• Tidak ada hasil yang ditemukan

Suhu dan kelembaban merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan, konsumsi pakan dan mortalitas. Suhu dan kelembaban yang ideal dapat meningkatkan konsumsi pakan sehingga mencit dan tikus dapat tumbuh dengan optimal, selain itu angka kematian (mortalitas) dapat ditekan seminimal mungkin. Hasil pengukuran suhu dan kelembaban selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Rataan Suhu dan Kelembaban selama Penelitian

Waktu Suhu Kelembaban

(OC) (%)

Pagi (07:00 WIB) 23,39 81,28

Siang (12:00 WIB) 32,75 74,03

Sore (16:00 WIB) 30,89 74,86

Selama penelitian, tidak terjadi fluktuasi suhu dan kelembaban yang ekstrem dengan rata-rata suhu 23,39OC pada pagi (pukul 07:00 WIB), 32,75OC pada siang (pukul 12:00 WIB) dan 30,89OC pada sore hari (pukul 16:00 WIB). Rata-rata kelembabannya 81,28% pada pagi, 74,03% pada siang dan 74,86% pada sore hari. Menurut Malole dan Pramono (1989), rata-rata suhu yang ideal untuk pertumbuhan mencit berkisar antara 21-29OC, sedangkan kelembaban udaranya 30-70%. Secara umum suhu kandang selama penelitian sesuai dengan suhu ideal untuk pertumbuhan mencit yaitu 29OC, namun hasil pengukuran menunjukkan kelembaban kandang rata-rata 76,72% lebih tinggi dari kelembaban ideal untuk pertumbuhan mencit. Namun kondisi tersebut masih dapat ditoleransi oleh mencit sehingga mortalitas mencit selama penelitian tidak ada, selain itu sirkulasi udara pada kandang penelitian cukup baik sehingga kelembaban yang cukup tinggi ini dapat diminimalkan agar mencit dan tikus dapat beraktivitas dengan nyaman.

Bobot Badan Bobot Badan Mencit

Menurut Sudono (1981), kurva pertumbuhan mencit merupakan titik-titik pertemuan antara bobot badan dengan waktu, pola kurva pertumbuhan mencit berbentuk sigmoid. Pertumbuhan mencit ada dua fase yaitu fase tumbuh cepat saat laju pertambahan bobot badan mencit meningkat tajam, dan fase yang kedua yaitu fase tumbuh lambat saat laju pertambahan bobot badan mulai menurun sampai menjadi nol yaitu hewan telah mencapai dewasa tubuh. Titik antara dua fase tersebut disebut titik peralihan. Hasil rataan bobot badan awal dan akhir mencit disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan Bobot Badan Awal dan Akhir Mencit Penelitian

Awal Akhir Pakan Rataan ± Sb KK Rataan ± Sb KK (g/ekor) (%) (g/ekor) (%) P1 12,72 ± 0,91 7,22 27,79 ± 3,04 10,96 P2 12,27 ± 1,18 9,69 29,29 ± 2,58 8,82 P3 12,16 ± 1,33 10,96 26,74 ± 1,76 6,58 Keterangan : P1 : Pakan dengan 0% tepung tembakau Sb : Simpangan baku

P2 : Pakan dengan 0,16% tepung tembakau KK: Koefisien keragaman P3 : Pakan dengan 0,32% tepung tembakau

Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa rata-rata bobot badan awal mencit penelitian tidak berbeda (P>0,05), artinya bobot awal mencit masih homogen. Bobot awal mencit P1 lebih seragam (7,22%) dibandingkan mencit P2 dan P3, yaitu dengan koefisien keragaman masing-masing sebesar 9,69% dan 10,96%. Pencatatan bobot badan mencit dilakukan hingga mencit berumur 8 minggu, sehingga dapat diketahui bobot akhirnya pada saat mencit memasuki umur dewasa tubuh.

