commit to user AT DAN UPAYA HUKUM TERPIDANA EROLEH REHABILITASI DAN GANTI RUGI
ALAM PUTUSAN NOMOR 89 PK/PID/2008)
Penulisan Hukum (Skripsi)
commit to user
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
ANALISIS YURIDIS NOVUM DALAM BENTUK ERROR IN PERSONA KORBAN SEBAGAI DASAR PERMOHONAN PEMERIKSAAN PENINJAUAN KEMBALI PERKARA PEMBUNUHAN DENGAN TERPIDANA IMAM CHAMBALI ALIAS
KEMAT DAN UPAYA HUKUM TERPIDANA UNTUK MEMPEROLEH REHABILITASI DAN GANTI RUGI (STUDI KASUS DALAM PUTUSAN
NOMOR 89 PK/PID/2008)
Disusun Oleh :
Pande Made Ristya Yunitya NIM : E.1107194
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, 21 Maret 2011 Dosen Pembimbing
commit to user
iii
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum ( Skripsi )
ANALISIS YURIDIS NOVUM DALAM BENTUK ERROR IN PERSONA KORBAN SEBAGAI DASAR PERMOHONAN PEMERIKSAAN PENINJAUAN KEMBALI PERKARA PEMBUNUHAN DENGAN TERPIDANA IMAM CHAMBALI ALIAS
KEMAT DAN UPAYA HUKUM TERPIDANA UNTUK MEMPEROLEH REHABILITASI DAN GANTI RUGI (STUDI KASUS DALAM PUTUSAN
NOMOR 89 PK/PID/2008)
Disusun Oleh :
Pande Made Ristya Yunitya NIM : E. 1107194
Telah diterima dan disahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada
Hari : Selasa
Tanggal : 29 Maret 2011
DEWAN PENGUJI
1. Kristiyadi,S.H,M.Hum ( ...) Ketua
2. Muhammad Rustamaji,S.H,M.H ( ...) Sekretaris
3. Bambang Santoso,S.H,M.Hum ( ... ) Anggota
Mengetahui Dekan,
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama :Pande Made Ristya Yunitya
NIM :E1107194
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum(skripsi)berjudul: ANALISIS YURIDIS NOVUM DALAM BENTUK ERROR IN PERSONA KORBAN SEBAGAI DASAR PERMOHONAN PEMERIKSAAN PENINJAUAN KEMBALI PERKARA PEMBUNUHAN DENGAN TERPIDANA IMAM CHAMBALI ALAS KEMAT DAN UPAYA HUKUM TERPIDANA UNTUK MEMPEROLEH REHABILITASI DAN GANTI RUGI (STUDI KASUS DALAM PUTUSAN NOMOR 89 PK/PID/2008) adalah betul-betul karya sendiri.Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum(skripsi)ini diberi tanda citasi dan ditunjukan dalam daftar pustaka.Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar,maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum(skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, 21 Maret 2011 Yang membuat pernyataan
commit to user
v ABSTRAK
Pande Made Ristya Yunitya,E1107194, ANALISIS YURIDIS NOVUM DALAM BENTUK ERROR IN PERSONA KORBAN SEBAGAI DASAR PERMOHONAN PEMERIKSAAN PENINJAUAN KEMBALI PERKARA PEMBUNUHAN DENGAN TERPIDANA IMAM
CHAMBALI ALIAS KEMAT DAN UPAYA HUKUM TERPIDANA UNTUK
MEMPEROLEH REHABILITASI DAN GANTI RUGI(STUDI KASUS DALAM PUTUSAN NOMOR 89 PK/PID/2008) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret,2011.
Tujuan dari penulisan hukum ini adalah untuk mengetahui novum dalam bentuk error in persona korban dapat dijadikan dasar pengajuan Peninjauan Kembali.
Ditinjau dari jenisnya penelitian hukum yang penulis lakukan termasuk jenis penelitian hukum doktrinal. Pendekatan yang digunakan menggunakan metode pendekatan preskriptif.. Jenis data yang dipergunakan ialah data sekunder yaitu data dari bahan pustaka yang antara lain meliputi: buku-buku, literatur, peraturan perundang-undangan, dokumen resmi, hasil penelitian yang berwujud laporan dan sumber lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan cara kasus mengenai Peninjauan Kembali sesuai dengan permasalahan yang diteliti
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan bahwa salah satu alasan pengajuan peninjauan kembali menurut Pasal 263 ayat (2) Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dapat beru[a novum.Dan dalam hal kasus ini novum dalam bentuk error in persona korban dapat dijadikan salah satu dasar pengajuan peninjauan kembali.Serta upaya yang dapar ditempuh oleh terpidana untuk mendapatkan ganti rugi dan rehabilitasi adalah dengan mengajukan gugatan perdata kepengadilan mengajukan
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah untuk memberikan pengetahuan baru bahwa dasar pengajuan PK tidak hanya dapat berupa novum dalam bentuk error persona saja melainkan juga dapat berupa error in persona korban.
commit to user
vi ABSTRACT
Pande Made Ristya Yunitya, E1107194, ANAYLIS ON JURIDICAL NEW EVIDENCES IN THE FORM OF THE VICTIM OF ERROR IN PERSONA AS A BASIS OF PROPOSING A JUDICIAL REVIEW OF A MURDER CASE WITH IMAM CHAMBALI A.K.A. KEMAT AS THE CONVICTED PERSON AND THE LEGAL EFFORT OF THE CONVICTED PERSON IN GETTING REHABILITATION AND COMPENSATION (A CASE STUDY ON VERDICT NUMBER 89 PK/PID/2008). Faculty of Law, Universitas Sebelas Maret, 2011.
This research aims at identifying whether the new evidence of the victim of error in persona can be made the basis of proposing a judicial review.
According to the type, this research is a doctrinal legal research. The research applied the perspective approach and used secondary data, which are library materials including books, literatures, laws and regulations, legal documents, research results in the form of reports, and some other sources related to this research. The collected data were analyzed by a case study on judicial reviews in accordance with the problem researched.
Based on the research result and discussion, one of the reasons of proposing a judicial review, according to Article 263 Section (2) Code of Criminal Justice (KUHAP), can be new evidences. In this case, new evidences in the form of the victim of error in persona can be made a basis in proposing a judicial review. An effort which can be taken by the convicted person to get compensation and rehabilitation is proposing a civil complaint to court.
This research is useful in providing new knowledge that a judicial review is not only new evidences in the form of error persona but also can be the victim of error in persona.
commit to user
vii MOTTO
Bersyukur adalah hal yang mudah untuk diucapkan tapi sangat sulit untuk dilakukan,Think and thanks
pikirkan sesuatu dari sisi positif dan menguca[ syukurlah.
Ketekunan mahal harganya.Tak banyak orang yang bisa menjalaninya.begitupun dengan kemuliaan dan harga
diri.tak banyak orang yang menyadari bahwa kedua hal itu tak berasal dari pa yang kita sandang hari
ini.Ketekunan adalah titian jalan panjang yang licin berliku.
Cintailah dirimu,walaupun seberat apapun masalah yang menimpamu,karena bagaimanapun keadaannya,anda
tetaplah berharga dimata Tuhan dan anda dapat menjadi alat-nya untukn memberikan manfaat bagi sesama.
Mari kita belajar menghargai dan mensyukuri hidup ini bagaimanapun cara Tuhan mengemasnya untuk
umatnya.Yang penting sikapi anugrah kehidupan dengan baik serta mengisinya dengan hal yang benar dan
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan sebagai wujud syukur, cinta dan terima kasih kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia, rahmat dan nikmat yang telah diberikan-Nya;
2. Alm.Ayahanda Pande Putu Cemara.,S.H dan Ibunda Christina Sri Purwaningsing yang telah memberikan kasih sayang yang tiada duanya kepada penulis.
