• Tidak ada hasil yang ditemukan

ISRAEL DARI OCCUPIED PALESTINIAN TERRITO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ISRAEL DARI OCCUPIED PALESTINIAN TERRITO"

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

Fakultas Hukum – UNISAN i

JURNAL HUKUM

JUSTITIA

Diterbitkan oleh:

(4)

ii Fakultas Hukum - UNISAN

JURNAL HUKUM

JUSTITIA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ICHSAN GORONTALO

Penasehat : Dekan Fakultas Hukum Universitas Ichsan Gorontalo

Penanggung Jawab : Ketua Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Ichsan Gorontalo

Pemimpin Redaksi : Rafika Nur

Dewan Redaksi : Marwan Djafar Asdar Arti Muh. Nasir Alamsyah

Djamaris Machmud

Redaktur Pelaksana : Kingdom Makkulawusar

Sekretaris Redaktur : Hijrah Lahaling Darmawati

Mitra Bestari : Iin Karita Sakharina (Universitas Hasanuddin)

Johan Jassin (Universitas Negeri Gorontalo) Samsul Halim (Universitas Muhammadiyah Palu) Syamsul Bachri (Universitas Hasanuddin)

Desain Grafis & Layout : Ahsan Yunus

Distribusi & Pemasaran : Nur Insani

Zubair S. Mooduto

Alamat Redaksi : Fakultas Hukum Universitas Ichsan Gorontalo Jl. Raden Saleh No. 17, Kota Gorontalo, 96115 Tel/Fax : (0435) 829975 / (0436) 829976 E-mail : fhunisan@yahoo.com

Website : http://www.fakultashukumunisan.ac.id

JURNAL HUKUM JUSTITIA

Jurnal ilmiah yang diterbitkan secara berkala oleh Fakultas Hukum Universitas Ichsan Gorontalo. Terbit tiap bulan Maret dan September,

(5)

Fakultas Hukum – UNISAN iii

D

AFTAR ISI

Jurnal Hukum JUSTITIA Volume III, Nomor 2 Maret 2016

ISSN: 2338-9192

ISRAEL : DARI OCCUPIED PALESTINIANTERRITORY

HINGGA LARANGAN MASUK BAGI MENLU RI KE TEPI BARAT PALESTINA

Kadarudin, Sri Wahyuni Kadir .……….……… 109-123

TINJAUAN KRIMINOLOGI TERHADAP KEJAHATAN PEDOFILIA

TERHADAP ANAK DI KABUPATEN GOTONTALO

Darmawati ………..……… 125-139

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN DALAM PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

Arniansi Utami Akbar ...……….……… 141-181

EFEKTIVITAS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH KEJAKSAAN NEGERI MAKASSAR

Suardi Rais …………...………..……..……… 183-197

EFEKTIVITAS TRANSPARANSI (GOOD GOVERNANCE)

DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN KOTA GORONTALO

Albert Pede ... 199-213

KEWENANGAN PEMERINTAH KABUPATEN TERHADAP PENERTIBAN

IZIN USAHA PERTAMBANGAN EMAS DI KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

Wira Purwadi ... 215-2 22

KEWARISAN MASYARAKAT KAJANG LE’LENG

Hasnia ... 223-241

Ucapan Terima Kasih

(6)

iv Fakultas Hukum - UNISAN

E

DITORIAL

Pembaca yang budiman,

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa dan yang telah memberikan kami kekuatan,

kesempatan, dan karunia yang begitu besar sehingga penerbitan jurnal hukum “JUSTITIA”

Fakultas Hukum Universitas Ichsan Gorontalo. Volume III Nomor 2 Maret 2016 dapat terlaksana dengan baik, merupakan suatu langkah progresif yang digagas oleh Fakultas Hukum Universitas Ichsan Gorontalo untuk melahirkan suatu jurnal ilmiah yang sekaligus dimaksudkan untuk mengisi kekosongan ruang ekspresi ilmiah khususnya isu-isu yang berhubungan dengan perkembangan ilmu hukum secara umum, baik itu dalam aspek internasional, pidana, tata negara, administrasi negara, maupun isu-isu hukum adat.

Volume III Nomor 2 Maret 2016 menghadirkan beberapa penulis yang memiliki kepakaran di bidang masing-masing. Kadarudin menuangkan gagasannya tentang occupied palestinian territory hingga larangan masuk bagi Menlu RI ke tepi barat palestina yang dilakukan oleh Israel, isu mengenai Israel tersebut terus saja bergulir akibat sejumlah kontroversi yang terus dilakukan melalui kebijakan-kebijakan negaranya sehingga isu ini sangat menarik untuk dibaca, apalagi isu ini sangat berkaitan dengan kepentingan Indonesia dalam memulai bentuk kerjasama diplomatiknya dengan Palestina.

Selanjutnya Darmawati yang menulis tentang tinjauan kriminologi terhadap kejahatan

pedofilia terhadap anak di Kabupaten Gorontalo, Arniansi Utami Akbar yang menulis tentang penegakan hukum terhadap anak sebagai korban dalam penyalahgunaan narkotika, dan Suardi Rais yang menulis tentang efektivitas penyidikan tindak pidana korupsi di Kejaksaan Negeri Makassar, ketigaa isu hukum pidana ini sangat menarik karena berhubungan langsung dengan aparat penegak hukum. Albert Pede yang menulis tentang efektivitas transparansi (good governance) dalam penyelenggaraan pemerintahan Kota Gorontalo, dan Wira Purwadi yang menulis tentang kewenangan pemerintah kabupaten terhadap izin usaha pertambangan emas di Minahasa Tenggara. Kedua isu hukum tata negara dan administrasi negara ini juga sangat menarik untuk dibaca karena dengan pertimbangan kontemporer dan pentingnya diskresi serta alas hak bagi pemerintah daerah dalam mengambil suatu kebijakan.

Kemudian isu dalam Volume III Nomor 2 Maret 2016 ditutup oleh gagasan yang dikemukakan oleh Hasnia dengan tulisannya yang berjudul kewarisan masyarakat Kajang Le’leng. Semoga berbagai isu-isu ilmu hukum yang tersaji baik itu isu hukum internasional, hukum pidana, hukum tata negara dan administrasi negara, serta hukum adat dalam Volume ketiga ini, akan memberikan sebuah bentuk pencerahan baru yang bermanfaat bagi semua kalangan yang intens dan fokus mengkaji permasalahan yang berhubungan dengan ilmu hukum yang terus berkembang dewasa ini.

Selamat membaca.

(7)

Fakultas Hukum – UNISAN 109

ISRAEL : DARI OCCUPIED PALESTINIAN TERRITORY

HINGGA LARANGAN MASUK BAGI MENLU RI KE TEPI BARAT PALESTINA

Kadarudin

Pusat Studi Hak Asasi Manusia (PusHAM) Universitas Hasanuddin kadarudin.alanshari@gmail.com

Sri Wahyuni Kadir

Program Studi Ilmu Hukum, Universitas Sulawesi Barat wahyunikadir16@gmail.com

Abstract

Measures occupied Palestinian territory taken by Israel is a violation of public international law and international humanitarian law, so it takes political will of the UN, especially the UN Security Council to take a stand against the Israel action. In addition, the acceptance of Palestine as a state Party to the ICC marks a new phase for the Palestinians, as it has got access to report and prosecute all acts of Israel as a crime against humanity and war crimes. The attitude should be done by Indonesia concerning the Israel actions that prohibit the Minister of Foreign Affairs, go to the western edge of the Palestinians is to ask Israel's official explanation in a meeting of the UN General Assembly related to the reason for disapproval.

Keyword : Israel, violation, occupied Palestinian territory.

I. PENDAHULUAN

Berbicara mengenai hubungan antara negara maka tidak akan terlepas dari persoalan sikap politik suatu negara terhadap negara lain dalammelakukan hubungan internasionalnya. Hubungan antar negara ini kemudian dapat saja terjadi antara satu negara dengan negara lainnya atau bahkan melalui suatu organisasi internasional/regional tertentu yang biasa disebut sebagai masyarakat internasional. Dalam kita berhubungan dengan negara lain selalu ada permasalahan dan juga kendala yang harus

segera diselesaikan (Birkah Latif dan Kadarudin “1”, 2013:21). Sikap suatu negara dalam memandang

negara lain ini biasanya sangat dipengaruhi oleh latar belakang lahirnya suatu negara, ekonomi, sosial, budaya, atau bahkan bisa jadi dipengaruhi pula oleh pemikiran mengenai untung-rugi yang sifatnya sangatlah pragmatis, sehingga ketika pandangan negara tersebut dipengaruhi oleh salah satu yang disebutkan tadi, maka pengaruh itu pulalah yang akan disikapinya dalam melakukan hubungan internasional selanjutnya.

(8)

110 Fakultas Hukum - UNISAN

Walaupun pelanggaran terhadap hukum internasional biasanya lebih menarik perhatian, dalam kenyataan hidup sehari-hari negara dan subjek lainnya dapat dikatakan menuruti kaidah-kaidah hukum internasional tersebut (Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, 2003:45). Israel merupakan salah

satu “negara” yang sering memunculkan kontroversi, baik dari segi sikap negaranya dalam

memandang negara lain, maupun dari segi perlakuan negaranya terhadap bangsa Palestina. Kontroversi-kontroversi dimaksud adalah sikap Israel yang memusuhi negara-negara yang pro terhadap eksistensi Palestina di dunia internasional, pembangunan perumahan di tepi barat Palestina oleh Israel yang termasuk bagian dari upaya occupied Palestinian territory, larangan masuk bagi Menteri Luar Negeri Republik Indonesia di tepi barat Palestina, gencatan senjata Israel-Palestina tepat 2 tahun lalu (2014), hingga langkah awal pendekatan Israel (soft approach) terhadap Indonesia melalui undangan beberapa wartawan Indonesia ke negaranya baru-baru ini.

