• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN A Lokasi dan Tipe Penelitian

Dalam dokumen ISRAEL DARI OCCUPIED PALESTINIAN TERRITO (Halaman 115-123)

DALAM PENERTIBAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN EMAS DI KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

II. METODE PENELITIAN A Lokasi dan Tipe Penelitian

Lokasi pada penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kabupaten Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara. Jenis penelitian yang peneliti gunakan adalah yaitu tipe penelitian sosio-yuridis yang bermaksud melihat dan menganalisa ketentuan perundang-undangan dan kenyataan yang terjadi di lapangan meneganai kewenangan pemerintah kabupaten dalam pengelolaan izin usaha pertambangan.

B. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah pemerintah di kabupaten minahasa tenggara dan semua pihak yang yang terkait dengan masalah yang diteliti. Adapun dalam penentuan sampel pada penelitian ini adalah Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral sebanyak, Badan Lingkungan Hidup, pemegang IUP, , masyarakat yang berada di sekitar pertambangan.

C. Teknik Pengumpulan Data

Dalam rangka pengumpulan data ditempuh dengan menggunakan teknik yaitu :Wawancara mendalam (depth interview);yang pada hakekatnya adalah teknik pengumpulan data yang di gunakan peneliti untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui dialog langsung antara peneliti dengan informan dan Studi dokumen teknik pengumpulan data melalui berbagai literatur, laporan serta berbagai dokumen yang berkaitan dengan objek yang di teliti.

218 Fakultas Hukum - UNISAN D. Analisis Data

Pada penelitian ini mengunakan analisis secara deskriptif mengenai disusun secara sistematis dengan menggunakan teknis analisis kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah suatu cara menganaalisis hasil penelitian yang menghasilkan data deskriptif analitis, yaitu data yang dinyatakan oleh responden baik secara tulisan dan lisan serta tingkah laku yang nyata diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh (Amiruddin, 2012).

III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Kewenangan Pemerintah Daerah dalam Penertiban Izin Usaha Pertambangan Emas di Minahasa Tenggara

Kewenangan atau wewenang memiliki kedudukan penting dalam kajian Hukum Tata Negara (HTN) dan Hukum Administrasi. Begitu pentingnya kedudukan wewenang ini sehingga di nyatakan:

Het begrip beveogdheid dan ook een kernbegrip in het staats-en administratie” (Stroink, 1985). Dari pernyataan ini dapat ditarik suatu pengertian bahwa wewenang merupakan konsep inti dari Hukum Tata Negara (HTN) dan Hukum Adminsitrasi.

Cara memperoleh wewenang atas dua cara utama, yaitu 1) atribusi; 2) delegasi; dan kadang- kadang juga mandat. (Hadjon, 2005). Atribusi merupakan wewenang untuk membuat keputusan (besluit) yang langsung bersumber kepada Undang-undang dalam arti material. Atribusi ini dikatakan juga sebagai suatu cara normal untuk memperoleh wewenang pemerintahan. Dari pengertian tersebut jelas Nampak bahwa kewenangan yang didapat melalui atribusi oleh organ pemerintahan adalah kewenangan asli, karena kewenangan itu diperoleh langsung dari peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan teori cara memperoleh wewenang, kewenangan yang di miliki pemerintah kabupaten mengenai izin usaha pertambangan merupakan kewenangan asli yang berasal dari undang- undang. Berbicara pelaksanaan kewenangan berarti berkaitan dengan efektivitas apakah pemerintah kabupaten telak efektif dalam menjalankan kewenangannya. Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar presentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya. (Hidayat, 1986).

