• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teluk Jor sejak 2000 telah menjadi kawasan budidaya lobster sistem KJA oleh masyarakat lokal, usaha budidaya lobster telah menjadi pekerjaan utama dalam memenuhi hidup keluarga dan pendidikan. Pertumbuhan usaha budidaya lobster tahun 2000-2010 menunjukkan trend peningkatan, sejak tahun 2010 produk lobster mengalami penurunan akibat penyakit dan kelangkaan benih. Budidaya lobster system KJA oleh masyarakat hanya proses pembesaran dengan mengambil benih dari alam yang didatangkan dari Teluk Ekas, Dompu dan Bima.

Teluk Jor terbagi atas dua bagian yaitu perairan bagian dalam dan perairan pada bagian mulut teluk. Bagian dalam Teluk Jor memiliki kecepatan arus yang lambat, sedangkan bagian mulut teluk kecepatan arus yang lebih cepat dan dinamis. Teluk Jor merupakan perairan dengan arus 3-38 cm/detik dan berhadapan langsung dengan Selat Alas yang mampu memberikan input massa air untuk melakukan proses asimilasi limbah, sehingga kondisi perairan Teluk Jor mampu mendukung usaha budidaya lobster sistem KJA.

Gambar 6 . Peta stasiun pengamatan kualitas air Teluk Jor Kualitas Air

Untuk menentukan kualitas air Teluk Jor maka dilakukan satu kali pengambilan sampel pada 15 titik pengamatan. Penentuan pengambilan air sampel mewakili beberapa lokasi perairan, yaitu stasiun jauh dari pengaruh kegiatan KJA, sampai daerah yang terdapat banyak KJA. Hasil analisis kualitas air ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil analisis kualitas air perairan Teluk Jor

Parameter satuan Kualitas air Baku Mutu Perairan min maks direkomendasikan Sumber

Suhu ⁰C 28 33 27-32 SNI 8116 : 2015

Kedalaman m 1 7 min 6 SNI 8116 : 2015

Kecerahan m 0,7 3,5 > 2 SNI 8116 : 2015

TSS mg/l 0,07 0,27 < 20 KLH N0 51 2004

Kecepatan Arus cm/det 3 38

pH 8,2 8,7 8-8.5 SNI 8116 : 2015

Salinitas psu 29 36 34-36 SNI 8116 : 2015

DO mg/l 3,23 4,34 > 5 SNI 8116 : 2015 Fosfat mg/l 0,03 0,28 0,015 KLH N0 51 2004 Nitrat mg/l 0,5 4 0,008 KLH N0 51 2004 Nitrit mg/l 0,02 0,03 Amonia mg/l 0,001 0,009 < 0.1 SNI 8116 : 2015 Suhu

Suhu perairan pada saat pengamatan secara keseluruhan berkisar antara 28-330 C. Hasil pengukuran pada 2012 yang dilakukan oleh BBL lombok di Teluk Jor menunjukkan suhu perairan berkisar antara 28-290 C, nilai ini tidak jauh berbeda dengan pengamatan pada tahun 2014. Berdasarkan acuan dari Standar Nasional Indonesia parameter suhu untuk mendukung keberlanjutan hidup budidaya lobster system KJA antara 28-31oC. Perbedaan mungkin terjadi karena berbeda intensitas penyinaran matahari pada saat pengambilan data suhu perairan.

Dilihat dari nilai rata-rata nilai suhu sebesar 31oC maka nilai ini merupakan kondisi suhu yang sesuai untuk pertumbuhan lobster. Hal ini memberikan peluang bahwa berdasarkan nilai suhu di lokasi penelitian dapat dikembangkan untuk budidaya lobster dengan sistem KJA.

Hasil pengukuran menunjukkan pada stasiun 1 (satu) yang merupakan stasiun kontrol di luar Teluk Jor memiliki suhu terendah (28,90 C), sedangkan suhu tertinggi pada stasiun 12 yang merupakan area yang berdekatan dengan daratan. Perbedaan suhu setiap stasiun dipengaruhi oleh waktu pengukuran dan jarak perairan dengan daratan. Pada lokasi sekitar budidaya sistem KJA memiliki suhu berkisar antara 29-300 C, sesuai bagi pengembangan budidaya lobster.

