• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh efektifitas herbisida diuron 500 g/l sc dalam pengendalian gulma pada tanaman tebu (Saccharum officinarum l)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh efektifitas herbisida diuron 500 g/l sc dalam pengendalian gulma pada tanaman tebu (Saccharum officinarum l)"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

DALAM PENGENDALIAN GULMA PADA TANAMAN TEBU

(

Saccharum officinarum

L)

DICKY NURFAUZI MUSTOPA A24070059

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

DICKY NURFAUZI MUSTOPA. Pengaruh Efektifitas Herbisida Diuron 500 g/l SC dalam Pengendalian Gulma pada Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L). (Dibimbing oleh HARIYADI).

Percobaan ini dilakukan untuk menguji efikasi herbisida diuron dengan bahan aktif diuron 500 g/l terhadap gulma pada budidaya tanaman tebu yang disimpulkan berdasarkan analisis statistik data biomassa spesies gulma sasaran dan data persentase penutupan gulma. Penelitian dilaksanakan di PT. PG. Rajawali II Unit PG. Subang terletak di blok Cidangdeur, desa Pasirbungur, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Jawa Barat, pada bulan Desember 2010 sampai Maret 2011.

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap teracak (RKLT) dengan satu faktor. Penelitian ini menggunakan Enam perlakuan dengan Empat ulangan. Adapun perlakuan yang diberikan adalah : (P1) diuron 500 g/l SC dengan dosis 0.5 l/ha, (P2) diuron 500 g/l SC dengan dosis 1.0 l/ha, (P3) diuron 500 g/l SC dengan dosis 2.0 l/ha, (P4) diuron 500 g/l SC dengan dosis 3.0 l/ha, (P5) Penyiangan Manual, (P6) Kontrol.

Berdasarkan hasil analisis vegetasi sebelum aplikasi herbisida diuron 500 g/l SC didapatkan empat spesies gulma dominan yaitu Cleome rutidosperma,

Borreria alata, Digitaria adscendens, dan Brachiaria distachya. Spesies gulma lain sebelum aplikasi herbisida adalah Cynodon dactylon, Urena lobata,

Cyperus rotundus, dan Croton monanthogynus. Pada akhir pengamatan dilakukan analisis vegetasi akhir yang memberikan gambaran umum tentang dominansi gulma setelah aplikasi herbisida.

(3)
(4)

Sugar Cane (Saccharum officinarum L)

Dicky Nurfauzi Mustopa1, Hariyadi2 1

Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB (A24070059)

2

Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB

Abstract

The experiment was conducted to test the efficacy of Diuron 500 g/l SC herbicide of weeds in sugar cane cultivation is inferred based on statistical analysis of the target weed species biomass data. The experiment was conducted at PT. PG. PG Rajawali II Unit. Subang is located in block Cidangdeur, Pasirbungur village, District Purwadadi, Subang regency, West Java, in January 2011 to March 2011. Experimental design used in this study was a randomized complete randomized design (RKLT) with one factor. This study used six treatments with four replications. The treatment given is: (P1) Diuron 500 g/l SC with a dose of 0.5 l/ha, (P2) Diuron 500 g/l SC with a dose of 1.0 l/ha, (P3 Diuron 500 g/l SC with a dose of 2.0 l/ha, (P4) Diuron 500 g/l SC at a dose of 3.0 l/ha, (P5) Manual Weeding, (P6) Control. Diuron 500 g/l SC herbicide effectively suppress weed growth by 10 MSA. In statistical calculations, the average herbicide treatment with a dose of 0.5 l/ha, 1.0 l/ha, 2.0 l/ha, and 3.0 l/ha showed no significant difference in controlling weed growth. So that the herbicide application with a dose of 0.5 l/ha is more effective to apply for a dose of 0.5 l/ha was able to control weed growth and significantly different from control treatment. During the trial found no symptoms of poisoning at treatment doses of 0.5-2.0 l/ha, but on treatment with a dose of 3.0 l / ha showed mild toxicity scoring or not too harmful.

(5)

PENGARUH EFEKTIFITAS HERBISIDA DIURON 500 g/l SC

DALAM PENGENDALIAN GULMA PADA TANAMAN TEBU

(

Saccharum officinarum

L)

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

DICKY NURFAUZI MUSTOPA A24070059

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(6)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul :

PENGARUH EFEKTIFITAS HERBISIDA DIURON

500 g/l SC DALAM PENGENDALIAN GULMA

PADA TANAMAN TEBU (

Saccharum officinarum

L)

Nama

:

DICKY NURFAUZI MUSTOPA

NIM

:

A24070059

Menyetujui, Dosen pembimbing

Dr. Ir. Hariyadi, MS NIP. 19611008 198601 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr. NIP. 19611101 198703 1 003

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Subang, Propinsi Jawa Barat pada tanggal 1 Mei 1990. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Ruhiman, BSW dan Ibu Yayah Komariah.

Tahun 2001 penulis lulus dari SDN Tanjungjaya, kemudian pada tahun 2004 penulis menyelesaikan studi di SMP N 1 Tanjungsiang, Subang. Selanjutnya penulis lulus dari SMA N 1 Tanjungsiang pada tahun 2007. Tahun 2007 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI sebagai mahasiswa pada Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan hidayah sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian pengujian efikasi herbisida diuron 500 g/l SC ini dilaksanakan terdorong oleh keinginan untuk mengetahui pengaruh efektifitas herbisida terhadap pertumbuhan gulma pada tanaman tebu (Saccharum officinarum L) dan efek toksisitasnya bagi tanaman tebu. Penelitian dilaksanakan di lahan tanaman tebu PT. PG. Rajawali II Unit PG. Subang yang terletak di blok Cidangdeur, desa Pasirbungur, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Jawa Barat.

Penulis menyampaikan terimakasih kepada Dr. Ir. Hariyadi, MS. yang telah memberi bimbingan dan pengarahan selama kegiatan penelitian dan penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada teknisi kebun yang telah memberikan bantuan selama pelaksanaan penelitian. Kepada kedua orang tua yang telah memberikan dorongan yang tulus baik moril maupun materil, penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya. Semoga hasil penelitian ini berguna bagi yang memerlukan.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Percobaan ... 3

Hipotesis ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Ekologi gulma ... 4

Persaingan Gulma dan Tanaman Tebu ... 5

Penggunaan Herbisida ... 6

Herbisisida Pra Tumbuh ... 7

Diuron ... 8

Aplikasi Herbisida ... 10

BAHAN DAN METODE ... 12

Tempat dan Waktu ... 12

Bahan dan Alat ... 12

Metode Penelitian ... 12

Pelaksanaan Penelitian ... 13

Pengamatan ... 14

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17

Kondisi Umum ... 17

Gulma Dominan ... 19

Persentase Penutupan Gulma ... 22

Bobot Kering Gulma ... 25

Bobot Kering Gulma Total ... 25

Bobot Kering Gulma Daun Lebar Total ... 28

Bobot Kering Gulma Rumput ... 30

Bobot Kering Gulma Cleome rutidosperma... 32

Bobot Kering Gulma Borreria alata ... 35

Bobot Kering Gulma Digitaria adcendens ... 37

Bobot Kering Gulma Brachiaria distachya ... 40

Fitotoksisitas pada Tanaman Tebu ... 42

Perbandingan dengan Pengendalian Mekanis ... 45

Pembahasan Umum ... 47

KESIMPULAN DAN SARAN ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Rekapitulasi Sidik Ragam pada Tiap Waktu Pengamatan ... 19 2. Nisbah Jumlah Dominansi (NJD) Gulma Sebelum Aplikasi Herbisida . 20 3. Nisbah Jumlah Dominansi (NJD) Gulma Setelah Aplikasi Herbisida ... 20 4. Data Curah Hujan Selama Percobaan ... 22 5. Pengaruh Pengendalian Gulma terhadap Persentase Penutupan Gulma 24 6. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering

Gulma Total ... 26 7. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering

Gulma Daun Lebar ... 29 8. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering

Gulma Rumput... 31 9. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering

Gulma Cleome rutidosperma ... 33 10. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering

Gulma Borreria alata ... 36 11. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering

Gulma Digitaria adscendens ... 38 12. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering

Gulma Brachiaria distachya... 41 13. Data Nilai Rata-rata Tingkat Skoring Toksisitas pada Tanaman Tebu .. 44 14. Perbandingan Biaya antara Penyiangan Manual dengan Perlakuan

Herbisida dengan Beberapa Dosis……….. 46

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Rumus Bangun Herbisida Diuron ... 9

2. Kondisi Lahan Percobaan di PG. Rajawali 2 Unit Subang ... 18

3. Gambar Gulma Dominan ... 21

4. Grafik Persentase Penutupan Gulma ... 22

5. Grafik Bobot Kering Gulma Total ... 27

6. Grafik Bobot Kering Gulma Daun Lebar ... 29

7. Grafik Bobot Kering Gulma Rumput ... 32

8. Grafik Bobot Kering Gulma Cleome rutidosperma ... 34

9. Regresi Pengaruh Perlakuan Herbisida Antara Dosis dengan Bobot Kering Gulma Cleome rutidosperma ... 35

10.Grafik Bobot Kering Gulma Borreria alata ... 37

11.Regresi Pengaruh Perlakuan Herbisida Antara Dosis dengan Bobot Kering Gulma Borreria alata ... 37

12.Grafik Bobot Kering Gulma Digitaria adscendens ... 39

13.Regresi Pengaruh Perlakuan Herbisida Antara Dosis dengan Bobot Kering Gulma Digitaria adscendens ... 39

14. Grafik Bobot Kering Gulma Brachiaria distachya ... 42

15.Regresi Pengaruh Perlakuan Herbisida Antara Dosis dengan Bobot Kering Gulma Brachiaria distachya ... 42

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Sidik Ragam Persentase Penutupan Gulma Total ... 52