Sejumlah kontroversi dan sikap Israel ini kemudian di “amini” oleh para sekutunya, salah satu

yang sangat jelas terlihat adalah tindakan keras Amerika Serikat terhadap penerimaan The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) bagi Palestina sebagai anggota. Sikap yang ditunjukkan oleh Amerika Serikat ini tentunya manambah pesimistis negara-negara netral yang menginginkan kedamaian antara Israel-Palestina, Amerika Serikat sebagai salah satu negara tetap anggota Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) yang memiliki hak veto selain 4 negara lain (Rusia, Republik Rakyat Tiongkok, Perancis, dan Britania Raya) menelanjangi logika sederhana kita semua, bahwa sesungguhnya DK PBB dibentuk dengan tujuan (1) menginvestigasi situasi apapun yang mengancam perdamaian dunia; (2) merekomendasikan prosedur penyelesaian sengketa secara damai; (3) meminta seluruh negara anggota PBB untuk memutuskan hubungan ekonomi, serta laut, udara, pos, komunikasi radio, atau hubungan diplomatik; dan (4) melaksanakan keputusan Dewan Keamanan secara militer, atau dengan cara-cara lainnya, tidak satupun ditunjukkan oleh sikap Amerika terhadap Palestina. Padahal kita tahu bersama bahwa DK PBB ini memiliki tempat yang cukup penting di organisasi PBB, dimana kedudukan DK PBB merupakan salah satu dari 6 organ utama yang dimiliki oleh PBB (selain Majelis Umum, Dewan Ekonomi dan Sosial, Sekretariat, Mahkamah Internasional, dan Dewan Perwalian).

(9)

Fakultas Hukum – UNISAN 111 contoh kasus pembangkangan negara yang disebut terakhir adalah 2 kasus yang berbeda dan tidak dapat dianalogikan sikap negaranya terhadap DK PBB maupun terkhusus bagi Amerika Serikat.

Kontroversi yang terus ditunjukkan oleh Israel ini kemudian membuat ketenangan negara-negara didunia terusik (baik secara langsung maupun tidak), hingga di forum-forum tertentu sikap Israel inipun kian dipertanyakan keabsahannya secara hukum diplomatik sebagai dasar hubungan antar negara. Salah satu contohnya konkretnya dapat kita lihat dari pernyataan sikap negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang awal tahun ini (2016) menggelar Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa, dalam KTT Luar Biasa OKI tersebut, Indonesia sebagai tuan rumah menunjukkan komitmennya terhadap eksistensi Palestina dengan menyatakan rencananya membuat kantor konsul kehormatan. Rencana inipun kemudian di follow up oleh Indonesia dengan mewujudkan rencana pembukaan kantor konsul kehormatan tersebut di Ramallah pada tanggal 13 Maret 2016 yang lalu.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi kemudian melantik Konsul Kehormatan Indonesia untuk Palestina, Maha Abou Susheh, yang berkedudukan di Kota Ramallah, Tepi Barat, Palestina. Wanita berusia 55 tahun itu akhirnya terpilih setelah disetujui oleh Kementerian Luar Negeri Palestina dan Pemerintah Indonesia. Sebelumnya Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo mengenalkan Susheh dengan menyebut namanya pada Senin, 7 Maret ketika membuka sidang debat umum KTT Luar Biasa OKI di Jakarta. Terkait dengan konsul kehormatan tersebut, maka terdapat 5 hal penting yang melingkupinya, berikut pemaparannya (http://www.rappler.com) :

1. Memiliki latar belakang pengusaha

Susheh merupakan Ketua Forum Pengusaha Wanita Palestina (BWF) di Ramallah. BWF merupakan organisasi non-profit yang bergerak untuk memajukan perekonomian kaum wanita Palestina. Programnya mulai dari pelatihan memasak dan menjahit untuk kaum wanita Palestina agar mereka bisa memiliki keterampilan dan bisa hidup mandiri. Dia juga dikenal aktif di berbagai kegiatan sosial dan bergabung dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Pada tahun 2006, Susheh mendirikan BWF bersama aktivis wanita Palestina lainnya. Saat itu, dia ditunjuk sebagai ketua. Selain itu, dia pemegang lisensi mobil Peugeuot di Palestina. Berdasarkan informasi yang dirilis oleh Kementerian Luar Negeri, Susheh berhasil masuk ke dalam daftar 50 pengusaha wanita paling berpengaruh versi Majalah Forbes Arab. Dia juga menjadi Presiden pada Dewan Direksi Riwaq yang membawahi isu perlindungan warisan arsitektur. Susheh juga merupakan anggota Palestina Trade Center.

2. Sudah dicalonkan sejak tahun 2012

Posisi konsul kehormatan sudah direncanakan oleh Pemerintah Indonesia sejak tahun 2012 lalu. Saat itu, Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengatakan penunjukkan konsul kehormatan merupakan alternatif dari dibukanya kedutaan besar Indonesia dan penugasan

diplomat Indonesia ke Palestina. “Kalau kita buka kedutaan di Ramallah, secara operasional

itu mengharuskan kita berkomunikasi dan bekerjasama dengan otoritas Israel. Tapi, pertanyaannya apakah kita mau tiap hari minta izin lewat ke Ramallah ke Israel?” ujar Marty. Posisi Indonesia, kata Marty, tidak mau berkomunikasi dengan Israel di tingkat

(10)

112 Fakultas Hukum - UNISAN

resmi. “Jadi, jalan yang paling tepat adalah penunjukkan konsul kehormatan,” kata mantan Wakil Tetap Indonesia untuk PBB di New York itu.

3. Dihalangi Israel

Niat Indonesia untuk bisa mewujudkan konsul kehormatan Palestina tidak mudah. Sebab, hal tersebut kerap dipersulit oleh Israel. Menurut Duta Besar Indonesa untuk Kerajaan Yordania dan merangkap Palestina, Teguh Wardoyo, mengatakan izin masuk untuk bisa ke Ramallah tidak mudah, harus melalui Israel. Sementara, karena Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, maka permasalahan izin turut difasilitasi oleh Pemerintah Yordania. “Jangan berpikir untuk bisa masuk ke Ramallah dari Amman sama seperti bepergian dari Jakarta menuju ke Bandung. Tidak ada jalan alternatif, terlebih

Palestina hingga saat ini masih dijajah oleh Israel,” ujar Teguh yang dihubungi melalui

telepon pada Kamis, 10 Maret. Sementara, juru bicara Kementerian Luar Negeri, Arrmanatha Nasir mengatakan pejabat konsulat kehormatan sudah dipilih sejak November

2015. Namun, surat keputusan Presiden baru terbit di bulan Desember. “Sementara, di awal

tahun ini, Menlu sudah harus bepergian ke beberapa negara Timur Tengah dan fokus ke isu Arab Saudi dan Iran. Maka, kami baru memiliki waktu untuk meresmikan konhor di bulan

Maret,” kata Arrmanatha melalui telepon.

4. Tidak mengurusi bidang politik

Sebagai konsuler kehormatan, Susheh hanya mengurusi isu terkait non politik seperti ekonomi dan pariwisata. "Tugas Ibu Susheh antara lain meningkatkan kerja sama ekonomi, sosial dan budaya antara Indonesia dan Palestina, promosi investasi dan pariwisata, serta perlindungan warga negara Indonesia bila diperlukan," ujar Arrmanatha ketika memberikan keterangan pers pada Kamis, 10 Maret. Dengan adanya konsuler kehormatan ini, juga membantu warga Palestina yang ingin ke Indonesia. Sebab, mereka tidak lagi perlu mengurus visanya ke KBRI di Amman, Yordania.

5. Bukti nyata dukungan Indonesia bagi Palestina

Direktur Jenderal Multilateral Kementerian Luar Negeri, Hasan Kleib, mengatakan dengan adanya konsul kehormatan maka ada jejak nyata Indonesia di area Tepi Barat, Palestina. Sebelumnya, Indonesia juga sudah memberikan dukungan nyata dalam bentuk pembangunan rumah sakit di kota Gaza. Susheh akan bekerja dari kantor pribadinya untuk mengurusi isu konsuler. Bendera Indonesia juga akan dikibarkan di sana.

(11)

Fakultas Hukum – UNISAN 113 II. PEMBAHASAN

A. Pandangan Hukum Internasional terhadap occupied Palestinian territory yang Dilakukan oleh Israel

Sebagaimana yang telah penulis paparkan sebelumnya bahwa Israel berkali-kali melakukan tindakan occupied Palestinian territory namun dunia seolah terdiam, banyak negara yang mengecam tindakan Israel tersebut namun belum bisa melakukan tindakan konkret demi mengehentikan upaya Israel tersebut, dan bahkan ada beberapa negara juga walaupun secara kuantitas tidak banyak malah mendukung aksi yang dilakukan Israel tersebut. Dalam melihat apa yang diperjuangkan Palestina dan upaya yang terus dilakukan Israel adalah tidak terlepas dari sejarah kedua bangsa tersebut, karena konflik keduanya bukan muncul baru-baru ini, namun konflik ini berasal dari akar sejarah yang sangat panjang.

