• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS YURIDIS NOVUM DALAM BENTUK ERROR IN PERSONA KORBAN SEBAGAI DASAR PERMOHONAN PEMERIKSAAN PENINJAUAN KEMBALI PERKARA PEMBUNUHAN DENGAN TERPIDANA IMAM CHAMBALI ALIAS KEMAT DAN UPAYA HUKUM TERPIDANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS YURIDIS NOVUM DALAM BENTUK ERROR IN PERSONA KORBAN SEBAGAI DASAR PERMOHONAN PEMERIKSAAN PENINJAUAN KEMBALI PERKARA PEMBUNUHAN DENGAN TERPIDANA IMAM CHAMBALI ALIAS KEMAT DAN UPAYA HUKUM TERPIDANA"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user AT DAN UPAYA HUKUM TERPIDANA EROLEH REHABILITASI DAN GANTI RUGI

ALAM PUTUSAN NOMOR 89 PK/PID/2008)

Penulisan Hukum (Skripsi)

(2)

commit to user

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

ANALISIS YURIDIS NOVUM DALAM BENTUK ERROR IN PERSONA KORBAN SEBAGAI DASAR PERMOHONAN PEMERIKSAAN PENINJAUAN KEMBALI PERKARA PEMBUNUHAN DENGAN TERPIDANA IMAM CHAMBALI ALIAS

KEMAT DAN UPAYA HUKUM TERPIDANA UNTUK MEMPEROLEH REHABILITASI DAN GANTI RUGI (STUDI KASUS DALAM PUTUSAN

NOMOR 89 PK/PID/2008)

Disusun Oleh :

Pande Made Ristya Yunitya NIM : E.1107194

Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, 21 Maret 2011 Dosen Pembimbing

(3)

commit to user

iii

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum ( Skripsi )

ANALISIS YURIDIS NOVUM DALAM BENTUK ERROR IN PERSONA KORBAN SEBAGAI DASAR PERMOHONAN PEMERIKSAAN PENINJAUAN KEMBALI PERKARA PEMBUNUHAN DENGAN TERPIDANA IMAM CHAMBALI ALIAS

KEMAT DAN UPAYA HUKUM TERPIDANA UNTUK MEMPEROLEH REHABILITASI DAN GANTI RUGI (STUDI KASUS DALAM PUTUSAN

NOMOR 89 PK/PID/2008)

Disusun Oleh :

Pande Made Ristya Yunitya NIM : E. 1107194

Telah diterima dan disahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada

Hari : Selasa

Tanggal : 29 Maret 2011

DEWAN PENGUJI

1. Kristiyadi,S.H,M.Hum ( ...) Ketua

2. Muhammad Rustamaji,S.H,M.H ( ...) Sekretaris

3. Bambang Santoso,S.H,M.Hum ( ... ) Anggota

Mengetahui Dekan,

(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama :Pande Made Ristya Yunitya

NIM :E1107194

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum(skripsi)berjudul: ANALISIS YURIDIS NOVUM DALAM BENTUK ERROR IN PERSONA KORBAN SEBAGAI DASAR PERMOHONAN PEMERIKSAAN PENINJAUAN KEMBALI PERKARA PEMBUNUHAN DENGAN TERPIDANA IMAM CHAMBALI ALAS KEMAT DAN UPAYA HUKUM TERPIDANA UNTUK MEMPEROLEH REHABILITASI DAN GANTI RUGI (STUDI KASUS DALAM PUTUSAN NOMOR 89 PK/PID/2008) adalah betul-betul karya sendiri.Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum(skripsi)ini diberi tanda citasi dan ditunjukan dalam daftar pustaka.Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar,maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum(skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, 21 Maret 2011 Yang membuat pernyataan

(5)

commit to user

v ABSTRAK

Pande Made Ristya Yunitya,E1107194, ANALISIS YURIDIS NOVUM DALAM BENTUK ERROR IN PERSONA KORBAN SEBAGAI DASAR PERMOHONAN PEMERIKSAAN PENINJAUAN KEMBALI PERKARA PEMBUNUHAN DENGAN TERPIDANA IMAM

CHAMBALI ALIAS KEMAT DAN UPAYA HUKUM TERPIDANA UNTUK

MEMPEROLEH REHABILITASI DAN GANTI RUGI(STUDI KASUS DALAM PUTUSAN NOMOR 89 PK/PID/2008) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret,2011.

Tujuan dari penulisan hukum ini adalah untuk mengetahui novum dalam bentuk error in persona korban dapat dijadikan dasar pengajuan Peninjauan Kembali.

Ditinjau dari jenisnya penelitian hukum yang penulis lakukan termasuk jenis penelitian hukum doktrinal. Pendekatan yang digunakan menggunakan metode pendekatan preskriptif.. Jenis data yang dipergunakan ialah data sekunder yaitu data dari bahan pustaka yang antara lain meliputi: buku-buku, literatur, peraturan perundang-undangan, dokumen resmi, hasil penelitian yang berwujud laporan dan sumber lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan cara kasus mengenai Peninjauan Kembali sesuai dengan permasalahan yang diteliti

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan bahwa salah satu alasan pengajuan peninjauan kembali menurut Pasal 263 ayat (2) Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dapat beru[a novum.Dan dalam hal kasus ini novum dalam bentuk error in persona korban dapat dijadikan salah satu dasar pengajuan peninjauan kembali.Serta upaya yang dapar ditempuh oleh terpidana untuk mendapatkan ganti rugi dan rehabilitasi adalah dengan mengajukan gugatan perdata kepengadilan mengajukan

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah untuk memberikan pengetahuan baru bahwa dasar pengajuan PK tidak hanya dapat berupa novum dalam bentuk error persona saja melainkan juga dapat berupa error in persona korban.

(6)

commit to user

vi ABSTRACT

Pande Made Ristya Yunitya, E1107194, ANAYLIS ON JURIDICAL NEW EVIDENCES IN THE FORM OF THE VICTIM OF ERROR IN PERSONA AS A BASIS OF PROPOSING A JUDICIAL REVIEW OF A MURDER CASE WITH IMAM CHAMBALI A.K.A. KEMAT AS THE CONVICTED PERSON AND THE LEGAL EFFORT OF THE CONVICTED PERSON IN GETTING REHABILITATION AND COMPENSATION (A CASE STUDY ON VERDICT NUMBER 89 PK/PID/2008). Faculty of Law, Universitas Sebelas Maret, 2011.

This research aims at identifying whether the new evidence of the victim of error in persona can be made the basis of proposing a judicial review.

According to the type, this research is a doctrinal legal research. The research applied the perspective approach and used secondary data, which are library materials including books, literatures, laws and regulations, legal documents, research results in the form of reports, and some other sources related to this research. The collected data were analyzed by a case study on judicial reviews in accordance with the problem researched.

Based on the research result and discussion, one of the reasons of proposing a judicial review, according to Article 263 Section (2) Code of Criminal Justice (KUHAP), can be new evidences. In this case, new evidences in the form of the victim of error in persona can be made a basis in proposing a judicial review. An effort which can be taken by the convicted person to get compensation and rehabilitation is proposing a civil complaint to court.

This research is useful in providing new knowledge that a judicial review is not only new evidences in the form of error persona but also can be the victim of error in persona.

(7)

commit to user

vii MOTTO

Bersyukur adalah hal yang mudah untuk diucapkan tapi sangat sulit untuk dilakukan,Think and thanks

pikirkan sesuatu dari sisi positif dan menguca[ syukurlah.

Ketekunan mahal harganya.Tak banyak orang yang bisa menjalaninya.begitupun dengan kemuliaan dan harga

diri.tak banyak orang yang menyadari bahwa kedua hal itu tak berasal dari pa yang kita sandang hari

ini.Ketekunan adalah titian jalan panjang yang licin berliku.

Cintailah dirimu,walaupun seberat apapun masalah yang menimpamu,karena bagaimanapun keadaannya,anda

tetaplah berharga dimata Tuhan dan anda dapat menjadi alat-nya untukn memberikan manfaat bagi sesama.

Mari kita belajar menghargai dan mensyukuri hidup ini bagaimanapun cara Tuhan mengemasnya untuk

umatnya.Yang penting sikapi anugrah kehidupan dengan baik serta mengisinya dengan hal yang benar dan

(8)

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan sebagai wujud syukur, cinta dan terima kasih kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia, rahmat dan nikmat yang telah diberikan-Nya;

2. Alm.Ayahanda Pande Putu Cemara.,S.H dan Ibunda Christina Sri Purwaningsing yang telah memberikan kasih sayang yang tiada duanya kepada penulis.