Hasil analisis ragam menunjukkan bobot badan mencit pada akhir penelitian tidak berbeda (P>0,05) dengan rataan bobot akhir mencit P1, P2, dan P3. Menurut Gono (1987), pertumbuhan setelah penyapihan dipengaruhi oleh faktor kandungan gizi ransum, jenis kelamin, umur, bobot sapih, dan lingkungan. Data hasil pencatatan bobot akhir menunjukkan bahwa mencit dengan tingkat pemberian 0,32% tepung tembakau lebih seragam (6,58%) dibandingkan mencit P2 dan P3. Kurva pertumbuhan mencit selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.

0 5 10 15 20 25 30 35 21 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 Umur (hari) B obo t B a da n ( g) 0% 0,16% 0,32%

Gambar 4. Kurva Pertumbuhan Mencit selama Penelitian

Pada Gambar 4, mencit dengan pemberian tepung tembakau 0,16% (P2) memiliki laju pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan mencit P1 (0%) dan P3 (0,32%). Kurva pertumbuhan mencit berbentuk sigmoid dan cenderung mengalami peningkatan yang cepat (akselerasi) pada umur 21-42 hari karena pada saat itu mencit mulai memasuki masa dewasa kelamin dan mengalami penurunan sesaat kemudian meningkat kembali hingga memasuki umur 54 hari. Titik infleksi mulai terlihat pada umur 54-57 hari karena pada saat itu mencit memasuki umur dewasa tubuh, dimana pertumbuhannya sudah mulai konstan dan sedikit mengalami peningkatan. Meskipun pada kurva menunjukkan bahwa nikotin dengan kadar yang sesuai (0,16%) dapat memberikan respon pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol dan pemberian nikotin dengan tingkat yang lebih tinggi (0,32%) justru akan memberikan respon yang negatif atau dengan kata lain pertumbuhannya tidak lebih baik dari mencit yang tanpa pemberian nikotin, namun perbedaan tersebut secara statistik tidak bermakna (P>0,05).

Bobot Badan Tikus

Smith dan Mangkoewidjojo (1988), menyatakan bahwa bobot badan dewasa dipengaruhi oleh litter size, bobot lahir (bobot awal), produksi susu induk dan pemberian pakan. Pencatatan bobot awal dilakukan pada saat tikus berumur 21 hari dan pencatatan bobot akhir dilakukan pada saat akhir penelitian yaitu ketika tikus berumur 57 hari (8 minggu). Rataan bobot awal tikus disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan Bobot Badan Awal dan Akhir Tikus Penelitian Awal Akhir Pakan Rataan ± Sb KK Rataan ± Sb KK (g/ekor) (%) (g/ekor) (%) P1 28,86 ± 5,54 19,20 166,21 ± 21,62A 13,00 P2 26,50 ± 4,91 18,54 151,84 ± 9,23AB 6,07 P3 26,13 ± 3,53 13,53 137,33 ± 13,03B 9,48 Keterangan : A dan B dalam kolom yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01).

P1 : Pakan dengan 0% tepung tembakau Sb : Simpangan baku P2 : Pakan dengan 0,16% tepung tembakau KK: Koefisien keragaman P3 : Pakan dengan 0,32% tepung tembakau

Hasil Tabel 6 menunjukkan bahwa tikus P1 (0%), rataan bobot awalnya lebih besar walaupun menurut hasil analisis menyatakan bahwa rataan bobot awal tikus P1 (0%) tidak berbeda (P>0,05) dengan tikus P2 dan P3, dengan kata lain rataan bobot awal tikus penelitian masih homogen. Tingkat keragaman bobot awal tikus P1 lebih tinggi dibanding tikus P2 dan P3. Pencatatan bobot badan tikus dilakukan hingga tikus mencapai umur 57 hari (8 minggu), dimana pada saat tersebut tikus memasuki masa dewasa tubuh. Menurut Malole dan Pramono (1989), dewasa tubuh yaitu umur saat organ-organ tubuh dan reproduksi telah tumbuh dengan sempurna.

