• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPDATE MATERI IMUNISASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UPDATE MATERI IMUNISASI"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

1

UPDATE MATERI IMUNISASI

Oleh

Dwi Putri Amelia

HET 17-XXVIII-402

Allyscra Nafyla HET 17-XXVIII-412

Suhanda Saputra HET 17-XXVIII-418

Telah disetujui oleh pembimbing update materi

Hippocrates Emergency Team

Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Pembimbing update materi

NAMA JABATAN TANDA TANGAN

Wiwing Mayriska Putri, S.Ked

HET 13-XXIV-363 Pembimbing I Dwiki Agung Adhadi

(2)

2

IMUNISASI

I. DEFINISI

Menurut Depkes RI (2013) Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan atau meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan.1

Menurut Proverawati dan Andhini (2010), imunisasi sebagai salah satu cara untuk menjadikan kebal pada bayi dan anak dari berbagai penyakit, diharapkan anak atau bayi tetap tumbuh dalam keadaan sehat. Pada dasarnya dalam tubuh sudah memiliki pertahanan secara mandiri agar berbagai kuman yang masuk dapat dicegah, pertahanan tubuh tersebut meliputi pertahanan non spesifik dan pertahanan spesifik, proses mekanisme pertahanan dalam tubuh pertama kali adalah pertahanan non spesifik seperti komplemen dan makrofag di mana komplemen dan makrofag ini pertama kali akan memberikan peran ketika ada kuman yag masuk ke dalam tubuh.2

Imunisasi adalah suatu usaha memberikan kekebalan bayi dan anak terhadap penyakit. Imunisasi suatu tindakan dengan sengaja memasukkan vaksin berupa mikroba hidup yang sudah dilemahkan. Di mana imunisasi dapat menimbulkan kekebalan terhadap tubuh. Imunisasi juga dapat dikatakan suatu tindakan dengan sengaja memasukkan vaksin yang berisi mikroba hidup yang sudah dilemahkan pada balita. Imunisasi merupakan salah satu pencegahan penyakit infeksi sinus yang paling efektif.2

Vaksin adalah suatu suspensi mirkoorganisme hidup yang dilemahkan atau mati atau bagian antigenic, agen ini yang diberikan pada hospes potensial untuk menginduksi populasi imunitas dan mencegah penyakit. Dimana vaksinasi merupakan salah satu cara mencegah penyakit yang paling murah dan efektif.2

II. TUJUAN

Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, dan menghilangkan penyakit tersebut pada sekelompok masyarakat sepopulasi, atau bahkan menghilangkannya dari dunia seperti yang kita lihat pada keberhasilan imunisasi cacar variola. Keadaan yang

(3)

3 terakhir ini lebih mungkin terjadi pada jenis penyakit yang hanya dapat ditularkan melalui manusia, seperti misalnya penyakit difteria dan poliomielitis.2

III. MANFAAT

Memberikan kekebalan pada tubuh bayi terhadap penyakit seperti: hepatitis, dipteri, polio, tuberkulosis, tetanus, pertusis, campak, dan lain-lain.3

IV. KONDISI IMUNISASI DI DUNIA, INDONESIA DAN SUMATRA

BARAT

Imunisasi diperkirakan mencegah 2 hingga 3 juta kematian setiap tahun dari penyakit difteri, tetanus, pertusis (batuk rejan), dan campak. Selama tahun 2014, sekitar 86% (115 juta) dari bayi di seluruh dunia menerima 3 dosis vaksin difteri-tetanus-pertusis (DTP3), melindungi mereka terhadap penyakit menular yang dapat menyebabkan penyakit serius atau berakibat fatal. Pada tahun 2014 jumlah anak di bawah usia satu tahun yang tidak menerima vaksin DTP3 di seluruh dunia ada 18,7 juta. Jumlah tersebut menurun dari tahun 2013 yaitu 18,8 juta. Lebih dari enam puluh persen dari anak-anak ini tinggal di sepuluh negara yaitu di negara Republik Demokratik Kongo, Ethiopia, India, Indonesia, Irak, Nigeria, Pakistan, Filipina, Uganda dan Selatan Afrika. Jumlah anak-anak di bawah usia dua tahun yang tidak menerima dosis pertama campak mengandung vaksin di seluruh dunia yaitu 20,1 juta dibandingkan dengan 20,6 juta pada tahun 2013. Lebih dari enam puluh persen dari anak-anak ini tinggal di sepuluh negara: Afghanistan, Bangladesh, Republik Demokratik Kongo, Ethiopia, Indonesia, India, Irak, Nigeria, Pakistan dan Amerika Serikat.4

Kegiatan imunisasi di Indonesia diselenggarakan di Indonesia sejak tahun 1956. Mulai tahun 1977 kegiatan imunisasi diperluas menjadi Program Pengembangan Imunisasi (PPI) dalam rangka pencegahan penularan terhadap beberapa Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) yaitu tuberkulosis, difteri, pertusis, campak, polio, tetanus

(4)

4 serta hepatitis B. Indikator lain yang diukur menilai keberhasilan pelaksanaan imunisasi yaitu Universal Child Immunization (UCI) desa/kelurahan dan Drop Out (DO) imunisasi. UCI desa/kelurahan adalah tercapainya imunisasi dasar tube secara lengkap pada bayi umur 0-11 bulan meliputi satu dosis BCG, tiga dosis DPT, empat dosis polio, empat dosis hepatitis B dan satu dosis campak. Pada ibu hamil dan wanita usia subur meliputi dua dosis TT, untuk anak sekolah tingkat dasar meliputi satu dosis DT, satu dosis satu dosis campak dan dua dosis TT. Pada tahun 2014 untuk cakupan UCI desa/kelurahan sebesar 81,82% yaitu belum mencapai target Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 100%. Provinsi Sumatera Barat berada di nomor tujuh terendah cakupan UCI desa/kelurahan tahun 2014 yaitu sebesar 77,39%. Imunisasi dasar pada bayi seharusnya diberikan pada anak sesuai dengan umurnya agar sistem kekebalan tubuh dapat bekerja secara optimal. Namun pada kondisi tertentu beberapa bayi tidak mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap. Kelompok inilah yang disebut dengan DOimunisasi. DO imunisasi ada tiga yaitu DO imunisasi DPT/HB1 -DPT/HB3, DO imunisasi Polio1-Polio4, dan DO imunisasi DPT/HB1-Campak. Provinsi Sumatera Barat memiliki angka DO Rate imunisasi DPT/HB1-Campak sebesar 6,3%, yaitu melebihi batas maksimal 5%.4

Data RISKESDAS tahun 2013 imunisasi dasar pada anak umur 12-23 bulan menurut provinsi di Indonesia persentase tertinggi adalah BCG (87,6%) dan terendah adalah DPT-HB3 (75,6%). Pada Profil Kesehatan Indonesia tahun 2014 cakupan pemberian imunisasi dasar lengkap pada bayi di Indonesia belum mencapai target Renstra (90%) yaitu hanya 86,9%. Cakupan imunisasi dasar pada bayi paling rendah adalah imunisasi DPT-HB1 hanya 45,8% dan DPT-HB3 49,7%. 4

Pada Profil Kesehatan Indonesia tahun 2014 terdapat 84 kasus tetanus neonatorum, 12.943 kasus campak, dan 396 kasus difteri. Untuk itu diwajibkan memberikan imunisasi dasar lengkap untuk mencegah PD3I tersebut, BCG mencegah penyakit TBC, imunisasi Hepatitis B mencegah penyakit hepatitis B, imunisasi DPT mencegah difteri, pertusis dan tetanus,

(5)

5 imunisasi Polio mencegah poliomielitis dan imunisasi campak mencegah penyakit campak. Cakupan imunisasi lengkap di Indonesia pada tahun 2014 sebesar 86,9% yaitu belum mencapai target Renstra sebesar 90%. Hanya sembilan provinsi di Indonesia yang mencapai target Renstra tahun 2014. 4

Laporan nasional RISKESDAS tahun 2013, persentase anak umur 12-23 bulan yang mendapatkan imunisasi dasar lengkap menurut provinsi di Indonesia sebesar 59,2% meningkat dari 53,8% pada tahun 2010. Namun meskipun terjadi peningkatan pencapaian imunisasi dasar lengkap berdasarkan provinsi di Indonesia pada tahun 2010 hingga 2013, pencapaian imunisasi pada bayi tersebut belum merata untuk seluruh provinsi di Indonesia. Pada RISKESDAS tahun 2010 anak yang memperoleh imunisasi lengkap di Provinsi Sumatera Barat ada 48,1%, tidak lengkap 32,7% dan tidak mendapat imunisasi 19,2%. Namun pada tahun 2013 persentase anak yang memperoleh imunisasi lengkap menurun menjadi 39,7%, imunisasi tidak lengkap meningkat menjadi 46,9% dan tidak mendapat imunisasi 13,4%. Hal tersebut terjadi karena alasan ibu yang takut anaknya panas, sering sakit, keluarga tidak mengizinkan, tempat imunisasi jauh, tidak tahu tempat imunisasi, serta sibuk/repot. 4