Ulasan sejarah kedua bangsa ini kemudian tergambar secara objektif dari tulisan facebook account “Save Gaza Freedom for Palestine” yang berjudul Asal Mula Bangsa Yahudi dan Palestina, walaupun nama akun tersebut sangatlah subjektif, namun penulis mencermati bahwa ulasannya sangatlah berimbang, tidak ada yang ditutup-tutupi, bahkan setiap argumen yang dilontarkannya berdasarkan sumber yang menurut penulis sangatlah verified. Berikut ulasannya : Sejarah bangsa Israel bermula dari hijrahnya Nabi Ibrahim pada tahun 1900 Sebelum Masehi (SM) bersama pengikutinya dari Babilonia yang menghindari tekanan dari penguasa zalim Namruz. Orang-orang ini disebut dengan sebutan Ibrani yang berarti orang yang menyeberang. Pemilihan nama ini muncul karena saat

Nabi Ibrahim hijrah dari Babilon ke Kan’an (Palestina) harus melintasi sungai Eufrat. Sejak saat itu

kelompok muhajirin dan keturunannya menjadi suatu bangsa yang dinamai bangsa Ibrani. Sedangkan

bangsa Kan’an berasal dari jazirah Arab pada tahun 2500 SM. Mereka kemudian membangun sekitar

200 kota dan desa di sana seperti Pisan, Alqolan, Aka, Haifa, al Khalil, Usud, Bi’ru Alsaba’ dan

Betlehem. Mayoritas penduduk Palestina sekarang khususnya di wilayah pedesan merupakan turunan

dari kabilah bangsa Kan’an, Umuriyah dan Filistin.

Nama Palestina sendiri diambil dari salah satu nama bangsa pelaut yang bermukum di pesisir

dan berasimilasi dengan bangsa Kan’an. Bangsa Filistin kemungkinan datang dari daerah barat Asia

kecil dan wilayah laut Ijah sekitar abad ke 12 SM. Setelah Nabi Ibrahim wafat, kepemimpinan bangsa Ibrani selanjutnya diteruskan oleh Nabi Ishak, putranya. Selanjutnya Nabi Ishak digantikan oleh

putranya Nabi Ya’kub. Nabi Ya’kub mempunyai gelar kehormatan yang disebut Israel, artinya hamba

Allah yang amat taat. Beliau mempunyai 12 putera yaitu Rubin, Simeon, Lewi, Yahuda, Zebulon, Isakhar, Dan, Gad, Asyer, Naftali, Yusuf dan Bunyamin. Anak cucu Ya’kub inilah yang kemudian dikenal sebagai Bani Israel atau anak cucu Israel. Di antara seluruh putera Ya’kub, yang paling banyak keturunan adalah Yahuda, maka bangsa Bani Israel pun dibangsakan kepada Yahuda dengan sebutan Yahudi. Ketika Nabi Yusuf menjadi pejabat di pemerintahan Firaun, semua anak cucu Ya’kub kemudian hijrah ke Mesir. Di sana mereka diperlakukan dengan baik oleh Pharao atau Firaun zaman itu. Namun berabad-abad kemudian muncullah Firaun yang tidak suka pada mereka, namanya Thotmosis. Karena kekhawatirannya terhadap perkembangan bangsa Israel dan juga tidak suka pada aga tauhid yang dianuntnya, menyebabkan kedengkian dan menjadikan Bani Israel sebagai budak.

(12)

114 Fakultas Hukum - UNISAN

Pada abad ke 13 SM Allah kemudian mengutus Musa dan Harun untuk membebaskan Bani Israel dan mengajak Firaun untuk bertauhid. Tetapi Firaun menolak dan semakin menindas bangsa Israel hingga akhirnya Musa mengajak mereka kembali hijrah ke Kan’an. Firaun mencoba mencegah peristiwa hijrah tersebut, namun akhirnya ia tenggelam di Laut Merah. Sedangkan Bani Israel selamat mendarat di gurun Sinai. Dari Sinai mereka melanjutkan perjalanan melewati padang Syur yang tandus. Kemudian ke Sana, Mara, Elim dan Thursina. Di sinilah watak Bani Israel mulai terlihat, mereka menggerutu dan mengomel sepanjang perjalanan. Mereka juga menyesali Musa dan Harun yang telah membawa mereka hijrah dari Mesir. Kendati demikian Allah tetap memberikan kemudahan bagi Bani Israel, saat mereka berjalan di padang tandus ada gumpalan awan yang menaungi mereka. Begitu juga saat mereka lapar Allah menurunkan manna-salwa sebagai makanan. Di perjalanan perlahan-lahan kebodohan Bani Israel mulai terkuak. Saat mereka berjumpa dengan orang Assiria dan

Kan’an yang menyembah berhala, mereka meminta agar Nabi Musa membuat patung untuk mereka

sembah. Di gurun Sin, mereka kembali mengomel karena kehausan. Allah kemudian memerintahkan agar Musa ke lereng gunung Horeb dan memukul batu gunung sehingga keluar 12 mata air.

Di Thursina, Musa dan Bani Israel mendirikan perkampungan. Setelah itu Nabi Musa pergi ke bukit Thursina selama 40 hari untuk mendapatkan wahyu dari Allah berupa Taurat. Kepergian Musa ternyata dimanfaatkan oleh seorang pengikuti bernama Samiri, yang mengajak Bani Israel menyembah patung anak sapi. Setelah Musa kembali dari Thursina, ia mengajak seluruh Bani Israil untuk beriman pada Taurat. Namun mereka malah ragu dan ingkar sebagaimana yang tercantum dalam QS.

Al-baqarah ayat 55) yang bunyinya ”Wahai Musa, kami tidak akan pernah percaya kepadamu, kecuali

kami bisa melihat Allah secara langsung dengan jelas…”. Begitu juga saat mereka diajak berjihad

memasuki Kan’an (Palestina) mereka menolak dengan tidak sopan, peristiwa ini juga tercantum dalam QS. Al-Maidah, 5: 24 “Hai Musa, kami sampai kapan pun tidak akan memasukinya, selagi mereka ada didalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, Sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja”. Sebelum sampai di Kan’an Harun wafat, tugas beliau sebagai Imam Bani Israel diserahkan Musa kepada Eliazar putera Harun. Tak lama kemudian Musa wafat, ia berwasiat kepada Bani Israel agar meneruskan cita-cita memasuki negeri Palestina

(Kan’an)

Setelah Nabi Musa wafat kepemimpinan diserahkan kepada Eliazar, putera Harun. Sebelumnya Musa berwasiat agar Bani Israel meneruskan cita-cita memasuki negeri Palestina atau Kan’an. Kepemimpinan Elizar kemudian digantikan oleh Yusya. Yusla lah yang kemudian menggerakkan Bani

Israel keluar dari gurun Sinai untuk memerangi bangsa Kan’an dan Filistin yang menyembah berhala.

(13)

Fakultas Hukum – UNISAN 115 golongan Yahuda dan Benyamin memilih Rahbeam (anak Sulaiman) untuk menggantikan ayahnya sebagai raja.

Sementara 10 golongan yang lain memilih Yerobeam dari turunan suku Efraim. Karena tidak ada titik temu, kerajaan Israel akhirnya terpecah dua. Golongan Yahuda membentuk kerajaan sendiri yang dinamai Yahuda, berpusat di Yerusalem dengan rajanya Rahbeam. Walaupun kerajaan Yahuda kecil dari kerajaan Israel, namun mereka memiliki beberapa kelebihan seperti menguasai Palestina sebagai ibu kota pusaka raja Dawud. Baitul Maqdis berada di daerah mereka. Begitu juga dengan Tabut, tempat tersimpannya Taurat Musa yang berada di wilayah mereka. Kelebihan tersebut rupanya membuat Yerobeam, raja Israel tidak senang. Apalagi pengaruh kekuasaan kerajaan Yahuda tetap mendalam di hati semua rakyat, karena setiap sembahyang mereka tetap menghadap ke Palestina (Baitul Maqdis). Untuk menyainginya Yerobeam membuat patung lembu emas untuk sesembahan rakyat Israel sebagai ganti ibada biasa menyembah Yehoah (Allah) sambil berkiblat ke Baitul Maqdis.

Kehancuran kerajaan Israel dan Yahuda berawal ketika bangsa Assiria pada tahun 721 SM menyerang kerajaan Israel yang berpusat di Samaria. Seluruh negeri mereka hancurkan, ribuan orang Israel mati terbunuh, orang-orang terkemuka ditawan dan dibuang ke Assiria. Pada tahun 606 SM kerajaan Yahuda mengalami nasib yang sama. Tentara Babilonia di bawah kekuasaan Nebukadnezar menyerang Palestina. Kota Palestina dihancurkan, ribuan orang terbunuh, selebihnya dijadikan budak. Sebagian lagi meloloskan ke tanah Arab, tepatnya di Yatsrib, sekarang Madinah. Peristiwa ini jauh-jauh hari sudah diperingatkan Nabi Musa, jika mereka menyimpang dari Taurat mereka akan mendapat hukuman dari Allah. Peristiwa duka ini sudah diperingatkan Musa kepada Bani Israel sebelum beliau wafat, bahwa jika mereka menyimpang dari Taurat mereka akan mendapatkan hukuman dari Allah (wasiat ini tertera dalam Kitab Ulangan: XXVIII; 15, 21, 25, 26). Setelah 70 tahun bangsa Yahudi jadi budak di Babilonia, mereka kemudian diperobelehkan kembali ke Palestina pada tahun 539 SM. Saat itu Babilonia telah ditaklukkan oleh Persia di bawah kekuasaan Cirus. Tetapi akibat musnahnya Yaurat dan pembuangan selama 70 tahun telah mengubah pandangan hidup bangsa Yahudi, mereka kehilangan pedoman.