Rataan bobot akhir tikus P1 (0%) lebih besar dibandingkan P2 (0,16%) dan P3(0,32%). Bobot akhir tikus juga dipengaruhi oleh konsumsi pakan, tikus yang diberi pakan dengan penambahan nikotin memiliki daya konsumsi yang lebih rendah dengan tikus yang diberi pakan tanpa penambahan nikotin. Hasil analisis ragam menyatakan bahwa rataan bobot akhir tikus P1 (0%) tidak berbeda (P>0,05) dengan tikus P2 (0,16%), namun rataan bobot akhir tikus P1 (0%) berbeda (P<0,05) dengan tikus P3 (0,32%). Rataan bobot akhir tikus P2 (0,16%) tidak berbeda (P>0,05) dengan rataan tikus P3 (0,32%), hasil ini menunjukkan bahwa pemberian nikotin dalam pakan mempengaruhi bobot akhir tikus penelitian dan memberikan efek yang negatif terhadap bobot akhir tikus. Pengaruh metabolisme nikotin dalam tubuh dapat meningkatkan aktivitas minum dan menurunkan aktivitas makan sehingga mengakibatkan bobot badan cenderung menurun (Benowitz et al., 1994). Koefisien keragaman menunjukkan bahwa bobot akhir tikus dengan pemberian tepung tembakau sebesar 0,32% lebih seragam dibanding tikus P2 (0,16%) dan P3 (0,32%). Kurva pertubuhan tikus selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 5.

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 21 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 Umur (hari) B obo t B a da n ( g) 0% 0,16% 0,32% Gambar 5. Kurva Pertumbuhan Tikus selama Penelitian

Tikus yang diberi pakan tanpa penambahan tepung tembakau memiliki pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan tikus P2 (0,16%) dan P3 (0,32%). Pada umur 51 hari tikus penelitian mengalami penurunan bobot badan secara bersamaan, hal ini disebabkan karena pengaruh suhu lingkungan. Pada hari tersebut suhu lingkungan kandang pada sore hari mencapai 33°C, meningkat dua derajat dari hari-hari sebelumnya yang cenderung stabil yaitu 31°C, sehingga mengakibatkan tikus lebih cenderung banyak minum dan sedikit makan agar suhu tubuhnya menurun dan dapat menyesuaikan dengan kondisi lingkungannya. Apabila dilihat secara statistik, perbedaan bobot badan ini hanya terlihat pada tikus yang diberi pakan dengan tanpa penambahan tepung tembakau (P1) jika dibandingkan dengan tikus yang tanpa diberi pakan penambahan tepung tembakau 0,32% (P3). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian nikotin pada tikus menimbulkan respon yang negatif terhadap pertumbuhan tikus tersebut.

Pertambahan Bobot Badan Pertambahan Bobot Badan Mencit dan Tikus

Rataan pertambahan bobot badan mencit selama penelitian berkisar antara 0,40-0,47 g/ekor/hari sedangkan pada tikus berkisar antara 3,08-3,81 g/ekor/hari. Menurut penelitian Sudono (1981), rata-rata laju pertumbuhan mencit jantan dan betina umur 21-56 hari masing-masing sebesar 0,43 dan 0,38 g/ekor/hari dengan laju

tertinggi dicapai pada saat umur 29 hari, pada jantan dan betina masing-masing sebesar 0,55 dan 0,50 g/ekor/hari. Menurut penelitian Feri (2004), laju pertambahan bobot badan mencit umur 3-8 minggu sebesar 0,60 g/ekor/hari pada jantan dan 0,45 g/ekor/hari pada betina. Menurut hasil penelitian Raimon (2006), pertambahan bobot badan tikus jantan dari umur 3-8 minggu sebesar 2,74 g/ekor/hari dengan pemberian ransum berkadar protein 16%. Menurut Gultom (2003), pertambahan bobot badan tikus sebesar 2,36 g/ekor/hari dengan pemberian pakan berkadar protein 21-23%. Smith dan Mangkoewidjojo (1988), menyatakan bahwa pertambahan bobot badan tikus dapat mencapai 5 g/ekor/hari. Data pertambahan bobot badan harian mencit dan tikus selama penelitian disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Pertambahan Bobot Badan (PBB) Mencit dan Tikus per Hari