Data dari Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2015 terlihat bahwa Puskesmas Seberang Padang memiliki cakupan imunisasi dasar lengkap yang belum mencapai target untuk puskesmas di kota Padang dengan cakupan imunisasi DPT-HB1 sebesar 95,2%, DPT-HB3 86,9%, Campak 89,0%, BCG 87,0% dan Polio 92,0% dan terdapat sembilan kasus campak. Pencapaian tahun 2015 tersebut masih rendah dari pencapaian target yang ditetapkan di kota Padang untuk imunisasi yaitu BCG sebesar 95%, DPT-HB1 95%, DPT-HB3 90%, Polio 95% dan Campak 90%. Selain itu, Pencapaian UCI untuk wilayah Kerja Puskesmas Seberang Padang dari empat kelurahan baru dua kelurahan yang UCI mencapai target nasional sebesar 100% tahun 2014. Puskesmas Seberang Padang memiliki angka DO

rate imunisasi DPT/HB1 Campak yang paling tinggi diantara puskesmas di Kota Padang yaitu 23,1%. Penelitian Nico (2011) menunjukkan ada

(6)

6 hubungan tingkat pengetahuan dan sikap ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar bayi di wilayah kerja puskesmas Lubuk Buaya Kota Padang, 53,1% ibu mempunyai tingkat pengetahuan rendah tentang imunisasi dan 4,8% yang memiliki sikap negatif terhadap imunisasi. Penelitian Rusman Efendi dkk (2010) di Wilayah kerja Puskesmas Dalam Pagar diketahui adanya hubungan antara dukungan suami dengan perilaku ibu dalam memberi imunisasi pada bayinya dengan p = 0,009 (p<0,05). Penelitian Ayebo E.(2009) di Nigeria mengatakan bahwa tingginya angka DO disebabkan karena setelah melahirkan ibu mulai terlibat dalam kegiatan lain sehingga ibu lupa atau mungkin tidak memiliki waktu untuk melakukan kunjungan yang dijadwalkan untuk imunisasi.4

V. JENIS IMUNISASI

A. Berdasarkan cara kerja

Imunisasi berdasarkan cara kerja dibagi menjadi dua yaitu imunisasi aktif dan imunisasi pasif.

1. Imunisasi Aktif

Merupakan pemberian zat sebagai antigen yang diharapkan akan terjadi suatu proses infeksi buatan sehingga tubuh mengalami reaksi imunologi spesifik yang akan menghasilkan respon seluler dan humoral serta dihasilkannya sel memori, sehingga apabila benar-benar terjadi infeksi maka tubuh secara cepat dapat merespon. Kekebalan bisa terbentuk saat seseorang terinfeksi secara alamiah oleh bibit penyakit atau terinfeksi secara buatan saat diberi vaksinasi. Kelemahan dari kekebalan aktif ini adalah memerlukan waktu sebelum si penderita mampu membentuk antibodi yang tangguh untuk melawan agen yang menyerang. Keuntungannya daya imunitas biasanya bertahan lama bahkan bisa seumur hidup.5

Kekebalan yang terbentuk setelah tubuh mengalami penyakit menular tertentu, misalnya campak. Pada saat bayi lahir ia dibekali dengan sistem kekebalan tubuh bawaan dari ibunya. Inilah yang kita sebut sebagai kekebalan pasif alamiah. Kekebalan jenis ini sangat tergantung pada kekebalan yang dipunyai ibu.5

(7)

7 2. Imunisasi pasif

Merupakan pemberian zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia atau binatang yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang diduga sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi. Kekebalan pasif terjadi bila seseorang mendapatkan daya imunitas dari luar dirinya. Jadi tubuh sendiri tidak membentuk sistem kekebalan tersebut. Kekebalan jenis ini bisa didapat langsung dari luar atau secara alamiah. Keunggulan dari kekebalan pasif yaitu langung dapat dipergunakan tanpa menunggu tubuh penderita membentuknya. Kelemahannya adalah tidak dapat berlangsung lama. Kekebalan jenis ini memang biasa hanya bertahan beberapa minggu sampai satu bulan saja.5

Kekebalan yang terbentuk setelah dengan sengaja memasukkan vaksinasi ke dalam tubuh, misalnya: hepatitis B, DPT, Polio. Pada keadaan ini daya imunitas diperoleh dari luar. Kelebihanya dapat langsung dipergunakan tubuh untuk melawan bibit penyakit, tapi sayangnya kekebalan jenis ini biasanya mempunyai waktu efektif yang pendek.5

B. Berdasarkan sifat penyelenggaraannya

Imunisasi berdasarkan sikap penyelenggaraannya dikelompokkan menjadi imunisasi wajib dan imunisasi pilihan.

1. Imunisasi Wajib

Imunisasi wajib merupakan imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah untuk seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang bersangkutan dan masyarakat sekitarnya dari penyakit menular tertentu.1

(8)

8 Imunisasi wajib terdiri atas:

1.1 Imunisasi Rutin

Imunisasi rutin merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan secara terus menerus sesuai jadwal. Imunisasi rutin terdiri atas imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan.1

1.1.1 Imunisasi Dasar

Imunisasi dasar diberikan pada bayi sebelum berusia 1 (satu) tahun. Jenis imunisasi dasar terdiri atas:

a. Bacillus Calmette Guerin (BCG);

b. Difteri Pertusis Tetanus-Hepatitis B (DPT-HB) atau Difteri Pertusis Tetanus-Hepatitis B-Hemophilus Influenza tipe B (DPT-HB-Hib);

c. Hepatitis B pada Bayi Baru Lahir;

d. Polio; dan

e. Campak.1

1.1.2 Imunisasi Lanjutan

Imunisasi lanjutan merupakan imunisasi ulangan untuk mempertahankan tingkat kekebalan atau untuk memperpanjang masa perlindungan. Imunisasi lanjutan sebagaimana diberikan pada :

a. Anak Berusia Kurang dari Tiga Tahun (Batita)

Jenis imunisasi lanjutan yang diberikan pada anak usia bawah tiga tahun (Batita) terdiri atas Difteri Pertusis Tetanus-Hepatitis B (DPT-HB) atau Difteri Pertusis Tetanus-Hepatitis B-Hemophilus Influenza tipe B (DPT-HB-Hib) dan Campak.1

(9)

9 b. Anak Usia Sekolah Dasar

Imunisasi lanjutan pada anak usia sekolah dasar diberikan pada Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS). Jenis imunisasi lanjutan yang diberikan pada anak usia sekolah dasar terdiri atas Diphtheria Tetanus (DT), Campak, dan Tetanus diphteria (Td).1

c. Wanita Usia Subur.

Jenis imunisasi lanjutan yang diberikan pada wanita usia subur berupa Tetanus Toxoid (TT).1 1.2 Imunisasi Tambahan

Imunisasi tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b diberikan pada kelompok umur tertentu yang paling berisiko terkena penyakit sesuai kajian epidemiologis pada periode waktu tertentu. Pemberian imunisasi tambahan tidak menghapuskan kewajiban pemberian imunisasi rutin.1

1.3. Imunisasi Khusus.

Imunisasi khusus merupakan kegiatan imunisasi yang dilaksanakan untuk melindungi masyarakat terhadap penyakit tertentu pada situasi tertentu. Situasi tertentu yang dimaksud antara lain persiapan keberangkatan calon jemaah haji/umroh, persiapan perjalanan menuju negara endemis penyakit tertentu dan kondisi kejadian luar biasa. Jenis imunisasi khusus terdiri atas imunisasi Meningitis Meningokokus, imunisasi demam kuning, dan imunisasi Anti Rabies (VAR).

