• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Jumlah Buah dan Pangkas Pucuk (Toping) terhadap Kualitas Buah pada Budidaya Melon (Cucumis melo l.) dengan Sistem Hidroponik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Jumlah Buah dan Pangkas Pucuk (Toping) terhadap Kualitas Buah pada Budidaya Melon (Cucumis melo l.) dengan Sistem Hidroponik"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH JUMLAH BUAH DAN PANGKAS PUCUK

(

TOPING

) TERHADAP KUALITAS BUAH PADA BUDIDAYA

MELON (

Cucumis melo

L.) DENGAN SISTEM HIDROPONIK

Oleh :

Anna Yuda Norma Sari A34304034

PROGRAM STUDI HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

PENGARUH JUMLAH BUAH DAN PANGKAS PUCUK

(

TOPING

) TERHADAP KUALITAS BUAH PADA BUDIDAYA

MELON (

Cucumis melo

L.) DENGAN SISTEM HIDROPONIK

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Anna Yuda Norma Sari A34304034

PROGRAM STUDI HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

RINGKASAN

ANNA YUDA NORMA SARI. Pengaruh Jumlah Buah dan Pangkas Pucuk (Toping) terhadap Kualitas Buah pada Budidaya Melon (Cucumis melo l.) dengan Sistem Hidroponik. Dibimbing oleh ANAS D. SUSILA.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh jumlah buah per

tanaman dan pangkas pucuk (toping) terhadap kualitas buah tanaman melon yang

dilaksanakan di rumah kacaUnit Lapangan Cikabayan, University Farm, Institut

Pertanian Bogor pada bulan Maret sampai Juni 2008. Penelitian ini menggunakan

Rancangan Kelompok Lengkap Teracak Faktorial (RKLT Faktorial) dengan

faktor pertama yaitu jumlah buah per tanaman (1 buah, 2 buah) dan faktor kedua

yaitu pangkas pucuk (toping, tanpa toping). Pengelompokkan berdasarkan letak

media tanam dalam rumah kaca, yaitu 4 baris sebagai ulangan sehingga terdapat

16 satuan penelitian. Tiap satuan penelitian terdapat 8 polibag.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan jumlah buah berpengaruh

nyata pada pertumbuhan buah pada umur 9 MST sampai 11 MST dan variabel

kuantitatif (kecuali pada tebal kulit buah). Pada perlakuan 1 buah per tanaman

kualitas buah lebih baik dibandingkan pada perlakuan 2 buah per tanaman.

Perlakuan 1 buah per tanaman menghasilkan panjang, lingkar dan diameter buah

pada umur 9 MST sampai 11 MST lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan 2

buah per tanaman. Pada perlakuan 1 buah per tanaman menghasilkan bobot

perbuah (686.63 gram), kekerasan kulit buah (12.53 mm/Kg/5 s), padatan terlarut

total (11.07 °Brix), tebal daging buah (22.90 mm), panjang buah (132.52 mm),

lingkar buah (31.27 cm) dan diameter buah (96.39 mm).

Perlakuan toping menunjukkan pengaruh yang tidak nyata pada

pertumbuhan buah pada umur 9 MST sampai 11 MST (panjang buah, lingkar

buah dan diameter buah) dan variabel kuantitatif saat panen (bobot per buah,

kekerasan kulit buah, padatan terlarut total, tebal daging buah, tebal kulit buah,

panjang buah, lingkar buah, diameter buah). Interaksi antar perlakuan jumlah

buah per tanaman dan toping menunjukkan pengaruh yang tidak nyata pada

pertumbuhan buah pada umur 9 MST sampai 11 MST dan variabel kuantitatif saat

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : PENGARUH JUMLAH BUAH DAN PANGKAS PUCUK

(TOPING) TERHADAP KUALITAS BUAH PADA BUDIDAYA MELON (Cucumis melo L.) DENGAN SISTEM HIDROPONIK

Nama : Anna Yuda Norma Sari

NRP : A34304034

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Dr Ir Anas D. Susila, M. Si

NIP : 131 669 950

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof Dr Ir Didy Sopandie, M.Agr

NIP. 131 124 019

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pacitan, Propinsi Jawa Timur pada tanggal 15

Februari 1986 dengan nama ANNA YUDA NORMA SARI. Penulis merupakan

anak pertama dari H. Dawamuri, SH. MM dan Hj. Siti Juwariah.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasarnya di SDN Baleharjo II Pacitan

pada tahun 1998, tamat SLTP I Pacitan pada tahun 2001 dan tamat SMU I Pacitan

pada tahun 2004. Tahun 2004 penulis diterima di IPB melalui jalur USMI sebagai

mahasiswa Progaram Studi Hortikultura, Departemen Agronomi dan Hortikultura,

Fakultas Pertanian.

Dari tahun 2004 hingga 2008 penulis aktif di berbagai organisasi

kemahasiswaan. Tahun 2005/2006 sebagai staf Divisi Sumberdaya Manusia di

HIMAGRON (Himpunan Mahasiswa Agronomi) Faperta IPB, tahun 2006 sebagai

ketua Gelar Olah Raga dan Seni 2006 Departemen AGH (Agronomi dan

Hortikultura) Faperta IPB. Tahun 2005/2006 sebagai staf Departemen Potensi

Sumberdaya Manusia di UKM UKF (Unit Kegiatan Mahasiswa Uni Konservasi

Fauna) IPB. Selanjutnya tahun 2006/2007 sabagai sekretaris 2 UKM UKF IPB.

Tahun 2008, penulis berkesempatan menjadi asisten praktikum mata kuliah

Dasar-dasar Hortikultura.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahNya, penulis

dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Pengaruh Jumlah Buah dan Pangkas

Pucuk (Toping) terhadap Kualitas Buah pada Budidaya Melon (Cucumis melo L.)

dengan Sistem Hidroponik”. Skripsi ini merupakan bagian dari tugas akhir

sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian dari Fakultas Pertanian,

Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui pengaruh jumlah buah per

tanaman dan pangkas pucuk (toping) terhadap kualitas buah tanaman melon.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret hingga Juni 2008 di rumah kaca Unit

Lapangan Cikabayan, University Farm, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1.Dr Ir Anas D. Susila, M. Si, yang telah memberikan bimbingan dan arahan

selama kegiatan penelitian hingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.

2.Dr Ir Winarso D. Widodo, M. S dan Dr Ir Darda Efendi, M. Si, selaku dosen

penguji atas bantuan saran dan masukannya dalam perbaikan skripsi ini.

3.Prof. Dr Ir Slamet Susanto, MSc sebagai dosen pembimbing akademik selama

penulis menempuh perkuliahan di IPB.

4.Seluruh staf dan karyawan Unit Lapangan Cikabayan, University Farm, Institut

Pertanian Bogor atas segala fasilitas dan bantuan yang diberikan selama penulis

melakukan penelitian.

5.Bapak, Ibu dan adik, terimakasih atas doa yang tak pernah berhenti, cinta yang

tak pernah habis dan semangat juang mendapatkan impian.

6.Anita, Novi dan Prima teman seperjuangan selama penelitian serta hortifamily

angkt. 41 atas persahabatannya selama ini, terimakasih.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang

membutuhkannya.

Bogor, Februari 2009

(7)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Melon (Cucumis melo L.) merupakan salah satu buah yang dikonsumsi

segar. Pada perusahaan makanan dan minuman, melon digunakan sebagai bahan

penyedap rasa dan memberikan aroma yang khas pada produk seperti sirup,

permen dan sabun. Pada tahun 2005 produksi melon di Indonesia meningkat dari

58 440 ton menjadi 59 814 ton pada tahun 2007 (Direktorat Jenderal Hortikultura,

2009). Menurut Dinas Pertanian Propinsi DIY (2009) konsumsi buah melon akan

mencapai 1.34–1.50 kg/kapita/tahun pada tahun 2005–2008. Oleh karena itu,

diperlukan buah melon dengan kualitas yang baik. Kualitas buah melon

ditentukan oleh rasa manis (kandungan gula), tekstur daging buah, aroma daging

buah dan penampakan buah (bentuk buah, bobot buah dan netting bagi varietas

yang memiliki net) (Harjadi, 1989).

Pencapaian kualitas buah yang baik dapat dilakukan dengan

mengoptimalkan lingkungan tumbuh, seperti penggunaan sistem hidroponik.

Sistem hidroponik merupakan teknologi budidaya tanaman tanpa tanah dengan

pemberian larutan hara yang dibutuhkan tanaman (Jones, 1930). Sistem

hidroponik tersebut dapat mengontrol kebutuhan hara tanaman sehingga kualitas

buah yang dihasilkan optimal.

Selain sistem hidroponik, penjarangan buah dapat dilakukan untuk

meningkatkan kualitas buah. Kualitas buah pada tanaman yang diberi perlakuan

penjarangan buah lebih baik dibandingkan tanaman yang tidak diberi perlakuan

penjarangan buah (Poerwanto, 2003). Penjarangan buah dilakukan dengan

mengurangi jumlah buah per tanaman sehingga kompetisi dalam memperoleh

fotosintat antar buah menjadi rendah.

Budidaya melon hidroponik di rumah kaca memerlukan pemeliharaan

khusus, salah satunya adalah dengan perlakuan pangkas pucuk. Pangkas pucuk

dilakukan karena tinggi tanaman melon dibatasi oleh tinggi rumah kaca. Pangkas

pucuk dapat dilakukan dengan memangkas batang utama setelah buah terpilih.