Tahun 330 SM, Alexander Agung dari Macedonia (Yunani) mengalahkan Raja Persia, Darius III. Bangsa Yahudi pun berganti tuan. Tahun 301 SM negeri jajahan Yunani sebagian dapat direbut Mesir, salah satunya adalah Palestina. Tahun 199 SM Assiria merebut Palestina dari Mesir dan menguasainya selama 50 tahun sampai tahun 142 SM. Di tahun inilah bangsa Yahudi berhasil merebut kemerdekaan di tangan Assiria. Tak sampai seabad, tahun 63 SM mereka telah jatuh menjadi jajahan bangsa Romawi. Pada masa penjajahan Romawi inilah Allah mengutus Nabi Isa. Allah mengutus Nabi isa untuk mengajak Bani Israel agar berpegang teguh pada ajaran Musa diingkari dengan penuh kedengkian. Tahun 33 SM diadakan perayaan Paskah tahunan di Bait Allah (Batul Maqdis), sebagai perayaan selamatnya bangsa Israel dari penindasan Firaun. Namun perayaan tersebut berubah menjadi pesta perniagaan yang diwarnai dengan perjudian. Bahkan di pintu gerbang Bait Allah diberi patung Garuda sebagai lambang kebesaran kekaisaran Romawi. Hal ini membuat Nabi Isa dan pengikutnya menyerbu Bait Allah. Kerusuhan itu menimbulkan kemarahan penguasa Romawi. Romawi kemudian mencoba untuk menangkap Nabi Isa dan pengikutnya. Tetapi mereka telah menyingkir dan bersembunyi di bukit Gesmani. Pada saat itu orang Yahudi menyebarkan isu bahwa Isa akan

(14)

116 Fakultas Hukum - UNISAN

melakukan pemberontakan terhadap Romawi dan mengangkat dirinya sebagai Raja Yahudi. Darisinilah awal mulai terjadinya penangkapan Isa dan terjadilah peristiwa penyaliban Isa yang kontroversial.

Pada tahun 70 M, Bani Israel pernah mencoba memberontak pada Romawi tapi tidak berhasil. Komandan militer Romawi, Titus, berhasil mematahkan pemberontakan tersebut. Tahun 132-135 M mereka kembali memberontak dan lagi-lagi gagal. Julius Cyprus, pemimpin Romawi akhirnya memporak-porandakan Yerusalem. Di atas puing kota ini, Kaisar Romawi, Hendrian I membangun kota baru yang dinamakan Elia Capitolina yang kemudian dikenal dengan nama Elya. Bangsa Yahudi dilarang memasuki kota Yerusalem selama 200 tahun kemudian. Jumlah populasi mereka pun sangat

jarang di sepanjang 18 abad berikutnya. Sementara penduduk pribumi dari keturunan Kan’an yang

berasimilasi dengan kabilah Arab tetap langgeng di sana. Romawi menguasai Palestina sampai tahun 640 M hingga datangnya Islam. Kota Yerusalem kemudian diserahkan secara resmi pada Khalifah Umar bin Khattab tanpa peperangan. Di bawah pemerintah Islam seluruh rakyat diperlakukan dengan adil dan diberi kebebasan beribadah sesuai agama masing-masing. Saat itu Yahudi, Kristen dan Islam hidup rukun dan berdampingan.

Ulasan sejarah bangsa Israel dan Palestina dalam tulisan facebook account “Save Gaza Freedom for Palestine” kemudian dilengkapi dari ulasan dari http://www.portalsejarah.com/, berikut ulasannya :

Era kerajaan Romawi yang mencatatkan bagian lain dalam sejarah berdirinya negara Palestina berlangsung selama 3 periode yaitu Romawi Iudea pada tahun 63 sebelum masehi yang kemudian dilanjutkan oleh periode Romawi Syria Palestina pada tahun 132 sebelum masehi, dan berakhir di sekitar tahun 630-an karena kekalahan pasukan Romawi dalam beberapa perang besar. Kekalahan pasukan Romawi juga membuka gerbang bagi masuknya kekhalifahan Muslim yang dipimpin oleh Rashidun dan Umayyad hingga tahun 968 sebelum akhirnya Kekhalifahan Fatimid menyerang. Kekhalifahan Fatimid hanya mampu bertahan hingga tahun 1054 dan mulai runtuh karena serangan dari para crusader saat Perang Salib.

Sejarah berdirinya negara Palestina moderen dimulai dari tahun 1516 ketika Ottoman Turki menduduki Palestina dan Istanbul ditunjuk sebagai pemerintah lokalnya. Kekuasaan akan Palestina terancam ketika Napoleon memulai perang di tahun 7 Maret hingga Juli tahun 1799. Penyerangan ini gagal dan berakhir saat Napoleon dibunuh oleh adiknya yang bekerja sama dengan Ottoman. Pada tanggal 10 Mei 1832, daerah Syria Ottoman dikuasai oleh ekspansionis Mesir di bawah pimpinan Muhammad Ali dalam perang Mesir-Ottoman di tahun 1831, meski begitu pihak Ottoman kembali melawan dan baru kalah ketika mereka bergabung dengan Kekaisaran Jerman dalam Perang Dunia I.

(15)

Fakultas Hukum – UNISAN 117 Negara Palestina yang menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 15 November 1988 ini memiliki sebuah kisah menarik di dalamnya. Yang pertama kali mendeklarasikan kemerdekaan negara ini adalah Organisasi Liberasi Palestina (PLO) di Algiers yang saat itu bertindak sebagai government-in-exile, sebutan bagi sebuah kelompok politik yang mengklaim diri mereka sebagai pemerintahan yang legit tapi tidak mampu menggunakan kekuatan mereka dan malah tinggal di negara lain. Daerah yang diklaim sebagai bagian dari negara Palestina ini adalah daerah Tepi barat dan Jalur Gaza, sementara Yerusalem ditentukan sebagai ibu kotanya. Meski begitu, sejak tahun 1967 hampir seluruh daerah yang diklaim oleh Palestina kini diduduki oleh tentara Israel sebagai hasil dari perang Enam Hari yang terjadi pada tanggal 5 hingga 10 Juni di tahun tersebut.

Berdasarkan dari ulasan sejarah, maka dapatlah diketahui bahwa sesungguhnya apa yang dilakukan Israel kepada bangsa Palestina adalah sebuah cerminan keserakahan terhadap suatu wilayah sehingga nilai-nilai hak asasi manusiapun kemudian diabaikan, pengabaian nilai-nilai kemanusiaan tersebut menandakan betapa tidak seimbangnya negara-negara dalam melakukan hubungan internasional, padahal sedari awal PBB dibentuk untuk menyeimbangkan posisi negara-negara sehingga tidak ada yang dominan antara yang satu dengan yang lainnya. Negara-negara barat yang memprakarsai keberanian Israel melakukan tindakan occupied Palestinian territory adalah bukti kuat mengapa nuansa politik sering mendominasi hubungan antar negara.

Negara-negara barat dengan segala upaya menciptakan suatu kondisi untuk mendukung cita-cita gerakan Zionis, dan lemahnya Kekhalifahan Ustmaniyah pada saat Palestina berada di bawah kekuasaannya (1526-1917), berperan dalam keberhasilan gerakan Zionis tersebut. Pada Konferensi London (1905-1907) muncul gagasan untuk mendirikan “negara tirai” di wilayah Palestina dan pada saat itu Perdana Menteri Inggris Campbell Weizm, merekomendasikan untuk mendirikan entitas yang menjadi tirai humanis yang kuat dan asing di wilayah timur laut tengah dan sebaik-baik pelaksana proyek ini adalah Yahudi (Muhsin Muhammad Saleh, 2002:32 dalam Inggrit Fernandes, 2011:1). Hal inilah yang kemudian menjadi cikal-bakal keberanian Israel untuk menguasai wilayah Palestina, karena selain memang menguntungkan bagi negaranya, hal ini juga mendapat dukungan yang kuat dari negara-negara barat.

Negara Israel berdiri pada tanggal 14 Mei 1948 didasarkan pada Resolusi Majelis Umum PBB No. 181 tahun 1947 (Adian Husaini, 2002:15 dalam Inggrit Fernandes, 2011:1). Resolusi ini menetapkan Jerusalem sebagai daerah yang berada di bawah kekuasaan internasional. Pada tanggal 29 November tahun 1947 Israel melanggar resolusi ini dengan mengklaim Jerusalem sebagai jantung kota Israel (Adian Husaini, 2002:157 dalam Inggrit Fernandes, 2011:1). Sejak diklaimnya Palestina sebagai teritorial negara Israel, maka Israel mulai melakukan pembangunan pemukiman di wilayah Palestina dengan dua proses evekuasi dan substitusi. Proses evakuasi dan substitusi yaitu dengan mengosongkan wilayah dan mengganti penduduknya dengan bangsa Yahudi yang dilakukan dengan cara kekerasan dan pembunuhan terhadap penduduk sipil Palestina. Hal ini sesuai dengan kebijakan utama politik luar negeri Israel adalah ekspansi wilayah , yang dapat dilihat dari dikuasainya 80% wilayah Palestina pada tahun 1949, jauh melebihi bagian yang ditetapkan PBB pada tahun 1947 yaitu hanya sebesar 56%. Proses substitusi rakyat Palestina dengan penduduk Israel mencapai proporsi yang sulit dipecahkan, selain itu pemerintahan Israel menghancurkan tempat ibadah Islam dan Kristen dan pada bulan Mei

(16)

118 Fakultas Hukum - UNISAN

1949 kemudian Israel membangun 1.947 pemukiman baru dan bulan Oktober 1947 imigran Yahudi berdatangan ke wilyah Palestina, jumlah mereka mencapai 25.255 imigran (Comes, 2001:137 dalam Inggrit Fernandes, 2011:2). Karena itulah kemudian mengapa hingga saat ini tindakan Israel mendapat kecaman dari sebagian besar negara-negara anggota PBB dan negara-negara yang tergabung dalam organisasi internasional tertentu.