2. Sidik Ragam Bobot Kering Gulma Total ... 53

3. Sidik Ragam Bobot Kering Total Gulma Daun Lebar ... 54

4. Sidik Ragam Bobot Kering Total Gulma Rumput ... 55

5. Sidik Ragam Bobot Kering Total Gulma Cleome rutidosperma ... 56

6. Sidik Ragam Bobot Kering Total Gulma Borreria alata ... 57

7. Sidik Ragam Bobot Kering Total Gulma Digitaria adscendens ... 58

8. Sidik Ragam Bobot Kering Total Gulma Brachiaria distachya ... 59

9. Perbandingan Pertumbuhan Gulma pada Setiap Petak Perlakuan pada 2 MSA ... 60

10. Perbandingan Pertumbuhan Gulma pada Setiap Petak Perlakuan pada 12 MSA ... 61

11. Perbandingan Tingkat Toksisitas pada Tanaman Tebu dari Setiap Perlakuan Dosis Herbisida pada 6 MSA ... 62

12. Denah Satuan Petak Perlakuan dan Pengambilan Contoh Gulma serta Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L) ... 63

13. Denah Petak Lahan dengan Enam Perlakuan dan Empat Ulangan ... 64

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman tebu (Saccharum officinarum L) adalah suatu komoditi perkebunan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Menurut Notojoewono dalam Rahmawati (1994) tebu semula dikatakan berasal dari India di sekitar Sungai Gangga, dan ada lagi yang mengatakan dari Kepulauan Pasifik Selatan atau Irian. Permintaan tebu sebagai bahan baku gula pasir semakin meningkat. Pada tahun 2007 total kebutuhan gula di Indonesia mencapai 2.6 juta ton, sedangkan produksi gula hanya 2.1 juta ton (Zainudin, 2007). Produksi hablur (gula) pada tahun 2002 – 2006 meningkat 7.97 % per tahun (produktivitas meningkat 4.01 % per tahun) sedangkan pada tahun 2007 – 2010 turun 2.16 % per tahun (produktivitas menurun 2.58 % per tahun). Luas areal perkebunan tebu dari tahun ke tahun semakin meningkat, estimasi luas areal perkebunan tebu pada tahun 2011 adalah sebesar 473 923 ha, dan estimasi produksi tebunya sebesar 3 159 836 ton (Deptan, 2010).

Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan produk gula pasir, maka peningkatan produksi tebu perlu dilakukan dan semua permasalahan dalam usaha budidaya tebu dapat diatasi, termasuk di dalamnya tindakan pengendalian terhadap gulma sebagai jasad pengganggu yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman tebu. Kemajuan pertanian dewasa ini secara langsung ataupun tidak langsung dapat memacu pertumbuhan gulma, seperti penanaman dalam baris, jarak tanam yang lebar, mekanisasi, pengairan, dan pemberian bahan-bahan kimia seperti pupuk. Keadaan suhu yang relatif tinggi, cahaya matahari melimpah, dan curah hujan yang cukup di daerah tropik, juga mendorong gulma untuk tumbuh subur. Akibatnya gulma menjadi masalah dalam budidaya tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan khusunya dalam hal ini perkebunan tebu.

(14)

tanaman tebu, maka selalu dicari alternatif pemecahan masalah pengendalian gulma yang tidak dapat dilakukan hanya mengandalkan tenaga manusia dengan penyiangan secara manual. Pengendalian gulma menggunakan senyawa kimia akhir-akhir ini sangat diminati, terutama untuk lahan pertanian yang cukup luas. Senyawa kimia yang digunakan untuk megendalikan gulma sering disebut dengan nama herbisida.

Herbisida merupakan alat yang canggih dalam pengendalian gulma serta memberikan keuntungan lebih dalam pemakaiannya. Salah satu pertimbangan yang penting dalam pemakaian herbisida adalah untuk mendapatkan pengendalian yang selektif, yaitu mematikan gulma, tetapi tidak merusak tanaman budidaya. Oleh karena itu perlu dosis konsentrasi dan jenis herbisida yang tepat pada tanaman, supaya kelebihan dan kesalahan pemakaian herbisida dapat dihindari. Dalam hal ini perlu pemahaman tentang fisiologi dari tumbuhan dan herbisida itu sendiri. Fisiologi herbisida dengan sendirinya akan mengungkapkan hubungan herbisida mulai dari masuknya ke dalam tubuh tumbuhan sehubungan dengan proses-proses yang mendukung metabolisme itu dan dampak yang diakibatkan.

(15)

Tujuan

Tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah untuk menguji efikasi herbisida diuron 500 g/l SC terhadap pengendalian gulma pada budidaya tanaman tebu yang disimpulkan berdasarkan analisis statistik data biomassa spesies gulma sasaran dan persen penutupan gulma.

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Penggunaan herbisida diuron 500 g/l SC dengan dosis tertentu dapat mengendalikan gulma pada tanaman tebu secara efisien.

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Ekologi Gulma

Masalah gulma timbul pada suatu jenis tumbuhan atau sekelompok tumbuhan mulai mengganggu aktifitas manusia baik kesehatannya maupun kesenangannya. Istilah gulma bukanlah istilah yang ilmiah, melainkan istilah yang sederhana yang sudah merupakan milik masyarakat (Sastroutomo, 1990). Secara umum, masyarakat mempunyai konsepsi yang sangat luas tentang apa yang dinamakan dengan gulma atau tanaman pengganggu. Gulma bukan hanya termasuk ke dalam golongan tumbuhan yang merugikan manusia dalam beberapa hal, tetapi juga merupakan jenis tumbuhan yang tidak bermanfaat atau belum diketahui manfaatnya.

Pakar-pakar ekologi cenderung melihat gulma sebagai tumbuhan yang mempunyai kemampuan khusus untuk menguasai lahan-lahan yang telah mengalami gangguan manusia. Atau dalam bahasa ilmiahnya gulma adalah tumbuhan pioner dari suksesi sekunder terutama pada lahan-lahan pertanian (Sastroutomo, 1990). Gulma yang tumbuh pada areal tanaman budidaya akan sangat merugikan tanaman pokoknya. Kerugian ini dapat berupa penurunan hasil, mempersulit pekerjaan pemeliharaan, mempersulit panen, memperbesar biaya produksi dan dapat sebagai sarang hama dan penyakit (Yakup, 2002).

Cara yang paling sederhana dan biasa digunakan untuk mengelompokan gulma adalah berdasarkan habitatnya. Ada beberapa kelompok gulma yang penting yaitu gulma agrestal atau segetal, ruderal, gulma padang rumput, gulma air, gulma hutan, dan gulma lingkungan (Sastroutomo, 1990). Penelitian ini lebih mengarah pada kelompok gulma agrestal atau segetal. Agrestal merupakan kelompok gulma yang berada pada lahan pertanian atau di tanah-tanah yang mengalami pengolahan, termasuk di dalamnya adalah gulma-gulma tanaman pangan, kebun sayur, buah-buahan, dan perkebunan.

(17)

dari agrestal adalah menjadi gulma berdaun lebar (dikot) dan gulma berdaun sempit (monokot) yang dibagi lagi menjadi rerumputan (Gramineae) dan teki-tekian (Cyperaceae). Dalam penelitian ini akan lebih difokuskan kapada efikasi herbisida diuron 500 g/l SC terhadap ketiga golongan gulma tersebut.

Persaingan Gulma dan Tanaman Tebu

Masalah gulma yang timbul diakibatkan karena adanya persaingan antara gulma dan tanaman budidaya. Persaingan akan terjadi bila timbul interaksi antar lebih dari satu tumbuhan. Interaksi adalah peristiwa saling tindak antar tumbuhan tersebut. Kompetisi berasal dari kata competere yang berarti mencari atau mengejar sesuatu yang secara bersamaan dibutuhkan oleh lebih dari satu pencari. Persaingan timbul dari 3 reaksi tanaman pada faktor fisik dan pengaruh faktor yang dimodifikasikan pada pesaing-pesaingnya (Moenandir, 1993).

Soedarsan dkk. dalam Agustanti (2006) mencatat adanya tujuh jenis gulma penting pada pertanaman tebu yang hampir semuanya terdiri dari jenis rerumputan (5), satu teki, dan satu jenis gulma berdaun lebar. Jenis-jenis gulma yang tumbuh di pertanaman tebu sangat ditentukan oleh cara pengolahan tanah dan macam tanaman budidayanya. Pada tanaman tebu, gulma akan bersaing dalam hal mendapatkan air, zat hara (pupuk), sinar matahari dan ruang gerak pertumbuhan tebu. Kadang-kadang ada jenis gulma yang mengeluarkan racun yang dapat mempengaruhi perkembangan dan pertunasan tebu.

Supaya tumbuh lebih baik, tebu memerlukan masa bebas gulma antara dua sampai dengan tiga bulan setelah tanam, karena pada masa tersebut dianggap kritikal dalam pembentukan tunas (Sembodo, 1992). Kerugian pada tebu akibat persaingan tersebut terutama pada bobot tebunya, besarnya kerugian akibat gulma ini sangat bervariasi tergantung dari macam spesies gulma dan kerapatannya (Murwandono, 1984). Gulma yang tumbuh pada tanaman tebu menjadi kendala untuk mencapai produksi yang tinggi. Keberadaan gulma pada tanaman tebu dapat menurunkan produksi sebesar 15.0-53.7% (Kuntohartono, 1998).

(18)

tebu, maka selalu dicari alternatif pemecahan masalah pengendalian gulma yang tidak dapat dilakukan hanya mengandalkan tenaga manusia dengan penyiangan secara manual. Pengendalian gulma menggunakan senyawa kimia akhir-akhir ini sangat diminati, terutama untuk lahan pertanian yang cukup luas. Senyawa kimia yang dipergunakan untuk pengendalian gulma sering disebut herbisida (Yakup, 2002).