Mencit Tikus Pakan Rataan ± Sb KK Rataan ± Sb KK (g/ekor/hari) (%) (g/ekor/hari) (%) P1 0,41 ± 0,08 19,94 3,81 ± 0,51 A 13,51 P2 0,47 ± 0,05 11,70 3,48 ± 0,31 AB 8,91 P3 0,40 ± 0,05 12,75 3,08 ± 0,33 B 10,89 Keterangan : A dan B dalam kolom yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01).

P1 : Pakan dengan 0% tepung tembakau Sb : Simpangan baku P2 : Pakan dengan 0,16% tepung tembakau KK: Koefisien keragaman P3 : Pakan dengan 0,32% tepung tembakau

Hasil analisis menunjukkan bahwa pemberian nikotin berupa tepung tembakau dalam pakan tidak berpengaruh pada pertambahan bobot badan mencit, rata-rata pertambahan bobot badan mencit sebesar 0,40-0,47 g/ekor/hari, cenderung menurun dari hari ke hari dan titik terendah dicapai di hari ke 45. Hasil ini mendekati hasil penelitian Hadian (2004), yang menyatakan bahwa laju pertambahan bobot badan mencit umur 3-8 minggu sebesar 0,49 g/ekor/hari. Pertambahan bobot badan mencit menurun dari hari ke hari karena kebiasaan mencit yang sering makan membuat mencit sering melakukan urinasi dan defekasi sehingga penyerapan zat makanan rendah (Sudono, 1981). Pertambahan bobot badan mencit tidak mengalami perbedaan meskipun konsumsi pakan mencit P3 (0,32%) lebih tinggi dibandingkan dengan mencit P1 dan P2, hal ini disebabkan oleh kandungan nutrisi pakan P3 yang mengandung serat kasar yang lebih tinggi sehingga penyerapan makanan lebih rendah. Histogram pertambahan bobot badan harian mencit dapat dilihat pada Gambar 6.

0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 1,4 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 Umur (hari) g/ e k o r/ h a ri 0% 0,16% 0,32%

Gambar 6. Histogram Pertambahan Bobot Badan Mencit

Rataaan PBB tertinggi terjadi saat mencit berumur antara 24 hari dan mulai menurun hingga mencit berumur 39 hari pada semua perlakuan, hal ini terjadi karena mencit pada masa pertumbuhan atau baru saja mencapai umur dewasa kelamin. Penurunan PBB cukup jelas terlihat saat mencit berumur 45 hari. Hal ini terjadi karena mencit telah mencapai dewasa tubuh dan kelamin, sehingga yang terjadi hanya sebatas pertumbuhan jaringan lemak tubuh (Rose, 1997). Pertumbuhan selanjutnya rataan PBB yang terjadi cenderung naik-turun.

Hasil analisis ragam menunjukkan, bahwa perlakuan jenis pakan sangat nyata (P<0,01) mempengaruhi PBB tikus. Hasil uji lanjut Tukey menunjukkan bahwa perlakuan P2 tidak nyata dengan P1 (kontrol) dan P2 tidak nyata dengan P3, tetapi P3 memiliki PBB berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan P1 (kontrol). Pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh konsumsi pakan dan daya serap tikus terhadap pakan yang diberikan (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Tikus P3 (0,32%) Hal ini berarti, penambahan tepung tembakau dapat mengakibatkan penurunan PBB seiring dengan meningkatnya tepung tembakau yang ditambahkan ke dalam pakan tikus tersebut, dengan kata lain nikotin memberikan efek negatif pada pertumbuhan tikus, semakin banyak kadar nikotin yang diberikan maka semakin kecil pertumbuhannya. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil analisis pada tikus tanpa pemberian tepung tembakau dan tikus P3 yang diberi tepung tembakau paling tinggi (0,32%). Histogram pertambahan bobot badan harian tikus dapat dilihat pada Gambar 7.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 Umur (hari) g/ e k or /ha ri 0% 0,16% 0,32%

