• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perusahaan

PT. PG. Rajawali II Unit PG. Subang terletak di blok Cidangdeur, desa Pasirbungur, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Perusahaan ini memiliki pabrik dengan jarak sekitar 22 km kearah Utara kota Subang dan 12 km kearah Selatan dari Kecamatan Sukamandi. Lokasi ini dipilih sebagai tempat pabrik karena 75 % areal kebun tebu terletak didaerah ini sehingga akan lebih melancarkan proses transportasi tebu ke pabrik. Secara geografis, kedudukan PG. Rajawali II Unit Subang dan areal perkebunannya terletak diantara 107° 41°16° BT sampai 107° 41°18° BT dan 6° 24° 46° LS sampai 6° 24° 48° LS, dengan ketinggian 31-33 m di atas permukaan laut. Daerah PG. Subang merupakan daerah datar sampai bergelombang dengan kemiringan 3-10%. Jenis tanah pada areal perkebunan ini umumnya merupakan tanah latosol merah.

Berdasarkan SK menteri No. 68/Menteri-X/1978 tanggal 14 Oktober 1978 pengelolaan PG. Subang yang terdiri dari kebun Pasir Bungur, Pasir Muncang, dan Manyingsal sepenuhnya diserahkan kepada PT. Perkebunan XIV. Pada tahun 1981, dimulailah pembangunan fisiknya yang ditegaskan dalam surat menteri pertanian No. 667/KPTS/8/1981 tertanggal 11 Agustus 1981. Giling pertama PG. Subang adalah pada tanggal 3 Juli 1984 dan berakhir tanggal 18 Oktober 1984, dengan total tebu sejumlah 1 122 716 kuintal dari keseluruhan jumlah tebu 2 135 628 kuintal. Pada saat pabrik berdiri atau produksi belum lancar, tebu PG. Subang digiling di PG lain di PTP XIV.

Penelitian

Kondisi pertanaman tebu pada awal dimulainya penelitian di areal percobaan terlihat cukup baik (Gambar 2). Aplikasi herbisida dilaksanakan pada tanggal 19 Desember 2010, pada pagi hari yang diperkirakan tidak turun hujan atau maksimal turun hujan 6 jam setelah aplikasi. Aplikasi dilakukan pada pagi hari untuk menghindari penguapan herbisida oleh sinar matahari yang dapat mengurangi efektifitas herbisida yang diaplikasikan.

Selama penelitian berlangsung, tingkat curah hujan di sekitar areal perkebunan tidak terlalu tinggi bila dibandingkan dengan tingkat curah hujan bulan-bulan sebelumnya. Namun tingkat curah hujan yang terjadi di sekitar areal perkebunan akan mempengaruhi populasi gulma yang ada. Pengaruh tersebut dapat berupa peningkatan pertumbuhan kembali gulma (re-growth) dan mempercepat pertumbuhan biji gulma. Menurut Tjitrosoedirdjo et al. (1984), bahwa pemakaian herbisida pra tumbuh kurang efektif saat kurang hujan karena herbisida tersebut memerlukan kelembaban tanah untuk mengaktifkan senyawanya.

Tabel 1. Rekapitulasi Sidik Ragam pada Tiap Waktu Pengamatan Waktu (MSA) Peubah Pengamatan PPG BKT BKRT BKDT BKD BKB BKCL BKBR 2 ** ** tn ** tn * ** tn 4 ** ** tn ** tn ** ** tn 6 ** ** tn ** tn * ** tn 8 ** ** tn ** tn tn ** tn 10 ** ** tn ** * tn ** tn 12 tn tn tn tn tn tn tn * Keterangan:

* = Berpengaruh nyata pada taraf 5 % BKBR = Bobot Kering Brachiaria distachya ** = Berpengaruh nyata pada taraf 1 % PPG = Persentase Penutupan Gulma +