Penggunaan Herbisida

Pada dasarnya ada enam macam metode pengendalian gulma, yaitu mekanis, kultur teknis, fisik, biologis, kimia, dan terpadu. Pengendalian dengan herbisida yang termasuk pengendalian secara kimia adalah upaya dan cara yang sering digunakan petani dalam mengendalikan gulma. Pada saat sekarang penggunaan herbisida tidak hanya terdiri dari satu jenis saja melainkan dapat berupa gabungan dari dua atau tiga jenis herbisida. Herbisida merupakan alat yang canggih dalam proses pegendalian gulma di tanaman perkebunan. Menurut Tjitrosoedirdjo et al. (1984), pengendalian dengan menggunakan herbisida memiliki beberapa keuntungan yaitu penggunaan tenaga kerja yang lebih sedikit dan lebih mudah serta cepat dalam pelaksanaan pengendalian.

Herbisida dapat dikelompokan berdasarkan sifat kimia, sifat selektifitas, dan berdasarkan cara pengendaliannya (Yakup, 2002). Salah satu pertimbangan penting dalam pemakaian herbisida adalah untuk mendapatkan pengendalian yang selektif, yaitu mematikan gulma tetapi tidak mengakibatkan kerusakan terhadap tanaman budidaya. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan tentang dosis dan konsentrasi yang optimum pada tanaman, supaya kelebihan pemakaian herbisida dapat dihindari (Yakup, 2002). Berdasarkan waktu aplikasi, biasanya herbisida diaplikasikan berdasarkan oleh stadia pertumbuhan dari tanaman maupun gulma. Manusia akan berusaha mengendalikan gulma dengan cara yang efektif dan efisien, maka dari itu manusia akan berusaha mengembangkan herbisida- herbisida baru.

(19)

menjadi residu dalam tanah yang dapat mempengaruhi pertumbuhan berikutnya. Absorpi herbisida, yang berarti herbisida diserap oleh tumbuhan dan masuk dalam tubuhnya secara difusi, osmosis, imbibisi dan lain-lain. Absorpi herbisida akan serupa dengan absorpsi nutrisi, sehingga perlu diingat adanya faktor-faktor yang mempengaruhinya (Moenandir, 1990). Fisiologi herbisida dengan sendirinya akan mengungkapkan hubungan herbisida mulai dari masuknya ke dalam tubuh tumbuhan sehubungan dengan proses-proses yang mendukung metabolisme itu dan dampak yang diakibatkan.

Herbisida Pra Tumbuh

Peersaingan antara gulma dengan tanaman pokok dapat dicegah sedini mungkin dan untuk melindungi tanaman pokok dari gangguan gulma maka tindakan pengendalian gulma yang tepat adalah dengan menggunakan herbisida pra tumbuh (Sujarwadi, 1994). Lintasan utama masuknya herbisida ke dalam tubuh tumbuhan ialah akar atau batang yang sedang muncul, untuk aplikasi lewat tanah dan batang atau daun untuk aplikasi lewat atas tanah. Dengan demikian herbisida harus masuk terlebih dahulu ke dalam jaringan tumbuhan sebelum terjadi respon biologis.

Laju masuknya herbisida ke dalam tubuh tumbuhan tergantung dari stadia perkembangan tumbuhan pada saat aplikasi. Herbisida dapat diaplikasikan ke dalam beberapa kategori. Klasifikasi ini dapat didasarkan pada tipe gulma yang akan dikendalikan, waktu aplikasi, dan bagaimana cara aplikasinya (Tjitrosoedirdjo et al., 1984). Berdasarkan waktu aplikasinya, herbisida dibedakan menjadi herbisida pra kultivasi yang diaplikasikan sebelum tanah diolah dan sebelum ada tanaman, herbisida pra tanam yang diaplikasikan sebelum tanam, sesudah tanah diolah, herbisida pra tumbuh yang diaplikasikan sebelum tanaman tumbuh (muncul), dan herbisida pasca tumbuh yang diaplikasikan setelah tanaman tumbuh dan muncul, demikian pula gulmanya (Moenandir, 1990). Dalam percobaan yang dilakukan lebih difokuskan kepada jenis herbisida pra tumbuh yaitu herbisida diuron 500 g/l SC.

(20)

gulma yang mampu tumbuh terletak di lapisan olah, yaitu lapisan antara 2.5 - 5 cm (Sujarwadi, 1994). Agar dapat merata ke seluruh gulma sasaran, herbisida pra tumbuh memerlukan teknik pengolahan tanah yang baik pada areal yang akan diaplikasikan dan tekstur tanah yang gembur serta tidak berbongkah-bongkah. Untuk mengaplikasikan jenis herbisida pra tumbuh perlu diperhatikan jenis pelarutnya. Aplikasi herbisida pra tumbuh memerlukan cukup banyak pelarut (Barus, 2003). Karena jika kadar air rendah dapat mengurangi efisiensi dan efektivitas pengendalian gulma.

Herbisida pra tumbuh akan efektif kerjanya di dalam tanah apabila herbisida tersebut dapat mencapai kedalaman sampai beberapa cm di dalam tanah. Apabila hanya mencapai kurang lebih 1-2 cm, maka pada umumnya hanya akan membunuh biji-biji tumbuhan pengganggu yang setahun (annual) saja. Herbisida pra tumbuh mampu mengendalikan gulma sejak awal, karena kompetisi sejak awal inilah yang banyak menyebabkan kerugian pada tanaman yang akan dibudidayakan. Menurut Kearney dalam Sujarwadi (1994) persistensi herbisida pra tumbuh dalam tanah ditentukan oleh jenis herbisida, kadar air tanah, jumlah liat, suhu tanah, pencucian dan penguapan, kandungan bahan organik, serta kegiatan mikroorganisme.

Diuron

Masing-masing jenis herbisida memiliki beberapa bahan aktif yang terkandung, diantaranya adalah diuron. Diuron merupakan bahan aktif herbisida yang merupakan jenis herbisida yang diaplikasikan melalui tanah. Herbisida golongan ini merupakan herbisida yang sistemik yang disemprotkan ke tanah, kemudian diserap oleh akar dan ditranslokasikan bersama aliran transpirasi sampai ke side of action pada jaringan daun yang menghambat proses pada photosystem II pada fotosintesis (Yakup, 2002).

(21)

ditranslokasikan ke daun melalui batang. Nama kimia dari herbisida diuron adalah 3-(3,4-dichlorophenyl)-1,1-dimethylurea (Gambar 1).

O

CH3 Cl

NH C N

CH3 Cl

3-(3,4-dichlorophenyl)-1,1-dimethylurea Gambar 1. Rumus Bangun Herbisida Diuron

Didalam tubuh tumbuhan diuron mengalami degradasi, terutama melalui pelepasan gugus metil. Herbisida diuron menghambat reaksi Hill pada fotosintesis, yaitu dalam fotosistem II. Dengan demikian pembentukan ATP dan NADPH terganggu (Tjitrosoedirdjo et al., 1984). Kebanyakan herbisida yang berasal dari golongan urea seperti halnya diuron ini lebih cepat diserap melalui akar tumbuhan dan dengan segera ditranslokasikan ke bagian atas tumbuhan (daun dan batang) melalui system apoplastik. Ada dua hal yang menyebabkan diuron tetap berada di permukaan tanah dalam waktu yang relatif agak lama yaitu: (1) tidak mudah larut dalam air sehingga diuron mempunyai kemampuan untuk bertahan dari pencucian dan (2) tingkat absorbsi yang tinggi oleh koloid tanah (Agustanti, 2006).

Biasanya jenis herbisida yang memiliki bahan aktif diuron banyak digunakan untuk pengendalian gulma pada tanaman tebu, kapas, karet, teh, dan sebagainya. Tingkat toksisitas diuron sangat tinggi untuk kecambah tumbuhan pengganggu. Dalam keadaan murni diuron akan berupa kristal putih, tidak menguap, tidak mudah terbakar, dan tidak berbau, akan meleleh pada suhu 1580 -1590 C, larut dalam air pada suhu 250 C sebanyak 42 ppm dan tahan terhadap dekomposisi (Agustanti, 2006).

(22)

maka tidak akan terjadi turgor lagi. Setelah gejala tersebut timbul akan disusul dengan timbulnya khlorosis yang biasanya akan diikuti oleh pertumbuhan yang lambat dan kematian yang mendadak. Biasanya herbisida yang diaplikasikan melalui tanah disemprotkan mengelilingi tanaman pokok atau disemprotkan diantara barisan untuk meningkatkan selektivitas herbisida dan mengurangi biaya pengendalian gulma.

Aplikasi Herbisida

Cara aplikasi penting dalam penentuan derajat keberhasilan pengendalian gulma, seperti aplikasi yang mengurangi kontak dengan tanaman budidaya dan memperbanyak kontak dengan gulma, ialah dalam alur, setempat, langsung dan lain-lain. Cara terbaik adalah semprotan terarah dengan menggunakan gugusan non selektif dan kontak ke dalam herbisida yang selektif (Moenandir, 1990). Menurut Barus (2003), aplikasi herbisida dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal adalah faktor yang terdapat pada gulma itu sendiri yaitu faktor pertumbuhan gulma. Faktor eksternal adalah faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi keefektifan dan efisiensi aplikasi herbisida, misalnya curah hujan, angin, sinar matahari (cahaya), temperatur, dan kelemababan udara. Curah hujan dapat menyebabkan bahan aktif herbisida tercuci, angin yang kencang dapat menerbangkan butiran-butiran larutan herbisida dan sinar matahari yang terik dapat menyebabkan terjadinya penguapan larutan herbisida yang diaplikasikan. Waktu aplikasi mempunyai pengaruh juga dalam aktifitas herbisida. Berdasarkan faktor internalnya, waktu aplikasi herbisida yang paling tepat adalah pada saat gulma masih muda dan belum memasuki pertumbuhan generatif. Pada fase ini, penyerapan bahan aktif herbisida yang diaplikasikan dapat berlangsung lebih efektif.