(10)

10 2. Imunisasi Pilihan

Imunisasi pilihan adalah imunisasi lain yang tidak termasuk dalam imunisasi wajib, namun penting diberikan pada bayi, anak, dan dewasa di Indonesia mengingat beban penyakit dari masing-masing penyakit. Yang termasuk dalam imunisasi pilihan ini adalah:

a. Vaksin Measles, Mumps, Rubella (MMR) b. Haemophilllus Influenzae Tipe B (Hib) c. Vaksin Tifoid d. Vaksin Varisela e. Vaksin Hepatitis A f. Vaksin Influenza g. Vaksin Pneumokokus h. Vaksin Rotavirus

i. Vaksin Japanese Ensephalitis

(11)

11 VI. JADWAL IMUNISASI

Tabel 1: Jadwal imunisasi 2016, Rekomendasi satgas Imunisasi IDAI6

Keterangan : : Optimal

: Catch-up

: Booster

: Daerah endemis

*Rekomendasi imunisasi berlaku mulai 1 Oktober 2016.

Untuk memahami tabel jadwal imunisasi perlu membaca keterangan tabel.

Vaksin hepatitis B (HepB). Vaksin HepB pertama paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan didahului pemberian suntikan vitamin K1 sekitar 30 menit sebelumnya. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan vaksin HepB dan imunoglobulin hepatitis B (HBlg) pada ekstermitas yang berbeda. Vaksin HepB selanjutnya dapat menggunakan vaksin HepB monovalen atau vaksin kombinasi. Jika diberikan vaksin kombinasi DPT-HepB-Hib, vaksin HepB usia 1 bulan tidak perlu diberikan (vaksin HepB

lhr 1 2 3 4 5 6 9 12 15 18 24 3 5 6 7 8 9 10 12 Hepatitis B 1 2 3 Polio 0 1 2 3 4 5 BCG DTP 1 2 3 4 5 Hib 1 2 3 PCV 1 2 3 Rotavirus 1 2 3 Influenza Campak 1 2 MMR 1 2 Tifoid Hepatitis A Varisela HPV Japanese ensefalitis 1 Dengue imunisasi Bulan 1 kali 18 Usia Tahun 4 4 3 7(Tda p) 6(Td/Tdap) 2 atau 3 kali 2 3 kali, interval 6 bln

Ulangan 1 kali setiap tahun

2 kali, interval 6-12 bulan Ulangan setiap 3 tahun

(12)

12 mencapai 5 dosis pada umur 18 bulan). Jika diberikan vaksin HepB monovalen, maka jadwal pemberian adalah 0, 1 dan 6 bulan.

Vaksin polio. Pada saat lahir atau pada saat bayi dipulangkan harus diberikan vaksin polio oral (OPV-

0

). Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3 dan polio booster diberikan vaksin OPV atau IPV, paling sedikit mendapat satu dosis vaksin IPVa bersamaan dengan pemberian OPV-3.

Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum usia 3 bulan, optimal 2 bulan. Apabila diberikan sesudah usia 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu.

Vaksin DPT. Vaksin DPT pertama diberikan paling cepat pada usia 6 minggu. Dapat diberikan vaksin DPTw atau DPTa atau kombinasi dengan vaksin lain. Apabila diberikan vaksin DPTa maka interval mengikuti rekomendasi vaksin tersebut yaitu usia 2, 4 dan 6 bulan . Vaksin DPTw-HB-Hib dapat pula diberikan pada usia 2, 4 dan 6 bulan. Untuk anak usia lebih dari 7 tahun diberikan vaksin Td atau Tdap, booster diberikan setiap 10 tahun.

Vaksin Pneumokokus (PCV). Apabila diberikan usia 7-12 bulan, PCV diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan; dan pada usia lebih 1 tahun diberikan 1 kali. Keduanya perlu booster pada usia lebih dari 12 bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak usia di atas 2 tahun PCV diberikan cukup satu kali.

Vaksin rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, dosis ke-1 usia 6-14 minggu, dosis ke-2 dengan interval minimal 4 minggu dan harus selesai sebelum usia 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen diberikan 3 kali, dosis ke-1 usia 6-14 minggu, dosis ke-2 dengan interval 4-10 minggu, dosis ke-3 diberikan pada usia kurang dari 32 minggu.

Vaksin influenza. Vaksin influenza diberikan pada usia minimal 6 bulan, diulang setiap tahun. Untuk imunisasi pertama kali (primary immunization) pada anak usia kurang dari 9 tahun diberikan 2 kali dengan

(13)

13 interval minimal 4 minggu. Untuk anak 6-36 bulan, dosis 0,25 ml. Hal ini berlaku bagi vaksin trivalen dan quadrivalen.

Vaksin campak dan MMR. Vaksin campak diberikan usia 9 bulan, vaksin MMR 12 bulan. Apabila MMr sudah diberikan pada 12 bulan, vaksin campak kedua tidak perlu diberikan pada usia 18 bulan. Vaksin campak ketiga tidak perlu diberikan apabila sudah mencapai MMR kedua.

Vaksin varisela. Vaksin verisela diberikan setelah usia 12 bulan, terbaik pada usia sebelum masuk sekolah dasar. Apabila diberikan pada usia lebih dari 12 tahun, perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu.

Vaksin Human Papiloma Virus (HPV). Vaksin HPV diberikan mulai usia 10 tahun. Vaksin HPV bivalen diberikan 3 kali dengan interval 0, 1, 6, bulan. Vaksin HPV tetravalen diberikan 3 kali dengan interval 0, 2, 6 bulan, khusus pada remaja usia 10-13 tahun cukup 2 dosis dengan interval 6-12 bulan.

Vaksin Japanese Ensefalitis (JE). Vaksin JE yang dilemahkan dapat diberikan mulai usia 12 bulan pada daerah endemis dan berpergian ke daerah tersebut. Untuk perlindungan jangka panjang dapat diberikan booster 1-2 tahun berikutnya.

Vaksin dengue. Diberikan pada usia 9-16 tahun dengan jadwal 0, 6, 12 bulan.

Imunisasi program nasional meliputi BCG, polio, hepatitis B, DTP, Hib, campak dan tetanus difteri (Td).7

(14)

14 1. BCG (Bacille Calmette-Guerin)

Bacille Calmette-Guerin adalah vaksin hidup yang dibuat dari

Mycobacterium bovis yang dibiak berulang selama 1-3 tahun sehingga didapatkan hasil yang tidak virulen tetapi masih mempunyai imunogenitas. Tujuannya untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit TBC (tuberkulosis).7

1.1 Jadwal

Imunisasi BCG diberikan pada umur 2 sampai 3 bulan. Namun untuk mencapai cakupan yang lebih luas, Kementrian Kesehatan menganjurkan pemberian imunisasi BCG pada umur 1 bulan.

Apabila BCG diberikan setelah umur 3 bulan perlu dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu. Vaksin BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif. Apabila uji tuberkulin tidak memungkinkan, BCG dapat diberikan namun perlu observasi dalam waktu 7 hari. Apabila terdapat reaksi lokal cepat di tempat suntikan (accelerated local reaction), perlu tindakan lebih lanjut (tanda diagnostik tuberkulosis).7 1.2 Dosis

Vaksin BCG dosis 0,05 ml diberikan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas pada insersio m. deltoideus sesuai anjuran WHO (World Health Organization), tidak di tempat lain (misalnya bokong, paha).7

1.3 Indikasi

Vaksin BCG diberikan pada anak dengan uji Mantoux (tuberkulin) negatif.7

1.4 Kontraindikasi

Vaksin BCG merupakan vaksin hidup, maka tidak diberikan pada pasien yang respon imunya menurun, anak yang sedang mendapat pengobatan steroid jangka panjang, atau bayi yang telah diketahui atau dicurigai menderita infeksi HIV.7

1.5 Efek samping

Penyuntikan BCG secara intradermal akan menimbulkan ulkus lokal yang superfisial pada 3 minggu setelah penyuntikan. Ulkus

(15)

15 tertutup krusta, akan sembuh dalam 2-3 bulan, dan meninggalkan parut bulat dengan diameter 4-8 mm.7

2. Hepatitis B

Vaksin hepatitis B merupakan vaksin yang digunakan untuk perlindungan terhadap penyakit hepatits B.8

2.1 Jadwal

Imunisasi HepB-1 diberikan sedini mungkin (dalam waktu 12 jam) setelah lahir, namun setelah penyuntikan vitamin K1, untuk mecegah terjadinya perdarahan akibat defisiensi vitamin K. Selain itu ditambahkan pemberian HBIg untuk bayi yang lahir dari ibu HbsAg positif. Imunisasi HepB-2 diberikan setelah 1 bulan (4 minggu) dari imunisasi HepB-1 yaitu saat bayi berumur 1 bulan. Imunisasi HepB-3 diberikan pada umur 3-6 bulan.7

Apabila sampai dengan usia 5 tahun anak belum pernah memperoleh imunisasi hepatitis B maka secepatnya diberikan imunisasi Hep B dengan jadwal 3 kali pemberian.7

