• Tidak ada hasil yang ditemukan

Selama pengamatan, hama yang menyerang terutama hama ulat daun

(Margaronia indica) dan kutu kebul (Bemisia tabacii) dengan persentase serangan

sebesar 16,41%. Penyakit yang menyerang tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman karena intensitas penyerangannya hanya sekitar 5,47% yaitu embun tepung (Erysiphe cichoracearum) dan penyakit kerdil. Pengendalian hama dan penyakit menggunakan pestisida Decis 2 cc/ liter. Aplikasi pestisida dilakukan tiap 4 hari sekali mulai 1 MST sampai 5 MST dan dilakukan 2 kali pada 8 MST. Sehingga penyakit dan hama dapat dikendalikan.

Gambar 1. Tanaman Melon dalam Budidaya Hidroponik pada Umur 8 MST Suhu rata-rata rumah kaca yang cukup tinggi dan kelembaban relatif yang rendah pada siang hari tidak menyebabkan tanaman mengalami kelayuan permanen. Suhu rata-rata terendah adalah 36.0 oC dan tertinggi 44.5 oC. Kelembaban relatif rata-rata terendah adalah 40.0 % dan tertinggi adalah 55.3 % (Tabel 1).

Tabel 1. Kelembaban dan Suhu Udara Rata-rata pada Umur 1 MST sampai 11 MST Umur Tanaman Rh (%) T (OC) 1 MST 55.3 36.0 2 MST 42.0 44.2 3 MST 45.4 43.4 4 MST 40.0 44.5 5 MST 45.0 41.0 6 MST 48.3 41.3 7 MST 49.2 40.7 8 MST 50.0 40.0 9 MST 50.8 38.8 10 MST 51.5 38.0 11 MST 51.0 39.0

Tinggi tanaman mulai mengalami peningkatan yang signifikan mulai umur 5 MST dengan tinggi 24.05 cm. Pertumbuhan tinggi tanaman tercepat terjadi antara umur 5 MST sampai 8 MST (Gambar 2).

231.80 160.86 78.20 24.05 6.33 2.00 0 50 100 150 200 250 3 4 5 6 7 8

M inggu Se te lah Tanam

T in g g i T a n a m a n ( c m )

Gambar 2. Tinggi Tanaman (cm) Sebelum Perlakuan Jumlah Buah dan Toping

Jumlah buku meningkat mulai umur 5 MST (6 buah) sampai 8 MST (30 buah). Pertumbuhan tercepat terjadi antara umur 5 MST sampai 8 MST (Gambar 3).

22 13 6 30 3 2 0 5 10 15 20 25 30 35 3 4 5 6 7 8

M inggu Se te lah Tanam

J u m la h B u k u

Gambar 3. Jumlah Buku Sebelum Perlakuan Jumlah Buah dan Toping

Panjang ruas rata – rata mulai mengalami peningkatan pada umur 4 MST sampai 7 MST. panjang ruas rata-rata mulai melambat pada umur 7 MST sampai 8 MST (Gambar 4). 7.67 7.21 5.87 3.72 2.13 1.00 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 3 4 5 6 7 8

Minggu Se telah Tanam

P a n ja n g R u a s R a ta -r a ta ( c m )

Gambar 4. Panjang Ruas Rata – Rata (cm) Sebelum Perlakuan Jumlah Buah dan Toping

Bunga jantan mulai mekar pada umur 30 hari setelah tanam, sedangkan bunga hermaprodit mulai mekar pada umur 47 hari setelah tanam. Panen buah

dilakukan secara bertahap, dengan panen pertama dilakukan pada umur 78 hari setelah tanam. Selanjutnya panen dilakukan setiap hari selama kurang lebih 4 minggu. Total buah yang teramati sebanyak 151 buah dari total 192 buah.