(23)

sprayer yang berfungsi untuk memecah cairan atau larutan menjadi butiran-butiran dengan ukuran yang efektif dan mendistribusikannya secara merata pada permukaan yang dilindungi (Harefa, 1997).

(24)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Kegiatan penelitian dilaksanakan di lahan tanaman tebu PT. PG. Rajawali II Unit PG. Subang yang terletak di blok Cidangdeur, desa Pasirbungur, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Perusahaan ini memiliki pabrik dengan jarak sekitar 22 km kearah Utara kota Subang dan 12 km kearah Selatan dari Kecamatan Sukamandi, dengan ketinggian 31-33 m dpl, dan rata-rata curah hujan sebesar 1 858. 22 mm per tahun. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2010 sampai Maret 2011.

Bahan dan Alat

Bahan

Bahan yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini adalah klon tebu yang sering digunakan di perkebunan PG. Rajawali II, dan herbisida diuron 500 g/l SC yang telah diperiksa kadar bahan aktifnya oleh laboratorium Batan dan disegel.

Alat

Alat yang digunakan adalah sprayer knapsack semi automatik dengan nozel T-jet sebagai alat penyemprot herbisida yang digunakan, ember, gelas ukur, pengaduk, timbangan, spidol, oven, dan kuadran dengan ukuran 0.5 m x 0.5 m.

Metode Penelitian

(25)

Model rancangan yang digunakan adalah :

Yijk = µ + τi + βj + εij Keterangan :

Yijk = Pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j µ = Rataan umum

τi = Pengaruh perlakuan ke-i βj = Pengaruh kelompok ke-j

εij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

Pengolahan data dilakukan dengan metode analisis ragam. Apabila perlakuan menunjukan pengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut terhadap perbedaan nilai rata-rata pada kepercayaan 5 % dengan prosedur uji yang sesuai dengan rancangan percobaan. Satuan petak terdiri atas gulma yang terdapat pada lima guludan tebu atau dengan luas 7 m x 10 m. Jarak antar satuan petak perlakuan adalah satu barisan tebu di dalam barisan dan jarak antar setiap petak ulangan adalah satu guludan tebu. Penentuan tata letak satuan perlakuan di dalam suatu kelompok dilakukan sedemikian rupa sehingga sebaran gulma relatif merata.

Pelaksanaan Penelitian

Analisis vegetasi dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan aplikasi untuk mengetahui jenis gulma yang dominan. Analisis vegetasi dilakukan dengan menggunakan alat kuadrat berukuran 0.5 m x 0.5 m, dengan mengambil contoh gulma secara sistematis pada areal disekitar areal bercobaan yang diasumsikan memiliki kondisi lahan yang sama dengan lahan percobaan. Sebelum melakukan aplikasi herbisida, terlebih dahulu dilakukan pembagian petak percobaan yang disesuaikan berdasarkan perlakuan yang akan diberikan yang semuanya berjumlah 24 petak percobaan. Setiap petak berukuran 7 m x 10 m dengan jarak antar ulangan adalah 1.3 m dan jarak antara petak dalam satu ulangan adalah 0.5 m.

(26)

petak percobaan tersebut. Cara aplikasi herbisida dan alat yang digunakan disesuaikan dengan sifat fisik, cara kerja dan bentuk formulasi herbisida yang diuji. Untuk formulasi yang larut dalam air, digunakan alat semprot punggung semi automatik (semi automatik knapsack sprayer) dan nozel T-jet dengan tekanan 1 kg/cm2 (15-20 psi). Aplikasi herbisida yang diuji dilakukan hanya satu kali, waktunya adalah setelah tanah diolah sempurna dan telah ditanami namun kondisi gulma di lahan percobaan belum tumbuh.

Pengamatan

Pengamatan gulma 1. Jumlah contoh

Jumlah contoh yang digunakan adalah data contoh biomassa gulma pada setiap satuan petak perlakuan, diamati sebanyak dua kuadran per petak perlakuan, menggunakan metode kuadrat berukuran 0.5 m x 0.5 m. Letak petak kuadrat ditetapkan secara sistematis.

2. Waktu pengambilan contoh

Pengambilan contoh pada saat sebelum aplikasi dilakukan dengan cara pengambilan gulma untuk data biomassa kerapatan dan frekuensi dilakukan sebelum aplikasi, dimaksudkan untuk menganalisis vegetasi menggunakan teknik

sum dominance ratio (SDR) yaitu proses perhitungan jumlah dominansi gulma yang ada di sekitar areal percobaan tersebut. Pengambilan contoh setelah aplikasi dilakukan dengan cara pengambilan contoh gulma untuk data biomasa dan untuk data persentase penutupan gulma yang dilakukan 2 minggu sekali setelah aplikasi, dilakukan selama 3 bulan, berarti terdapat 6 kali pengamatan yaitu pada 2, 4, 6, 8, 10, dan 12 MSA. Kemudian pada akhir pengamatan dilakukan juga pengambilan contoh gulma untuk analisis vegetasi akhir pada 12 MSA.

3. Cara pengambilan contoh

(27)

temperatur 800 C selama 48 jam atau sampai mencapai bobot kering konstan, kemudian ditimbang untuk menghitung biomassa gulma. Proses pengovenan dan penimbangan contoh gulma dilakukan di Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB. Kemudian untuk pengamatan persentase penutupan gulma dilakukan secara visual terhadap setiap petak perlakuan yang nantinya akan dinilai dalam satuan persen (%) pada 2, 4, 6, 8, 10, dan 12 MSA.

Pengamatan tebu 1. Jumlah contoh

Jumlah contoh tanaman tebu untuk pengamatan fitotoksisitas adalah sebanyak 10 tanaman dalam satuan petak perlakuan dan ditentukan sacara acak.

2. Fitotoksisitas

Tingkat keracunan dinilai secara visual terhadap populasi kultivar dalam satuan petak perlakuan, diamati pada 4, 6, dan 8 minggu setelah aplikasi (MSA). Skoring keracunan yang diberikan sebagai berikut :

0 = Tidak ada keracunan, 0 – 5% bentuk atau warna daun dan atau pertumbuhan tanaman tebu tidak normal.

1 = Keracunan ringan, >5 – 20% bentuk atau warna daun dan atau pertumbuhan tanaman tebu tidak normal.

2 = Keracunan sedang, > 20 – 50% bentuk atau warna daun dan atau pertumbuhan tanaman tebu tidak normal.

3 = Keracunan berat, > 50 – 75% bentuk atau warna daun dan atau pertumbuhan tanaman tebu tidak normal.

4 = Keracunan sangat berat, > 75% bentuk atau warna daun dan atau pertumbuhan tanaman tebu tidak normal.

Kriteria efikasi

(28)

2. Efikasi herbisida yang diuji disimpulkan berdasarkan analisis statistik data biomassa spesies gulma sasaran dan persen penutupan gulma.

(29)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Perusahaan

PT. PG. Rajawali II Unit PG. Subang terletak di blok Cidangdeur, desa Pasirbungur, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Perusahaan ini memiliki pabrik dengan jarak sekitar 22 km kearah Utara kota Subang dan 12 km kearah Selatan dari Kecamatan Sukamandi. Lokasi ini dipilih sebagai tempat pabrik karena 75 % areal kebun tebu terletak didaerah ini sehingga akan lebih melancarkan proses transportasi tebu ke pabrik. Secara geografis, kedudukan PG. Rajawali II Unit Subang dan areal perkebunannya terletak diantara 107° 41°16° BT sampai 107° 41°18° BT dan 6° 24° 46° LS sampai 6° 24° 48° LS, dengan ketinggian 31-33 m di atas permukaan laut. Daerah PG. Subang merupakan daerah datar sampai bergelombang dengan kemiringan 3-10%. Jenis tanah pada areal perkebunan ini umumnya merupakan tanah latosol merah.

Berdasarkan SK menteri No. 68/Menteri-X/1978 tanggal 14 Oktober 1978 pengelolaan PG. Subang yang terdiri dari kebun Pasir Bungur, Pasir Muncang, dan Manyingsal sepenuhnya diserahkan kepada PT. Perkebunan XIV. Pada tahun 1981, dimulailah pembangunan fisiknya yang ditegaskan dalam surat menteri pertanian No. 667/KPTS/8/1981 tertanggal 11 Agustus 1981. Giling pertama PG. Subang adalah pada tanggal 3 Juli 1984 dan berakhir tanggal 18 Oktober 1984, dengan total tebu sejumlah 1 122 716 kuintal dari keseluruhan jumlah tebu 2 135 628 kuintal. Pada saat pabrik berdiri atau produksi belum lancar, tebu PG. Subang digiling di PG lain di PTP XIV.

Penelitian

(30)
[image:30.595.109.513.108.627.2]

Selama penelitian berlangsung, tingkat curah hujan di sekitar areal perkebunan tidak terlalu tinggi bila dibandingkan dengan tingkat curah hujan bulan-bulan sebelumnya. Namun tingkat curah hujan yang terjadi di sekitar areal perkebunan akan mempengaruhi populasi gulma yang ada. Pengaruh tersebut dapat berupa peningkatan pertumbuhan kembali gulma (re-growth) dan mempercepat pertumbuhan biji gulma. Menurut Tjitrosoedirdjo et al. (1984), bahwa pemakaian herbisida pra tumbuh kurang efektif saat kurang hujan karena herbisida tersebut memerlukan kelembaban tanah untuk mengaktifkan senyawanya.