Pembesaran otonomi Kabupaten dan Kota yang ditempuh melalui cara penyerahan urusan pemerintahan dengan rumusan umum, membawa perubahan kewenangan urusan pertambangan. Semula kewenangan perizinan pertambangan berada di tangan Pemerintah kemudian beralih diserahkan kepada kabupaten dan kota. Penyerahan urusan pertambangan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2001 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967. (Hayati, 2011). Seiring dengan perubahan tersebut, terjadi berbagai permasalahan dalam pemberian izin pertambangan pada umumnya dan pertambangan emas di Kabupaten Minahasa Tenggara

Pemerintah kabupaten mempunyai kewenangan untuk memberikan sanksi administrative dan sanksi pidana bagi siapa saja yang melakukan pelanggaran dalam kegiatan pertambangan. Seperti memberikan peringatan tertulis, penghentian sementara IUP operasi produksi mineral dan batubara, pencabutan IUP, bahkan sanksi pidana berupa sanksi pidana penjara dan denda. Sanksi administrasi dan sanksi pidana dapat di berikan kepada pemegang IUP apabila pemegang IUP melanggar peraturan

Fakultas Hukum – UNISAN 219 perundang-udangan seperti UU kehutanan dan UUPPLH. Dan juga tidak menjalankan kewajibannya berdasarkan UU No. 4 Tahun 2009 dan PP No. 23 Tahun 2010.

Mengenai kewajiban Pemegang IUP yang harus melaporkan hasil kegiatan eksplorasi dan kegiatan operasi produksinya kepada pemerintah kabupaten baik berupa data maupun informasi mengenai mineral yang ada setiap 3 bulan. pemerintah kabupaten sebenarnya sudah beberapa kali memberikan teguran kepada pemegang IUP tetapi tegurannya hanya berupa tulisan sehingga ini kurang efektif bahkan seperti laporan kegiatan rencana kerja dan anggaran biaya sampai sekarang belum pernah di masukan kepada bupati apabila RKAB pun di masukan pemerintah daerah pun tidak tahu apa yang harus di evaluasi sehingga pemerintah di anggap belum efektif dalam menjalankan kewenangannya padahal apabila di kaji sebenarnya pelanggaran seperti itu bisa di beri sanksi pidan penjara atau denda dengan alasan menyampaikan keterangan laporan yang tidak benar atau keterangan palsu.

Ada beberapa kewajiban yang apabila tidak di jalankan maka pemegang IUP akan mendapatkan sanksi administrative dan sanksi pidana berdasarkan Undang-undang No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. (Salim, 2010) :1) Pasal 108 ayat (1) pemegang IUP dan IUPK wajib menyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat, 2) Pasal 100 pemegang IUP wajib menyerahkan seluruh data yang di peroleh dari hasil eksplorasi dan operasi produksi kepada menteri, gubernur, atau bupat/walikota sesuai dengan kewenangannya. 3) Pasal 111 ayat (1) pemegang IUP wajib memberikan laporan tertulis secara berkala atas rencana kerja dan pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara kepada menteri, gubernur, atau bupat/walikota sesuai dengan kewenangannya. 4) Pasal 158 di mana setiap orang yang melakukan usaha pertambangan tanpa IUP di pidana penjara paling lama 10 tahun dan dendan paling banyak 10 miliar rupiah.

Tetapi yang menjadi masalahnya bahwa Pemerintah Kabupaten Minahasa Tenggara dan pemegang IUP pun sampai sekarang sulit untuk menertibkan IUP yang ada karena terkendala dengan izin yang lain seperti Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan sehingga pemegang IUP Operasi Produksi sama sekali belum melakukan kegiatan pertambangan. Begitu juga pemegang IUP Eksplorasi tidak melakukan kegiatan eksplorasi.