Pengaruh Jumlah buah Per Tanaman Pertumbuhan Buah pada Umur 9 MST sampai 11 MST

Perlakuan jumlah buah, pada 9 MST sampai 11 MST menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap panjang buah. Pada 9 MST perlakuan 1 buah per tanaman menghasilkan buah lebih panjang (99.63 mm) dibandingkan 2 buah per tanaman (69.50 mm). Pada 10 MST dan 11 MST, perlakuan 1 buah per tanaman juga menghasilkan buah lebih panjang dibanding perlakuan 2 buah per tanaman (Tabel 2).

Tabel 2. Panjang Buah (mm) dengan Perlakuan Jumlah Buah Per Tanaman pada 9 MST sampai 11 MST Panjang buah (mm) Perlakuan 9 MST 10 MST 11 MST Jumlah Buah 1 Buah 99.63 119.18 126.65 2 Buah 69.50 83.05 86.48 Uji F * * *

Ket: * berpengaruh nyata pada uji F taraf 5%

Perlakuan jumlah buah per tanaman pada 9 MST sampai 11 MST, menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap variabel lingkar buah. Pada 9 MST lingkar buah dengan perlakuan 1 buah per tanaman menghasilkan buah lebih lebar (218.6 mm) dibandingkan perlakuan 2 buah per tanaman (151.4 mm). Pada 10 MST dan 11 MST, perlakuan 1 buah per tanaman menghasilkan buah lebih lebar dibandingkan perlakuan 2 buah per tanaman (Tabel 3).

Tabel 3. Lingkar Buah (mm) dengan Perlakuan Jumlah Buah Per Tanaman pada 9 MST sampai 11 MST Lingkar buah (mm) Perlakuan 9 MST 10 MST 11 MST Jumlah Buah 1 Buah 218.6 315.5 347.2 2 Buah 151.4 191.7 233.7 Uji F * * *

Ket: * berpengaruh nyata pada uji F taraf 5%

Perlakuan jumlah buah per tanaman pada 9 MST sampai 11 MST menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap variabel diameter buah. Pada 9 MST dengan perlakuan 1 buah per tanaman menghasilkan buah lebih lebar (66.31 mm) dibandingkan perlakuan 2 buah per tanaman (44.92 mm). Pada 10 MST dan 11 MST, perlakuan 1 buah per tanaman juga menghasilkan buah lebih lebar dibandingkan perlakuan 2 buah per tanaman (Tabel 4).

Tabel 4. Diameter Buah (mm) dengan Perlakuan Jumlah Buah Per Tanaman pada 9 MST sampai 11 MST Diameter buah (mm) Perlakuan 9 MST 10 MST 11 MST Jumlah Buah 1 Buah 66.31 85.09 91.61 2 Buah 44.92 58.48 62.97 Uji F * * *

Ket: * berpengaruh nyata pada uji F taraf 5%

Pertumbuhan buah pada umur 9 MST sampai 11 MST menunjukkan pengaruh yang nyata pada variabel panjang, lingkar dan diameter buah. Pada perlakuan 1 buah per tanaman menghasilkan buah yang lebih baik dibandingkan perlakuan 2 buah per tanaman. Hal ini diduga karenapada perlakuan 2 buah per tanaman terjadi kompetisi dalam memperoleh fotosintat antar buah dalam satu tanaman, sehingga perlakuan tersebut menghasilkan buah lebih kecil dibandingkan perlakuan 1 buah per tanaman.

Bobot Per buah, Kekerasan Kulit dan Padatan Terlarut Total Saat Panen

Perlakuan jumlah buah per tanaman menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap variabel bobot per buah saat panen. Perlakuan 1 buah per tanaman

menghasilkan bobot per buah lebih berat (686.63 gram) dibandingkan perlakuan 2 buah per tanaman (459.00 gram) (Tabel 5). Pada penelitian yang dilakukan di lapang dengan perlakuan 1 buah per tanaman menghasilkan bobot per buah sebesar 1043.4 gram (Andriyani, 2006). Perbedaan bobot per buah yang ditanam di dalam rumah kaca dengan di lapang ini diduga karena tingginya suhu dan rendahnya kelembaban di dalam rumah kaca. Poerwanto (2003) menyatakan tingginya suhu udara dapat menyebabkan mobilitas fotosintat berkurang, akibatnya kemampuan sel dalam mengakumulasi karbohidart berkurang. Hal ini yang menyebabkan bobot per buah dalam rumah kaca lebih kecil dibandingkan bobot per buah di lapang.