(31)

Tabel 1. Rekapitulasi Sidik Ragam pada Tiap Waktu Pengamatan

Waktu (MSA)

Peubah Pengamatan

PPG BKT BKRT BKDT BKD BKB BKCL BKBR

2 ** ** tn ** tn * ** tn

4 ** ** tn ** tn ** ** tn

6 ** ** tn ** tn * ** tn

8 ** ** tn ** tn tn ** tn

10 ** ** tn ** * tn ** tn

12 tn tn tn tn tn tn tn *

Keterangan:

* = Berpengaruh nyata pada taraf 5 % BKBR = Bobot Kering Brachiaria distachya

** = Berpengaruh nyata pada taraf 1 % PPG = Persentase Penutupan Gulma +

= Berpengaruh nyata pada taraf 10 % BKT = Bobot Kering Gulma Total

tn = Tidak berpengaruh nyata BKRT = Bobot Kering Rumput Total

BKD = Bobot Kering Digitaria adscendes BKDT = Bobot Kering Daun Lebar Total

BKB = Bobot Kering Borreria alata BKCL= Bobot Kering Cleome rutidosperma

Gulma Dominan

Vegetasi gulma menggambarkan perpaduan berbagai jenis gulma disuatu wilayah atau daerah. Suatu tipe vegetasi menggambarkan suatu daerah dari segi penyebaran gulma yang ada baik secara ruang maupun waktu. Vegetasi gulma dapat diketahui dengan melakukan suatu teknik yang dinamakan anilisis vegetasi. Analisis vegetasi dilakukan sebelum dan sesudah aplikasi herbisida untuk mengetahui jenis gulma dominan di lahan percobaan. Spesies gulma dominan ditunjukan oleh besarnya Nisbah Jumlah Dominansi (NJD) dalam % pada areal percobaan. Nisbah Jumlah Dominansi merupakan rata-rata jumlah kerapatan nisbi, nilai frekuensi nisbi, dan nilai berat kering nisbi gulma yang diperoleh dari hasil analisis vegetasi pada areal percobaan.

Data-data yang diperoleh dari analisis vegetasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Analisis vegetasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah analisis kuantitatif. Hasil analisis vegetasi gulma sebelum aplikasi herbisida diuron 500 g/l SC disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis vegetasi sebelum apikasi herbisida diuron 500 g/l SC didapatkan empat spesies gulma dominan yaitu Cleome rutidosperma, Borreria alata,

(32)

sebelum aplikasi herbisida adalah Cynodon dactylon, Urena lobata, Cyperus rotundus, dan Croton monanthogynus.

Tabel 2. Nisbah Jumlah Dominansi (NJD) Gulma Sebelum Aplikasi Herbisida.

No Jenis Gulma NJD (%)

1 Cleome rutidosperma 35.60

2 Borreria alata 24.98

3 Digitaria adscendens 14.41

4 Brachiaria distachya 8.53

5 Gulma lain 16.48

Analisis vegetasi juga dilakukan pada akhir percobaan untuk mengetahui apakah ada perubahan dari jumlah gulma yang dominan ketika sebelum aplikasi dengan setelah aplikasi herbisida. Hasil analisis vegetasi akhir pada 12 Minggu Setelah Aplikasi (MSA) disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Nisbah Jumlah Dominansi (NJD) Gulma Setelah Aplikasi Herbisida.

No Jenis Gulma NJD (%)

1 Borreria alata 23.67

2 Cleome rutidosperma 22.57

3 Digitaria adscendens 22.38

4 Brachiaria distachya 18.81

5 Gulma lain 12.57

Hasil analisis vegetasi akhir yang dilakukan pada lahan percobaan memberikan gambaran umum tentang dominansi gulma setelah aplikasi herbisida. Data yang didapatkan pada Tabel 3 menunjukan bahwa terjadi perubahan dominansi gulma yang terjadi pada akhir percobaan setelah aplikasi herbisida. Hal ini terlihat dari perubahan dominansi gulma Cleome rutidosperma

yang digantikan oleh gulma Borreria alata pada akhir percobaan. Pada Tabel 3 dapat dilihat juga bahwa terjadi penurunan nilai NJD pada gulma Cleome rutidosperma, dan gulma Borreria alata yang merupakan gulma daun lebar. Sedangkan nilai NJD pada gulma Digitaria adscendens, dan Brachiaria distachya yang tergolong gulma rumput mengalami peningkatan.

(33)

daun lebar. Adanya peningkatan nilai NJD dari beberapa spesies gulma dari golongan rumput menunjukan bahwa herbisida diuron 500 g/l SC kurang efektif dalam mengendalikan gulma rumput seperti Digitaria adscendens dan Brachiaria distachya. Moenandir (1990) menyatakan bahwa ada empat peranan penting yang mempengaruhi keselektifan ialah peran-peran tumbuhan, herbisida, lingkungan, dan cara aplikasi.

Gambar 3. Cleome rutidosperma (kiri atas), Borreria alata (kanan atas),

Digitaria adscendens (kiri bawah), Brachiaria distachya (kanan bawah)

[image:33.595.103.508.192.789.2]
(34)

terhadap efek herbisida yang diberikan. Selain jenis gulma dan sifat herbisida, faktor lingkungan yang merupakan faktor luar juga sangat berpengaruh terhadap efektifitas suatu herbisida. Barus (2003) menyatakan bahwa faktor lingkungan yang mempengaruhi efektifitas herbisida yang diaplikasikan adalah cahaya, suhu, curah hujan, kandungan bahan faktor, kelembaban, dan pH.

Curah hujan yang terjadi di sekitar areal penelitian disaat penelitian berlangsung cukup tinggi. Curah hujan yang cukup tinggi tersebut dapat menyebabkan berkurangnya konsentrasi herbisida tersebut yang terkandung di dalam tanah yang terbawa oleh erosi tanah dan pencucian. Moenandir (1990) menyatakan bahwa herbisida yang diformulasikan dalam bentuk minyak atau emulsi sedikit dipengaruhi hujan dibandingkan dengan yang diformulasikan dalam bentuk larutan air. Hal ini dapat mempengaruhi efektivitas herbisida yang diaplikasikan. Data curah hujan selama percobaan terdapat pada Tabel 4.

Tabel 4. Data Curah Hujan Selama Percobaan

Bulan Curah Hujan

(mm/bulan)

Desember 247.7

Januari 125.0

Februari 163.6

Maret 142.6

Sumber : PT. PG. Rajawali II Unit Subang

Curah hujan merupakan suatu faktor lingkungan yang juga erat kaitannya dengan tingkat kelembaban tanah. Semakin tinggi curah hujan maka akan semakin tinggi tingkat kelembaban tanah. Kelembaban tanah nantinya akan mempengaruhi tingkat proses pengecambahan gulma yang ada dalam tanah. Semakin tinggi tingkat kelembaban tanah maka akan semakin membantu proses pengecambahan gulma yang ada dalam tanah.

Persentase Penutupan Gulma

(35)

penelitian ini adalah secara visual terhadap penutupan gulma hasil pertumbuhan potensi gulma yang ada dalam tanah. Aplikasi herbisida dengan beberapa perlakuan yang diberikan menunjukan bahwa perlakuan pengendalian memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap persentase penutupan gulma pasa 2, 4, 6, 8, dan 10 MSA. Sedangkan pengamatan pada 12 MSA tidak menunjukan perbedaan yang nyata terhadap perlakuan herbisida yang diberikan. Hal ini diakibatkan karena faktor lingkungan dan juga konsentrasi herbisida yang hanya memiliki efektifitas pengendalian sampai 10 MSA. Hasil dari perhitungan sidik ragam persentase penutupan gulma disajikan pada Lampiran 1.

Aplikasi herbisida diuron 500 g/l SC dengan beberapa perlakuan dosis ternyata memberikan respon yang nyata hingga 10 MSA, akan tetapi pengaruh ulangan yang diberikan tidak menunjukan berbeda nyata. Pada pengamatan 12 MSA tidak menunjukan perbedaan yang nyata dari setiap perlakuan herbisida dengan kontrol dan penyiangan manual, hal ini dikarenakan konsentrasi herbisida sudah menurun pada lapisan tanah. Penyebab penurunan konsentrasi herbisida dalam tanah adalah karena pencucian, diserap oleh tumbuhan, mengalami penguraian dan mengalami perpindahan fisik (Zaenudin, 1986).

Kemudian faktor lain adalah karena pada pengamatan 12 MSA ada beberapa petak percobaan yang rusak akibat ada proses turun tanah yang dilakukan oleh Karyawan Harian Lepas (KHL) yang tidak mengetahui bahwa petak tersebut merupakan petak percobaan. Adapun beberapa petak percobaan yang rusak pada pengamatan 12 MSA adalah petak 0.5 l/ha (ulangan 1), 1.0 l/ha (ulangan 2), penyiangan manual (ulangan 3), 3.0 l/ha (ulangan 4). Hasil dari uji perbedaan pengaruh antar perlakuan yang diberikan terhadap persentase penutupan gulma dapat dilihat pada Tabel 5 dengan bentuk grafiknya pada Gambar 4.

(36)
[image:36.595.97.525.188.394.2]

pengamatan 4 MSA yang menunjukan perbedaan. Pada perlakuan diantara dosis 0.5 l/ha, dan 1.0 l/ha terdapat perbedaan yang nyata pada taraf 5 % hingga pengamatan pada 8 MSA, sedangkan pada 10 MSA, dan 12 MSA tidak menunjukan perbedaan yang nyata.

Tabel 5. Pengaruh Pengendalian Gulma terhadap Persentase Penutupan Gulma

Perlakuan Dosis Minggu Setelah Aplikasi (MSA)

2 4 6 8 10 12

---(%)---

Kontrol - 51.75 a 68.75 a 84.25 a 87.00 a 90.00 a 93.25 a

Manual - 48.75 a 67.00 a 81.25 a 68.50 b 80.50 a 64.25 ab

Diuron 500 g/l SC 0.5 l/ha 32.50 b 43.75 b 51.25 b 43.25 c 62.75 b 60.00 ab

Diuron 500 g/l SC 1.0 l/ha 23.75 c 30.00 c 34.75 c 30.00 d 54.50 b 60.00 ab

Diuron 500 g/l SC 2.0 l/ha 9.25 d 19.75 d 24.75 cd 22.00 d 35.50 c 49.00 ab

Diuron 500 g/l SC 3.0 l/ha 6.25 d 10 75 e 13.75 d 18.75 d 28.50 c 35.00 b

Keterangan : Angka pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji duncan.