3. Kakakku serta adik adikku yang selalu menyemangati penulis
4. My bittersweet memories terimakasih atas dukungan selama 4(empat tahun ini) serta semangat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini;
5. Sahabat-sahabatku yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini dan juga untuk kekompakan selama ini (siska,mita,hana,Dimaz ageng,nabila,nora,astri,paulina,);
6. Teman-teman Fakultas Hukum UNS angkatan 2007;
7. Semua pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini;
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyeleseikan penulisan hukum ini dengan judul “ANALISIS YURIDIS NOVUM DALAM BENTUK ERROR IN PERSONA
KORBAN SEBAGAI DASAR PERMOHONAN PEMERIKSAAN PENINJAUAN
KEMBALI PERKARA PEMBUNUHAN DENGAN TERPIDANA IMAM CHAMBALI
ALIAS KEMAT DAN UPAYA HUKUM TERPIDANA UNTUK MEMPEROLEH
REHABILITASI DAN GANTI RUGI(STUDI KASUS DALAM PUTUSAN NOMOR
89 PK/PID/2008)” , penulisan hukum ini merupakan syarat untuk memperoleh derajat
sarjana dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret. Penulis
menyadari bahwa dalam penulisan hukum ini tidak mungkin selesai tanpa bantuan dari
berbagai pihak.Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Bapak Moh Yamin, S.H,M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum UNS yang telah memberi izin dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Edi Herdyanto, S.H,M.H selaku Ketua Bagian Hukum Acara yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Bambang Santoso, S.H,M.Hum selaku pembimbing penulisan skripsi yang telah
menyediakan waktu dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dan arahan bagi tersusunnya skripsi ini.
4. Bapak Muhammad Rustamaji,S.H,M.H selaku pembimbing akademis, atas nasehat yang berguna bagi penulis selama penulis belajar di Fakultas Hukum UNS.
5. Bapak Harjono,S.H,M.H selaku ketua program Non Reguler Fakultas Hukum UNS.
6. Ketua Bagian PPH Bapak Lego Karjoko S.H, M.Hum dan anggota PPH Bapak yang banyak membantu penulis dalam konsultasi judul skripsi.
commit to user
x
8. Ayah disurga yang menjadi penyemangat utama bagi penulis untuk selalu semangat menjalani kehidupan dan Ibu di rumah yang selalu menyayangi dan membimbing penulis dalam menjalani hidup.
9. Bapak Sutoto,S.H,motivator dan penyemangat penulis yang selalu memberikan kritik,saran yang membangun dan energi positif bagi penulis untuk selalu mensyukuri hidup ini.
10.Bapak YB.Irpan,SH.MH dan staff kantor advokat YB.Irpan,SH.MH. yang telah memberikan ilmu pengetahuan bagi penulis saat menjalani proses magang.
11.Semua cobaan hidup yang selalu datang silih berganti terimakasih engkau membuat penulis menjadi semakin kuat dan bertambah dewasa dalam berpola fikir dan dalam menyelesaikan suatu masalah.
12.K.A.S cinta dan benciku terima kasih untuk manis pahitnya selama 4(empat) tahun ini yang selalu menyemangati.
13.Sahabat-sahabatku Siska,Mita,Hana yang selalu membuat hari hari kuliahku bewarna,terimakasih atas semangatnya dan solidaritasnya selama ini.
14.Sahabat-sahabatku Dimaz ageng,Abil,Dedi yang selalu ada disaat aku senang dan susah sekalipun yang masih tetap setia menemani dan menyemangati ku.
15.Sahabat-sahabatku Nora,Astrek,Oneng terimakasi atas waktu yang sudah diluangkan untuk menghibur penulis disaat jenuh.
16.Teman-teman satu lokasi magang,ninik,Sri,Yuko,Gita,Dewi,Reno terimakasih atas semangat dan kerjasamanya selama ini.
17.Anak-anak FH angkatan’07 senang bisa mengenal kalian semuanya.
18.Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu,terima kasih atas bantuannya.
Demikian mudah-mudahan penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat kepada kita
semua, terutama untuk penulisan, akademisi, praktisi serta masyarakat umum.
Surakarta,21 Maret 2011
Penulis
commit to user
xi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iv
ABSTRAK ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 9
E. Metode Penelitian ... 10
F. Sistematika Penulisan Hukum ... 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori ... 15
1. Tinjauan Tentang Peninjauan kembali ... 15
a). Pengertian Peninjauan kembali ... 15
b). Dasar Peninjauan Kembali ... 15
c). Pihak Yang Dapat Mengajukan Peninjauan Kembali ... 16
d). Asas asas yang ditentukan dalam upaya hukum peninjauan Kembali ... 17
e). Tata Cara Peninjauan Kembali ... 19
f). Tata Cara Pemeriksaan Peninjauan Kembali ... 20
g). Putusan Pradilan Peninjauan Kembali ... 21
commit to user
xii
2. Tinjauan Tentang Novum ... 23
a). Pengertian Novum ... 23
b).Jenis-jenis Novum ... 24
3. Tinjauan Tentang Error In Persona ... 25
4. Tinjauan Tentang Upaya Hukum ... 26
a) Pengertian Upaya Hukum ... 26
b) Macam-Macam Upaya Hukum ... 27
5. Tinjauan Tentang Rehabilitasi ... 37
a) Pengertian Rehabilitasi ... 37
b) Pihak-Pihak Yang Dapat Mengajukan Rehabilitasi ... 40
6. Tinjauan Tentang Ganti Rugi ... 41
B. Kerangka Pemikiran ... 44
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Dasar Hukum Novum Dalam Bentuk Errror In Persona Korban Dapat Dijadikan Dasar Pemeriksaan PK Dalam Perkara Pembunuhan Dengan Terpidana Imam Chambali Alias Kemat. ... 46
B. Upaya Hukum Yang Bisa Dilakukan Oleh Terpidana Untuk Memperoleh Rehabilitasi Dan Ganti Rugi Jika Permohonan Peninjauan Kembalinya Dikabulkan ... 66
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan ... 70
B. Saran-Saran ... 70
DAFTAR PUSTAKA ... 72
commit to user
xiii
DAFTAR GAMBAR
commit to user
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia
serta yang menjamin segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam
hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya.
Negara hukum atau “Rule of Law” dalam arti menurut konsepsi dewasa ini
mempunyai sendi-sendi yang bersifat universal, seperti : Pengakuan dan
Perlindungan terhadap hak-hak asasi, legalitas dari tindakan
Negara/pemerintahan dalam arti tindakan aparatur negara yang dapat
dipertanggung jawabkan secara hukum dan terjaminnya peradilan yang bebas.
Adapun mengenai hak-hak asasi itu sendiri, dalam pemberian interprestasi
atau maknanya selalu diletakkan dalam kerangka pandangan hidup dan budaya
serta cita-cita hukum dari bangsa dan Negara yang bersangkutan. Bagi bangsa
Indonesia hak asasi manusia atau yang disebut hak dan kewajiban warga
Negara telah tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang bersumber
pada Pancasila.
Tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat
manusia dalam tindak pidana dibuktikan dengan adanya proses peyelidikan,
penyidikan, penahanan, penuntutan, pra peradilan, pemeriksaan sidang,
pembuktian, kemudian putusan pengadilan yang dilakukan oleh hakim sebagai
pejabat peradilan Negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk
mengadili. Semua proses tersebut dilakukan dengan menjunjung tinggi
keadilan demi tetap tegaknya hukum.
Terhadap putusan pengadilan yang tidak memuaskan terdakwa atau
commit to user
terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang
berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk
mengajukan permohonan Peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara
yang diatur dalam Undang-Undang.
Berbagai upaya hukum tersebut diadakan untuk menjamin hak asasi
manusia sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Karena
hakim adalah manusia biasa yang dapat melakukan kesalahan dan juga
kekhilafan.