Perlakuan jumlah buah per tanaman menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap variabel kekerasan kulit buah saat panen. Perlakuan 1 buah per tanaman menghasilkan buah lebih keras (12.53 mm/kg/5s) dibandingkan perlakuan 2 buah per tanaman (15.68 mm/kg/5s) (Tabel 5). Pengukuran kekerasan kulit buah menggunakan penetrometer dengan satuan mm/kg/5s. Pada perlakuan 1 buah per tanaman kekerasan kulit buah sebesar 12.53 mm/Kg/5s yang berarti dengan tekanan 1 kg kedalaman jarum pada buah mencapai 12.53 mm selama 5 detik.

Perlakuan jumlah buah per tanaman menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap variabel padatan terlarut total (PTT) saat panen. Pada perlakuan 1 buah per tanaman menghasilkan buah lebih manis (11.07 oBrix) dibandingkan perlakuan 2 buah per tanaman (9.56 oBrix) (Tabel 5). Widyawati (1995) menyatakan bahwa pengukuran PTT menggambarkan kandungan gula dalam buah yang disebut fruktosa, sehingga nilai PTT menunjukkan kemanisan buah. Semakin tinggi nilai PTT dalam buah maka semakin manis, sehingga nilai PTT dapat dijadikan indikator kemanisan buah. Berdasarkan standar Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) bahwa melon yang berkualitas tinggi memiliki kadar PTT berkisar antara 9-11 oBrix (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999). Pada perlakuan 1 buah dan 2 buah per tanaman pada percobaan ini masuk ke dalam standar USDA.

Tabel 5. Bobot Per Buah, Kekerasan Kulit dan Padatan Terlarut Total (PTT) dengan Perlakuan Jumlah Buah Per Tanaman Saat Panen

Kekerasan kulit Perlakuan Bobot per buah (g) (mm/kg/5s) PTT (oBrix) Jumlah Buah 1 Buah 686.63 12.53 11.07 2 Buah 459 15.68 9.56 Uji F * * *

Ket: * berpengaruh nyata pada uji F taraf 5%

Tebal Daging dan Tebal Kulit Buah Saat Panen

Perlakuan jumlah buah per tanaman menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap variabel tebal daging buah. Perlakuan 1 buah per tanaman menghasilkan daging buah lebih tebal (22.90 mm) dibandingkan perlakuan 2 buah per tanaman (19.85 mm) (Tabel 6). Afandi (2004) menyatakan bahwa buah yang besar dan panjang memiliki daging buah yang tebal. Perlakuan 1 buah per tanaman memiliki bobot per buah dan panjang buah yang lebih tinggi, sehingga menghasilkan tebal daging buah yang lebih tebal dibandingkan perlakuan 2 buah per tanaman.

Perlakuan jumlah buah per tanaman menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap variabel tebal kulit (Tabel 6). Tebal kulit buah melon lebih dipengaruhi oleh faktor genetik, mungkin hal ini yang menyebabkan variabel ketebalan kulit buah tidak berbeda nyata pada perlakuan jumlah buah per tanaman. Pada penelitian ini ketebalan kulit buah melon genotipe H-52 (0.35-0.40 mm) tergolong tipis dibandingkan melon genotipe H-36 atau Midori Meta (7mm) (Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura, 2004).