Gambar 4. Grafik Persentase Penutupan Gulma

(37)

dosis 2.0 l/ha dan 3.0 l/ha secara umum memberikan hasil yang lebih baik dalam menekan pertumbuhan gulma. Namun bila dilihat dari segi efisiensi biaya dan toksisitas terhadap tanaman budidaya, penggunaan herbisida diuron 500 g/l SC dengan dosis 0.5 l/ha lebih efisien diaplikasikan karena sudah mampu menekan pertumbuhan gulma dibandingkan perlakuan kontrol.

Grafik persentase penutupan gulma diatas, menunjukan bahwa formulasi herbisida yang diberikan tampak menunjukan hasil yang cenderung lebih baik pada tingkat dosis yang lebih tinggi. Semakin tinggi dosis yang digunakan akan senderung semakin baik menekan pertumbuhan gulma. Namun nantinya akan berpengaruh pada tingkat toksisitas dan dampak lingkungan serta efisiensi biaya apabila dosis yang digunakan terlalu banyak. Jumlah dari konsentrasi herbisida dapat menentukan terjadinya hambatan atau pemacauan pada suatu pertumbuhan, pada umumnya dengan semakin meningkatnya konsentrasi maka akan semakin meningkat pula penekanannya (Moenandir, 1990).

Gambar 3 menunjukan bahwa terjadi penurunan tingkat persentase penutupan gulma pada pengamatan 8 MSA untuk beberapa perlakuan khususnya perlakuan penyiangan manual. Perlakuan penyiangan manual dilakukan setelah pengamatan 6 MSA, sehingga pada saat 8 MSA terjadi penurunan. Namun terjadi peningkatan kembali pada 10 MSA dan kembali mengalami penurunan ketika 12 MSA yang diakibatkan terjadi kerusakan petak percobaan penyiangan manual pada blok ulangan tiga. Dari Gambar 3 terlihat bahwa semua perlakuan memiliki persentase penutupan gulma (PPG) terendah pada 2 MSA. Untuk perlakuan kontrol dan perlakuan herbisida dosis 3.0 l/ha mengalami peningkatan terus hingga 12 MSA, sedangkan untuk pelakuan penyiangan manual, 0.5 l/ha, 1.0 l/ha, dan 2.0 l/ha mengalami penurunan pada 8 MSA.

Bobot Kering Gulma

Bobot Kering Gulma Total

(38)
[image:38.595.114.517.219.524.2]

dan setiap ulangan. Hasil sidik ragam bobot kering gulma total diperlihatkan pada Lampiran 2. Perlakuan herbisida diuron 500 g/l SC dengan beberapa dosis berpengaruh sangat nyata pada 2, 4, 6, 8, dan 10 MSA. Pengaruh dari perlakuan terhadap bobot kering gulma total ditunjukan pada Tabel 6 dan gambar grafiknya pada Gambar 5.

Tabel 6. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering Gulma Total

Perlakuan Dosis Minggu Setelah Aplikasi (MSA)

2 4 6 8 10 12

---(g/0.25m2)---

Kontrol - (8.40) 2.95 a (136.5) 11.69 a (61.75) 7.88 a (56.22) 7.53 a (91.04) 9.59 a (139.07) 11.78 a

Manual -

(6.46) 2.62 a (50.57) 7.00 b (48.30) 6.98 b (44.32) 6.66 ab (46.23) 6.83 bc (74.57) 7.76 a Diuron

500 g/l SC 0.5 l/ha

(2.37) 1.80 b (27.96) 4.99 c (19.78) 4.14 cd (39.20) 6.25 abc (55.05) 7.40 bc (69.95) 7.52 a Diuron

500 g/l SC 1.0 l/ha

(1.09) 1.43 b (6.54) 2.66 d (16.89) 4.41 c (22.60) 4.79 bcd (64.47) 7.91 b (55.88) 6.76 a Diuron

500 g/l SC 2.0 l/ha

(0.26) 1.11 b (7. 57) 2.73 d (11.60) 3.29 de (18.35) 4.36 cd (36.73) 6.03 cd (56.00) 7.53 a Diuron

500 g/l SC 3.0 l/ha

(0.59) 1.21 b (4.55) 2.15 d (5.29) 2.43 e (15.1) 3.68 d (23.69) 4.89 d (45.13) 6.09 a

Keterangan : - Angka pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji duncan.

- Angka dalam kurung merupakan data asli, sedangkan angka di luar kurung

merupakan data hasil transformasi √(x+1)

(39)

2.0 l/ha pada 2 MSA sebesar 0.26 gram, dan bobot kering gulma total tertinggi terdapat pada perlakuan Kontrol pada pengamatan 12 MSA sebesar 139.07 gram.

[image:39.595.108.507.132.748.2]

Secara umum dari setiap perlakuan terjadi peningkatan bobot kering gulma total yang sangat drastis pada 4 MSA, kemudian setelah itu tingkat bobot kering gulma total mengalami pertumbuhan yang konstan dan stabil hingga 8 MSA. Tidak terjadi perubahan bobot kering gulma total yang signifikan pada setiap perlakuan pada pengamtan 4 MSA hingga 8 MSA kecuali perlakuan Kontrol. Setelah pengamatan pada 8 MSA terjadi penigkatan bobot kering gulma total pada setiap perlakuan hingga pengamatan 12 MSA. Sastroutomo (1990) menyatakan bahwa secara umum hampir semua biji gulma yang ada dalam tanah berkecambah dalam waktu yang relatif singkat (2 minggu). Rata-rata perkecambahan gulma dimulai setelah 2 minggu dan meningkat jumlahnya setelah 2 bulan (8 MSA).

Gambar 5. Grafik Bobot Kering Gulma Total

(40)

Hasil pengamatan yang dapat dilihat pada Gambar 5 menunjukan bahwa jumlah bobot kering gulma total mengalami peningkatan yang signifikan pada setiap perlakuan setelah pengamatan pada 8 MSA, namun ada juga yang setelah 10 MSA. Hal ini menunjukan bahwa herbisida diuron 500 g/l SC memiliki efektifitas pengendalian hingga 8 - 10 MSA.

Bobot Kering Gulma Daun Lebar Total

Gulma daun lebar merupakan jenis gulma dengan ciri utama adalah ukuran daunnya yang memiliki lebar yang tidak berbeda jauh dengan panjang daunnya. Daun-daun gulma berdaun lebar dibentuk pada meristem apikal dan sangat sensitif terhadap khemikelia. Pada permukaan daun terutama permukaan bawah terdapat stomata yang memungkinkan cairan masuk. Meristem apikal dari gulma berdaun lebar adalah bagian batang yang terbentuk sebagai bagian terbuka yang sensitif terhadap perlakuan kimia (Yakup, 2002).

Gulma berdaun lebar cenderung untuk dapat menurunkan hasil panenan yang lebih besar jika dibandingkan dengan gulma rerumputan atau sejenisnya (Sastroutomo, 1990). Lampiran 3 menunjukan hasil sidik ragam bobot kering gulma daun lebar total. Dari tabel dapat dilihat bahwa aplikasi herbisisda diuron 500 g/l SC memberikan pengaruh yang sangat nyata pada 2, 4, 6, 8, dan 10 MSA. Pada pengamatan 12 MSA menunjukan tidak ada perbedaan yang nyata antara setiap perlakuan herbisida dengan perlakuan Kontrol dan penyiangan manual, hal ini disebabkan efektifitas herbisida diuron 500 g/l SC sudah semakin menurun yang diakibatkan terjadinya penurunan konsentrasi herbisida dalam tanah karena pencucian, diserap oleh tumbuhan, mengalami penguraian dan mengalami perpindahan fisik. Pengaruh perlakuan pengendalian gulma terhadap bobot kering gulma daun lebar total disajikan pada Tabel 7.

(41)

petak percobaan dengan aplikasi herbisida dengan dosis 2.0 l/ha, dan 3.0 l/ha pada pengamatan 2 MSA, dan bobot kering gulma daun lebar total tertinggi terdapat pada pengamatan 4 MSA dengan perlakuan Kontrol.

Tabel 7. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering Gulma Daun Lebar

Perlakuan Dosis Minggu Setelah Aplikasi (MSA)

2 4 6 8 10 12

---(g/0.25m2)---

Kontrol - 2.30 a (4.33) (132.6) 11.52 a (58.94) 6.22 a (42.97) 6.62 a (77.17) 8.83 a (81.95) 9.05 a

Manual - 2.13 a (4.22) (49.19) 6.89 b (45.20) 6.73 a (40.59) 6.40 a (42.50) 6.54 b (43.98) 6.01 a

Diuron

500 g/l SC 0.5 l/ha

(0.81) 1.31 b (15.91) 3.63 c (13.88) 3.77 b (34.33) 5.77 ab (46.06) 6.71 b (54.03) 6.65 a Diuron

500 g/l SC 1.0 l/ha

(0.46) 1.18 b (3.64) 2.01 cd (14.44) 3.56 b (20.81) 4.62 cb (42.87) 6.49 b (34.11) 5.35 a Diuron

500 g/l SC 2.0 l/ha

(0.00) 1.00 b (5.35) 2.27 cd (9.41) 2.84 b (15.94) 4.08 cb (32.15) 5.69 b (38.56) 6.26 a Diuron

500 g/l SC 3.0 l/ha

(0.00) 1.00 b (0.44) 1.17 d (4.05) 2.13 b (12.03) 3.17 c (14.06) 3.78 c (30.30) 30.29 a

Keterangan : - Angka pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji duncan.

