• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Upaya Hukum Yang Bisa Dilakukan Oleh Terpidana Untuk Memperoleh

dikabulkan

Mengenai upaya hukum yang dapat dilakukan oleh seorang terpidana yang ternyata merupakan korban terjadinya error in persona korban dalam kesalahan mengidentifikaikan korban kejahatan , adalah ia dapat mengajukan upaya hukum luar biasa berupa peninjauan kembali. Alasannya adalah dengan status sebagai terpidana maka cukup diketahui bahwa perkara yang menimpanya itu telah mendapatkan putusan dari

commit to user

mengadilan. Dan karena terpidana tersebut tidak menggunakan haknya untuk melakukan upaya hukum banding maupun kasasi namun menerima dan melaksanakan putusan tersebut maka secara otomatis putusan

pengadilan menjadi berkekuatan hukum tetap (in krach van gewijsde).

Walaupun terpidana tersebut telah atau sedang menjalankan hukuman pidana yang dijatuhkan terhadapnya tidak berarti pintu keadilan sudah tertutup rapat untuknya. Upaya hukum terhadap putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dimungkinkan oleh Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sepanjang memenuhi dasar-dasar atau alasan-alasan yang dipersyaratkan oleh Kitab Undang Undang Hukum Aacara Pidana (KUHAP) serta dengan memperhatikan tata cara yang telah ditentukan.

Keadaan baru atau fakta baru misalnya baru diketahui terjadi error in persona korban dapat dijadikan alasan yang kuat bagi seorang yang telah diputus bersalah oleh pengadilan untuk mengajukan peninjauan kembali. Dalam Sistem Hukum Acara Pidana Di Indonesia dikenal adanya istilah bukti baru atau keadaan hukum baru lebih lazim disebut dengan istilah

novum. Pengertian novum berdasarkan Undang-undang dapat dilihat dalam Pasal 263 ayat (2) huruf (a) Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah sebagai berikut :

Keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.

Dengan adanya novum tersebut maka bagi seorang terpidana yang sedang menjalani hukumannya dapat melakukan suatu upaya hukum

tertentu. Dari pengertian novum atau keadaan baru tersebut dapat

disimpulkan bahwa novum itu hanya bisa diperuntukan terhadap suatu

putusan dari pengadilan telah berkekuatan hukum tetap (In Krach Yan

Gewijsde). Yakni suatu putusan paling akhir dari pengadilan dan bersifat mengikat terhadap pihak-pihak yang divonis dalam putusan tersebut

commit to user

Mereka sudah tidak memiliki pilihan apapun kecuali menjalakan putusan pengadilan tersebut dan jika menolak penegak hukum memiliki wewenang untuk secara paksa mereka menjalani isi dalam vonis tersebut.

Dengan demikian seorang terpidana yang sedang menjalani hukumannya berdasarkan putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dapat menempuh upaya hukum luar biasa apabila dikemudian hari ditemukan suatu novum atau bukti baru yang kuat. Bukti baru ini bisa bermacam-macam sepanjang bukti atau keadaan baru tersebut menimbulkan dugaan kuat apabila sudah diketahui ketika persidangan perkaranya masih berlangsung akan dapat menghasilkan putusan yang berbeda. Salah satunya yang bisa menjadi novum adalah apabila terjadi kesalahan dalam mengidentifikasikan korban yang diduga menjadi korban kejahatan.

Kesalahan dalam mengidentifikasikan korban tersebut mengakibatkan terjadinya salah menuntut orang yang pada akhirnya berujung pada salah menghukum orang yang tidak bersalah atas kejahatan yang tidak dilakukannya seperti selama ini yang di alami oleh terpidana Imam Chambali alias kemat.Dan hal ini dapat menimbulkan konsekuensi hukum bagi para terpidana,selain dia dapat mengajukan Peninjauan kembali dan menuntut pembebasannya karena terpaksa menjalani hukuman atas tuduhan kesalahan yang tidak pernah mereka lakukan. Para terpidana ini juga dapat menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi. Sebab Putusan PK yang diajukan oleh terpidana ini membuktikan secara nyata adanya kekeliruan dalam menghukum seseorang dan dengan adanya temuan baru

(novum)berupa error in persona korban. Sehingga upaya hukum

berikutnya yang dapat di tempuh oleh terpidana adalah pemulihan nama baik(rehabilitasi) dan ganti kerugian .Hal Itu diatur dalam KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana).