Tabel 6. Tebal Daging dan Kulit Buah Per Tanaman dengan Perlakuan Jumlah Buah Per Tanaman Saat Panen

Perlakuan Tebal daging (mm) Tebal kulit (mm)

Jumlah Buah

1 Buah 22.9 0.34

2 Buah 19.85 0.4

Uji F * tn

Panjang, Lingkar dan Diameter Buah Saat Panen

Perlakuan jumlah buah per tanaman menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap variabel panjang buah saat panen. Perlakuan 1 buah per tanaman menghasilkan buah lebih panjang (132.52 mm) dibandingkan perlakuan 2 buah per tanaman (116.61 mm). Perlakuan jumlah buah per tanaman menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap variabel lingkar buah saat panen. Perlakuan 1 buah per tanaman menghasilkan buah lebih lebar (312.7 mm) dibandingkan perlakuan 2 buah per tanaman (278.5 mm). Perlakuan jumlah buah per tanaman menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap variabel diameter buah saat panen. Perlakuan 1 buah per tanaman menghasilkan buah lebih lebar (96.39 mm) dibandingkan perlakuan 2 buah per tanaman (85.35 mm) (Tabel 7).

Tabel 7. Panjang, Lingkar dan Diameter Buah dengan Perlakuan Jumlah Buah Per Tanaman Saat Panen

Perlakuan Panjang buah

(mm) Lingkar buah (mm ) Diameter buah (mm) Jumlah Buah 1 Buah 132.52 312.7 96.39 2 Buah 116.61 278.5 85.35 Uji F * * *

Ket: * berpengaruh nyata pada uji F taraf 5%

Perlakuan 1 buah per tanaman lebih baik dibandingkan perlakuan 2 buah per tanaman pada variabel panjang, lingkar dan diameter buah saat panen. Hal ini diduga karena pada perlakuan 1 buah per tanaman, source hanya mendistribusikan hasil fotosintesis untuk perkembangan 1 buah, sedangkan pada perlakuan 2 buah per tanaman source harus membagi hasil fotosintesis pada perkembangan 2 buah. Pada perlakuan jumlah buah per tanaman melalui teknik penjarangan buah, source akan mentransportasikan hasil fotosintesis ke bagian sink yaitu buah sebagai sink utama. Kompetisi hasil fotosintesis antar buah akan rendah dengan adanya penjarangan buah (Poerwanto, 2003).

Warna Daging Buah Saat Panen

Kode RHS Mini Color Chart memiliki 2 unsur yaitu angka sebelum kata RHS menunjukkan jenis warna dan angka setelah kata RHS menunjukkan

semakin rendah nilainya warna yang dihasilkan semakin terang atau muda. Tabel 8 pada perlakuan 1 buah per tanaman menunjukkan kode 44 RHS 145 C dengan warna hijau muda. Perlakuan 2 buah per tanaman menunjukkan kode 44 RHS 145 B dengan warna hijau tua.

Warna yang dihasilkan berbeda-beda pada perlakuan jumlah buah per tanaman, diduga karena daya tangkap warna yang berbeda. Menurut Sari (2008) kelemahan penggunaan Royal Horticultre Society-Mini Color Chart (RHS-MCC) dalam penentuan warna tergantung posisi mata memandang buah, faktor cahaya, sudut pandang dan bias yang dapat memberikan hasil yang berbeda dalam penentuan skala atau kode warna.

Tabel 8. Warna Daging Buah dengan Perlakuan Jumlah Buah Per Tanaman Saat Panen

Perlakuan RHS Mini Color Chart Warna kasat mata

Jumlah Buah

1 Buah 44 RHS 145 C Hijau Muda

2 Buah 44 RHS 145 B Hijau Tua

Warna Kulit Buah Saat Panen

Pada perlakuan jumlah buah per tanaman menunjukkan kode yang sama yaitu 4 RHS 13 B dengan warna jingga. Hal ini mungkin karena daya tangkap warna yang dihasilkan sama, akibatnya warna yang dihasilkan tidak berbeda antar perlakuan.