Jaminan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, pemisahan dan
pembagian kekuasaan dalam Negara, serta pemerintahan berdasarkan hukum
tersebut harus dijamin dalam suatu konstitusi. Selain itu, konstitusi tersebut
harus pula menjamin kemerdekaan warga Negara untuk mengeluarkan pikiran
dengan lisan maupun tulisan, menjamin kemerdekaan berserikat dan
berkumpul, dan sebagainya, dengan kata lain harus menjamin kehidupan
berdemokrasi. Untuk itu semua harus ada lembaga yang bertugas menegakkan
konstitusi, demokrasi dan hukum, yaitu :lembaga kekuasaan
kehakiman.Menurut Pasal 24 Ayat (1) UUD 1945, kekuasaan kehakiman di
Indonesia dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain Badan
Kehakiman menurut Undang-Undang.
Upaya hukum dapat dilakukan terdakwa maupun penuntut umum terhadap
putusan hakim pada tingkat Pengadilan Negeri dengan mengajukan banding,
kecuali terhadap putusan bebas. Apabila terdakwa maupun penuntut umum
tidak menerima putusan Pengadilan Tinggi, maka dapat mengajukan kasasi.
Upaya hukum banding dan kasasi merupakan upaya hukum biasa, yang diatur
dalam KUHAP Bab XVII. Upaya hukum yang dapat ditempuh terpidana
terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
adalah peninjauan kembali. Upaya hukum Peninjauan kembali merupakan
upaya hukum luar biasa, karena sebenarnya lembaga ini bertentangan dengan
commit to user
putusan hakim yang sudah berkekuatan hukum tetap (gezag van gewijsde)
tidak bisa diubah lagi. Asas kepastian hukum itu disebut neb is in idem,
artinya tidak boleh terjadi dua kali putusan terhadap satu kasus yang sama
antara 2 pihak yang sama.
Upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) disebut sebagai upaya hukum
luar biasa karena UU memberi kesempatan untuk mengajukan Peninjauan
Kembali dengan segala persyaratan yang ketat untuk itu. Ketatnya persyaratan
untuk itu adalah untuk menerapkan asas keadilan terhadap pemberlakuan asas
kepastian hukum, karena itu Peninjauan Kembali berorientasi pada tuntutan
keadilan. Putusan Hakim adalah karya manusia yang tidak luput dari
kekhilafan hakim secara manusiawi.
Namun terhadap seorang terpidana yang sedang menjalani masa
hukumannya setelah diputus bersalah oleh suatu pengadilan tidaklah seketika
tertutup jalan keadilan baginya. Keadilan dalam konteks apapun merupakan
suatu hak bagi siapapun juga yang ingin mendapatkannya sesuai aturan yang
berlaku di Indonesia. Tidak hanya bagi mereka yang merasa dirugikan sebagai
korban atas suatu kejahatan tetapi juga bagi mereka yang diputuskan bersalah
oleh pengadilan atas suatu kejahatan.
Dalam Sistem Hukum Acara Pidana Di Indonesia dikenal adanya istilah
bukti baru atau keadaan hukum baru lebih lazim disebut dengan istilah
novum.Pengertian novum berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP) dapat dilihat dalam pasal 263 ayat (2) huruf (a) :
Keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.
Dengan adanya novum tersebut maka bagi seorang terpidana yang sedang
menjalani hukumannya dapat melakukan suatu upaya hukum tertentu. Dari
pengertian novum atau keadaan baru tersebut dapat disimpulkan bahwa novum
commit to user
berkekuatan hukum tetap (In Krach Yan Gewijsde). Yakni suatu putusan
paling akhir dari pengadilan dan bersifat mengikat terhadap pihak-pihak yang
divonis dalam putusan tersebut Mereka sudah tidak memiliki pilihan apapun
kecuali menjalakan putusan pengadilan tersebut dan jika menolak penegak
hukum memiliki wewenang untuk secara paksa mereka menjalani isi dalam
vonis tersebut.
Tujuan dibukanya lembaga Peninjauan Kembali adalah untuk menemukan
kebenaran hukum dan keadilan yang sesungguhnya. Namun demikian, demi
kepastian hukum maka Peninjauan Kembali ini hanya dapat dilakukan satu
kali saja.Permintaan Peninjauan Kembali dilakukan atas dasar :
1. Terdapat keadaan baru (novum) yang menimbulkan dugaan kuat bahwa
jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung,
hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala
tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau
terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.
2. Dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti,
akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang
dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan
yang lain.
3. Putusan tersebut dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau
suatu kekeliruan yang nyata.
Dari ketiga alasan tersebut diatas, keadaan baru (Novum) mempunyai
peranan yang sangat menentukan, yaitu apabila novum tersebut dapat diterima
oleh Mahkamah Agung, maka dapat menghasilkan putusan diantaranya
:putusan bebas;
1. putusan lepas dari segala tuntutan hukum;
2. putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum;
commit to user
Dari putusan yang dapat dijatuhkan oleh Mahkamah Agung seperti yang
telah diuraikan diatas, karena ditemukannya Novum. Maka Novum mempunyai
peranan yang sangat penting dalam pemeriksaan Peninjauan kembali (PK).
Dengan demikian seorang terpidana yang sedang menjalani hukumannya
berdasarkan putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dapat
menempuh upaya hukum luar biasa apabila dikemudian hari ditemukan suatu
novum atau bukti baru yang kuat. Bukti baru ini bisa bermacam-macam
sepanjang bukti atau keadaan baru tersebut menimbulkan dugaan kuat apabila
sudah diketahui ketika persidangan perkaranya masih berlangsung akan dapat
menghasilkan putusan yang berbeda. Salah satunya yang bisa menjadi novum
adalah apabila terjadi kesalahan dalam proses mengidentifikasikan korban
kejahatan . Kesalahan dalam proses mengidentifikasikan korban kejahatan (
Error In Persona korban) akibatnya akan menyebabkan terjadinya salah
menuntut orang yang pada akhirnya berujung pada salah menghukum
orangnya.
Permasalahan kasus yang akan dibahas dalam tulisan ini terkait dengan
novum dalam bentuk error in persona korban sebagai dasar pengajuan
peninjauan kembali dan upaya hukum bagi terpidana untuk mendapatkan ganti
rugi dan rehabilitasi.
Dalam kasus ini kesalahan yang dilakukan oleh penyidik Polri bermula
dari proses penyidikan dan penangkapannya. Penyidik melakukan tindakan
penangkapan terhadap Imam Chambali meskipun yang bersangkutan telah
menjelaskan bahwa orang yang hendak ditangkap bukanlah dia namun
penyidik tetap menangkapnya. Penyidik menduga bahwa Imam Chambali
yang telah membunuh korban bernama Moch. Asrori yang dilakukan bersama
dua orang rekannya. Namun setelah proses perkara dilimpahkan ke pengadilan
dan telah diputus oleh hakim, belakangan diketahui bahwa korban
pembunuhan atau mayat yang dinyatakan oleh polisi bernama Moch. Asrori
itu ternyata bukan mayat Asrori melainkan mayat orang lain telah
commit to user
KebunTebu,”<
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/jawa-timur/.html>,9 September 2008).
Dengan terjadinya kesalahan identifikasi terhadap mayat korban
kemudian berakibat fatal pada kesalahan penangkapannya pula. Bagi terpidana
dengan ditemukanya fakta baru ini dimana bahwa polisi telah melakukan
kesalahan dalam penangkapannya, maka fakta ini dapat digunakan sebagai
bukti baru atau novum. Novum tersebut dapat dijadikan alasan kuat bagi
terpidana ini untuk mengajukan upaya hukum peninjauan kembali kepada
Mahkamah Agung agar segera dibebaskan. Sebab apabila bukti baru tersebut
diketahui sebelum putusan majelis hakim dijatuhkan maka akan mengubah isi
dari putusan tersebut secara signifikan.