Ulangan imunisasi hepatitis B (HepB-4) dapat dipertimbangkan pada umur 10-12 tahun, apabila kadar pencegahan belum tercapai (anti HBs<10µg/ml).7

2.2Dosis

Bayi baru lahir dengan status HbsAg yang tidak diketahui; HepB-1 harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dan dilanjutkan pada umur 1 bulan dan 3-6 bulan.7

Apabila semua status HbsAg ibu tidak diketahui dan ternyata dalam perjalanan selanjutnya diketahui bahwa ibu HbsAg positif maka ditambahkan hepatitis B imunoglobulin (HBIg) 0,5 ml sebelum bayi berumur 7 hari.7

Bayi lahir dari ibu dengan status HbsAg-B positif diberikan vaksin HepB-1 dan HBIg 0,5 ml secara bersamaan dalam waktu 12 jam setelah lahir.7

(16)

16 2.3 Indikasi

a. Semua bayi baru lahir tanpa memandang status Virus Hepatitis B

(VHB) ibu,

b. Individu yang karena pekerjaan nya beresiko tertular VHB, c. Karyawan di lembaga perawatan cacat mental,

d. Pasien hemodialisis,

e. Pasien koagulopati yang membutuhkan transfusi berulang,

f. Individu yang serumah dengan pengidap VHB atau kontak akibat hubungan seksual,

g. Drug user, h. Homosexuals.7 2.4 Kontra Indikasi

Kontra indikasi absolut vaksin hepatitis B adalah riwayat anafilaksis setelah vaksin hepatitis B sebelumnya, terhadap komponen vaksin seperti yeast.7

2.5 Efek samping

Efek samping yang terjadi umumnya berupa reaksi lokal yang ringan dan bersifat sementara. Kadang-kadang dapat menimbulkan demam ringan untuk 1-2 hari.7

3. DPT (Difteri, Tetanus, Pertusis)

Imunisasi DTP merupakan imunisasi perlindungan terhadap penyakit difteri, pertusis, dan tetanus.7

3.1 Jadwal

Imunisasi dasar DTP diberikan 3 kali sejak usia 2 bulan (tidak boleh diberikan sebelum usia 6 minggu) dengan interval 4-8 minggu. DTP-1 diberikan pada umur 2 bulan. DTP-2 diberikan pada umur 4 bulan. DTP-3 diberikan pada umur 6 bulan.7

Ulang booster DTP selanjutnya (DTP-4) diberikan 1 tahun setelah DTP-3 yaitu pada umur 18-24 bulan. Imunisasi booster ke-2 (DTP-5) diberikan saat umur 5 tahun. Pada saat pemberian imunisasi ini harus tetap diberikan vaksin dengan komponen pertusis (sebaiknya diberikan DTaP untuk mengurangi demam pasca imunisasi). Dosis ke

(17)

17 lima DTaP tidak diperlukan apabila dosis keempat diberikan pada usia 4 tahun atau lebih.7

3.2 Dosis

DTwP (whole-cell pertussis), DtaP (acellular pertussis), DT atau Td adalah 0,5 ml, diberikan secara intramuskular, baik untuk imunisasi dasar maupun imunisasi ulangan.7

3.3 Indikasi

Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, tetanus, pertusis dan hepatitis B.7

3.4 Kontra Indikasi

Vaksin BCG tidak diberikan pada pasien dengan riwayat anafilaksis pada pemberian vaksin sebelumnya, ensefalopati sesudah pemberian vaksin pertusis sebelumnya, keadaan lain yang dinyatakan sebagai perhatian khusus (precaution).7

3.5 Efek samping

a. Reaksi lokal kemerahan, bengkak dan nyeri pada lokasi injeksi terjadi pada separuh (42,9%) penerima DTP,

b. Proporsi demam ringan dengan reaksi lokal sama dan 2,2% diantaranya dapat mengalami hiperpireksia,

c. Anak gelisah dan menangis terus menerus selama beberapa jam paska suntikan.7

4. POLIO

Imunisasi polio yaitu proses pembentukan kekebalan terhadap penyakit polio dengan mempergunakan vaksin:

a. OPV (oral polio vaccine) virus hidup yang dilemahkan dan diberikan secara tetesan melalui mulut,

b. IPV (inactivated polio vaccine) virus tidak aktif yang diberikan secara suntikan.7

4.1 Jadwal

Polio-0 diberikan saat bayi lahir atau pada kunjungan pertama sebagai tambahan untuk mendapatkan cakupan imunisasi yang tinggi. Mengingat OPV berisi virus polio hidup maka diberikan pada saat

(18)

18 bayi dipulangkan dari rumah sakit atau rumah bersalin untuk menghindari transmisi virus vaksin kepada bayi lain. Untuk imunisasi dasar (polio-1,2,3) diberikan pada umur 2, 4, dan 6 bulan interval antara 2 imunisasi tidak kurang dari 4 minggu.7

4.2 Dosis

OPV diberikan 2 tetes per-oral. IPV dalam kemasan 0,5 ml, intramuskular. Imunisasi polio ulang diberikan satu tahun sejak imunisasi polio-4, selanjutnya saat masuk sekolah (5-6 tahun).7

4.3 Indikasi

Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit polimielitis.9 4.4 Kontra Indikasi

a. OPV tidak boleh diberikan pada saat diare, jika sudah terlanjur maka itu tidak dihitung sebagai bagian dari jadwal imunisasi, dan harus diberika ulang setelah sembuh,

b. Infeksi akut yang disertai demam, c. Defisiensi sistem kekebalan tubuh,

d. Sedang menjalani pengobatan imunosupresif. 9 4.5 Efek Samping

Sebagian kecil anak setelah mendapatkan imunisasi bisa mengalami gejala pusing, diare ringan atau nyeri otot. Khusus pada vaksin polio IPV efek samping yang bisa muncul berupa sedikit bengkak dan kemerahan di tempat suntikan, pengerasan kulit pada tempat suntikan, yang biasanya cepat hilang, kadang-kadang terjadi peningkatan suhu beberapa jam setelah injeksi.9

(19)

19 5. Campak

Imunisasi campak merupakan suatu proses memasukkan virus campak yang sudah dilemahkan ke dalam tubuh guna merangsang sistem kekebalan tubuh untuk menghasilkan antibodi atau kekebalan terhadap penyakit campak.9

5.1 Jadwal

Diberikan dalam satu dosis pada umur 9 bulan, 24 bulan dan 6 tahun. Imunisasi campak dosis kedua diberikan pada program school based catch-up campaign, yaitu secara rutin pada anak sekolah SD kelas 1. Apabila telah mendapat imunisasi MMR (Measles, Mumps and Rubella) pada usia 15-18 bulan dan ulang pada umur 6 tahun, ulang campak SD kelas 1 tidak diperlukan.7

5.2 Dosis

0,5 ml secara subkutan.7 5.3 Indikasi

Vaksin digunakan untuk pencegahan terhadap penyakit campak.7 5.4 Kontra Indikasi

Imunisasi tidak dianjurkan pada anak dengan imunodefisiensi primer, pasien TB yang tidak diobati, pasien keganasan atau transplantasi organ, mereka yang mendapat pengobatan imunosupresir jangka panjang atau anak imunokompromais yang terinveksi HIV.7 5.5 Efek Samping

a. Pada sekitar 5-15% pasien mengalami demam ringan dan kemerahan pada tempat suntikan selama 3 hari, hal ini dapat terjadi 8-12 hari setelah imunisasi infeksi pada tempat suntikan, terjadi hanya jika jarum dan spuit yang digunakan tidak steril,

b. Demam, flu dan batuk sering terjadi sekitar setelah 1 minggu penyuntikan,

c. Sakit ringan dan bengkak pada lokasi suntikan, yang terjadi 24 jam setelah imunisasi.7

(20)

20 6. Hib (Haemophillus Influenza tipe B)

Haemophillus influenza tipe B bukan virus influenza, tetapi merupakan suatu bakteri Gram neratif. Vaksin Hib dibuat dari kapsul

polyribosyribitolphosphate (PRP). Tujuannya untuk perlindungan penyakit meningitis.10

6.1 Jadwal

Vaksin Hib yang berisi PRP-T (capsular polysaccharide polyribosyl ribitol phospat) konjugasi dengan protein tetanus diberikan pada umur 2, 4 dan 6 bulan. Vaksin Hib dapat diberikan dalam bentuk vaksin kombinasi (DTwP/Hib, DTaP/Hib, DTaP/Hib/IPV). Dalam Permenkes no. 42 tahun 2013 HIB diberikan pada umur 2, 3, 4, 18 bulan kombinasi dengan DTP-HepB.

