PENGARUH JUMLAH BUAH DAN PANGKAS PUCUK
(
TOPING
) TERHADAP KUALITAS BUAH PADA BUDIDAYA
MELON (
Cucumis melo
L.) DENGAN SISTEM HIDROPONIK
Oleh :
Anna Yuda Norma Sari A34304034
PROGRAM STUDI HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
PENGARUH JUMLAH BUAH DAN PANGKAS PUCUK
(
TOPING
) TERHADAP KUALITAS BUAH PADA BUDIDAYA
MELON (
Cucumis melo
L.) DENGAN SISTEM HIDROPONIK
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh :
Anna Yuda Norma Sari A34304034
PROGRAM STUDI HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
RINGKASAN
ANNA YUDA NORMA SARI. Pengaruh Jumlah Buah dan Pangkas Pucuk (Toping) terhadap Kualitas Buah pada Budidaya Melon (Cucumis melo l.) dengan Sistem Hidroponik. Dibimbing oleh ANAS D. SUSILA.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh jumlah buah per
tanaman dan pangkas pucuk (toping) terhadap kualitas buah tanaman melon yang
dilaksanakan di rumah kacaUnit Lapangan Cikabayan, University Farm, Institut
Pertanian Bogor pada bulan Maret sampai Juni 2008. Penelitian ini menggunakan
Rancangan Kelompok Lengkap Teracak Faktorial (RKLT Faktorial) dengan
faktor pertama yaitu jumlah buah per tanaman (1 buah, 2 buah) dan faktor kedua
yaitu pangkas pucuk (toping, tanpa toping). Pengelompokkan berdasarkan letak
media tanam dalam rumah kaca, yaitu 4 baris sebagai ulangan sehingga terdapat
16 satuan penelitian. Tiap satuan penelitian terdapat 8 polibag.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan jumlah buah berpengaruh
nyata pada pertumbuhan buah pada umur 9 MST sampai 11 MST dan variabel
kuantitatif (kecuali pada tebal kulit buah). Pada perlakuan 1 buah per tanaman
kualitas buah lebih baik dibandingkan pada perlakuan 2 buah per tanaman.
Perlakuan 1 buah per tanaman menghasilkan panjang, lingkar dan diameter buah
pada umur 9 MST sampai 11 MST lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan 2
buah per tanaman. Pada perlakuan 1 buah per tanaman menghasilkan bobot
perbuah (686.63 gram), kekerasan kulit buah (12.53 mm/Kg/5 s), padatan terlarut
total (11.07 °Brix), tebal daging buah (22.90 mm), panjang buah (132.52 mm),
lingkar buah (31.27 cm) dan diameter buah (96.39 mm).
Perlakuan toping menunjukkan pengaruh yang tidak nyata pada
pertumbuhan buah pada umur 9 MST sampai 11 MST (panjang buah, lingkar
buah dan diameter buah) dan variabel kuantitatif saat panen (bobot per buah,
kekerasan kulit buah, padatan terlarut total, tebal daging buah, tebal kulit buah,
panjang buah, lingkar buah, diameter buah). Interaksi antar perlakuan jumlah
buah per tanaman dan toping menunjukkan pengaruh yang tidak nyata pada
pertumbuhan buah pada umur 9 MST sampai 11 MST dan variabel kuantitatif saat
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : PENGARUH JUMLAH BUAH DAN PANGKAS PUCUK
(TOPING) TERHADAP KUALITAS BUAH PADA BUDIDAYA MELON (Cucumis melo L.) DENGAN SISTEM HIDROPONIK
Nama : Anna Yuda Norma Sari
NRP : A34304034
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr Ir Anas D. Susila, M. Si
NIP : 131 669 950
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof Dr Ir Didy Sopandie, M.Agr
NIP. 131 124 019
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pacitan, Propinsi Jawa Timur pada tanggal 15
Februari 1986 dengan nama ANNA YUDA NORMA SARI. Penulis merupakan
anak pertama dari H. Dawamuri, SH. MM dan Hj. Siti Juwariah.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasarnya di SDN Baleharjo II Pacitan
pada tahun 1998, tamat SLTP I Pacitan pada tahun 2001 dan tamat SMU I Pacitan
pada tahun 2004. Tahun 2004 penulis diterima di IPB melalui jalur USMI sebagai
mahasiswa Progaram Studi Hortikultura, Departemen Agronomi dan Hortikultura,
Fakultas Pertanian.
Dari tahun 2004 hingga 2008 penulis aktif di berbagai organisasi
kemahasiswaan. Tahun 2005/2006 sebagai staf Divisi Sumberdaya Manusia di
HIMAGRON (Himpunan Mahasiswa Agronomi) Faperta IPB, tahun 2006 sebagai
ketua Gelar Olah Raga dan Seni 2006 Departemen AGH (Agronomi dan
Hortikultura) Faperta IPB. Tahun 2005/2006 sebagai staf Departemen Potensi
Sumberdaya Manusia di UKM UKF (Unit Kegiatan Mahasiswa Uni Konservasi
Fauna) IPB. Selanjutnya tahun 2006/2007 sabagai sekretaris 2 UKM UKF IPB.
Tahun 2008, penulis berkesempatan menjadi asisten praktikum mata kuliah
Dasar-dasar Hortikultura.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahNya, penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Pengaruh Jumlah Buah dan Pangkas
Pucuk (Toping) terhadap Kualitas Buah pada Budidaya Melon (Cucumis melo L.)
dengan Sistem Hidroponik”. Skripsi ini merupakan bagian dari tugas akhir
sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian dari Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui pengaruh jumlah buah per
tanaman dan pangkas pucuk (toping) terhadap kualitas buah tanaman melon.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret hingga Juni 2008 di rumah kaca Unit
Lapangan Cikabayan, University Farm, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1.Dr Ir Anas D. Susila, M. Si, yang telah memberikan bimbingan dan arahan
selama kegiatan penelitian hingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.
2.Dr Ir Winarso D. Widodo, M. S dan Dr Ir Darda Efendi, M. Si, selaku dosen
penguji atas bantuan saran dan masukannya dalam perbaikan skripsi ini.
3.Prof. Dr Ir Slamet Susanto, MSc sebagai dosen pembimbing akademik selama
penulis menempuh perkuliahan di IPB.
4.Seluruh staf dan karyawan Unit Lapangan Cikabayan, University Farm, Institut
Pertanian Bogor atas segala fasilitas dan bantuan yang diberikan selama penulis
melakukan penelitian.
5.Bapak, Ibu dan adik, terimakasih atas doa yang tak pernah berhenti, cinta yang
tak pernah habis dan semangat juang mendapatkan impian.
6.Anita, Novi dan Prima teman seperjuangan selama penelitian serta hortifamily
angkt. 41 atas persahabatannya selama ini, terimakasih.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang
membutuhkannya.
Bogor, Februari 2009
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Melon (Cucumis melo L.) merupakan salah satu buah yang dikonsumsi
segar. Pada perusahaan makanan dan minuman, melon digunakan sebagai bahan
penyedap rasa dan memberikan aroma yang khas pada produk seperti sirup,
permen dan sabun. Pada tahun 2005 produksi melon di Indonesia meningkat dari
58 440 ton menjadi 59 814 ton pada tahun 2007 (Direktorat Jenderal Hortikultura,
2009). Menurut Dinas Pertanian Propinsi DIY (2009) konsumsi buah melon akan
mencapai 1.34–1.50 kg/kapita/tahun pada tahun 2005–2008. Oleh karena itu,
diperlukan buah melon dengan kualitas yang baik. Kualitas buah melon
ditentukan oleh rasa manis (kandungan gula), tekstur daging buah, aroma daging
buah dan penampakan buah (bentuk buah, bobot buah dan netting bagi varietas
yang memiliki net) (Harjadi, 1989).
Pencapaian kualitas buah yang baik dapat dilakukan dengan
mengoptimalkan lingkungan tumbuh, seperti penggunaan sistem hidroponik.
Sistem hidroponik merupakan teknologi budidaya tanaman tanpa tanah dengan
pemberian larutan hara yang dibutuhkan tanaman (Jones, 1930). Sistem
hidroponik tersebut dapat mengontrol kebutuhan hara tanaman sehingga kualitas
buah yang dihasilkan optimal.
Selain sistem hidroponik, penjarangan buah dapat dilakukan untuk
meningkatkan kualitas buah. Kualitas buah pada tanaman yang diberi perlakuan
penjarangan buah lebih baik dibandingkan tanaman yang tidak diberi perlakuan
penjarangan buah (Poerwanto, 2003). Penjarangan buah dilakukan dengan
mengurangi jumlah buah per tanaman sehingga kompetisi dalam memperoleh
fotosintat antar buah menjadi rendah.
Budidaya melon hidroponik di rumah kaca memerlukan pemeliharaan
khusus, salah satunya adalah dengan perlakuan pangkas pucuk. Pangkas pucuk
dilakukan karena tinggi tanaman melon dibatasi oleh tinggi rumah kaca. Pangkas
pucuk dapat dilakukan dengan memangkas batang utama setelah buah terpilih.
