tidak begitu luas.

Pekarangan pada permukiman jika dilihat dari sampel yang diambil, luasannya berkisar antara 84 m2 hingga 546 m2. Mayoritas masyarakat memiliki pekarangan dengan kisaran luasan antara 120 m2 hinga 140 m2 (Tabel 5).

Tabel 5 Pekarangan berdasakan luasan

No Luas1) (m2) Kategori2) Jumlah Persentase

1 <120 Sempit 8 27%

2 120-400 Sedang 21 70%

3 400-1000 Luas 1 3%

Total 30 100%

Keterangan : 1)Luas plot pekarangan dan rumah, 2) Sumber Arifin (2009) (sumber : survey lapang dan wawancara 2014)

Pekarangan milik warga sebagian besar relatif tidak begitu luas, hal ini dikarenakan semakin padatnya area permukiman sehingga keberadaan lahan terbuka yang semakin terbatas. Namun semua lahan harus termanfaatkan tidak

(a)

(b)

(c)

(35)

17 boleh ada lahan yang menganggur, ini merupakan salah satu prinsip yang ditanamkan oleh kepala desa Alamendah kepada masyarakat setempat. Maka dari itu pekarangan dengan lahan sempit pun tetap dimanfaatkan oleh warga, baik untuk budidaya tanaman maupun untuk ternak. Namun tidak banyak yang memanfaatkan pekarangan untuk ternak. Sebanyak 73% pekarangan hanya dimanfaatkan untuk budidaya tanaman, dan 27% pekarangan dimanfaatkan untuk budidaya tanaman dan ternak (Gambar 8).

Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Sastrapraja et. al (1979) bahwa salah satu fungsi pekarangan di pedesaan adalah sebagai warung hidup atau lumbung hidup, sesuai dengan fungsi ini tanaman pangan merupakan bagian terbesar dari usaha pekarangan, hewan ternak atau peliharaan jika ada hanya merupakan sebagai pelengkap kehidupan dalam sistem tersebut. Selain itu luasan pekarangan yang tidak terlalu besar tidak cukup untuk memelihara ternak.

Tanaman pangan yang banyak dibudidayakan di pekarangan pada tapak yaitu tanaman sayuran. Beberapa komoditas tanaman sayuran yang ditemukan di pekarangan disajikan pada Tabel 6. Sebanyak 90% dari sampel petani menanam bawang daun di pekarangannya. Komoditas yang banyak digunakan setelah bawang daun yaitu tanaman stroberi, 36.67% pekarangan dimanfaatkan untuk budidaya stroberi. Komoditas lainnya seperti pakcoy, seledri, wortel, kangkung, tomat, cabai, jagung, sawi, selada dan terong digunakan sebagai tanaman tumpangsari.

Menurut keterangan dari pemilik pekarangan bawang daun adalah komoditas yang paling menguntungkan, selain itu penanaman nya pun lebih mudah dibandingkan dengan komoditas lain, sehingga pemilik pekarangan banyak yang memilih komoditas ini untuk ditanam di pekarangannya.

Tabel 6 Penggunaan komoditas pada pekarangan

No Komoditas Nama Ilmiah Presentase Penggunaan

1. Bawang Daun Allium fistulosum 90.00 %

2. Stroberi Fragaria x ananassa 36.67 %

3. Seledri Apium graveolens 20.00 %

4. Wortel Daucus carota 16.67 %

11. Tomat Lycopersicum esculantum 6.67 %

12. Terong Salanum melongena 3.33 %

(sumber : survey lapang dan wawancara 2014)

Gambar 8 Diagram persentase pemanfaatan pekarangan di Desa Alamendah

(36)

18

Fandeli (2009) menyebutkan bahwa pekarangan sebenarnya merupakan suatu ekosistem buatan manusia. Sebagai suatu ekosistem, keanekaragaman tanaman pekarangan dapat dikatakan mempunyai keanekaragaman yang tinggi jika terdapat banyak jenis dan masing – masing jenis jumlah individunya juga besar. Pemilik pekarangan pada tapak membudidayakan satu jenis hingga empat jenis komoditas tanaman sayuran dipekarangannya (Tabel 7). Mayoritas pekarangan (berdasarkan sampel yang diamati) menanam dua jenis komoditas tanaman sayuran.