Tabel 9. Warna Kulit Buah dengan Perlakuan Toping dan Jumlah Buah Per tanaman Saat Panen

Perlakuan RHS Mini Color Chart Warna kasat mata

Jumlah Buah

1 Buah 4 RHS 13 B Jingga kuning Muda

2 Buah 4 RHS 13 B Jingga kuning Muda

Uji Organoleptik

Uji organoleptik digunakan sebagai uji kesukaan untuk mengukur penilaian subjektivitas terhadap buah melon dengan perlakuan jumlah buah per tanaman berdasarkan panca indra, yaitu kemanisan daging buah, aroma daging

buah dan tekstur daging buah. Pengujian ini dilakukan oleh 60 responden. Metode yang digunakan untuk mengukur tingkat kesukaan menggunakan skor yang kemudian diukur dengan standar devisiasi. Standar devisiasi merupakan rata-rata jarak data dengan nilai tengahnya berupa selang dimana suatu nilai bisa ditoleransi. Semakin kecil nilai selang, maka semakin baik nilai yang dihasilkan dalam perlakuan tersebut.

Perlakuan jumlah buah per tanaman, variabel kemanisan daging buah paling manis terdapat pada perlakuan 1 buah per tanaman (3.28±0.94) dibandingkan peralakuan 2 buah per tanaman (3.21±1.01). Pada variabel aroma daging buah, perlakuan 1 buah per tanaman (3.26±0.80) lebih wangi dibandingkan perlakuan 2 buah per tanaman (3.15±0.84). Pada variabel tekstur daging buah, perlakuan 1 buah per tanaman (3.21±0.82) lebih lunak dibandingkan perlakuan 2 buah per tanaman (3.25±0.86) (Tabel 10).

Tabel 10. Uji Organoleptik Terhadap Kemanisan, Aroma dan Tekstur Daging Buah dengan Perlakuan Jumlah Buah Per Tanaman Saat Panen

Kemanisan Aroma Tekstur

Perlakuan

daging buah daging buah daging buah

Jumlah Buah

1 Buah 3.28 ± 0.94 3.26 ± 0.80 3.21 ± 0.82

2 Buah 3.21 ± 1.01 3.15 ± 0.84 3.25 ± 0.86

Ket : 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = netral (biasa saja), 4 = suka dan 5 = sangat suka

Cacat Buah

Perlakuan 1 buah per tanaman menunjukkan cacat buah 50% sebanyak 1 buah, cacat 25% sebanyak 23 buah dan mulus 100% sebanyak 30 buah. Perlakuan 2 buah per tanaman menunjukkan cacat buah 75% sebanyak 2 buah, cacat 25% sebanyak 4 buah dan mulus 100% sebanyak 58 buah (Tabel 14). Pada perlakuan 1 buah per tanaman menunjukkan cacat buah 25% lebih tinggi dibandingkan perlakuan 2 buah per tanaman. Hal ini diduga karena pada perlakuan 1 buah per tanaman tidak terdapat kompetisi dalam memperebutkan asimilat, akibatnya buah kelebihan asimilat. Menurut Poerwanto (1996) dengan buah yang menerima asimilat lebih banyak akan lebih rentan terhadap pecah buah. Keterangan gambar tentang cacat buah terdapat di Gambar Lampiran 1.

Tabel 11.Cacat Buah Pada Perlakuan Jumlah Buah Per Tanaman Saat Panen

Cacat Cacat Cacat Cacat

Perlakuan

100% 75% 50% 25%

Mulus 100%

Jumlah Buah

1 Buah - - 1 Buah 23 Buah 30 Buah

2 Buah - 2 Buah - 4 Buah 58 Buah

Pengaruh Pangkas Pucuk (Toping) Pertumbuhan Buah pada Umur 9 MST sampai 11 MST

Pada umur 9 MST sampai 11 MST dengan perlakuan toping menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap variabel panjang buah (Tabel 12). Pada perlakuan toping terjadi peningkatan panjang buah sebesar 9.16% pada umur 10 MST dan 2.57% pada umur 11 MST. Pada perlakuan tanpa toping terjadi peningkatan panjang buah sebesar 8.65% pada umur 10 MST dan 2.67% pada umur 11 MST sehingga peningkatan panjang buah hampir sama antara perlakuan toping dan tanpa toping.