Perlakuan tersebut kemungkina dapat mempengaruhi kualitas buah melon karena
Rendahnya tingkat persaingan antar buah dalam memperoleh suplai
makanan disebabkan oleh perlakuan jumlah buah, sedangkan perlakuan pangkas
pucuk menyebabkan distribusi asimilat lebih diarahkan untuk perkembangan buah
daripada perkembangan vegetatif. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
pengaruh penjarangan buah dan pangkas pucuk terhadap kualitas buah. Apabila
pangkas pucuk tidak mempengaruhi kualitas buah, maka teknik ini dapat
direkomendasikan pada budidaya melon dalam rumah kaca.
Tujuan
Mengetahui pengaruh jumlah buah per tanaman dan pangkas pucuk
(toping) terhadap kualitas buah tanaman melon.
Hipotesis
1. Terdapat pengaruh jumlah buah per tanaman terhadap kualitas buah, satu buah
per tanaman memilki kualitas buah lebih baik dibanding dua buah per
tanaman.
2. Terdapat pengaruh pangkas pucuk (toping) terhadap kualitas buah, kualitas
buah lebih baik pada perlakuan toping dibanding tanaman yang tanpa toping.
3. Terdapat pengaruh interaksi antara jumlah buah per tanaman dengan pangkas
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Melon (Cucumis melo L.)
Melon (Cucumis melo L.) tergolong ordo Cucurbitales suku Cucurbitaceae
genus Cucumis (Tjitrosoepomo, 2004). Rubatzky dan Yamaguchi (1999)
menyatakan bahwa tanaman melon merupakan tanaman semusim (annual),
herbacious, batang berbentuk segi lima tumpul dengan panjang 1,5 m–3 m,
berbulu, bersulur tunggal, sebagian besar kultivar merambat dan lunak. Daun
melon berbentuk bulat bersudut dengan diameter 8 cm–15 cm, memiliki 5–7
lekukan yang dangkal dan permukaan daunnya berbulu.
Sistem perakaran termasuk akar tunggang dengan ujung akar yang mampu
menembus tanah sedalam 1 m (Siemonsma dan Piluek, 1994). Ashari (2006)
menyatakan bahwa tanaman melon bersifat polimorfik, yang memiliki bunga
jantan, betina atau hermafrodit. Sistem pembungaan pada tanaman melon
termasuk monoecious (berumah satu atau berkelamin tunggal) atau
andromonoecious (satu tanaman menghasilkan bunga jantan dan hermafrodit).
Siemonsma dan Piluek (1994) menyatakan bahwa bunga jantan terbentuk pada
ketiak daun, sedangkan bunga hermafrodit tumbuh pada cabang lateral.
Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1999), melon termasuk dalam buah
pepo, yaitu pada biji terdapat lapisan tipis yang menyelimutinya (lendir). Lendir
tersebut terasa manis, kenyal dan tidak banyak mengandung air. Buah melon
menghasilkan biji dalam jumlah yang banyak (300-500 biji), berwarna putih atau
kusam, berbentuk elips dan licin. Panjang biji berkisar dari 5 – 15 mm, rata – rata
sekitar 30 biji per buah dengan bobot 1 gram per biji. Bentuk buah bervariasi
antara bulat, bulat lonjong atau silindris. Bobot buah rata – rata 0,4 – 2,0 kg/buah.
Siemonsma dan Piluek (1994) menyatakan bahwa warna daging buah berkisar
antara jingga, merah muda, kuning, hijau, putih sampai putih kehijauan. Buah
yang telah masak berubah warna, mengeluarkan aroma harum dan buah terasa
lebih lunak.
Paje dan van der Vossen (1994) menyatakan bahwa melon merupakan
tanaman hortikultura yang dapat digunakan sebagai buah segar (sweet melon) dan
Cantalupensis (Cantaloupe Melon), Inodorus (Winter Melon), Oriental Sweet
Melon dan Chinese Hami. Sedangkan jenis melon yang digunakan sebagai
sayuran seperti, Flexuous (Snake Melon), Conomon (Oriental Pickling Melon)
Chito (Garden Melon) dan Dudaim (Pomegranate Melon).
Syarat Tumbuh Melon
Tanaman melon dapat tumbuh pada daerah tropik dan subtropik. Menurut
Tjahjadi (1987), tanaman melon dapat ditumbuh pada ketinggian diatas 300 m
dpl. Whitaker dan Davis (1962) menyatakan bahwa tanaman melon memerlukan
curah hujan antara 2.000–3.000 mm/tahun). Suhu optimum untuk pertumbuhan
rata–rata berkisar antara 180C–280 C, pertumbuhan akan terhambat apabila melon
ditanam pada suhu dibawah 120 C. Siemonsma dan Piluek (1994) menambahkan
bahwa kelembaban yang tinggi dapat mempengaruhi pertumbuhan, kualitas buah
dan kendala penyakit.
Tanah yang ideal untuk pertumbuhan melon, jenis tanah andosol/berpasir
yang memiliki porositas dan aerasi yang baik dengan pH 6 – 7 (Siemonsma dan
Piluek, 1994). Harjadi (1989) menyatakan bahwa tanah yang masam akan
menyebabkan terjadinya Acid Yellowing yang memiliki gejala seperti tanaman
kerdil, pertumbuahan terhambat dengan daun berwarna kuning, sehingga
diperlukan pengapuran sebelum ditanami melon. Tanah gambut, tanah liat berat
atau tanah cadas tidak disarankan untuk ditanami melon.
Melon Genotipe H-52
Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura (2004) menyatakan bahwa
genotipe H-52 merupakan salah satu hasil persilangan Pusat Kajian Buah-buahan
Tropika, IPB. Hasil persilangan tersebut merupakan melon jenis inodorus yang
tidak memiliki net atau jala pada permukaan kulit buah. Genotipe H-52 memiliki
beberapa kelebihan yaitu tahan terhadap embun bulu (Pseudoperonospora
cubensis), embun tepung (Erysiphe cichoracearum), kulit berwarna kuning cerah
dan daging buah berwarna hijau cerah.
Genotipe H-52 jika ditanam di rumah kacaberbeda dengan jika ditanam di
PENGARUH JUMLAH BUAH DAN PANGKAS PUCUK
(
TOPING
) TERHADAP KUALITAS BUAH PADA BUDIDAYA
MELON (
Cucumis melo
L.) DENGAN SISTEM HIDROPONIK
Oleh :
Anna Yuda Norma Sari A34304034
PROGRAM STUDI HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
PENGARUH JUMLAH BUAH DAN PANGKAS PUCUK
(
TOPING
) TERHADAP KUALITAS BUAH PADA BUDIDAYA
MELON (
Cucumis melo
L.) DENGAN SISTEM HIDROPONIK
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh :
Anna Yuda Norma Sari A34304034
PROGRAM STUDI HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
RINGKASAN
ANNA YUDA NORMA SARI. Pengaruh Jumlah Buah dan Pangkas Pucuk (Toping) terhadap Kualitas Buah pada Budidaya Melon (Cucumis melo l.) dengan Sistem Hidroponik. Dibimbing oleh ANAS D. SUSILA.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh jumlah buah per
tanaman dan pangkas pucuk (toping) terhadap kualitas buah tanaman melon yang
dilaksanakan di rumah kacaUnit Lapangan Cikabayan, University Farm, Institut
Pertanian Bogor pada bulan Maret sampai Juni 2008. Penelitian ini menggunakan
Rancangan Kelompok Lengkap Teracak Faktorial (RKLT Faktorial) dengan
faktor pertama yaitu jumlah buah per tanaman (1 buah, 2 buah) dan faktor kedua
yaitu pangkas pucuk (toping, tanpa toping). Pengelompokkan berdasarkan letak
media tanam dalam rumah kaca, yaitu 4 baris sebagai ulangan sehingga terdapat
16 satuan penelitian. Tiap satuan penelitian terdapat 8 polibag.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan jumlah buah berpengaruh
nyata pada pertumbuhan buah pada umur 9 MST sampai 11 MST dan variabel
kuantitatif (kecuali pada tebal kulit buah). Pada perlakuan 1 buah per tanaman
kualitas buah lebih baik dibandingkan pada perlakuan 2 buah per tanaman.
Perlakuan 1 buah per tanaman menghasilkan panjang, lingkar dan diameter buah
pada umur 9 MST sampai 11 MST lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan 2
buah per tanaman. Pada perlakuan 1 buah per tanaman menghasilkan bobot
perbuah (686.63 gram), kekerasan kulit buah (12.53 mm/Kg/5 s), padatan terlarut
total (11.07 °Brix), tebal daging buah (22.90 mm), panjang buah (132.52 mm),
lingkar buah (31.27 cm) dan diameter buah (96.39 mm).
Perlakuan toping menunjukkan pengaruh yang tidak nyata pada
pertumbuhan buah pada umur 9 MST sampai 11 MST (panjang buah, lingkar
buah dan diameter buah) dan variabel kuantitatif saat panen (bobot per buah,
kekerasan kulit buah, padatan terlarut total, tebal daging buah, tebal kulit buah,
panjang buah, lingkar buah, diameter buah). Interaksi antar perlakuan jumlah
buah per tanaman dan toping menunjukkan pengaruh yang tidak nyata pada
pertumbuhan buah pada umur 9 MST sampai 11 MST dan variabel kuantitatif saat
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : PENGARUH JUMLAH BUAH DAN PANGKAS PUCUK
(TOPING) TERHADAP KUALITAS BUAH PADA BUDIDAYA MELON (Cucumis melo L.) DENGAN SISTEM HIDROPONIK
Nama : Anna Yuda Norma Sari
NRP : A34304034
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr Ir Anas D. Susila, M. Si
NIP : 131 669 950
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof Dr Ir Didy Sopandie, M.Agr
NIP. 131 124 019
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pacitan, Propinsi Jawa Timur pada tanggal 15
Februari 1986 dengan nama ANNA YUDA NORMA SARI. Penulis merupakan
anak pertama dari H. Dawamuri, SH. MM dan Hj. Siti Juwariah.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasarnya di SDN Baleharjo II Pacitan
pada tahun 1998, tamat SLTP I Pacitan pada tahun 2001 dan tamat SMU I Pacitan
pada tahun 2004. Tahun 2004 penulis diterima di IPB melalui jalur USMI sebagai
mahasiswa Progaram Studi Hortikultura, Departemen Agronomi dan Hortikultura,
Fakultas Pertanian.