Dalam kasus ini terpidana dapat di mengajukan upaya hukum untuk mendapatkan rehabilitasi dan ganti kerugian dengan cara mengajukan gugatan ke pengadilan namun untuk permintaan rehabilitasi diajukan

commit to user

dalam tahap praperadilan

Selanjutnya tentang Rehabilitasi dijelaskan dalan Pasal 97 ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP )sebagai berikut :

seorang berhak memperoleh Rehabilitasi apabila oleh pengadilan diputus bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Sesuai bunyi Pasal 12 PP No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHAP) sebagai berikut:

Permintaan rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (3) Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada pengadilan yang berwenang, selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah putusan mengenai sah tidaknya penangkapan atau penahanan diberitahukan kepada pemohon.

Opsi lain yang bisa dilakukan sebagaimana diatur Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana(KUHAP) adalah tuntutan ganti kerugian Pasal 95 ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dijelaskan mengenai ganti kerugian sebagai berikut:

Tersangka, terdakwa, atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan Undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan. Dan Pasal 7 ayat (1) PP berbunyi:

Tuntutan ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) hanya dapat diajukan dalam tenggang waktu 3 (tiga) bulan sejak putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap.

commit to user

70 BAB IV P E N U T U P

A. Simpulan

Berdasarkan apa yang diuraikan dalam bab hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat dirumuskan simpulan sebagai berikut :

1. Novum dalam bentuk error in persona korban sebagai dasar permohonan

pemeriksaan peninjauan kembali perkara pembunuhan dengan terpidana Imam Chambali adalah pengakuan Very ldham Heryansyah alias Ryan pada tanggal 17 Agustus 2008 yang menyatakan bahwa mayat / korban ke 11(sebelas) (yang saat itu belum diketahui identitasnya (disebut Mr. X) yang dikubur di pekarangan belakang rumah orang tuanya di Dusun Maijo, Desa Jatiwates, Kecamatan Tembeleng, Kabupaten Jombang adalah bernama Asrori dan dibunuh sekitar bulan Oktober 2007 atau setidaktidaknya dalam tahun 2007. Jadi Novum I yang dimaksud adalah Pengakuan dari Very ldham Heryansyah alias Ryan yang mengaku telah membunuh Asrori.

2. Upaya hukum yang bisa dilakukan oleh terpidana untuk memperoleh

rehabilitasi dan ganti rugi jika permohonan Peninjauan Kembalinya dikabulkan adalah dengan mengajukan gugatan perdata ke pengadilan. Opsi ini yang bisa dilakukan oleh terpidana mengingat kasusnya sudah diperiksa dan diputusan oleh pengadilan.

B. Saran-Saran

Dengan demikian berdasarkan dari uraian simpulan yang disebutkan sebelumnya, maka ada beberapa saran yang hendak penulis kemukakan terkait penelitian ini.

1. Perlu adanya perubahan PP No. 27 Tahun 1983 khususnya yang mengatur

commit to user

dalam Pasal 95 KUHAP. Sebab jumlah nominal ganti kerugian tersebut untuk saat ini dirasakan sangat minim dan sangat tidak layak apabila dibandingkan dengan besarnya kerugian sebenarnya yang dialami korban baik secara materiil maupun secara immaterial.

2. Penulis berpandangan seharusnya dilakukan suatu terobosan baru

mengenai besarnya atau jumlah nilai ganti kerugian yang berhak diterima korban berdasarkan Pasal 9 PP No.27 Tahun 1983 tersebut.

3. Dalam membuat peraturan perundang-undangan khususnya mengenai

Peninjauan Kembali harus dibuat dengan jelas termasuk mengenai pihak- pihak yang berhak untuk mengajukan Peninjaun Kembali sehingga tidak menimbulkan penfsiran yang berbeda di berbagai kalangan.

4. Hakim dalam menjatuhkan putusan harus disesuaikan dengan fakta-fakta

yang terungkap di persidangan sehingga tidak menimbulkan kekhilafan dan kekeliruan dalam menjatuhkan putusan yang merugikan para pihak yang berkepentingan.

Dokumen terkait