Tabel 7 Keragaman jenis tanaman sayuran pada pekarangan No

. Tanaman Sayuran Jenis Komoditas Nomor Sampel Pekarangan Sampel Jumlah Persentase (%) 1. 1 Jenis 2,4, 8, 10, 12, 13, 14, 15, 16,

19, 23, dan 25 12 40.00 2. 2 Jenis 1, 5, 6, 7, 9, 18, 20, 21, 22, 24,

26, 27, 28, 29, dan 30 15 50.00 3. 3 Jenis 3 dan 11 2 6.67

4. 4 Jenis 17 1 3.33

Jumlah 30 100.00

(sumber : survey lapang dan wawancara 2014)

Keberagaman tanaman sayuran di pekarangan menambah kualitas visual yang semakin indah. Gambar 9 (a) menunjukkan pekarangan dengan satu jenis tanaman sayuran, Gambar 9 (b) pekarangan dengan dua jenis tanaman sayuran, Gambar 9 (c) tiga jenis tanaman sayuran, Gambar 9 (d) pekarangan dengan empat jenis tanaman sayuran. Tingginya keanekaragaman jenis juga memberi petunjuk semakin kompleksnya komunitas. Haeruman (1980) dalam Fandeli (2009) menyebutkan bahwa semakin tinggi keanekaragaman jenis suatu ekosistem akan semakin memantapkan ekosistem itu.

(a) (b)

(c) (d)

(37)

19 Lahan pekarangan juga digunakan sebagai tempat untuk pengelolaan sampah rumah tangga. Sampah organik ditimbun dalam drum yang nantinya dijadikan kompos (Gambar 10a). Masyarakat masih melakukan pembakaran sampah untuk penanggulangan sampah non-organik, karena belum terdapat tempat pembuangan akhir (Gambar 10b).

(a) (b)

Gambar 10 Penanggulangan sampah: (a) Organik (b) Anorganik

Salah satu fungsi ekonomis pekarangan yaitu menambah pendapatan pemiliknya. Produk hasil tanaman pangan di pekarangan pada tapak dijual ke bandar atau tengkulak dan untuk dikonsumsi oleh pemilik pekarangan. Hasil penjualan ke bandar memberikan pendapatan tambahan bagi pemilik pekarangan. Pendapatan yang didapat bergantung pada luasan pekarangan dan pemanfaatan pekarangan. Berdasarkan data tiga puluh sampel pekarangan, pendapatan dari pekarangan berkisar antara Rp 15 000 hingga Rp 997 632 per bulan.

Lahan Pertanian

Desa Alamendah memiliki lahan pertanian yang cukup luas, area pertanian seluas 234 Ha digunakan sebagai tegalan yang ditanami berbagai komoditas tanaman sayuran dan buah. Komoditas pertanian utama dari Desa Alamendah yaitu tanaman stroberi, total luasannya mencapai 100 Ha. Komoditas lainnya yang tercatat pada profil desa yaitu berupa sayuran dataran tinggi seperti seledri, bawang daun, wortel, kentang, kubis (kol), selada, tomat, sawi, buncis, dan bawang putih (Tabel 8).

Tabel 8 Luas penanaman komoditas pertanian

No. Komoditas Nama Luas (Ha)

1. Stroberi Fragaria x ananassa 100

2. Seledri Apium graveolens 25

3. Kentang Solanum tuberosum 25

4. Bawang daun Allium fistulosum 20

5. Wortel Daucus carota 14

6. Kubis/Kol Brasicca oleracea 10

7. Selada Lactuca sativa 10

8. Tomat Lycopersicum esculantum 10

9. Sawi Brassica sp. 9

10. Buncis Phaseolus vulgaris 6

11. Bawang Putih Allium sativum 5

(38)

20

Lahan pertanian di Desa Alamendah merupakan milik masyarakat desa, milik Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Itifaq, dan milik masyarakat luar desa atau investor swasta. Masyarakat yang memiliki lahan pertanian tercatat sebanyak 4602 keluarga, dengan luas lahan kepemilikan beragam. Dari sampel pemilik lahan pertanian yang diwawancara mayoritas memiliki lahan pertanian dengan luas 0.05 hingga 0.5 ha (Tabel 9).