Dari tahun 2004 hingga 2008 penulis aktif di berbagai organisasi
kemahasiswaan. Tahun 2005/2006 sebagai staf Divisi Sumberdaya Manusia di
HIMAGRON (Himpunan Mahasiswa Agronomi) Faperta IPB, tahun 2006 sebagai
ketua Gelar Olah Raga dan Seni 2006 Departemen AGH (Agronomi dan
Hortikultura) Faperta IPB. Tahun 2005/2006 sebagai staf Departemen Potensi
Sumberdaya Manusia di UKM UKF (Unit Kegiatan Mahasiswa Uni Konservasi
Fauna) IPB. Selanjutnya tahun 2006/2007 sabagai sekretaris 2 UKM UKF IPB.
Tahun 2008, penulis berkesempatan menjadi asisten praktikum mata kuliah
Dasar-dasar Hortikultura.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahNya, penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Pengaruh Jumlah Buah dan Pangkas
Pucuk (Toping) terhadap Kualitas Buah pada Budidaya Melon (Cucumis melo L.)
dengan Sistem Hidroponik”. Skripsi ini merupakan bagian dari tugas akhir
sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian dari Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui pengaruh jumlah buah per
tanaman dan pangkas pucuk (toping) terhadap kualitas buah tanaman melon.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret hingga Juni 2008 di rumah kaca Unit
Lapangan Cikabayan, University Farm, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1.Dr Ir Anas D. Susila, M. Si, yang telah memberikan bimbingan dan arahan
selama kegiatan penelitian hingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.
2.Dr Ir Winarso D. Widodo, M. S dan Dr Ir Darda Efendi, M. Si, selaku dosen
penguji atas bantuan saran dan masukannya dalam perbaikan skripsi ini.
3.Prof. Dr Ir Slamet Susanto, MSc sebagai dosen pembimbing akademik selama
penulis menempuh perkuliahan di IPB.
4.Seluruh staf dan karyawan Unit Lapangan Cikabayan, University Farm, Institut
Pertanian Bogor atas segala fasilitas dan bantuan yang diberikan selama penulis
melakukan penelitian.
5.Bapak, Ibu dan adik, terimakasih atas doa yang tak pernah berhenti, cinta yang
tak pernah habis dan semangat juang mendapatkan impian.
6.Anita, Novi dan Prima teman seperjuangan selama penelitian serta hortifamily
angkt. 41 atas persahabatannya selama ini, terimakasih.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang
membutuhkannya.
Bogor, Februari 2009
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Melon (Cucumis melo L.) merupakan salah satu buah yang dikonsumsi
segar. Pada perusahaan makanan dan minuman, melon digunakan sebagai bahan
penyedap rasa dan memberikan aroma yang khas pada produk seperti sirup,
permen dan sabun. Pada tahun 2005 produksi melon di Indonesia meningkat dari
58 440 ton menjadi 59 814 ton pada tahun 2007 (Direktorat Jenderal Hortikultura,
2009). Menurut Dinas Pertanian Propinsi DIY (2009) konsumsi buah melon akan
mencapai 1.34–1.50 kg/kapita/tahun pada tahun 2005–2008. Oleh karena itu,
diperlukan buah melon dengan kualitas yang baik. Kualitas buah melon
ditentukan oleh rasa manis (kandungan gula), tekstur daging buah, aroma daging
buah dan penampakan buah (bentuk buah, bobot buah dan netting bagi varietas
yang memiliki net) (Harjadi, 1989).
Pencapaian kualitas buah yang baik dapat dilakukan dengan
mengoptimalkan lingkungan tumbuh, seperti penggunaan sistem hidroponik.
Sistem hidroponik merupakan teknologi budidaya tanaman tanpa tanah dengan
pemberian larutan hara yang dibutuhkan tanaman (Jones, 1930). Sistem
hidroponik tersebut dapat mengontrol kebutuhan hara tanaman sehingga kualitas
buah yang dihasilkan optimal.
Selain sistem hidroponik, penjarangan buah dapat dilakukan untuk
meningkatkan kualitas buah. Kualitas buah pada tanaman yang diberi perlakuan
penjarangan buah lebih baik dibandingkan tanaman yang tidak diberi perlakuan
penjarangan buah (Poerwanto, 2003). Penjarangan buah dilakukan dengan
mengurangi jumlah buah per tanaman sehingga kompetisi dalam memperoleh
fotosintat antar buah menjadi rendah.
Budidaya melon hidroponik di rumah kaca memerlukan pemeliharaan
khusus, salah satunya adalah dengan perlakuan pangkas pucuk. Pangkas pucuk
dilakukan karena tinggi tanaman melon dibatasi oleh tinggi rumah kaca. Pangkas
pucuk dapat dilakukan dengan memangkas batang utama setelah buah terpilih.
Perlakuan tersebut kemungkina dapat mempengaruhi kualitas buah melon karena
Rendahnya tingkat persaingan antar buah dalam memperoleh suplai
makanan disebabkan oleh perlakuan jumlah buah, sedangkan perlakuan pangkas
pucuk menyebabkan distribusi asimilat lebih diarahkan untuk perkembangan buah
daripada perkembangan vegetatif. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
pengaruh penjarangan buah dan pangkas pucuk terhadap kualitas buah. Apabila
pangkas pucuk tidak mempengaruhi kualitas buah, maka teknik ini dapat
direkomendasikan pada budidaya melon dalam rumah kaca.
Tujuan
Mengetahui pengaruh jumlah buah per tanaman dan pangkas pucuk
(toping) terhadap kualitas buah tanaman melon.
Hipotesis
1. Terdapat pengaruh jumlah buah per tanaman terhadap kualitas buah, satu buah
per tanaman memilki kualitas buah lebih baik dibanding dua buah per
tanaman.
2. Terdapat pengaruh pangkas pucuk (toping) terhadap kualitas buah, kualitas
buah lebih baik pada perlakuan toping dibanding tanaman yang tanpa toping.
3. Terdapat pengaruh interaksi antara jumlah buah per tanaman dengan pangkas
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Melon (Cucumis melo L.)
Melon (Cucumis melo L.) tergolong ordo Cucurbitales suku Cucurbitaceae
genus Cucumis (Tjitrosoepomo, 2004). Rubatzky dan Yamaguchi (1999)
menyatakan bahwa tanaman melon merupakan tanaman semusim (annual),
herbacious, batang berbentuk segi lima tumpul dengan panjang 1,5 m–3 m,
berbulu, bersulur tunggal, sebagian besar kultivar merambat dan lunak. Daun
melon berbentuk bulat bersudut dengan diameter 8 cm–15 cm, memiliki 5–7
lekukan yang dangkal dan permukaan daunnya berbulu.
Sistem perakaran termasuk akar tunggang dengan ujung akar yang mampu
menembus tanah sedalam 1 m (Siemonsma dan Piluek, 1994). Ashari (2006)
menyatakan bahwa tanaman melon bersifat polimorfik, yang memiliki bunga
jantan, betina atau hermafrodit. Sistem pembungaan pada tanaman melon
termasuk monoecious (berumah satu atau berkelamin tunggal) atau
andromonoecious (satu tanaman menghasilkan bunga jantan dan hermafrodit).
Siemonsma dan Piluek (1994) menyatakan bahwa bunga jantan terbentuk pada
ketiak daun, sedangkan bunga hermafrodit tumbuh pada cabang lateral.
Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1999), melon termasuk dalam buah
pepo, yaitu pada biji terdapat lapisan tipis yang menyelimutinya (lendir). Lendir
tersebut terasa manis, kenyal dan tidak banyak mengandung air. Buah melon
menghasilkan biji dalam jumlah yang banyak (300-500 biji), berwarna putih atau
kusam, berbentuk elips dan licin. Panjang biji berkisar dari 5 – 15 mm, rata – rata
sekitar 30 biji per buah dengan bobot 1 gram per biji. Bentuk buah bervariasi
antara bulat, bulat lonjong atau silindris. Bobot buah rata – rata 0,4 – 2,0 kg/buah.
Siemonsma dan Piluek (1994) menyatakan bahwa warna daging buah berkisar
antara jingga, merah muda, kuning, hijau, putih sampai putih kehijauan. Buah
yang telah masak berubah warna, mengeluarkan aroma harum dan buah terasa
lebih lunak.