= Berpengaruh nyata pada taraf 10 % BKT = Bobot Kering Gulma Total tn = Tidak berpengaruh nyata BKRT = Bobot Kering Rumput Total BKD = Bobot Kering Digitaria adscendes BKDT = Bobot Kering Daun Lebar Total BKB = Bobot Kering Borreria alata BKCL= Bobot Kering Cleome rutidosperma

Gulma Dominan

Vegetasi gulma menggambarkan perpaduan berbagai jenis gulma disuatu wilayah atau daerah. Suatu tipe vegetasi menggambarkan suatu daerah dari segi penyebaran gulma yang ada baik secara ruang maupun waktu. Vegetasi gulma dapat diketahui dengan melakukan suatu teknik yang dinamakan anilisis vegetasi. Analisis vegetasi dilakukan sebelum dan sesudah aplikasi herbisida untuk mengetahui jenis gulma dominan di lahan percobaan. Spesies gulma dominan ditunjukan oleh besarnya Nisbah Jumlah Dominansi (NJD) dalam % pada areal percobaan. Nisbah Jumlah Dominansi merupakan rata-rata jumlah kerapatan nisbi, nilai frekuensi nisbi, dan nilai berat kering nisbi gulma yang diperoleh dari hasil analisis vegetasi pada areal percobaan.

Data-data yang diperoleh dari analisis vegetasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Analisis vegetasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah analisis kuantitatif. Hasil analisis vegetasi gulma sebelum aplikasi herbisida diuron 500 g/l SC disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis vegetasi sebelum apikasi herbisida diuron 500 g/l SC didapatkan empat spesies gulma dominan yaitu Cleome rutidosperma, Borreria alata,

sebelum aplikasi herbisida adalah Cynodon dactylon, Urena lobata, Cyperus rotundus, dan Croton monanthogynus.

Tabel 2. Nisbah Jumlah Dominansi (NJD) Gulma Sebelum Aplikasi Herbisida.

No Jenis Gulma NJD (%) 1 Cleome rutidosperma 35.60 2 Borreria alata 24.98 3 Digitaria adscendens 14.41 4 Brachiaria distachya 8.53 5 Gulma lain 16.48

Analisis vegetasi juga dilakukan pada akhir percobaan untuk mengetahui apakah ada perubahan dari jumlah gulma yang dominan ketika sebelum aplikasi dengan setelah aplikasi herbisida. Hasil analisis vegetasi akhir pada 12 Minggu Setelah Aplikasi (MSA) disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Nisbah Jumlah Dominansi (NJD) Gulma Setelah Aplikasi Herbisida.

No Jenis Gulma NJD (%) 1 Borreria alata 23.67 2 Cleome rutidosperma 22.57 3 Digitaria adscendens 22.38 4 Brachiaria distachya 18.81 5 Gulma lain 12.57

Hasil analisis vegetasi akhir yang dilakukan pada lahan percobaan memberikan gambaran umum tentang dominansi gulma setelah aplikasi herbisida. Data yang didapatkan pada Tabel 3 menunjukan bahwa terjadi perubahan dominansi gulma yang terjadi pada akhir percobaan setelah aplikasi herbisida. Hal ini terlihat dari perubahan dominansi gulma Cleome rutidosperma

yang digantikan oleh gulma Borreria alata pada akhir percobaan. Pada Tabel 3 dapat dilihat juga bahwa terjadi penurunan nilai NJD pada gulma Cleome rutidosperma, dan gulma Borreria alata yang merupakan gulma daun lebar. Sedangkan nilai NJD pada gulma Digitaria adscendens, dan Brachiaria distachya yang tergolong gulma rumput mengalami peningkatan.

Hal ini menunjukan bahwa herbisida diuron 500 g/l SC yang memiliki bahan aktif diuron 500 g/l lebih efektif untuk mengendalikan gulma golongan

daun lebar. Adanya peningkatan nilai NJD dari beberapa spesies gulma dari golongan rumput menunjukan bahwa herbisida diuron 500 g/l SC kurang efektif dalam mengendalikan gulma rumput seperti Digitaria adscendens dan Brachiaria distachya. Moenandir (1990) menyatakan bahwa ada empat peranan penting yang mempengaruhi keselektifan ialah peran-peran tumbuhan, herbisida, lingkungan, dan cara aplikasi.