Tabel 9 Luas kepemilikan lahan pertanian milik masyarakat

No. Luas Lahan Pertanian (Ha) Jumlah Persentase (%)

1. < 0.05 9 22.5

2. 0.05 – 0.5 23 57.5

3. 0.5 – 0.95 3 7.5

4. 0.95 – 1.4 2 5.0

5. > 1.4 3 7.5

(sumber : survey lapang dan wawancara 2014)

Sistem pertanian di Indonesia dapat dilihat dari tipologi pertanian yang dikemukakan oleh Mubyarto (1973) dalam Raharjo (2004), dikelompokkan ke dalam dua tipe yaitu tipe pertanian rakyat dan perusahaan pertanian. Melihat karakteristik pertanian pada tapak, tipe pertanian di masyarakat Desa Alamendah merupakan tipe pertanian rakyat, yang berskala kecil dan dilakukan untuk kepentingan keluarga, mencakup pertanian hortikultura (tanaman sayuran dan tanaman buah).

Selain dikelola oleh masyarakat, lahan pertanian juga dikelola oleh Pondok Pesantren Al – Itifaq (Gambar 11a). Pondok pesantren yang bergerak di bidang agribisnis ini terletak di dalam Desa Alamendah tepatnya di dusun III RW 10. Ponpes yang dikepalai oleh KH Fuad Affandi ini memiliki total luas lahan pertanian sebesar 14 Ha yang tersebar di Desa Alamendah (Gambar 11b).

(a)

(b)

(39)

21 Komoditas yang dibudidayakan oleh Ponpes Al–Ittifaq mencapai 26 produk pertanian (Tabel 10). Komoditas tersebut terdiri dari berbagai macam tanaman sayuran dan buah-buahan.

Tabel 10 Produk pertanian yang dihasilkan oleh lahan milik Ponpes Al-Ittifaq

No Produk pertanian Nama Latin

1. Asparagus Asparague officinalis 2. Kol Putih Brassica chinensis 3. Kol Ungu Brassica oleracea

4. Bit Beta vulgaris

5. Katuk Sauropus androgynu 6. Paprika Capsicum annuum L. 7. Cabai Rawit Capsicum frutescens 8. Paria Momordica charantia 9. Bawang Daun Allium fistulosum

10. Kol Brasicca oleracea

11. Buncis Phaseolus vulgaris 12. Labu siam Sechium edule 13. Pucuk Labu Sechium edule 14. Stroberi Fragaria x ananassa 15. Kaboca Luffa Cylindrica 16. Timun Jepang Cucumis sativus 17. Kentang Solanum tuberosum L. 18. Cabe Hijau Capsicum annum 19. Cabe Merah Capsicum annum 20. Lobak Raphanus sativus

21. Tomat Lycopersicum esculantum 22. Wortel Daucus carota

23. Pakcoy Brassica rapa 24. Selada Lactuca sativa 25. Seledri Apium graveolens 26. Parsley Petroselinum crispum (sumber : survey lapang dan wawancara 2014)

Lahan pertanian dikelola oleh seluruh santri dari mulai penanaman, pemeliharaan, panen, pengepakan, penjualan hingga pemasaran. Produk hasil pertanian dipasok ke berbagai supermarket di sekitar Kabupaten Bandung dan Kota Bandung (Gambar 12). Saat ini ponpes juga bekerjasama dengan petani/ kelompok tani Desa Alamendah untuk memenuhi kebutuhan pemasaran.

(40)

22

Selain untuk pemasaran, Ponpes Al-Itifaq memanfaatkan lahan pertanian untuk kegiatan pelatihan pertanian dan agrowisata. Pesantren ini sudah banyak dikunjungi oleh pengunjung dari berbagai daerah. Menurut keterangan pengelola pesantren, jumlah pengunjung mencapai 1000 orang per tahun. Pengunjung biasanya datang berkelompok atau rombongan. Mereka mendatangi pesantren untuk melakukan kegiatan wisata rohani dengan diselingi kegiatan agrowisata. Kegiatan agrowisata yang dilakukan yaitu kegiatan agrowisata on farm seperti

keliling lahan pertanian (Gambar 13 a) budidaya ikan (Gambar 13 b), peternakan sapi, peternakan kelinci (Gambar 13 c), peternakan kambing, praktek kegiatan pertanian (Gambar 13 d), dan pelatihan atau penjelasan mengenai agribisnis (Gambar 13 e) maupun kegiatan agrowisata off farm seperti pengemasan produk

hasil pertanian (Gambar 13 f).