Paje dan van der Vossen (1994) menyatakan bahwa melon merupakan
tanaman hortikultura yang dapat digunakan sebagai buah segar (sweet melon) dan
Cantalupensis (Cantaloupe Melon), Inodorus (Winter Melon), Oriental Sweet
Melon dan Chinese Hami. Sedangkan jenis melon yang digunakan sebagai
sayuran seperti, Flexuous (Snake Melon), Conomon (Oriental Pickling Melon)
Chito (Garden Melon) dan Dudaim (Pomegranate Melon).
Syarat Tumbuh Melon
Tanaman melon dapat tumbuh pada daerah tropik dan subtropik. Menurut
Tjahjadi (1987), tanaman melon dapat ditumbuh pada ketinggian diatas 300 m
dpl. Whitaker dan Davis (1962) menyatakan bahwa tanaman melon memerlukan
curah hujan antara 2.000–3.000 mm/tahun). Suhu optimum untuk pertumbuhan
rata–rata berkisar antara 180C–280 C, pertumbuhan akan terhambat apabila melon
ditanam pada suhu dibawah 120 C. Siemonsma dan Piluek (1994) menambahkan
bahwa kelembaban yang tinggi dapat mempengaruhi pertumbuhan, kualitas buah
dan kendala penyakit.
Tanah yang ideal untuk pertumbuhan melon, jenis tanah andosol/berpasir
yang memiliki porositas dan aerasi yang baik dengan pH 6 – 7 (Siemonsma dan
Piluek, 1994). Harjadi (1989) menyatakan bahwa tanah yang masam akan
menyebabkan terjadinya Acid Yellowing yang memiliki gejala seperti tanaman
kerdil, pertumbuahan terhambat dengan daun berwarna kuning, sehingga
diperlukan pengapuran sebelum ditanami melon. Tanah gambut, tanah liat berat
atau tanah cadas tidak disarankan untuk ditanami melon.
Melon Genotipe H-52
Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura (2004) menyatakan bahwa
genotipe H-52 merupakan salah satu hasil persilangan Pusat Kajian Buah-buahan
Tropika, IPB. Hasil persilangan tersebut merupakan melon jenis inodorus yang
tidak memiliki net atau jala pada permukaan kulit buah. Genotipe H-52 memiliki
beberapa kelebihan yaitu tahan terhadap embun bulu (Pseudoperonospora
cubensis), embun tepung (Erysiphe cichoracearum), kulit berwarna kuning cerah
dan daging buah berwarna hijau cerah.
Genotipe H-52 jika ditanam di rumah kacaberbeda dengan jika ditanam di
70 HST, warna kulit buah kuning cerah, warna daging buah hijau, aroma buah
wangi, PTT 10.89 0Brix dan bobot buah 639.6 gram/ buah (Rahardjo, 2007).
Sedangkan jika ditanam di lapang, genotipe H-52 memiliki umur panen 59 HST,
warna kulit buah kuning, warna daging hijau, aroma buah wangi, PTT 11.7 0Brix
dan bobot buah 1043.4 gram/ buah (Andriyani, 2006).
Kualitas Buah
Menurut Santoso dan Purwoko (1995), kualitas komoditi hortikultura
segar seperti buah dan sayuran dilihat dari penampakan, tekstur, rasa dan aroma,
nilai nutrisi serta keamanan. Faktor – faktor yang mempengaruhi kualitas tersebut
adalah faktor genetik, lingkungan prapanen, perlakuan pasca panen dan interaksi
antar berbagai faktor di atas. Harjadi (1989) menambahkan bahwa kualitas buah
melon dipengaruhi oleh karakter eksternal buah. Kualitas tersebut meliputi rasa
manis (padatan terlarut total), tekstur daging buah, penampakan buah dan aroma
daging buah. Penampakan buah yang dimaksud adalah bobot per buah, bentuk
buah (bulat/ agak lonjong) dan jaring pada kulit buah bagi varietas yang
menghasilkan jaring.
Sismiyati (2003) panen melon dilakukan saat buah melon menunjukkan
tanda-tanda kematangan (aroma harum, warna kulit berubah, tangkai buah retak
dan net mulai tampak jelas pada melon tipe netting). Menurut Rubatzky dan
Yamaguchi (1999) tingginya kadar padatan terlarut total pada buah melon akan
menyebabkan meningkatnya kualitas buah dan karakter tersebut telah digunakan
sebagai indikator tingkat kemanisan, rasa dan kematangan. Aroma melon yang
khas berasal dari berbagai senyawa atsiri, khususnya alkohol, asam dan ester yang
terbentuk selama pematangan.
Jumlah Buah dan Pangkas Pucuk
Poerwanto (2004) menyatakan bahwa penjarangan buah sering dilakukan
oleh petani untuk mengoptimalkan kualitas buah. Pada perlakuan penjarangan
buah, nisbah daun terhadap jumlah buah meningkat yang mengakibatkan
pertumbuhan buah lebih optimal dan menurunnya kompetisi dalam
kandungan padatan terlarut dan bobot kering buah. Menurut Saladin (2002) pada
tanaman tomat Galur Harapan IPB yang dibudidayakan di lapang, dengan
penjarangan buah dapat mengurangi persentase gugur buah per tanaman dari
58.6 % menjadi 34.57 %. Persaingan buah dalam mendapatkan fotosintat makin
kecil dengan jumlah buah yang terbatas sehingga dapat memperkecil tingkat
gugur buah.
Pemangkasan merupakan suatu teknik untuk mengatur bentuk tanaman
agar dapat menumbuhkan tunas baru dan memungkinkan melakukan panen pada
tingkat produksi tertentu (Atmosoedarjo et al, 2000). Secara fungsional
pemangkasan akan mengurangi kapasitas produksi karbohidrat sehingga
menyebabkan pertumbuhan akar terganggu dan mempengaruhi pertumbuhan
tanaman (Edmond et al, 1964). Pemangkasan pada tomat memiliki keuntungan
yaitu buah lebih cepat matang, meningkatkan panen awal dan total panen,
mengurangi hama dan penyakit, buah lebih besar dan mempermudah pemanenan
serta penyemprotan pestisida (Thompson dan Kelly, 1957).
Menurut Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura (2004)
pemangkasan tanaman melon adalah memangkas dan membuang cabang–cabang
yang tidak produktif dengan bertujuan untuk menjamin pertumbuhan tanaman
sehingga proses produksi berlangsung maksimal dan mengurangi kelembaban
dalam tajuk tanaman. Hal tersebut akan mengurangi resiko terjadinya serangan
hama dan penyakit, serta merangsang tumbuhnya tunas – tunas produktif. Pangkas
pucuk (toping) pada tanaman melon dilakukan dengan memangkas batang utama setelah buah dipilih dengan menyisakan minimum 25 helai daun per satu buah per
tanaman.
Hidroponik
Budidaya melon dengan sistem hidroponik mulai dikembangkan di
Indonesia. Hidroponik merupakan teknologi budidaya tanaman menggunakan
larutan hara dengan atau tanpa media tanam (Jensen, 1997). Keunggulan sistem
hidroponik yaitu: 1)tenaga kerja dapat ditekan, 2)lingkungan dapat dikontrol dan
tanaman dapat tumbuh di media tanpa tanah, 5) kebutuhan hara dapat dikontrol
(Jones, 1930).
Media tanam dalam sistem hidroponik berfungsi sebagai penopang tubuh
tanaman, penampung larutan hara, memiliki kemampuan memegang air dan aerasi
(Nelson, 1978). Media tanam harus bersifat inert, porous dan steril (Hanan et al.,
1978). Arang sekam merupakan salah satu media yang sering digunakan dalam
sistem hidroponik. Murniati (2003) menyatakan bahwa arang sekam memiliki
sifat kasar sehingga sirkulasi udara tinggi, ringan dengan berat jenis sekitar 0,2
g/cm3, kapasitas menahan air tinggi dan dapat menghilangkan pengaruh penyakit
karena telah melalui tahap sterilisasi, sehingga relatif bersih dari hama, bakteri
dan gulma.
Sistem irigasi tetes merupakan sistem irigasi yang sering digunakan pada
sistem hidroponik karena memiliki efisiensi yang tinggi yaitu mencapai 90%
(Hillel, 1982). Dalam sistem irigasi tetes, aplikasi pupuk dan pengairan dapat
dilakukan secara bersamaan (fertigasi) (Susila, 2002). Nakayama dan Bucks
(1986) menyatakan bahwa larutan pupuk yang digunakan memiliki kriteria bahan
kimia yang tidak menyebabkan korosi, softening dan tidak menimbulkan
penyumbatanpada peralatan irigasi, aman terhadap hasil panen, tidak mengurangi
kualitas hasil panen, mudah larut dalam air dan tidak bereaksi dengan bahan kimia
dalam air irigasi. Larutan pupuk terdiri dari dua kelompok, yaitu larutan stok A
yang terdiri dari unsur makro (unsur kalsium yang dominan) dan larutan stok B
yang terdiri dari unsur mikro (sulfat dan fosfat). Susila (2002) menyatakan bahwa
dalam aplikasi, larutan stok A dan stok B yang telah dilarutkan tidak boleh
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di dalam rumah kaca yang terletak di Unit Lapangan
Cikabayan, University Farm, Institut Pertanian Bogor. Dengan elevasi 250 m dpl.
Penelitian dilaksanakan mulai Maret sampai Juni 2008.
Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang digunakan adalah benih melon hibrida dari Pusat
Kajian Buah–buahan Tropika IPB, varietas H52. Pupuk cair yang digunakan
berupa larutan AB Mix yang terdiri dari pupuk stok A (KNO3, Ca(NO3)2 dan
FeEDTA) dan pupuk stok B (KNO3, K2SO4, KH2PO4, MgSO4, MnSO4, CuSO4,
(NH4)SO4, Na2HBO3, ZnSO4 dan NaMoO4). Komposisi hara yang digunakan yaitu:
Ca++ 177 ppm, Mg++ 24 ppm, K+ 210 ppm, NH4+ 25 ppm, NO3- 233 ppm, SO4- 113
ppm, PO4- 60 ppm, Fe 2.14 ppm, B 1.2 ppm, Zn o.26 ppm, Cu 0.048 ppm, Mn
0.18 ppm dan Mo 0.046 ppm.
Media tanam berupa arang sekam. Pestisida yang digunakan berupa
fungisida, insektisida dan bakterisida. Peralatan yang digunakan berupa tray
semai, instalasi irigasi tetes, gelas ukur 1000 ml, kontainer 100 liter (2 buah),
kontainer 2000 liter, termohygrometer, hand refraktometer, penetrometer, Royal
Horticulture Society-Mini Color Chart (RHS-MCC), pH meter, EC meter, jangka
sorong digital, benang, ember, label, alat tulis, meteran, gunting pangkas, alkohol,
sarung tangan, pisau, timbangan digital dan polibag 35x35 cm.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak
dengan dua faktor perlakuan yaitu jumlah buah per tanaman (1 dan 2 buah per
tanaman) dan pangkas pucuk (toping dan tanpa toping). Pengelompokkan
berdasarkan letak media tanam dalam rumah kaca, yaitu 4 baris sebagai ulangan.
Sehingga terdapat 16 satuan penelitian. Tiap satuan penelitian terdapat 8 polibag.
Model linier aditif Faktorial RAKL :
Ket :
Yijk : nilai pengamatan pada faktor A taraf ke – i, faktor B taraf ke – j dan
kelompok ke - k
µ : rataan umum
αi : pengaruh utama faktor A
βj : pengaruh utama faktor B
(αβ)ij : interaksi faktor A dan faktor B
Pk : pengaruh aditif dari kelompok dan diasumsikan tidak berinteraksi dengan
perlakuan
εijk : pengaruh acak yang menyebar normal (0, σ2 )
Jarak tanam yang digunakan adalah double rows dengan jarak 0.5 x 0.4 m
dengan polibag ditempatkan secara zig – zag. Pengolahan data dilakukan dengan
uji F. Jika hasil yang ditunjukkan berpengaruh nyata dilakukan uji DMRT 5%.
Pelaksanaan
Sebelum penelitian dilaksanakan, rumah kaca dibersihkan dan disterilkan
serta alat dan bahan disiapkan. Pupuk A dan B dilarutkan menjadi 90 liter ke
kontainer A dan B (100 liter). Larutan pupuk A dan B diambil masing-masing 10
liter, kemudian diencerkan menjadi 2000 liter ke dalam kontainer 2000 liter.
Penyemaian benih dilakukan selama 3 minggu dengan media kascing.
Kemudian dilakukan pindah tanam dengan menggunakan polibag (35x35 cm)
dengan media arang sekam, satu bibit untuk satu polibag. Jarak antar polibag 60
cm ditempatkan dalam 2 baris secara zig–zag.
Irigasi yang digunakan adalah irigasi tetes. Sebelum penanaman, media
disiram dengan air hingga cukup lembab. Lalu, dripper stick ditancapkan pada
media tanam. Pencucian (leaching ) dengan air dilakukan 2-3 mingggu sekali pada
media tanam. Penyiraman dan pemupukan dilakukan bersamaan (fertigasi)
dengan menggunakan irigasi tetes. Aplikasi fertigasi disesuaikan dengan umur
tanaman, seperti pada awal pindah tanam sampai umur 2 MST volume yang
diaplikasikan sebesar 250ml per tanaman, serta larutan fertigasi diukur kadar pH
dan EC sesuai dengan umur tanaman. Jadwal fertigasi dan nilai Ph serta EC
Pemeliharaan dilakukan mulai awal pindah tanam dengan melakukan
pelilitan batang tanaman pada benang sebagai ajir dan pemangkasan cabang
lateral dengan gunting pangkas. Pemangkasan cabang lateral dilakukan dengan
membuang cabang lateral dibawah ruas ke–11 dan diatas ruas ke–20, dengan
menyisakan 2 helai daun. Cabang ke–11 s/d ke–20 dibiarkan untuk calon buah.
Cabang yang memiliki buah, daunnya dipangkas sampai sisa 2 helai daun.
Perlakuan jumlah buah per tanaman dilakukan pada 8 MST dengan melakukan
penjarangan buah sesuai perlakuan yang ada dengan ukuran buah lebih dari 3 cm.
Perlakuan toping juga dilakukan pada 8 MST dengan memangkas batang utama
pada ruas ke-30 sampai ruas ke-32.
Penyemprotan tanaman dilakukan untuk meminimalisir OPT (Organisme
Pengganggu Tanaman) yang menyerang tanaman dengan menggunakan pestisida.
Pada awal penanaman, tanaman disemprot pestisida sebanyak 3 hari sekali. Saat
tanaman mulai berbuah, penyemprotan dilakukan seminggu sekali sampai 3
minggu sebelum panen.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan tiap minggu sejak pindah tanam sampai sebelum
perlakuan dilakukan pada 5 tanaman contoh tiap perlakuan yaitu pada fase
vegetatif dan fase generatif. Pengamatan fase vegetatif meliputi:
1. Jumlah buku, dihitung dari buku pertama hingga buku terakhir.
2. Tinggi tanaman (cm), diukur dari buku pertama hingga ujung titik tumbuh.
3. Panjang ruas rata – rata (cm), dihitung dari tinggi tanaman dibagi jumlah
ruas.
Pengamatan fase generatif meliputi:
1. Umur bunga, dihitung dari pindah tanam sampai 50% anthesis.
2. Umur panen, dihitung dari pindah tanam sampai panen
Pengamatan setelah perlakuan sampai sebelum panen pada 5 tanaman
contoh pada masing-masing perlakuan meliputi:
1. Panjang buah (mm), diukur dengan penggaris dari pangkal – ujung buah.
3. Lingkar buah (cm), diukur mengelilingi bagian tengah buah dengan
menggunakan meteran.
Pengamatan buah dilakukan setelah panen dilakukan pada 5 tanaman
contoh yaitu variabel kuantitatif dan variabel kualitatif. Pengamatan variabel
kuantitatif meliputi:
1. Bobot buah (gram), diukur dengan timbangan digital.
2. Panjang buah (mm), diukur dari pangkal hingga ujung buah.
3. Lingkar buah (cm), diukur pada bagian tengah buah
4. Diameter buah (mm), diukur dengan jangka sorong pada bagian tengah buah
5. Kekerasan kulit buah (mm/kg/5 s), diukur menggunakan penetrometer pada
bagian pangkal, tengah dan ujung buah.
6. Tebal daging buah (mm), diukur dengan jangka sorong digital.
7. Tebal kulit buah (mm), diukur dengan jangka sorong digital.
8. Padatan terlarut total (PTT), diukur menggunakan hand refraktometer.
Pengamatan variabel kualitatif meliputi:
1. Warna daging buah dan warna kulit buah, diukur dengan RHS Mini-colour
chart
2. Ada atau tidaknya cacat fisik pada buah yang dilakukan secara subjektif.
Pengamatan uji organoleptik dilakukan dengan memberikan lembar
quisioner pada 60 responden untuk mengetahui tingkat kesukaan dan penerimaan
konsumen (Tabel Lampiran 3.). Responden berasal dari mahasiswa Institut
Pertanian Bogor yang diambil secara acak. Pengujian yang dilakukan adalah
kemanisan daging buah, aroma daging buah dan tekstur daging buah. Metode
yang digunakan untuk mengukur tingkat kesukaan menggunakan skor yang
kemudian diolah dengan standar devisiasi. Skor yang digunakan adalah (1) sangat
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Selama pengamatan, hama yang menyerang terutama hama ulat daun
(Margaronia indica) dan kutu kebul (Bemisia tabacii) dengan persentase serangan
sebesar 16,41%. Penyakit yang menyerang tidak berpengaruh terhadap
pertumbuhan tanaman karena intensitas penyerangannya hanya sekitar 5,47%
yaitu embun tepung (Erysiphe cichoracearum) dan penyakit kerdil. Pengendalian
hama dan penyakit menggunakan pestisida Decis 2 cc/ liter. Aplikasi pestisida
dilakukan tiap 4 hari sekali mulai 1 MST sampai 5 MST dan dilakukan 2 kali
pada 8 MST. Sehingga penyakit dan hama dapat dikendalikan.
Gambar 1. Tanaman Melon dalam Budidaya Hidroponik pada Umur 8 MST
Suhu rata-rata rumah kaca yang cukup tinggi dan kelembaban relatif yang
rendah pada siang hari tidak menyebabkan tanaman mengalami kelayuan
permanen. Suhu rata-rata terendah adalah 36.0 oC dan tertinggi 44.5 oC.