Gambar 7. Histogram Pertambahan Bobot Badan Tikus

Pada histogram di atas (Gambar 7) dapat dilihat bahwa pertambahan bobot badan tikus cenderung stabil dibandingkan dengan mencit walaupun terlihat pada gambar pertambahan bobot badan tikus cenderung naik-turun. Pertambahan bobot badan tikus P1 (0%) cenderung lebih tinggi, hal ini karena tikus P1 mengkonsumsi pakan relatif lebih banyak daripada tikus yang diberi nikotin sehingga penyerapan makanan cenderung lebih tinggi dan mengakibatkan pertambahan bobot badannya ikut meningkat dibandingkan tikus yang diberi nikotin. Pertambahan bobot badan tertinggi tikus dicapai pada umur 54 hari, hal ini terjadi karena pada umur tersebut tikus memasuki umur dewasa tubuh sehingga pada umur selanjutnya PBB tikus mulai mengalami penurunan.

Konsumsi Pakan

Salah satu faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan adalah kualitas pakan yang diberikan. Kandungan protein pada pakan penelitian adalah 19,36-21,15% (Tabel 3). Rataan konsumsi pakan mencit selama penelitian berkisar antara 4,77-4,86 g/ekor/hari, hasil ini sesuai dengan pernyataan Smith dan Mangkoewidjojo (1988), menyatakan bahwa mencit dapat mengkonsumsi pakan sebanyak 3-5 g/ekor/hari. Rataan konsumsi pakan tikus selama penelitian berkisar antara 12,07-16,54 g/ekor/hari. Menurut Gultom (2003), rata-rata konsumsi tikus dengan pemberian pakan berkadar protein 21-23% adalah 16,09 g/ekor/hari. Tikus putih dewasa makan setiap hari antara 12-20.g, kualitas pakan merupakan faktor penting yang

mempengaruhi kemampuan tikus mencapai potensi genetik untuk tumbuh (Smith dan Mankoewidjojo, 1988). Menurut Malole dan Pramono (1989), tikus dewasa membutuhkan 10.g makanan per hari per 100.g bobot badan. Tingkat konsumsi ransum dipengaruhi oleh temperatur kandang, kelembaban, kesehatan, dan kualitas makanan itu sendiri. Hasil pengukuran konsumsi mencit dan tikus terhadap pakan yang diberikan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Konsumsi Pakan Mencit dan Tikus per Hari

Mencit Tikus Pakan Rataan ± Sb KK Rataan ± Sb KK (g/ekor/hari) (%) (g/ekor/hari) (%) P1 4,77 ± 0,04B 1,01 16,54 ± 0,19A 1,20 P2 4,78 ± 0,09B 1,90 14,35 ± 0,17B 1,21 P3 4,86± 0,05A 1,08 12,07 ± 0,43C 3,60 Keterangan : A dan B dalam kolom yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01).

P1 : Pakan dengan 0% tepung tembakau Sb : Simpangan baku P2 : Pakan dengan 0,16% tepung tembakau KK: Koefisien keragaman P3 : Pakan dengan 0,32% tepung tembakau

Rataan konsumsi pakan mencit yang diberi tepung tembakau 0,16% tidak berbeda (P>0,05) dengan yang diberi tepung tembakau 0% (kontrol), sedangkan rataan konsumsi pakan mencit yang diberi tepung tembakau 0,32% lebih tinggi (P<0,01) dibandingkan yang diberi tepung tembakau 0% dan 0,16%., kemungkinan disebabkan pengaruh adiksi nikotin dalam tepung tembakau yang menyebabkan mencit lebih menyukai pakan yang memiliki kadar nikotin lebih tinggi. Menurut Chaloupka (2000), tembakau berisi nikotin, suatu zat yang telah diakui oleh organisasi kedokteran internasional sebagai pembawa sifat kecanduan. Perbedaan tingginya konsumsi pakan mencit P3 (0,32%) tidak seiring dengan pertambahan bobot badan dan konversi pakannya yang cenderung tidak mengalami perbedaan, hal ini disebabkan rendahnya daya serap mencit P3 terhadap pakan yang dikonsumsi. Histogram konsumsi pakan mencit dapat dilihat pada Gambar 8.