Perlakuan tersebut kemungkina dapat mempengaruhi kualitas buah melon karena

(8)

Rendahnya tingkat persaingan antar buah dalam memperoleh suplai

makanan disebabkan oleh perlakuan jumlah buah, sedangkan perlakuan pangkas

pucuk menyebabkan distribusi asimilat lebih diarahkan untuk perkembangan buah

daripada perkembangan vegetatif. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

pengaruh penjarangan buah dan pangkas pucuk terhadap kualitas buah. Apabila

pangkas pucuk tidak mempengaruhi kualitas buah, maka teknik ini dapat

direkomendasikan pada budidaya melon dalam rumah kaca.

Tujuan

Mengetahui pengaruh jumlah buah per tanaman dan pangkas pucuk

(toping) terhadap kualitas buah tanaman melon.

Hipotesis

1. Terdapat pengaruh jumlah buah per tanaman terhadap kualitas buah, satu buah

per tanaman memilki kualitas buah lebih baik dibanding dua buah per

tanaman.

2. Terdapat pengaruh pangkas pucuk (toping) terhadap kualitas buah, kualitas

buah lebih baik pada perlakuan toping dibanding tanaman yang tanpa toping.

3. Terdapat pengaruh interaksi antara jumlah buah per tanaman dengan pangkas

(9)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Melon (Cucumis melo L.)

Melon (Cucumis melo L.) tergolong ordo Cucurbitales suku Cucurbitaceae

genus Cucumis (Tjitrosoepomo, 2004). Rubatzky dan Yamaguchi (1999)

menyatakan bahwa tanaman melon merupakan tanaman semusim (annual),

herbacious, batang berbentuk segi lima tumpul dengan panjang 1,5 m–3 m,

berbulu, bersulur tunggal, sebagian besar kultivar merambat dan lunak. Daun

melon berbentuk bulat bersudut dengan diameter 8 cm–15 cm, memiliki 5–7

lekukan yang dangkal dan permukaan daunnya berbulu.

Sistem perakaran termasuk akar tunggang dengan ujung akar yang mampu

menembus tanah sedalam 1 m (Siemonsma dan Piluek, 1994). Ashari (2006)

menyatakan bahwa tanaman melon bersifat polimorfik, yang memiliki bunga

jantan, betina atau hermafrodit. Sistem pembungaan pada tanaman melon

termasuk monoecious (berumah satu atau berkelamin tunggal) atau

andromonoecious (satu tanaman menghasilkan bunga jantan dan hermafrodit).

Siemonsma dan Piluek (1994) menyatakan bahwa bunga jantan terbentuk pada

ketiak daun, sedangkan bunga hermafrodit tumbuh pada cabang lateral.

Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1999), melon termasuk dalam buah

pepo, yaitu pada biji terdapat lapisan tipis yang menyelimutinya (lendir). Lendir

tersebut terasa manis, kenyal dan tidak banyak mengandung air. Buah melon

menghasilkan biji dalam jumlah yang banyak (300-500 biji), berwarna putih atau

kusam, berbentuk elips dan licin. Panjang biji berkisar dari 5 – 15 mm, rata – rata

sekitar 30 biji per buah dengan bobot 1 gram per biji. Bentuk buah bervariasi

antara bulat, bulat lonjong atau silindris. Bobot buah rata – rata 0,4 – 2,0 kg/buah.

Siemonsma dan Piluek (1994) menyatakan bahwa warna daging buah berkisar

antara jingga, merah muda, kuning, hijau, putih sampai putih kehijauan. Buah

yang telah masak berubah warna, mengeluarkan aroma harum dan buah terasa

lebih lunak.

Paje dan van der Vossen (1994) menyatakan bahwa melon merupakan

tanaman hortikultura yang dapat digunakan sebagai buah segar (sweet melon) dan

(10)

Cantalupensis (Cantaloupe Melon), Inodorus (Winter Melon), Oriental Sweet

Melon dan Chinese Hami. Sedangkan jenis melon yang digunakan sebagai

sayuran seperti, Flexuous (Snake Melon), Conomon (Oriental Pickling Melon)

Chito (Garden Melon) dan Dudaim (Pomegranate Melon).

Syarat Tumbuh Melon

Tanaman melon dapat tumbuh pada daerah tropik dan subtropik. Menurut

Tjahjadi (1987), tanaman melon dapat ditumbuh pada ketinggian diatas 300 m

dpl. Whitaker dan Davis (1962) menyatakan bahwa tanaman melon memerlukan

curah hujan antara 2.000–3.000 mm/tahun). Suhu optimum untuk pertumbuhan

rata–rata berkisar antara 180C–280 C, pertumbuhan akan terhambat apabila melon

ditanam pada suhu dibawah 120 C. Siemonsma dan Piluek (1994) menambahkan

bahwa kelembaban yang tinggi dapat mempengaruhi pertumbuhan, kualitas buah

dan kendala penyakit.

Tanah yang ideal untuk pertumbuhan melon, jenis tanah andosol/berpasir

yang memiliki porositas dan aerasi yang baik dengan pH 6 – 7 (Siemonsma dan

Piluek, 1994). Harjadi (1989) menyatakan bahwa tanah yang masam akan

menyebabkan terjadinya Acid Yellowing yang memiliki gejala seperti tanaman

kerdil, pertumbuahan terhambat dengan daun berwarna kuning, sehingga

diperlukan pengapuran sebelum ditanami melon. Tanah gambut, tanah liat berat

atau tanah cadas tidak disarankan untuk ditanami melon.

Melon Genotipe H-52

Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura (2004) menyatakan bahwa

genotipe H-52 merupakan salah satu hasil persilangan Pusat Kajian Buah-buahan

Tropika, IPB. Hasil persilangan tersebut merupakan melon jenis inodorus yang

tidak memiliki net atau jala pada permukaan kulit buah. Genotipe H-52 memiliki

beberapa kelebihan yaitu tahan terhadap embun bulu (Pseudoperonospora

cubensis), embun tepung (Erysiphe cichoracearum), kulit berwarna kuning cerah

dan daging buah berwarna hijau cerah.

Genotipe H-52 jika ditanam di rumah kacaberbeda dengan jika ditanam di

(11)

PENGARUH JUMLAH BUAH DAN PANGKAS PUCUK

(

TOPING

) TERHADAP KUALITAS BUAH PADA BUDIDAYA

MELON (

Cucumis melo

L.) DENGAN SISTEM HIDROPONIK

Oleh :

Anna Yuda Norma Sari A34304034

PROGRAM STUDI HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(12)

PENGARUH JUMLAH BUAH DAN PANGKAS PUCUK

(

TOPING

) TERHADAP KUALITAS BUAH PADA BUDIDAYA

MELON (

Cucumis melo

L.) DENGAN SISTEM HIDROPONIK

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

Anna Yuda Norma Sari A34304034

PROGRAM STUDI HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(13)

RINGKASAN

ANNA YUDA NORMA SARI. Pengaruh Jumlah Buah dan Pangkas Pucuk (Toping) terhadap Kualitas Buah pada Budidaya Melon (Cucumis melo l.) dengan Sistem Hidroponik. Dibimbing oleh ANAS D. SUSILA.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh jumlah buah per

tanaman dan pangkas pucuk (toping) terhadap kualitas buah tanaman melon yang

dilaksanakan di rumah kacaUnit Lapangan Cikabayan, University Farm, Institut

Pertanian Bogor pada bulan Maret sampai Juni 2008. Penelitian ini menggunakan

Rancangan Kelompok Lengkap Teracak Faktorial (RKLT Faktorial) dengan

faktor pertama yaitu jumlah buah per tanaman (1 buah, 2 buah) dan faktor kedua

yaitu pangkas pucuk (toping, tanpa toping). Pengelompokkan berdasarkan letak

media tanam dalam rumah kaca, yaitu 4 baris sebagai ulangan sehingga terdapat

16 satuan penelitian. Tiap satuan penelitian terdapat 8 polibag.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan jumlah buah berpengaruh

nyata pada pertumbuhan buah pada umur 9 MST sampai 11 MST dan variabel

kuantitatif (kecuali pada tebal kulit buah). Pada perlakuan 1 buah per tanaman

kualitas buah lebih baik dibandingkan pada perlakuan 2 buah per tanaman.

Perlakuan 1 buah per tanaman menghasilkan panjang, lingkar dan diameter buah

pada umur 9 MST sampai 11 MST lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan 2

buah per tanaman. Pada perlakuan 1 buah per tanaman menghasilkan bobot

perbuah (686.63 gram), kekerasan kulit buah (12.53 mm/Kg/5 s), padatan terlarut

total (11.07 °Brix), tebal daging buah (22.90 mm), panjang buah (132.52 mm),

lingkar buah (31.27 cm) dan diameter buah (96.39 mm).

Perlakuan toping menunjukkan pengaruh yang tidak nyata pada

pertumbuhan buah pada umur 9 MST sampai 11 MST (panjang buah, lingkar

buah dan diameter buah) dan variabel kuantitatif saat panen (bobot per buah,

kekerasan kulit buah, padatan terlarut total, tebal daging buah, tebal kulit buah,

panjang buah, lingkar buah, diameter buah). Interaksi antar perlakuan jumlah

buah per tanaman dan toping menunjukkan pengaruh yang tidak nyata pada

pertumbuhan buah pada umur 9 MST sampai 11 MST dan variabel kuantitatif saat

(14)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : PENGARUH JUMLAH BUAH DAN PANGKAS PUCUK

(TOPING) TERHADAP KUALITAS BUAH PADA BUDIDAYA MELON (Cucumis melo L.) DENGAN SISTEM HIDROPONIK

Nama : Anna Yuda Norma Sari

NRP : A34304034

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Dr Ir Anas D. Susila, M. Si

NIP : 131 669 950

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof Dr Ir Didy Sopandie, M.Agr

NIP. 131 124 019

(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pacitan, Propinsi Jawa Timur pada tanggal 15

Februari 1986 dengan nama ANNA YUDA NORMA SARI. Penulis merupakan

anak pertama dari H. Dawamuri, SH. MM dan Hj. Siti Juwariah.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasarnya di SDN Baleharjo II Pacitan

pada tahun 1998, tamat SLTP I Pacitan pada tahun 2001 dan tamat SMU I Pacitan

pada tahun 2004. Tahun 2004 penulis diterima di IPB melalui jalur USMI sebagai

mahasiswa Progaram Studi Hortikultura, Departemen Agronomi dan Hortikultura,

Fakultas Pertanian.