Melihat tindakan occupied Palestinian territory oleh Israel, jika ditinjau dari perspektif Hukum Internasional Publik maka tindakan Israel ini dianggap telah melanggar Courtesy Principle yaitu prinsip saling menghormati dan saling menjaga kehormatan negara, prinsip ini merupakan salah satu prinsip yang telah menjadi jus cogens dalam hukum internasional sehingga keberlakuannya bersifat

erga omnes bagi negara-negara tanpa terkecuali. Prinsip-prinsip hukum internasional umum ini (salah satunya adalah Courtesy Principle) juga termasuk salah satu sumber hukum internasional (mengenai penggolongan sumber hukum internasional menurut para sarjana dan menurut Pasal 38 ayat 1

Mahkamah Internasional, lihat Birkah Latif dan Kadarudin “2”, 2013:25-26), sehingga harus dipatuhi oleh negara-negara sebagai salah satu subjek hukum internasional, bahkan negara merupakan subjek utama dalam hukum internasional, sehingga Israel dalam kaitannya dengan tindakan occupied Palestinian territory telah melanggar hukum internasional. Courtesy Principle ini juga telah menjadi hukum kebiasaan internasional dan menjadi salah satu sumber hukum internasional, hukum kebiasaan internasional selalu dimengerti dalam dua hal yaitu adanya praktik negara-negara atau kebiasaan internasional disatu pihak, dan adanya perasaan yang mewujudkan kewajiban, sebagai consensus dilain pihak (F.A. Wishnu Situni, 1989:19). Bahkan dalam Piagam PBB sebagai dasar pembentukan dan terikatnya negara-negara anggota PBB telah mengatur bahwa “bangsa-bangsa diharapkan saling menghormati dan bekerjasama atas dasar persamaan dan kekeluargaan, bangsa-bangsa wajib menghormati kedaulatan negera lain, bangsa-bangsa diharapkan hidup berdampingan secara damai, serta bangsa yang satu tidak boleh memaksa kehendak kepada orang lain atau bangsa lain”.

Hukum Humaniter Internasional sebagai salah satu cabang dari hukum internasional publik juga mengatur secara tegas dalam Protokol Tambahan I Tahun 1977 tentang Hubungannya dengan Perlindungan Korban-Korban Sengketa-Sengketa Bersenjata Internasional, dalam pembukaan protokol tersebut (dimana Palestina sebagai salah satu negara pihak) diatur bahwa :

- The High Contracting Parties (Pihak-Pihak Peserta Agung),

- 'Proclaiming' their earnest wish to see peace prevail among peoples (‘Mengumumkan’ hasrat keinginan mereka yang sungguh-sungguh untuk melihat terwujudnya, perdamaian diantara rakyat-rakyat),

(17)

Fakultas Hukum – UNISAN 119 sesuatu Negara, atau dengan cara apapun lainnya yang bertentangan dengan tujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa),

- 'Believing' it necessary nevertheless to reaffirm and develop the provisions protecting the victims of armed conflicts and to supplement measures intended to reinforce their application (‘Berpendapat’ sekalipun demikian, perlu menegaskan kembali dan mengembangkan ketentuan-ketentuan yang melindungi para korban sengketa-sengketa bersenjata dan melengkapi tindakan-tindakan yang bertujuan untuk memperkuat kembali penerapannya),

- 'Expressing' their conviction that nothing in this Protocol or in the Geneva Conventions of 12 August 1949 can be construed as legitimizing or authorizing any act of aggression or any other use of force inconsistent with the Charter of the United Nations (‘Menyatakan’ keyakinan mereka bahwa tidak satupun ketentuan di dalam protokol ini atau di dalam Konvensi- konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949 dapat diartikan sebagai mengesahkan atau mengijinkan setiap tindakan agresi atau setiap penggunaan kekerasan yang bertentangan dengan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa),

- 'Reaffirming' further that the provisions of the Geneva Conventions of 12 August 1949 and of this Protocol must be fully applied in all circumstances to all persons who are protected by those instruments, without any adverse distinction based on the nature or origin of the armed conflict or on the causes espoused by or attributed to the Parties to the conflict

(‘Menegaskan kembali’ selanjutnya bahwa ketentuan-ketentuan dari Konvensi-Konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949 dan Protokol ini harus diterapkan sepenuhnya di dalam segala keadaan bagi semua orang yang dilindungi oleh persetujuan-persetujuan tersebut tanpa suatu pembedaan yang merugikan yang didasarkan atas sifat atau asal mula sengketa bersenjata itu atau atas sebab-sebab yang ditimbulkan oleh atau yang dianggap berasal dari Pihak- pihak dalam sengketa).

Bahkan lebih tegas dalam Pasal 1 tentang General principles and scope of application (Asas-asas umum dan ruang lingkup penerapan) dalam Protokol tersebut diatur bahwa :

(1) The High Contracting Parties undertake to respect and to ensure respect for this Protocol in all circumstances (Pihak-pihak Peserta Agung berjanji untuk menghormati dan menjamin dihormatinya Protokol ini dalam segala keadaan);

(2) In cases not covered by this Protocol or by other international agreements, civilians and combatants remain under the protection and authority of the principles of international law derived from established custom, from the principles of humanity and from the dictates of public conscience (Dalam hal-hal yang tidak tercantum di dalam Protokol ini atau di dalam persetujuan-persetujuan internasional 1ainnya, orang-orang sipil dan kombatan-kombatan tetap berada di bawah perlindungan dan kekuasaan asas-asas hukum internasional yang berasal dari kebiasaan yang telah berlaku, dari asas-asas kemanusiaan dan dari suara hati nurani rakyat);

(3) This Protocol, which supplements the Geneva Conventions of 12 August 1949 for the protection of war victims, shall apply in the situations referred to in Article 2 common to

(18)

120 Fakultas Hukum - UNISAN

those Conventions (Protokol ini, yang melengkapi Konvensi-konvensi Jenewa 12 Agustus 1949 untuk perlindungan korban-korban perang, harus berlaku di dalam situasi-situasi yang disebut dalam pasal 2 yang umum dikenal pada Konvensi-Konvensi tersebut).

(4) The situations referred to in the preceding paragraph include armed conflicts in which peoples are fighting against colonial domination and alien occupation and against racist régimes in the exercise of their right of self-determination, as enshrined in the Charter of the United Nations and the Declaration on Principles of International Law concerning Friendly Relations and Co-operation among States in accordance with the Charter of the United Nations (Yang dimaksud situasi-situasi di dalam ayat di atas termasuk pula sengketa-sengketa bersenjata yang didalamnya rakyat-rakyat sedang berperang melawan dominasi kolonial dan pendudukan asing dan melawan pemerintahan-pemerintahan rasialis untuk melaksanakan hak menentukan nasib sendiri mereka, sebagaimana yang dijunjung tinggi di dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Deklarasi tentang Asas-asas Hukum Internasional mengenai Hubungan-hubungan Persahabatan dan Kerjasama di antara Negara-Negara sesuai dengan Piagam Perserikatan Bangsa-bangsa).

Sehingga dengan demikian, jelaslah bahwa dalam pandangan hukum internasional tindakan

occupied Palestinian territory juga telah melanggar hukum humaniter internasional. Pelanggaran terhadap hukum internasional publik dan hukum humaniter internasional oleh Israel atas tindakannya terhadap bangsa lain perlu ditindaklanjuti secara tegas di forum PBB atau setidak-tidaknya OKI dapat memainkan peranannya sebagai bagian dari masyarakat internasional untuk memberikan suatu rekomendasi ke DK PBB atas tindakan Israel selama ini terhadap Palestina. Keberuntungan juga memihak pada Palestina ketika Palestina meratifikasi Statuta Roma 1998 dan diterima menjadi anggota dari Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court) terhitung mulai tanggal 1 April 2015 sehingga dengan demikian hal ini adalah bagian dari strategi lebih luas dari Palestina untuk menekan Israel supaya menarik diri dari wilayah-wilayah mereka, dan menyetujui negara Palestina (dalam ICC kemudian dikenal adanya 7 prinsip penting, lihat Romli Atmasasmita, 2004:11-12). Dilain pihak Palestina juga dapat melaporkan dan menuntut sejumlah tindakan Israel sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang (pelanggaran terhadap hukum dan kebiasaan perang, lihat KGPH. Haryomataram, 2005:105) ke ICC, walau secara praktik, hal itu tidaklah mudah untuk dilakukan.

B. Larangan Masuk bagi Menteri Luar Negeri RI ke Tepi Barat Palestina oleh Israel

(19)

Fakultas Hukum – UNISAN 121 melanggar pasal yang mengatur tentang pembentukan misi-misi diplomatik, disini Negara Israel telah menghalang-halangi suatu negara untuk melakukan hubungan diplomatik dengan negara lain, padahal hal tersebut tidak ada kaitannya dengan negara Israel, dan juga tidak mengganggu kedaulatan atau kepentingan negaranya secara sah. Berikut kronologis tindakan Israel yang melarang Menteri Luar Negeri RI masuk ke tepi barat Palestina yang dibertitakan oleh http://www.rappler.com :

- Menteri Luar Negeri Retno Marsudi akhirnya melantik Konsul Kehormatan Indonesia untuk Palestina, Maha Abou Susheh, pada Minggu, 13 Maret di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Amman (Yordania). Pelantikan terpaksa dilakukan di Yordania, karena Retno dan delegasi tidak diberi izin oleh Israel untuk menyeberang menuju ke Ramallah, Tepi Barat.

- Susheh bisa hadir di KBRI Amman melalui jalur darat. Pelantikan itu turut disaksikan oleh Menteri Luar Negeri Palestina, Riyad Al Maliki, Direktur Jenderal Asia dan Australia Kementerian Luar Negeri Palestina, Dubes Mazen Shamiya, beberapa Dubes negara anggota OKI dan negara anggota ASEAN. Sebelumnya, muncul kekhawatiran pelantikan Susheh akan batal, karena Kementerian Luar Negeri Israel tidak memberikan izin bagi Retno untuk menyeberang ke Ramallah.