Tabel 12. Panjang Buah (mm) dengan Perlakuan Toping pada 9 MST sampai 11 MST Panjang buah (mm) Perlakuan 9 MST 10 MST 11 MST Toping Toping 87.00 104.54 110.06 Tanpa Toping 82.14 97.69 103.06 Uji F tn tn tn

Ket: tn tidak berbeda nyata pada uji F taraf 5%

Pada umur 9 MST sampai 11 MST dengan perlakuan toping menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap variabel lingkar buah (Tabel 13). Pada perlakuan toping terjadi peningkatan lingkar buah sebesar 11.94% pada umur 10 MST dan 6.25% pada umur 11 MST. Pada perlakuan tanpa toping terjadi peningkatan lingkar buah sebesar 19.24% pada umur 10 MST dan 7.25% pada umur 11 MST.

Tabel 13. Lingkar Buah (mm) dengan Perlakuan Toping pada 9 MST sampai 11 MST Lingkar buah (mm) Perlakuan 9 MST 10 MST 11 MST Toping Toping 190.6 242.3 274.6 Tanpa Toping 179.4 264.9 306.3 Uji F tn tn tn

Ket: tn tidak berbeda nyata pada uji F taraf 5%

Pada umur 9 MST sampai 11 MST dengan perlakuan toping menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap variabel diameter buah (Tabel 14). Pada perlakuan toping terjadi peningkatan diameter buah sebesar 12.85% pada umur 10 MST dan 3.98% pada umur 11 MST. Pada perlakuan tanpa toping terjadi peningkatan diameter buah sebesar 12.51% pada umur 10 MST dan 3.38% pada umur 11 MST.

Tabel 14. Diameter Buah (mm) dengan Perlakuan Toping pada 9 MST sampai 11 MST Diameter buah (mm) Perlakuan 9 MST 10 MST 11 MST Toping Toping 57.46 74.41 80.58 Tanpa Toping 53.78 69.16 74.00 Uji F tn tn tn

Ket: tn tidak berbeda nyata pada uji F taraf 5%

Bobot Per Buah, Kekerasan Kulit dan Padatan Terlarut Total Saat Panen

Perlakuan toping menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap variabel bobot per buah, kekerasan kulit dan padatan terlarut total saat panen (Tabel 15). Hal ini diduga karena perlakuan toping dilakukan pada saat bunga hermaprodit telah mekar penuh sehingga mengakibatkan terjadinya kompetisi yang tinggi antar buah dan pertumbuhan vegetatif dalam memperebutkan fotosintat. Menurut Poerwanto (2003), kompetisi antar buah yang sedang berkembang dan pertumbuhan vegetatif akan berkurang apabila pemangkasan dilakukan saat bunga belum mekar penuh.

Tabel 15. Bobot Per Buah, Kekerasan Kulit dan Padatan Terlarut Total (PTT) dengan Perlakuan Toping Saat Panen

Kekerasan kulit PTT

Perlakuan Bobot

per buah (g) (mm/Kg/5 s) (oBrix)

Toping

Toping 581.75 13.59 10.2

Tanpa Toping 563.88 14.62 10.44

Uji F tn tn tn

Ket: tn tidak berbeda nyata pada uji F taraf 5%

Tebal Daging dan Tebal Kulit Buah Saat Panen

Perlakuan toping menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap variabel tebal daging (Tabel 16). Pada perlakuan toping secara hidroponik di dalam rumah kaca menunjukkan tebal daging buah 21.65 mm. Tebal daging melon H-52 dengan perlakuan toping secara non-hidroponik di lapang sebesar 18.33 mm (Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura, 2004). Dengan demikian, perlakuan toping secara hidroponik maupun non-hidroponik tidak menunjukkan perbedaan yang berarti terhadap variabel tebal daging buah.

