• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4. Tinjauan Tentang Upaya Hukum

a. Pengertian Upaya Hukum.

Menurut Pasal 1 butir 12 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pengertian upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau Banding atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan Peninjauan Kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

commit to user

b. Macam-macam Upaya Hukum.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

membedakan upaya hukum menjadi dua yaitu upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Upaya hukum biasa diatur dalam Bab XVII sedangkan upaya hukum luar biasa diatur didalam Bab XVIII.

1) Upaya Hukum Biasa.

Upaya hukum biasa adalah upaya hukum terhadap keputusan yamg belum dilaksanakan dan penggunaan dari upaya hukum ini dapat menangguhkan eksekusi hukuman. Upaya hukum biasa terdiri dari dua bagian yaitu tentang pemeriksaan Banding dan pemeriksaan Kasasi.

a) Pemeriksaan Tingkat Banding.

Banding adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk diperiksa ulang pada pengadilan yang lebih tinggi karena tidak puas atas putusan Pengadilan Negeri (Pasal 67 jo 233 KUHAP ). Jika Pasal 233 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ditelaah dan dihubungkan dengan Pasal 67 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), maka dapat disimpulkan bahwa semua putusan pengadilan tingkat pertama ( Pengadilan Negeri ) dapat dimintakan Banding ke Pengadilan Tinggi oleh terdakwa atau yang khusus dikuasakan untuk itu atau penuntut umum dengan beberapa perkecualiaan. Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang nomor 4 Tahun 2004 mengatakan bahwa terhadap putusan pengadilan tingkat pertama, yang tidak merupakan pembebasan dari dakwaan atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum dapat dimintakan Banding kepada

commit to user

Pengadilan Tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali apabila undang-undang menentukan lain.

Perkecualian untuk mengajukan Banding menurut Pasal Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah :

(1) Putusan bebas.

(2) Lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut

kurang tepatnya penerapan hukum.

(3) Putusan pengadilan dalam acara cepat, kecuali dalam

hal perampasan kemerdekaan ( pasal 205 ayat (3) KUHAP ).

Pasal 67 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)terlihat sangat memperhatikan hak asasi terdakwa karena lebih membatasi permintaan Banding yaitu apabila putusan dan lepas dari tuntutan hukum yang menyangkut kurang tepatnya penerapan hukum.

Tujuan Banding ada dua yaitu untuk menguji putusan pengadilan tingkat pertama tentang ketepatannya dan pemeriksaan baru untuk keseluruhan perkara itu, oleh sebab itu maka Banding sering disebut juga Revisi. Pemeriksaan tingkat Banding merupakan suatu

penilaian baru (judicial novum), jadi dapat diajukan

saksi-saksi baru, ahli-ahli dan surat-surat baru. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak melarang hal demikian, khususnya jika melihat dalam Pasal 238 ayat (4) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ( Andi Hamzah, 1996:301 ).

Acara pemeriksaan Banding diatur dalam Pasal 233 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sampai Pasal Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Acara Banding ini awalnya diatur dalam Pasal 7

commit to user

sampai dengan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 1 Drt Tahun 1951. Menurut Moch. Faisal Salam ( 2001:353-354 ), ketentuan yang tercantum dalam Pasal 233 sampai Pasal 243 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) ada beberapa hal yang sama seperti yang tercantum dalam Undang-Undang No.1 Drt Tahun 1951, misalnya :

(1) Tenggang waktu mengajukan Banding yaitu 7 hari

sesudah putusan dijatuhkan atau diberitahukan kepada terdakwa ( Pasal 233 KUHAP ).

(2) Pencabutan Banding selama perkara belum diputus dan

dalam hal demikian tidak boleh mengajukan permohonan lagi ( Pasal 235 KUHAP ).

(3) Pemeriksaan dalam tingkat Banding dilakukan oleh

sekurang-kurangnya 3 orang hakim atas dasar perkara yang diterima dari Pengadilan Negeri yang terdiri dari berita acara pemeriksaan penyidik, berita acara pemeriksaan disidang Pengadilan Negeri, beserta surat yang timbul disidang yang berhubungan dengan perkara itu dan putusan Pengadilan Negeri ( Pasal 238 KUHAP ).

(4) Jika Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa pada

pemeriksaan tingkat pertama ternyata ada kelalaian dalam penerapan hukum acara atau kekeliruan atau ada yang kurang lengkap, Pengadilan Tinggi dengan keputusan dapat memerintahkan Pengadilan Negeri untuk memperbaiki. Jika perlu Pengadilan dapat membatalkan penetapan dari Pengadilan Negeri sebelum putusan pengadilan dijatuhkan ( Pasal 240 KUHAP ).

commit to user

b) Pemeriksaan Tingkat Kasasi.