- Kementerian Luar Negeri Palestina turut membenarkan informasi tersebut melalui rilis resmi. "Sebagai penghargaan atas hubungan bersejarah antara Palestina dan Indonesia, serta posisi Indonesia yang konsisten memberikan dukungan kepada negara dan Bangsa Palestina serta institusi negara lainnya, maka pada hari ini Presiden Mahmoud Abbas bertolak ke Amman untuk bertemu dengan Menlu Indonesia dan delegasi," tulis Kemlu Palestina dalam rilisnya.

- Kehadiran Konsul Kehormatan Indonesia di Palestina menjadi bukti dukungan nyata terhadap negara tersebut. Semula, Indonesia berniat untuk membuka gedung Kedutaan di Ramallah, namun terbentur perizinan yang sulit dari Israel. Konsul kehormatan menjadi opsi yang realistis untuk diwujudkan saat ini. Izin dari Israel dibutuhkan, karena Ramallah masuk ke dalam teritori negara tersebut.

- Susheh akan bertugas meningkatkan hubungan bilateral kedua negara, khususnya di bidang ekonomi, pariwisata dan perlindungan bagi WNI. Nilai perdagangan kedua negara diketahui tidak terlalu besar. Berdasarkan data yang dirilis oleh Kementerian Luar Negeri, pada tahun 2015 hubungan perdagangan kedua negara mencapai US$3,67 juta. Jumlah WNI yang saat ini bermukim di Palestina tidak terlalu banyak yakni hanya delapan orang. Namun, sekitar 50 ribu wisatawan Indonesia berkunjung ke Palestina untuk berziarah.

- Kementerian Luar Negeri tidak menyebut alasan di balik penolakan Israel memberikan visa masuk bagi Retno untuk menyeberang ke Ramallah, Tepi Barat. Dalam keterangan resminya, Kemlu hanya menyebut Israel tidak memberikan izin terbang bagi helikopter militer Yordania yang ditumpangi Retno untuk ke Palestina di menit-menit terakhir. "Saya tidak tahu penyebab tidak diberikan clearance flight. Namun, kami sudah bisa menduga hal itu sebelumnya," ujar mantan Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Belanda itu ketika diwawancarai Radio Elshinta pada Minggu malam, 13 Maret.

(20)

122 Fakultas Hukum - UNISAN

- Menurut laman media lokal, Middle East Eye, alasan ditolaknya visa masuk bagi Retno karena dia menolak untuk bertemu dengan pejabat berwenang Israel. Tidak disebut siapa pejabat berwenang yang dimaksud. Sesuai dengan kebijakan Israel, mereka tidak akan mengizinkan Menlu satu negara untuk berkunjung ke Palestina, jika tak menjadwalkan untuk bertemu pejabat Israel. Namun, hal itu dibantah Retno. Menurutnya, dalam komunikasi diplomatik dengan Israel, Indonesia tidak pernah menerima jadwal untuk bertemu pejabat Israel. "Kami juga tidak membutuhkan dukungan dari Israel untuk membuka konsul kehormatan Indonesia di Ramallah," kata Retno.

- Usai dilantik pada Minggu kemarin, Susheh langsung bekerja. Hal itu ditandai dengan ikut dalam pertemuan bilateral antara Retno dengan Menlu Palestina, Riyad al-Maliki di KBRI Amman (Yordania).

Berdasarkan pemberitaan tersebut, maka secara normal seharusnya suatu negara dapat mengirimkan nota protes terhadap negara Israel yang telah memperlakukan wakil resmi Indonesia setingkat Menteri Luar Negeri secara tidak bersahabat, namun secara hukum, nota protes terhadap negara Israel tidak dapat dilakukan oleh Indonesia oleh karena tidak adanya hubungan diplomatik antara Indonesia dengan Israel, sehingga nota protes terhadap negara Israel yang sedianya dilakukan melalui saluran diplomatik menjadi tidak mungkin. Sesungguhnya penolakan suatu negara terhadap negara lain adalah wajar dalam hubungan internasional namun menurut pandangan penulis setidaknya ada 4 hal yang dilanggar oleh Israel terkait dengan tindakan Israel yang melarang Menteri Luar Negeri RI masuk ke tepi barat Palestina, ke-4 hal tersebut, yakni :

(1) Israel tidak sepantasnya memperlakukan wakil resmi suatu negara setingkat menteri luar negeri dengan tidak bersahabat;

(2) Tindakan Israel yang melarang Menteri Luar Negeri RI masuk ke tepi barat Palestina adalah sesuatu hal yang sangat aneh, mengingat masuknya seseorang ke Ramallah harus melalui jalur itu dan wilayah itupun secara de jure seharusnya merupakan wilayah integral dari Palestina, jadi tidak mungkin seseorang yang hendak masuk ke wilayah negara lain harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari negara ketiga;

(3) Penolakan suatu negara terhadap masuknya suatu wakil resmi negara lain adalah hal yang biasa namun harus disertai dengan alasan yang logis dan sah menurut hukum. Tindakan Israel yang melarang Menteri Luar Negeri RI masuk ke tepi barat Palestina adalah tidak beralasan secara hukum, dan juga penolakan visa oleh Israel hanya hitungan jam sehingga clearance flight tidak diberikan;

(21)

Fakultas Hukum – UNISAN 123 III. KESIMPULAN

Berdasarkan pemaparan kedua hal di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Tindakan occupied Palestinian territory yang dilakukan oleh Israel adalah pelanggaran terhadap hukum internasional publik dan hukum humaniter internasional, sehingga butuh

political will dari PBB khususnya DK PBB untuk mengambil sikap atas tindakan Israel tersebut. Selain itu, diterimanya Palestina sebagai negara Pihak dari ICC menandakan babak baru bagi Palestina, karena telah mendapat akses untuk melaporkan dan menuntut segala tindakan Israel sebagai tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang.

2. Sikap yang seharusnya dilakukan oleh Indonesia mengenai tindakan Israel yang melarang Menteri Luar Negeri RI masuk ke tepi barat Palestina adalah dengan meminta penjelasan resmi Israel dalam rapat Majelis Umum PBB terkait dengan alasan penolakannya, hal inilah yang hanya bisa dilakukan karena nota protes yang sedianya dapat dilayangkan ke Israel menjadi tidak mungkin karena Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel sehingga nota protes terhadap negara Israel yang sedianya dilakukan melalui saluran diplomatik menjadi tidak mungkin untuk dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Adian Husaini, Israel Sang Teroris yang Pragmatis, Jakarta: Pustaka Progressif, 2002.

Birkah Latif dan Kadarudin “1”, Hukum Perjanjian Internasional, Makassar: Pustaka Pena Press, 2013.

________________________ “2”, Pengantar Hukum Internasional, Makassar: Pustaka Pena Press, 2013.

Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, Bandung: Alumni, 2003.

F.A. Wishnu Situni, Identifikasi dan Reformulasi Sumber-Sumber Hukum Internasional, Bandung: Mandar Maju, 1989.

Facebook Account “Save Gaza Freedom for Palestine”

Hamid Awaluddin, HAM, Politik, Hukum, & Kemunafikan Internasional, Jakarta: Kompas, 2012. http://www.rappler.com

http://www.portalsejarah.com/

Inggrit Fernandes, Perlindungan Hukum Internasional terhadap Penduduk Sipil Palestina di Wilayah Pendudukan Israel di Palestina (Artikel), Padang: Universitas Andalas, 2011.

KGPH. Haryomataram, Pengantar Hukum Humaniter, Jakarta: Rajawali Pers, 2005.

Muhsin Muhamad Shaleh, Palestina, Sejarah, Perkembangan dan Konspirasi, Jakarta: Gema Insani Press, 2002.

Romli Atmasasmita, Pengantar Hukum Pidana Internasional, Bagian II, Jakarta: Hecca Mitra Utama, 2004.

Sumaryo Suryokusumo, Hukum Diplomatik, Teori dan Kasus, Bandung: Alumni, 2005.

(22)
(23)

Fakultas Hukum – UNISAN 125

TINJAUAN KRIMINOLOGI TERHADAP KEJAHATAN PEDOFILIA

TERHADAP ANAK DI KABUPATEN GORONTALO

Darmawati

Fakultas Hukum Universitas Ichsan Gorontalo wati_lecturer@yahoo.com

Abstract

Psychological factors, physiological factors (Biological), Sociocultural factors (social and cultural) and the Education and Economic Factors is factors influence that the Pedofilia crime against children in the District of Gorontalo. Efforts are being made to combat pedophile criminal acts against children in the District of Gorontalo, namely: Preventive efforts should be done by each element, including precautions taken by individuals, communities, governments, and the police and repressive efforts undertaken by law enforcement officers that police, prosecutors, courts and Correctional Institutions by giving maximum penal against pedophile perpetrators.

Keyword : pedofilia, crime, children

I. PENDAHULUAN

Manusia dalam hidupnya mempunyai pandangan tertentu mengenai apa yang baik dan apa yang buruk, pandangan tersebut senantiasa terwujud dalam pasangan-pasangan tertentu misalnya ada pasangan nilai ketertiban dengan nilai ketentraman, pasangan nilai kepentingan umum dengan nilai kepentingan pribadi, dan seterusnya. Kejahatan dalam masyarakat secara umum diartikan sebagai pelanggaran atas hukum pidana. Dalam undang-undang maupun ketentuan pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya, dirumuskan perbuatan atau perilaku yang dilarang dan diancam dengan hukuman (pidana). Hukum pidana dilihat sebagai suatu reaksi terhadap perbuatan ataupun orang yang telah melanggar norma-norma moral dan hukum dan karena itu telah mengancam dasar-dasar pemerintahan, hukum, ketertiban dan kesejahteraan sosial. Para pelaku kejahatan dianggap tidak memperdulikan kesejahteraan umum, keamanan dan hak orang lain.