Gambar 3. Cleome rutidosperma (kiri atas), Borreria alata (kanan atas),

Digitaria adscendens (kiri bawah), Brachiaria distachya (kanan bawah)

Perbedaan jenis gulma yang terdapat pada areal pertanaman, menunjukan beda kepekaan terhadap herbisida yang sangat ditentukan oleh faktor dalam dan faktor luar. Perbedaan yang terjadi dari pengaruh faktor dalam adalah karena setiap jenis gulma akan memiliki respon morfologi dan fisiologi yang berbeda

terhadap efek herbisida yang diberikan. Selain jenis gulma dan sifat herbisida, faktor lingkungan yang merupakan faktor luar juga sangat berpengaruh terhadap efektifitas suatu herbisida. Barus (2003) menyatakan bahwa faktor lingkungan yang mempengaruhi efektifitas herbisida yang diaplikasikan adalah cahaya, suhu, curah hujan, kandungan bahan faktor, kelembaban, dan pH.

Curah hujan yang terjadi di sekitar areal penelitian disaat penelitian berlangsung cukup tinggi. Curah hujan yang cukup tinggi tersebut dapat menyebabkan berkurangnya konsentrasi herbisida tersebut yang terkandung di dalam tanah yang terbawa oleh erosi tanah dan pencucian. Moenandir (1990) menyatakan bahwa herbisida yang diformulasikan dalam bentuk minyak atau emulsi sedikit dipengaruhi hujan dibandingkan dengan yang diformulasikan dalam bentuk larutan air. Hal ini dapat mempengaruhi efektivitas herbisida yang diaplikasikan. Data curah hujan selama percobaan terdapat pada Tabel 4.

Tabel 4. Data Curah Hujan Selama Percobaan

Bulan Curah Hujan

(mm/bulan)

Desember 247.7

Januari 125.0

Februari 163.6

Maret 142.6

Sumber : PT. PG. Rajawali II Unit Subang

Curah hujan merupakan suatu faktor lingkungan yang juga erat kaitannya dengan tingkat kelembaban tanah. Semakin tinggi curah hujan maka akan semakin tinggi tingkat kelembaban tanah. Kelembaban tanah nantinya akan mempengaruhi tingkat proses pengecambahan gulma yang ada dalam tanah. Semakin tinggi tingkat kelembaban tanah maka akan semakin membantu proses pengecambahan gulma yang ada dalam tanah.

Persentase Penutupan Gulma

Persentase penutupan gulma (PPG) merupakan suatu nilai yang menunjukan seberapa besar vegetasi gulma tersebut menutupi areal pertanaman. Nilai persentase penutupan gulma yang di peroleh dari pengamatan pada

penelitian ini adalah secara visual terhadap penutupan gulma hasil pertumbuhan potensi gulma yang ada dalam tanah. Aplikasi herbisida dengan beberapa perlakuan yang diberikan menunjukan bahwa perlakuan pengendalian memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap persentase penutupan gulma pasa 2, 4, 6, 8, dan 10 MSA. Sedangkan pengamatan pada 12 MSA tidak menunjukan perbedaan yang nyata terhadap perlakuan herbisida yang diberikan. Hal ini diakibatkan karena faktor lingkungan dan juga konsentrasi herbisida yang hanya memiliki efektifitas pengendalian sampai 10 MSA. Hasil dari perhitungan sidik ragam persentase penutupan gulma disajikan pada Lampiran 1.

Aplikasi herbisida diuron 500 g/l SC dengan beberapa perlakuan dosis ternyata memberikan respon yang nyata hingga 10 MSA, akan tetapi pengaruh ulangan yang diberikan tidak menunjukan berbeda nyata. Pada pengamatan 12 MSA tidak menunjukan perbedaan yang nyata dari setiap perlakuan herbisida dengan kontrol dan penyiangan manual, hal ini dikarenakan konsentrasi herbisida sudah menurun pada lapisan tanah. Penyebab penurunan konsentrasi herbisida dalam tanah adalah karena pencucian, diserap oleh tumbuhan, mengalami penguraian dan mengalami perpindahan fisik (Zaenudin, 1986).