Perubahan kondisi suhu perairan Teluk Jor dapat mempengaruhi keberlangsungan hidup budidaya lobster system KJA, karena suhu mempengaruhi sifat fisika, kimia dan biologi perairan dapat meningkatkan tingkat stres lobster hingga ukuran menjadi kerdil dan berakhir pada kematian. Kondisi suhu perairan yang relatif stabil mampu mendukung pertumbuhan lobster pada kegiatan budidaya sistem KJA di perairan Teluk Jor.

Menurut Gunarso (1985) ikan sangat peka terhadap perubahan suhu walaupun 0.03 ºC. Suhu air yang baik, dan layak untuk usaha budidaya ikan laut adalah 27-32 ºC. Sebaran data suhu setiap stasiun tidak menunjukkan kondisi yang dapat mempengaruhi kehidupan biota perairan (suhu ekstrim). Nilai suhu seluruh stasiun pengamatan tidak berbeda jauh sehingga masih tergolong normal dan dapat ditolelir oleh biota perairan.

Gambar 7. Kisaran suhu perairan Teluk Jor Kedalaman

Kedalaman perairan di lokasi penelitian yang terukur pada setiap stasiun pengamatan berkisar antara 1-7 meter, sedangkan lokasi KJA Teluk Jor pada saat surut kedalaman perairan berkisar antara 0-5 meter. Kedalaman perairan untuk pengembangan budidaya karamba jaring apung menjadi sangat penting untuk diperhatikan dan merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi. Perairan bagian dalam Teluk Jor memiliki kedalaman yang rendah sehingga tidak memungkinkan dilakukan proses budidaya, perairan tersebut dimanfaatkan masyarakat untuk melakukan proses penangkapan ikan kecil. Perairan bagian mulut Teluk Jor memiliki kedalaman cukup tinggi, perairan tersebut dimanfaatkan sebagai lokasi penempatan KJA.

Gambar 8. Kedalaman perairan Teluk Jor

28 29 30 31 32 33 34 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Ce lsi u s Stasiun 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 m e te r stasiun

Sunyoto (1993) menyatakan bahwa kedalaman perairan untuk kegiatan budidaya KJA bagi ikan berkisar antara 7-15, namun berdasarkan pengamatan di perairan Teluk Jor dengan kedalaman 1-5 meter pada saat surut dapat dibangun KJA bagi lobster dengan melakukan modifikasi kantong jaring agar tidak terlalu menyentuh dasar perairan.

Mengacu pada SNI (2013) kedalaman minimal 6 meter untuk KJA, maka perairan Teluk Jor memiliki area yang tidak memenuhi syarat tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan lapang terjadi modifikasi jaring oleh nelayan untuk mentaktisi kedalaman bagi budidaya lobster system KJA, sehingga perairan Teluk Jor yang memenuhi persyaratan untuk dijadikan areal budidaya lobster sistem KJA terdapat pada daerah mulut Teluk dan luar Teluk Jor.

Kecerahan

Kondisi dasar perairan sangat mempengaruhi kualitas air diatasnya, apabila badan perairan mengalami pelumpuran dan terjadi gerakan air baik oleh arus maupun gelombang maka akan mengaduk partikel dasar termasuk feses yang mengendap dan terbawa ke permukaan yang akan menimbulkan keruh nya air sehingga penetrasi sinar matahari menjadi kurang dan dalam kondisi partikel lumpur yang pekat dapat berpotensi menutup insang ikan. Kekeruhan dan kecerahan perairan dapat diukur dengan tingkat kecerahan perairan. Tingkat kecerahan yang tinggi akan sangat menentukan keberhasilan usaha budidaya lobster sistem KJA.

Gambar 9. Tingkat kecerahan perairan Teluk Jor

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa perairan Teluk Jor memiliki kecerahan rendah dengan kedalaman antara 1- 4 meter kondisi kecerahan perairan memberikan gambaran bahwa pengembangan KJA di perairan Teluk Jor belum memenuhi kriteria baku mutu Kep-51/MENLH/2004 bagi budidaya perikanan (biota laut), nilai kecerahan terukur belum memenuhi baku mutu yang diinginkan sehingga perlu adanya perhatian pada sumber pencemar baik dari aktivitas budidaya dan limbah antropogenik dari daratan.

