• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengklonan dan Karakterisasi plnW Asal L. plantarum U10

Fragmen DNA berukuran 1033 pb yang mengandung gen plnW telah berhasil teramplifikasi dari DNA kromosom L. plantarum U10 asal tempoyak (Gambar 5a). Fragmen DNA tersebut juga telah berhasil disisipkan ke vektor pengklonan pGEM-T Easy sehingga menghasilkan vektor pGplnWU10 yang berukuran 4205 pb (Gambar 5b). Hasil pengurutan DNA menunjukkan bahwa fragmen DNA yang diperoleh memiliki tiga daerah pembacaan/open reading frame (ORF) (Gambar 6). Ketiga ORF tersebut meliputi sebagian kecil dari plnV dan plnX, serta keseluruhan gen dari plnW. Amplifikasi DNA dari daerah ujung plnV hingga daerah awal plnX bertujuan untuk mengetahui secara pasti ukuran maupun urutan nukleotida plnW, sehingga dapat dideteksi jika terjadi mutasi pada tingkat gen. Mutasi gen merupakan perubahan material genetik yang bersifat permanen (Burrus dan Waldor 2005). Hasil BLAST menunjukkan urutan nukleotida plnW dari L. plantarum U10 memiliki tingkat homolog yang tinggi (99%) dengan plnW dari L. plantarum C11 dan L. plantarum ST-III yang diisolasi dari pangan fermentasi mentimun dan makanan tradisional Korea (Tabel 5). Hal ini menunjukkan pula bahwa sifat genetik dari plnW relatif stabil dengan tingkat mutasi yang cukup rendah di berbagai strain L. plantarum.

Gambar 5 Fragmen DNA pembawa gen plnW (a) dan peta vektor pengklonan rekombinan (b)

Tabel 5 Homologi urutan nukleotida plnW

Strain Bakteri Sumber Aksesi Tingkat Homolog

L. plantarum WCFS1 L. plantarum C11 L. plantarum ST-III L. plantarum AY01 L. plantarum JDM1 L. plantarum ZJ316 Saliva manusia Fermentasi mentimun Pangan asal Korea (kimchi) Fermentasi susu

Probiotik asal Tiongkok Feses bayi manusia

AL935263.2 X94434.2 CP002222.1 JQ900765.1 CP001617.1 CP004082.1 98% 99% 99% 94% 97% 98% Gen plnW berukuran 687 pb menyandikan 228 asam amino PlnW. Urutan asam amino penyusun PlnW memiliki tingkat homolog rata-rata sebesar 98.32% dengan PlnW dari berbagai jenis strain L. plantarum. Hasil analisis tingkat homolog protein menunjukkan bahwa terdapat dua jenis asam amino yang

14

menyebabkan perbedaan signifikan antara PlnW asal L. plantarum U10 dengan PlnW dari berbagai strain L. plantarum, yaitu pada posisi ke-77 (arginin  triptofan) dan posisi ke-160 (asam aspartat  glisin) (Gambar 7). Lingkungan hidup BAL dapat mempengaruhi stabilitas genetik strain tersebut dalam prosesnya beradaptasi terhadap cekaman lingkungan (Machielsen et al. 2010).

Gambar 6 Urutan nukleotida plnW dari genom L. plantarum U10. Tanda (*) merupakan kodon stop.

Berdasarkan urutan asam amino, PlnW teridentifikasi memiliki tiga motif aktif yang berkaitan dengan aktivitas proteolitik (Kjos et al. 2010). Protein yang memiliki aktivitas proteolitik berpotensi letal bagi bakteri inang (Mironczuk et al. 2012). Hal ini menjelaskan bahwa protein tersebut harus disekresikan ke luar sel atau diletakkan pada membran sel, sehingga tidak mengganggu protein-protein fungsional yang ada di intra sel. Hasil analisis lokasi PlnW berdasarkan hidrofobisitas protein (Lampiran 7) menunjukkan bahwa lokasi protein tersebut adalah pada membran sel bakteri (Gambar 8). Sebanyak lima daerah transmembran terdeteksi pada daerah urutan asam amino ke-14 sampai 37, 42 sampai 59, 84 sampai 100, 186 sampai 205, serta 212 sampai 228. Suatu protein dapat tersusun atas asam amino yang bersifat hidrofilik dan hidrofobik ataupun salah satunya saja, namun lokasi dominan dari asam amino menentukan lokasi akhir protein tersebut (Choudhuri 2014).