Kelembaban relatif rata-rata terendah adalah 40.0 % dan tertinggi adalah 55.3 %
Tabel 1. Kelembaban dan Suhu Udara Rata-rata pada Umur 1 MST sampai 11 MST
Umur Tanaman Rh (%) T (OC)
1 MST 55.3 36.0
2 MST 42.0 44.2
3 MST 45.4 43.4
4 MST 40.0 44.5
5 MST 45.0 41.0
6 MST 48.3 41.3
7 MST 49.2 40.7
8 MST 50.0 40.0
9 MST 50.8 38.8
10 MST 51.5 38.0
11 MST 51.0 39.0
Tinggi tanaman mulai mengalami peningkatan yang signifikan mulai
umur 5 MST dengan tinggi 24.05 cm. Pertumbuhan tinggi tanaman tercepat
terjadi antara umur 5 MST sampai 8 MST (Gambar 2).
231.80 160.86 78.20 24.05 6.33 2.00 0 50 100 150 200 250
3 4 5 6 7 8
M inggu Se te lah Tanam
T in g g i T a n a m a n ( c m )
Gambar 2. Tinggi Tanaman (cm) Sebelum Perlakuan Jumlah Buah dan Toping
Jumlah buku meningkat mulai umur 5 MST (6 buah) sampai 8 MST (30
buah). Pertumbuhan tercepat terjadi antara umur 5 MST sampai 8 MST
22 13 6 30 3 2 0 5 10 15 20 25 30 35
3 4 5 6 7 8
M inggu Se te lah Tanam
J u m la h B u k u
Gambar 3. Jumlah Buku Sebelum Perlakuan Jumlah Buah dan Toping
Panjang ruas rata – rata mulai mengalami peningkatan pada umur 4 MST
sampai 7 MST. panjang ruas rata-rata mulai melambat pada umur 7 MST sampai
8 MST (Gambar 4).
7.67 7.21 5.87 3.72 2.13 1.00 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
3 4 5 6 7 8
Minggu Se telah Tanam
P a n ja n g R u a s R a ta -r a ta ( c m )
Gambar 4. Panjang Ruas Rata – Rata (cm) Sebelum Perlakuan Jumlah Buah dan Toping
Bunga jantan mulai mekar pada umur 30 hari setelah tanam, sedangkan
dilakukan secara bertahap, dengan panen pertama dilakukan pada umur 78 hari
setelah tanam. Selanjutnya panen dilakukan setiap hari selama kurang lebih 4
minggu. Total buah yang teramati sebanyak 151 buah dari total 192 buah.
Pengaruh Jumlah buah Per Tanaman
Pertumbuhan Buah pada Umur 9 MST sampai 11 MST
Perlakuan jumlah buah, pada 9 MST sampai 11 MST menunjukkan
pengaruh yang nyata terhadap panjang buah. Pada 9 MST perlakuan 1 buah per
tanaman menghasilkan buah lebih panjang (99.63 mm) dibandingkan 2 buah per
tanaman (69.50 mm). Pada 10 MST dan 11 MST, perlakuan 1 buah per tanaman
juga menghasilkan buah lebih panjang dibanding perlakuan 2 buah per tanaman
(Tabel 2).
Tabel 2. Panjang Buah (mm) dengan Perlakuan Jumlah Buah Per Tanaman pada 9 MST sampai 11 MST
Panjang buah (mm) Perlakuan
9 MST 10 MST 11 MST
Jumlah Buah
1 Buah 99.63 119.18 126.65
2 Buah 69.50 83.05 86.48
Uji F * * *
Ket: * berpengaruh nyata pada uji F taraf 5%
Perlakuan jumlah buah per tanaman pada 9 MST sampai 11 MST,
menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap variabel lingkar buah. Pada 9 MST
lingkar buah dengan perlakuan 1 buah per tanaman menghasilkan buah lebih lebar
(218.6 mm) dibandingkan perlakuan 2 buah per tanaman (151.4 mm). Pada 10
MST dan 11 MST, perlakuan 1 buah per tanaman menghasilkan buah lebih lebar
Tabel 3. Lingkar Buah (mm) dengan Perlakuan Jumlah Buah Per Tanaman pada 9 MST sampai 11 MST
Lingkar buah (mm) Perlakuan
9 MST 10 MST 11 MST
Jumlah Buah
1 Buah 218.6 315.5 347.2
2 Buah 151.4 191.7 233.7
Uji F * * *
Ket: * berpengaruh nyata pada uji F taraf 5%
Perlakuan jumlah buah per tanaman pada 9 MST sampai 11 MST
menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap variabel diameter buah. Pada 9 MST
dengan perlakuan 1 buah per tanaman menghasilkan buah lebih lebar (66.31 mm)
dibandingkan perlakuan 2 buah per tanaman (44.92 mm). Pada 10 MST dan 11
MST, perlakuan 1 buah per tanaman juga menghasilkan buah lebih lebar
dibandingkan perlakuan 2 buah per tanaman (Tabel 4).
Tabel 4. Diameter Buah (mm) dengan Perlakuan Jumlah Buah Per Tanaman pada 9 MST sampai 11 MST
Diameter buah (mm) Perlakuan
9 MST 10 MST 11 MST
Jumlah Buah
1 Buah 66.31 85.09 91.61
2 Buah 44.92 58.48 62.97
Uji F * * *
Ket: * berpengaruh nyata pada uji F taraf 5%
Pertumbuhan buah pada umur 9 MST sampai 11 MST menunjukkan
pengaruh yang nyata pada variabel panjang, lingkar dan diameter buah. Pada
perlakuan 1 buah per tanaman menghasilkan buah yang lebih baik dibandingkan
perlakuan 2 buah per tanaman. Hal ini diduga karenapada perlakuan 2 buah per
tanaman terjadi kompetisi dalam memperoleh fotosintat antar buah dalam satu
tanaman, sehingga perlakuan tersebut menghasilkan buah lebih kecil
dibandingkan perlakuan 1 buah per tanaman.
Bobot Per buah, Kekerasan Kulit dan Padatan Terlarut Total Saat Panen
Perlakuan jumlah buah per tanaman menunjukkan pengaruh yang nyata
menghasilkan bobot per buah lebih berat (686.63 gram) dibandingkan perlakuan 2
buah per tanaman (459.00 gram) (Tabel 5). Pada penelitian yang dilakukan di
lapang dengan perlakuan 1 buah per tanaman menghasilkan bobot per buah
sebesar 1043.4 gram (Andriyani, 2006). Perbedaan bobot per buah yang ditanam
di dalam rumah kaca dengan di lapang ini diduga karena tingginya suhu dan
rendahnya kelembaban di dalam rumah kaca. Poerwanto (2003) menyatakan
tingginya suhu udara dapat menyebabkan mobilitas fotosintat berkurang,
akibatnya kemampuan sel dalam mengakumulasi karbohidart berkurang. Hal ini
yang menyebabkan bobot per buah dalam rumah kaca lebih kecil dibandingkan
bobot per buah di lapang.
Perlakuan jumlah buah per tanaman menunjukkan pengaruh yang nyata
terhadap variabel kekerasan kulit buah saat panen. Perlakuan 1 buah per tanaman
menghasilkan buah lebih keras (12.53 mm/kg/5s) dibandingkan perlakuan 2 buah
per tanaman (15.68 mm/kg/5s) (Tabel 5). Pengukuran kekerasan kulit buah
menggunakan penetrometer dengan satuan mm/kg/5s. Pada perlakuan 1 buah per
tanaman kekerasan kulit buah sebesar 12.53 mm/Kg/5s yang berarti dengan
tekanan 1 kg kedalaman jarum pada buah mencapai 12.53 mm selama 5 detik.
Perlakuan jumlah buah per tanaman menunjukkan pengaruh yang nyata
terhadap variabel padatan terlarut total (PTT) saat panen. Pada perlakuan 1 buah
per tanaman menghasilkan buah lebih manis (11.07 oBrix) dibandingkan
perlakuan 2 buah per tanaman (9.56 oBrix) (Tabel 5). Widyawati (1995)
menyatakan bahwa pengukuran PTT menggambarkan kandungan gula dalam
buah yang disebut fruktosa, sehingga nilai PTT menunjukkan kemanisan buah.
Semakin tinggi nilai PTT dalam buah maka semakin manis, sehingga nilai PTT
dapat dijadikan indikator kemanisan buah. Berdasarkan standar Departemen
Pertanian Amerika Serikat (USDA) bahwa melon yang berkualitas tinggi
memiliki kadar PTT berkisar antara 9-11 oBrix (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999).
Pada perlakuan 1 buah dan 2 buah per tanaman pada percobaan ini masuk ke
Tabel 5. Bobot Per Buah, Kekerasan Kulit dan Padatan Terlarut Total (PTT) dengan Perlakuan Jumlah Buah Per Tanaman Saat Panen
Kekerasan kulit
Perlakuan Bobot
per buah (g) (mm/kg/5s)
PTT (oBrix)
Jumlah Buah
1 Buah 686.63 12.53 11.07
2 Buah 459 15.68 9.56
Uji F * * *
Ket: * berpengaruh nyata pada uji F taraf 5%
Tebal Daging dan Tebal Kulit Buah Saat Panen
Perlakuan jumlah buah per tanaman menunjukkan pengaruh yang nyata
terhadap variabel tebal daging buah. Perlakuan 1 buah per tanaman menghasilkan
daging buah lebih tebal (22.90 mm) dibandingkan perlakuan 2 buah per tanaman
(19.85 mm) (Tabel 6). Afandi (2004) menyatakan bahwa buah yang besar dan
panjang memiliki daging buah yang tebal. Perlakuan 1 buah per tanaman memiliki
bobot per buah dan panjang buah yang lebih tinggi, sehingga menghasilkan tebal
daging buah yang lebih tebal dibandingkan perlakuan 2 buah per tanaman.