Kemudian faktor lain adalah karena pada pengamatan 12 MSA ada beberapa petak percobaan yang rusak akibat ada proses turun tanah yang dilakukan oleh Karyawan Harian Lepas (KHL) yang tidak mengetahui bahwa petak tersebut merupakan petak percobaan. Adapun beberapa petak percobaan yang rusak pada pengamatan 12 MSA adalah petak 0.5 l/ha (ulangan 1), 1.0 l/ha (ulangan 2), penyiangan manual (ulangan 3), 3.0 l/ha (ulangan 4). Hasil dari uji perbedaan pengaruh antar perlakuan yang diberikan terhadap persentase penutupan gulma dapat dilihat pada Tabel 5 dengan bentuk grafiknya pada Gambar 4.

Hasil yang didapat dari pengamatan persen penutupan gulma setiap waktu pengamatan menunjukan tingkat persentase penutupan gulma terkecil terjadi pada petak percobaan dengan dosis perlakuan herbisida 3.0 l/ha sebesar 6.25 pada saat 2 MSA, kemudian dengan dosis 2.0 l/ha sebesar 9.25 pada 2 MSA. Diantara perlakuan dosis 2.0 l/ha dan dosis 3.0 l/ha tidak memiliki perbedaan yang nyata dalam persen penutupan gulma secara perhitungan statistik, kecuali pada

pengamatan 4 MSA yang menunjukan perbedaan. Pada perlakuan diantara dosis 0.5 l/ha, dan 1.0 l/ha terdapat perbedaan yang nyata pada taraf 5 % hingga pengamatan pada 8 MSA, sedangkan pada 10 MSA, dan 12 MSA tidak menunjukan perbedaan yang nyata.

Tabel 5. Pengaruh Pengendalian Gulma terhadap Persentase Penutupan Gulma

Perlakuan Dosis Minggu Setelah Aplikasi (MSA)

2 4 6 8 10 12 ---(%)--- Kontrol - 51.75 a 68.75 a 84.25 a 87.00 a 90.00 a 93.25 a Manual - 48.75 a 67.00 a 81.25 a 68.50 b 80.50 a 64.25 ab Diuron 500 g/l SC 0.5 l/ha 32.50 b 43.75 b 51.25 b 43.25 c 62.75 b 60.00 ab Diuron 500 g/l SC 1.0 l/ha 23.75 c 30.00 c 34.75 c 30.00 d 54.50 b 60.00 ab Diuron 500 g/l SC 2.0 l/ha 9.25 d 19.75 d 24.75 cd 22.00 d 35.50 c 49.00 ab Diuron 500 g/l SC 3.0 l/ha 6.25 d 10 75 e 13.75 d 18.75 d 28.50 c 35.00 b Keterangan : Angka pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda

nyata pada taraf 5 % uji duncan.

Gambar 4. Grafik Persentase Penutupan Gulma

Perlakuan herbisida diuron 500 g/l SC dengan dosis 0.5 l/ha sudah cukup untuk menurunkan persentase penutupan gulma dibandingkan dengan perlakuan Kontrol dan Penyiangan manual, sedangkan penambahan herbisida ke tingkat dosis yang lebih tinggi mampu menekan persentase penutupan gulma lebih tinggi dari mulai 2 MSA hingga 10 MSA. Perlakuan herbisida diuron 500 g/l SC dengan

dosis 2.0 l/ha dan 3.0 l/ha secara umum memberikan hasil yang lebih baik dalam menekan pertumbuhan gulma. Namun bila dilihat dari segi efisiensi biaya dan toksisitas terhadap tanaman budidaya, penggunaan herbisida diuron 500 g/l SC dengan dosis 0.5 l/ha lebih efisien diaplikasikan karena sudah mampu menekan pertumbuhan gulma dibandingkan perlakuan kontrol.