Vaksin Hib PRP-T perlu diulang pada umur 18 bulan. Apabila anak datang pada umur 1-5 tahun, Hib cukup diberikan 1 kali.7

6.2 Dosis

0,5 ml diberikan secara intramuskular.7 6.3 Indikasi

Memberikan perlindungan terhadap meningitis yang disebabkan bakteri Haemophilus influenzae tipe B (Hib), tidak akan melindungi terhadap meningitis yang disebabkan oleh organisme lain.10

6.4 Kontra Indikasi

a. Anak umur lebih tiga tahun dan orang dewasa. b. Demam atau penyakit yang parah tiba-tiba.

c. Anak dengan alergi diketahui bahan dari vaksin (termasuk neomisin, polimiksin dan polisorbat 80).

d. Anak yang memiliki reaksi alergi yang parah dengan dosis sebelumnya

e. Anak dengan penyakit saraf berat (ensefalopati), seperti kejang berkepanjangan, kesadaran berkurang, atau koma dalam waktu tujuh hari dari setiap menerima vaksin.

(21)

21 f. Anak dengan penyakit progresif atau tidak stabil yang

mempengaruhi otak dan sistem syaraf, misalnya epilepsi kurang terkontrol.10

6.5 Efek samping

Nyeri, kemerahan, atau bengkak di tempat suntikan.10 7. Pneumococcus Conjugate Vaccine (PCV)

Pneumococcus Conjugate Vaccine (PCV) juga dikenal dengan sebutan vaksin konjugasi pneumokokus di mana vaksin ini diberikan untuk memberikan perlindungan bagi orang dewasa, anak-anak dan bayi. Vaksin ini dibutuhkan untuk melawan segala jenis penyakit yang dipicu oleh bakteri yang bernama pneumokokus atau Streptococcus pneumoniae.11

Terdapat 2 macam vaksin pneumokokus, yaitu : a. Pneumococcal Polysaccharide Vaccine (PPV)

Vaksin PPV 23 yang tersedia di Indonesia adalah Pneumo-23. Vaksin PPV tidak dapat merangsang respon imunologik pada anak usia muda dan bayi sehingga tidak mampu menghasilkan respon booster. Untuk meningkatkan imunogenositas pada bayi, dikembangkan vaksin pneumokokus konjugasi.11

b. Pneumococcal Conjugate Vaccine (PCV)

Di Indonesia baru beredar tahun 2010, yaitu Synflorix berisi 10 serotipe yaitu: 4, 6B, 9V, 124, 18C, 19F, 23F, 1, 5, dan 7F.11

7.1 Jadwal PCV

a. Jadwal Pemberian Vaksin PCV yang Sesuai Standar Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)

Vaksin Pneumococcus Conjugate Vaccine (PCV) diberikan sejak usia 2 bulan sampai 9 tahun.3

b. Jadwal Catch up Immunization

Berikan 1 dosis PCV13 untuk semua anak-anak usia 24-59 bulan yang tidak divaksinasi lengkap sesuai usianya.3

(22)

22 7.2 Dosis dan Cara Pemberian PCV

a. Dosis dan Cara Pemberian PCV yang Sesuai Standar Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)

Vaksin PCV dikemas dalam prefilled syringe 5 ml disuntikkan secara intramuscular. Dosis pertama tidak diberikan sebelum umur 6 minggu. Untuk bayi BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah) yaitu bayi yang beratnya ≤1500 gram, vaksin diberikan setelah umur kronologik 6-8 minggu, tanpa memperhatikan umur kehamilan. Dapat diberikan bersama vaksin lain misalnya DTwP, DtaP, TT, Hib, HepB, IPV, MMR, atau Varisela dengan mempergunakan

syringe terpisah, disuntikkan pada sisi badan yang berbeda.3 Tabel 2. Dosis PCV3

Dosis Pertama

(Bulan)

Imunisasi Dasar Imunisasi Ulangan*

2-6 3 dosis, interval 6-8

minggu 1 dosis, 12-15 bulan

7-11 2 dosis, interval 6-8

minggu 1 dosis, 12-15 bulan

12-23 2 dosis, interval 6-8 minggu

≥24 1 dosis

*Imunisasi ulangan minimal 6-8 minggu setelah dosis terakhir imunisasi dasar.

b. Dosis Pemberian Vaksin PCV untuk Kelompok Resiko Tinggi Umur 24-59 Bulan

Tabel 3. Dosis PCV untuk Kelompok Resiko Tinggi Umur 24-59 Bulan Berdasarkan Dosis Sebelumnya3

Dosis

Sebelumnya Dosis PCV Lanjutan

4 Dosis PCV Umur 24 bulan: 1 dosis PPV 23, minimal 6-8 minggu setelah PCV dosis terakhir. Ulangan

(23)

23 PPV 23: 1 dosis PPV23, 3-5 tahun setelah

PPV23 dosis pertama.

1-3 Dosis PCV

1 dosis vaksin PCV.

1 dosis Vaksin PPV23, 6-8 minggu setelah PCV dosis terakhir. Ulangan PPV23: 1 dosis PPV23,

3-5 tahun setelah PPV23 dosis pertama. 1 Dosis PPV23 (pneumococcu s polysaccharid e vaccine)

2 dosis vaksin PCV, interval 6-8 minggu, mulai minimal 6-8 minggu setelah PPV23 dosis terakhir. Ulangan PPV23: 1 dosis PPV23, 3-5

tahun setelah PPV23 dosis pertama.

Belum pernah

2 dosis vaksin PCV interval 6-8 minggu. 1 dosis vaksin PPV23, 6-8 minggu setelah

vaksin PCV dosis terakhir.

Ulangan PPV 23: 1 dosis PPV23, 3-5 tahun setelah PPV23 dosis pertama. 7.3 Indikasi

a. Setiap bayi harus menerima serangkaian empat dosis vaksin pada usia 2, 4, 6 dan 12-15 bulan. Dalam konteks program imunisasi nasional, tiga dosis yang dianggap cukup,

b. Sebuah vaksinasi catch up harus diberikan kepada anak-anak kurang dari 5 tahun yang tidak mendapatkan vaksin PCV7 pada jadwal,

c. Anak-anak yang lebih tua lebih sedikit membutuhkan jumlah suntikan,

d. Seorang anak sehat berusia 24-59 bulan yang belum pernah menerima vaksin membutuhkan hanya satu suntikan PCV7,

e. Serta orang yang berusia 5 tahun atau lebih tidak secara rutin diberikan suntikan PCV7.12

(24)

24 7.4 Kontra Indikasi

a. Anak mempunyai riwayat alergi terhadap zat aktif yang terkandung di dalam vaksin. Tanda alergi adalah kulit kemerahan, gatal, sesak napas, atau bengkak pada wajah dan bibir,

b. Serta anak sedang sakit infeksi yang ditandai dengan demam tinggi, suhu lebih dari 38°C. Apabila ada infeksi berat atau demam tinggi, imunisasi sebaiknya ditunda. Apabila sakit ringan seperti pilek atau common cold, imunisasi dapat diberikan.12

7.5 Efek Samping

Efek samping imunisasi PCV yang muncul bervariasi namun secara umum sifatnya ringan dan dapat hilang dengan sendirinya. Efek samping tersebut antara lain demam ringan dengan suhu rata-rata kurang dari 38°C, mengantuk, nafsu makan yang berkurang, muntah, mencret, rewel, dan muncul bercak kemerahan pada kulit. Pada kelompok anak dengan risiko tinggi yang berumur antara 2 tahun sampai 5 tahun, Imunisasi PCV harus menggunakan vaksin PCV7 diberikan secara kombinasi bersamaan dengan vaksin PPV23 karena anak–anak pada kelompok ini lebih rentan terhadap infeksi semua serotipe Pneumococcus. Kelompok anak dengan risiko tinggi tersebut antara lain anak-anak yang memiliki penyakit kronik seperti penyakit infeksi HIV, defisiensi imun bawaan, penyakit paru kronik, penyakit asma yang mendapat terapi kortikosteroid oral dosis tinggi, penyakit jantung bawaan, penyakit gagal jantung, penyakit ginjal kronik, sindrom nefrotik, anemia sickle cell, aslenia kongenital atau didapat, disfungsi limpa, penyakit yang mendapat terapi imunosupresif atau radiasi termasuk keganasan dan transplantasi organ, serta penyakit diabetes melitus.9

8. Influenza

Vaksinasi influenza dilakukan sebagai upaya untuk mencegah penyakit flu. Setiap orang beresiko untuk terkena flu. Jadi bisa dikatakan

(25)