Sehingga apabila pihak pemerintah Kabupaten Minahasa Tenggara berinisiatif untuk melakukan penertiban dengan berkal-kali memberikan peringatan tertulis bahkan mengancam akan mencabut izin bagi pemegang IUP yang melanggar peraturan perundang-undangan, seperti memasukan laporan kegiatan ekplorasi atau operasi secara berkala mengenai rencana dan kegiatan anggaran belanja, tetapi pihak perusahaan masih kurang perhatian dan tidak melaporkan kepada pemerintah kabupaten, karena seperti IUP eksplorasi kebanyakan tidak melakukan kegiatan eksplorasi, begitu juga perusahaan yang telah mempunyai IUP Operasi Produksi tetapi data apa yang harus di laporkan sedangkan perusahaan tersebut sama sekali belum menjalankan kegiatan produksi karena terkendala oleh izin yang lain.

Pemerintah kabupaten yang sebenarya memiliki kewenangan untuk melakukan penertiban terhadap semua izin yang ada tetapi malah melakukan pelanggaran bahkan menyalagunakan

220 Fakultas Hukum - UNISAN

kewenangannya. Bahkan dari data ada 6 IUP Ekplorasi masa berlakunya sudah habis tetapi belum di tutup oleh pihak Pemerintah Kabupaten Minahasa Tenggara

Bahkan yang sangat menyedihkan Pemerintah Kabupaten Minahasa Tenggara sebagai penyelenggara Negara tidak terbuka kepada masyarakat, sampai saat ini masyarakat tidak mengetahui perusahaan mana saja yang sudah mengantongi izin, Pemerintah Kabupaten Minahasa Tenggara kayakanya merasa was-was apabila daftar pemegang IUP yang ada di ketahui oleh masyarakat karena akan di ketahui kinerja pemerintah daerah dalam penertiban izin yang ada belum efektif, Pemerintah Kabupaten dalam menjalankan kewenanganya harus bersifat terbuka sehingga seluruh pihak dapat menjadi pengawsan dalam pengelolaan usaha pertambangan yang ada dikabupaten.

B. Pelaksanaan Kewenangan Pemerintah Kabupaten dalam Penertiban Izin Usaha Pertambangan Emas di Minahasa Tenggara

Maraknya kegiatan pertambangan yang berada di daerah membawa dampak yang serius bagi pemerintah kabupaten, di mana pemerintah kabupaten di minta serius dalam melaksanakan kewenangannya sebagaimana yang di amanatkan oleh peraturan perundang-undangan. Salah satu kewenangan yang sangat penting yang harus di jalankan oleh pemerintah kabupaten adalah berkaitan dengan penertiban kegiatan pertambangan emas, lebih khusus yang berkaitan dengan penertiban izin usaha pertambangan emas yang ada di daerah kabupaten.

Izin usaha pertambangan merupakan hal sangat penting karena syarat untuk melakukan kegiatan pertambangan emas baik eksplorasi maupun operasi produksi harus mempunyai izin pertambangan seperti IUP ekslporasi dan IUP operasi produksi. Sehingga seluruh izin pertambangan emas yang ada di daerah baik IUP eksplorasi maupun IUP operasi produksi harus di tertibkan. Karena apabila pemegang izin pertambangan ini menjalankan kegiatannya kemudian izin yang ada di keluarkan tidak sesuai dengan persyaratan yang ada dalam peraturan perundang-undangan maka akan membawa dampak negative bagi seluruh aspek baik masyarakat, lingkungan dan pemeritah.

Berdasarkan Undang-undang No. 4 tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara pemerintah kabupaten mempunyai kewenangan yang berkaitan dalam penertiban izin pertambangan mulai dari pada penerbitannya harus sesuai dengan aturan, kemudian memberikan sanksi bagi pemegang izin pertambangan yang tidak memenuhi kewajibannya, maupun pihak melakukan kegiatan tanpa mempunyai izin pertambangan. Bahkan pada Undang-undang No. 32 tahun 2009 mengenai lingkungan yang berisi akan memberikan sanksi bagi para pihak yang melanggar ketentuan seperti tidak adanya dokumen linkungan seperti Amdal.