Kasus serupa pernah terjadi sebelumnya pada tahun 1970-an yang
menimpa Sengkon dan Karta (Hakikat Peninjauan Kembali atas Suatu
Perkara Pidana,” <apakabar@clark.net> 13 September 2008).Kedua orang ini
terpaksa harus menjalani pidana penjara bertahun-tahun atas suatu kejahatan
pembunuhan yang tidak pernah mereka kerjakan. Secara kebetulan didalam
sel penjara tempat kedua orang ini dihukum mereka bertemu dengan
pembunuh yang asli. Singkat cerita Saat itu sewaktu Sengkon sedang sekarat
hampir meninggal dunia di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, salah seorang
narapidana bernama Gunel merasa kasihan kepada Sengkon. Kemudian
dengan jujur karena merasa berdosa Gunel meminta maaf kepada Sengkon
yang harus mendekam di penjara karena perbuatan yang tidak dilakukannya.
Gunel kemudian mengakui bahwa dirinya bersama teman-temannyalah yang
telah membunuh Sulaiman dan Siti Haya, bukan Sengkon dan Karta.
Pengakuan terpidana Gunel yang masuk LP Cipinang karena kasus lain itu
akhirnya diketahui media massa. Waktu itu para petinggi hukum dan para
pelaksana di lapangan sigap menyikapi kasus tersebut. DPR juga ikut campur
tangan, Media masa berpartisipasi aktif,dan akhirnya Kejaksaan Agung lalu
mengajukan penangguhan pelaksanaan menjalani kukuman bagi Sengkon dan
Karta(Hakikat Peninjauan Kembali atas Suatu Perkara Pidana,”
commit to user
Kisah dari Sengkon dan Karta ini ternyata berdampak besar terhadap
pembangunan Sistem Hukum Acara Pidana Indonesia karena telah
menghidupkan kembali lembaga peninjauan kembali (Herziening). Dimana
timbul masalah pada waktu itu saat Gunel akhirnya dihukum sebagai
pembunuh yang sebenarnya sedangkan nasib Sengkon dan Karta tidak jelas,
meskipun sudah cukup jelas bahwa mereka tidak bersalah namum ironis
mereka masih tetap harus menjalani pidana penjara. Saat itu dirasakan perlu
ada peraturan tentang lembaga Herziening atau peninjauan pembali yang
sekaligus melengkapi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) yang waktu itu juga sedang masih dibahas(Hakikat Peninjauan
Kembali atas Suatu Perkara Pidana,”<apakabar@clark.net>13 September
2008).
Kasus yang menimpa terpidana Imam Chambali tersebut menimbulkan
konsekuensi hukum bagi para terpidana, selain dia dapat mengajukan
Peninjauan kembali dan menuntut pembebasannya karena terpaksa menjalani
hukuman atas tuduhan kesalahan yang tidak pernah mereka lakukan. Para
terpidana ini juga dapat melakukan upaya hukum untuk memperoleh Ganti
kerugian dan Rehabilitasi jika PK nya dikabulkan.
Dengan berdasarkan uraian diatas penulis berpendapat bahwa hal-hal
tersebut diatas merupakan latar belakang permasalahan yang penulis akan
kemukakan. Oleh karena itu penulis menuangkan sebuah penulisan yang
berbentuk penulisan hukum dengan judul : “ANALISIS YURIDIS NOVUM
DALAM BENTUK ERROR IN PERSONA KORBAN SEBAGAI
DASAR PERMOHONAN PEMERIKSAAN PENINJAUAN KEMBALI
PERKARA PEMBUNUHAN DENGAN TERPIDANA IMAM
CHAMBALI ALIAS KEMAT DAN UPAYA HUKUM TERPIDANA
UNTUK MEMPEROLEH REHABILITASI DAN GANTI RUGI(STUDI
commit to user
B. Rumusan Masalah
Untuk mempermudah pemahaman terhadap permasalahan yang akan
dibahas serta untuk lebih mengarahkan pembahasan, maka perumusan
masalah yang diangkat adalah sebagai berikut:
1. Apakah novum dapat bentuk error in persona korban dapat dijadikan dasar
permohonan pemeriksaan peninjauan kembali perkara pembunuhan
dengan terpidana Imam Chambali ?
2. Upaya hukum apakah yang bisa dilakukan oleh terpidana untuk
memperoleh rehabilitasi dan ganti rugi jika permohonan PKnya
dikabulkan ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dalam suatu penelitian dirumuskan dalam bentuk
pernyataan mengenai ruang lingkup dari kegiatan yang akan dilakukan
berdasarkan pokok permasalahan yang telah ditentukan. Perumusan dari
tujuan Tujuan penelitian dalam suatu penelitian dirumuskan dalam bentuk
pernyataan mengenai ruang lingkup dari kegiatan yang akan dilakukan
berdasarkan pokok permasalahan yang telah ditentukan. Perumusan dari
tujuan penelitian terbagi menjadi tujuan secara umum dan secara khusus.
1. Tujuan secara umum (obyektif) yaitu :
a. Untuk memperoleh data tentang novum dalam bentuk error in persona
dapat di jadikan dasar permohonan pemeriksaan peninjauan kembali
dalam perkara pembunuhan dengan terpidana Imam Chambali
b. Untuk memperoleh data tentang upaya hukum yang dapat dilakukan
untuk mendapatkan ganti rugi dan rehabilitasi atas pengajuan PK nya.
2. Tujuan secara khusus (subyektif) antara lain :
a. Untuk memperoleh data yang berhubungan dengan masalah yang
diteliti sebagai bahan utama penyusunan penulisan hukum guna
memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan di
commit to user
b. Untuk menambah wawasan dalam memperluas pemahaman arti
pentingnya ilmu hukum dalam teori dan praktek, khususnya Hukum
Acara
c. Untuk memperkaya pemahaman dan wasasan hukum acara pidana
dalam prakteknya di Indonesia terutama bagi penulis sendiri dan
pembaca pada umumnya.
D. Manfaat Penelitian
Adanya suatu penelitian diharapkan memberikan manfaat yang diperoleh
terutama bagi bidang ilmu yang diteliti. Manfaat yang diperoleh dari
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Secara Teoritis
a. Dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu hukum terutama
hukum acara pidana di Indonesia, khususnya terkait permasalahan
dapat tidaknya novum dijadikan dasar dalam permohonan peninjauan
kembali dan upaya-upaya hukum yang bisa dilakukan oleh para
pencari keadilan untuk memperoleh ganti rugi serta reabilitasi atas
penhajuan PK yang telah dikabulka.
b. Lebih khusus lagi adalah bagi mereka yang telah dilanggar haknya
oleh aparat penegak hukum yang lalai menjalankan tugasnya seperti
korban salah tangkap oleh Polri, salah tuntut oleh jaksa maupun
korban salah vonis oleh hakim di pengadilan padahal mereka tidak
sekalipun melakukan satu kesalahan atau kejahatan.
2. Secara praktis
a. Untuk memberikan jawaban atas pertanyaan yang diteliti
b. Hasil dari penelitian ini dapat menjadi masukan ataupun rujukan yang
bisa diterapkan dalam hukum acara atau hukum formil di Indonesia.
c. Hasil penelitian ini dapat menambah referensi sebagai bahan acuan
commit to user
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Ditinjau dari jenisnya penelitian hukum yang penulis lakukan
termasuk jenis penelitian hukum doktrinal. Penelitian hukum doktrinal
adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara menyediakan suatu
penampilan yang sistematis menyangkut aturan yang mengatur kategori
sah tentang undang-undang tertentu, meneliti hubungan antara aturan,
serta meneliti bahan pustaka atau sumber data sekunder, yang terdiri dari
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier
(Peter Mahmud Marzuki, 2006: 32). Dalam hal ini adalah putusan
Peninjauan Kembali Mahkamah Agung No.89 PK/POD/2008 bahan
tersebut kemudian disusun secara sistematis, dikaji, kemudian diatarik
kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti.