25 bahwa vaksinasi influenza cukup penting bagi siapa saja. Vaksinasi influenza cukup efektif dan aman untuk memberikan perlindungan selama satu tahun terhadap serangan penyakit influenza. Tingkat keefektifan dari vaksin influenza dapat mencapai 77% hingga 90%.13

8.1 Jadwal

Vaksin influenza diberikan pada anak umur 6-23 bulan, baik anak sehat maupun dengan resiko (asma, penyakit jantung, penyakit cell sickle, HIV, dan diabetes). Imunisasi influenza diberikan tiap tahun, mengingat tiap tahun terjadi pergantian jenis galur virus yang beredar di dunia. Vaksin tahun sebelumnya tidak boleh diberikan untuk tahun sekarang. Indikasi lain yaitu anak yang tinggal dengan kelompok resiko tinggi atau pekerja sosial yang berhubungan dengan kelompok resiko tinggi.3

8.2 Dosis dan Cara Pemberian

Dosis tergantung umur anak, umur 6-35 bulan adalah 0,25 ml. Pada umur ≥3 tahun adalah 0,5 ml. Pada umur ≤8 tahun, untuk pemberian pertama kali diperlukan 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu atau lebih, pada tahun berikutnya hanya diberikan 1 dosis. Vaksin influenza diberikan secara intramuscular pada paha

anterolateral atau deltoid.3 8.3 Indikasi

Profilaksis terhadap influenza pada anak di atas 6 bulan dan dewasa.3

8.4 Kontra Indikasi

Hipersensitif terhadap zat aktif dan bahan tambahannya, telur, protein yang berasal dari ayam, neomisin, formaldehid, dan oktoksinol-9. Imunisasi harus ditunda sekurangnya 2 minggu pada pasien yang mengalami demam dan infeksi akut.3

8.5 Efek Samping

Seperti halnya berbagai jenis obat lainnya, vaksinasi influenza juga bisa menimbulkan efek samping bagi tubuh. Kebanyakan kasus

(26)

orang-26 orang yang memperoleh vaksinasi influenza biasanya tidak mengalami gejala efek samping yang serius. 13

Beberapa efek samping ringan yang mungkin akan muncul setelah melakukan vaksinasi influenza di antaranya:

a. Muncul rasa nyeri, bengkak, atau kemerahan pada lokasi pemberian suntikan,

b. Suara menjadi serak,

c. Sakit mata, merah, atau menjadi bengkak, d. Batuk,

e. Demam, f. Sakit kepala, g. Gatal,

h. Serta Kelelahan.13

9. Measles, Mumps, dan Rubella (MMR)

Vaksin MMR juga diberikan dalam kombinasi dengan cacar air (MMR) untuk anak umur 18 bulan dan mengandung dalam jumlah kecil masing-masing virus tadi pada kekuatan yang dikurangi dan sejumlah kecil antibiotik neomisin.14

9.1 Jadwal

a. Jadwal Pemberian Vaksin MMR yang Sesuai Standar

Vaksin MMR diberikan pada umur 15-18 bulan. Minimal interval 6 bulan antara imunisasi campak (umur 9 bulan) dan MMR. MMR diberikan minimal 1 bulan sebelum atau sesudah penyuntikan imunnisasi lain. Apabila seseorang anak telah mendapat imunisasi MMR pada umur 12-18 bulan dan 6 tahun, imunisasi campak (monovalen) tambahan pada umur 5-6 tahun tidak perlu diberikan.

b. Jadwal Imunisasi Ulangan

Ulangan imunisasi MMR diberikan pada umur 6 tahun. c. Jadwal Catch up Immunization

Diberikan 2 dosis pada anak usia sekolah dan remaja, interval pemberian minimum adalah 4 minggu.3

(27)

27 9.2 Dosis dan Cara Pemberian

Dosis 1 kali 0,5 ml diberikan secara subkutan.3 9.3 Indikasi

Indikasi pemberian vaksin MMR diantaranya adalah : a. Tuberculosis atau uji tuberkulin positif,

b. Menyusui,

c. Kehamilan ibu atau penghuni serumah,

d Immunodeficiency dalam keluarga atau penghuni serumah, e. Infeksi HIV tanpa imunosupresi berat,

f. Alergi telur, dan

g. Reaksi non-anafilaktik terhadap neomisin.3 9.4 Kontraindikasi

Reaksi anafilaksis terhadap neomisin atau gelatin, kehamilan, imunodefisiensi (keganasan hematologi atau tumor padat, imunodefisiensi kongenital, terapi imunosupresan jangka panjang, infeksi HIV dengan imunosupresi berat).3

9.5 Efek samping

Pemberian imunisasi MMR amat bervariasi antara anak yang satu dengan anak yang lain. Efek samping yang paling sering dan umum terjadi pada anak adalah demam, dan efek samping yang jarang terjadi diantaranya dapat berupa sakit kepala, muntah, bercak berwarna ungu pada kulit, nyeri di daerah tangan atau kaki dan leher yang terasa kaku.3

10. Varisela

Vaksin varisela, juga dikenal sebagai vaksin Chicken pox, adalah vaksin yang melindungi terhadap cacar air. Satu dosis vaksin mencegah 95% dari penyakit sedang dan 100% dari penyakit yang berat. Jika diberikan kepada mereka yang tidak kebal dalam waktu lima hari terpapar dengan cacar air, dapat mencegah sebagian besar kasus penyakit. Vaksinasi sebagian besar penduduk juga melindungi mereka yang tidak divaksinasi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan vaksinasi rutin hanya jika suatu negara dapat menjaga lebih dari 80% dari

(28)

28 orang divaksinasi. Jika hanya 20% sampai 80% dari orang yang divaksinasi adalah mungkin bahwa lebih banyak orang akan mendapatkan penyakit ini pada usia yang lebih tua dan hasil keseluruhan dapat lebih buruk.15

10.1 Jadwal

a. Jadwal Pemberian Imunisasi Varisela yang Sesuai Standar IDAI Imunisasi varisela diberikan pada anak umur ≥1 tahun. Untuk anak yang mengalami kontak dengan pasien varisela, imunisasi dapat mencegah apabila diberikan dalam kurun waktu 72 jam setelah kontak terjadi.5

b. Jadwal Catch up Immunization

Pada individu usia 7-18 tahun yang belum diimunisasi, diberikan 2 dosis varisela. Interval jarak pemberian dosis kedua setidak-tidaknya 4 minggu setelah dosis pertama.5

10.2 Dosis dan Cara Pemberian

Dosis 0,5 ml diberikan satu kali secara subkutan. Untuk umur lebih dari 13 tahun atau dewasa, diberikan 2 kali dengan jarak 4-8 minggu.5

10.3 Indikasi

a. Demam ringan atau sedang pasca vaksinasi sebelumnya, b. Sakit akut ringan dengan atau tanpa demam ringan, c. Sedang mendapat terapi antibiotik,

d. Ibu hamil, dan

e. Penghuni rumah tangga lainnya tidak divaksinasi.3 10.4 Kontraindikasi

Vaksin varisela tidak diberikan pada : a. Orang sakit parah,

b. Wanita hamil,

c. Orang yang mengalami reaksi alergi yang serius terhadap vaksin varisela di masa lalu,

d. Orang-orang yang alergi terhadap gelatin, e. Orang yang alergi terhadap neomisin,

(29)

29 f. Orang yang menerima dosis tinggi steroid,

g. Orang menerima pengobatan untuk kanker dengan sinar-x atau kemoterapi,

h. Serta orang-orang yang telah menerima produk darah atau transfusi selama 5 bulan terakhir.15

10.5 Efek Samping

Efek samping pemberian vaksin varisela yang tergolong umum adalah kemerahan dan nyeri pada bagian yang disuntik. Dan efek samping yang tergolong lebih jarang adalah ruam kulit.15

11. Tifoid

Vaksin tifoid merupakan vaksin yang melindungi dari penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Terdapat 2 jenis vaksin tifoid yaitu vaksin dari kuman hidup yang dilemahkan dan vaksin dari kuman yang sudah mati.14

11.1 Jadwal

a. Jadwal Pemberian Vaksin Tifoid yang Sesuai Standar IDAI Diberikan pada umur lebih dari 2 tahun.

b. Jadwal Ulangan

Ulangan dilakukan setiap 3 tahun.3 11.2 Dosis dan Cara Pemberian

Kemasan dalam prefilled syringe 0,5 ml, pemberian secara

intramuscular.3

11.3 Indikasi14

a. Orang yang dekat dengan carrier typhoid,

b. Laboran yang bekerja dengan kuman Salmonella typhi, c. Vaksin tifoid suntikan, dan

d. Wisatawan yang akan pergi ke negara yang endemik tifoid. 11.4 Kontra Indikasi14

a. Tidak diberikan pada anak umur <2 tahun, b. Orang yang mendapat reaksi alergi berat,

c. Serta orang yang pernah mendapat efek samping yang berat disebabkan vaksin ini.