Pihak pesantren belum menyediakan program atau paket wisata khusus. Kegiatan yang dilakukan semuanya disesuaikan dengan keinginan pengunjung

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

(41)

23 dan disesuaikan dengan fasilitas yang sudah ada di ponpes. Fasilitas tersebut disajikan pada Gambar 14 meliputi (a) peternakan sapi, (b) peternakan kelinci, (c) peternakan kambing, (d) peternakan ikan, (e) lahan pertanian, dan (f) ruang pengepakan produk pertanian.

Pihak pesantren memiliki rencana kedepan untuk mengembangkan agrowisata dalam pesantren. Kegiatan agrowisata dikemas dengan memanfaatkan objek – objek yang terdapat di pesantren yang bisa dikembangkan menjadi agrowisata seperti lahan pertanian dan peternakan. Selain itu pihak pesantren berencana untuk membangun fasilitas untuk mendukung agrowisata tersebut seperti arena outbond, gazebo dan green house.

Analisis Pemanfaatan Pekarangan dan Lahan Pertanian untuk Agrowisata Analisis pemanfaaan pekarangan dan lahan pertanian dilihat secara umum dari aspek fisik, aspek biofisik, aspek sosial budaya masyarakat, dan aspek ekonomi.

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

(42)

24

Aspek Fisik

Aspek fisik meliputi Lokasi dan aksesibilitas, topografi dan kemiringan lereng, jenis tanah, iklim, kualitas visual, hidrologi, dan tata guna lahan.

A.Lokasi dan aksesibilitas

Desa Alamendah terletak di sebelah barat Kabupaten Bandung yang merupakan daerah dataran tinggi. Lokasi Desa Alamendah berdekatan dengan beberapa tujuan wisata seperti Kawah Putih, Bumi Perkemahan Rancaupas, dan Situ Patengan. Kawah Putih merupakan kawah yang terbentuk dari letusan Gunung Patuha, menyajikan keindahan alam kawah yang berwarna putih, hijau, atau biru (Gambar 15).

Bumi Perkemahan Rancaupas merupakan lokasi perkemahan yang menawarkan pemandangan tegakan pohon (Gambar 16). Sedangkan Situ Patengan merupakan lokasi wisata alam yang menyajikan pemandangan alami berupa danau ditengah perkebunan teh (Gambar 17). Situ Patengan berada di Desa Patengan yang bersebelahan dengan Desa Alamendah.

Lokasi–lokasi wisata tersebut telah banyak dikunjungi wisatawan dari berbagai daerah. Wisatawan harus melalui jalur jalan provinsi yang melewati Desa Alamendah untuk mencapai lokasi wisata. Keadaan ini merupakan peluang bagi Desa Alamendah menarik wisatawan untuk mengunjungi desa.

Akses menuju Desa Alamendah dapat dicapai dengan kendaraan umum maupun pribadi melewati jalur jalan provinsi. Melalui kendaraan umum dari Kota Bandung, dapat dicapai dengan menaiki kendaraan umum minibus dari terminal Leuwi Panjang sampai ke Terminal Ciwidey, setelah itu dilanjutkan dengan angkutan umum menuju Desa Alamendah. Selain jalur jalan provinsi terdapat beberapa akses di dalam kawasan Desa Alamendah yaitu sirkulasi primer yang

(a) (b)

(43)

25 menghubungkan antar kampung dan sirkulasi sekunder yang menghubungkan antar rumah (Gambar 17).

B.Topografi dan Kemiringan Lereng

Desa Alamendah memiliki kondisi topografi yang beragam berupa lahan yang bergelombang, perbukitan hingga pegunungan sehingga memberikan view

pemandangan kawasan pegunungan alam yang indah. Keadaan ini memberikan kesan dinamis dan tidak monoton sehingga dapat menarik perhatian pengunjung.