Kamus Besar Bahasa Indonesia mamuat pengertian Kasasi adalah pembatalan atau pernyataaan tidak sah oleh Mahkamah Agung terhadap putusan hakim karena putusan itu menyalahi atau tidak sesuai benar dengan undang-undang, hak Kasasi hanyalah hak Mahkamah Agung( Leden Marpaung, 2000:3 ).

Pada kenyataaannya, tidak ada putusan Mahkamah Agung ( dalam perkara pidana ) yang menyatakan bahwa putusan hakim tidak sah kata ”pembatalan” telah tepat, tetapi yang dibatalkan bukan putusan hakim tetapi putusan pengadilan baik Pengadilan

Negeri maupun Pengadilan Tinggi. Dengan

demikian, yang mungkin dibatalkan bukan putusan saja tetapi dapat juga terhadap penetapan. Selain itu, pemuatan hak Kasasi yang dicantumkan pada Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut merupakan kekeliruan karena Kasasi bukan hak melainkan kewenangan Mahkamah Agung

Dalam BAB XVII tentang Upaya Hukum Biasa, Kasasi dapat diartikan sebagai hak terdakwa atau penuntut umum untuk meminta pembatalan putusan Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tinggi karena tidak berwenang atau melampaui batas kewenangan, misalnya :

(1) Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku.

(2) Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh

peraturan perundang-undangan yang mengancam

kelalaian itu dengan batalnya putusan yang

bersangkutan.

Peraturan perundang-undangan yang mengatur

mengenai Kasasi, antara lain diatur dalam :

(1) Pasal 244 sampai dengan Pasal 258 Kitab

commit to user

Pasal 244 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)berbunyi bahwa terhadap putusan bebas pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain dari pada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan Kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas.

(2) Pasal 22 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang

Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi terhadap putusan pengadilan dalam tingkat Banding dapat dimintakan Kasasi kepada Mahkamah Agung oleh pihak yang berkepentingan kecuali undang-undang menentukan lain.

Para pihak yang akan mengajukan Kasasi harus memiliki alasan yang kuat, karena jika tidak memiliki alasan yang kuat maka dapat dipastikan akan kalah dipersidangan. Alasan untuk permohonan Kasasi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) diatur dalam Pasal 253. Adapun alasan Kasasi adalah sebagai berikut :

(1) Apakah benar suatu putusan hakim tidak diterapkan

atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya.

(2) Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan

menurut ketentuan undang-undang.

(3) Apakah benar pengadilan telah melampaui batasan

wewenangnya.

Berdasarkan alasan tersebut, menurut Pasal 255 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) maka

commit to user

putusan pengadilan yang dimintakan Kasasi dapat dibatalkan karena :

(1) Peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak

sebagaimana mestinya, maka Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara tersebut.

(2) Cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan

undang-undang, Mahkamah Agung menetapkan disertai petunjuk agar pengadilan yang memutus perkara yang bersangkutan memeriksanya lagi mengenai bagian yang dibatalkan, atau berdasarkan alasan tertentu Mahkamah Agung dapat menetapkan perkara tersebut diperiksa oleh pengadilan setingkat yang lain.

(3) Pengadilan atau hakim yang besangkutan tidak

berwenang mengadili perkara tersebut. Mahkamah Agung menetapkan pengadilan atau hakim lain mengadili perkara tersebut.

2) Upaya Hukum Luar Biasa.

Upaya hukum luar biasa diatur dalam Bab XVIII Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).Upaya hukum luar biasa merupakan pengecualian dan penyimpangan dari upaya hukum biasa yang terdiri dari Kasasi Demi Kepentingan Hukum dan Peninjauan Kembali. Baik Kasasi Demi Kepentingan Hukum maupun Peninjauan Kembali,

kedua-duanya tidak boleh merugikan pihak yang

berkepentingan atau terdakwa atau terpidana. Dengan demikian Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjamin kepastian hukum bagi pihak yang berkepentingan atau terdakwa atau terpidana.

commit to user

Kasasi Demi Kepentingan Hukum pada umumnya sama saja dengan Kasasi biasa, kecuali dalam Kasasi Demi Kepentingan Hukum ini penasehat hukum tidak lagi dilibatkan ( Andi Hamzah, 2001:297 ). Kasasi Demi Kepentingan Hukum diatur dalam Pasal 259-262 Kitab Undang-Undang Hukum Aacra Pidana (KUHAP), yang antara lain berisi sebagai berikut :

1) Pasal 259 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP) ayat :

(1)Demi kepentingan hukum tehadap semua putusan

yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dari pengadilan lain selain dari pada Mahkamah Agung, dapat diajukan satu kali permohonan Kasasi oleh Jaksa Agung.

(2)Putusan Kasasi Demi Kepentingan Hukum tidak

boleh merugikan pihak yang berkepentingan.

Berdasarkan Pasal 259 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tersebut menurut Hari Sasangka dan Lily Rosita ( 2003:294-295 ), maka dapat diperoleh perbedaan antara pemeriksaan tingkat Kasasi dan Kasasi Demi Kepentingan Hukum, yaitu :

(a) Yang Mengajukan.