Kabupaten Minahasa Tenggara pada saat ini mempunyai 16 izin baik IUP eksplorasi maupun operasi produksi. Ada 6 IUP Operasi produksi dan 11 IUP eksplorasi yang di terbitkannya mulai tahun 2010 sampai dengan 2013, tetapi semua IUP yang di keluarkan ini merupakan hasil dari pada penyesuaian KP eksplorasi dan KP eksplotaisi sebelum adanya Undang-undang No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pemerintah daerah melakukan penertiban seluruh izin yang untuk di sesuaikan sesuai dengan PP No. 23 tahun 2010 yang sudah di ubah dengan PP No. 24 tahun 2012 tentang pelaksanaan kegiataan usaha pertambangan mineral dan batubara pada pasal 112 butir 4 yaitu: Kuasa pertambangan, surat izin pertambangan daerah, dan surat izin pertambangan rakyat yang di berikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum ditetapkannya

Fakultas Hukum – UNISAN 221

peraturan pemerintah ini tetap diberlakukan sampai jangka waktu berakhir serta wajib: “Disesuaikan

menjadi IUP atau IPR sesuai dengan ketentuan peraturan ini dalam jangka waktu paling lambat 3 bulan sajak berlakunya peraturan pemerintah ini dan khusus BUMN dan BUMD, untuk IUP operasi produksi

merupakan IUP operasi pertama.”

Dengan melihat aturan ini, pemerintah kabupaten tidak efektif dalam menjalankan kewenangannya, contohnya sebernya semua KP harus di sesuaikan menjadi IUP pada jangka waktu paling lambat setelah 3 bulan di berlakukannya PP No. 23 tahun 2010 tetapi dari 16 IUP yang ada hanya 3 IUP yang di keluarkan tahun 2010 dan sisanya di keluarkan tahun 2011, 2012 dan 2103 dengan demikian ini melanggar dengan ketentuan yang di nilai pemerintah kurang efektif dalam menjalankan kewenangan ini, begitu juga pemegang IUP sampai saat ini belum menyampaikan rencana kegiatan kepada Bupati.

Berkaitan dengan Amdal, wawancara dengan Dinas pertambangan dan ESDM Minahasa Tenggara ketika di Tanya tentang dokumen amdal mengatakan bahwa semua IUP operasi produksi sudah mempunyai amdal tetapi IUP eskplorasi belum ada.Ini menandakan bahwa di keluarkannya IUP atas penyesuain dari KP tidak sesuai dengan persyaratan yang ada bahkan data amdal yang ada dari balai lingkungan hidup kabupaten minahasa tenggara, dari 6 pemegang IUP operasi produksi baru 5 yang mempunyai amdal. PT Hakian Wellem Rumansi yang ada di daftar IUP operasi produksi tetapi belum pernah melakukan kegiatan Amdal, begitu juga pemegang IUP eksplorasi sebenarnya harus mempunyai amdal tetapi sampai saat ini tidak satu pun dari pemegang yang membuat Amdal padahal dalam Undang-Undang Lingkungan semua kegiatan wajib mempunyai amdal

Berdasarkan interpretasi wawancara kepala bidang pertambangan dinas pertambangan dan ESDM ada beberapa kasus yang berkaitan dengan IUP yang ada di minahasa tenggara: 1) Ada IUP yang sudah habis jangka waktunya tapi belum di tutup dan sampai sekarang masih beroperasi; 2) Rata- rata pemegang IUP belum memasukan data dan informasi mengenai mineral yang ada, padahal pemegang IUP wajib untuk melaporkannya kendati sudah di surati berkali-kali dari pemerintah daerah; 3) Ada juga pemegang IUP tidak melakukan kegiatan eksplorasi tapi hanya sebagai broker untuk mengkapleng tanah saja dan di jadikan jaminan di bank untuk modal usaha; 4) Ada indikasi IUP eksplorasi telah melakukan kegiatan operasi produksi atau menjual mineral logam emas tanpa di ketahui oleh pemerintah; dan 5) Ada IUP yang sudah habis jangka waktunya tetapi baru memasukkan permohonan perpanjangan ke bupati dan bupati memberikan kesempatan untuk memasukkan hasil kegiatan eksplorasi dan akan di beri perpanjangan walaupun dinas pertambangan sudah mengusulkan kepada bupati untuk tidak menerima permohonan untuk perpanjangan karena sudah habis jangka waktu dan melanggar aturan.