Grafik persentase penutupan gulma diatas, menunjukan bahwa formulasi herbisida yang diberikan tampak menunjukan hasil yang cenderung lebih baik pada tingkat dosis yang lebih tinggi. Semakin tinggi dosis yang digunakan akan senderung semakin baik menekan pertumbuhan gulma. Namun nantinya akan berpengaruh pada tingkat toksisitas dan dampak lingkungan serta efisiensi biaya apabila dosis yang digunakan terlalu banyak. Jumlah dari konsentrasi herbisida dapat menentukan terjadinya hambatan atau pemacauan pada suatu pertumbuhan, pada umumnya dengan semakin meningkatnya konsentrasi maka akan semakin meningkat pula penekanannya (Moenandir, 1990).

Gambar 3 menunjukan bahwa terjadi penurunan tingkat persentase penutupan gulma pada pengamatan 8 MSA untuk beberapa perlakuan khususnya perlakuan penyiangan manual. Perlakuan penyiangan manual dilakukan setelah pengamatan 6 MSA, sehingga pada saat 8 MSA terjadi penurunan. Namun terjadi peningkatan kembali pada 10 MSA dan kembali mengalami penurunan ketika 12 MSA yang diakibatkan terjadi kerusakan petak percobaan penyiangan manual pada blok ulangan tiga. Dari Gambar 3 terlihat bahwa semua perlakuan memiliki persentase penutupan gulma (PPG) terendah pada 2 MSA. Untuk perlakuan kontrol dan perlakuan herbisida dosis 3.0 l/ha mengalami peningkatan terus hingga 12 MSA, sedangkan untuk pelakuan penyiangan manual, 0.5 l/ha, 1.0 l/ha, dan 2.0 l/ha mengalami penurunan pada 8 MSA.

Bobot Kering Gulma

Bobot Kering Gulma Total

Bobot kering gulma total merupakan jumlah bobot kering gulma secara keseluruhan pada setiap petak perlakuan dan setiap ulangan. Penentuan berat kering gulma total dilakukan dengan cara menimbang tiap spesies gulma yang telah dioven yang merupakan hasil pengambilan sampel gulma setiap perlakuan

dan setiap ulangan. Hasil sidik ragam bobot kering gulma total diperlihatkan pada Lampiran 2. Perlakuan herbisida diuron 500 g/l SC dengan beberapa dosis berpengaruh sangat nyata pada 2, 4, 6, 8, dan 10 MSA. Pengaruh dari perlakuan terhadap bobot kering gulma total ditunjukan pada Tabel 6 dan gambar grafiknya pada Gambar 5.

Tabel 6. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering Gulma Total

Perlakuan Dosis Minggu Setelah Aplikasi (MSA)

2 4 6 8 10 12 ---(g/0.25m2)--- Kontrol - (8.40) 2.95 a (136.5) 11.69 a (61.75) 7.88 a (56.22) 7.53 a (91.04) 9.59 a (139.07) 11.78 a Manual - (6.46) 2.62 a (50.57) 7.00 b (48.30) 6.98 b (44.32) 6.66 ab (46.23) 6.83 bc (74.57) 7.76 a Diuron 500 g/l SC 0.5 l/ha (2.37) 1.80 b (27.96) 4.99 c (19.78) 4.14 cd (39.20) 6.25 abc (55.05) 7.40 bc (69.95) 7.52 a Diuron 500 g/l SC 1.0 l/ha (1.09) 1.43 b (6.54) 2.66 d (16.89) 4.41 c (22.60) 4.79 bcd (64.47) 7.91 b (55.88) 6.76 a Diuron 500 g/l SC 2.0 l/ha (0.26) 1.11 b (7. 57) 2.73 d (11.60) 3.29 de (18.35) 4.36 cd (36.73) 6.03 cd (56.00) 7.53 a Diuron 500 g/l SC 3.0 l/ha (0.59) 1.21 b (4.55) 2.15 d (5.29) 2.43 e (15.1) 3.68 d (23.69) 4.89 d (45.13) 6.09 a Keterangan : - Angka pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda

nyata pada taraf 5 % uji duncan.