3. Kakakku serta adik adikku yang selalu menyemangati penulis

4. My bittersweet memories terimakasih atas dukungan selama 4(empat tahun ini) serta semangat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini;

5. Sahabat-sahabatku yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini dan juga untuk kekompakan selama ini (siska,mita,hana,Dimaz ageng,nabila,nora,astri,paulina,);

6. Teman-teman Fakultas Hukum UNS angkatan 2007;

7. Semua pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini;

(9)

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyeleseikan penulisan hukum ini dengan judul “ANALISIS YURIDIS NOVUM DALAM BENTUK ERROR IN PERSONA

KORBAN SEBAGAI DASAR PERMOHONAN PEMERIKSAAN PENINJAUAN

KEMBALI PERKARA PEMBUNUHAN DENGAN TERPIDANA IMAM CHAMBALI

ALIAS KEMAT DAN UPAYA HUKUM TERPIDANA UNTUK MEMPEROLEH

REHABILITASI DAN GANTI RUGI(STUDI KASUS DALAM PUTUSAN NOMOR

89 PK/PID/2008)” , penulisan hukum ini merupakan syarat untuk memperoleh derajat

sarjana dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. Penulis

menyadari bahwa dalam penulisan hukum ini tidak mungkin selesai tanpa bantuan dari

berbagai pihak.Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih

kepada :

1. Bapak Moh Yamin, S.H,M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum UNS yang telah memberi izin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Edi Herdyanto, S.H,M.H selaku Ketua Bagian Hukum Acara yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Bambang Santoso, S.H,M.Hum selaku pembimbing penulisan skripsi yang telah

menyediakan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan arahan bagi tersusunnya skripsi ini.

4. Bapak Muhammad Rustamaji,S.H,M.H selaku pembimbing akademis, atas nasehat yang berguna bagi penulis selama penulis belajar di Fakultas Hukum UNS.

5. Bapak Harjono,S.H,M.H selaku ketua program Non Reguler Fakultas Hukum UNS.

6. Ketua Bagian PPH Bapak Lego Karjoko S.H, M.Hum dan anggota PPH Bapak yang banyak membantu penulis dalam konsultasi judul skripsi.

(10)

commit to user

x

8. Ayah disurga yang menjadi penyemangat utama bagi penulis untuk selalu semangat menjalani kehidupan dan Ibu di rumah yang selalu menyayangi dan membimbing penulis dalam menjalani hidup.

9. Bapak Sutoto,S.H,motivator dan penyemangat penulis yang selalu memberikan kritik,saran yang membangun dan energi positif bagi penulis untuk selalu mensyukuri hidup ini.

10.Bapak YB.Irpan,SH.MH dan staff kantor advokat YB.Irpan,SH.MH. yang telah memberikan ilmu pengetahuan bagi penulis saat menjalani proses magang.

11.Semua cobaan hidup yang selalu datang silih berganti terimakasih engkau membuat penulis menjadi semakin kuat dan bertambah dewasa dalam berpola fikir dan dalam menyelesaikan suatu masalah.

12.K.A.S cinta dan benciku terima kasih untuk manis pahitnya selama 4(empat) tahun ini yang selalu menyemangati.

13.Sahabat-sahabatku Siska,Mita,Hana yang selalu membuat hari hari kuliahku bewarna,terimakasih atas semangatnya dan solidaritasnya selama ini.

14.Sahabat-sahabatku Dimaz ageng,Abil,Dedi yang selalu ada disaat aku senang dan susah sekalipun yang masih tetap setia menemani dan menyemangati ku.

15.Sahabat-sahabatku Nora,Astrek,Oneng terimakasi atas waktu yang sudah diluangkan untuk menghibur penulis disaat jenuh.

16.Teman-teman satu lokasi magang,ninik,Sri,Yuko,Gita,Dewi,Reno terimakasih atas semangat dan kerjasamanya selama ini.

17.Anak-anak FH angkatan’07 senang bisa mengenal kalian semuanya.

18.Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu,terima kasih atas bantuannya.

Demikian mudah-mudahan penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat kepada kita

semua, terutama untuk penulisan, akademisi, praktisi serta masyarakat umum.

Surakarta,21 Maret 2011

Penulis

(11)

commit to user

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Metode Penelitian ... 10

F. Sistematika Penulisan Hukum ... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori ... 15

1. Tinjauan Tentang Peninjauan kembali ... 15

a). Pengertian Peninjauan kembali ... 15

b). Dasar Peninjauan Kembali ... 15

c). Pihak Yang Dapat Mengajukan Peninjauan Kembali ... 16

d). Asas asas yang ditentukan dalam upaya hukum peninjauan Kembali ... 17

e). Tata Cara Peninjauan Kembali ... 19

f). Tata Cara Pemeriksaan Peninjauan Kembali ... 20

g). Putusan Pradilan Peninjauan Kembali ... 21

(12)

commit to user

xii

2. Tinjauan Tentang Novum ... 23

a). Pengertian Novum ... 23

b).Jenis-jenis Novum ... 24

3. Tinjauan Tentang Error In Persona ... 25

4. Tinjauan Tentang Upaya Hukum ... 26

a) Pengertian Upaya Hukum ... 26

b) Macam-Macam Upaya Hukum ... 27

5. Tinjauan Tentang Rehabilitasi ... 37

a) Pengertian Rehabilitasi ... 37

b) Pihak-Pihak Yang Dapat Mengajukan Rehabilitasi ... 40

6. Tinjauan Tentang Ganti Rugi ... 41

B. Kerangka Pemikiran ... 44

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Dasar Hukum Novum Dalam Bentuk Errror In Persona Korban Dapat Dijadikan Dasar Pemeriksaan PK Dalam Perkara Pembunuhan Dengan Terpidana Imam Chambali Alias Kemat. ... 46

B. Upaya Hukum Yang Bisa Dilakukan Oleh Terpidana Untuk Memperoleh Rehabilitasi Dan Ganti Rugi Jika Permohonan Peninjauan Kembalinya Dikabulkan ... 66

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ... 70

B. Saran-Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 72

(13)

commit to user

xiii

DAFTAR GAMBAR

(14)

commit to user

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila

dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia

serta yang menjamin segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam

hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu

dengan tidak ada kecualinya.

Negara hukum atau “Rule of Law” dalam arti menurut konsepsi dewasa ini

mempunyai sendi-sendi yang bersifat universal, seperti : Pengakuan dan

Perlindungan terhadap hak-hak asasi, legalitas dari tindakan

Negara/pemerintahan dalam arti tindakan aparatur negara yang dapat

dipertanggung jawabkan secara hukum dan terjaminnya peradilan yang bebas.

Adapun mengenai hak-hak asasi itu sendiri, dalam pemberian interprestasi

atau maknanya selalu diletakkan dalam kerangka pandangan hidup dan budaya

serta cita-cita hukum dari bangsa dan Negara yang bersangkutan. Bagi bangsa

Indonesia hak asasi manusia atau yang disebut hak dan kewajiban warga

Negara telah tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang bersumber

pada Pancasila.

Tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat

manusia dalam tindak pidana dibuktikan dengan adanya proses peyelidikan,

penyidikan, penahanan, penuntutan, pra peradilan, pemeriksaan sidang,

pembuktian, kemudian putusan pengadilan yang dilakukan oleh hakim sebagai

pejabat peradilan Negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk

mengadili. Semua proses tersebut dilakukan dengan menjunjung tinggi

keadilan demi tetap tegaknya hukum.

Terhadap putusan pengadilan yang tidak memuaskan terdakwa atau

(15)

commit to user

terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang

berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk

mengajukan permohonan Peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara

yang diatur dalam Undang-Undang.

Berbagai upaya hukum tersebut diadakan untuk menjamin hak asasi

manusia sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Karena

hakim adalah manusia biasa yang dapat melakukan kesalahan dan juga

kekhilafan.