Penelitian menunjukkan bahwa Pemerintah Kabupaten Minahasa Tenggara belum efektif menjalankan kewenangannya dalam penertiban izin usaha pertambangan di mana IUP yang di terbitkan tidak sesuai dengan persyaratan yang ada dan pemegang IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi sampai sekarang belum melakukan kegiatan pertambangan sehingga tidak menjalankan kewajibannya.

222 Fakultas Hukum - UNISAN

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan UU No. 4 Tahun 2009 dan PP No. 23 Tahun 2010 Pemerintah Kabupaten mempunyai kewenangan dalam pengelolaan usaha pertambangan, lebih khususnya mengenai penertiban izin usaha pertambangan, baik dengan sanksi pidana dan sanksi administrative. Pemerintah Kabupaten Minahasa Tenggara belum efektif menjalankan kewenangannya dalam penertiban izin usaha pertambangan di mana IUP yang di terbitkan tidak sesuai dengan persyaratan yang ada dan dari pemegang IUP yang ada baik IUP Eksplorasi dan Operasi Produksi sampai sekarang belum melakukan kegiatan sehingga otomatis tidak menjalankan kewajibannya. Sehingga penertiban izin usaha pertambangan baik dengan sanksi pidana dan administrative belum di jalankan. Pemerintah Kabupaten Minahasa Tenggara perlu memberikan sanksi tegas apabila pemegang izin yang tidak menjalankan kewajibannya. Dan membantu kepada seluruh pemegang IUP agar dapat menyelesaikan seluruh persyaratan-persyaratan sehingga kegiatan pertambangan dapat di jalankan.

DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin. Pengantar Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta : PT. Raja grafindo Persada, 2012. Hayati, Tri. Perizinan Pertambangan di Era reformasi Pemerintahan Daerah, Studi tentang Perizinan

Pertambangan Timah di Pulau Bangka. Jakarta, Disertasi hukum, 2011.

Hadjon, Philipus M. Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia Penerbit Gajah Mada Universty Press Yogyakarta, 2005.

Hidayat. Teori Efektifitas Dalam Kinerja Karyawan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta, 1986. Puluhawa, Fenty. Substansi Hukum Tentang ;Pengawasan Izin Pada Usaha Pertambangan. Jurnal

Pelangi Ilmu, 3 (4): 14, 2010.

Purwadi, Wira. Sistem Pengawasan Terhadap Pengelolaan Usaha Pertambangan Rakyat Pada Logam Emas. Jurnal Ilmu Hukum Amanna Gappa, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, 20(4): 471-481, 2012.

Rafiuddin. Hakikat Pengelolaan Pertambangan Berbasis partisipatif, Makassar, Disertasi Hukum, 2013.

Salim, H,S. Hukum pertambangan Mineral Dan Batubara, Jakarta, Sinar Grafika, 2012. Salim, H,S. Hukum Pertambangan Di Indonesia .Jakarta, Raja Grafindo, 2010.

Stroink, F.A.M. dan J. G. Steenbeek. Inleiding In Het Staat-Administratif Recht, Alpena an dan Rijn; Samson H.D Tjeenk Willink, 1985.