- Angka dalam kurung merupakan data asli, sedangkan angka di luar kurung

merupakan data hasil transformasi √(x+1)

Dilihat dari hasil perhitungan statistik bahwa perlakuan herbisida pada dosis 0.5 l/ha efektif menekan gulma hingga 6 MSA, kemudian pada 8, 10, dan 12 MSA nilai bobot kering gulma total dari perlakuan herbisida dengan dosis 0.5 l/ha tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol dan penyiangan manual. Secara perhitungan statistik dapat dilihat bahwa tidak ada perbedaan yang nyata dalam menekan pertumbuhan gulma total diantara perlakuan dosis 2.0 l/ha dan 3.0 l/ha, namun dari setiap perlakuan dapat dilihat bahwa perlakuan herbisisda diuron 500 g/l SC dengan dosis 3.0 l/ha lebih besar menekan pertumbuhan gulma secara total. Bobot kering gulma total terendah terdapat pada perlakuan herbisida dengan dosis

2.0 l/ha pada 2 MSA sebesar 0.26 gram, dan bobot kering gulma total tertinggi terdapat pada perlakuan Kontrol pada pengamatan 12 MSA sebesar 139.07 gram.

Secara umum dari setiap perlakuan terjadi peningkatan bobot kering gulma total yang sangat drastis pada 4 MSA, kemudian setelah itu tingkat bobot kering gulma total mengalami pertumbuhan yang konstan dan stabil hingga 8 MSA. Tidak terjadi perubahan bobot kering gulma total yang signifikan pada setiap perlakuan pada pengamtan 4 MSA hingga 8 MSA kecuali perlakuan Kontrol. Setelah pengamatan pada 8 MSA terjadi penigkatan bobot kering gulma total pada setiap perlakuan hingga pengamatan 12 MSA. Sastroutomo (1990) menyatakan bahwa secara umum hampir semua biji gulma yang ada dalam tanah berkecambah dalam waktu yang relatif singkat (2 minggu). Rata-rata perkecambahan gulma dimulai setelah 2 minggu dan meningkat jumlahnya setelah 2 bulan (8 MSA).

Gambar 5. Grafik Bobot Kering Gulma Total

Berdasarkan perhitungan statistik, secara umum perlakuan herbisida dengan dosis 0.5 l/ha lebih efektif dan efisien diaplikasikan dari segi biaya dan toksisitas bila dibandingkan dengan perlakuan dosis yang lebih tinggi. Karena diantara perlakuan herbisida dengan dosis 5.0 l/ha, 1.0 l/ha, 2.0 l/ha, dan 3.0 l/ha tidak menunjukan perbedaan yang nyata dari hasil bobot kering gulma total. Sehingga diambil dosis yang paling rendah untuk efisiensi biaya dan dengan dengan dosis 0.5 l/ha sudah mampu menekan pertumbuhan gulma yang berbeda nyata dengan perlakuan kontrol.

Hasil pengamatan yang dapat dilihat pada Gambar 5 menunjukan bahwa jumlah bobot kering gulma total mengalami peningkatan yang signifikan pada setiap perlakuan setelah pengamatan pada 8 MSA, namun ada juga yang setelah 10 MSA. Hal ini menunjukan bahwa herbisida diuron 500 g/l SC memiliki efektifitas pengendalian hingga 8 - 10 MSA.

Bobot Kering Gulma Daun Lebar Total

Gulma daun lebar merupakan jenis gulma dengan ciri utama adalah ukuran daunnya yang memiliki lebar yang tidak berbeda jauh dengan panjang daunnya. Daun-daun gulma berdaun lebar dibentuk pada meristem apikal dan sangat sensitif terhadap khemikelia. Pada permukaan daun terutama permukaan bawah terdapat stomata yang memungkinkan cairan masuk. Meristem apikal dari gulma berdaun lebar adalah bagian batang yang terbentuk sebagai bagian terbuka yang sensitif terhadap perlakuan kimia (Yakup, 2002).