2. Sifat Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah bersifat preskriptif.
Sebagai penelitian yang bersifat preskriptif, maka penelitian ini
mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum,
konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum (Peter Mahmud Marzuki,
2006: 22)
3. Jenis Bahan Hukum
Jenis Bahan Hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah
bahan hukum sekunder yaitu data dari bahan pustaka yang antara lain
meliputi: buku-buku, literatur, peraturan perundang-undangan,bahan
hukum internet ,dokumen resmi, dan sumber lainnya yang berkaitan
dengan penelitian ini. Karena penelitian ini lebih bersifat penelitian hukum
normatif, maka lebih menitikberatkan penelitian pada data sekunder
commit to user
4. Pendekatan Penelitian
Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan studi kasus yang
dimaksudkan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subyek penelitian. Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa
pendekatan. Dengan pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan
informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk
dicari jawabnya. Pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam
penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang (statute approach),
pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical
approach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan
pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud Marzuki,
2006: 93). Dari kelima pendekatan tersebut, pendekatan yang relevan
dengan penelitian hukum yang penulis angkat adalah pendekatan kasus
(case approach)
5. Sumber Bahan Hukum
Sumber bahan hukum yang akan digunakan dalam penelitian normatif
adalah bahan-bahan kepustakaan yang dapat berupa dokumen, buku-buku
laporan, arsip dan literatur yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
Sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
a. Bahan hukum primer
Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
2) Kitab Undang- Undang Pidana (KUHP)
3) Peraturan Pemerintah Tentang Pelaksanaan KUHAP, Nomor 27
commit to user
b. Bahan hukum sekunder
Bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum
primer, seperti buku-buku, karya ilmiah dan internet.
6. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan data yang dipergunakan oleh penulis dalam
penelitian ini adalah studi dokumen atau bahan pustaka yaitu
pengumpulan bahan hukum sekunder. Penulis mengumpulkan bahan
hukum sekunder dari peraturan perundang-undangan, buku-buku,
dokumen resmi, serta pengumpulan bahan hukum melalui media internet.
7. Teknik Analisis Bahan Hukum
Dalam penelitian ini, sumber penelitian yang diperoleh dalam
penelitian ini dengan melakukan inventarisasi sekaligus mengkaji dari
penelitian studi kepustakaan, aturan perundang-undangan beserta
dokumen-dokumen yang dapat membantu menafsirkan norma terkait,
kemudian sumber penelitian tersebut diolah dan dianalisis untuk
menjawab permasalahan yang diteliti. Setelah bahan hukum terkumpul
maka tahap selanjutnya yang digunakan adalah tahap analisis bahan
hukum. Tahap ini dilakukan untuk mencapai tujuan dari penelitian yaitu
untuk mendapatkan jawaban dari penelitian yang diteliti.
Menurut Philipus M.Hadjon sebagaimana dikutip oleh Peter
Mahmud metode deduktif sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh
aristoteles penggunaan metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis
mayor (pernyataan bersifat umum). Kemudian diajukan premis minor
(bersifat khusus). Dari kedua premis itu kemudian ditarik suatu
kesimpulan atau conclusion (Peter Marzuki, 2006: 47). Di dalam logika
silogistik untuk penalaran hukum yang bersifat premis mayor adalah
aturan hukum sedangkan premis minornya adalah fakta hukum. Sedangkan
menurut Johnny Ibrahim, mengutip pendapat Bernand arief Shiharta,
commit to user
hal yang bersifat umum menjadi khusus yang bersifat individual (Johnny
Ibrahim, 2008: 249).
F. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh tentang sistematika
penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan hukum
maka penulis menggunakan sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika
penulisan hukum ini terdiri dari 4 (empat) bab yang tiap bab terbagi dalam
sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap
keseluruhan hasil penelitian ini. Sistematika keseluruhan penulisan hukum ini
adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis mengemukakan tentang latar belakang
masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat
penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab kedua ini memuat dua sub bab, yaitu kerangka teori
dan kerangka pemikiran. Dalam kerangka teori penulis akan
menguraikan tinjauan mengenai dasar permohonan peninjauan
kembali,novum dalam bentuk error in persona korban,upaya
hukum,rehabilitasi,dan ganti rugi.Sedangkan dalam kerangka
pemikiran penulis akan menampilkan bagan kerangka
pemikiran.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam hal ini penulis membahas dan menjawab permasalahan
yang telah ditentukan sebelumnya: mengenai apakah novum
dapat dijadikan dasar pemeriksaan peninjauan kembali dan
commit to user
memperoleh rehabilitasi dan ganti kerugian jika PK nya
dikabulkan.
BAB IV : PENUTUP
Merupakan penutup yang menguraikan secara singkat tentang
kesimpulan akhir dari pembahasan dan jawaban atas rumusan
permasalahan, dan diakhiri dengan saran-saran yang didasarkan
atas permasalahan yang diteliti.
commit to user
Kata Peninjauan Kembali diterjemahkan dari kata herziening.
Mr.M.H.Tirtaamidjaja menjelaskan herziening, antara lain sebagai
berikut.
Itu adalah suatu jalan untuk memperbaiki suatu keputusan yang telah menjadi tetap jadinya tidak dapat diubah lagi dengan maksud memperbaiki suatu kealpaan Hakim, yang merugikan si terhukum….Kalau perbaikan itu hendak dilakukan, maka ia harus memenuhi beberapa syarat, yakni bahwa ada sesuatu keadaan yang pada pemeriksaan hakim, tidak diketahui oleh hakim itu……jika ia mengetahui keadaan itu, akan memberikan keputusan lain
b. Dasar pengajuan peninjauan kembali
Peninjauan kembali dapat diajukan atas dasar alasan
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 263 ayat (2) Kitab Undang
Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yaitu :
1) Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan
kuat novum, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada
waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.
2) Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa
sesuatu telah terbukti akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu ternyata telah bertentangan satu sama lain.
3) Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu
kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.
Atas dasar alasan yang sama sebagaimana dalam Pasal 263
commit to user
tersebut maka terhadap suatu putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap dapat diajukan permohonan
Peninjauan Kembali apabila dalam putusan itu suatu perbuatan
yang didakwakan telah dinyatakan terbukti akan tetapi tidak diikuti
oleh suatu pemidanaan.
Pengajuan Peninjauan Kembali terhadap putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap kecuali putusan
bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dapat diajukan oleh
terdakwa atau ahli warisnya sesuai dengan Pasal 263 ayat (1) Kitab
Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa permohonan
Peninjauan Kembali dapat diterima untuk diperiksa, berlaku
ketentuan seperti dalam Pasal 266 Kitab Undang Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP) sebagai berikut :
1) Apabila Mahkamah Agung tidak membenarkan alasan bahwa
permintaan Peninjauan Kembali dengan menetapkan bahwa putusan yang dimintakan Peninjauan Kembali itu tetap berlaku disertai dasar pertimbangannya.
2) Apabila Mahkamah Agung mambenarkan alasan pemohon,
Mahkamah Agung membatalkan putusan yang dinyatakan Peninjuauan Kembali itu dan menyatakan putusan yang dapat berupa:
a) Putusan bebas;
b) Putusan lepas dari segala tuntutan hukum;
c) Putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum;
d) Putusan dengan menerapkan ketentuan pidana yang lebih
ringan.
c. Pihak yang dapat mengajukan peninjuan kembali
Berdasarkan Pasal 263 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP) mengenai orang yang berhak mengajukan
Peninjauan Kembali, maka dibuka kemungkinan bagi terdakwa
atau ahli warisnya untuk mengajukan permohonan Peninjauan
commit to user
hukum tetap, dengan pengecualian putusan bebas atau lepas dari
segala tuntutan hukum.
Berdasarkan bunyi Pasal 263 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tersebut, maka permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh penasehat hukum tanpa ada kuasa dari terpidana sendiri harus dinyatakan tidak dapat diterima, karena diajukan oleh orang yang tidak berhak. Demikian juga permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh istri terpidana harus pula dinyatakan tidak dapat diterima, karena sebagai istri belum menjadi ahli waris berhubung terpidana masih hidup dan tidak mendapat surat kuasa dari terpidana sehingga belum berhak mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (Hari Sasangka dan Lily Rosita, 2003:298 ).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hak untuk
mengajukan Peninjauan Kembali hanya diberikan kepada terpidana
atau ahli warisnya dan hanya terhadap putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang tidak memuat
putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, jadi hak ini
tidak diberikan kepada Jaksa Agung.
d. Asas-asas yang ditentukan dalam upaya hukum Peninjauan
Kembali.