15

Gambar 7 Homologi asam amino PlnW asal L. plantarum U10 dengan PlnW dari beberapa strain L.plantarum. L. plantarum ATCC14917 asal fermentasi kubis (no. aksesi EFK30766), L. plantarum AY01 asal fermentasi susu domba (no. aksesi ERL43668), L. plantarum C11 asal fermentasi mentimun (no. aksesi CAX65636), L. plantarum IPLA88 asal pangan Italia (sourdough) (no. aksesi EPD24000), L. plantarum NC8 asal silase rumput (no. aksesi EHS83019), L. plantarum ST-III asal pangan Korea (kimchi) (no. aksesi ADN97580), L. plantarum UCMA3037 asal keju (no. aksesi EMP42931), L. plantarum WCFS1 asal saliva manusia (no. aksesi YP_004888449), L. plantarum WJL asal serangga Drosophila (no. aksesi ERO41324), L. plantarum ZJ316 asal feses bayi manusia

(no. aksesi AGE38135) .Tanda titik (·) menunjukkan asam amino yang identik, sedangkan kotak bergaris putus-putus menunjukkan perbedaan dominan dari asam amino PlnW asal L. plantarum U10.

Gambar 8 Analisis lokasi PlnW pada membran sel. Tanda kotak bergaris putus-putus menunjukkan situs aktif protein.

16

Situs aktif dari PlnW diketahui berada pada bagian luar sel. Hal ini sejalan dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa beberapa protein imunitas meskipun memiliki segmen hidrofobik yang membuat daerah tersebut berada di dalam membran, namun situs/domain aktif yang dimilikinya cenderung berada di luar sel ataupun berada pada daerah sitosol/intra sel (Quadri et al. 1995; Abel-Dayem et al. 1996; Eijsink et al. 1998).

Vektor Ekspresi Rekombinan

Gen plnW berukuran 687 pb yang telah teramplifikasi menggunakan primer spesifik berhasil disisipkan ke daerah multiple cloning site (MCS) pada vektor ekspresi pNZ8148, sehingga membentuk vektor rekombinan yang berukuran 3815 pb (Gambar 9). Ukuran DNA vektor yang tidak terlalu besar dapat mempermudah proses introduksi ke bakteri inang. Seleksi transforman menggunakan antibiotik klorampenikol dikarenakan vektor ekspresi dilengkapi dengan gen penyandi resisten kloramfenikol sebagai marka seleksi.

Gambar 9 (a) Amplifikasi gen plnW; (b) konfirmasi pemotongan vektor rekombinan dengan enzim NcoI dan HindIII; (c) peta vektor rekombinan

Ligasi antara gen plnW dengan vektor pNZ8148 berhasil diintroduksikan ke inang E. coli MC1061, yang ditandai dengan tumbuhnya empat koloni tunggal pada media seleksi kloramfenikol. Hasil transformasi menunjukkan tingkat efisiensi transformasi yang rendah. Hal ini dapat dikarenakan oleh karakteristik dari gen replikasi vektor pNZ8148. Vektor ekspresi pNZ8148 diketahui tidak memiliki tingkat replikasi/penggandaan vektor yang cukup tinggi, akan tetapi hal

17 ini diimbangi dengan adanya dua titik awal replikasi (repA dan repC) yang mudah dikenali inang baik E. coli maupun L. lactis (de Ruyter et al. 1996). Koloni transforman yang tumbuh dijadikan cetakan PCR koloni. Hasil PCR koloni menunjukkan bahwa dari empat koloni tranforman yang tumbuh, hanya satu koloni yang positif membawa sisipan gen plnW. Vektor rekombinan pNZ8148-WU10 diisolasi dari koloni transforman pembawa gen plnW untuk kemudian konfirmasi kembali dengan PCR menggunakan vektor tersebut sebagai cetakan. Hasil transformasi E. coli MC1061 beserta validasinya dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Transformasi E. coli MC1061 (a), beserta konfirmasi transforman menggunakan PCR koloni (b), isolasi vektor rekombinan (c) dan PCR vektor rekombinan (d).

Vektor rekombinan pNZ8148-WU10 divalidasi dengan pengurutan DNA untuk mengetahui ada/tidaknya mutasi dari gen plnW yang disisipkan. Hasil pengurutan DNA vektor rekombinan pNZ8148-WU10 (Lampiran 8) menunjukkan ORF plnW berukuran 693 pb yang menyandikan 230 asam amino, dengan titik awal transkripsi dimulai dari 47 nukleotida sebelum gen plnW dan berakhir pada 149 nukleotida setelah gen plnW (Gambar 11). Gen plnW diklon pada situs NcoI,

18

menyebabkan adanya penambahan dua asam amino (6 nukleotida) ketika proses translasi. Pengklonan pada situs NcoI memungkinkan adanya adaptasi urutan DNA dikarenakan titik awal translasi tidak dimulai dari gen, melainkan dari situs NcoI (CCATGG) sehingga urutan gen harus menyesuaikan dengan residu guanin (G) pada situs restriksi (Mierau dan Kleerebezem 2005).