0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 m e te r stasiun

Kecerahan terendah pada lokasi budidaya sistem KJA (stasiun 11), sedangkan kecerahan tertinggi pada stasiun kontrol (stasiun 15) yang berada pada perairan luar Teluk Jor. Berdasarkan hasil pengamatan visual rendahnya kecerahan pada lokasi yang berdekatan dengan KJA disebabkan oleh partikel organik yang bersumber dari dasar perairan.

TSS

Berdasarkan survei analisis laboratorium kandungan padatan tersuspensi (TSS) berada pada kisaran antara 0,07-0,27 mg/l. Perairan dengan kadar TSS yang tinggi biasanya cenderung keruh, hingga secara visual tidak mampu menembus dasar perairan. TSS yang lebih tinggi diperoleh pada daerah dalam Teluk yang merupakan daerah dekat KJA dan dekat pemukiman masyarakat, hal ini karena banyak dari sisa makanan, kotoran ikan dan buangan limbah rumah tangga masyarakat yang turun ke perairan. Berdasarkan pengamatan visual pada lokasi penelitian perairan cenderung keruh ketika terjadi surut, pada saat pasang perairan tingkat keruh rendah akibat sirkulasi massa air dari luar perairan Teluk Jor.

Gambar 10. TSS perairan Teluk Jor

Berdasarkan kriteria baku mutu kep-51/MENLH/2004, untuk budidaya perikanan direkomendasikan nilai TSS < 25 mg/L, agar tidak membawa pengaruh untuk kegiatan perikanan. Berdasarkan hasil analisis laboratorium BBL Lombok nilai TSS perairan Teluk Jor masih mendukung untuk kegiatan budidaya perikanan, apalagi masih terjadi sirkulasi masa air dari Selat Alas ke dalam perairan Teluk Jor. Berdasarkan nilai TSS dapat dikatakan bahwa dampak dari usaha budidaya lobster system KJA masih dapat ditolelir oleh lingkungan perairan Teluk Jor. 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 m g /l ite r stasiun

Kecepatan Arus

Arus sangat berperan dalam sirkulasi air, sebagai pembawa bahan terlarut dan tersuspensi, kelarutan oksigen dapat mengurangi organisme penempel (biofouling). Desain dan konstruksi keramba harus disesuaikan dengan kecepatan arus. Di perairan Teluk Jor, kecepatan arus perairan berdasarkan hasil pengukuran langsung di lapangan berkisar antara 3-38 cm/detik. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia untuk budidaya lobster, parameter kecepatan arus yang direkomendasikan sekitar 20-40 cm/detik (SNI 2013).

Menurut Velvin (1999) didalam Noor (2009) bahwa kecepatan arus terbagi ke dalam 4 kategori yaitu arus sangat rendah (<0,003 m/detik), kecepatan arus rendah (antara 0,03 s/d 0,06 m/det), kecepatan arus sedang (antara 0,07 s/d 0,10 m/detik) dan kecepatan arus tinggi (0,10–0,25 m/detik). Berdasarkan kategori kecepatan arus perairan Teluk Jor masuk kategori rendah.

Gambar 11. Kecepatan arus perairan Teluk Jor

Kecepatan arus perairan Teluk Jor tertinggi ditemukan pada bagian mulut dalam Teluk yang merupakan bagian outflow massa air, sedangkan arus terendah ditemukan pada bagian dalam Teluk yang berhadapan dengan ekosistem mangrove. Letak KJA terdapat pada posisi bagian outflow perairan Teluk Jor sehingga limbah KJA langsung terbawa arus surut ke perairan Selat Alas.

Kondisi konstruk KJA di sekitar perairan Teluk Jor terbuat dari kayu dan bambu sehingga ketahanan KJA tergantung pada arus dan gelombang perairan, berdasarkan hasil pengamatan lapang kecepatan arus masih ditolerir untuk mendukung usaha budidaya lobster sistem KJA.

Pasang Surut

Berdasarkan hasil analisis pasang surut dengan menggunakan data pengukuran lapangan, perairan Teluk Jor memiliki pasang surut tipe mixed semi diurnal (harian ganda campuran), yakni dalam 24 jam terjadi dua kali pasang dan dua kali surut. Pasang surut menimbulkan arus pasut, jika muka air naik maka

0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 cm /d e tik stasiun

arus menggali masuk ke perairan Teluk Jor, sedangkan pada saat muka air bergerak turun maka arus bergerak keluar dari perairan teluk menuju Selat Alas.