Perlakuan jumlah buah per tanaman menunjukkan pengaruh yang tidak
nyata terhadap variabel tebal kulit (Tabel 6). Tebal kulit buah melon lebih
dipengaruhi oleh faktor genetik, mungkin hal ini yang menyebabkan variabel
ketebalan kulit buah tidak berbeda nyata pada perlakuan jumlah buah per
tanaman. Pada penelitian ini ketebalan kulit buah melon genotipe H-52 (0.35-0.40
mm) tergolong tipis dibandingkan melon genotipe H-36 atau Midori Meta (7mm)
(Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura, 2004).
Tabel 6. Tebal Daging dan Kulit Buah Per Tanaman dengan Perlakuan Jumlah Buah Per Tanaman Saat Panen
Perlakuan Tebal daging (mm) Tebal kulit (mm)
Jumlah Buah
1 Buah 22.9 0.34
2 Buah 19.85 0.4
Uji F * tn
Panjang, Lingkar dan Diameter Buah Saat Panen
Perlakuan jumlah buah per tanaman menunjukkan pengaruh yang nyata
terhadap variabel panjang buah saat panen. Perlakuan 1 buah per tanaman
menghasilkan buah lebih panjang (132.52 mm) dibandingkan perlakuan 2 buah
per tanaman (116.61 mm). Perlakuan jumlah buah per tanaman menunjukkan
pengaruh yang nyata terhadap variabel lingkar buah saat panen. Perlakuan 1 buah
per tanaman menghasilkan buah lebih lebar (312.7 mm) dibandingkan perlakuan 2
buah per tanaman (278.5 mm). Perlakuan jumlah buah per tanaman menunjukkan
pengaruh yang nyata terhadap variabel diameter buah saat panen. Perlakuan 1
buah per tanaman menghasilkan buah lebih lebar (96.39 mm) dibandingkan
perlakuan 2 buah per tanaman (85.35 mm) (Tabel 7).
Tabel 7. Panjang, Lingkar dan Diameter Buah dengan Perlakuan Jumlah Buah Per Tanaman Saat Panen
Perlakuan Panjang buah
(mm)
Lingkar buah (mm )
Diameter buah (mm)
Jumlah Buah
1 Buah 132.52 312.7 96.39
2 Buah 116.61 278.5 85.35
Uji F * * *
Ket: * berpengaruh nyata pada uji F taraf 5%
Perlakuan 1 buah per tanaman lebih baik dibandingkan perlakuan 2 buah
per tanaman pada variabel panjang, lingkar dan diameter buah saat panen. Hal ini
diduga karena pada perlakuan 1 buah per tanaman, source hanya mendistribusikan
hasil fotosintesis untuk perkembangan 1 buah, sedangkan pada perlakuan 2 buah
per tanaman source harus membagi hasil fotosintesis pada perkembangan 2 buah.
Pada perlakuan jumlah buah per tanaman melalui teknik penjarangan buah, source
akan mentransportasikan hasil fotosintesis ke bagian sink yaitu buah sebagai sink
utama. Kompetisi hasil fotosintesis antar buah akan rendah dengan adanya
penjarangan buah (Poerwanto, 2003).
Warna Daging Buah Saat Panen
Kode RHS Mini Color Chart memiliki 2 unsur yaitu angka sebelum kata
semakin rendah nilainya warna yang dihasilkan semakin terang atau muda. Tabel
8 pada perlakuan 1 buah per tanaman menunjukkan kode 44 RHS 145 C dengan
warna hijau muda. Perlakuan 2 buah per tanaman menunjukkan kode 44 RHS 145
B dengan warna hijau tua.
Warna yang dihasilkan berbeda-beda pada perlakuan jumlah buah per
tanaman, diduga karena daya tangkap warna yang berbeda. Menurut Sari (2008)
kelemahan penggunaan Royal Horticultre Society-Mini Color Chart (RHS-MCC)
dalam penentuan warna tergantung posisi mata memandang buah, faktor cahaya,
sudut pandang dan bias yang dapat memberikan hasil yang berbeda dalam
penentuan skala atau kode warna.
Tabel 8. Warna Daging Buah dengan Perlakuan Jumlah Buah Per Tanaman Saat Panen
Perlakuan RHS Mini Color Chart Warna kasat mata
Jumlah Buah
1 Buah 44 RHS 145 C Hijau Muda
2 Buah 44 RHS 145 B Hijau Tua
Warna Kulit Buah Saat Panen
Pada perlakuan jumlah buah per tanaman menunjukkan kode yang sama
yaitu 4 RHS 13 B dengan warna jingga. Hal ini mungkin karena daya tangkap
warna yang dihasilkan sama, akibatnya warna yang dihasilkan tidak berbeda antar
perlakuan.
Tabel 9. Warna Kulit Buah dengan Perlakuan Toping dan Jumlah Buah Per tanaman Saat Panen
Perlakuan RHS Mini Color Chart Warna kasat mata
Jumlah Buah
1 Buah 4 RHS 13 B Jingga kuning Muda
2 Buah 4 RHS 13 B Jingga kuning Muda
Uji Organoleptik
Uji organoleptik digunakan sebagai uji kesukaan untuk mengukur
penilaian subjektivitas terhadap buah melon dengan perlakuan jumlah buah per
buah dan tekstur daging buah. Pengujian ini dilakukan oleh 60 responden.
Metode yang digunakan untuk mengukur tingkat kesukaan menggunakan skor
yang kemudian diukur dengan standar devisiasi. Standar devisiasi merupakan
rata-rata jarak data dengan nilai tengahnya berupa selang dimana suatu nilai bisa
ditoleransi. Semakin kecil nilai selang, maka semakin baik nilai yang dihasilkan
dalam perlakuan tersebut.
Perlakuan jumlah buah per tanaman, variabel kemanisan daging buah
paling manis terdapat pada perlakuan 1 buah per tanaman (3.28±0.94)
dibandingkan peralakuan 2 buah per tanaman (3.21±1.01). Pada variabel aroma
daging buah, perlakuan 1 buah per tanaman (3.26±0.80) lebih wangi dibandingkan
perlakuan 2 buah per tanaman (3.15±0.84). Pada variabel tekstur daging buah,
perlakuan 1 buah per tanaman (3.21±0.82) lebih lunak dibandingkan perlakuan 2
buah per tanaman (3.25±0.86) (Tabel 10).
Tabel 10. Uji Organoleptik Terhadap Kemanisan, Aroma dan Tekstur Daging Buah dengan Perlakuan Jumlah Buah Per Tanaman Saat Panen
Kemanisan Aroma Tekstur
Perlakuan
daging buah daging buah daging buah
Jumlah Buah
1 Buah 3.28 ± 0.94 3.26 ± 0.80 3.21 ± 0.82
2 Buah 3.21 ± 1.01 3.15 ± 0.84 3.25 ± 0.86
Ket : 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = netral (biasa saja), 4 = suka dan 5 = sangat suka
Cacat Buah
Perlakuan 1 buah per tanaman menunjukkan cacat buah 50% sebanyak 1
buah, cacat 25% sebanyak 23 buah dan mulus 100% sebanyak 30 buah. Perlakuan
2 buah per tanaman menunjukkan cacat buah 75% sebanyak 2 buah, cacat 25%
sebanyak 4 buah dan mulus 100% sebanyak 58 buah (Tabel 14). Pada perlakuan 1
buah per tanaman menunjukkan cacat buah 25% lebih tinggi dibandingkan
perlakuan 2 buah per tanaman. Hal ini diduga karena pada perlakuan 1 buah per
tanaman tidak terdapat kompetisi dalam memperebutkan asimilat, akibatnya buah
kelebihan asimilat. Menurut Poerwanto (1996) dengan buah yang menerima
asimilat lebih banyak akan lebih rentan terhadap pecah buah. Keterangan gambar
Tabel 11.Cacat Buah Pada Perlakuan Jumlah Buah Per Tanaman Saat Panen
Cacat Cacat Cacat Cacat
Perlakuan
100% 75% 50% 25%
Mulus 100%
Jumlah Buah
1 Buah - - 1 Buah 23 Buah 30 Buah
2 Buah - 2 Buah - 4 Buah 58 Buah
Pengaruh Pangkas Pucuk (Toping)
Pertumbuhan Buah pada Umur 9 MST sampai 11 MST
Pada umur 9 MST sampai 11 MST dengan perlakuan toping menunjukkan
pengaruh yang tidak nyata terhadap variabel panjang buah (Tabel 12). Pada
perlakuan toping terjadi peningkatan panjang buah sebesar 9.16% pada umur 10
MST dan 2.57% pada umur 11 MST. Pada perlakuan tanpa toping terjadi
peningkatan panjang buah sebesar 8.65% pada umur 10 MST dan 2.67% pada
umur 11 MST sehingga peningkatan panjang buah hampir sama antara perlakuan
toping dan tanpa toping.