Jaminan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, pemisahan dan

pembagian kekuasaan dalam Negara, serta pemerintahan berdasarkan hukum

tersebut harus dijamin dalam suatu konstitusi. Selain itu, konstitusi tersebut

harus pula menjamin kemerdekaan warga Negara untuk mengeluarkan pikiran

dengan lisan maupun tulisan, menjamin kemerdekaan berserikat dan

berkumpul, dan sebagainya, dengan kata lain harus menjamin kehidupan

berdemokrasi. Untuk itu semua harus ada lembaga yang bertugas menegakkan

konstitusi, demokrasi dan hukum, yaitu :lembaga kekuasaan

kehakiman.Menurut Pasal 24 Ayat (1) UUD 1945, kekuasaan kehakiman di

Indonesia dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain Badan

Kehakiman menurut Undang-Undang.

Upaya hukum dapat dilakukan terdakwa maupun penuntut umum terhadap

putusan hakim pada tingkat Pengadilan Negeri dengan mengajukan banding,

kecuali terhadap putusan bebas. Apabila terdakwa maupun penuntut umum

tidak menerima putusan Pengadilan Tinggi, maka dapat mengajukan kasasi.

Upaya hukum banding dan kasasi merupakan upaya hukum biasa, yang diatur

dalam KUHAP Bab XVII. Upaya hukum yang dapat ditempuh terpidana

terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap

adalah peninjauan kembali. Upaya hukum Peninjauan kembali merupakan

upaya hukum luar biasa, karena sebenarnya lembaga ini bertentangan dengan

(16)

commit to user

putusan hakim yang sudah berkekuatan hukum tetap (gezag van gewijsde)

tidak bisa diubah lagi. Asas kepastian hukum itu disebut neb is in idem,

artinya tidak boleh terjadi dua kali putusan terhadap satu kasus yang sama

antara 2 pihak yang sama.

Upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) disebut sebagai upaya hukum

luar biasa karena UU memberi kesempatan untuk mengajukan Peninjauan

Kembali dengan segala persyaratan yang ketat untuk itu. Ketatnya persyaratan

untuk itu adalah untuk menerapkan asas keadilan terhadap pemberlakuan asas

kepastian hukum, karena itu Peninjauan Kembali berorientasi pada tuntutan

keadilan. Putusan Hakim adalah karya manusia yang tidak luput dari

kekhilafan hakim secara manusiawi.

Namun terhadap seorang terpidana yang sedang menjalani masa

hukumannya setelah diputus bersalah oleh suatu pengadilan tidaklah seketika

tertutup jalan keadilan baginya. Keadilan dalam konteks apapun merupakan

suatu hak bagi siapapun juga yang ingin mendapatkannya sesuai aturan yang

berlaku di Indonesia. Tidak hanya bagi mereka yang merasa dirugikan sebagai

korban atas suatu kejahatan tetapi juga bagi mereka yang diputuskan bersalah

oleh pengadilan atas suatu kejahatan.

Dalam Sistem Hukum Acara Pidana Di Indonesia dikenal adanya istilah

bukti baru atau keadaan hukum baru lebih lazim disebut dengan istilah

novum.Pengertian novum berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara

Pidana (KUHAP) dapat dilihat dalam pasal 263 ayat (2) huruf (a) :

Keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.

Dengan adanya novum tersebut maka bagi seorang terpidana yang sedang

menjalani hukumannya dapat melakukan suatu upaya hukum tertentu. Dari

pengertian novum atau keadaan baru tersebut dapat disimpulkan bahwa novum

(17)

commit to user

berkekuatan hukum tetap (In Krach Yan Gewijsde). Yakni suatu putusan

paling akhir dari pengadilan dan bersifat mengikat terhadap pihak-pihak yang

divonis dalam putusan tersebut Mereka sudah tidak memiliki pilihan apapun

kecuali menjalakan putusan pengadilan tersebut dan jika menolak penegak

hukum memiliki wewenang untuk secara paksa mereka menjalani isi dalam

vonis tersebut.

Tujuan dibukanya lembaga Peninjauan Kembali adalah untuk menemukan

kebenaran hukum dan keadilan yang sesungguhnya. Namun demikian, demi

kepastian hukum maka Peninjauan Kembali ini hanya dapat dilakukan satu

kali saja.Permintaan Peninjauan Kembali dilakukan atas dasar :

1. Terdapat keadaan baru (novum) yang menimbulkan dugaan kuat bahwa

jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung,

hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala

tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau

terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.

2. Dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti,

akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang

dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan

yang lain.

3. Putusan tersebut dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau

suatu kekeliruan yang nyata.

Dari ketiga alasan tersebut diatas, keadaan baru (Novum) mempunyai

peranan yang sangat menentukan, yaitu apabila novum tersebut dapat diterima

oleh Mahkamah Agung, maka dapat menghasilkan putusan diantaranya

:putusan bebas;

1. putusan lepas dari segala tuntutan hukum;

2. putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum;

(18)

commit to user

Dari putusan yang dapat dijatuhkan oleh Mahkamah Agung seperti yang

telah diuraikan diatas, karena ditemukannya Novum. Maka Novum mempunyai

peranan yang sangat penting dalam pemeriksaan Peninjauan kembali (PK).

Dengan demikian seorang terpidana yang sedang menjalani hukumannya

berdasarkan putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dapat

menempuh upaya hukum luar biasa apabila dikemudian hari ditemukan suatu

novum atau bukti baru yang kuat. Bukti baru ini bisa bermacam-macam

sepanjang bukti atau keadaan baru tersebut menimbulkan dugaan kuat apabila

sudah diketahui ketika persidangan perkaranya masih berlangsung akan dapat

menghasilkan putusan yang berbeda. Salah satunya yang bisa menjadi novum

adalah apabila terjadi kesalahan dalam proses mengidentifikasikan korban

kejahatan . Kesalahan dalam proses mengidentifikasikan korban kejahatan (

Error In Persona korban) akibatnya akan menyebabkan terjadinya salah

menuntut orang yang pada akhirnya berujung pada salah menghukum

orangnya.

Permasalahan kasus yang akan dibahas dalam tulisan ini terkait dengan

novum dalam bentuk error in persona korban sebagai dasar pengajuan

peninjauan kembali dan upaya hukum bagi terpidana untuk mendapatkan ganti

rugi dan rehabilitasi.

Dalam kasus ini kesalahan yang dilakukan oleh penyidik Polri bermula

dari proses penyidikan dan penangkapannya. Penyidik melakukan tindakan

penangkapan terhadap Imam Chambali meskipun yang bersangkutan telah

menjelaskan bahwa orang yang hendak ditangkap bukanlah dia namun

penyidik tetap menangkapnya. Penyidik menduga bahwa Imam Chambali

yang telah membunuh korban bernama Moch. Asrori yang dilakukan bersama

dua orang rekannya. Namun setelah proses perkara dilimpahkan ke pengadilan

dan telah diputus oleh hakim, belakangan diketahui bahwa korban

pembunuhan atau mayat yang dinyatakan oleh polisi bernama Moch. Asrori

itu ternyata bukan mayat Asrori melainkan mayat orang lain telah

(19)

commit to user

KebunTebu,”<

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/jawa-timur/.html>,9 September 2008).

Dengan terjadinya kesalahan identifikasi terhadap mayat korban

kemudian berakibat fatal pada kesalahan penangkapannya pula. Bagi terpidana

dengan ditemukanya fakta baru ini dimana bahwa polisi telah melakukan

kesalahan dalam penangkapannya, maka fakta ini dapat digunakan sebagai

bukti baru atau novum. Novum tersebut dapat dijadikan alasan kuat bagi

terpidana ini untuk mengajukan upaya hukum peninjauan kembali kepada

Mahkamah Agung agar segera dibebaskan. Sebab apabila bukti baru tersebut

diketahui sebelum putusan majelis hakim dijatuhkan maka akan mengubah isi

dari putusan tersebut secara signifikan.

Kasus serupa pernah terjadi sebelumnya pada tahun 1970-an yang

menimpa Sengkon dan Karta (Hakikat Peninjauan Kembali atas Suatu

Perkara Pidana,” <apakabar@clark.net> 13 September 2008).Kedua orang ini

terpaksa harus menjalani pidana penjara bertahun-tahun atas suatu kejahatan

pembunuhan yang tidak pernah mereka kerjakan. Secara kebetulan didalam

sel penjara tempat kedua orang ini dihukum mereka bertemu dengan

pembunuh yang asli. Singkat cerita Saat itu sewaktu Sengkon sedang sekarat

hampir meninggal dunia di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, salah seorang

narapidana bernama Gunel merasa kasihan kepada Sengkon. Kemudian

dengan jujur karena merasa berdosa Gunel meminta maaf kepada Sengkon

yang harus mendekam di penjara karena perbuatan yang tidak dilakukannya.