Fakultas Hukum – UNISAN 223 KEWARISAN MASYARAKAT KAJANG LE’LENG

Hasnia

Fakultas Hukum Universitas Ichsan Gorontalo hasnia.mangun@gmail.com

Abstract

Inheritance systems in Kajang community divided in two, between Kajang Inside and Outside. For Kajang Inside, inheritance adjusted to Install ri Kajang and Ammatoa decision, while Kajang outside does not use the Mount as a foothold in the division of inheritance. Likewise with the meaning of justice, Kajang inside considers that the division has been established by the tides has been fair, while Kajang Outer mean justice when wealth divided among heirs was based on mutual agreement.

Keyword : inheritance, indigenous, social construction, justice, Kajang

I. PENDAHULUAN

Saat ini pengaturan hukum waris yang merupakan bagian dari hukum perdatadi Indonesia masih bersifat pluralisme. Hal ini tidak terlepas dari historikal berlakunya hukum perdata di Indonesia. Sebelum Indonesia merdeka, sebagai akibat penjajahan kolonial Belanda, politik hukum pemerintah Hindia Belanda pada waktu itu terjadi penggolongan hukum dan penggolongan penduduk. Hukum waris yang bahkan berlaku sampai sekarang (baik hukum waris adat, hukum waris Islam maupun hukum waris Barat (BW)) merupakan hukum positif yang ditetapkan pengadilan. Bermacam-macam hukum waris tersebut walau tanpa kodifikasi dan unifikasi, tidak berarti tidak ada hukum nasional. Keanekaragaman hukum, bukanlah sesuatu yang perlu dihindari, sepanjang tidak dimaksudkan untuk memberi hak istimewa (privilege) atau sebaliknya untuk merendahkan suatu kelompok. Keragaman hukum justru dapat bermanfaat dalam membangun kesatuan dan harmonisasi hubungan antar kelompok karena masing-masing merasa dihargai dan diberi tempat yang wajar dan masuk akal dalam tata kehidupan bersama, disamping itu juga dalam rangka mengakomodir pandanganmasyarakat Indonesia yang sangat pluralistik secara sosiologis.

Keanekaragaman hukum waris tersebut tidak semata-mata sebagai fenomena normatif dan politik hukum yang ada, melainkan karena faktor sosiologis, kultural, keyakinan dan lain sebagainya. Demikian juga seperti hukum waris adat yang beraneka ragam, seperti hukum waris menurut susunan masyarakat patrilineal, matrilineal dan parental yang masing-masing susunan masyarakat tersebut dapat dijumpai perbedaan-perbedaan dalamhukum kewarisannya.

224 Fakultas Hukum - UNISAN

Praktek pembagian warisan berkaitan erat dengan beragamnya tafsir tentang keadilan maka hukum waris pun menjadi beragam, ada yang mengacu pada agama (hukum Islam), bersumber pada adat istiadat dari masing-masing etnis (hukum adat) dan ada pula yang mengacu pada hukum perdata barat (hukum BW).

Pada prinsipnya ketiga hukum waris ini sama yaitu sama-sama mengatur peralihan hak atas harta benda pewaris kepada ahli waris dari si pewaris. Walaupun dalam prakteknya terjadi perbedaan karena hukum Islam dan hukum waris barat (BW) menentukan syarat adanya kematian, sedangkan hukum adat berdasarkan sistem keturunan. Dalam hukum Islam dan hukum waris barat (BW) pembagian harta warisan dapat dilakukan setelah pewaris meninggal dunia, sedangkan hukum adat, pembagian harta warisan dapat dilakukan selagi pewaris masih hidup.

Di Sulawesi Selatan, dalam pembagian harta waris, masyarakat Kajang Le’lengbaik (Ilalang Embaya) maupun (Ipantarang Embaya) mengenal adanya pembagian warisan menurut garis keturunan. Dimana garis keturunan tersebut memiliki masing-masing bagian warisan yang ditinggalkan oleh leluhurnya, dikelola bersama-sama secara turun temurun sebagaimana yang telah dituliskan dalam Pasang. Diketahui bahwa sampai saat ini pembagian warisan pada masyarakat

Kajang Le’leng khususnya(Ipantarang Embaya)tidak mengalami banyak perubahan, walaupun secara fisik, sistem sosial dan pembangunan yang terjadi pada masyarakat Kajang le’leng Ipantarang Embaya

mengalami banyak perubahan.