Ketinggian lahan pada tapak mulai dari titik terendah yaitu 1300 mdpl hingga titik tertinggi yaitu 2350 mdpl (Gambar 18). Keberagaman kondisi topografi mengakibatkan kondisi kemiringan lereng berkisar antara datar hingga curam (Gambar 19). Lahan dengan kemiringan 0-8% termasuk dalam kategori kemiringan datar, 8-15% kemiringan landai, 15-25% kemiringan agak curam, 25-40% kemiringan curam, dan >25-40% kemiringan sangat curam (Tabel 11)

Tabel 11 Klasifikasi kemiringan lereng

No. Kelerengan (%) Klasifikasi Kelerengan

1. 0-8 Datar

2. 8-15 Landai

3. 15-25 Agak Curam

4. 25-40 Curam

5. >40 Sangat Curam

Sumber : SK Menteri Kehutanan No. 83/KPTS/UM/1981

Kelas klasifikasi kemiringan curam hingga sangat curam dapat beresiko lawan longsor. Menurut Arsyad (2004) dalam Rahmaniyah (2014) resiko ini dapat dicegah dengan menggunakan metode vegetatif salah satunya dengan melakukan penanaman tegakan tanaman keras (pohon) pada lahan kosong, padang rumput, dan semak belukar. Penanaman ini dapat mengurangi daya rusak hujan yang jatuh ke tanah, serta mengurangi jumlah dan daya rusak aliran air pada permukaan.

(a) (b)

(44)

26

(45)
(46)

28

C.Jenis Tanah

Jenis tanah yang terdapat di kawasan Desa Alamendah terbagi menjadi dua jenis yaitu kompleks Regosol Kelabu dan Litosol serta asosiasi Andosol Coklat dan Regosol Coklat (Gambar 21). Tanah berjenis Regosol berasal dari bahan lepas, yang bukan bahan aluvium, dengan perkembangan profil lemah atau tanpa perkembangan profil. Rendahnya perkembangan profil dapat karena erosi ataupun bahan induk yang masih muda. Regosol memiliki horison berwarna terang dengan bahan organik kurang dari 1% bersifat keras sampai sangat keras. Litosol merupakan tanah dangkal diatas batuan keras, belum ada perkembangan profil, umumnya akibat erosi yang kuat (Sutanto 2005). Tanah Andosol berwarna coklat tua, remah, dan kandungan bahan organik tinggi serta kaya akan mineral alofan. Tanah dibawahnya berwarna coklat sampai coklat kekuningan, tekstur sedang, dengan pH 4,5-6,0. Tanah berjenis ini umum ditemukan pada dataran tinggi dengan suhu sedang hingga dingin (Sutedjo 2005).

Pemanfaatan potensi tiap jenis tanah dalam usaha pertanian menurut Sutedjo (2005) umumnya berbeda – beda. Tanah jenis Regosol umumnya dimanfaatkan untuk sayur-sayuran dan palawija, kandungan bahan organik yang rendah dapat diatasi dengan pemberian pupuk organik untuk menstabilkan kesuburan tanah. Pada tanah jenis Litosol dimanfaatkan untuk palawija dan rumput – rumputan, pada umumnya tanah ini bersolum dangkal dan peka terhadap erosi, penutupan tanah dengan tanaman rumput-rumputan, pemberian bahan mulsa dan pengolahan tanah secara minimum dapat mengatasi keadaan tanah jenis ini. Sedangkan tanah jenis Andosol dimanfaatkan untuk bertanam sayuran, buah-buahan, bunga, teh, kopi, ubi jalar, kina, dan pinus. Pada tanah jenis ini kapasitas untuk menahan air tinggi. Derajat kesuburan secara kimiawi pada tanah ini dapat ditingkan dengan pemberian bahan kapur dan pupuk fosfat.

Secara umum jenis tanah pada tapak cocok dimanfaatkan untuk budidaya tanaman pertanian. Potensi ini sudah dimanfaatkan oleh masyarakat desa yang menggunakan lahan pertanian untuk budidaya tanaman sayuran dan buah-buahan (Gambar 20).