(30)

30 11.5 Efek Samping16

Efek samping pemberian vaksin tifus yang mungkin saja terjadi adalah:

a. Nyeri, bengkak, dan merah pada bagian yang disuntik, b.Demam,

c. Sakit kepala, d.Tidak enak badan, e. Sakit perut, dan f. Diare.

12. Hepatitis A

Imunisasi hepatitis A merupakan imunisasi yang melindungi terhadap penyakit hepatitis A. Imunisasi hepatitis A dapat dilakukan secara aktif ataupun pasif. Imunisasi aktif yang diberikan berupa vaksin yang berisi virus hepatitis inaktif (inactivated vaccine) sedangkan imunisasi pasif yang diberikan adalah normal human immune globulin.17

12.1 Jadwal

a. Jadwal Pemberian Vaksin Hepatitis A yang Sesuai Standar IDAI Vaksin HepA diberikan pada umur lebih 2 tahun. Vaksin kombinasi Hep A/Hep B tidak diberikan pada bayi kurang dari 12 bulan. Maka vaksin kombinasi diindikasikan pada anak umur lebih dari 12 bulan, terutama untuk Catch up Immunization.

b. Jadwal Catch up Immunization

Minimal jarak pemberian antara 2 dosis adalah 6 bulan.3 12.2 Dosis dan Cara Pemberian

Kemasan liquid 1 dosis/vial prefilled syringe 0,5 ml. Dosis pediatrik 720 ELISA units diberikan 2 kali dengan interval 6-12 bulan, intramuscular di daerah deltoid. Kombinasi HepB/HepA (berisi HepB 10µgr dan HepA 720 ELISA units) dalam kemasan

prefilled syringe 0,5 ml intramuscular. Dosis HepA untuk dewasa (≥

19 tahun) 1440 ELISA units, dosis 1 ml, 2 dosis, interval 6-12 bulan.3

(31)

31 12.3 Indikasi

a. Individu yang berisiko tinggi terinfeksi hepatitis A, b. Serta pasien yang terinfeksi hepatitis B dan C.17 12.4 Kontra Indikasi

Individu yang mengalami reaksi alergi berat setelah penyuntikan dosis pertama.17

12.5 Efek Samping

Efek samping umumnya ringan berupa reaksi lokal ataupun demam.17

13. Rotavirus

Vaksin rotavirus adalah vaksin yang melindungi terhadap penyakit diare dan muntah yang disebabkan oleh bakteri rotavirus. Sebelum tersedia vaksin rotavirus, penyakit ini sering dan merupakan masalah kesehatan pada anak. Hampir sebagian besar anak di Indonesia pernah terinfeksi rotavirus sebelum usia 5 tahun. Akan tetapi, vaksin rotavirus ini tidak melindungi bayi dari penyakit diare yang disebabkan oleh bakteri lain.18

13.1 Jadwal

a. Vaksin Rotavirus Monovalen

Dosis pertama diberikan pada umur 6-14 minggu, dosis kedua diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Sehingga imunisasi selesai sebelum umur 16 minggu dan tidak melampaui umur 24 minggu.3

b. Vaksin Rotavirus Pentavalen

Dosis pertama diberikan umur 6-12 minggu, interval dari kedua, dan ketiga adalah 4-10 minggu, dari ketiga diberikan pada umur <32 minggu (interval minimal 4 minggu).3

13.2 Dosis dan Cara Pemberian

Vaksin Rotavirus monovalen diberikan secara oral 2 kali, sedangkan vaksin rotavirus pentavalen diberikan 3 kali.3

(32)

32 13.3 Indikasi

Pencegahan gastro-enteritis yang disebabkan Rotavirus serotipe G1 dan non-G1 (seperti G2, G3, G4, G9).19

13.4 Kontra Indikasi

Vaksin rotavirus tidak diberikan pada riwayat hipersensitif terhadap vaksin rotavirus.19

13.5 Efek samping

Iritabilitas, kehilangan nafsu makan, diare, muntah, kembung, nyeri perut, regurgitasi makanan (naiknya makanan dari kerongkongan atau lambung tanpa disertai rasa mual), demam, rewel, menangis, gangguan tidur, kelelahan, konstipasi.19

14. Human Papilloma Virus (HPV)

Vaksinasi HPV merupakan pencegahan primer kanker serviks uterus (vaksinasi profilaksis HPV 16,18). Pap smear merupakan bagian dari pencegahan sekunder. Pencegahan yang terbaik adalah dengan melakukan vaksinasi dan pap smear untuk menjangkau infeksi HPV risiko tinggi lainnya, karena jangkauan perlindungan vaksinasi tidak mencapai 100% (89%). Vaksin dibuat dengan teknologi rekombinan, vaksin berisi VLP (virus like protein) yang merupakan hasil cloning dari L1 (viral capsid gene) yang mempunyai sifat imunogenik kuat.20

14.1 Jadwal

a. Jadwal Pemberian Vaksin HPV yang Sesuai Standar IDAI

Vaksin HPV diberikan pada umur 10-25 tahun dan 26-45 tahun.3

b. Jadwal Catch up Immunization

Dapat diberikan pada anak perempuan dan laki-laki usia 13-18 tahun (perempuan HPV bivalen atau HPV quadrivalen), laki-laki (HPV quadrivalen) yang sebelumnya belum divaksinasi.3

14.2 Dosis dan Cara Pemberian a. Vaksin Bivalen

(33)

33 b. Vaksin Quadrivalen

Dosis diberikan pada 0-2-6 bulan cara penyuntikan

Intramuscular.3

14.3 Indikasi

Perempuan yang belum terinfeksi HPV 16 dan HPV 18. Usia pemberian vaksin yang disarankan adalah usia >12 tahun).20

14.4 Kontra Indikasi

a. Vaksinasi pada ibu hamil tidak dianjurkan, sebaiknya vaksinasi diberikan setelah persalinan,

b. Pada ibu menyusui vaksinasi belum direkomendasikan, dan c. Hipersensitif.20

14.5 Efek Samping

Efek samping minimal dan paling sering nyeri di tempat suntikan.10 15. Imunisasi Pentavalen

Imunisasi kombinasi pentavalen adalah imunisasi yang terdiri dari 5 jenis vaksin sekaligus diantaranya DPT-HB, dan Hib pada anak bayi serta imunisasi lanjutan pada anak batita sesuai standar. Penyakit yang dapat dicegah dengan pemberian imunisasi pentavalen ini adalah difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B, Haemophilus influenzae tipe B, dan pneumonia.21

Vaksin pentavalen tergolong program imunisasi dasar pemerintah dimana wajib diberikan kepada semua bayi di Indonesia sesuai usia. Vaksin disediakan oleh pemerintah dan diberikan melalui puskesmas, posyandu, dokter praktek, bidan, dan sarana kesehatan lainnya. Selain pentavalen, imunisasi dasar yang lain meliputi BCG, polio, dan campak.

Sejarah imunisasi di Indonesia diawali pada tahun 1956 dengan dimulainya imunisasi cacar (beda dengan cacar air red) dimana berhasil mengeradikasi penyakit tersebut. Dilanjutkan dengan imunisasi BCG mulai tahun 1973 dan DPT mulai tahun 1976. Imunisasi Polio mulai tahun 1981 dan campak 1982. Vaksin kombo (DPT-HB) mulai digunakan tahun 2006 dan dilanjutkan dengan pentavalen tahun 2014. Jadi vaksin pentavalen kedudukannya menggantikan vaksin kombo yang sekarang tidak ada lagi.