Asas-asas yang melekat dalam upaya hukum Peninjauan
Kembali ada beberapa macam, asas-asas tersebut masih perlu
peningkatan dan dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam
proses dan pelaksanaan Peninjauan Kembali ( M.Yahya Harahap,
2002:639 ).
1) Pidana yang dijatuhkan tidak boleh melebihi putusan semula.
Asas tersebut diatur dalam Pasal 266 ayat (3) Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang
menegaskan bahwa pidana yang dijatuhkan dalam putusan
Peninjauan Kembali tidak boleh melebihi pidana yang telah
commit to user
boleh menjatuhkan putusan yang melebihi putusan pidana
semula, yang diperkenankan adalah menerapkan ketentuan
pidana yang lebih ringan sebagaimana yang ditentukan dalam
Pasal 266 ayat (2) huruf b angka 4 Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP) ( M.Yahya Harahap,
2002:639).
Asas pidana yang dijatuhkan tidak boleh melebihi putusan semula ini sejalan dengan tujuan yang terkandung dalam lembaga upaya Peninjauan Kembali yaitu membuka
kesempatan kepada terpidana untuk membela
kepentingannya agar terlepas dari ketidakbenaran
penegakan hukum
2) Permintaan Peninjauan Kembali tidak menangguhkan
pelaksanaan putusan.
Asas tersebut tidak mutlak menangguhkan maupun
menghentikan pelaksanaan eksekusi. Peninjauan Kembali
tidak merupakan alasan yang menghambat apalagi menghapus
pelaksanaan pelaksanaan putusan sehingga proses
permohonan Peninjauan Kembali dapat berjalan namun
pelaksanaan putusan juga tetap berjalan Kembali ( M.Yahya
Harahap, 2002: 640 ) .
Dalam hal-hal yang eksepsional dapat dilakukan
penangguhan penghentian pelaksanaan putusan sehingga ketentuan Pasal 268 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dapat sedikit diperlunak menjadi permintaan Peninjauan Kembali tidak secara mutlak
menangguhkan maupun menghentikan pelaksanaan
commit to user
3) Permintaan Peninjauan Kembali hanya dapat dilakukan satu
kali.
Pasal 283 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP) membenarkan atau memperkenankan
Peninjauan Kembali atas suatu perkara hanya satu kali saja.
Asas ini disebut sebagai asas Nebis In Idem yang
dikemukakan dalam Pasal 76 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP), sedang dalam perkara perdata diatur dalam
Pasal 1918 BW( M.Yahya Harahap, 2002:640 ).
Asas ini juga berlaku terhadap permintaan Kasasi dan Kasasi Demi Kepentingan Hukum. Dalam Peninjauan Kembali, asas ini lebih menyentuh rasa keadilan karena asas ini merupakan suatu tantangan antara kepastian hukum dengan rasa keadilan dan dengan berani mengorbankan keadilan dan kebenaran demi tegaknya kepastian hukum.
e. Tata Cara Peninjauan Kembali.
Tata cara pengajuan Peninjauan Kembali diatur dalam Pasal
264 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang
dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Permintaan Peninjauan Kembali diajukan kepada panitera
Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam tingkat
pertama.
2) Permintaan Peninjauan Kembali disertai alasan-alasannya.
Alasan-alasan tersebut dapat diutarakan secara lisan yang
dicatat oleh panitera yang menerima Peninjauan Kembali
tersebut.
3) Permintaan Peninjauan Kembali oleh panitera ditulis dalam
surat keterangan yang ditandatangani panitera serta pemohon,
dicatat dalam daftar dan dilampirkan pada berkas perkara.
4) Ketua Pengadilan Negari menunjuk hakim yang tidak
commit to user
Kembali, untuk memeriksa apakah permintaan peninjauan
kembali itu memenuhi alasan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 263 ayat (2) KUHAP.
5) Dalam pemeriksaan itu pemohon dan penuntut umum ikut
hadir dan dapat menyampaikan pendapatnya.
6) Atas pemeriksaan tersebut dibuat berita acara pemeriksaan
yang ditandatangani oleh hakim, penuntut umum, pemohon
dan panitera dan berdasarkan berita acara tersebut dibuat
berita acara pendapat yang ditandatangani hakim dan panitera.
7) Ketua pengadilan melanjutkan permintaan Peninjauan
Kembali yang dilampiri berkas perkara semula, berita acara
pemeriksaan dan berita acara pendapat kepada Mahkamah
Agung yang tembusan kata pengantarnya sampai kepada
pemohon dan penuntut umum.
f. Tata cara pemeriksaan peninjauan kembali
1) Setelah perkara PK diterima Direktorat Perdata MA, maka
berkas PK tersebut diteliti dan ditelaah oleh Hakim Tinggi
Raportir pada MA untuk mengetahui kelengkapan formalnya.
2) Apabila kelengkapan formal ini tidak terpenuhi, seperti
terlambat mengajukan, atau tanpa surat kuasa/surat kuasa
tidak khusus, maka akan menyebabkan permohonan PK
tersebut tidak dapat diterima.
3) Kemudian setelah Hakim Tinggi Raportir menerima berkas
perkara perdata PK lalu dikembalikan kepada Direktorat
Perdata dengan model B.B. kemudian dicatat dalam buku
penerima berkas Hakim Tinggi Raportir. Setelah itu dibuat
resume perkara, usul pendapat Hakim Tinggi Raportir dan Net
konsep putusan.
4) Kemudian berkas perkara PK tersebut diteruskan oleh
commit to user
yang mendapat wewenang, untuk ditetapkan team yang akan
memeriksa dan mengadili perkara tersebut, dan dalam waktu 1
bulan Direktur Perdata sudah mengirim kembali berkas
perkara PK kepada Hakim Tinggi Raportoir.
5) Kemudian Hakim Tinggi Raportoir segera menyerahkan
berkas perkara PK kepada Ketua Tim, yang dilengkapi dengan
resume dan Pendapat Hakim Tinggi Raportir serta penetapan
Majelis Hakim untuk mengadili perkara itu, dan setelah ketua
Tim menunjuk Majelis Hakim maka Hakim Tinggi Raportir
menghubungi ketua Majelis untuk menetapkan hari sidang
perkara tersebut.
6) Apabila diperlukan, maka MA berwenang memerintahkan
Pengadilan Negeri yang memeriksa perkara dalam tingkat
pertama atau tingkat banding mengadakan pemeriksaan
tambahan atau meminta segala keterangan serta pertimbangan
dari Pengadilan tersebut dan kemudian setelah melaksanakan
perintah MA maka PN/PT segera mengirimkan berita acara
pemeriksaan tambahan serta pertimbangan kepada MA.
g. Putusan peradilan peninjauan kembali
1) Putusan yang menyatakan bahwa permohonan PK tidak dapat
diterima.
2) Dapat Terjadi karena Pengajuan PK tidak memenuhi syarat
formal seperti:
a) Pemohon terlambat mengajukan PK;
b)permohonan PK tanpa adanya surat kuasa/surat kuasa tidak
khusus dibuat untuk PK;
c) Dikarenakan PK diajukan untuk kedua kalinya; serta
d)PK dimohonkan terhadap putusan pengadilan yang belum
commit to user
3) Putusan yang menyatakan bahwa permohonan PK ditolak.
Terjadi apabila MA berpendapat bahwa permohonan PK yang
diajukan tidak beralasan. Alasan ini dapat dikarenakan
permohonan PK tidak didukung oleh fakta atau keadaan yang
merupakan alasan dan menjadi dasar permohonan PK, atau
dapat pula dikarenakan alasan-alasan permohonan PK tidak
sesuai dengan alasan-alasan yang ditetapkan secara limitatif
oleh UU.