(a) (b)

(47)
(48)

30

D.Iklim

Wilayah Desa Alamendah terletak di kawasan pegunungan, sehingga suhu udaranya sejuk. Data iklim mencakup tiga parameter yaitu curah hujan, suhu rata-rata, dan kelembaban rata-rata. Data didapatkan dari Kantor BMKG Pusat di Dramaga Bogor. Ketiga parameter diambil berdasarkan data tiga tahun terakhir dari tahun 2011 hingga 2013. Rata-rata curah hujan di Desa Alamendah yaitu sebesar 292 mm. Pada Gambar 22 dapat dilihat curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember tahun 2011 (622 mm) dan curah hujan terendah terjadi pada bulan September tahun 2011 (3 mm).

Suhu rata-rata yaitu sebesar 22oC. Pada Gambar 23 dapat dilihat suhu terendah di bulan Juli pada tahun 2013(19 oC) dan suhu tertinggi di bulan April tahun 2011 (28 oC).

Rata-rata kelembaban nisbi pada tapak yaitu sebesar 81%. Pada Gambar 24 terlihat bahwa kelembaban nisbi tertinggi terjadi pada bulan November Tahun 2011 (87%) dan kelembaban nisbi terendah terjadi pada bulan September 2012 (72%).

Gambar 23 Suhu rata-rata tahun 2011 sampai 2013 0

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des

oC

2011 2012 2013 Gambar 22 Curah hujan tahun 2011 sampai 2013

0

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des

mm 2011

(49)

31

Iklim merupakan salah satu aspek yang dinilai dalam menentukan kenyamanan suatu daerah wisata. Tingkat kenyamanan dapat diukur dengan menghitung nilai THI. Menurut Laurie dalam Simamora (2013) suatu daerah termasuk dalam kondisi nyaman jika nilai THI kurang dari 27. Setelah dihitung berdasarkan data suhu dan kelembaban pada tapak didapatkan nilai THI rata-rata pada Januari hingga Desember tahun 2011 hingga 2013 (Tabel 12). Data berikut menunjukkan nilai THI rata-rata setiap bulannya di bawah 27, maka dapat dikatakan bahwa tapak termasuk dalam kondisi nyaman Hal ini dapat mendukung pengembangan agrowisata, bahwa pengunjung akan merasa nyaman selama berkunjung di tapak.

Tabel 12 Nilai rata – rata THI per bulan tahun 2011-2013

Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des THI 19.47 20.92 24.31 22.42 21.30 20.96 20.34 20.54 20.82 21.91 21.21 19.88 (sumber : perhitungan nilai THI)

Kondisi iklim pada tapak juga mempengaruhi petani dalam menentukan komoditas pertanian yang akan dibudidayakan. Komoditas pertanian yang dapat tumbuh dalam kondisi iklim seperti pada tapak yaitu tanaman sayuran dataran tinggi seperti seledri, kentang, bawang daun, wortel, kol, selada, sawi, buncis, bawang putih, katuk, paprika, asparagua, cabai, paria, timun, lobak, dan parsley. Tanaman buah seperti stroberi, tomat, dan blackberry juga tumbuh baik pada

tapak. Kondisi iklim juga dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman, stroberi tumbuh kurang optimal pada musim hujan. Ketika musim kemarau sekitar bulan Agustus hingga Oktober curah hujan rendah dan menyebabkan beberapa tanaman pertanian mengalami kekurangan air/menjadi layu, sehingga petani melakukan penyiraman untuk memenuhi kebutuhan air tanaman.

E. Kualitas visual

Desa Alamendah memiliki kualitas visual berupa hamparan lahan pertanian yang luas. Selain itu pekarangan rumah masyarakat yang rapi dan ditanami

Gambar 24 Kelembaban rata-rata tahun 2011 sampai 2013

0

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des

Per

sen

(%) 2011

(50)

32

sayuran menjadi daya tarik tersendiri. Potensi ini dapat dijadikan salah satu daya tarik objek agrowisata untuk mendatangkan pengunjung. Kualitas visual di beberapa titik lokasi dinilai secara kuantitatif dengan metode Scenic Beauty Estimation (SBE). Kualitas visual tapak yang dinilai yaitu pekarangan dan

pemandangan (Lampiran 6 dan 7). Grafik nilai SBE disajikan pada Gambar 25, terlihat bahwa nilai SBE pada pekarangan dan pemandangan beragam. Nilai SBE pekarangan berkisar antara -31 (sampel 13) sampai 73 (sampel 17).