4,5 4,5 4,6 4,6 4,7 4,7 4,8 4,8 4,9 4,9 5,0 5,0 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 Umur (hari) g/ e k or /ha ri 0% 0,16% 0,32%

Gambar 8. Histogram Konsumsi Pakan Mencit

Rata-rata konsumsi pakan mencit pada taraf pemberian tepung tembakau 0% dan 0,16% dalam ransum dari umur 27-48 hari cenderung meningkat tajam, mulai ada penurunan dari umur 48 hari. Pada umur 35 hari mencit mencapai umur dewasa kelamin (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988) sehingga aktivitas reproduksi meningkatkan nafsu makan mencit untuk memenuhi kebutuhan perkembangan organ-organ reproduksinya. Rata-rata konsumsi ransum mencit jantan umur 6-8 minggu cenderung menurun karena mencit jantan mulai memasuki umur dewasa tubuh (Malole dan Pramono, 1989). Dewasa tubuh yaitu umur saat organ-organ tubuh dan reproduksi telah tumbuh dengan sempurna sehingga konsumsi ransumnya mulai menurun. Rataan konsumsi pakan mencit pada taraf pemberian tepung tembakau 0,32% lebih tinggi dibandingkan yang lain namun pertambahan bobot badannya tidak mengalami perbedaan dengan mencit P1 dan P2, kemungkinan disebabkan pengaruh adiksi nikotin dalam tepung tembakau yang ditambahkan ke dalam pakan mencit. Hal ini berbeda dengan konsumsi pakan pada tikus, tikus yang diberi pakan dengan penambahan nikotin memiliki daya konsumsi pakan yang rendah dibanding dengan tikus yang diberi pakan tanpa penambahan nikotin.

Rataan konsumsi pakan tikus pada saat penelitian berkisar antara 12,07-16,54 g/ekor/hari. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa, rata-rata konsumsi pakan tikus kontrol (0%) sangat nyata (P<0,01) lebih banyak dibandingkan tikus yang diberi pakan dengan penambahan tepung tembakau 0,16% dan 0,32%. Perlakuan

jenis pakan memberi pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap konsumsi pakan tikus. Taraf penambahan tepung tembakau dalam pakan mengakibatkan konsumsi pakan semakin menurun. Berdasarkan uji lanjut Tukey, konsumsi pakan antar taraf perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01), hal ini menunjukkan bahwa penambahan tepung tembakau sebanyak 0,16% dan 0,32% sangat mempengaruhi konsumsi pakan tikus, artinya pemberian nikotin berupa tepung tembakau memberikan efek negatif terhadap konsumsi pakan tikus. Histogram konsumsi pakan tikus dapat dilihat pada Gambar 9.

0 5 10 15 20 25 24 27 30 33 36 39 42 45 48 51 54 57 Umur (hari) g/ e k or /ha ri 0% 0,16% 0,32%

Gambar 9. Histogram Konsumsi Pakan Tikus

Pada Gambar 9 terlihat tikus yang diberi pakan tanpa penambahan tepung tembakau selalu memiliki tingkat kosumsi lebih tinggi dibanding tikus yang diberi pakan dengan penambahan tepung tembakau. Pada akhir penimbangan (umur 57 hari) tikus mengalami penurunan konsumsi terhadap pakan, karena pada masa ini tikus mulai memasuki dewasa tubuh. Dewasa tubuh yaitu umur saat organ-organ tubuh dan reproduksi telah tumbuh dengan sempurna sehingga konsumsi pakannya mulai menurun.