Gulma berdaun lebar cenderung untuk dapat menurunkan hasil panenan yang lebih besar jika dibandingkan dengan gulma rerumputan atau sejenisnya (Sastroutomo, 1990). Lampiran 3 menunjukan hasil sidik ragam bobot kering gulma daun lebar total. Dari tabel dapat dilihat bahwa aplikasi herbisisda diuron 500 g/l SC memberikan pengaruh yang sangat nyata pada 2, 4, 6, 8, dan 10 MSA. Pada pengamatan 12 MSA menunjukan tidak ada perbedaan yang nyata antara setiap perlakuan herbisida dengan perlakuan Kontrol dan penyiangan manual, hal ini disebabkan efektifitas herbisida diuron 500 g/l SC sudah semakin menurun yang diakibatkan terjadinya penurunan konsentrasi herbisida dalam tanah karena pencucian, diserap oleh tumbuhan, mengalami penguraian dan mengalami perpindahan fisik. Pengaruh perlakuan pengendalian gulma terhadap bobot kering gulma daun lebar total disajikan pada Tabel 7.

Herbisida diuron 500 g/l SC efektif menekan bobot kering gulma daun lebar total hingga 10 MSA. Secara umum perlakuan herbisida dengan dosis 3.0 l/ha dapat lebih besar menekan pertumbuhan gulma daun lebar dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Namun secara perhitungan statistik perlakuan herbisida dengan dosis 0.5 l/ha, 1.0 l/ha, 2.0 l/ha, dan 3.0 l/ha tidak berbeda efektifitasnya dalam mengendalikan gulma daun lebar total, dapat dilihat dari perhitungan statistik pada Tabel 7. Bobot kering gulma daun lebar total terendah terdapat pada

petak percobaan dengan aplikasi herbisida dengan dosis 2.0 l/ha, dan 3.0 l/ha pada pengamatan 2 MSA, dan bobot kering gulma daun lebar total tertinggi terdapat pada pengamatan 4 MSA dengan perlakuan Kontrol.

Tabel 7. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering Gulma Daun Lebar

Perlakuan Dosis Minggu Setelah Aplikasi (MSA)

2 4 6 8 10 12 ---(g/0.25m2)--- Kontrol - 2.30 a (4.33) (132.6) 11.52 a (58.94) 6.22 a (42.97) 6.62 a (77.17) 8.83 a (81.95) 9.05 a Manual - 2.13 a (4.22) (49.19) 6.89 b (45.20) 6.73 a (40.59) 6.40 a (42.50) 6.54 b (43.98) 6.01 a Diuron 500 g/l SC 0.5 l/ha (0.81) 1.31 b (15.91) 3.63 c (13.88) 3.77 b (34.33) 5.77 ab (46.06) 6.71 b (54.03) 6.65 a Diuron 500 g/l SC 1.0 l/ha (0.46) 1.18 b (3.64) 2.01 cd (14.44) 3.56 b (20.81) 4.62 cb (42.87) 6.49 b (34.11) 5.35 a Diuron 500 g/l SC 2.0 l/ha (0.00) 1.00 b (5.35) 2.27 cd (9.41) 2.84 b (15.94) 4.08 cb (32.15) 5.69 b (38.56) 6.26 a Diuron 500 g/l SC 3.0 l/ha (0.00) 1.00 b (0.44) 1.17 d (4.05) 2.13 b (12.03) 3.17 c (14.06) 3.78 c (30.30) 30.29 a Keterangan : - Angka pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda

nyata pada taraf 5 % uji duncan.