Berdasarkan nilai tersebut, kualitas visual pekarangan dikelompokkan menjadi tiga kategori, lanskap yang memiliki estetika rendah, estetika sedang, dan estetika tinggi (Tabel 13). Kualitas visual pekarangan pada tapak yang termasuk dalam kategori estetika tinggi sebanyak 10%, estetika sedang sebanyak 53.3%, dan estetika rendah sebanyak 36.7%. Sampel pekarangan dengan kualitas visual sedang hingga tinggi mayoritas menyebar di dusun II, III dan IV. Pekarangan dengan nilai SBE tertinggi disajikan pada Gambar 26 berikut.

Tabel 13 Kategori kualitas estetika pada pekarangan

No Nilai SBE Kualitas Visual Persentase 1. (-31) – 3 Rendah 36.7 %

2. 4 – 38 Sedang 53.3 %

3. 39 – 73 Tinggi 10%

(sumber : perhitungan nilai SBE)

Gambar 26 Pekarangan dengan nilai SBE tertinggi Gambar 25 Grafik nilai SBE pada pekarangan -40

-20 0 20 40 60 80

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

Nila

i SB

E

(51)

33 Sedangkan nilai SBE pemandangan berkisar antara -23 (sampel 16) sampai 147 (sampel 17) disajikan pada Gambar 27. Kualitas visual pemandangan pada tapak memiliki nilai SBE rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan pekarangan.

Kualitas visual pada pemandangan juga dibagi ke dalam tiga kategori yaitu kategori estetika rendah, sedang dan tinggi dengan range nilai yang berbeda (Tabel 14). Sebagian besar pemandangan lahan pertanian pada tapak memiliki kualitas visual sedang. Sampel yang termasuk dalam kategori estetika tinggi sebanyak 37%, sedang 40%, dan rendah 23% (Tabel 12). Pemandangan kualitas visual sedang hingga tinggi tersebar di dusun II, III, dan IV. Pemandangan yang paling banyak disukai dengan nilai SBE tertinggi dapat dilihat pada Gambar 28. Pekarangan dan lahan pertanian yang termasuk dalam kategori kualitas estetika sedang hingga tinggi merupakan potensi yang selanjutnya dapat dikembangkan menjadi objek agrowisata. Titik lokasi pekarangan dan lahan pertanian tersebut terhadap tapak dapat dilihat pada Gambar 29.

Tabel 14 Kategori kualitas estetika pemandangan

No Nilai SBE Kualitas Visual Persentase 1. (-38) – 23 Rendah 23 %

2. 24 – 85 Sedang 40 %

3. 86 – 147 Tinggi 37%

(sumber : perhitungan nilai SBE)

Gambar 28 Pemandangan dengan nilai SBE tertinggi Gambar 27 Grafik nilai SBE pada pemandangan

(52)

34

(53)

35 F. Hidrologi

Sumber air di Desa Alamendah yaitu sungai (Gambar 30), sumur galian, PAM dan mata air. Kawasan Desa Alamendah termasuk kedalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum dengan sub DAS Ciwidey (BPS Kabupaten Bandung). Terdapat beberapa sungai yang melewati tapak yaitu Sungai Cianggawana, Sungai Warungpalu, Sungai Cikarancang, dan Sungai Cioleole. Kualitas air sungai cukup baik, namun masih ada warga yang membuang sampah ke sungai walaupun tidak banyak jumlahnya.

Sumber air dari mata air melimpah, air tersebut disalurkan kerumah warga tidak menggunakan keran, air dibiarkan mengalir dan diberi ember penampung. Hampir semua sumber air dapat dipergunakan untuk keperluan sehari – hari. Prasarana drainase yang ada pada tapak yaitu gorong gorong (Gambar 31) dan pipa pipa untuk sistem irigasi pada lahan pertanian.

G. Tata Guna Lahan

Menurut data dari profil desa tahun 2004, penggunaan lahan di Desa Alamendah terdiri dari jalan, sawah dan ladang, permukiman, kolam, agrowisata stroberi, dan lain – lain. Agrowisata yang dimaksud yaitu “agrowisata petik sendiri buah stroberi” yang berada di pinggir jalan lokal. Penggunaan lahan di Desa Alamendah dominasi oleh dengan tegalan yaitu sebesar 88.71% (Tabel 15).