Konversi Pakan

Konversi pakan merupakan perbandingan jumlah konsumsi pada periode tertentu dengan produksi yang dicapai pada periode tersebut, sehingga bila konsumsi yang tinggi namun tidak diikuti dengan pertambahan bobot badan yang tinggi, maka akan menghasilkan nilai konversi yang tinggi, artinya nilai konversi yang semakin tinggi menunjukkan jumlah konsumsi pakan semakin banyak untuk menambah satu satuan bobot badan. Rataan konversi pakan mencit berkisar antara 10,23-12,18 sedangkan pada tikus berkisar antara 3,94-4,40. Hasil konversi pakan mencit dan tikus selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Konversi Pakan Mencit dan Tikus selama Penelitian

Mencit Tikus Pakan Rataan ± Sb KK Rataan ± Sb KK (%) (%) P1 11,82 ± 2,50 21,14 4,40 ± 0,55 12,51 P2 10,23 ± 1,17 11,51 4,15 ± 0,37 9,11 P3 12,18 ± 1,56 12,82 3,94 ± 0,38 9,81 Keterangan : P1 : Pakan dengan 0% tepung tembakau Sb : Simpangan baku

P2 : Pakan dengan 0,16% tepung tembakau KK: Koefisien keragaman P3 : Pakan dengan 0,32% tepung tembakau

Hasil analisis ragam menunjukkan tidak ada perbedaan (P>0,05) pada konversi pakan mencit di semua taraf perlakuan. Konversi pakan tertinggi diperoleh pada mencit yang diberi pakan dengan taraf penambahan tepung tembakau 0,32% yaitu sebesar 12,18 dan konversi pakan terendah pada mencit yang mengkonsumsi pakan dengan penambahan tepung tembakau 0,16%, yaitu sebesar 10,23. Hal ini menunjukkan bahwa mencit yang diberi pakan dengan penambahan 0,16% tepung tembakau lebih baik dalam mengkonversi pakan dibanding mencit kontrol dan mencit yang diberi pakan 0,32% tepung tembakau, walaupun secara statistik perbedaan tersebut tidak bermakna. Walaupun mencit P3 mongkonsumsi pakan lebih tinggi, namun tidak memberikan pengaruh terhadap pertambahan bobot badannya karena kandungan serat kasar pada pakan mencit P3 lebih banyak dibandingkan mencit P1 dan P2, sehingga daya serap terhadap pakan yang dikonsumsi kecil dan mengakibatkan konversi pakannya tinggi.

Sama halnya dengan mencit, pada tikus hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan nikotin berupa tepung tembakau tidak berpengaruh terhadap konversi pakan. Konversi pakan tertinggi diperoleh pada tikus yang diberi pakan

dengan taraf penambahan tepung tembakau 0% (kontrol) yaitu sebesar 4,40 dan konversi pakan terendah pada tikus yang mengkonsumsi pakan dengan penambahan tepung tembakau 0,32%, yaitu sebesar 3,94. Hal ini menunjukkan bahwa tikus yang diberi pakan tanpa penambahan tepung tembakau lebih baik dalam mengkonversi pakan dibanding tikus yang diberi pakan dengan penambahan tepung tembakau, walaupun secara statistik perbedaan tersebut tidak bermakna. Konversi pakan sangat berhubungan erat dengan daya serap mencit dan tikus terhadap pakan, menurut hasil penelitian tikus memiliki daya serap pakan yang lebih baik dibandingkan mencit. Secara keseluruhan, rataan konversi pakan tikus lebih rendah dibandingkan dengan mencit, dengan kata lain tikus lebih efisien dalam menggunakan pakan.