Gunel kemudian mengakui bahwa dirinya bersama teman-temannyalah yang

telah membunuh Sulaiman dan Siti Haya, bukan Sengkon dan Karta.

Pengakuan terpidana Gunel yang masuk LP Cipinang karena kasus lain itu

akhirnya diketahui media massa. Waktu itu para petinggi hukum dan para

pelaksana di lapangan sigap menyikapi kasus tersebut. DPR juga ikut campur

tangan, Media masa berpartisipasi aktif,dan akhirnya Kejaksaan Agung lalu

mengajukan penangguhan pelaksanaan menjalani kukuman bagi Sengkon dan

Karta(Hakikat Peninjauan Kembali atas Suatu Perkara Pidana,”

(20)

commit to user

Kisah dari Sengkon dan Karta ini ternyata berdampak besar terhadap

pembangunan Sistem Hukum Acara Pidana Indonesia karena telah

menghidupkan kembali lembaga peninjauan kembali (Herziening). Dimana

timbul masalah pada waktu itu saat Gunel akhirnya dihukum sebagai

pembunuh yang sebenarnya sedangkan nasib Sengkon dan Karta tidak jelas,

meskipun sudah cukup jelas bahwa mereka tidak bersalah namum ironis

mereka masih tetap harus menjalani pidana penjara. Saat itu dirasakan perlu

ada peraturan tentang lembaga Herziening atau peninjauan pembali yang

sekaligus melengkapi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP) yang waktu itu juga sedang masih dibahas(Hakikat Peninjauan

Kembali atas Suatu Perkara Pidana,”<apakabar@clark.net>13 September

2008).

Kasus yang menimpa terpidana Imam Chambali tersebut menimbulkan

konsekuensi hukum bagi para terpidana, selain dia dapat mengajukan

Peninjauan kembali dan menuntut pembebasannya karena terpaksa menjalani

hukuman atas tuduhan kesalahan yang tidak pernah mereka lakukan. Para

terpidana ini juga dapat melakukan upaya hukum untuk memperoleh Ganti

kerugian dan Rehabilitasi jika PK nya dikabulkan.

Dengan berdasarkan uraian diatas penulis berpendapat bahwa hal-hal

tersebut diatas merupakan latar belakang permasalahan yang penulis akan

kemukakan. Oleh karena itu penulis menuangkan sebuah penulisan yang

berbentuk penulisan hukum dengan judul : “ANALISIS YURIDIS NOVUM

DALAM BENTUK ERROR IN PERSONA KORBAN SEBAGAI

DASAR PERMOHONAN PEMERIKSAAN PENINJAUAN KEMBALI

PERKARA PEMBUNUHAN DENGAN TERPIDANA IMAM

CHAMBALI ALIAS KEMAT DAN UPAYA HUKUM TERPIDANA

UNTUK MEMPEROLEH REHABILITASI DAN GANTI RUGI(STUDI

(21)

commit to user

B. Rumusan Masalah

Untuk mempermudah pemahaman terhadap permasalahan yang akan

dibahas serta untuk lebih mengarahkan pembahasan, maka perumusan

masalah yang diangkat adalah sebagai berikut:

1. Apakah novum dapat bentuk error in persona korban dapat dijadikan dasar

permohonan pemeriksaan peninjauan kembali perkara pembunuhan

dengan terpidana Imam Chambali ?

2. Upaya hukum apakah yang bisa dilakukan oleh terpidana untuk

memperoleh rehabilitasi dan ganti rugi jika permohonan PKnya

dikabulkan ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dalam suatu penelitian dirumuskan dalam bentuk

pernyataan mengenai ruang lingkup dari kegiatan yang akan dilakukan

berdasarkan pokok permasalahan yang telah ditentukan. Perumusan dari

tujuan Tujuan penelitian dalam suatu penelitian dirumuskan dalam bentuk

pernyataan mengenai ruang lingkup dari kegiatan yang akan dilakukan

berdasarkan pokok permasalahan yang telah ditentukan. Perumusan dari

tujuan penelitian terbagi menjadi tujuan secara umum dan secara khusus.

1. Tujuan secara umum (obyektif) yaitu :

a. Untuk memperoleh data tentang novum dalam bentuk error in persona

dapat di jadikan dasar permohonan pemeriksaan peninjauan kembali

dalam perkara pembunuhan dengan terpidana Imam Chambali

b. Untuk memperoleh data tentang upaya hukum yang dapat dilakukan

untuk mendapatkan ganti rugi dan rehabilitasi atas pengajuan PK nya.

2. Tujuan secara khusus (subyektif) antara lain :

a. Untuk memperoleh data yang berhubungan dengan masalah yang

diteliti sebagai bahan utama penyusunan penulisan hukum guna

memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan di

(22)

commit to user

b. Untuk menambah wawasan dalam memperluas pemahaman arti

pentingnya ilmu hukum dalam teori dan praktek, khususnya Hukum

Acara

c. Untuk memperkaya pemahaman dan wasasan hukum acara pidana

dalam prakteknya di Indonesia terutama bagi penulis sendiri dan

pembaca pada umumnya.

D. Manfaat Penelitian

Adanya suatu penelitian diharapkan memberikan manfaat yang diperoleh

terutama bagi bidang ilmu yang diteliti. Manfaat yang diperoleh dari

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Secara Teoritis

a. Dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu hukum terutama

hukum acara pidana di Indonesia, khususnya terkait permasalahan

dapat tidaknya novum dijadikan dasar dalam permohonan peninjauan

kembali dan upaya-upaya hukum yang bisa dilakukan oleh para

pencari keadilan untuk memperoleh ganti rugi serta reabilitasi atas

penhajuan PK yang telah dikabulka.

b. Lebih khusus lagi adalah bagi mereka yang telah dilanggar haknya

oleh aparat penegak hukum yang lalai menjalankan tugasnya seperti

korban salah tangkap oleh Polri, salah tuntut oleh jaksa maupun

korban salah vonis oleh hakim di pengadilan padahal mereka tidak

sekalipun melakukan satu kesalahan atau kejahatan.

2. Secara praktis

a. Untuk memberikan jawaban atas pertanyaan yang diteliti

b. Hasil dari penelitian ini dapat menjadi masukan ataupun rujukan yang

bisa diterapkan dalam hukum acara atau hukum formil di Indonesia.

c. Hasil penelitian ini dapat menambah referensi sebagai bahan acuan

(23)

commit to user

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Ditinjau dari jenisnya penelitian hukum yang penulis lakukan

termasuk jenis penelitian hukum doktrinal. Penelitian hukum doktrinal

adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara menyediakan suatu

penampilan yang sistematis menyangkut aturan yang mengatur kategori

sah tentang undang-undang tertentu, meneliti hubungan antara aturan,

serta meneliti bahan pustaka atau sumber data sekunder, yang terdiri dari

bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier

(Peter Mahmud Marzuki, 2006: 32). Dalam hal ini adalah putusan

Peninjauan Kembali Mahkamah Agung No.89 PK/POD/2008 bahan

tersebut kemudian disusun secara sistematis, dikaji, kemudian diatarik

kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti.

2. Sifat Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah bersifat preskriptif.

Sebagai penelitian yang bersifat preskriptif, maka penelitian ini

mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum,

konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum (Peter Mahmud Marzuki,

2006: 22)

3. Jenis Bahan Hukum

Jenis Bahan Hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah

bahan hukum sekunder yaitu data dari bahan pustaka yang antara lain

meliputi: buku-buku, literatur, peraturan perundang-undangan,bahan

hukum internet ,dokumen resmi, dan sumber lainnya yang berkaitan

dengan penelitian ini. Karena penelitian ini lebih bersifat penelitian hukum

normatif, maka lebih menitikberatkan penelitian pada data sekunder

(24)

commit to user

4. Pendekatan Penelitian

Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan studi kasus yang

dimaksudkan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh

subyek penelitian. Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa

pendekatan. Dengan pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan

informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk

dicari jawabnya. Pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam

penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang (statute approach),

pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical

approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan

pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud Marzuki,

2006: 93). Dari kelima pendekatan tersebut, pendekatan yang relevan

dengan penelitian hukum yang penulis angkat adalah pendekatan kasus

(case approach)

5. Sumber Bahan Hukum

Sumber bahan hukum yang akan digunakan dalam penelitian normatif

adalah bahan-bahan kepustakaan yang dapat berupa dokumen, buku-buku

laporan, arsip dan literatur yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

Sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1) Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

2) Kitab Undang- Undang Pidana (KUHP)

3) Peraturan Pemerintah Tentang Pelaksanaan KUHAP, Nomor 27

(25)

commit to user

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum

primer, seperti buku-buku, karya ilmiah dan internet.

6. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan data yang dipergunakan oleh penulis dalam

penelitian ini adalah studi dokumen atau bahan pustaka yaitu

pengumpulan bahan hukum sekunder. Penulis mengumpulkan bahan

hukum sekunder dari peraturan perundang-undangan, buku-buku,

dokumen resmi, serta pengumpulan bahan hukum melalui media internet.

7. Teknik Analisis Bahan Hukum

Dalam penelitian ini, sumber penelitian yang diperoleh dalam

penelitian ini dengan melakukan inventarisasi sekaligus mengkaji dari

penelitian studi kepustakaan, aturan perundang-undangan beserta

dokumen-dokumen yang dapat membantu menafsirkan norma terkait,

kemudian sumber penelitian tersebut diolah dan dianalisis untuk

menjawab permasalahan yang diteliti. Setelah bahan hukum terkumpul

maka tahap selanjutnya yang digunakan adalah tahap analisis bahan

hukum. Tahap ini dilakukan untuk mencapai tujuan dari penelitian yaitu

untuk mendapatkan jawaban dari penelitian yang diteliti.

Menurut Philipus M.Hadjon sebagaimana dikutip oleh Peter

Mahmud metode deduktif sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh

aristoteles penggunaan metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis

mayor (pernyataan bersifat umum). Kemudian diajukan premis minor

(bersifat khusus). Dari kedua premis itu kemudian ditarik suatu

kesimpulan atau conclusion (Peter Marzuki, 2006: 47). Di dalam logika

silogistik untuk penalaran hukum yang bersifat premis mayor adalah

aturan hukum sedangkan premis minornya adalah fakta hukum. Sedangkan

menurut Johnny Ibrahim, mengutip pendapat Bernand arief Shiharta,

(26)

commit to user

hal yang bersifat umum menjadi khusus yang bersifat individual (Johnny

Ibrahim, 2008: 249).

F. Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh tentang sistematika

penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan hukum

maka penulis menggunakan sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika

penulisan hukum ini terdiri dari 4 (empat) bab yang tiap bab terbagi dalam

sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap

keseluruhan hasil penelitian ini. Sistematika keseluruhan penulisan hukum ini

adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini penulis mengemukakan tentang latar belakang

masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat

penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab kedua ini memuat dua sub bab, yaitu kerangka teori

dan kerangka pemikiran. Dalam kerangka teori penulis akan

menguraikan tinjauan mengenai dasar permohonan peninjauan

kembali,novum dalam bentuk error in persona korban,upaya

hukum,rehabilitasi,dan ganti rugi.Sedangkan dalam kerangka

pemikiran penulis akan menampilkan bagan kerangka

pemikiran.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam hal ini penulis membahas dan menjawab permasalahan

yang telah ditentukan sebelumnya: mengenai apakah novum

dapat dijadikan dasar pemeriksaan peninjauan kembali dan

(27)

commit to user

memperoleh rehabilitasi dan ganti kerugian jika PK nya

dikabulkan.

BAB IV : PENUTUP

Merupakan penutup yang menguraikan secara singkat tentang

kesimpulan akhir dari pembahasan dan jawaban atas rumusan

permasalahan, dan diakhiri dengan saran-saran yang didasarkan

atas permasalahan yang diteliti.

(28)

commit to user

Kata Peninjauan Kembali diterjemahkan dari kata herziening.

Mr.M.H.Tirtaamidjaja menjelaskan herziening, antara lain sebagai

berikut.

Itu adalah suatu jalan untuk memperbaiki suatu keputusan yang telah menjadi tetap jadinya tidak dapat diubah lagi dengan maksud memperbaiki suatu kealpaan Hakim, yang merugikan si terhukum….Kalau perbaikan itu hendak dilakukan, maka ia harus memenuhi beberapa syarat, yakni bahwa ada sesuatu keadaan yang pada pemeriksaan hakim, tidak diketahui oleh hakim itu……jika ia mengetahui keadaan itu, akan memberikan keputusan lain

b. Dasar pengajuan peninjauan kembali

Peninjauan kembali dapat diajukan atas dasar alasan

sebagaimana ditentukan dalam Pasal 263 ayat (2) Kitab Undang

Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yaitu :

1) Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan

kuat novum, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada

waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.

2) Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa

sesuatu telah terbukti akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu ternyata telah bertentangan satu sama lain.

3) Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu

kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.

Atas dasar alasan yang sama sebagaimana dalam Pasal 263

(29)

commit to user

tersebut maka terhadap suatu putusan pengadilan yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap dapat diajukan permohonan

Peninjauan Kembali apabila dalam putusan itu suatu perbuatan

yang didakwakan telah dinyatakan terbukti akan tetapi tidak diikuti

oleh suatu pemidanaan.

Pengajuan Peninjauan Kembali terhadap putusan pengadilan

yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap kecuali putusan

bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dapat diajukan oleh

terdakwa atau ahli warisnya sesuai dengan Pasal 263 ayat (1) Kitab

Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa permohonan

Peninjauan Kembali dapat diterima untuk diperiksa, berlaku

ketentuan seperti dalam Pasal 266 Kitab Undang Undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP) sebagai berikut :

1) Apabila Mahkamah Agung tidak membenarkan alasan bahwa

permintaan Peninjauan Kembali dengan menetapkan bahwa putusan yang dimintakan Peninjauan Kembali itu tetap berlaku disertai dasar pertimbangannya.

2) Apabila Mahkamah Agung mambenarkan alasan pemohon,

Mahkamah Agung membatalkan putusan yang dinyatakan Peninjuauan Kembali itu dan menyatakan putusan yang dapat berupa:

a) Putusan bebas;

b) Putusan lepas dari segala tuntutan hukum;

c) Putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum;

d) Putusan dengan menerapkan ketentuan pidana yang lebih

ringan.

c. Pihak yang dapat mengajukan peninjuan kembali

Berdasarkan Pasal 263 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP) mengenai orang yang berhak mengajukan

Peninjauan Kembali, maka dibuka kemungkinan bagi terdakwa

atau ahli warisnya untuk mengajukan permohonan Peninjauan

(30)

commit to user

hukum tetap, dengan pengecualian putusan bebas atau lepas dari

segala tuntutan hukum.

Berdasarkan bunyi Pasal 263 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tersebut, maka permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh penasehat hukum tanpa ada kuasa dari terpidana sendiri harus dinyatakan tidak dapat diterima, karena diajukan oleh orang yang tidak berhak. Demikian juga permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh istri terpidana harus pula dinyatakan tidak dapat diterima, karena sebagai istri belum menjadi ahli waris berhubung terpidana masih hidup dan tidak mendapat surat kuasa dari terpidana sehingga belum berhak mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (Hari Sasangka dan Lily Rosita, 2003:298 ).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hak untuk

mengajukan Peninjauan Kembali hanya diberikan kepada terpidana

atau ahli warisnya dan hanya terhadap putusan pengadilan yang

telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang tidak memuat

putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, jadi hak ini

tidak diberikan kepada Jaksa Agung.

d. Asas-asas yang ditentukan dalam upaya hukum Peninjauan

Kembali.

Asas-asas yang melekat dalam upaya hukum Peninjauan

Kembali ada beberapa macam, asas-asas tersebut masih perlu

peningkatan dan dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam

proses dan pelaksanaan Peninjauan Kembali ( M.Yahya Harahap,

2002:639 ).

1) Pidana yang dijatuhkan tidak boleh melebihi putusan semula.