Dari tahun 2004 hingga 2008 penulis aktif di berbagai organisasi

kemahasiswaan. Tahun 2005/2006 sebagai staf Divisi Sumberdaya Manusia di

HIMAGRON (Himpunan Mahasiswa Agronomi) Faperta IPB, tahun 2006 sebagai

ketua Gelar Olah Raga dan Seni 2006 Departemen AGH (Agronomi dan

Hortikultura) Faperta IPB. Tahun 2005/2006 sebagai staf Departemen Potensi

Sumberdaya Manusia di UKM UKF (Unit Kegiatan Mahasiswa Uni Konservasi

Fauna) IPB. Selanjutnya tahun 2006/2007 sabagai sekretaris 2 UKM UKF IPB.

Tahun 2008, penulis berkesempatan menjadi asisten praktikum mata kuliah

Dasar-dasar Hortikultura.

(16)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahNya, penulis

dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Pengaruh Jumlah Buah dan Pangkas

Pucuk (Toping) terhadap Kualitas Buah pada Budidaya Melon (Cucumis melo L.)

dengan Sistem Hidroponik”. Skripsi ini merupakan bagian dari tugas akhir

sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian dari Fakultas Pertanian,

Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui pengaruh jumlah buah per

tanaman dan pangkas pucuk (toping) terhadap kualitas buah tanaman melon.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret hingga Juni 2008 di rumah kaca Unit

Lapangan Cikabayan, University Farm, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1.Dr Ir Anas D. Susila, M. Si, yang telah memberikan bimbingan dan arahan

selama kegiatan penelitian hingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.

2.Dr Ir Winarso D. Widodo, M. S dan Dr Ir Darda Efendi, M. Si, selaku dosen

penguji atas bantuan saran dan masukannya dalam perbaikan skripsi ini.

3.Prof. Dr Ir Slamet Susanto, MSc sebagai dosen pembimbing akademik selama

penulis menempuh perkuliahan di IPB.

4.Seluruh staf dan karyawan Unit Lapangan Cikabayan, University Farm, Institut

Pertanian Bogor atas segala fasilitas dan bantuan yang diberikan selama penulis

melakukan penelitian.

5.Bapak, Ibu dan adik, terimakasih atas doa yang tak pernah berhenti, cinta yang

tak pernah habis dan semangat juang mendapatkan impian.

6.Anita, Novi dan Prima teman seperjuangan selama penelitian serta hortifamily

angkt. 41 atas persahabatannya selama ini, terimakasih.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang

membutuhkannya.

Bogor, Februari 2009

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Melon (Cucumis melo L.) merupakan salah satu buah yang dikonsumsi

segar. Pada perusahaan makanan dan minuman, melon digunakan sebagai bahan

penyedap rasa dan memberikan aroma yang khas pada produk seperti sirup,

permen dan sabun. Pada tahun 2005 produksi melon di Indonesia meningkat dari

58 440 ton menjadi 59 814 ton pada tahun 2007 (Direktorat Jenderal Hortikultura,

2009). Menurut Dinas Pertanian Propinsi DIY (2009) konsumsi buah melon akan

mencapai 1.34–1.50 kg/kapita/tahun pada tahun 2005–2008. Oleh karena itu,

diperlukan buah melon dengan kualitas yang baik. Kualitas buah melon

ditentukan oleh rasa manis (kandungan gula), tekstur daging buah, aroma daging

buah dan penampakan buah (bentuk buah, bobot buah dan netting bagi varietas

yang memiliki net) (Harjadi, 1989).

Pencapaian kualitas buah yang baik dapat dilakukan dengan

mengoptimalkan lingkungan tumbuh, seperti penggunaan sistem hidroponik.

Sistem hidroponik merupakan teknologi budidaya tanaman tanpa tanah dengan

pemberian larutan hara yang dibutuhkan tanaman (Jones, 1930). Sistem

hidroponik tersebut dapat mengontrol kebutuhan hara tanaman sehingga kualitas

buah yang dihasilkan optimal.

Selain sistem hidroponik, penjarangan buah dapat dilakukan untuk

meningkatkan kualitas buah. Kualitas buah pada tanaman yang diberi perlakuan

penjarangan buah lebih baik dibandingkan tanaman yang tidak diberi perlakuan

penjarangan buah (Poerwanto, 2003). Penjarangan buah dilakukan dengan

mengurangi jumlah buah per tanaman sehingga kompetisi dalam memperoleh

fotosintat antar buah menjadi rendah.

Budidaya melon hidroponik di rumah kaca memerlukan pemeliharaan

khusus, salah satunya adalah dengan perlakuan pangkas pucuk. Pangkas pucuk

dilakukan karena tinggi tanaman melon dibatasi oleh tinggi rumah kaca. Pangkas

pucuk dapat dilakukan dengan memangkas batang utama setelah buah terpilih.

Perlakuan tersebut kemungkina dapat mempengaruhi kualitas buah melon karena

(18)

Rendahnya tingkat persaingan antar buah dalam memperoleh suplai

makanan disebabkan oleh perlakuan jumlah buah, sedangkan perlakuan pangkas

pucuk menyebabkan distribusi asimilat lebih diarahkan untuk perkembangan buah

daripada perkembangan vegetatif. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

pengaruh penjarangan buah dan pangkas pucuk terhadap kualitas buah. Apabila

pangkas pucuk tidak mempengaruhi kualitas buah, maka teknik ini dapat

direkomendasikan pada budidaya melon dalam rumah kaca.

Tujuan

Mengetahui pengaruh jumlah buah per tanaman dan pangkas pucuk

(toping) terhadap kualitas buah tanaman melon.

Hipotesis

1. Terdapat pengaruh jumlah buah per tanaman terhadap kualitas buah, satu buah

per tanaman memilki kualitas buah lebih baik dibanding dua buah per

tanaman.

2. Terdapat pengaruh pangkas pucuk (toping) terhadap kualitas buah, kualitas

buah lebih baik pada perlakuan toping dibanding tanaman yang tanpa toping.

3. Terdapat pengaruh interaksi antara jumlah buah per tanaman dengan pangkas

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Melon (Cucumis melo L.)

Melon (Cucumis melo L.) tergolong ordo Cucurbitales suku Cucurbitaceae

genus Cucumis (Tjitrosoepomo, 2004). Rubatzky dan Yamaguchi (1999)

menyatakan bahwa tanaman melon merupakan tanaman semusim (annual),

herbacious, batang berbentuk segi lima tumpul dengan panjang 1,5 m–3 m,

berbulu, bersulur tunggal, sebagian besar kultivar merambat dan lunak. Daun

melon berbentuk bulat bersudut dengan diameter 8 cm–15 cm, memiliki 5–7

lekukan yang dangkal dan permukaan daunnya berbulu.

Sistem perakaran termasuk akar tunggang dengan ujung akar yang mampu

menembus tanah sedalam 1 m (Siemonsma dan Piluek, 1994). Ashari (2006)

menyatakan bahwa tanaman melon bersifat polimorfik, yang memiliki bunga

jantan, betina atau hermafrodit. Sistem pembungaan pada tanaman melon

termasuk monoecious (berumah satu atau berkelamin tunggal) atau

andromonoecious (satu tanaman menghasilkan bunga jantan dan hermafrodit).

Siemonsma dan Piluek (1994) menyatakan bahwa bunga jantan terbentuk pada

ketiak daun, sedangkan bunga hermafrodit tumbuh pada cabang lateral.

Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1999), melon termasuk dalam buah

pepo, yaitu pada biji terdapat lapisan tipis yang menyelimutinya (lendir). Lendir

tersebut terasa manis, kenyal dan tidak banyak mengandung air. Buah melon

menghasilkan biji dalam jumlah yang banyak (300-500 biji), berwarna putih atau

kusam, berbentuk elips dan licin. Panjang biji berkisar dari 5 – 15 mm, rata – rata

sekitar 30 biji per buah dengan bobot 1 gram per biji. Bentuk buah bervariasi

antara bulat, bulat lonjong atau silindris. Bobot buah rata – rata 0,4 – 2,0 kg/buah.

Siemonsma dan Piluek (1994) menyatakan bahwa warna daging buah berkisar

antara jingga, merah muda, kuning, hijau, putih sampai putih kehijauan. Buah

yang telah masak berubah warna, mengeluarkan aroma harum dan buah terasa

lebih lunak.

Paje dan van der Vossen (1994) menyatakan bahwa melon merupakan

tanaman hortikultura yang dapat digunakan sebagai buah segar (sweet melon) dan

(20)

Cantalupensis (Cantaloupe Melon), Inodorus (Winter Melon), Oriental Sweet

Melon dan Chinese Hami. Sedangkan jenis melon yang digunakan sebagai

sayuran seperti, Flexuous (Snake Melon), Conomon (Oriental Pickling Melon)

Chito (Garden Melon) dan Dudaim (Pomegranate Melon).