Mortalitas

Mortalitas mencit dan tikus 0%, artinya tidak ada mencit dan tikus yang mati selama penelitian berlangsung. Hal ini disebabkan mencit dan tikus mampu beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan dan perlakuan yang diberikan selama penelitian. Suhu selama penelitian rata-rata berkisar antara 23,39-32,75OC dan rata-rata kelembaban berkisar anatra 74,03%-81,28%. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), suhu yang ideal untuk pertumbuhan tikus berkisar antara 20-25OC sedangkan menurut Malole dan Pramono (1989), rata-rata suhu yang ideal untuk pertumbuhan mencit berkisar antara 21-29OC. Suhu lingkungan saat penelitian lebih tinggi dibandingkan dengan suhu ideal untuk pertumbuhan mencit dan tikus, namun mencit dan tikus masih mampu beradaptasi pada suhu lingkungan tersebut dan tidak sampai menyebabkan kematian. Faktor lain yang dapat menekan angka mortalitas adalah kebersihan kandang, sirkulasi udara dan manajemen pemeliharaan yang baik Sirkulasi udara memiliki peran penting agar mencit dan tikus merasa nyaman dan lebih mudah membuang panas tubuh, walaupun suhu dan kelembaban kandang selama penelitian lebih tinggi dari suhu dan kelembaban ideal namun mencit dan tikus masih merasa nyaman sehingga tidak terjadi kematian selama penelitian

Tingkahlaku Mencit dan Tikus

Tingkahlaku mencit dan tikus yang diamati adalah tingkah laku harian, yang meliputi makan, minum, istirahat atau diam, eliminasi, perawatan tubuh, agresi, sosial dan bergerak. Jenis-jenis tingkahlaku yang disebutkan merupakan jenis-jenis-jenis tingkahlaku dasar yang dilakukan mencit dan tikus, yang biasa disebut sebagai tingkah laku harian. Pengamatan tingkahlaku dilakukan pada setiap perlakuan dengan total pengamatan selama 8 jam yang dilakukan pada pagi, siang, dan malam hari. Total rataan frekuaensi tingkahlaku mencit selama pengamatan meliputi makan (10,74%), minum (0,24%), istirahat atau diam (68,17%), eliminasi (0,04%), perawatan tubuh (3,13%), agresi (0%), sosial (0,60%) dan bergerak (17,08%).

Mencit adalah binatang nokturnal, oleh karena itu mencit lebih aktif pada saat malam hari dan lebih banyak melakukan aktivitas istirahat atau diam pada siang hingga sore hari. Mereka akan kembali beraktivitas menjelang sore hari ketika diberi pakan dan lebih banyak beraktivitas makan dan bergerak pada malam hari. Frekuensi tingkahlaku mencit dan tikus selama pengamatan delapan jam dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Rataan Frekuensi Tingkahlaku Mencit dan Tikus Tingkahlaku

Pakan

Mkn Mnm Ist Elm Pt Agr Sos Bgr ---(%)--- Mencit P1 7,30 0,25 68,44 0,05 3,73 0 0,27 19,97 P2 11,69 0,23 68,94 0,04 0,69 0 0,00 18,41 P3 13,23 0,24 67,13 0,03 4,96 0 1,54 12,87 Tikus P1 13,02 1,50 71,57 0,10 5,41 0 1,12 7,29 P2 9,53 1,84 66,02 0,11 3,10 0 0,00 19,39 P3 7,74 4,07 71,09 0,14 6,08 0 0,42 10,47 Keterangan : P1 : Pakan dengan 0% tepung tembakau Elm : Tingkah laku eliminasi

P2 : Pakan dengan 0,16% tepung tembakau Pt : Tingkah laku perawatan tubuh P3 : Pakan dengan 0,32% tepung tembakau Agr : Tingkah laku agresi

Mkn : Tingkah laku makan Sos : Tingkah laku sosial Mnm: Tingkah laku minum Bgr : Tingkah laku bergerak Ist : Tingkah laku istirahat

Sama halnya dengan mencit, tikus juga merupakan binatang nokturnal yang akan lebih aktif ketika malam hari. Total rataan tingkahlaku tikus yang diamati

Dokumen terkait