(i.) Untuk Kasasi adalah para pihak baik

terdakwa atau penuntut umum atau dapat juga kedua-duanya dalam waktu yang sama.

(ii.) Untuk Kasasi Demi Kepentingan Hukum

adalah Jaksa Agung.

(b)Waktunya.

(i.) Kasasi waktunya sebelum putusan

commit to user

(ii.) Kasasi Demi Kepentingan Hukum setelah

putusan mempunyai kekuatan hukum tetap.

(c) Akibat.

(i.) Kasasi bisa meringankan atau memberatkan

atau membebaskan atau melepaskan

terdakwa dari segala tuntutan hukum.

(ii.) Kasasi Demi Kepentingan Hukum tidak

boleh merugikan pihak yang

berkepentingan.

2) Pasal 260 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP), ayat :

(1) Permohonan Kasasi Demi Kepentingan Hukum

disampaikan secara tertulis oleh Jaksa Agung

kepada Mahkamah Agung melalui panitera

pengadilan yang telah memutus perkara dalam tingkat pertama, disertai risalah yang memuat alasan permintaan itu.

(2) Selain risalah sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) oleh panitera disampaikan kepada pihak yang berkepentingan.

(3) Ketua pengadilan yang bersangkutan segera

meneruskan permintaan itu kepada Mahkamah Agung.

3) Pasal 261 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP), ayat :

(1)Salinan putusan Kasasi Demi Kepentingan Hukum

disampaikan kepada Jaksa Agung dan kepada pengadilan yang bersangkutan dengan disertai berkas perkara.

commit to user

4) Pasal 262 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP), berbunyi :

”Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 259, Pasal 260 dan Pasal 261 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) berlaku bagi cara Permohonan Kasasi Demi Kepentingan Hukum

terhadap putusan pengadilan dalam lingkup

Peradilan Militer”.

Demi tegaknya hukum dan kepastian hukum, maka pengajuan Kasasi Demi Kepentingan Hukum hanya boleh diajukan satu kali saja. Seandainya boleh diajukan tanpa batas, jaksa dapat mengajukan berulang kali, hal ini merupakan anarki sekaligus merobek prinsip kepastian hukum dan dapat menyebabkan siksaan bagi terdakwa. Jadi dalam hal ini berlaku prinsip bahwa kesalahan hanya dapat diperbaiki satu kali saja ( M.Yahya Harahap, 2002:611 ).

b) Peninjauan Kembali Putusan.

Disamping pemeriksaan Kasasi Demi Kepentingan Hukum, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) juga diatur tentang Peninjauan Kembali putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Peninjauan Kembali pertama kali diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1969 tanggal 19 Juli 1969 baik dalam perkara perdata maupun perkara pidana tetapi belum dapat dijalankan karena masih diperlukan peraturan lebih lanjut mengenai beberapa persoalan.

Peninjauan Kembali adalah upaya hukum luar biasa untuk memperbaiki putusan yang berkekuatan hukum tetap. Tujuannya agar pengadilan benar-benar menjalankan keadilan, agar sendi-sendi hukum yang asasi di masyarakat terlindungi (Usman Hamid, http://www.hukumonline.com).

commit to user

Peninjauan kembali dapat diajukan atas dasar alasan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 263 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yaitu :

(1) Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan

dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.

(2) Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan

bahwa sesuatu telah terbukti akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu ternyata telah bertentangan satu sama lain.

(3) Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu

kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata. Atas dasar alasan yang sama sebagaimana dalam Pasal 263 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tersebut maka terhadap suatu putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dapat diajukan permohonan Peninjauan Kembali apabila dalam putusan itu suatu perbuatan yang didakwakan telah dinyatakan terbukti akan tetapi tidak diikuti oleh suatu pemidanaan.

Pengajuan Peninjauan Kembali terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dapat diajukan oleh terdakwa atau ahli warisnya sesuai dengan Pasal 263 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

commit to user

Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa permohonan Peninjauan Kembali dapat diterima untuk diperiksa, berlaku ketentuan seperti dalam Pasal 266 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), sebagai berikut :

1) Apabila Mahkamah Agung tidak membenarkan alasan

bahwa permintaan Peninjauan Kembali dengan

menetapkan bahwa putusan yang dimintakan

Peninjauan Kembali itu tetap berlaku disertai dasar pertimbangannya.

2) Apabila Mahkamah Agung mambenarkan alasan

pemohon, Mahkamah Agung membatalkan putusan yang dinyatakan Peninjuauan Kembali itu dan menyatakan putusan yang dapat berupa :

a) Putusan bebas.

b) Putusan lepas dari segala tuntutan hukum.

c) Putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut

umum.

d) Putusan dengan menerapkan ketentuan pidana

yang lebih ringan.

Dokumen terkait