Syarat Tumbuh Melon

Tanaman melon dapat tumbuh pada daerah tropik dan subtropik. Menurut

Tjahjadi (1987), tanaman melon dapat ditumbuh pada ketinggian diatas 300 m

dpl. Whitaker dan Davis (1962) menyatakan bahwa tanaman melon memerlukan

curah hujan antara 2.000–3.000 mm/tahun). Suhu optimum untuk pertumbuhan

rata–rata berkisar antara 180C–280 C, pertumbuhan akan terhambat apabila melon

ditanam pada suhu dibawah 120 C. Siemonsma dan Piluek (1994) menambahkan

bahwa kelembaban yang tinggi dapat mempengaruhi pertumbuhan, kualitas buah

dan kendala penyakit.

Tanah yang ideal untuk pertumbuhan melon, jenis tanah andosol/berpasir

yang memiliki porositas dan aerasi yang baik dengan pH 6 – 7 (Siemonsma dan

Piluek, 1994). Harjadi (1989) menyatakan bahwa tanah yang masam akan

menyebabkan terjadinya Acid Yellowing yang memiliki gejala seperti tanaman

kerdil, pertumbuahan terhambat dengan daun berwarna kuning, sehingga

diperlukan pengapuran sebelum ditanami melon. Tanah gambut, tanah liat berat

atau tanah cadas tidak disarankan untuk ditanami melon.

Melon Genotipe H-52

Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura (2004) menyatakan bahwa

genotipe H-52 merupakan salah satu hasil persilangan Pusat Kajian Buah-buahan

Tropika, IPB. Hasil persilangan tersebut merupakan melon jenis inodorus yang

tidak memiliki net atau jala pada permukaan kulit buah. Genotipe H-52 memiliki

beberapa kelebihan yaitu tahan terhadap embun bulu (Pseudoperonospora

cubensis), embun tepung (Erysiphe cichoracearum), kulit berwarna kuning cerah

dan daging buah berwarna hijau cerah.

Genotipe H-52 jika ditanam di rumah kacaberbeda dengan jika ditanam di

(21)

70 HST, warna kulit buah kuning cerah, warna daging buah hijau, aroma buah

wangi, PTT 10.89 0Brix dan bobot buah 639.6 gram/ buah (Rahardjo, 2007).

Sedangkan jika ditanam di lapang, genotipe H-52 memiliki umur panen 59 HST,

warna kulit buah kuning, warna daging hijau, aroma buah wangi, PTT 11.7 0Brix

dan bobot buah 1043.4 gram/ buah (Andriyani, 2006).

Kualitas Buah

Menurut Santoso dan Purwoko (1995), kualitas komoditi hortikultura

segar seperti buah dan sayuran dilihat dari penampakan, tekstur, rasa dan aroma,

nilai nutrisi serta keamanan. Faktor – faktor yang mempengaruhi kualitas tersebut

adalah faktor genetik, lingkungan prapanen, perlakuan pasca panen dan interaksi

antar berbagai faktor di atas. Harjadi (1989) menambahkan bahwa kualitas buah

melon dipengaruhi oleh karakter eksternal buah. Kualitas tersebut meliputi rasa

manis (padatan terlarut total), tekstur daging buah, penampakan buah dan aroma

daging buah. Penampakan buah yang dimaksud adalah bobot per buah, bentuk

buah (bulat/ agak lonjong) dan jaring pada kulit buah bagi varietas yang

menghasilkan jaring.

Sismiyati (2003) panen melon dilakukan saat buah melon menunjukkan

tanda-tanda kematangan (aroma harum, warna kulit berubah, tangkai buah retak

dan net mulai tampak jelas pada melon tipe netting). Menurut Rubatzky dan

Yamaguchi (1999) tingginya kadar padatan terlarut total pada buah melon akan

menyebabkan meningkatnya kualitas buah dan karakter tersebut telah digunakan

sebagai indikator tingkat kemanisan, rasa dan kematangan. Aroma melon yang

khas berasal dari berbagai senyawa atsiri, khususnya alkohol, asam dan ester yang

terbentuk selama pematangan.

Jumlah Buah dan Pangkas Pucuk

Poerwanto (2004) menyatakan bahwa penjarangan buah sering dilakukan

oleh petani untuk mengoptimalkan kualitas buah. Pada perlakuan penjarangan

buah, nisbah daun terhadap jumlah buah meningkat yang mengakibatkan

pertumbuhan buah lebih optimal dan menurunnya kompetisi dalam

(22)

kandungan padatan terlarut dan bobot kering buah. Menurut Saladin (2002) pada

tanaman tomat Galur Harapan IPB yang dibudidayakan di lapang, dengan

penjarangan buah dapat mengurangi persentase gugur buah per tanaman dari

58.6 % menjadi 34.57 %. Persaingan buah dalam mendapatkan fotosintat makin

kecil dengan jumlah buah yang terbatas sehingga dapat memperkecil tingkat

gugur buah.

Pemangkasan merupakan suatu teknik untuk mengatur bentuk tanaman

agar dapat menumbuhkan tunas baru dan memungkinkan melakukan panen pada

tingkat produksi tertentu (Atmosoedarjo et al, 2000). Secara fungsional

pemangkasan akan mengurangi kapasitas produksi karbohidrat sehingga

menyebabkan pertumbuhan akar terganggu dan mempengaruhi pertumbuhan

tanaman (Edmond et al, 1964). Pemangkasan pada tomat memiliki keuntungan

yaitu buah lebih cepat matang, meningkatkan panen awal dan total panen,

mengurangi hama dan penyakit, buah lebih besar dan mempermudah pemanenan

serta penyemprotan pestisida (Thompson dan Kelly, 1957).

Menurut Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura (2004)

pemangkasan tanaman melon adalah memangkas dan membuang cabang–cabang

yang tidak produktif dengan bertujuan untuk menjamin pertumbuhan tanaman

sehingga proses produksi berlangsung maksimal dan mengurangi kelembaban

dalam tajuk tanaman. Hal tersebut akan mengurangi resiko terjadinya serangan

hama dan penyakit, serta merangsang tumbuhnya tunas – tunas produktif. Pangkas

pucuk (toping) pada tanaman melon dilakukan dengan memangkas batang utama setelah buah dipilih dengan menyisakan minimum 25 helai daun per satu buah per

tanaman.

Hidroponik

Budidaya melon dengan sistem hidroponik mulai dikembangkan di

Indonesia. Hidroponik merupakan teknologi budidaya tanaman menggunakan

larutan hara dengan atau tanpa media tanam (Jensen, 1997). Keunggulan sistem

hidroponik yaitu: 1)tenaga kerja dapat ditekan, 2)lingkungan dapat dikontrol dan

(23)

tanaman dapat tumbuh di media tanpa tanah, 5) kebutuhan hara dapat dikontrol

(Jones, 1930).

Media tanam dalam sistem hidroponik berfungsi sebagai penopang tubuh

tanaman, penampung larutan hara, memiliki kemampuan memegang air dan aerasi

(Nelson, 1978). Media tanam harus bersifat inert, porous dan steril (Hanan et al.,

1978). Arang sekam merupakan salah satu media yang sering digunakan dalam

sistem hidroponik. Murniati (2003) menyatakan bahwa arang sekam memiliki

sifat kasar sehingga sirkulasi udara tinggi, ringan dengan berat jenis sekitar 0,2

g/cm3, kapasitas menahan air tinggi dan dapat menghilangkan pengaruh penyakit

karena telah melalui tahap sterilisasi, sehingga relatif bersih dari hama, bakteri

dan gulma.

Sistem irigasi tetes merupakan sistem irigasi yang sering digunakan pada

sistem hidroponik karena memiliki efisiensi yang tinggi yaitu mencapai 90%

(Hillel, 1982). Dalam sistem irigasi tetes, aplikasi pupuk dan pengairan dapat

dilakukan secara bersamaan (fertigasi) (Susila, 2002). Nakayama dan Bucks

(1986) menyatakan bahwa larutan pupuk yang digunakan memiliki kriteria bahan

kimia yang tidak menyebabkan korosi, softening dan tidak menimbulkan

penyumbatanpada peralatan irigasi, aman terhadap hasil panen, tidak mengurangi

kualitas hasil panen, mudah larut dalam air dan tidak bereaksi dengan bahan kimia

dalam air irigasi. Larutan pupuk terdiri dari dua kelompok, yaitu larutan stok A

yang terdiri dari unsur makro (unsur kalsium yang dominan) dan larutan stok B

yang terdiri dari unsur mikro (sulfat dan fosfat). Susila (2002) menyatakan bahwa

dalam aplikasi, larutan stok A dan stok B yang telah dilarutkan tidak boleh

(24)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di dalam rumah kaca yang terletak di Unit Lapangan

Cikabayan, University Farm, Institut Pertanian Bogor. Dengan elevasi 250 m dpl.

Penelitian dilaksanakan mulai Maret sampai Juni 2008.

Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang digunakan adalah benih melon hibrida dari Pusat

Kajian Buah–buahan Tropika IPB, varietas H52. Pupuk cair yang digunakan

berupa larutan AB Mix yang terdiri dari pupuk stok A (KNO3, Ca(NO3)2 dan

FeEDTA) dan pupuk stok B (KNO3, K2SO4, KH2PO4, MgSO4, MnSO4, CuSO4,

(NH4)SO4, Na2HBO3, ZnSO4 dan NaMoO4). Komposisi hara yang digunakan yaitu:

Ca++ 177 ppm, Mg++ 24 ppm, K+ 210 ppm, NH4+ 25 ppm, NO3- 233 ppm, SO4- 113

ppm, PO4- 60 ppm, Fe 2.14 ppm, B 1.2 ppm, Zn o.26 ppm, Cu 0.048 ppm, Mn

0.18 ppm dan Mo 0.046 ppm.