Asas tersebut diatur dalam Pasal 266 ayat (3) Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang

menegaskan bahwa pidana yang dijatuhkan dalam putusan

Peninjauan Kembali tidak boleh melebihi pidana yang telah

(31)

commit to user

boleh menjatuhkan putusan yang melebihi putusan pidana

semula, yang diperkenankan adalah menerapkan ketentuan

pidana yang lebih ringan sebagaimana yang ditentukan dalam

Pasal 266 ayat (2) huruf b angka 4 Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP) ( M.Yahya Harahap,

2002:639).

Asas pidana yang dijatuhkan tidak boleh melebihi putusan semula ini sejalan dengan tujuan yang terkandung dalam lembaga upaya Peninjauan Kembali yaitu membuka

kesempatan kepada terpidana untuk membela

kepentingannya agar terlepas dari ketidakbenaran

penegakan hukum

2) Permintaan Peninjauan Kembali tidak menangguhkan

pelaksanaan putusan.

Asas tersebut tidak mutlak menangguhkan maupun

menghentikan pelaksanaan eksekusi. Peninjauan Kembali

tidak merupakan alasan yang menghambat apalagi menghapus

pelaksanaan pelaksanaan putusan sehingga proses

permohonan Peninjauan Kembali dapat berjalan namun

pelaksanaan putusan juga tetap berjalan Kembali ( M.Yahya

Harahap, 2002: 640 ) .

Dalam hal-hal yang eksepsional dapat dilakukan

penangguhan penghentian pelaksanaan putusan sehingga ketentuan Pasal 268 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dapat sedikit diperlunak menjadi permintaan Peninjauan Kembali tidak secara mutlak

menangguhkan maupun menghentikan pelaksanaan

(32)

commit to user

3) Permintaan Peninjauan Kembali hanya dapat dilakukan satu

kali.

Pasal 283 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana (KUHAP) membenarkan atau memperkenankan

Peninjauan Kembali atas suatu perkara hanya satu kali saja.

Asas ini disebut sebagai asas Nebis In Idem yang

dikemukakan dalam Pasal 76 Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP), sedang dalam perkara perdata diatur dalam

Pasal 1918 BW( M.Yahya Harahap, 2002:640 ).

Asas ini juga berlaku terhadap permintaan Kasasi dan Kasasi Demi Kepentingan Hukum. Dalam Peninjauan Kembali, asas ini lebih menyentuh rasa keadilan karena asas ini merupakan suatu tantangan antara kepastian hukum dengan rasa keadilan dan dengan berani mengorbankan keadilan dan kebenaran demi tegaknya kepastian hukum.

e. Tata Cara Peninjauan Kembali.

Tata cara pengajuan Peninjauan Kembali diatur dalam Pasal

264 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang

dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Permintaan Peninjauan Kembali diajukan kepada panitera

Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam tingkat

pertama.

2) Permintaan Peninjauan Kembali disertai alasan-alasannya.

Alasan-alasan tersebut dapat diutarakan secara lisan yang

dicatat oleh panitera yang menerima Peninjauan Kembali

tersebut.

3) Permintaan Peninjauan Kembali oleh panitera ditulis dalam

surat keterangan yang ditandatangani panitera serta pemohon,

dicatat dalam daftar dan dilampirkan pada berkas perkara.

4) Ketua Pengadilan Negari menunjuk hakim yang tidak

(33)

commit to user

Kembali, untuk memeriksa apakah permintaan peninjauan

kembali itu memenuhi alasan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 263 ayat (2) KUHAP.

5) Dalam pemeriksaan itu pemohon dan penuntut umum ikut

hadir dan dapat menyampaikan pendapatnya.

6) Atas pemeriksaan tersebut dibuat berita acara pemeriksaan

yang ditandatangani oleh hakim, penuntut umum, pemohon

dan panitera dan berdasarkan berita acara tersebut dibuat

berita acara pendapat yang ditandatangani hakim dan panitera.

7) Ketua pengadilan melanjutkan permintaan Peninjauan

Kembali yang dilampiri berkas perkara semula, berita acara

pemeriksaan dan berita acara pendapat kepada Mahkamah

Agung yang tembusan kata pengantarnya sampai kepada

pemohon dan penuntut umum.

f. Tata cara pemeriksaan peninjauan kembali

1) Setelah perkara PK diterima Direktorat Perdata MA, maka

berkas PK tersebut diteliti dan ditelaah oleh Hakim Tinggi

Raportir pada MA untuk mengetahui kelengkapan formalnya.

2) Apabila kelengkapan formal ini tidak terpenuhi, seperti

terlambat mengajukan, atau tanpa surat kuasa/surat kuasa

tidak khusus, maka akan menyebabkan permohonan PK

tersebut tidak dapat diterima.

3) Kemudian setelah Hakim Tinggi Raportir menerima berkas

perkara perdata PK lalu dikembalikan kepada Direktorat

Perdata dengan model B.B. kemudian dicatat dalam buku

penerima berkas Hakim Tinggi Raportir. Setelah itu dibuat

resume perkara, usul pendapat Hakim Tinggi Raportir dan Net

konsep putusan.

4) Kemudian berkas perkara PK tersebut diteruskan oleh

(34)

commit to user

yang mendapat wewenang, untuk ditetapkan team yang akan

memeriksa dan mengadili perkara tersebut, dan dalam waktu 1

bulan Direktur Perdata sudah mengirim kembali berkas

perkara PK kepada Hakim Tinggi Raportoir.

5) Kemudian Hakim Tinggi Raportoir segera menyerahkan

berkas perkara PK kepada Ketua Tim, yang dilengkapi dengan

resume dan Pendapat Hakim Tinggi Raportir serta penetapan

Majelis Hakim untuk mengadili perkara itu, dan setelah ketua

Tim menunjuk Majelis Hakim maka Hakim Tinggi Raportir

menghubungi ketua Majelis untuk menetapkan hari sidang

perkara tersebut.

6) Apabila diperlukan, maka MA berwenang memerintahkan

Pengadilan Negeri yang memeriksa perkara dalam tingkat

pertama atau tingkat banding mengadakan pemeriksaan

tambahan atau meminta segala keterangan serta pertimbangan

dari Pengadilan tersebut dan kemudian setelah melaksanakan

perintah MA maka PN/PT segera mengirimkan berita acara

pemeriksaan tambahan serta pertimbangan kepada MA.

g. Putusan peradilan peninjauan kembali

1) Putusan yang menyatakan bahwa permohonan PK tidak dapat

diterima.

2) Dapat Terjadi karena Pengajuan PK tidak memenuhi syarat

formal seperti:

a) Pemohon terlambat mengajukan PK;

b)permohonan PK tanpa adanya surat kuasa/surat kuasa tidak

khusus dibuat untuk PK;

c) Dikarenakan PK diajukan untuk kedua kalinya; serta

d)PK dimohonkan terhadap putusan pengadilan yang belum

(35)

commit to user

3) Putusan yang menyatakan bahwa permohonan PK ditolak.

Terjadi apabila MA berpendapat bahwa permohonan PK yang

diajukan tidak beralasan. Alasan ini dapat dikarenakan

permohonan PK tidak didukung oleh fakta atau keadaan yang

merupakan alasan dan menjadi dasar permohonan PK, atau

dapat pula dikarenakan alasan-alasan permohonan PK tidak

sesuai dengan alasan-alasan yang ditetapkan secara limitatif

oleh UU.

4) Putusan yang menyatakan bahwa permohonan PK dikabulkan.

Terjadi apabila Mahkamah Agung membenarkan

alasan-alasan permohonan PK karena sesuai dengan ketentuan Pasal

67 UU MA. Dalam hal MA mengabulkan permohonan PK

maka MA akan membatalkan putusan yang dimohonkan PK

tersebut dan selanjutnya memeriksa dan memutus sendiri

perkaranya.

h. Proses penyelesaian perkara.

1) Permohonan PK di teliti kelengkapan berkasnya oleh

Mahkamah Agung, kemudian dicatat dan di beri nomor

register PK

2) Mahkamah Agung memberitahukan kepada Pemohon dan

Termohon PK bahwa perkaranya telah di registerasi

3) Ketua Mahkamah Agung menetapkan tim dan selanjutnya

Ketua tim menetapkan Majelis Hakim Agung yang akan

memeriksa perkara PK

4) Menyerahkan berkas perkara oleh asisten koordinator (Askor)

kepada Penitera Pengganti yang membantu menangani perkara

tersebut

5) Panitera Pengganti mendistribusikan berkas perkara ke

Majelis Hakim Agung masingmasing (Pembaca 1,2 dan 3)

(36)

commit to user

6) Majelis Hakim Agung memutus perkara

7) Mahkamah Agung mengirimkan salinan putusan kepada para

pihak melalui Pengadilan tingkat pertama yang menerima

permohonan PK.