Perlakuan toping menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap variabel tebal kulit (Tabel 16). Hal ini diduga karena tebal kulit dipengaruhi oleh faktor genetik. Tebal kulit melon H-52 tergolong tipis antara 0.35-0.40 mm (Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura, 2004).

Tabel 16. Tebal Daging dan Kulit Buah dengan Perlakuan Toping Saat Panen

Perlakuan Tebal daging (mm) Tebal kulit (mm)

Toping

Toping 21.65 0.39

Tanpa Toping 21.1 0.35

Uji F tn tn

Ket: tn tidak berbeda nyata pada uji F taraf 5%

Panjang, Lingkar dan Diameter Buah Saat Panen

Perlakuan toping menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap variabel panjang, lingkar dan diameter buah saat panen (Tabel 17). Hal ini diduga karena perlakuan toping mempengaruhi jumlah fotosintat yang ditransportasikan untuk perkembangan buah. Perlakuan toping sebaiknya dilakukan saat bunga

mekar penuh, sehingga fotosintat lebih ditujukan untuk perkembangan buah dibandingkan untuk perkembangan vegetatif (Poerwanto (2003). Perlakuan toping pada penelitian ini dilakukan saat perkembangan buah, akibatnya perlakuan toping tidak menunjukkan pengaruh yang nyata pada variabel panjang, lingkar dan diameter buah saat panen.

Tabel 17. Panjang, Lingkar dan Diameter Buah dengan Perlakuan Toping Saat Panen Perlakuan Panjang buah (mm) Lingkar buah (mm ) Diameter buah (mm) Toping Toping 124.89 297.6 91.59 Tanpa Toping 124.25 293.6 90.15 Uji F tn tn tn

Ket: tn tidak berbeda nyata pada uji F taraf 5%

Warna Daging Buah Saat Panen

Kode RHS Mini Color Chart memiliki 2 unsur yaitu angka sebelum kata RHS menunjukkan jenis warna dan angka setelah kata RHS menunjukkan semakin rendah nilainya warna yang dihasilkan semakin terang atau muda. Tabel 18 pada perlakuan toping menunjukkan kode 44 RHS 145 B dengan warna hijau tua. Perlakuan tanpa toping menunjukkan kode 44 RHS 145 C dengan warna hijau muda. Seperti halnya pada perlakuan jumlah buah per tanaman, pada perlakuan

toping menunjukkan warna yang berbeda baik pada perlakuan toping maupun

tanpa toping. Hal ini merupakan kelemahan menggunakan RHS-MCC yang dipengaruhi posisi mata memandang buah, faktor cahaya, sudut pandang dan bias yang dapat memberikan hasil yang berbeda dalam penentuan skala atau kode warna.

Tabel 18. Warna Daging Buah dengan Perlakuan Toping Saat Panen

Perlakuan RHS Mini Color Chart Warna kasat mata

Toping

Toping 44 RHS 145 B Hijau Tua

Warna Kulit Buah Saat Panen

Warna kulit buah menggunakan RHS-MCC dengan angka setelah kata RHS menunjukkan semakin rendah nilainya warna yang dihasilkan semakin terang atau muda. Tabel 19 pada perlakuan toping menunjukkan kode yang sama yaitu 4 RHS 13 B dengan warna jingga kuning muda.