Media tanam berupa arang sekam. Pestisida yang digunakan berupa

fungisida, insektisida dan bakterisida. Peralatan yang digunakan berupa tray

semai, instalasi irigasi tetes, gelas ukur 1000 ml, kontainer 100 liter (2 buah),

kontainer 2000 liter, termohygrometer, hand refraktometer, penetrometer, Royal

Horticulture Society-Mini Color Chart (RHS-MCC), pH meter, EC meter, jangka

sorong digital, benang, ember, label, alat tulis, meteran, gunting pangkas, alkohol,

sarung tangan, pisau, timbangan digital dan polibag 35x35 cm.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak

dengan dua faktor perlakuan yaitu jumlah buah per tanaman (1 dan 2 buah per

tanaman) dan pangkas pucuk (toping dan tanpa toping). Pengelompokkan

berdasarkan letak media tanam dalam rumah kaca, yaitu 4 baris sebagai ulangan.

Sehingga terdapat 16 satuan penelitian. Tiap satuan penelitian terdapat 8 polibag.

Model linier aditif Faktorial RAKL :

(25)

Ket :

Yijk : nilai pengamatan pada faktor A taraf ke – i, faktor B taraf ke – j dan

kelompok ke - k

µ : rataan umum

αi : pengaruh utama faktor A

βj : pengaruh utama faktor B

(αβ)ij : interaksi faktor A dan faktor B

Pk : pengaruh aditif dari kelompok dan diasumsikan tidak berinteraksi dengan

perlakuan

εijk : pengaruh acak yang menyebar normal (0, σ2 )

Jarak tanam yang digunakan adalah double rows dengan jarak 0.5 x 0.4 m

dengan polibag ditempatkan secara zig – zag. Pengolahan data dilakukan dengan

uji F. Jika hasil yang ditunjukkan berpengaruh nyata dilakukan uji DMRT 5%.

Pelaksanaan

Sebelum penelitian dilaksanakan, rumah kaca dibersihkan dan disterilkan

serta alat dan bahan disiapkan. Pupuk A dan B dilarutkan menjadi 90 liter ke

kontainer A dan B (100 liter). Larutan pupuk A dan B diambil masing-masing 10

liter, kemudian diencerkan menjadi 2000 liter ke dalam kontainer 2000 liter.

Penyemaian benih dilakukan selama 3 minggu dengan media kascing.

Kemudian dilakukan pindah tanam dengan menggunakan polibag (35x35 cm)

dengan media arang sekam, satu bibit untuk satu polibag. Jarak antar polibag 60

cm ditempatkan dalam 2 baris secara zig–zag.

Irigasi yang digunakan adalah irigasi tetes. Sebelum penanaman, media

disiram dengan air hingga cukup lembab. Lalu, dripper stick ditancapkan pada

media tanam. Pencucian (leaching ) dengan air dilakukan 2-3 mingggu sekali pada

media tanam. Penyiraman dan pemupukan dilakukan bersamaan (fertigasi)

dengan menggunakan irigasi tetes. Aplikasi fertigasi disesuaikan dengan umur

tanaman, seperti pada awal pindah tanam sampai umur 2 MST volume yang

diaplikasikan sebesar 250ml per tanaman, serta larutan fertigasi diukur kadar pH

dan EC sesuai dengan umur tanaman. Jadwal fertigasi dan nilai Ph serta EC

(26)

Pemeliharaan dilakukan mulai awal pindah tanam dengan melakukan

pelilitan batang tanaman pada benang sebagai ajir dan pemangkasan cabang

lateral dengan gunting pangkas. Pemangkasan cabang lateral dilakukan dengan

membuang cabang lateral dibawah ruas ke–11 dan diatas ruas ke–20, dengan

menyisakan 2 helai daun. Cabang ke–11 s/d ke–20 dibiarkan untuk calon buah.

Cabang yang memiliki buah, daunnya dipangkas sampai sisa 2 helai daun.

Perlakuan jumlah buah per tanaman dilakukan pada 8 MST dengan melakukan

penjarangan buah sesuai perlakuan yang ada dengan ukuran buah lebih dari 3 cm.

Perlakuan toping juga dilakukan pada 8 MST dengan memangkas batang utama

pada ruas ke-30 sampai ruas ke-32.

Penyemprotan tanaman dilakukan untuk meminimalisir OPT (Organisme

Pengganggu Tanaman) yang menyerang tanaman dengan menggunakan pestisida.

Pada awal penanaman, tanaman disemprot pestisida sebanyak 3 hari sekali. Saat

tanaman mulai berbuah, penyemprotan dilakukan seminggu sekali sampai 3

minggu sebelum panen.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan tiap minggu sejak pindah tanam sampai sebelum

perlakuan dilakukan pada 5 tanaman contoh tiap perlakuan yaitu pada fase

vegetatif dan fase generatif. Pengamatan fase vegetatif meliputi:

1. Jumlah buku, dihitung dari buku pertama hingga buku terakhir.

2. Tinggi tanaman (cm), diukur dari buku pertama hingga ujung titik tumbuh.

3. Panjang ruas rata – rata (cm), dihitung dari tinggi tanaman dibagi jumlah

ruas.

Pengamatan fase generatif meliputi:

1. Umur bunga, dihitung dari pindah tanam sampai 50% anthesis.

2. Umur panen, dihitung dari pindah tanam sampai panen

Pengamatan setelah perlakuan sampai sebelum panen pada 5 tanaman

contoh pada masing-masing perlakuan meliputi:

1. Panjang buah (mm), diukur dengan penggaris dari pangkal – ujung buah.

(27)

3. Lingkar buah (cm), diukur mengelilingi bagian tengah buah dengan

menggunakan meteran.

Pengamatan buah dilakukan setelah panen dilakukan pada 5 tanaman

contoh yaitu variabel kuantitatif dan variabel kualitatif. Pengamatan variabel

kuantitatif meliputi:

1. Bobot buah (gram), diukur dengan timbangan digital.

2. Panjang buah (mm), diukur dari pangkal hingga ujung buah.

3. Lingkar buah (cm), diukur pada bagian tengah buah

4. Diameter buah (mm), diukur dengan jangka sorong pada bagian tengah buah

5. Kekerasan kulit buah (mm/kg/5 s), diukur menggunakan penetrometer pada

bagian pangkal, tengah dan ujung buah.

6. Tebal daging buah (mm), diukur dengan jangka sorong digital.

7. Tebal kulit buah (mm), diukur dengan jangka sorong digital.

8. Padatan terlarut total (PTT), diukur menggunakan hand refraktometer.

Pengamatan variabel kualitatif meliputi:

1. Warna daging buah dan warna kulit buah, diukur dengan RHS Mini-colour

chart

2. Ada atau tidaknya cacat fisik pada buah yang dilakukan secara subjektif.

Pengamatan uji organoleptik dilakukan dengan memberikan lembar

quisioner pada 60 responden untuk mengetahui tingkat kesukaan dan penerimaan

konsumen (Tabel Lampiran 3.). Responden berasal dari mahasiswa Institut

Pertanian Bogor yang diambil secara acak. Pengujian yang dilakukan adalah

kemanisan daging buah, aroma daging buah dan tekstur daging buah. Metode

yang digunakan untuk mengukur tingkat kesukaan menggunakan skor yang

kemudian diolah dengan standar devisiasi. Skor yang digunakan adalah (1) sangat

(28)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Selama pengamatan, hama yang menyerang terutama hama ulat daun

(Margaronia indica) dan kutu kebul (Bemisia tabacii) dengan persentase serangan

sebesar 16,41%. Penyakit yang menyerang tidak berpengaruh terhadap

pertumbuhan tanaman karena intensitas penyerangannya hanya sekitar 5,47%

yaitu embun tepung (Erysiphe cichoracearum) dan penyakit kerdil. Pengendalian

hama dan penyakit menggunakan pestisida Decis 2 cc/ liter. Aplikasi pestisida

dilakukan tiap 4 hari sekali mulai 1 MST sampai 5 MST dan dilakukan 2 kali

pada 8 MST. Sehingga penyakit dan hama dapat dikendalikan.

Gambar 1. Tanaman Melon dalam Budidaya Hidroponik pada Umur 8 MST

Suhu rata-rata rumah kaca yang cukup tinggi dan kelembaban relatif yang

rendah pada siang hari tidak menyebabkan tanaman mengalami kelayuan

permanen. Suhu rata-rata terendah adalah 36.0 oC dan tertinggi 44.5 oC.

Kelembaban relatif rata-rata terendah adalah 40.0 % dan tertinggi adalah 55.3 %

(29)

Tabel 1. Kelembaban dan Suhu Udara Rata-rata pada Umur 1 MST sampai 11 MST

Umur Tanaman Rh (%) T (OC)

1 MST 55.3 36.0

2 MST 42.0 44.2

3 MST 45.4 43.4

4 MST 40.0 44.5

5 MST 45.0 41.0

6 MST 48.3 41.3

7 MST 49.2 40.7

8 MST 50.0 40.0

9 MST 50.8 38.8

10 MST 51.5 38.0

11 MST 51.0 39.0

Tinggi tanaman mulai mengalami peningkatan yang signifikan mulai

umur 5 MST dengan tinggi 24.05 cm. Pertumbuhan tinggi tanaman tercepat

terjadi antara umur 5 MST sampai 8 MST (Gambar 2).