Pergerakan arus pasang surut mempengaruhi kondisi massa air dalam perairan Teluk Jor, pergerakan horizontal massa air akan membawa sejumlah beban limbah KJA dan rumah tangga untuk ke luar dari perairan teluk dan terjadi sirkulasi massa air dari Selat Alas, sehingga perairan Teluk Jor mampu melakukan asimilasi terhadap tekanan limbah.

Berdasarkan data hidrooseanografi yang didapatkan, maka dengan menggunakan rumus Gowen et al. (1989) didalam Noor (2009) yang mengacu

pada data pasang surut, volume dan luasan teluk, maka “flushing time” Teluk Jor

diperoleh 14 hari dengan prosedur sebagai berikut ;

Menurut Noor (2009) perairan dengan kondisi flushing rate tinggi memiliki kemampuan laju buangan yang lebih baik bila dibandingkan dengan perairan yang memiliki flushing rate rendah. Nilai flushing rate merupakan data penting digunakan dalam estimasi waktu tinggal limbah dari setiap perairan yang menerima limbah. Dari hasil perhitungan nilai flushing time maka Teluk Jor termasuk memiliki flushing time relatif tinggi.

Tabel 3. Karakteristik pasang surut di perairan Teluk Jor

Vh = A.h1 dan V1 = A.h0

Dimana :

A : luas perairan teluk (m2)

h1 dan h0 : kedalaman perairan saat pasang tertinggi dan surut terendah Vh-Vl : perubahan volume karena efek pasang surut

Vh : 54,658,343 m3 (Volume air pada sat pasang tertinggi) Jenis permukaan pasut Tinggi air dari MSL Luas permukaan teluk (ha) Volume Tidel range MHWS 128.67 593.11 54,658,343 259.63 MLWS -130.96 486.57 46,695,958

V1 : 46,695,958 m3 (Volume air pada sat surut terendah) Vh - Vl : 54,658,343 - 46,695,958

: 7,962,385 m3 Perhitungan dilution rate (D) : D = (Vh – Vl) /T x Vh Dimana :

T : Periode pasut untuk perairan Teluk Jor 24/12 = 2

Maka :

D : 7,962,385/2 x 54,658,343 m3 : 0.07

Perhitungan flushing time (F)

F = 1/D

= 1/0.07 = 13.73 (14 hari) pH

Nilai pH merupakan aktivitas ion hydrogen dalam perairan. Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa asam atau basa suatu perairan. Nilai pH yang normal bagi air laut adalah antara 8,0-8,5. Nilai pH dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain aktivitas biologis misalnya fotosintesis dan respirasi organisme, suhu dan keberadaan ion-ion dalam perairan tersebut (Boyd and Lichtkoppler 1979).

Gambar 13. pH perairan Teluk Jor

Pada saat pengamatan di perairan Teluk Jor nilai pH berkisar antara 8,2-8,7, berdasarkan rekomendasi kesesuaian budidaya lobster sistem KJA dari SNI nilai pH berkisar antara 7-8, kisaran nilai pH ini memenuhi SNI untuk budidaya lobster system KJA di perairan Teluk Jor. Menurut penelitian BBL Lombok di perairan Teluk Jor pada tahun 2012 memiliki nilai pH berkisar antara 6,5-8,1. Kriteria baku mutu Kep-51/MENLH/2004 nilai pH yang direkomendasikan yaitu 6,5-8,5 kriteria ini tidak jauh berbeda dengan kisaran nilai pH Teluk Jor pada tahun 2014,

8 8,1 8,2 8,3 8,4 8,5 8,6 8,7 8,8 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 pH Stasiun

sehingga dapat dikatakan bahwa nilai pH perairan Teluk Jor masih mendukung bagi aktifitas budidaya lobster.

Salinitas

Hasil pengukuran salinitas berkisar antara 29-36 psu. Salinitas yang lebih tinggi diduga terjadi karena proses penguapan yang cukup tinggi ketika pengambilan data. Hasil pengukuran salinitas di perairan Teluk Jor oleh BBL Lombok (2012) mendapatkan bahwa nilai salinitas nya berkisar antara 34-36 psu, tidak jauh berbeda dengan hasil pengukuran di perairan Teluk Jor tahun 2014.