Kejahatan merupakan salah satu kenyataan dalam kehidupan yang mana memerlukan penanganan secara khusus. Hal tersebut dikarenakan kejahatan akan menimbulkan keresahan dalam kehidupan masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu, selalu diusahakan berbagai upaya untuk menanggulangi kejahatan tersebut, meskipun dalam kenyataannya sangat sulit untuk memberantas kejahatan secara tuntas karena pada dasarnya kejahatan akan senantiasa berkembang pula seiring dengan perkembangan masyarakat. Perkembangan hukum akan selalu berkembang seiring dengan perkembanggan masyarakat. Demikian pula permasalahan hukum juga akan ikut berkembang seiring

(24)

126 Fakultas Hukum - UNISAN

dengan perkembangan permasalahan yangf terjadi di masyarakat. Dimana salah satu sifat hukum adalah dinamis. Perkembangan masyarakat yang begitu pesat dan meningkatnya kriminalitas, didalam kehidupan bermasyarakat, berdampak kepada suatu kecenderuangan dari anggota masyarakat itu sendiri untuk berinteraksi satu dengan yang lainnya, dalam interaksi ini sering terjadi sesuatu perbuatan yang melanggar hukum atau kaidah-kaidah yang telah ditentukan dalam masyarakat, untuk menciptakan rasa aman, tentram dan tertib, dalam masyarakat. Dalam hal ini tidak semua anggota masyarakat mau untuk menaatinya, dan masih saja ada yang menyimpang yang pada umumnya perilaku tersebut kurang disukai oleh masyarakat.

Semakin meningkatnya kriminalitas berakibat timbulnya berbagai macam modus operandi dalam terjadinya tindak pidana. Disamping itu, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang hukum pidana menyebabkan seorang menjadi korban perbuatan pidana atau seorang pelaku pidana. Salah satu bentuk tindak pidana yang terjadi di dalam masyarakat adalah tindak pidana Pedofilia terhadap anak. Menurut Sawitri Supardi Sadarjoen (2005:15) bahwa Pedofilia adalah manusia dewasa yang memiliki perilaku seksual menyimpang dengan anak-anak. Kata itu berasal dari bahasa Yunani, paedo (anak) dan philia (cinta). Pedofilia sebagai gangguan atau kelainan jiwa pada seseorang untuk bertindak dengan menjadikan anak-anak sebagai instrumen atau sasaran dari tindakan itu. Umumnya bentuk tindakan itu berupa pelampiasan nafsu seksual. Tindak pelecehan seksual ini sangat meresahkan karena yang menjadi korban adalah anak-anak. Pelecehan seksual ini menimbulkan trauma psikis yang tidak bisa disembuhkan dalam waktu singkat. Dampak tindak kekerasan seksual itu memang berbeda-beda, tergantung dari bagaimana perlakuan pelaku terhadap korban.

Lebih lanjut dikatakannya bahwa para Pedofilis memiliki kecenderungan untuk melakukan hubungan seksual dengan anak-anak. Baik anak laki-laki dibawah umur (pedofilia homoseksual) ataupun dengan anak perempuan dibawah umur (pedofilia heteroseksual). Pedofilia harus diwaspadai. Karena secara fisik, para Pedofilis tidak ada bedanya dengan anggota masyarakat lain. Pedofilis bisa berbaur, bergaul, tanpa ada yang tahu pelaku adalah seorang Pedofilis, sampai akhirnya masyarakat tersentak ketika Pedofilis memakan korban.

(25)

Fakultas Hukum – UNISAN 127 Tabel 1

Jumlah Kasus Tindak Pidana Pedofilia Di Pengadilan Negeri Gorontalo

No Tahapan Jumlah

1. 2.

Sudah Inkrah Dalam Proses Persidangan

22 Kasus 6 Kasus

T o t a l 28 Kasus

Sumber: Data Sekunder Pengadilan Negeri Limboto, Tahun 2015

Tindak pidana Pedofilia terhadap anak sebagai korbannya merupakan salah satu masalah sosial yang sangat meresahkan masyarakat sehingga perlu di cegah dan di tanggulangi. Oleh karena itu masalah ini perlu mendapatkan perhatian serius dari semua kalangan terutama kalangan penegak hukum. Kabupaten Gorontalo adalah kabupaten yang sedang giat membangun dari segala bidang. Begitu pula pembangunan hukumnya akan selalu berkembang seiring dengan perkembanggan masyarakat. Demikian pula permasalahan hukum juga akan ikut berkembang seiring dengan perkembangan permasalahan yang terjadi di masyarakat. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka permasalahan yang hendak diuraikan dalam tulisan ini yaitu Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi sehingga terjadi kejahatan Pedofilia terhadap anak di Kabupaten Gorontalo? dan upaya-upaya apakah yang dilakukan untuk menanggulangi terjadinya kejahatan Pedofilia terhadap anak di Kabupaten Gorontalo?

II. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah jenis penelitian sosiologi-empiris yang merupakan suatu gabungan secara serasi dari dua macam penelitian hukum untuk menjawab pertanyaan praktis yang bersifat akademik. (Zainuddin Ali, 2010 : 21-22).

B. Objek dan Lokasi Penelitian

Yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah “Tinjauan Kriminologi Tindak Pidana

Pedofilia Terhadap Anak Di Kabupaten Gorontalo”. Penelitian ini dilaksanakan di Pengadilan Negeri Limboto dan Polres Limboto.

C. Jenis dan Sumber Data

Adapun jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah Data Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari lokasi penelitian melalui responden. Selain data primer juga digunakan Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui literatur, buku-buku, kumpulan peraturan dan referensi lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.

D. Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan adalah data kualitatif deskriptif (Soerjono Soekanto, 2007:10) yaitu Analisis data yang dimaksudkan untuk memberikan data yang setiliti mungkin tentang

(26)

128 Fakultas Hukum - UNISAN

manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. Teknik analisis data kualitatif deskriptif digunakan untuk menggambarkan tentang faktor-faktor penyebab terjadinya tindak Pedofilia terhadap anank dan upaya penanggulangan terhadap tindak pidana Pedofilian terhadap anak di Kabupaten Gorontalo.

III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Kejahatan Pedofilia Terhadap Anak di Kabupaten Gorontalo

Kejahatan sebagai fenomena sosial dipengaruhi oleh berbagai aspek kehidupan dalam masyarakat seperti politik, ekonomi, sosial budaya dan halhal yang berhubungan dengan upaya pertahanan dan keamanan negara. Adapun prespektif kriminologi bersifat dinamis dan mengalami pergeseran dari perubahan sosial dan pembangunan yang berkesinambungan. Memperhatikan perspektif kriminologi tentang kejahatan dan permasalahannya. Maka penulis akan menggali sebab-sebab terjadinya kejahatan dengan menggunakan teori Anomie sebagai teori utama dalam penelitian ini. Teori anomie pada dasarnya membahas tentang penyimpangan perilaku yang bertentangan dengan norma dan hukum yang berlaaku dalam masyarakat. Disamping itu, akan digunakan beberapa teori sebagai pendudukung agar permasalahan yang dibahas semakin terang benderang.

Pedofilia berasal dari bahasa Yunani: paidophilia; pais (anak-anak) dan philia (cinta, persahabatan). Jadi Pedofilia adalah cinta anak-anak. Dalam hal ini rasa kecintaan pada anak-anak diartikan dengan rasa kecintaan orang dewasa atas hasrat seksual terhadap anak-anak dibawah umur. Dalam arti istilah Pedofilia diartikan dengan suatu kelainan pada perkembangan psikoseksual seseorang dimana individu tersebut memiliki hasrat erotis yang abnormal terhadap anak-anak (Sawitri Supardi Sadarjoen, 2005:71-73). Lebih lanjut dikemukakan bahwa Pedofilia dapat diartikan pula dengan kecenderungan seseorang yang telah dewasa baik pria maupun wanita untuk melakukan aktivitas seksual berupa hasrat ataupun fantasi impuls seksual dengan anak-anak dibawah umur. Biasanya anak-anak yang menjadi korban berumur dibawah 13 tahun. Sedangkan penderita umumnya berumur diatas 16 tahun. Penderita Pedofilia tidak hanya dialami orang yang belum mempunyai pasangan, tidak jarang para pelaku tersebut adalah orang-orang yang sudah berkeluarga.

Orang-orang yang mempunyai kondisi ini disebut pedhofil. Sejumlah kecil pedhofil, yang juga dapat diklasifikasikan sebagai sadistis seksual atau nerkepribadian antisosial (psikopatik), menyakiti objek nafsu mereka secara fisik dan terkadang menyebabkan cedera serius. Adapun aktivitas seks yang dilakukan oleh para pedofil sangat bervariasi. Misalnya dengan menelanjangi anak, perbuatan ekshibisionistis dengan memperlihatkan alat kelamin sendiri kepada anak-anak, melakukan masturbasi dengan anak, bersenggama dengan anak, bahkan jenis aktivitas seksual lainnya termasuk stimulasi oral pada anak, penetrasi pada mulut anak, vagina ataupun anus dengan jari, benda asing atau bisa jadi penis.

(27)

Fakultas Hukum – UNISAN 129 di wilayah hukum Pengadilan Negeri Limboto. Dimana tindak pidana Pedofilia terjadi sangat signifikan, yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 2

Jumlah Data Tindak Pidana Pedofilia di Kabupaten Gorontalo

No Jenis Tindak Pidana Pedofilia Jumlah

1.