(34)

34 15.1 Jadwal

Pemberian vaksin pentavalen sama dengan vaksin kombo yaitu pada umur bayi 2 bulan, 3 bulan, dan 4 bulan untuk imunisasi dasar. Untuk imunisasi lanjutan vaksin pentavalen diberikan pada umur anak paling cepat 18 bulan sampai 3 tahun.21

Tabel 4: Tabel kombinasi pentavalen dalam jadwal imunisasi7 Umur

Vaksin kombinasi Saat lahir HepB + BCG + OPV

2 bulan DTaP/HepB/Hib/IPV

4 bulan DTaP/Hib/IPV

6 bulan DTaP/HepB/Hib/IPV

15.2 Dosis dan Cara Pemberian

Total vaksin pentavalen diberikan sebanyak 4 kali dimana pemberian 1 sampai 3 disuntik pada daerah Vastus lateralis (sisi luar paha). Pemberian pertama disuntikkan pada bagian kiri, pemberian kedua disuntikkan pada bagian kanan dan pemberian ketiga disuntikkan pada bagian kiri. Ketiga pemberian tersebut disuntikkan secara intramuscular. Pemberian ke-4 diberikan di

deltoid (lengan kanan atas) secara intramuscular.21 15.3 Indikasi

Vaksin digunakan untuk pencegahan terhadap difteri, tetanus, pertusis (batuk rejan), hepatitis B dan infeksi Haemophilus influenzae tipe B dengan cara simultan.21

15.4 Kontra Indikasi

a. Hipersensitif terhadap komponen vaksin, atau reaksi berat terhadap dosis vaksin kombinasi sebelumnya atau bentuk bentuk reaksi sejenis lainnya merupakan kontra indikasi absolute

terhadap dosis berikutnya.21

b. Kejang atau gejala kelainan otak pada bayi baru lahir atau kelainan saraf serius lainnya merupakan kontra indikasi terhadap komponen pertusis. Dalam hal ini, tidak boleh diberikan

(35)

35 bersama vaksin kombinasi, tetapi vaksin DT harus diberikan sebagai pengganti DPT, vaksin Hepatitis B dan Hib diberikan secara terpisah.21

15.5 Efek Samping

Efek samping dapat berupa reaksi lokal seperti nyeri pada tempat suntikan dan demam.22

(36)

36 DAFTAR PUSTAKA

1. Republik Indonesia. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Imunisasi.

Lembaga Negara RI tahun 2013. Diakses tanggal 24 April 2017, available:

related:pppl.depkes.go.id/_asset/_regulasi/92_PMK%20No.%2042%20ttg %20Penyelenggaraan%20Imunisasi.pdf imunisasi rutin pdf

2. Riadi, M. Pengertian, Manfaat dan Jenis Imunisasi. Diakses tanggal 16 April 2017, available: www.kajianpustaka.com/2015/03/pengertian-manfaat-dan-jenis-imunisasi.html?m=1

3. Ranuh, I.G.N. Gde dkk. Pedoman Imunisasi di Indonesia. 4th ed. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2011

4. Google Scholar UNAND. Kegiatan Imunisasi di Indonesia. Diakses

tanggal 20 April 2017, available:

https://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://scholar.

unand.ac.id/17453/2/BAB%25201.pdf&ved=0ahUKEwjYr-n9ubLTAhXIsY8KHa0UAhkQFgg8MAM&usg=AFQjCNF0L9aAk2bcBz V_haG8HIORO5lRSw&sig2=FB3WpA69G_b34pbMfYwB6Q

5. Riadi, M. Pengertian, Manfaat dan Jenis Imunisasi. Diakses tanggal 16 April 2017, available: www.kajianpustaka.com/2015/03/pengertian-manfaat-dan-jenis-imunisasi.html?m=1

6. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jadwal Imunisasi 2016. Diakses tanggal 24 April 2017, available: http://www.idai.or.id/public-articles/klinik/imunisasi/jadwal-imunisasi-anak-2016

7. Ranuh, I.G.N. Gde dkk. Pedoman Imunisasi di Indonesia. 5th ed. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2014

8. Repository USU. Imunisasi. Diakses tanggal 23 April 2017, available: http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/40498/Chapter%20 II.pdf;jsessionid=E9E751FF561C79AC8394CC9ACA23541D?sequence= 4

(37)

37 9. Mediskus. Imunisasi PCV: Jadwal, Manfaat, Efek Samping. Diakses tanggal 15 April 2017, available: http://mediskus.com/dasar/imunisasi-pcv 10.Dokter Anak Indonesia. Imunisasi Cegah Human Papilloma Virus (HPV), Kanker Serviks; 2014 diakses tanggal 15 April 2017, available:

https://mediaimunisasi.com/2014/05/10/imunisasi-cegah-human-papilloma-virus-hpv-kanker-serviks/

11.Halo Sehat. Vaksin PCV – Fungsi, Cara Pemberian dan Efek Samping.

Diakses tanggal 21 April 2017, available : http://halosehat.com/penyakit/pneumonia/vaksin-pcv

12.Arimami, Nikita Rizky. Referat Pneumococcal Conjugate Vaccine. Jakarta. Diakses tanggal 23 April 2017, available: http://dokumen.tips/documents/referat-imunisasi-pcv.html

13.Halo Sehat. Vaksinasi Influenza : Pengertian, Fungsi, Jenis, Efek Samping, dan Biaya; 2016 diakses tanggal 15 April 2017, available: http://halosehat.com/penyakit/flu/vaksinasi-influenza

14.Ikatan Dokter Anak Indonesia. Vaksin Tifoid; 2014 diakses tanggal 23 April 2017, available: rumahvaksinasigrogol.org/wp-content/uploads/2014/11/IVO-Tifoid.pdf

15.Kesehatan kerja. Vaksin Varicella/Chicken Pox/Cacar Air. Diakses

tanggal 15 April 2017, available:

http://www.kesehatankerja.com/VAKSIN%20VARICELLA-CHICKEN%20POX-CACAR%20AIR.htm

16.Alodokter. Imunisasi. Diakses tanggal 15 April 2017, available: http://www.alodokter.com/imunisasi

17.Tim Dokter-RV Surabaya Pucang. Hepatitis A. Surabaya. Diakses tanggal 23 April 2017, available: http://rumahvaksinasi.net/hepatitis-a.html

18.Ikatan Dokter Anak Indonesia. Vaksin Rotavirus; 2014 diakses tanggal 23 April 2017, available: rumahvaksinasigrogol.org/wp-content/uploads/2014/11/IVO-Rotavirus.pdf

19.Pionas. Vaksin Rotavirus. Jakarta: Badan POM RI. Diakses tanggal 15 April 2017, available: http://pionas.pom.go.id/monografi/vaksin-rotavirus

(38)

38 20.Andrijono. Vaksinasi HPV Merupakan Pencegahan Primer Kanker Serviks. Diakses tanggal 23 April 2017, available: mki.idionline.org/index.php?uPage=mki.mki_dl&smod=mki&sp=public& key=MTE2LTE0 indikasi dan kontra indikasi vaksin hpv pdf

21.Jurnal Pediatri. Pentavalen, Vaksin Kombinasi DPT, hib dan Hepatitis B; 2016 diakses tanggal 22 April 2017, available: https://jurnalpediatri.com/2016/03/06/pentavalen-vaksin-kombinasi-dpt-hib-dan-hepatitis-b/

22.Aiyubhi, Rizky Achmad. Imunisasi Pentavalen. Diakses tanggal 23 April 2017, available: http://documents.tips/documents/imunisasi-pentavalen.html

Gambar

Tabel 1: Jadwal imunisasi 2016, Rekomendasi satgas Imunisasi IDAI 6
Tabel 2. Dosis PCV 3 Dosis

Referensi

Dokumen terkait

Pengujian secara simultan menunjukkan bahwa tiga nilai organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajemen dan kinerja perawat (p &lt;0,05).Kinerja karyawan yang

yang sebenar / supaya tidak terlibat mkan harta anak yatim -menghadiri majlis-majlis ilmu supaya takut azab Allah swt / akibat makan harta anak yatim.. -sentiasa memuliakan anak yatim

Dalam penerapan metode snowball drilling, peran guru adalah mempersiapkan paket soal-soal dan lembar skoring penilaian yang dibagikan kepada siswa serta menggelindingkan bola

Jika ingin merubah warna pada isian tabel, maka yang perlu dilakukan adalah dengan memblok tulisan yang akan dirubah warnanya, kemudian Pilih Icon Font Color

Variabel yang menunjukkan kualitas fisikokimiawi buah tomat meliputi persentase susut berat, koefisien kematangan buah, nilai kualitas visual, derajat keasaman (pH), padatan

Peran Keluarga dalam Membentuk Kesehatan Jiwa Anak.http://indonesian.irib.ir/keluarga1//asset_publisher/3HXo/content/pe ran-keluarga-dalam-membentuk-kesehatan-jiwa-anak.Diakses pada

Menurut Butz and Vens-Cappel dalam Chen (1999), jumlah material organik yang terbuang ke perairan sekitar 25 – 30% dari makanan yang dikonsumsi oleh ikan,

Pembangunan di bidang Kelautan dan Perikanan, pada hakekatnya adalah memanfaatkan sumberdaya Kelautan dan Perikanan secara optimal, yang diharapkan akan dapat