Kisaran nilai salinitas yang diperoleh masih tergolong dalam batas kriteria oleh SNI untuk budidaya lobster system KJA berkisar antara 28-35 psu. Salinitas tertinggi 36 psu ditemukan dekat KJA, sedangkan salinitas terendah 29 psu ditemukan dekat pemukiman, kemungkinan nilai rendah disebabkan oleh masukan massa air tawar dari sekitar pemukiman masyarakat. Kondisi salinitas perairan Teluk Jor mampu mendukung keberlangsungan budidaya lobster system KJA.

Gambar 14. Salinitas perairan Teluk Jor Oksigen Terlarut

Sumber utama oksigen terlarut atau dissolve oksigen (DO) di perairan adalah difusi dari udara dan hasil fotosintesis biota perairan yang berklorofil. Kecepatan difusi oksigen dari udara ke dalam air sangat lambat, oleh karena itu fitoplankton merupakan sumber utama dalam penyediaan oksigen terlarut di perairan.

Lee et al. (1978) mengatakan bahwa kandungan oksigen terlarut pada suatu perairan terbagi dalam empat kategori, yaitu 1. kadar oksigen terlarut > 6.5 (mg/l) kategori tidak tercemar sampai tercemar sangat ringan, 2. Kadar oksigen terlarut antara 4.5-6.4 termasuk kategori tercemar ringan, 3. Kadar oksigen terlarut antara 2.4-4.4 termasuk kategori tercemar sedang, dan 4. Kadar oksigen terlarut lebih kecil dari 2.0 termasuk dalam kategori tercemar berat.

Tabel 4. Kisaran oksigen terlarut perairan Teluk Jor Oksigen terlarut Satuan Status Perairan

> 6.5 mg/liter Tidak tercemar sampai tercemar sangat ringan

4.5-6.4 mg/liter Tercemar ringan

2.0 - 4.4 mg/liter Tercemar sedang

< 2.0 mg/liter Tercemar berat

Sumber ; Lee et al. (1978)

Hasil pengukuran selama penelitian menunjukkan kisaran oksigen terlarut antara 3,23-4,34 mg/l yang diukur pada pukul 09.00, 13.00 dan 17.00. berdasarkan kondisi oksigen terlarut yang terukur selama penelitian dapat disimpulkan bahwa perairan Teluk Jor termasuk dalam kategori perairan yang tercemar sedang. Pencemaran dari limbah organik juga dapat menyebabkan menurunnya oksigen terlarut dalam perairan (Connel and Miller 1995).

Gambar 15. Oksigen terlarut perairan Teluk Jor

Berdasarkan hasil pengukuran BBL Lombok di perairan Teluk Jor tahun 2012 berkisar antara 5,5-6,8 mg/l, perbedaan nilai pengukuran disebabkan oleh semakin meningkatnya beban limbah organik yang masuk ke perairan Teluk Jor sehingga mempengaruhi konsumsi oksigen terlarut. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia nilai DO untuk budidaya lobster minimal 5, nilai parameter DO perairan Teluk Jor tidak mendukung pengembangan budidaya lobster.

Fosfat

Kadar fosfat semakin meningkat dengan masuknya limbah domestik, budidaya dan pertanian yang mengandung kadar fosfat. Peningkatan kadar fosfat dalam laut akan menyebabkan terjadinya blooming fitoplankton yang mengakibatkan pada kematian ikan. Berdasarkan kadar fosfat total, perairan

3 3,2 3,4 3,6 3,8 4 4,2 4,4 4,6 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 m g /l ite r stasiun

diklasifikasikan menjadi tiga yaitu; perairan dengan tingkat kesuburan rendah yang memiliki kadar fosfat total berkisar antara 0 – 0,02 mg/liter. Perairan dengan tingkat kesuburan sedang memiliki kadar fosfat 0,021 – 0,05 mg/liter. Perairan dengan tingkat kesuburan tinggi, memiliki kadar fosfat total 0,051 – 0,1 mg/liter (Yoshimura dan Liaw, 1969 dalam Effendi 2003)

Berdasarkan hasil analisis laboratorium nilai fosfat berkisar antara 0,03-0,28 mg/l, nilai fosfat tertinggi (0,28 mg/l) ditemukan dekat aktifitas KJA sedangkan terendah 0,03 (mg/l) di teluk bagian dalam, kisaran nilai fosfat untuk pengembangan budidaya perikanan menurut baku mutu Kementerian Lingkungan Hidup 0,015 mg/l. Nilai fosfat perairan Teluk Jor menunjukkan perairan Teluk Jor tidak memenuhi kriteria baku mutu fosfat bagi pengembangan usaha budidaya perikanan, sehingga perlu dilakukan pembatasan sumber pencemaran yang dapat menambah unsur fosfat di perairan Teluk Jor.