Gambar 31 Irigasi pada tapak

(54)

36

Keberadaan tegalan yang cukup luas pada tapak merupakan sebuah potensi yang mendukung pengembangan agrowisata.

Tabel 15 Penggunaan lahan Desa Alamendah

No Jenis Penggunaan Lahan Persentase (%)

1. Jalan 1.38

2. Sawah dan Tegalan 88.71

3. Kolam 0.99

4. Permukiman 6.92

5. Agrowisata Stroberi 0.30

6. Lain-lain 1.59

Jumlah 100

(Sumber : Profil Desa Tahun 2004) Aspek Biofisik

Aspek biofisik meliputi jenis tanaman dan jenis satwa yang terdapat di Desa Alamendah. Terdapat tanaman yang dapat hidup dan berkembang di Desa Alamendah yaitu tanaman sayuran dan buah-buahan, tanaman hias, serta tanaman obat. Tabel 16 berikut menunjukkan jenis tanaman yang ada di Desa Alamendah. Tabel 16 Jenis tanaman di Desa Alamendah

No Nama Lokal Nama Latin

Tanaman Sayuran dan Buah-Buahan

1 Bawang Daun Allium fistulosum

2 Stroberi Fragaria x ananassa

3 Seledri Apium graveolens

4 Wortel Daucus carota

5 Pakcoy Brassica rapa

6 Jagung Zea mays

7 Cabai Capsicum annum

8 Sawi Brassica sp.

9 Kol Brasicca oleracea

10 Kangkung Ipomoea reptana

11 Tomat Lycopersicum esculantum

12 Terong Salanum melongena

13 Kentang Solanum tuberosum

14 Selada Lactuca sativa

15 Buncis Phaseolus vulgaris

16 Bawang Putih Allium sativum

17 Asparagus Asparague officinalis

18 Kol Putih Brassica chinensis

19 Kol Ungu Brassica oleracea

20 Bit Beta vulgaris

21 Katuk Sauropus androgynu

22 Paprika Capsicum annuum L.

23 Cabai Rawit Capsicum frutescens

24 Paria Momordica charantia

Gambar

Gambar 4  Peta batas administrasi Desa Alamendah
Tabel 3  Jarak dan waktu tempuh menuju Desa Alamendah
Gambar 7  Letak pekarangan : (a) tipe A, (b) tipe B, dan (c) tipe C
Gambar 9  Pekarangan dengan beberapa jenis tanaman sayuran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan serta berdasarkan pengolahan data, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kepramukaan dapat membina sikap nasionalisme pada siswa

Penelitian ini bertujuan untuk mendes- kripsikan peran pemerintah daerah Kabupaten Manokwari melalui petugas penyuluh lapangan dalam menyebarkan inovasi dan peran masyarakat

Diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (STEMI Inferior), tindakan yang dilakukan adalah mengatur tempat tidur dan lingkungan pasien, melakukan

Ummy Bakery by Helen Chu adalah sebuah usaha yang bergerak dalam bidang bakery supplier. Usaha ini didirikan pada tahun 2001 oleh ibu Helen Chu yang

Topik penelitian yang dilakukan IMPLEMENTASI FACE IDENTIFICATION DAN FACE RECOGNITION PADA KAMERA PENGAWAS SEBAGAI PENDETEKSI BAHAYA PENGENALAN WAJAH (FACE RECOGNITION)

Perbedaan Efektivitas Ekstrak Rimpang Temulawak (Curcuma Xanthorriza Roxb.) Dengan Ekstrak Daun Salam (Eugenia Polyantha Wight) Pada Penurunan Kadar Kolesterol Total Tikus

Sepanjang 2005, Bank Danamon aktif melakukan diskusi dan pertukaran informasi dengan pemegang saham, komunitas lembaga investasi dan komunitas pialang saham melalui berbagai

Dari hasil kegiatan yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa: (1) pada dasarnya warga masyarakat tertarik untuk memanfaatkan lahan pekarangan untuk menanam