Data tersebut diatas menujukkan bahwa jenis tindak Pedofilia yang terjadi di Kabupaten Gorontalo, adalah masing-masing tindak pidana pencabulan 18 (delapan belas) kasus dan tindak persetubuhan berjumlah 10 (sepuluh) kasus, jadi total jumlah kasus tindak pidana pencabulan adalah 28 (dua puluh delapan) kasus. Adapun rata-rata umur pelaku tindak pidana Pedofilia yang diperoleh dari Pengadilan Negeri Limboto adalah sebagaimana tertera dalam tabel berikut ini:

Tabel 3

Data Mengenai Rata-Rata Umur Pelaku Tindak Pidana Pedofilia

di Kabupaten Gorontalo Selanjutnya akan dipaparkan klasifikasi umur korban yang dapat dilihat pada tabel yang tertera di bawah ini:

Tabel 4

Data Mengenai Rata-rata Umur Korban Tindak Pidana Pedofilia

(28)

130 Fakultas Hukum - UNISAN

Data tersebut diatas menujukkan bahwa mayoritas anak korban tindak pidana Pedofilia adalah anak yang berumur diantara 11 tahun dan 18 tahun yaitu sebanyak 18 anak, sedangkan diantara umur 6 tahun dan 10 tahun sebanyak 10 Anak. Merujuk pada data yang telah dipaparkan diatas, sungguh sangat memprihatikan bahwa di tangan orang dewasa ini, anak-anak dirampok, dirampas, atau dijarah harkat kemanusiaannya, atau diperlakukan layaknya binatang yang dieksploitasi khususnya secara seksiologis. Dalih kelainan seksual tersebut dikedepankan orang dewasa untuk menjadikan anak-anak sebagai mangsanya. Tuntutan pemenuhan kepuasan nafsu yang tidak wajar diajukannya sebagai pembenar dengan cara menjadikan anak-anak sebagai obyek pelampiasan.

Sebagaimana telah dikemukakan diatas tindak pidana Pedofilia adalah suatu perilaku menyimpang yang sangat bertentangan dengan norma dan hukum yang berlaku dalam masyarakat, dalam hal ini Pedofilia di kategorikan sebagai perilaku atau perbuatan penyimpangan seksual. Penyimpangan seksual merupakan bentuk perbuatan menyimpang dan melanggar norma dalam kehidupan masyarakat. Penyimpangan seksual adalah aktivitas seksual yang ditempuh seseorang untuk mendapatkan kenikmatan seksual dengan tidak sewajarnya. Biasanya, cara yang digunakan oleh orang tersebut adalah menggunakan obyek seks yang tidak wajar.

Menurut Yatimin (2003:84-88) bahwa perbuatan peyimpangan seksual dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: Faktor psikologis, Faktor fisiologis (biologis), Faktor sosiokultural (social dan kebudayaan) dan Faktor pendidikan dan ekonomi. Faktor-faktor yang mempengruhi perbuatan penyimpangan seksual yang dikemukakan oleh Yatamin akan dijadikan sebagai teori turunan dari teori anomie untuk mengungkapkan faktor-faktor yang mempengararuhi terjadinya tindak pidana Pedofilia di Kabupaten Gorontalo, yang akan diuraikan sebagai berikut :

1. Faktor Psikologis

Faktor psikologis adalah salah satu faktor dalam hubungannya dengan keadaan kejiwaan seseorang yang bisa merasakan senang dan tidak. Yang bisa diakibatkan dari latar belakang si penderita tidak pernah puas atau tidak percaya diri dalam berhubungan dengan wanita dewasa dalam kaitannya dengan hubungan seksual. Maka untuk mengatasi hal yang demikian para pelaku tindak pidana ini mencari kepuasan seksual pada anak-anak. Berikut akan dijabarkan hasil penelitian dengan responden yang telah ditentukan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Lely Trianity (Hakim pada Pengadilan Negeri Limboto yang menangani perkara tindak pidana Pedofilia) bahwa adanya peyimpangan/kelaianan perkembangan psikoseksual pelaku. Keluguan dan rasa ingin tahu yang kuat terhadap seksualitas yang menjadi ciri khas anak-anak inilah yang dimanfaatkan pelaku untuk menjerat korbannya untuk mencari kepuasan. Karena itu, dalam kasus ini penekanannya lebih pada bentuk eksploitasi dan manipulasi yang muncul sebagai akibat ketidakseimbangan power antara pelaku dan anak-anak yang menjadi korbannya.

(29)

Fakultas Hukum – UNISAN 131 mereka lebih suka melampiaskan nafsu birahinya pada anak-anak, karena anak-anak itu lugu dan bahkan bisa diancam sehingga menurut apa yang bisa dikehendaki oleh mereka.

Berdasarkan hasil penelitian diatas, bahwa faktor psikologi merupakan faktor yang sangat mempengaruhi terjadinya tindak pidana Pedofilia. Sehubungan dengan hal itu, jika pelaku tindak pidana Pedofilia dikaitkan dengan studi mengapa individu memiliki kecenderungan untuk berprilaku menyimpang terhadap kondisi di lingkungannya dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang diidentifikasikan sebagai perbuatan jahat, Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa (2005:36) mengemukakan bahwa para tokoh psikologi mempertimbangkan suatu variasi dan kemungkinan cacat dalam kesadaran, ketidak matangan emosi, sosialisasi yang tidak memadai di masa kecil, kehilangan hubungan dengan lingkungan, perkembangan moral yang lemah. Para sarjana psikologi tersebut mengkaji bagaimana agresi di pelajari, situasi apa yang mendorong kekerasan atau reaksi delinquent, bagaimana kejahatan berhubungan dengan faktor-faktor kepribadian, serta asosiasi antara beberapa kerusakan mental dan kejahatan.

Lebih lanjut Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa (2005:36) mengatakan Kejahatan memiliki keterkaitan dengan kondisi individu penjahat, terdapat teori-teori yang mengemukakan variabel mengapa individu berperilaku jahat yaitu sebagai berikut:

a. Teori psikis, berdasarkan teori ini dijelaskan bahwa sebab-sebab kejahatan dihubungkan dengan kondisi kejiwaan seseorang.

b. Teori psikopati, berbeda dengan teori-teori yang menekankan pada intelegensia ataupun kekuatan mental pelaku, teori psikopati mencari sebab-sebab kejahatan dari kondisi jiwa yang abnormal. Seorang penjahat di sini terkadang tidak memilki kesadaran atas kejahatan yang telah diperbuatnya sebagai akibat gangguan jiwanya.

c. Teori kejahatan sebagai gangguan kepribadian digunakan untuk menjelaskan perilaku yang dikategorikan sebagai crime without victim (kejahatan tanpa korban).

Dalam ajaran teori psikis menurut Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa bahwa manusia mengatur tingkah lakunya atas dasar pertimbangan suka dan duka. Suka yang diperoleh dari tindakan tertentu dibandingkan dengan duka yang diperoleh dari tindakan yang sama. Si petindak diperkirakan berkehendak bebas dan menentukan pilihannya berdasarkan perhitungan hedonistis saja. Hal ini dianggap penjelasan final dan komplit dari sebab musabab terjadinya perbuatan menyimpang yang dikategorikan sebagai kejahatan.

Demikian halnya denga pelaku tindak pidana Pedofilia mengatur tingkah lakunya hanya didasarkan pada suka tanpa memikirkan duka bahwa tindakannya atau perbuatannya merupakan perilaku menyimpang yang sangat bertentangan dengan norma dan hukum yang berlaku dalam masyarakat. Perasaan suka dari pelaku ini adalah hanya lebih pada bagaimana batinnya mengalami kepuasan atas nafsu seksualnya walaupun korbannya adalah anak-anak yang tidak tahu apa-apa.

2. Faktor Fisiologis (Biologis)

Dalam teori mengenai kejahatan terdapat satu teori tentang Fa’al Tubuh (Fisiologis). Teori ini menyebutkan sumber kejahatan adalah ciri-ciri jasmani dan bentuk-bentuk jasmaninya. Yaitu pada bentuk tengkorak, wajah, dahi, hidung, mata, rahang, telinga, leher, lengan, tangan, jari-jari, kaki, dan

Gambar

Tabel 1
Tabel 3
Tabel 5

Referensi

Dokumen terkait

Menilai dan mengkategorikan kawasan permukiman kumuh yang ada di Kelurahan Depok Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok menjadi 3 kelompok yaitu permukiman kumuh kategori

Preparation of polyurethane composite coating material is reacting commercial polyol (polypropylene glycol) with methylene diisocyanate (MDI) plus montmorillonite

Pelayanan asuhan keperawatan yang optimal akan terus menjadi tuntutan masyarakat bagi organisasi pelayanan kesehatan. Peningkatan mutu asuhan keperawatan harus sesuai dengan

Variabel independen, meliputi adalah intellectual capital diukur dengan VAIC, dengan tiga komponennya yang diukur berdasar efisiensinya yaitu human capital efficiency,

Data primer diperoleh melalui wawancara dengan petani responden menggunakan daftar pertanyaan yang berisi karakteristik responden, penggunaan varietas dan kelas benih, sumber

Dalam rangka meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan pekerjaan di Kantor Pelayanan Pajak, maka Direktorat Jenderal Pajak membuat suatu rencana strategis DJP

Sementara Numbu memiliki pola penurunan yang linier (Gambar 2.5). Bobot kering akar sorgum fase bibit pada berbagai konsentrasi Al di larutan hara.. Meskipun demikian, Numbu

Waktu tunggu pelayanan resep obat jadi merupakan tenggang waktu mulai pasien menyerahkan resep sampai dengan menerima obat jadi dengan standar minimal