4) Putusan yang menyatakan bahwa permohonan PK dikabulkan.
Terjadi apabila Mahkamah Agung membenarkan
alasan-alasan permohonan PK karena sesuai dengan ketentuan Pasal
67 UU MA. Dalam hal MA mengabulkan permohonan PK
maka MA akan membatalkan putusan yang dimohonkan PK
tersebut dan selanjutnya memeriksa dan memutus sendiri
perkaranya.
h. Proses penyelesaian perkara.
1) Permohonan PK di teliti kelengkapan berkasnya oleh
Mahkamah Agung, kemudian dicatat dan di beri nomor
register PK
2) Mahkamah Agung memberitahukan kepada Pemohon dan
Termohon PK bahwa perkaranya telah di registerasi
3) Ketua Mahkamah Agung menetapkan tim dan selanjutnya
Ketua tim menetapkan Majelis Hakim Agung yang akan
memeriksa perkara PK
4) Menyerahkan berkas perkara oleh asisten koordinator (Askor)
kepada Penitera Pengganti yang membantu menangani perkara
tersebut
5) Panitera Pengganti mendistribusikan berkas perkara ke
Majelis Hakim Agung masingmasing (Pembaca 1,2 dan 3)
commit to user
6) Majelis Hakim Agung memutus perkara
7) Mahkamah Agung mengirimkan salinan putusan kepada para
pihak melalui Pengadilan tingkat pertama yang menerima
permohonan PK.
2. Tinjauan tentang novum
a. Pengertian Novum
Menurut Pasal 263 ayat (2) Kitab Undang Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP) Novum didefinisikan sebagai berikut :
keadaan baru yang menimbulkan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.
Menurut Yusril Ihza Mahendra novum menurut hukum acara
pidana adalah fakta baru yang tidak terungkap di persidangan, tapi
hakim telah memutuskan lain. Kalau hukum berubah sebenarnya
bukan novum.
Pengajar hukum acara pidana dari Fakultas Hukum UI, T.
Nasrullah, berpendapat bahwa apapun yang terkait dengan keadaan
baru itu bisa diajukan sebagai novum. Karena itu, menurut
Nasrullah, perubahan hukum atau undang-undang dapat dijadikan
novum.
Sebagai contoh adalah orang dulu dipidana karena perbuatan
kriminal, kemudian berubah menjadi dekriminalisasi, perbuatan
pidana itu bukan lagi perbuatan pidana. Ia bisa ajukan PK dengan
alasan dekriminalisasi perbuatannya. Hukum harus selalu
memberikan yang menguntungkan bagi seorang pelaku kejahatan,
commit to user
Luhut MP Pangaribuan (pengamat dan praktisi hukum
pidana) membenarkan bahwa putusan MK dapat dijadikan sebagai
novum untuk mengajukan PK. Pasalnya, putusan MK tersebut
dapat dikategorikan sebagai suatu keadaan baru sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 263 ayat (2) Kitab Undang Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP).
b. Jenis-Jenis Novum
Mengenai jenis-jenis novum ada 3 macam, yaitu Putusan
Mahkamah Konstitusi (MK), Saksi fakta, Putusan bebas terdakwa
lainnya dalam kasus yang sama.
1) Putusan Mahkamah Konstitusi (MK)
Putusan Mahkamah Konstitusi dapat dijadikan sebagai
novum karena putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut
dapat dikategorikan sebagai suatu keadaan baru sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 263 ayat (2) Kitab Undang Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP).
2) Saksi fakta
Suatu keadaan baru, yang berupa keterangan saksi yang
belum pernah diajukan dalam persidangan baik di tingkat
pertama, banding dan kasasi.
3) Putusan bebas terdakwa lainnya dalam kasus yang sama
Hal ini berdasarkan pada teori Von Buri yaitu Teori
CONDITIO SINE QUANON, yang menyatakan bahwa semua
syarat, semua factor yang turut serta atau bersama-sama
menyebabkan suatu akibat dan yang tidak dihilangkan dari
rangkaian factor-faktor yang bersangkutan, adalah cause
commit to user
rangkaian factor-faktor yang adanya tidak perlu untuk
terjadinya akibat, tidak diberi nilai. Sebaliknya tiap-tiap factor
yang umpamanya tidak dapat dihilangkan dari rangkaian
factor-faktor tersebut yaitu yang adanya perlu untuk
terwujudnya akibat, harus diberi nilai yang sama. Semua
faktor-faktor tersebut adalah sama dan sederajat kalau saja
factor tersebut dihilangkan maka akibatnya mungkin tidak ada
atau lain dari apa yang terjadi.
Menurut Van Hamel, salah seorang penganut teori Van
Buri, bahwa secara ilmiah teori Van Buri adalah satu-satunya
teori yang secara logis dapat dipertahankan (.Andi Abidin,
301-302).
3. Tinjauan tentang error in persona
Pengertian mengenai istilah error in persona tidak terdapat dalam
KUHAP maupun peraturan perundang-undangan yang lain. Namun
secara teori pengertian error in persona ini bisa ditemukan dalam
doktrin pendapat ahli-ahli hukum. Secara harfiah arti dari error in
persona adalah keliru mengenai orang yang dimaksud atau kekeliruan
mengenai orangnya. Kekeliruan itu bisa terjadi pada saat dilakukan
penangkapan, atau penahanan, atau penuntutan, atau pada saat
pemeriksaan oleh hakim di pengadilan sampai perkaranya diputus serta
kesalahan dalam mengidentifikasikan korbannya. Pengertian ini
tersirat dalam pasal 95 KUHAP yang membahas tentang ganti rugi
terhadap orang yang ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili tanpa
commit to user
orangnya. Selain dalam KUHAP pengertian tersebut juga tersirat
dalam pasal 9 UU No. 14 Tahun 1970 yang mengatur hal yang sama.
Menurut M.Yahya Harahap kekeliruan dalam penangkapan
mengenai orangnya diistilahkan dengan disqualification in person
yang berarti orang yang ditangkap atau ditahan terdapat kekeliruan,
sedangkan orang yang ditangkap tersebut telah menjelaskan bahwa
bukan dirinya yang dimaksud hendak ditangkap/ditahan (Yahya
Harahap : 45).Sedangkan menurut yurisprudensi dari Mahkamah
Agung berdasarkan Putusan Nomor. 89 KP/PID/2008 terdapat istilah
lain tentang menangkap orang dan salah mendakwa orang yang disebut
sebagai error in subjectif (Putusan MA No. 89 PK/PID/2008, tanggal 3
Desember tahun 2008)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat berbagai
macam istilah atau penyebutan terhadap kondisi atau keadaan dimana
penegak hukum melakukan kesalahan atau kekeliruan pada saat
melakukan penangkapan, penahanan, penuntutan dan pemeriksaan di
pengadilan.
4. Tinjauan tentang upaya hukum
a. Pengertian Upaya Hukum.
Menurut Pasal 1 butir 12 Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP) pengertian upaya hukum adalah hak terdakwa
atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan
yang berupa perlawanan atau Banding atau hak terpidana untuk
mengajukan permohonan Peninjauan Kembali dalam hal serta
commit to user
b. Macam-macam Upaya Hukum.
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
membedakan upaya hukum menjadi dua yaitu upaya hukum biasa
dan upaya hukum luar biasa. Upaya hukum biasa diatur dalam Bab
XVII sedangkan upaya hukum luar biasa diatur didalam Bab
XVIII.
1) Upaya Hukum Biasa.
Upaya hukum biasa adalah upaya hukum terhadap keputusan
yamg belum dilaksanakan dan penggunaan dari upaya hukum
ini dapat menangguhkan eksekusi hukuman. Upaya hukum
biasa terdiri dari dua bagian yaitu tentang pemeriksaan Banding
dan pemeriksaan Kasasi.
a) Pemeriksaan Tingkat Banding.