Tabel 19. Warna Kulit Buah dengan Perlakuan Toping Saat Panen

Perlakuan RHS Mini Color Chart Warna kasat mata

Toping

Toping 4 RHS 13 B Jingga kuning Muda

Tanpa Toping 4 RHS 13 B Jingga kuning Muda

Uji Organoleptik

Metode yang digunakan untuk mengukur tingkat kesukaan menggunakan skor yang kemudian diukur dengan standar devisiasi. Semakin kecil nilai selang, maka semakin baik nilai yang dihasilkan dalam perlakuan tersebut. Perlakuan toping dengan variabel kemanisan daging buah paling baik atau paling manis terdapat pada perlakuan tanpa toping (3.40±0.93) dibandingkan perlakuan toping (3.09±1.02). Pada variabel aroma daging buah pada perlakuan toping (3.18±0.84) lebih tidak wangi dibanding perlakuan tanpa toping (3.23 ± 0.80). Pada variabel tekstur daging buah pada perlakuan toping (3.35 ± 0.75) lebih lunak dibanding perlakuan tanpa toping (3.11 ± 0.92) (Tabel 20).

Tabel 20. Uji Organoleptik Terhadap Kemanisan, Aroma dan Tekstur Daging Buah dengan Perlakuan Toping Saat Panen

Aroma Tekstur

Perlakuan daging buah Kemanisan

daging buah daging buah

Toping

Toping 3.09 ± 1.02 3.18 ± 0.84 3.35 ± 0.75

Tanpa Toping 3.40 ± 0.93 3.23 ± 0.80 3.11 ± 0.92

Ket : 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = netral (biasa saja), 4 = suka dan 5 = sangat suka

Tabel 21 pada perlakuan toping menunjukkan cacat buah 75% sebanyak 1 buah, cacat 50% sebanyak 1 buah, cacat 25% sebanyak 14 buah dan mulus 100% sebanyak 48 buah. Pada perlakuan tanpa toping menunjukkan cacat buah 75% sebanyak 1 buah, cacat 25% sebanyak 13 buah dan mulus 100% sebanyak 40 buah. Pada perlakuan toping menunjukkan cacat buah 25% lebih tinggi dibandingkan perlakuan tanpa toping. Hal ini diduga karena pada perlakuan

toping distribusi asimilat terganggu. Pada perlakuan tanpa toping asimilat

ditransportasikan untuk pertumbuhan buah dan pertumbuhan vegetatif (Poerwanto, 1996). Dengan demikian, perlakuan tanpa toping terdapat keseimbangan dalam memperoleh asimilat antar organ tanaman menyebabkan rendahnya cacat pada buah atau pecah buah. Keterangan gambar tentang cacat buah terdapat di Gambar Lampiran 1.

Tabel 21. Cacat Buah Pada Perlakuan Toping Saat Panen

Cacat Cacat Cacat Cacat

Perlakuan

100% 75% 50% 25%

Mulus 100%

Toping

Toping - 1 Buah 1 Buah 14 Buah 48 Buah

Tanpa Toping - 1 Buah - 13 Buah 40 Buah

Interaksi Antara Perlakuan Jmlah Buah Per Tanaman dan Pangkas Pucuk (Toping)

Interaksi antara perlakuan jumlah buah per tanaman dan toping menunjukkan pengaruh yang tidak nyata pada pertumbuhan buah pada umur 9 MST sampai 11 MST (Tabel 22). Pertumbuhan buah meliputi variabel panjang, lingkar dan diameter buah.

Tabel 22. Interaksi antara Perlakuan Jumlah Buah Per Tanaman dan Toping pada Pertumbuhan Buah pada Umur 9 MST sampai 11 MST

No Variabel Interaksi

1. Panjang buah (mm) tn

2. Lingkar buah (mm) tn

3. Diameter buah (mm) tn

Interaksi antara perlakuan jumlah buah per tanaman dan toping juga tidak berpengaruh nyata pada variabel kuantitatif pada saat panen (Tabel 23). Variabel kuantitatif meliputi bobot per buah, kekerasan kulit, tebal daging, tebal kulit, padatan terlarut total (PTT), panjang buah, lingkar buah dan diameter buah.

Dokumen terkait