2. Tinjauan tentang novum

a. Pengertian Novum

Menurut Pasal 263 ayat (2) Kitab Undang Undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP) Novum didefinisikan sebagai berikut :

keadaan baru yang menimbulkan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.

Menurut Yusril Ihza Mahendra novum menurut hukum acara

pidana adalah fakta baru yang tidak terungkap di persidangan, tapi

hakim telah memutuskan lain. Kalau hukum berubah sebenarnya

bukan novum.

Pengajar hukum acara pidana dari Fakultas Hukum UI, T.

Nasrullah, berpendapat bahwa apapun yang terkait dengan keadaan

baru itu bisa diajukan sebagai novum. Karena itu, menurut

Nasrullah, perubahan hukum atau undang-undang dapat dijadikan

novum.

Sebagai contoh adalah orang dulu dipidana karena perbuatan

kriminal, kemudian berubah menjadi dekriminalisasi, perbuatan

pidana itu bukan lagi perbuatan pidana. Ia bisa ajukan PK dengan

alasan dekriminalisasi perbuatannya. Hukum harus selalu

memberikan yang menguntungkan bagi seorang pelaku kejahatan,

(37)

commit to user

Luhut MP Pangaribuan (pengamat dan praktisi hukum

pidana) membenarkan bahwa putusan MK dapat dijadikan sebagai

novum untuk mengajukan PK. Pasalnya, putusan MK tersebut

dapat dikategorikan sebagai suatu keadaan baru sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 263 ayat (2) Kitab Undang Undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP).

b. Jenis-Jenis Novum

Mengenai jenis-jenis novum ada 3 macam, yaitu Putusan

Mahkamah Konstitusi (MK), Saksi fakta, Putusan bebas terdakwa

lainnya dalam kasus yang sama.

1) Putusan Mahkamah Konstitusi (MK)

Putusan Mahkamah Konstitusi dapat dijadikan sebagai

novum karena putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut

dapat dikategorikan sebagai suatu keadaan baru sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 263 ayat (2) Kitab Undang Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP).

2) Saksi fakta

Suatu keadaan baru, yang berupa keterangan saksi yang

belum pernah diajukan dalam persidangan baik di tingkat

pertama, banding dan kasasi.

3) Putusan bebas terdakwa lainnya dalam kasus yang sama

Hal ini berdasarkan pada teori Von Buri yaitu Teori

CONDITIO SINE QUANON, yang menyatakan bahwa semua

syarat, semua factor yang turut serta atau bersama-sama

menyebabkan suatu akibat dan yang tidak dihilangkan dari

rangkaian factor-faktor yang bersangkutan, adalah cause

(38)

commit to user

rangkaian factor-faktor yang adanya tidak perlu untuk

terjadinya akibat, tidak diberi nilai. Sebaliknya tiap-tiap factor

yang umpamanya tidak dapat dihilangkan dari rangkaian

factor-faktor tersebut yaitu yang adanya perlu untuk

terwujudnya akibat, harus diberi nilai yang sama. Semua

faktor-faktor tersebut adalah sama dan sederajat kalau saja

factor tersebut dihilangkan maka akibatnya mungkin tidak ada

atau lain dari apa yang terjadi.

Menurut Van Hamel, salah seorang penganut teori Van

Buri, bahwa secara ilmiah teori Van Buri adalah satu-satunya

teori yang secara logis dapat dipertahankan (.Andi Abidin,

301-302).

3. Tinjauan tentang error in persona

Pengertian mengenai istilah error in persona tidak terdapat dalam

KUHAP maupun peraturan perundang-undangan yang lain. Namun

secara teori pengertian error in persona ini bisa ditemukan dalam

doktrin pendapat ahli-ahli hukum. Secara harfiah arti dari error in

persona adalah keliru mengenai orang yang dimaksud atau kekeliruan

mengenai orangnya. Kekeliruan itu bisa terjadi pada saat dilakukan

penangkapan, atau penahanan, atau penuntutan, atau pada saat

pemeriksaan oleh hakim di pengadilan sampai perkaranya diputus serta

kesalahan dalam mengidentifikasikan korbannya. Pengertian ini

tersirat dalam pasal 95 KUHAP yang membahas tentang ganti rugi

terhadap orang yang ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili tanpa

(39)

commit to user

orangnya. Selain dalam KUHAP pengertian tersebut juga tersirat

dalam pasal 9 UU No. 14 Tahun 1970 yang mengatur hal yang sama.

Menurut M.Yahya Harahap kekeliruan dalam penangkapan

mengenai orangnya diistilahkan dengan disqualification in person

yang berarti orang yang ditangkap atau ditahan terdapat kekeliruan,

sedangkan orang yang ditangkap tersebut telah menjelaskan bahwa

bukan dirinya yang dimaksud hendak ditangkap/ditahan (Yahya

Harahap : 45).Sedangkan menurut yurisprudensi dari Mahkamah

Agung berdasarkan Putusan Nomor. 89 KP/PID/2008 terdapat istilah

lain tentang menangkap orang dan salah mendakwa orang yang disebut

sebagai error in subjectif (Putusan MA No. 89 PK/PID/2008, tanggal 3

Desember tahun 2008)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat berbagai

macam istilah atau penyebutan terhadap kondisi atau keadaan dimana

penegak hukum melakukan kesalahan atau kekeliruan pada saat

melakukan penangkapan, penahanan, penuntutan dan pemeriksaan di

pengadilan.

4. Tinjauan tentang upaya hukum

a. Pengertian Upaya Hukum.

Menurut Pasal 1 butir 12 Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana (KUHAP) pengertian upaya hukum adalah hak terdakwa

atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan

yang berupa perlawanan atau Banding atau hak terpidana untuk

mengajukan permohonan Peninjauan Kembali dalam hal serta

(40)

commit to user

b. Macam-macam Upaya Hukum.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

membedakan upaya hukum menjadi dua yaitu upaya hukum biasa

dan upaya hukum luar biasa. Upaya hukum biasa diatur dalam Bab

XVII sedangkan upaya hukum luar biasa diatur didalam Bab

XVIII.

1) Upaya Hukum Biasa.

Upaya hukum biasa adalah upaya hukum terhadap keputusan

yamg belum dilaksanakan dan penggunaan dari upaya hukum

ini dapat menangguhkan eksekusi hukuman. Upaya hukum

biasa terdiri dari dua bagian yaitu tentang pemeriksaan Banding

dan pemeriksaan Kasasi.

a) Pemeriksaan Tingkat Banding.

Banding adalah hak terdakwa atau penuntut umum

untuk diperiksa ulang pada pengadilan yang lebih tinggi

karena tidak puas atas putusan Pengadilan Negeri (Pasal 67

jo 233 KUHAP ). Jika Pasal 233 ayat (1) Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ditelaah dan

dihubungkan dengan Pasal 67 Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP), maka dapat disimpulkan

bahwa semua putusan pengadilan tingkat pertama (

Pengadilan Negeri ) dapat dimintakan Banding ke

Pengadilan Tinggi oleh terdakwa atau yang khusus

dikuasakan untuk itu atau penuntut umum dengan beberapa

perkecualiaan. Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang nomor 4

Tahun 2004 mengatakan bahwa terhadap putusan

pengadilan tingkat pertama, yang tidak merupakan

pembebasan dari dakwaan atau putusan lepas dari segala

(41)

commit to user

Pengadilan Tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan,

kecuali apabila undang-undang menentukan lain.

Perkecualian untuk mengajukan Banding menurut

Pasal Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP) adalah :

(1) Putusan bebas.

(2) Lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut

kurang tepatnya penerapan hukum.

(3) Putusan pengadilan dalam acara cepat, kecuali dalam

hal perampasan kemerdekaan ( pasal 205 ayat (3)

KUHAP ).

Pasal 67 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP)terlihat sangat memperhatikan hak asasi terdakwa

karena lebih membatasi permintaan Banding yaitu apabila

putusan dan lepas dari tuntutan hukum yang menyangkut

kurang tepatnya penerapan hukum.