Tabel 12. Panjang Buah (mm) dengan Perlakuan Toping pada 9 MST sampai 11 MST
Panjang buah (mm) Perlakuan
9 MST 10 MST 11 MST
Toping
Toping 87.00 104.54 110.06
Tanpa Toping 82.14 97.69 103.06
Uji F tn tn tn
Ket: tn tidak berbeda nyata pada uji F taraf 5%
Pada umur 9 MST sampai 11 MST dengan perlakuan toping menunjukkan
pengaruh yang tidak nyata terhadap variabel lingkar buah (Tabel 13). Pada
perlakuan toping terjadi peningkatan lingkar buah sebesar 11.94% pada umur 10
MST dan 6.25% pada umur 11 MST. Pada perlakuan tanpa toping terjadi
peningkatan lingkar buah sebesar 19.24% pada umur 10 MST dan 7.25% pada
Tabel 13. Lingkar Buah (mm) dengan Perlakuan Toping pada 9 MST sampai 11 MST
Lingkar buah (mm) Perlakuan
9 MST 10 MST 11 MST
Toping
Toping 190.6 242.3 274.6
Tanpa Toping 179.4 264.9 306.3
Uji F tn tn tn
Ket: tn tidak berbeda nyata pada uji F taraf 5%
Pada umur 9 MST sampai 11 MST dengan perlakuan toping menunjukkan
pengaruh yang tidak nyata terhadap variabel diameter buah (Tabel 14). Pada
perlakuan toping terjadi peningkatan diameter buah sebesar 12.85% pada umur 10
MST dan 3.98% pada umur 11 MST. Pada perlakuan tanpa toping terjadi
peningkatan diameter buah sebesar 12.51% pada umur 10 MST dan 3.38% pada
umur 11 MST.
Tabel 14. Diameter Buah (mm) dengan Perlakuan Toping pada 9 MST sampai 11 MST
Diameter buah (mm) Perlakuan
9 MST 10 MST 11 MST
Toping
Toping 57.46 74.41 80.58
Tanpa Toping 53.78 69.16 74.00
Uji F tn tn tn
Ket: tn tidak berbeda nyata pada uji F taraf 5%
Bobot Per Buah, Kekerasan Kulit dan Padatan Terlarut Total Saat Panen
Perlakuan toping menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap
variabel bobot per buah, kekerasan kulit dan padatan terlarut total saat panen
(Tabel 15). Hal ini diduga karena perlakuan toping dilakukan pada saat bunga
hermaprodit telah mekar penuh sehingga mengakibatkan terjadinya kompetisi
yang tinggi antar buah dan pertumbuhan vegetatif dalam memperebutkan
fotosintat. Menurut Poerwanto (2003), kompetisi antar buah yang sedang
berkembang dan pertumbuhan vegetatif akan berkurang apabila pemangkasan
Tabel 15. Bobot Per Buah, Kekerasan Kulit dan Padatan Terlarut Total (PTT) dengan Perlakuan Toping Saat Panen
Kekerasan kulit PTT
Perlakuan Bobot
per buah (g) (mm/Kg/5 s) (oBrix)
Toping
Toping 581.75 13.59 10.2
Tanpa Toping 563.88 14.62 10.44
Uji F tn tn tn
Ket: tn tidak berbeda nyata pada uji F taraf 5%
Tebal Daging dan Tebal Kulit Buah Saat Panen
Perlakuan toping menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap
variabel tebal daging (Tabel 16). Pada perlakuan toping secara hidroponik di
dalam rumah kaca menunjukkan tebal daging buah 21.65 mm. Tebal daging
melon H-52 dengan perlakuan toping secara non-hidroponik di lapang sebesar
18.33 mm (Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura, 2004). Dengan
demikian, perlakuan toping secara hidroponik maupun non-hidroponik tidak
menunjukkan perbedaan yang berarti terhadap variabel tebal daging buah.
Perlakuan toping menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap
variabel tebal kulit (Tabel 16). Hal ini diduga karena tebal kulit dipengaruhi oleh
faktor genetik. Tebal kulit melon H-52 tergolong tipis antara 0.35-0.40 mm
(Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura, 2004).
Tabel 16. Tebal Daging dan Kulit Buah dengan Perlakuan Toping Saat Panen
Perlakuan Tebal daging (mm) Tebal kulit (mm)
Toping
Toping 21.65 0.39
Tanpa Toping 21.1 0.35
Uji F tn tn
Ket: tn tidak berbeda nyata pada uji F taraf 5%
Panjang, Lingkar dan Diameter Buah Saat Panen
Perlakuan toping menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap
variabel panjang, lingkar dan diameter buah saat panen (Tabel 17). Hal ini diduga
karena perlakuan toping mempengaruhi jumlah fotosintat yang ditransportasikan
mekar penuh, sehingga fotosintat lebih ditujukan untuk perkembangan buah
dibandingkan untuk perkembangan vegetatif (Poerwanto (2003). Perlakuan toping
pada penelitian ini dilakukan saat perkembangan buah, akibatnya perlakuan
toping tidak menunjukkan pengaruh yang nyata pada variabel panjang, lingkar
dan diameter buah saat panen.
Tabel 17. Panjang, Lingkar dan Diameter Buah dengan Perlakuan Toping Saat Panen
Perlakuan
Panjang buah (mm)
Lingkar buah (mm )
Diameter buah (mm)
Toping
Toping 124.89 297.6 91.59
Tanpa Toping 124.25 293.6 90.15
Uji F tn tn tn
Ket: tn tidak berbeda nyata pada uji F taraf 5%
Warna Daging Buah Saat Panen
Kode RHS Mini Color Chart memiliki 2 unsur yaitu angka sebelum kata
RHS menunjukkan jenis warna dan angka setelah kata RHS menunjukkan
semakin rendah nilainya warna yang dihasilkan semakin terang atau muda. Tabel
18 pada perlakuan toping menunjukkan kode 44 RHS 145 B dengan warna hijau
tua. Perlakuan tanpa toping menunjukkan kode 44 RHS 145 C dengan warna hijau
muda. Seperti halnya pada perlakuan jumlah buah per tanaman, pada perlakuan
toping menunjukkan warna yang berbeda baik pada perlakuan toping maupun
tanpa toping. Hal ini merupakan kelemahan menggunakan RHS-MCC yang
dipengaruhi posisi mata memandang buah, faktor cahaya, sudut pandang dan bias
yang dapat memberikan hasil yang berbeda dalam penentuan skala atau kode
warna.
Tabel 18. Warna Daging Buah dengan Perlakuan Toping Saat Panen
Perlakuan RHS Mini Color Chart Warna kasat mata
Toping
Toping 44 RHS 145 B Hijau Tua
Warna Kulit Buah Saat Panen
Warna kulit buah menggunakan RHS-MCC dengan angka setelah kata
RHS menunjukkan semakin rendah nilainya warna yang dihasilkan semakin
terang atau muda. Tabel 19 pada perlakuan toping menunjukkan kode yang sama
yaitu 4 RHS 13 B dengan warna jingga kuning muda.
Tabel 19. Warna Kulit Buah dengan Perlakuan Toping Saat Panen
Perlakuan RHS Mini Color Chart Warna kasat mata
Toping
Toping 4 RHS 13 B Jingga kuning Muda
Tanpa Toping 4 RHS 13 B Jingga kuning Muda
Uji Organoleptik
Metode yang digunakan untuk mengukur tingkat kesukaan menggunakan
skor yang kemudian diukur dengan standar devisiasi. Semakin kecil nilai selang,
maka semakin baik nilai yang dihasilkan dalam perlakuan tersebut. Perlakuan
toping dengan variabel kemanisan daging buah paling baik atau paling manis
terdapat pada perlakuan tanpa toping (3.40±0.93) dibandingkan perlakuan toping
(3.09±1.02). Pada variabel aroma daging buah pada perlakuan toping (3.18±0.84)
lebih tidak wangi dibanding perlakuan tanpa toping (3.23 ± 0.80). Pada variabel
tekstur daging buah pada perlakuan toping (3.35 ± 0.75) lebih lunak dibanding
perlakuan tanpa toping (3.11 ± 0.92) (Tabel 20).
Tabel 20. Uji Organoleptik Terhadap Kemanisan, Aroma dan Tekstur Daging Buah dengan Perlakuan Toping Saat Panen
Aroma Tekstur
Perlakuan daging buah Kemanisan
daging buah daging buah
Toping
Toping 3.09 ± 1.02 3.18 ± 0.84 3.35 ± 0.75
Tanpa Toping 3.40 ± 0.93 3.23 ± 0.80 3.11 ± 0.92
Ket : 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = netral (biasa saja), 4 = suka dan 5 = sangat suka
Tabel 21 pada perlakuan toping menunjukkan cacat buah 75% sebanyak 1
buah, cacat 50% sebanyak 1 buah, cacat 25% sebanyak 14 buah dan mulus 100%
sebanyak 48 buah. Pada perlakuan tanpa toping menunjukkan cacat buah 75%
sebanyak 1 buah, cacat 25% sebanyak 13 buah dan mulus 100% sebanyak 40
buah. Pada perlakuan toping menunjukkan cacat buah 25% lebih tinggi
dibandingkan perlakuan tanpa toping. Hal ini diduga karena pada perlakuan
toping distribusi asimilat terganggu. Pada perlakuan tanpa toping asimilat
ditransportasikan untuk pertumbuhan buah dan pertumbuhan vegetatif
(Poerwanto, 1996). Deng