231.80 160.86 78.20 24.05 6.33 2.00 0 50 100 150 200 250

3 4 5 6 7 8

M inggu Se te lah Tanam

T in g g i T a n a m a n ( c m )

Gambar 2. Tinggi Tanaman (cm) Sebelum Perlakuan Jumlah Buah dan Toping

Jumlah buku meningkat mulai umur 5 MST (6 buah) sampai 8 MST (30

buah). Pertumbuhan tercepat terjadi antara umur 5 MST sampai 8 MST

(30)

22 13 6 30 3 2 0 5 10 15 20 25 30 35

3 4 5 6 7 8

M inggu Se te lah Tanam

J u m la h B u k u

Gambar 3. Jumlah Buku Sebelum Perlakuan Jumlah Buah dan Toping

Panjang ruas rata – rata mulai mengalami peningkatan pada umur 4 MST

sampai 7 MST. panjang ruas rata-rata mulai melambat pada umur 7 MST sampai

8 MST (Gambar 4).

7.67 7.21 5.87 3.72 2.13 1.00 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

3 4 5 6 7 8

Minggu Se telah Tanam

P a n ja n g R u a s R a ta -r a ta ( c m )

Gambar 4. Panjang Ruas Rata – Rata (cm) Sebelum Perlakuan Jumlah Buah dan Toping

Bunga jantan mulai mekar pada umur 30 hari setelah tanam, sedangkan

(31)

dilakukan secara bertahap, dengan panen pertama dilakukan pada umur 78 hari

setelah tanam. Selanjutnya panen dilakukan setiap hari selama kurang lebih 4

minggu. Total buah yang teramati sebanyak 151 buah dari total 192 buah.

Pengaruh Jumlah buah Per Tanaman

Pertumbuhan Buah pada Umur 9 MST sampai 11 MST

Perlakuan jumlah buah, pada 9 MST sampai 11 MST menunjukkan

pengaruh yang nyata terhadap panjang buah. Pada 9 MST perlakuan 1 buah per

tanaman menghasilkan buah lebih panjang (99.63 mm) dibandingkan 2 buah per

tanaman (69.50 mm). Pada 10 MST dan 11 MST, perlakuan 1 buah per tanaman

juga menghasilkan buah lebih panjang dibanding perlakuan 2 buah per tanaman

(Tabel 2).

Tabel 2. Panjang Buah (mm) dengan Perlakuan Jumlah Buah Per Tanaman pada 9 MST sampai 11 MST

Panjang buah (mm) Perlakuan

9 MST 10 MST 11 MST

Jumlah Buah

1 Buah 99.63 119.18 126.65

2 Buah 69.50 83.05 86.48

Uji F * * *

Ket: * berpengaruh nyata pada uji F taraf 5%

Perlakuan jumlah buah per tanaman pada 9 MST sampai 11 MST,

menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap variabel lingkar buah. Pada 9 MST

lingkar buah dengan perlakuan 1 buah per tanaman menghasilkan buah lebih lebar

(218.6 mm) dibandingkan perlakuan 2 buah per tanaman (151.4 mm). Pada 10

MST dan 11 MST, perlakuan 1 buah per tanaman menghasilkan buah lebih lebar

(32)

Tabel 3. Lingkar Buah (mm) dengan Perlakuan Jumlah Buah Per Tanaman pada 9 MST sampai 11 MST

Lingkar buah (mm) Perlakuan

9 MST 10 MST 11 MST

Jumlah Buah

1 Buah 218.6 315.5 347.2

2 Buah 151.4 191.7 233.7

Uji F * * *

Ket: * berpengaruh nyata pada uji F taraf 5%

Perlakuan jumlah buah per tanaman pada 9 MST sampai 11 MST

menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap variabel diameter buah. Pada 9 MST

dengan perlakuan 1 buah per tanaman menghasilkan buah lebih lebar (66.31 mm)

dibandingkan perlakuan 2 buah per tanaman (44.92 mm). Pada 10 MST dan 11

MST, perlakuan 1 buah per tanaman juga menghasilkan buah lebih lebar

dibandingkan perlakuan 2 buah per tanaman (Tabel 4).

Tabel 4. Diameter Buah (mm) dengan Perlakuan Jumlah Buah Per Tanaman pada 9 MST sampai 11 MST

Diameter buah (mm) Perlakuan

9 MST 10 MST 11 MST

Jumlah Buah

1 Buah 66.31 85.09 91.61

2 Buah 44.92 58.48 62.97

Uji F * * *

Ket: * berpengaruh nyata pada uji F taraf 5%

Pertumbuhan buah pada umur 9 MST sampai 11 MST menunjukkan

pengaruh yang nyata pada variabel panjang, lingkar dan diameter buah. Pada

perlakuan 1 buah per tanaman menghasilkan buah yang lebih baik dibandingkan

perlakuan 2 buah per tanaman. Hal ini diduga karenapada perlakuan 2 buah per

tanaman terjadi kompetisi dalam memperoleh fotosintat antar buah dalam satu

tanaman, sehingga perlakuan tersebut menghasilkan buah lebih kecil

dibandingkan perlakuan 1 buah per tanaman.

Bobot Per buah, Kekerasan Kulit dan Padatan Terlarut Total Saat Panen

Perlakuan jumlah buah per tanaman menunjukkan pengaruh yang nyata

(33)

menghasilkan bobot per buah lebih berat (686.63 gram) dibandingkan perlakuan 2

buah per tanaman (459.00 gram) (Tabel 5). Pada penelitian yang dilakukan di

lapang dengan perlakuan 1 buah per tanaman menghasilkan bobot per buah

sebesar 1043.4 gram (Andriyani, 2006). Perbedaan bobot per buah yang ditanam

di dalam rumah kaca dengan di lapang ini diduga karena tingginya suhu dan

rendahnya kelembaban di dalam rumah kaca. Poerwanto (2003) menyatakan

tingginya suhu udara dapat menyebabkan mobilitas fotosintat berkurang,

akibatnya kemampuan sel dalam mengakumulasi karbohidart berkurang. Hal ini

yang menyebabkan bobot per buah dalam rumah kaca lebih kecil dibandingkan

bobot per buah di lapang.

Perlakuan jumlah buah per tanaman menunjukkan pengaruh yang nyata

terhadap variabel kekerasan kulit buah saat panen. Perlakuan 1 buah per tanaman

menghasilkan buah lebih keras (12.53 mm/kg/5s) dibandingkan perlakuan 2 buah

per tanaman (15.68 mm/kg/5s) (Tabel 5). Pengukuran kekerasan kulit buah

menggunakan penetrometer dengan satuan mm/kg/5s. Pada perlakuan 1 buah per

tanaman kekerasan kulit buah sebesar 12.53 mm/Kg/5s yang berarti dengan

tekanan 1 kg kedalaman jarum pada buah mencapai 12.53 mm selama 5 detik.

Perlakuan jumlah buah per tanaman menunjukkan pengaruh yang nyata

terhadap variabel padatan terlarut total (PTT) saat panen. Pada perlakuan 1 buah

per tanaman menghasilkan buah lebih manis (11.07 oBrix) dibandingkan

perlakuan 2 buah per tanaman (9.56 oBrix) (Tabel 5). Widyawati (1995)

menyatakan bahwa pengukuran PTT menggambarkan kandungan gula dalam

buah yang disebut fruktosa, sehingga nilai PTT menunjukkan kemanisan buah.

Semakin tinggi nilai PTT dalam buah maka semakin manis, sehingga nilai PTT

dapat dijadikan indikator kemanisan buah. Berdasarkan standar Departemen

Pertanian Amerika Serikat (USDA) bahwa melon yang berkualitas tinggi

memiliki kadar PTT berkisar antara 9-11 oBrix (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999).

Pada perlakuan 1 buah dan 2 buah per tanaman pada percobaan ini masuk ke

(34)

Tabel 5. Bobot Per Buah, Kekerasan Kulit dan Padatan Terlarut Total (PTT) dengan Perlakuan Jumlah Buah Per Tanaman Saat Panen

Kekerasan kulit

Perlakuan Bobot

per buah (g) (mm/kg/5s)

PTT (oBrix)

Jumlah Buah

1 Buah 686.63 12.53 11.07

2 Buah 459 15.68 9.56

Uji F * * *

Ket: * berpengaruh nyata pada uji F taraf 5%

Tebal Daging dan Tebal Kulit Buah Saat Panen

Perlakuan jumlah buah per tanaman menunjukkan pengaruh yang nyata

terhadap variabel tebal daging buah. Perlakuan 1 buah per tanaman menghasilkan

daging buah lebih tebal (22.90 mm) dibandingkan perlakuan 2 buah per tanaman

(19.85 mm) (Tabel 6). Afandi (2004) menyatakan bahwa buah yang besar dan

panjang memiliki daging buah yang tebal. Perlakuan 1 buah per tanaman memiliki

bobot per buah dan panjang buah yang lebih tinggi, sehingga menghasilkan tebal

daging buah yang lebih tebal dibandingkan perlakuan 2 buah per tanaman.

Perlakuan jumlah buah per tanaman menunjukkan pengaruh yang tidak

nyata terhadap variabel tebal kulit (Tabel 6). Tebal kulit buah melon lebih

dipengaruhi oleh faktor genetik, mungkin hal ini yang menyebabkan variabel

ketebalan kulit buah tidak berbeda nyata pada perlakuan jumlah buah per

tanaman. Pada penelitian ini ketebalan kulit buah melon genotipe H-52 (0.35-0.40

mm) tergolong tipis dibandingkan melon genotipe H-36 atau Midori Meta (7mm)

(Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura, 2004).