Gambar 16. Fosfat perairan Teluk Jor Nitrat

Hasil analisis laboratorium nitrat selama penelitian berkisar antara 0,5-4,00 mg/l, sedangkan hasil pengukuran nitrat oleh BBL Lombok tahun 2012 di perairan Teluk Jor berkisar antara 0,6-1,7 mg/l, kondisi perairan Teluk Jor menunjukkan trend peningkatan kadar nitrat setiap tahunnya. Suatu perairan menunjukkan kadar nitrat lebih dari 5 mg/l, maka perairan tersebut telah terjadi pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia dan tinja hewan. Kadar nitrat-nitrogen yang lebih dari 0,2 mg/l dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi (pengayaan) perairan, yang selanjutnya menstimulir pertumbuhan algae dan tumbuhan air secara pesat (blooming). Pada perairan yang menerima limpasan air dari daerah pertanian yang banyak mengandung pupuk, kadar nitrat dapat mencapai 1.000 mg/l (Davis dan Cornwell 1991).

Kandungan nitrat yang terdapat dalam suatu perairan dapat dikelompokkan berdasarkan tingkat kesuburan, yakni perairan oligotrofik memiliki kadar nitrat antara 0-1 mg/l, perairan mesotrofik memiliki kadar nitrat antara 1-5 mg/l, dan perairan eutrofik memiliki kadar nitrat berkisar antara 5-50 mg/l (Volenweider

0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 m g /l ite r stasiun

1969 dalam Effendi 2003). Standar baku mutu Kementerian Lingkungan Hidup (2004) kandungan nitrat bagi perairan air laut untuk biotalaut 0,008 mg/l, hal ini menunjukkan bahwa nilai nitrat pada perairan Teluk Jor telah melewati batas aman bagi biota laut mengarah kepada terjadinya eutrofikasi.

Gambar 17. Nitrat perairan Teluk Jor Nitrit

Hasil analisis laboratorium nitrit selama penelitian berkisar antara 0,02-0,03 mg/l, kadar terendah ditemukan pada stasiun kontrol yang jaraknya jauh dari lokasi KJA, sedangkan kadar tertinggi ditemukan pada lokasi KJA. Hasil penelitian BBL Lombok tahun 2012 di perairan Teluk Jor nilai nitrit berkisar antara 0,03-0,06 mg/l. Nitrit direkomendasikan untuk budidaya udang oleh BBL Lombok lebih kecil dari 1 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa nilai nitrit pada perairan Teluk Jor masih dalam batas aman bagi biota laut.

Gambar 18. Nitrit perairan Teluk Jor

0,01 0,015 0,02 0,025 0,03 0,035 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 m g /l ite r stasiun

Amonia

Kadar amonia pada perairan alami biasanya kurang dari 0,1 mg/l (Mcneely et al. 1979). Kadar amonia yang tinggi merupakan indikasi adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah domestik dan limpasan (run-off) pupuk pertanian dan peternakan.

Hasil pengukuran amonia selama penelitian berkisar antara 0,001-0,009 mg/l, kadar terendah ditemukan di dalam teluk dekat KJA di mana jauh dari pemukiman, sedangkan kadar tertinggi ditemukan dalam teluk sekitar pemukiman masyarakat. Kandungan amonia yang direkoemndasikan standar nasional lebih kecil dari 0,1 ppm, sehingga kandungan amonia pada perairan Teluk Jor masih dalam batas cukup aman dan tidak bersifat toksik terhadap organisme akuatik.

Gambar 19. Amonia perairan Teluk Jor

Parameter kualitas air dan nutrisi yang optimal selama periode budaya lobster dapat menunjang pertumbuhan yang baik dan kelangsungan hidup lobster di karamba jaring apung (Mojjada et al. 2012). Analisis parameter kualitas perairan Teluk Jor yang meliputi komponen fisika dan kimia sebagai indikator kualitas perairan untuk menyatakan status dan tingkat pencemaran dan kesuburan di tampilkan pada Tabel 5.