- Angka dalam kurung merupakan data asli, sedangkan angka di luar kurung

merupakan data hasil transformasi √(x+1)

(42)

Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa bobot kering gulma terendah terjadi pada 2 MSA dan terjadi peningkatan yang sangat besar pada 4 MSA terutama pada perlakuan Kontrol, hal ini diakibatkan karena proses pengovenan sampel gulma yang kurang baik pada saat penghitungan bobot kering gulma total. Dari pengamatan 4 MSA hingga 8 MSA tidak menunjukan perubahan peningkatan bobot kering gulma daun lebar yang begitu signifikan. Setelah pengamatan 8 MSA baru terlihat peningkatan bobot kering gulma daun lebar yang signifikan. Bobot Kering Gulma Rumput

Rumput merupakan suatu golongan gulma yang memiliki ciri-ciri dengan memiliki batang bulat atau pipih dan berongga. Golongan gulma jenis rumput memiliki kesamaan dengan golongan teki, yaitu sama-sama memiliki daun yang sempit, tetapi dari sudut pengendalian terutama responnya terhadap herbisisda berbeda. Berdasarkan dari bentuk masa pertumbuhannya, gulma rumput dibedakan menjadi rumput semusim (annual) dan tahunan (perennial). Dilihat dari segi vegetasi, rumput semusim biasanya tumbuh melimpah tetapi kurang menimbulkan masalah dibandingkan dengan rumput tahunan. Dari hasil analisis vegetasi yang dilakukan pada petak percobaan didapat beberapa jenis gulma rumput, diantaranya adalah Digitaria adscendens, Brachiaria distachya, dan

Cynodon dactylon.

Hampir semua jenis rerumputan adalah jenis C4, maka pengaruh kompetisinya jauh lebih besar jika dibandingkan dengan gulma berdaun lebar, dapat dijelaskan sebagai akibat dari pertumbuhannya yang menyebar luas dengan daun yang tumbuh horizontal yang membuatnya semakin kompetitif akan cahaya. Dari 10 jenis gulma penting di dunia, 8 di antaranya adalah jenis rerumputan atau teki-tekian (Sastroutomo, 1990). Hasil dari sidik ragam bobot kering gulma rumput total dapat dilihat pada Lampiran 4. Dari Lampiran tersebut dapat dilihat bahwa aplikasi herbisida diuron 500 g/l SC tidak memberikan pengaruh yang nyata dari mulai pengamatan pertama yaitu 2 MSA hingga akhir pengamatan (12 MSA).

(43)
[image:43.595.97.526.275.814.2]

kering gulma rumput yang begitu besar. Hal ini disebabkan karena dari mulai awal analisis vegetasi memang sudah menunjukan bahwa petak percobaan didominasi oleh gulma daun lebar. Aplikasi herbisida diuron 500 g/l SC dengan beberapa dosis tidak menunjukan perbedaan yang nyata untuk menekan pertumbuhan gulma dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan penyiangan manual. Bobot kering gulma rumput total terendah terdapat pada perlakuan herbisida dengan dosis 2.0 l/ha pada pengamatan 2 MSA sebesar 0.26 gram, dan bobot kering gulma rumput total tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol pada pengamatan 12 MSA sebesar 57.13 gram.

Tabel 8. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering Gulma Rumput

Perlakuan Dosis Minggu Setelah Aplikasi (MSA)

2 4 6 8 10 12

---(g/0.25m2)---

Kontrol - 2.06 a (3.58) 2.27 ab (3.95) (2.81) 1.81 a (13.25) 3.41 a (13.86) 3.69 ab (57.13) 7.46 a

Manual - 1.90 a (2.16) 1.73 b (1.52) (3.09) 1.97 a (3.73) 2.23 a 2.21 b (3.72) (30.59) 5.17 ab

Diuron

500 g/l SC 0.5 l/ha

(1.56) 1.68 a (12.04) 3.42 a (3.01) 2.07 a (4.87) 2.38 a (8.99) 3.18 ab (15.92) 3.83 b Diuron

500 g/l SC 1.0 l/ha

(0.64) 1.46 a (2.90) 2.02 ab (5.34) 2.44 a (1.39) 1.62 a (20.90) 4.55 a (21.76) 4.44 ab Diuron

500 g/l SC 2.0 l/ha

(0.26) 1.31 a (2.08) 1.82 b (2.19) 1.80 a (2.41) 1.92 a (4.58) 2.11 b (17.44) 4.32 ab Diuron

500 g/l SC 3.0 l/ha

(0.59) 1.40 a (3.21) 1.88 ab (1.15) 1.59 a (3.01) 1.95 a (9.52) 3.31 ab (14.84) 3.74 b

Keterangan : - Angka pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji duncan.

- Angka dalam kurung merupakan data asli, sedangkan angka di luar kurung

merupakan data hasil transformasi √(x+1.5)

(44)

disebabkan selain karena konsentrasi herbisida yang telah berkurang akibat pencucian dalam tanah, juga karena rata-rata perkecambahan gulma khususnya gulma rumput dimulai setelah 2 minggu dan meningkat jumlahnya setelah 2 bulan (8 MSA).

Gambar 7. Grafik Bobot Kering Gulma Rumput Bobot Kering Gulma Cleome rutidosperma

Hasil sidik ragam bobot kering gulma Cleome rutidosperma dapat dilihat pada Lampiran 5. Dari Lampiran 5 dapat dilihat bahwa aplikasi herbisida diuron 500 g/l SC dapat memberikan pengaruh yang sangat nyata pada 2, 4, 6, 8, dan 10 MSA, namun tidak berpengaruh nyata pada pengamatan 12 MSA. Pengaruh perlakuan pengendalian gulma terhadap bobot kering gulma Cleome rutidosperma

dapat dilihat pada Tabel 9dan grafiknya padaGambar 8.

Secara umum perlakuan herbisida diuron 500 g/l SC dengan dosis 3.0 l/ha menunjukan hasil terbaik dalam menekan pertumbuhan bobot kering gulma

Cleome rutidosperma dari mulai pengamatan pada 2 MSA hingga pengamatan pada 12 MSA. Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa bobot kering gulma Cleome rutidosperma terkecil terjadi pada perlakuan herbisida dengan dosis 2.0 l/ha dan dosis 3.0 l/ha pada pengamatan 2 MSA yang menunjukan belum terdapat gulma

(45)
[image:45.595.104.524.253.788.2]

Berdasarkan perhitungan statistik pada Tabel 9, menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata pada taraf 5 % antara perlakuan kontrol dan penyiangan manual, kemudian antara perlakuan penyiangan manual dan perlakuan herbisida diuron 500 g/l SC dengan dosis 0.5 l/ha menunjukan perbedaan yang nyata dari mulai pengamatan 2 MSA hingga 8 MSA, pada pengamatan 10 MSA dan 12 MSA tidak menunjukan perbedaan yang nyata. Perbandingan diantara perlakuan herbisida dengan dosis 0.5 l/ha, 1.0 l/ha, 2.0 l/ha, dan 3.0 l/ha tidak menunjukan perbedaan yang nyata secara perhitungan statistik, namun sangat berbeda nyata bila perlakuan herbisida dengan dosis tersebut dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan penyiangan manual.

Tabel 9. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering Gulma

Cleome rutidosperma

Perlakuan Dosis Minggu Setelah Aplikasi (MSA)

2 4 6 8 10 12

---(g/0.25m2)---

Kontrol - 2.16 a (3.71) (97.22) 9.70 a (48.30) 6.92 a (22.56) 4.82 a (44.58) 6.74 a (15.56) 3.67 a

Manual - 2.01 a (3.81) (44.56) 6.58 b (39.95) 6.32 a (28.53) 5.33 a (25.01) 4.98 ab (20.77) 4.22 a

Diuron

500 g/l SC 0.5 l/ha

(0.81) 1.31 b (15.24) 3.47 c (13.13) 3.63 b (11.07) 3.42 b (29.46) 5.45 ab (22.94) 4.46 a Diuron

500 g/l SC 1.0 l/ha

(0.17) 1.08 b (3.46) 1.97 cd (12.51) 3.10 bc (10.68) 3.34 b (32.88) 5.43 ab (19.54) 4.14 a Diuron

500 g/l SC 2.0 l/ha

(0.00) 1.00 b (2.87) 1.76 cd (7.82) 2.42 bc (5.28) 2.26 bc (15.66) 3.99 b (24.51) 4.88 a Diuron

500 g/l SC 3.0 l/ha

(0.00) 1.00 b (0.00) 1.00 d (3.72) 2.04 c (2.96) 1.68 c (0.733) 1.27 c (8.52) 2.81 a

Keterangan : - Angka pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji duncan.

- Angka dalam kurung merupakan data asli, sedangkan angka di luar kurung

merupakan data hasil transformasi √(x+1)

(46)

rutidosperma untuk petak percobaan dengan perlakuan dosis 2.0 l/ha pada saat pengambilan sampel untuk perhitungan bobot kering. Namun untuk perlakuan herbisida dengan dosis 3.0 l/ha masih belum terdapat pertumbuhan gulma Cleome rutidosperma pada pengamatan 4 MSA dalam proses pengambilan sampel untuk menghitung bobot kering.

Hal ini menunjukan bahwa penggunaan herbisida diuron 500 g/l SC dengan dosis 3.0 l/ha lebih memberikan pengaruh dalam menekan pertumbuhan dan perkecambahan gulma Cleome rutidosperma dibandingkan perlakuan dengan dosis 2.0 l/ha. Namun bila dilihat dari segi efektifitas dan efisiensi biaya, perlakuan herbisida dengan dosis 0.5 l/ha lebih efisien diaplikasikan karena sudah mampu menekan pertumbuhan gulma bila dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan penyiangan manual.