Banding adalah hak terdakwa atau penuntut umum
untuk diperiksa ulang pada pengadilan yang lebih tinggi
karena tidak puas atas putusan Pengadilan Negeri (Pasal 67
jo 233 KUHAP ). Jika Pasal 233 ayat (1) Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ditelaah dan
dihubungkan dengan Pasal 67 Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP), maka dapat disimpulkan
bahwa semua putusan pengadilan tingkat pertama (
Pengadilan Negeri ) dapat dimintakan Banding ke
Pengadilan Tinggi oleh terdakwa atau yang khusus
dikuasakan untuk itu atau penuntut umum dengan beberapa
perkecualiaan. Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang nomor 4
Tahun 2004 mengatakan bahwa terhadap putusan
pengadilan tingkat pertama, yang tidak merupakan
pembebasan dari dakwaan atau putusan lepas dari segala
commit to user
Pengadilan Tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan,
kecuali apabila undang-undang menentukan lain.
Perkecualian untuk mengajukan Banding menurut
Pasal Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) adalah :
(1) Putusan bebas.
(2) Lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut
kurang tepatnya penerapan hukum.
(3) Putusan pengadilan dalam acara cepat, kecuali dalam
hal perampasan kemerdekaan ( pasal 205 ayat (3)
KUHAP ).
Pasal 67 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP)terlihat sangat memperhatikan hak asasi terdakwa
karena lebih membatasi permintaan Banding yaitu apabila
putusan dan lepas dari tuntutan hukum yang menyangkut
kurang tepatnya penerapan hukum.
Tujuan Banding ada dua yaitu untuk menguji putusan pengadilan tingkat pertama tentang ketepatannya dan pemeriksaan baru untuk keseluruhan perkara itu, oleh sebab itu maka Banding sering disebut juga Revisi. Pemeriksaan tingkat Banding merupakan suatu
penilaian baru (judicial novum), jadi dapat diajukan
saksi-saksi baru, ahli-ahli dan surat-surat baru. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak melarang hal demikian, khususnya jika melihat dalam Pasal 238 ayat (4) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ( Andi Hamzah, 1996:301 ).
Acara pemeriksaan Banding diatur dalam Pasal 233
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
sampai Pasal Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
commit to user
sampai dengan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 1 Drt
Tahun 1951. Menurut Moch. Faisal Salam ( 2001:353-354
), ketentuan yang tercantum dalam Pasal 233 sampai Pasal
243 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
ada beberapa hal yang sama seperti yang tercantum dalam
Undang-Undang No.1 Drt Tahun 1951, misalnya :
(1) Tenggang waktu mengajukan Banding yaitu 7 hari
sesudah putusan dijatuhkan atau diberitahukan kepada
terdakwa ( Pasal 233 KUHAP ).
(2) Pencabutan Banding selama perkara belum diputus dan
dalam hal demikian tidak boleh mengajukan
permohonan lagi ( Pasal 235 KUHAP ).
(3) Pemeriksaan dalam tingkat Banding dilakukan oleh
sekurang-kurangnya 3 orang hakim atas dasar perkara
yang diterima dari Pengadilan Negeri yang terdiri dari
berita acara pemeriksaan penyidik, berita acara
pemeriksaan disidang Pengadilan Negeri, beserta surat
yang timbul disidang yang berhubungan dengan
perkara itu dan putusan Pengadilan Negeri ( Pasal 238
KUHAP ).
(4) Jika Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa pada
pemeriksaan tingkat pertama ternyata ada kelalaian
dalam penerapan hukum acara atau kekeliruan atau ada
yang kurang lengkap, Pengadilan Tinggi dengan
keputusan dapat memerintahkan Pengadilan Negeri
untuk memperbaiki. Jika perlu Pengadilan dapat
membatalkan penetapan dari Pengadilan Negeri
sebelum putusan pengadilan dijatuhkan ( Pasal 240
commit to user
b) Pemeriksaan Tingkat Kasasi.
Kamus Besar Bahasa Indonesia mamuat pengertian
Kasasi adalah pembatalan atau pernyataaan tidak sah oleh
Mahkamah Agung terhadap putusan hakim karena putusan
itu menyalahi atau tidak sesuai benar dengan
undang-undang, hak Kasasi hanyalah hak Mahkamah Agung(
Leden Marpaung, 2000:3 ).
Pada kenyataaannya, tidak ada putusan Mahkamah Agung ( dalam perkara pidana ) yang menyatakan bahwa putusan hakim tidak sah kata ”pembatalan” telah tepat, tetapi yang dibatalkan bukan putusan hakim tetapi putusan pengadilan baik Pengadilan
Negeri maupun Pengadilan Tinggi. Dengan
demikian, yang mungkin dibatalkan bukan putusan saja tetapi dapat juga terhadap penetapan. Selain itu, pemuatan hak Kasasi yang dicantumkan pada Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut merupakan kekeliruan karena Kasasi bukan hak melainkan kewenangan Mahkamah Agung
Dalam BAB XVII tentang Upaya Hukum Biasa,
Kasasi dapat diartikan sebagai hak terdakwa atau penuntut
umum untuk meminta pembatalan putusan Pengadilan
Negeri atau Pengadilan Tinggi karena tidak berwenang atau
melampaui batas kewenangan, misalnya :
(1) Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku.
(2) Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh
peraturan perundang-undangan yang mengancam
kelalaian itu dengan batalnya putusan yang
bersangkutan.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai Kasasi, antara lain diatur dalam :
(1) Pasal 244 sampai dengan Pasal 258 Kitab
commit to user
Pasal 244 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP)berbunyi bahwa terhadap putusan bebas
pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh
pengadilan lain selain dari pada Mahkamah Agung,
terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan
permintaan pemeriksaan Kasasi kepada Mahkamah
Agung kecuali terhadap putusan bebas.
(2) Pasal 22 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi terhadap putusan
pengadilan dalam tingkat Banding dapat dimintakan
Kasasi kepada Mahkamah Agung oleh pihak yang
berkepentingan kecuali undang-undang menentukan
lain.
Para pihak yang akan mengajukan Kasasi harus
memiliki alasan yang kuat, karena jika tidak memiliki
alasan yang kuat maka dapat dipastikan akan kalah
dipersidangan. Alasan untuk permohonan Kasasi dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
diatur dalam Pasal 253. Adapun alasan Kasasi adalah
sebagai berikut :
(1) Apakah benar suatu putusan hakim tidak diterapkan
atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya.
(2) Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan
menurut ketentuan undang-undang.
(3) Apakah benar pengadilan telah melampaui batasan
wewenangnya.
Berdasarkan alasan tersebut, menurut Pasal 255 Kitab
commit to user
putusan pengadilan yang dimintakan Kasasi dapat
dibatalkan karena :
(1) Peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak
sebagaimana mestinya, maka Mahkamah Agung
mengadili sendiri perkara tersebut.
(2) Cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan
undang-undang, Mahkamah Agung menetapkan disertai
petunjuk agar pengadilan yang memutus perkara yang
bersangkutan memeriksanya lagi mengenai bagian yang
dibatalkan, atau berdasarkan alasan tertentu Mahkamah
Agung dapat menetapkan perkara tersebut diperiksa
oleh pengadilan setingkat yang lain.
(3) Pengadilan atau hakim yang besangkutan tidak
berwenang mengadili perkara tersebut. Mahkamah
Agung menetapkan pengadilan atau hakim lain
mengadili perkara tersebut.
2) Upaya Hukum Luar Biasa.
Upaya hukum luar biasa diatur dalam Bab XVIII Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).Upaya
hukum luar biasa merupakan pengecualian dan penyimpangan
dari upaya hukum biasa yang terdiri dari Kasasi Demi
Kepentingan Hukum dan Peninjauan Kembali. Baik Kasasi
Demi Kepentingan Hukum maupun Peninjauan Kembali,
kedua-duanya tidak boleh merugikan pihak yang
berkepentingan atau terdakwa atau terpidana. Dengan demikian
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
menjamin kepastian hukum bagi pihak yang berkepentingan
atau terdakwa atau terpidana.