Tabel 6. Tebal Daging dan Kulit Buah Per Tanaman dengan Perlakuan Jumlah Buah Per Tanaman Saat Panen

Perlakuan Tebal daging (mm) Tebal kulit (mm)

Jumlah Buah

1 Buah 22.9 0.34

2 Buah 19.85 0.4

Uji F * tn

(35)

Panjang, Lingkar dan Diameter Buah Saat Panen

Perlakuan jumlah buah per tanaman menunjukkan pengaruh yang nyata

terhadap variabel panjang buah saat panen. Perlakuan 1 buah per tanaman

menghasilkan buah lebih panjang (132.52 mm) dibandingkan perlakuan 2 buah

per tanaman (116.61 mm). Perlakuan jumlah buah per tanaman menunjukkan

pengaruh yang nyata terhadap variabel lingkar buah saat panen. Perlakuan 1 buah

per tanaman menghasilkan buah lebih lebar (312.7 mm) dibandingkan perlakuan 2

buah per tanaman (278.5 mm). Perlakuan jumlah buah per tanaman menunjukkan

pengaruh yang nyata terhadap variabel diameter buah saat panen. Perlakuan 1

buah per tanaman menghasilkan buah lebih lebar (96.39 mm) dibandingkan

perlakuan 2 buah per tanaman (85.35 mm) (Tabel 7).

Tabel 7. Panjang, Lingkar dan Diameter Buah dengan Perlakuan Jumlah Buah Per Tanaman Saat Panen

Perlakuan Panjang buah

(mm)

Lingkar buah (mm )

Diameter buah (mm)

Jumlah Buah

1 Buah 132.52 312.7 96.39

2 Buah 116.61 278.5 85.35

Uji F * * *

Ket: * berpengaruh nyata pada uji F taraf 5%

Perlakuan 1 buah per tanaman lebih baik dibandingkan perlakuan 2 buah

per tanaman pada variabel panjang, lingkar dan diameter buah saat panen. Hal ini

diduga karena pada perlakuan 1 buah per tanaman, source hanya mendistribusikan

hasil fotosintesis untuk perkembangan 1 buah, sedangkan pada perlakuan 2 buah

per tanaman source harus membagi hasil fotosintesis pada perkembangan 2 buah.

Pada perlakuan jumlah buah per tanaman melalui teknik penjarangan buah, source

akan mentransportasikan hasil fotosintesis ke bagian sink yaitu buah sebagai sink

utama. Kompetisi hasil fotosintesis antar buah akan rendah dengan adanya

penjarangan buah (Poerwanto, 2003).

Warna Daging Buah Saat Panen

Kode RHS Mini Color Chart memiliki 2 unsur yaitu angka sebelum kata

(36)

semakin rendah nilainya warna yang dihasilkan semakin terang atau muda. Tabel

8 pada perlakuan 1 buah per tanaman menunjukkan kode 44 RHS 145 C dengan

warna hijau muda. Perlakuan 2 buah per tanaman menunjukkan kode 44 RHS 145

B dengan warna hijau tua.

Warna yang dihasilkan berbeda-beda pada perlakuan jumlah buah per

tanaman, diduga karena daya tangkap warna yang berbeda. Menurut Sari (2008)

kelemahan penggunaan Royal Horticultre Society-Mini Color Chart (RHS-MCC)

dalam penentuan warna tergantung posisi mata memandang buah, faktor cahaya,

sudut pandang dan bias yang dapat memberikan hasil yang berbeda dalam

penentuan skala atau kode warna.

Tabel 8. Warna Daging Buah dengan Perlakuan Jumlah Buah Per Tanaman Saat Panen

Perlakuan RHS Mini Color Chart Warna kasat mata

Jumlah Buah

1 Buah 44 RHS 145 C Hijau Muda

2 Buah 44 RHS 145 B Hijau Tua

Warna Kulit Buah Saat Panen

Pada perlakuan jumlah buah per tanaman menunjukkan kode yang sama

yaitu 4 RHS 13 B dengan warna jingga. Hal ini mungkin karena daya tangkap

warna yang dihasilkan sama, akibatnya warna yang dihasilkan tidak berbeda antar

perlakuan.

Tabel 9. Warna Kulit Buah dengan Perlakuan Toping dan Jumlah Buah Per tanaman Saat Panen

Perlakuan RHS Mini Color Chart Warna kasat mata

Jumlah Buah

1 Buah 4 RHS 13 B Jingga kuning Muda

2 Buah 4 RHS 13 B Jingga kuning Muda

Uji Organoleptik

Uji organoleptik digunakan sebagai uji kesukaan untuk mengukur

penilaian subjektivitas terhadap buah melon dengan perlakuan jumlah buah per

(37)

buah dan tekstur daging buah. Pengujian ini dilakukan oleh 60 responden.

Metode yang digunakan untuk mengukur tingkat kesukaan menggunakan skor

yang kemudian diukur dengan standar devisiasi. Standar devisiasi merupakan

rata-rata jarak data dengan nilai tengahnya berupa selang dimana suatu nilai bisa

ditoleransi. Semakin kecil nilai selang, maka semakin baik nilai yang dihasilkan

dalam perlakuan tersebut.

Perlakuan jumlah buah per tanaman, variabel kemanisan daging buah

paling manis terdapat pada perlakuan 1 buah per tanaman (3.28±0.94)

dibandingkan peralakuan 2 buah per tanaman (3.21±1.01). Pada variabel aroma

daging buah, perlakuan 1 buah per tanaman (3.26±0.80) lebih wangi dibandingkan

perlakuan 2 buah per tanaman (3.15±0.84). Pada variabel tekstur daging buah,

perlakuan 1 buah per tanaman (3.21±0.82) lebih lunak dibandingkan perlakuan 2

buah per tanaman (3.25±0.86) (Tabel 10).

Tabel 10. Uji Organoleptik Terhadap Kemanisan, Aroma dan Tekstur Daging Buah dengan Perlakuan Jumlah Buah Per Tanaman Saat Panen

Kemanisan Aroma Tekstur

Perlakuan

daging buah daging buah daging buah

Jumlah Buah

1 Buah 3.28 ± 0.94 3.26 ± 0.80 3.21 ± 0.82

2 Buah 3.21 ± 1.01 3.15 ± 0.84 3.25 ± 0.86

Ket : 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = netral (biasa saja), 4 = suka dan 5 = sangat suka

Cacat Buah

Perlakuan 1 buah per tanaman menunjukkan cacat buah 50% sebanyak 1

buah, cacat 25% sebanyak 23 buah dan mulus 100% sebanyak 30 buah. Perlakuan

2 buah per tanaman menunjukkan cacat buah 75% sebanyak 2 buah, cacat 25%

sebanyak 4 buah dan mulus 100% sebanyak 58 buah (Tabel 14). Pada perlakuan 1

buah per tanaman menunjukkan cacat buah 25% lebih tinggi dibandingkan

perlakuan 2 buah per tanaman. Hal ini diduga karena pada perlakuan 1 buah per

tanaman tidak terdapat kompetisi dalam memperebutkan asimilat, akibatnya buah

kelebihan asimilat. Menurut Poerwanto (1996) dengan buah yang menerima

asimilat lebih banyak akan lebih rentan terhadap pecah buah. Keterangan gambar

(38)

Tabel 11.Cacat Buah Pada Perlakuan Jumlah Buah Per Tanaman Saat Panen

Cacat Cacat Cacat Cacat

Perlakuan

100% 75% 50% 25%

Mulus 100%

Jumlah Buah

1 Buah - - 1 Buah 23 Buah 30 Buah

2 Buah - 2 Buah - 4 Buah 58 Buah

Pengaruh Pangkas Pucuk (Toping)

Pertumbuhan Buah pada Umur 9 MST sampai 11 MST

Pada umur 9 MST sampai 11 MST dengan perlakuan toping menunjukkan

pengaruh yang tidak nyata terhadap variabel panjang buah (Tabel 12). Pada

perlakuan toping terjadi peningkatan panjang buah sebesar 9.16% pada umur 10

MST dan 2.57% pada umur 11 MST. Pada perlakuan tanpa toping terjadi

peningkatan panjang buah sebesar 8.65% pada umur 10 MST dan 2.67% pada

umur 11 MST sehingga peningkatan panjang buah hampir sama antara perlakuan

toping dan tanpa toping.

Tabel 12. Panjang Buah (mm) dengan Perlakuan Toping pada 9 MST sampai 11 MST

Panjang buah (mm) Perlakuan

9 MST 10 MST 11 MST

Toping

Toping 87.00 104.54 110.06

Tanpa Toping 82.14 97.69 103.06

Uji F tn tn tn

Ket: tn tidak berbeda nyata pada uji F taraf 5%

Pada umur 9 MST sampai 11 MST dengan perlakuan toping menunjukkan

pengaruh yang tidak nyata terhadap variabel lingkar buah (Tabel 13). Pada

perlakuan toping terjadi peningkatan lingkar buah sebesar 11.94% pada umur 10

MST dan 6.25% pada umur 11 MST. Pada perlakuan tanpa toping terjadi

peningkatan lingkar buah sebesar 19.24% pada umur 10 MST dan 7.25% pada

(39)

Tabel 13. Lingkar Buah (mm) dengan Perlakuan Toping pada 9 MST sampai 11 MST

Lingkar buah (mm) Perlakuan

9 MST 10 MST 11 MST

Toping

Toping 190.6 242.3 274.6

Tanpa Toping 179.4 264.9 306.3

Uji F tn tn tn

Ket: tn tidak berbeda nyata pada uji F taraf 5%

Pada umur 9 MST sampai 11 MST dengan perlakuan toping menunjukkan

pengaruh yang tidak nyata terhadap variabel diameter buah (Tabel 14). Pada

perlakuan toping terjadi peningkatan diameter buah sebesar 12.85% pada umur 10

MST dan 3.98% pada umur 11 MST. Pada perlakuan tanpa toping terjadi

peningkatan diameter buah sebesar 12.51% pada umur 10 MST dan 3.38% pada

umur 11 MST.