Tujuan Banding ada dua yaitu untuk menguji putusan pengadilan tingkat pertama tentang ketepatannya dan pemeriksaan baru untuk keseluruhan perkara itu, oleh sebab itu maka Banding sering disebut juga Revisi. Pemeriksaan tingkat Banding merupakan suatu

penilaian baru (judicial novum), jadi dapat diajukan

saksi-saksi baru, ahli-ahli dan surat-surat baru. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak melarang hal demikian, khususnya jika melihat dalam Pasal 238 ayat (4) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ( Andi Hamzah, 1996:301 ).

Acara pemeriksaan Banding diatur dalam Pasal 233

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

sampai Pasal Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(42)

commit to user

sampai dengan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 1 Drt

Tahun 1951. Menurut Moch. Faisal Salam ( 2001:353-354

), ketentuan yang tercantum dalam Pasal 233 sampai Pasal

243 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

ada beberapa hal yang sama seperti yang tercantum dalam

Undang-Undang No.1 Drt Tahun 1951, misalnya :

(1) Tenggang waktu mengajukan Banding yaitu 7 hari

sesudah putusan dijatuhkan atau diberitahukan kepada

terdakwa ( Pasal 233 KUHAP ).

(2) Pencabutan Banding selama perkara belum diputus dan

dalam hal demikian tidak boleh mengajukan

permohonan lagi ( Pasal 235 KUHAP ).

(3) Pemeriksaan dalam tingkat Banding dilakukan oleh

sekurang-kurangnya 3 orang hakim atas dasar perkara

yang diterima dari Pengadilan Negeri yang terdiri dari

berita acara pemeriksaan penyidik, berita acara

pemeriksaan disidang Pengadilan Negeri, beserta surat

yang timbul disidang yang berhubungan dengan

perkara itu dan putusan Pengadilan Negeri ( Pasal 238

KUHAP ).

(4) Jika Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa pada

pemeriksaan tingkat pertama ternyata ada kelalaian

dalam penerapan hukum acara atau kekeliruan atau ada

yang kurang lengkap, Pengadilan Tinggi dengan

keputusan dapat memerintahkan Pengadilan Negeri

untuk memperbaiki. Jika perlu Pengadilan dapat

membatalkan penetapan dari Pengadilan Negeri

sebelum putusan pengadilan dijatuhkan ( Pasal 240

(43)

commit to user

b) Pemeriksaan Tingkat Kasasi.

Kamus Besar Bahasa Indonesia mamuat pengertian

Kasasi adalah pembatalan atau pernyataaan tidak sah oleh

Mahkamah Agung terhadap putusan hakim karena putusan

itu menyalahi atau tidak sesuai benar dengan

undang-undang, hak Kasasi hanyalah hak Mahkamah Agung(

Leden Marpaung, 2000:3 ).

Pada kenyataaannya, tidak ada putusan Mahkamah Agung ( dalam perkara pidana ) yang menyatakan bahwa putusan hakim tidak sah kata ”pembatalan” telah tepat, tetapi yang dibatalkan bukan putusan hakim tetapi putusan pengadilan baik Pengadilan

Negeri maupun Pengadilan Tinggi. Dengan

demikian, yang mungkin dibatalkan bukan putusan saja tetapi dapat juga terhadap penetapan. Selain itu, pemuatan hak Kasasi yang dicantumkan pada Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut merupakan kekeliruan karena Kasasi bukan hak melainkan kewenangan Mahkamah Agung

Dalam BAB XVII tentang Upaya Hukum Biasa,

Kasasi dapat diartikan sebagai hak terdakwa atau penuntut

umum untuk meminta pembatalan putusan Pengadilan

Negeri atau Pengadilan Tinggi karena tidak berwenang atau

melampaui batas kewenangan, misalnya :

(1) Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku.

(2) Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh

peraturan perundang-undangan yang mengancam

kelalaian itu dengan batalnya putusan yang

bersangkutan.

Peraturan perundang-undangan yang mengatur

mengenai Kasasi, antara lain diatur dalam :

(1) Pasal 244 sampai dengan Pasal 258 Kitab

(44)

commit to user

Pasal 244 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP)berbunyi bahwa terhadap putusan bebas

pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh

pengadilan lain selain dari pada Mahkamah Agung,

terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan

permintaan pemeriksaan Kasasi kepada Mahkamah

Agung kecuali terhadap putusan bebas.

(2) Pasal 22 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang

Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi terhadap putusan

pengadilan dalam tingkat Banding dapat dimintakan

Kasasi kepada Mahkamah Agung oleh pihak yang

berkepentingan kecuali undang-undang menentukan

lain.

Para pihak yang akan mengajukan Kasasi harus

memiliki alasan yang kuat, karena jika tidak memiliki

alasan yang kuat maka dapat dipastikan akan kalah

dipersidangan. Alasan untuk permohonan Kasasi dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

diatur dalam Pasal 253. Adapun alasan Kasasi adalah

sebagai berikut :

(1) Apakah benar suatu putusan hakim tidak diterapkan

atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya.

(2) Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan

menurut ketentuan undang-undang.

(3) Apakah benar pengadilan telah melampaui batasan

wewenangnya.

Berdasarkan alasan tersebut, menurut Pasal 255 Kitab

(45)

commit to user

putusan pengadilan yang dimintakan Kasasi dapat

dibatalkan karena :

(1) Peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak

sebagaimana mestinya, maka Mahkamah Agung

mengadili sendiri perkara tersebut.

(2) Cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan

undang-undang, Mahkamah Agung menetapkan disertai

petunjuk agar pengadilan yang memutus perkara yang

bersangkutan memeriksanya lagi mengenai bagian yang

dibatalkan, atau berdasarkan alasan tertentu Mahkamah

Agung dapat menetapkan perkara tersebut diperiksa

oleh pengadilan setingkat yang lain.

(3) Pengadilan atau hakim yang besangkutan tidak

berwenang mengadili perkara tersebut. Mahkamah

Agung menetapkan pengadilan atau hakim lain

mengadili perkara tersebut.

2) Upaya Hukum Luar Biasa.

Upaya hukum luar biasa diatur dalam Bab XVIII Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).Upaya

hukum luar biasa merupakan pengecualian dan penyimpangan

dari upaya hukum biasa yang terdiri dari Kasasi Demi

Kepentingan Hukum dan Peninjauan Kembali. Baik Kasasi

Demi Kepentingan Hukum maupun Peninjauan Kembali,

kedua-duanya tidak boleh merugikan pihak yang

berkepentingan atau terdakwa atau terpidana. Dengan demikian

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

menjamin kepastian hukum bagi pihak yang berkepentingan

atau terdakwa atau terpidana.

Gambar

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran .............................................................................

Referensi

Dokumen terkait

Pencarian penelitian yang sudah pernah dilakukan sangatlah penting sebagai gambaran penelitian yang akan dilakukan. Selain itu, penelusuran penelitian terdahulu

Pelaksanaan kegiatan Penyusunan Standarisasi Satuan Harga Barang dan Jasa bertujuan untuk menentukan penggolongan secara khusus mengenai.. satuan harga barang

a) Dalam Alasan Kasasi Penutut Umum, menyatakan bahwa Hakim dengan entengnya meragukan surat Berita acara yang dibuat dibawah sumpah jabatan. Pasal 187 KUHAP ,

Yang menarik dari model Quinn adalah bahwa ke delapan peran dasar tersebut bersifat ”bersaing”, artinya komponen peran dasar tersebut bersifat paradoks (berlawanan) satu dengan

Dengan judul PKM “D’NUTS IT’S YOUR NUTRIENTS: Sebagai Peluang Usaha Jus Kacang- Kacangan dengan Aneka Buah Melalui Penjualan Media Online”, m enyatakan tidak melakukan

Peramalan penjualan yang akan diterapkan dengan menggunakan metode pemulusan eksponensial tunggal ( Single Exponential Smoothing ), dengan tujuan untuk memprediksi

mengontrol perilaku konseli sendiri. Hal ini terbukti dari sebelum dilakukannya proses konseling, konseli cenderung jelajah situs belanja online tanpa kenal waktu, mudah

Hal ini ditunjukan oleh beberapa perilaku siswa yaitu: belum memahami dengan baik cara bergaul yang baik antara siswa dengan guru, kurang menghargai guru yang sedang mengajar di