- Angka dalam kurung merupakan data asli, sedangkan angka di luar kurung

merupakan data hasil transformasi √(x+1)

Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa bobot kering gulma terendah terjadi pada 2 MSA dan terjadi peningkatan yang sangat besar pada 4 MSA terutama pada perlakuan Kontrol, hal ini diakibatkan karena proses pengovenan sampel gulma yang kurang baik pada saat penghitungan bobot kering gulma total. Dari pengamatan 4 MSA hingga 8 MSA tidak menunjukan perubahan peningkatan bobot kering gulma daun lebar yang begitu signifikan. Setelah pengamatan 8 MSA baru terlihat peningkatan bobot kering gulma daun lebar yang signifikan. Bobot Kering Gulma Rumput

Rumput merupakan suatu golongan gulma yang memiliki ciri-ciri dengan memiliki batang bulat atau pipih dan berongga. Golongan gulma jenis rumput memiliki kesamaan dengan golongan teki, yaitu sama-sama memiliki daun yang sempit, tetapi dari sudut pengendalian terutama responnya terhadap herbisisda berbeda. Berdasarkan dari bentuk masa pertumbuhannya, gulma rumput dibedakan menjadi rumput semusim (annual) dan tahunan (perennial). Dilihat dari segi vegetasi, rumput semusim biasanya tumbuh melimpah tetapi kurang menimbulkan masalah dibandingkan dengan rumput tahunan. Dari hasil analisis vegetasi yang dilakukan pada petak percobaan didapat beberapa jenis gulma rumput, diantaranya adalah Digitaria adscendens, Brachiaria distachya, dan

Cynodon dactylon.

Hampir semua jenis rerumputan adalah jenis C4, maka pengaruh kompetisinya jauh lebih besar jika dibandingkan dengan gulma berdaun lebar, dapat dijelaskan sebagai akibat dari pertumbuhannya yang menyebar luas dengan daun yang tumbuh horizontal yang membuatnya semakin kompetitif akan cahaya. Dari 10 jenis gulma penting di dunia, 8 di antaranya adalah jenis rerumputan atau teki-tekian (Sastroutomo, 1990). Hasil dari sidik ragam bobot kering gulma rumput total dapat dilihat pada Lampiran 4. Dari Lampiran tersebut dapat dilihat bahwa aplikasi herbisida diuron 500 g/l SC tidak memberikan pengaruh yang nyata dari mulai pengamatan pertama yaitu 2 MSA hingga akhir pengamatan (12 MSA).

Pengaruh perlakuan pengendalian gulma terhadap bobot kering gulma rumput total dapat dilihat pada Tabel 8 dan grafiknya pada Gambar 7. Pada pengamatan mulai dari 2 MSA hingga 10 MSA tidak menunjukan jumlah bobot

kering gulma rumput yang begitu besar. Hal ini disebabkan karena dari mulai awal analisis vegetasi memang sudah menunjukan bahwa petak percobaan didominasi oleh gulma daun lebar. Aplikasi herbisida diuron 500 g/l SC dengan beberapa dosis tidak menunjukan perbedaan yang nyata untuk menekan pertumbuhan gulma dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan penyiangan manual. Bobot kering gulma rumput total terendah terdapat pada perlakuan herbisida dengan dosis 2.0 l/ha pada pengamatan 2 MSA sebesar 0.26 gram, dan bobot kering gulma rumput total tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol pada pengamatan 12 MSA sebesar 57.13 gram.

Tabel 8. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering Gulma Rumput

Perlakuan Dosis Minggu Setelah Aplikasi (MSA)

2 4 6 8 10 12 ---(g/0.25m2)--- Kontrol - 2.06 a (3.58) 2.27 ab (3.95) (2.81) 1.81 a (13.25) 3.41 a (13.86) 3.69 ab (57.13) 7.46 a Manual - 1.90 a (2.16) 1.73 b (1.52) (3.09) 1.97 a (3.73) 2.23 a 2.21 b (3.72) (30.59) 5.17 ab Diuron 500 g/l SC 0.5 l/ha (1.56) 1.68 a (12.04) 3.42 a (3.01) 2.07 a (4.87) 2.38 a (8.99) 3.18 ab (15.92) 3.83 b Diuron

Dokumen terkait