Tabel 14. Diameter Buah (mm) dengan Perlakuan Toping pada 9 MST sampai 11 MST

Diameter buah (mm) Perlakuan

9 MST 10 MST 11 MST

Toping

Toping 57.46 74.41 80.58

Tanpa Toping 53.78 69.16 74.00

Uji F tn tn tn

Ket: tn tidak berbeda nyata pada uji F taraf 5%

Bobot Per Buah, Kekerasan Kulit dan Padatan Terlarut Total Saat Panen

Perlakuan toping menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap

variabel bobot per buah, kekerasan kulit dan padatan terlarut total saat panen

(Tabel 15). Hal ini diduga karena perlakuan toping dilakukan pada saat bunga

hermaprodit telah mekar penuh sehingga mengakibatkan terjadinya kompetisi

yang tinggi antar buah dan pertumbuhan vegetatif dalam memperebutkan

fotosintat. Menurut Poerwanto (2003), kompetisi antar buah yang sedang

berkembang dan pertumbuhan vegetatif akan berkurang apabila pemangkasan

(40)

Tabel 15. Bobot Per Buah, Kekerasan Kulit dan Padatan Terlarut Total (PTT) dengan Perlakuan Toping Saat Panen

Kekerasan kulit PTT

Perlakuan Bobot

per buah (g) (mm/Kg/5 s) (oBrix)

Toping

Toping 581.75 13.59 10.2

Tanpa Toping 563.88 14.62 10.44

Uji F tn tn tn

Ket: tn tidak berbeda nyata pada uji F taraf 5%

Tebal Daging dan Tebal Kulit Buah Saat Panen

Perlakuan toping menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap

variabel tebal daging (Tabel 16). Pada perlakuan toping secara hidroponik di

dalam rumah kaca menunjukkan tebal daging buah 21.65 mm. Tebal daging

melon H-52 dengan perlakuan toping secara non-hidroponik di lapang sebesar

18.33 mm (Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura, 2004). Dengan

demikian, perlakuan toping secara hidroponik maupun non-hidroponik tidak

menunjukkan perbedaan yang berarti terhadap variabel tebal daging buah.

Perlakuan toping menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap

variabel tebal kulit (Tabel 16). Hal ini diduga karena tebal kulit dipengaruhi oleh

faktor genetik. Tebal kulit melon H-52 tergolong tipis antara 0.35-0.40 mm

(Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura, 2004).

Tabel 16. Tebal Daging dan Kulit Buah dengan Perlakuan Toping Saat Panen

Perlakuan Tebal daging (mm) Tebal kulit (mm)

Toping

Toping 21.65 0.39

Tanpa Toping 21.1 0.35

Uji F tn tn

Ket: tn tidak berbeda nyata pada uji F taraf 5%

Panjang, Lingkar dan Diameter Buah Saat Panen

Perlakuan toping menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap

variabel panjang, lingkar dan diameter buah saat panen (Tabel 17). Hal ini diduga

karena perlakuan toping mempengaruhi jumlah fotosintat yang ditransportasikan

(41)

mekar penuh, sehingga fotosintat lebih ditujukan untuk perkembangan buah

dibandingkan untuk perkembangan vegetatif (Poerwanto (2003). Perlakuan toping

pada penelitian ini dilakukan saat perkembangan buah, akibatnya perlakuan

toping tidak menunjukkan pengaruh yang nyata pada variabel panjang, lingkar

dan diameter buah saat panen.

Tabel 17. Panjang, Lingkar dan Diameter Buah dengan Perlakuan Toping Saat Panen

Perlakuan

Panjang buah (mm)

Lingkar buah (mm )

Diameter buah (mm)

Toping

Toping 124.89 297.6 91.59

Tanpa Toping 124.25 293.6 90.15

Uji F tn tn tn

Ket: tn tidak berbeda nyata pada uji F taraf 5%

Warna Daging Buah Saat Panen

Kode RHS Mini Color Chart memiliki 2 unsur yaitu angka sebelum kata

RHS menunjukkan jenis warna dan angka setelah kata RHS menunjukkan

semakin rendah nilainya warna yang dihasilkan semakin terang atau muda. Tabel

18 pada perlakuan toping menunjukkan kode 44 RHS 145 B dengan warna hijau

tua. Perlakuan tanpa toping menunjukkan kode 44 RHS 145 C dengan warna hijau

muda. Seperti halnya pada perlakuan jumlah buah per tanaman, pada perlakuan

toping menunjukkan warna yang berbeda baik pada perlakuan toping maupun

tanpa toping. Hal ini merupakan kelemahan menggunakan RHS-MCC yang

dipengaruhi posisi mata memandang buah, faktor cahaya, sudut pandang dan bias

yang dapat memberikan hasil yang berbeda dalam penentuan skala atau kode

warna.

Tabel 18. Warna Daging Buah dengan Perlakuan Toping Saat Panen

Perlakuan RHS Mini Color Chart Warna kasat mata

Toping

Toping 44 RHS 145 B Hijau Tua

(42)

Warna Kulit Buah Saat Panen

Warna kulit buah menggunakan RHS-MCC dengan angka setelah kata

RHS menunjukkan semakin rendah nilainya warna yang dihasilkan semakin

terang atau muda. Tabel 19 pada perlakuan toping menunjukkan kode yang sama

yaitu 4 RHS 13 B dengan warna jingga kuning muda.

Tabel 19. Warna Kulit Buah dengan Perlakuan Toping Saat Panen

Perlakuan RHS Mini Color Chart Warna kasat mata

Toping

Toping 4 RHS 13 B Jingga kuning Muda

Tanpa Toping 4 RHS 13 B Jingga kuning Muda

Uji Organoleptik

Metode yang digunakan untuk mengukur tingkat kesukaan menggunakan

skor yang kemudian diukur dengan standar devisiasi. Semakin kecil nilai selang,

maka semakin baik nilai yang dihasilkan dalam perlakuan tersebut. Perlakuan

toping dengan variabel kemanisan daging buah paling baik atau paling manis

terdapat pada perlakuan tanpa toping (3.40±0.93) dibandingkan perlakuan toping

(3.09±1.02). Pada variabel aroma daging buah pada perlakuan toping (3.18±0.84)

lebih tidak wangi dibanding perlakuan tanpa toping (3.23 ± 0.80). Pada variabel

tekstur daging buah pada perlakuan toping (3.35 ± 0.75) lebih lunak dibanding

perlakuan tanpa toping (3.11 ± 0.92) (Tabel 20).

Tabel 20. Uji Organoleptik Terhadap Kemanisan, Aroma dan Tekstur Daging Buah dengan Perlakuan Toping Saat Panen

Aroma Tekstur

Perlakuan daging buah Kemanisan

daging buah daging buah

Toping

Toping 3.09 ± 1.02 3.18 ± 0.84 3.35 ± 0.75

Tanpa Toping 3.40 ± 0.93 3.23 ± 0.80 3.11 ± 0.92

Ket : 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = netral (biasa saja), 4 = suka dan 5 = sangat suka

(43)
[image:43.612.131.505.345.421.2]

Tabel 21 pada perlakuan toping menunjukkan cacat buah 75% sebanyak 1

buah, cacat 50% sebanyak 1 buah, cacat 25% sebanyak 14 buah dan mulus 100%

sebanyak 48 buah. Pada perlakuan tanpa toping menunjukkan cacat buah 75%

sebanyak 1 buah, cacat 25% sebanyak 13 buah dan mulus 100% sebanyak 40

buah. Pada perlakuan toping menunjukkan cacat buah 25% lebih tinggi

dibandingkan perlakuan tanpa toping. Hal ini diduga karena pada perlakuan

toping distribusi asimilat terganggu. Pada perlakuan tanpa toping asimilat

ditransportasikan untuk pertumbuhan buah dan pertumbuhan vegetatif

(Poerwanto, 1996). Deng

Gambar

Tabel 21 pada perlakuan toping menunjukkan cacat buah 75% sebanyak 1
Tabel 23. Interaksi antara Perlakuan Jumlah Buah Per Tanaman dan Toping pada Variabel Kuantitatif Saat Panen
Gambar Lampiran 1. Contoh Cacat pada Buah

Referensi

Dokumen terkait

Abstrak: Penelitian R&D ini bertujuan untuk manghasilkan LKS berbasis video percobaan giroskop yang layak digunakan sebagai media pembelajaran fisika SMA pada

Kata asal sebelum pengimbuhan ialah َﻊَﻄَﻗ ertinya memotong, dan perbuatan memotong hanya berlaku sekali sahaja (Ibn Ha:jib 2005. ُﻞِﺑِﻹا ِﺖَﺗﱠﻮَﻣ

Dari hasil penelitian tersebut, peneliti mengambil kesimpulan penggunaan model pembelajaran Cooperative metode STAD dengan pemanfaatan alat peraga dalam pembelajaran

Berdasarkan hasil pengamatan pada observasi pendahuluan yang telah dilakukan pada tanggal 28 November 2016 diperoleh informasi bahwa dalam melaksanakan

Dalam penelitian ini peralihan yang dimaksud adalah peralihan dari petani padi ke petani kelapa sawit di kelurahan ujung padang kabupaten simalungun.Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis; (1) kemampuan pemahaman konsep matematika siswa yang menggunakan macromedia flash ; (2) respons siswa terhadap

Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas Brawijaya 1, Brawijaya 4 dan Bagong 3 berhasil direjuvinasi dengan menghasilkan benih baru yang memiliki viabilitas

bahwa fungsi-fungsi pengambilan keputusan dalam kelompok yang diteliti memang sangat berorientasi pada hasil dan tujuan. Lebih lanjut, kebanyakan peran komunikasi dalam