Dari Gambar 8dapat dilihat bahwa perlakuan herbisida diuron 500 g/l SC dengan beberapa dosis yang diberikan memiliki tingkat bobot kering gulma

Cleome rutidosperma yang jauh lebih kecil dan satabil bila dibandingkan dengan pelakuan kontrol dan penyiangan manual. Secara umum terjadi peningkatan bobot kering gulma Cleome rutidosperma total setelah 8 MSA pada setiap perlakuan. Pada akhir pengamatan yaitu 12 MSA terjadi penurunan tingkat bobot kering gulma Cleome rutidosperma total pada hampir semua perlakuan kecuali perlakuan dosis 2.0 l/ha dan 3.0 l/ha. Hal ini disebabkan karena tingkat dominansi gulma pada setiap petak percobaan telah didominasi oleh gulma jenis rumput pada akhir pengamatan (12 MSA).

(47)

Gambar 9. Regresi Pengaruh Perlakuan Herbisida Antara Dosis dengan Bobot Kering Gulma Cleome rutidosperma

Dari hasil regresi menunjukan bahwa herbisida diuron 500 g/l SC efektif menekan bobot kering gulma Cleome rutidosperma. Hasil regresi menunjukan bahwa semakin tinggi dosis cenderung memberikan bobot kering yang lebih rendah (Gambar 9).

Bobot Kering Gulma Borreria alata

Hasil sidik ragam bobot kering gulma Borreria alata dapat dilihat pada Lampiran 6. Dari Lampiran 6 dapat dilihat bahwa aplikasi herbisida diuron 500 g/l SC memberikan pengaruh yang nyata pada 2 MSA, dan 6 MSA, sedangkan pada 4 MSA perlakuan tersebut memberikan pengaruh yang sangat nyata. Pada 8, 10, dan 12 MSA perlakuan herbisida tersebut tidak memberikan pengaruh yang nyata pada bobot kering gulma Borreria alata total. Pengaruh perlakuan pengendalian gulma terhadap bobot kering gulma Borreria alata dapat dilihat pada Tabel 10 dan grafiknya pada Gambar 10.

Aplikasi herbisida diuron 500 g/l SC efektif menekan bobot kering gulma

Borreria alata hingga 6 MSA. Secara umum perlakuan herbisida diuron 500 g/l SC dengan dosis 1.0 l/ha memberikan hasil yang lebih besar dalam menekan bobot kering gulma Borreria alata. Namun secara perhitungan statistik yang ditunjukan pada Tabel 10 diantara perlakuan herbisida dengan dosis 0.5 l/ha, 1.0 l/ha, 2.0 l/ha, dan 3.0 l/ha tidak mempunyai perbedaan yang nyata terhadap nilai bobot kering total gulma Borreria alata. Artinya adalah keempat dosis tersebut hampir memiliki efektifitas yang sama dalam menekan bobot kering total gulma

y = -0,832x + 4,527 R² = 1

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5

0 1 2 3 4

B K C le o m e r u ti d o sp e rm a Dosis

Diuron 500 g/l

(48)
[image:48.595.109.527.186.476.2]

Borreria alata hingga 6 MSA. Setelah 6 MSA baru terlihat peningkatan bobot kering total gulma Borreria alata yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol dan penyiangan manual.

Tabel 10. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering Gulma

Borreria alata

Perlakuan Dosis Minggu Setelah Aplikasi (MSA)

2 4 6 8 10 12

---(g/0.25m2)---

Kontrol - 1.26 a (0.62) (32.98) 5.20 a (10.64) 3.16 a (17.07) 4.20 a (25.18) 5.09 a (41.81) 6.40 a

Manual - 1.17 ab (0.41) (4.49) 2.16 b 2.30 ab (5.25) (11.23) 3.25 a (16.42) 4.12 ab (15.92) 3.62 a

Diuron

500 g/l SC 0.5 l/ha

(0.06) 1.00 b (0.68) 1.27 b (0.74) 1.27 b (23.37) 4.51 a (15.35) 3.10 b (30.98) 5.10 a Diuron

500 g/l SC 1.0 l/ha

(0.00) 1.00 b (0.18) 1.08 b (1.53) 1.44 b (5.64) 2.53 a (7.97) 2.89 b (12.05) 3.27 a Diuron

500 g/l SC 2.0 l/ha

(0.00) 1.00 b (2.47) 1.77 b (1.58) 1.51 b (8.16) 2.73 a (8.86) 3.10 b (13.04) 3.67 a Diuron

500 g/l SC 3.0 l/ha

(0.00) 1.00 b (0.41) 1.15 b (0.42) 1.18 b (9.07) 2.88 a (13.34) 3.68 ab (16.02) 3.68 a

Keterangan : - Angka pada kolom yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji duncan.

- Angka dalam kurung merupakan data asli, sedangkan angka di luar kurung

merupakan data hasil transformasi √(x+1)

Dapat dilihat pada Tabel 10 bahwa perlakuan herbisida diuron 500 g/l SC dengan dosis 1.0 l/ha, 2.0 l/ha, dan 3.0 l/ha tidak menunjukan terdapat gulma

Borreria alata pada saat pengambilan sampel gulma dalam kuadran pada pengamatan 2 MSA. Tingkat bobot kering gulma total Borreria alata tertinggi terdapat pada perlakuan Kontrol pada pengamatan 12 MSA sebesar 41.81 gram.

Dari Gambar 10 dapat dilihat bahwa bobot kering gulma Borreria alata

terendah ditunjukan pada 2 MSA dan meningkat hingga akhir pengamatan. Perlakuan herbisida dengan dosis 1.0 l/ha mempunyai nilai bobot kering gulma

(49)
[image:49.595.106.501.127.563.2]

akhir pengamatan. Secara umum, mulai terjadi peningkatan jumlah bobot kering gulma Borreria alata yang signifikan setelah 6 MSA, yang dapat dilihat dari bentuk grafik pada Gambar 10.

Gambar 10. Grafik Bobot Kering Gulma Borreria alata

Gambar 11. Regresi Pengaruh Perlakuan Herbisida Antara Dosis dengan Bobot Kering Gulma Borreria alata

Dari hasil regresi menunjukan bahwa herbisida diuron 500 g/l SC efektif menekan bobot kering gulma Borreria alata. Hasil regresi menunjukan bahwa semakin tinggi dosis cenderung memberikan bobot kering yang lebih rendah (Gambar 11).

Bobot Kering Gulma Digitaria adscendens

Sidik ragam bobot kering gulma Digitaria adscendens dapat dilihat pada Lampiran 7. Dari Lampiran 7dapat dilihat bahwa aplikasi herbisida diuron 500 g/l SC tidak memberikan pengaruh yang nyata kecuali pada pengamatan 10 MSA yang menunjukan perbedaan yang nyata pada taraf 5 %. Pada Tabel 11 disajikan

y = -0,369x + 3,126 R² = 1

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5

0 1 2 3 4

B

K

B

o

rr

e

ri

a

a

la

ta

Dosis

diuron 500 g/l

(50)

pengaruh perlakuan pengendalian gulma terhadap bobot kering gulma Digitaria adscendens.

Secara umum herbisida diuron 500 g/l SC merupakan herbisida yang biasanya digunakan untuk mengendalikan gulma-gulma daun lebar. Sehingga aplikasi herbisida tersebut pada percobaan ini dengan beberapa ukuran dosis tidak menunjukan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan gulma Digitaria adscendens yang merupakan jenis gulma dari golongan rumput yang ada di sekitar areal percobaan.

Tabel 11. Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering Gulma

Digitaria adscendens

Perlakuan Dosis Minggu Setelah Aplikasi (MSA)

2 4 6 8 10 12

---(g/0.25m2)---

Kontrol - 1.79 a (2.81) (2.21) 1.66 a (1.70) 1.45 a 2.18 a (7.93) 1.40 b (1.22) (33.06) 5.74 a

Manual - 1.52 a (1.36) (1.22) 1.48 a (2.57) 1.65 a 1.19 a (0.45) 1.09 b (0.21) (25.99) 4.73 ab

Diuron

500 g/l SC 0.5 l/ha

(1.03) 1.31 a (8.92) 2.65 a (1.07) 1.40 a (2.02) 1.62 a (2.49) 1.70 b (8.40) 2.73 b Diuron

500 g/l SC 1.0 l/ha

(0.28) 1.13 a (1.83) 1.51 a (2.01) 1.52 a (0.30) 1.12 a (1.04) 1.32 b (5.88) 2.47 b Diuron

500 g/l SC

Gambar

Gambar 2. Kondisi Lahan Percobaan di PG Rajawali II Unit Subang
Gambar 3. Cleome rutidosperma (kiri atas),  Borreria alata (kanan atas),
Tabel 5.  Pengaruh Pengendalian Gulma terhadap Persentase Penutupan Gulma
Tabel 6.  Pengaruh Perlakuan Pengendalian Gulma terhadap Bobot Kering Gulma
+7

Referensi

Dokumen terkait

Biasanya sebuah halaman web pada awalnya disusun sebagai sarana promosi, karena media promosi di web lebih murah dan efektif dibandingkan media promosi

Oleh sebab sikap yang skriptualis bahkan literalis inilah, dalam perkembanganya salafi wahabi mengalami diversifikasi gerakan dan terkategori dalam beberapa model

angustifolia dalam menurunkan beban pencemar limbah cair kelapa sawit dapat dijadikan sebagai sumber belajar pada siswa di Sekolah Menengah Atas (SMA)

(3) Angsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus lakukan secara teratur dan terturut-turut dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dari

Berdasarkan analisis setiap soal yang diberikan, pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Islam Majapahit dari 4 mahasiswa yang memiliki HOTS

Selain itu, dengan mengetahui hasil dari Activity Based Costing, kita juga dapat lebih mudah menetapkan target pasien dan laba yang diinginkan dengan bantuan Cost

Karena, begitu pesatnya minat masyarakat Tionghoa terutama bagi para pemuda dalam memainkan permainan ini, maka memunculkan inovasi baru bagi masyarakat Tionghoa

Imunisasi pilihan adalah imunisasi lain yang tidak termasuk dalam imunisasi wajib, namun penting diberikan pada bayi, anak, dan dewasa di Indonesia mengingat beban