Dengan adanya kenyataan bahwa pembagian dua wilayah antara Ilalang Embaya dan

Ipantarang Embaya dalam satu lingkungan wilayah adat sangat di mungkinkna terjadinya perubahan sistem sosial, termasuk sistem hukum yang dianut dalam hal pembagian harta warisan sepertitelah diuraikan diatas, namun yang terjadi tidaklah demikian. Oleh sebab itu penulis tertarik untuk mengetahui lebih jauh terkait sistem pembagian warisan yang dianut oleh masyarakat Kajang Le’leng (Ilalang Embaya dan Ipantarang Embaya) di Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan.

Adapun pertanyaan umum yang ingin dijawab dalam tulisan ini adalah bagaimana proses pembagian warisan masyarakat Kajang Le’leng Dalam (Ilalang Emabaya) dan Kajang Le’leng luar (ipantarang Embaya)?; dan bagaimana makna keadilan pada proses pembagian warisan yang dianut oleh masyarakat Kajang Le’leng ( Ilalang Embaya) dan Ipantarang Embaya) di Kabupaten Bulukumba?.

Untuk menjawab pertanyaan di atas, maka penulis menggunakan metode penelitian kualitatif. Pemakaian penelitian kualitatif merupakan bentuk proporsional yang dapat digunakan untuk menjelaskan makna dibalik sebuah fenomena sosial. Sebagai upaya untuk menjawab masalah penelitian, peneliti menggunakan pendekatan fenomenologi sebagai pisau analisa (tools of analysis).

Sebelum menjelaskan lebih jauh mengenai kewarisan masyarakat Kajang Le’leng. Ada beberapa penelitian lain yang juga berbicara tentang masyarakat Kajang Le’leng dan Sistem Kewarisan, diantaranya: Skripsi Hiksyani Nurkhadijah (Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Bagian Hukum Perdata Tahun 2013) yang berjudul “ Sistem Pembagian Harta Warisan

Pada Masyarakat Ammatoa Di Kabupaten Bulukumba”. Skripsi ini menjelaskan tentang sistem pembagian harta warisan dan hubungan objek warisan dengan sistem kewarisan pada masyarakat

Fakultas Hukum – UNISAN 225 masyarakat Ammatoa menganut sistem keturunan Parental, yaitu dimana garis keturunan yang diambil dari kedua belah pihak ayah maupun ibu. Namun Apabila dikaji lebih jauh skripsi ini hanya menjelaskan sistem kekerabatan yang dianut oleh masyarakat Ammatoa dalam pembagian harta warisan. Oleh karena itu sedikitpun tidak menyinggung tentang konsep keadilan yang dipahami dalam sistem pembagian harta warisan pada masyarakat Ammatoa di Kabupaten Bulukumba sebagaimana fokus kajian yang dilakukan oleh peneliti.

Sementara itu, karya Chatib Rasyid (Ketua Pengadilan Agama Kota Bandung), dengan judul

“Keadilan dalam Hukum Waris Islam”. Dalam penelitian ini Chatib Rasyid memaparkan konsep keadilan pembagian harta warisan berdasarakan hukum Islam tanpa mengkaji lebih jauh relevansinya dengan kondisi suatu masyarakat. Sedangkan peneliti akan memotret sistem kekerabatan dan konsep keadilan pembagian harta warisan masyarakat Kajangdengan konsep keadilan yang dipahami masyarakat Kajang Le’leng di Kabupaten Bulukumba. Selain itu penelitian ini juga mengkaji lebih

Dalam dokumen ISRAEL DARI OCCUPIED PALESTINIAN TERRITO (Halaman 115-123)

Dokumen terkait