Henderson et al. (1987) mengemukakan bahwa ada enam indikator utama yang dapat dipakai untuk mendeteksi terjadinya eutrofikasi di suatu perairan danau yakni : 1. Menurunnya konsentrasi oksigen terlarut di zone hipolimnotik, 2. Meningkatnya konsentrasi unsur hara, 3. Meningkatnya padatan tersuspensi, terutama bahan organik, 4. Bergantinya populasi fitoplankton yang dominan dari kelompok diatom menjadi chlorophyceae, 5. Meningkatnya konsentrasi fosfat, dan 6. Menurunnya penetrasi cahaya (meningkatnya kekeruhan).

Analisis perameter kualitas air Teluk Jor menunjukan parameter fisika mendukung pengembangan budidaya KJA sesuai dengan standar baku mutu perairan yang direkomendasikan oleh keputusan KLH no. 51 2004 dan Standar Nasional Indonesia bagi pengembangan budidaya lobster. Sedangkan parameter kimia di perairan teluk Jor tidak layak dan beresiko bagi pengembangan budidaya KJA komoditas lobster.

Tabel 5. Status penilaian kualitas perairan Teluk Jor Parameter satuan

Kualitas air Teluk

Jor Baku Mutu Perairan Status

min maks syarat Sumber

Suhu ⁰C 28 33 27-32 SNI 8116 : 2015 Layak

Kedalaman m 1 7 min 6 SNI 8116 : 2015 Layak

Kecerahan m 0,7 3,5 > 2 SNI 8116 : 2015 Layak

TSS mg/l 0,07 0,27 < 20 KLH N0 51 2004 Layak

Kecepatan Arus cm 0,032 0,038 Layak

pH 8,2 8,7 8-8,5 SNI 8116 : 2015 Layak

Salinitas psu 29 36 34-36 SNI 8116 : 2015 Layak

DO mg/l 3,23 4,34 > 5 SNI 8116 : 2015 Tidak layak

Fosfat mg/l 0,03 0,28 0,015 KLH N0 51 2004 Tidak layak

Nitrat mg/l 0,5 4 0,008 KLH N0 51 2004 Tidak layak

Nitrit mg/l 0,02 0,03

Amonia mg/l 0,001 0,009 < 0,1 SNI 8116 : 2015 Layak Berdasarkan analisis parameter kimia (oksigen terlarut, fosfat, dan nitrat) perairan Teluk Jor menunjukan ketidaksesuain dengan baku mutu KLH no 51 2004 dan Standar Nasional Indonesia bagi pengembangan komoditas lobster. Ketidaksesuaian tersebut disebabkan oleh tingginya sumber pencemar unsur N dan P yang berasal dari aktfitas budidaya dan aktifitas daratan yang masuk ke badan perairan Teluk Jor melalui run off dan sisa pellet ikan. Tingginya bahan pencemar akan meningkatkan nutrient di perairan (eutrofikasi). Eutrofikasi akan memacu terjadinya ledakan jumlah populasi plankton tertentu. Saat plankton mati akan meningkatkan populasi bakteri pengurai, yang pada akhirnya akan meningkatkan konsumsi oksigen dalam jumlah besar sehingga oksigen terlarut menjadi berkurang. Akibatnya dapat menimbulkan kematian lobster dan organisme lainnya. Rendah nilainya oksigen terlarut menunjukkan status trofik yang lebih tinggi dari perairan, disebabkan limpasan pertanian dan membuang limbah antropogenik ke daerah perairan. Oleh karena itu, perlindungan dan konservasi untuk menyelamatkan nya dari kerusakan lebih lanjut (Naik G et al. 2015)

Tingginya unsur pencemaran dari daratan dan budidaya KJA dapat terlihat dari pengambilan sampel kualitas air lapangan. Stasiun yang dekat dengan pemukiman penduduk, tambak dan budidaya KJA menunjukan peningkatan parameter nitrat dan fosfat, pada lokasi tersebut juga menunjukan penurunan kadar oksigen terlarut.

Kesesuaian Lahan Budidaya Lobster Sistem KJA

Berdasarkan hasil penilaian kesesuaian budidaya lobster sistem KJA yang

Dokumen terkait