Gambar 11 Analisis pengurutan gen plnW pada vektor pNZ8148-WU10, RBS : daerah pengikatan ribosom, * : kodon stop, 1 : titik awal transkripsi, Terminator : titik akhir transkripsi

Transformasi L. lactis NZ3900

Vektor rekombinan pNZ8148-WU10 diintroduksikan ke dalam bakteri inang L. lactis NZ3900 menggunakan teknik elektroporasi. Teknik ini digunakan dalam menyisipkan DNA asing ke dalam inang bakteri gram positif yang memiliki karakteristik struktur membran sel yang cukup tebal. Teknik elektroporasi ini mengaplikasikan tegangan listrik tinggi yang dilewatkan dalam waktu yang singkat, sehingga membentuk pori pada dinding/membran sel yang dapat tersisipi DNA asing (Rattanachaikunsopon dan Phumkachorn 2009).

Tabel 6 Optimasi transformasi L. lactis NZ3900 Jumlah Vektor (µg) Efisiensi Transformasi (CFU/µg DNA) 0.5 0.7 1.0 (1.3 x 103) ± 50 (4.3 x 103) ± 70 (7.2 x 103) ± 100

Vektor rekombinan pNZ8148-WU10 diintroduksi ke inang L. lactis NZ3900 menggunakan teknik elektroporasi. Sebanyak 1 µg vektor rekombinan berhasil diintroduksikan ke L. lactis NZ3900 (Gambar 12) dengan efisiensi transformasi sebesar (7.2 x 103) ± 100 cfu/µg DNA (Tabel 6). Pada penelitian ini diketahui

19 jumlah vektor yang lebih rendah akan berakibat pada menurunnya efisiensi transformasi. Sejalan dengan penelitian ini, hasil penelitian Zhang et al. (2012) juga menyebutkan bahwa konsentrasi DNA sebanyak 1 µg menghasilkan efisiensi transformasi yang optimum bagi BAL jenis L. acidophilus NCK105.

Penambahan sukrosa dan glisin dapat membantu proses transformasi menjadi lebih efisien. Selain sukrosa sebagai penstabil kondisi osmotik, glisin yang ditambahkan pada media pertumbuhan BAL diketahui dapat melemahkan membran sel bakteri inang dengan cara menghambat pembentukan ikatan silang yang akan memperkuat membran sel tersebut (Heravi et al. 2012). Dalam penelitian ini, digunakan sebanyak 2.5% glisin untuk melemahkan membran sel bakteri inang. Penggunaan glisin yang terlalu tinggi (lebih dari 8%) akan berdampak pada menurunnya efisiensi transformasi, dikarenakan memicu terjadinya autolisis bakteri (Kim et al. 2005).

Gambar 12 Koloni transforman L. lactis NZ3900 ketika diintroduksi vektor sebanyak 0.5 µg (a), 0.7 µg (b) dan 1 µg (c). PCR koloni transforman yang positif membawa vektor ekspresi pNZ8148-WU10 (d)

Ekspresi Plantarisin W di L. lactis NZ3900

Protein plantarisin W berhasil terekspresikan pada L. lactis dengan bobot molekul sebesar 25.3 kDa. Tingkat ekspresi tertinggi dicapai dengan induksi 10 ng/mL nisin. Pita protein yang sama juga ditunjukkan pada sampel non-induksi, namun dengan intensitas yang relatif rendah. Pendeteksian PlnW juga dilihat dari zimogram protease yang menunjukkan aktivitas proteolitik yang tinggi pada pita protein yang sama (25.3 kDa) dengan induksi 50 ng/mL (Gambar 13). Hal ini memperkuat hasil penelitian sebelumnya bahwa pada susunan asam amino yang dimiliki PlnW terdapat motif CAAX protease (Kjos et al. 2010; Pei et al. 2011).

20

Gambar 13 Profil SDS-PAGE dan zimogram protease dari plantarisin W Pada umumnya, tingkat ekspresi protein spesifik secara kualitatif dideteksi menggunakan teknik western blot. Western Blot atau immunoblot protein mendeteksi protein spesifik pada sampel berdasarkan kemampuan protein tersebut berikatan dengan antibodi (Mahmood dan Yang 2012). Dalam penelitian ini belum terdapat antibodi poliklonal maupun antibodi monoklonal yang secara spesifik dapat mengikat protein PlnW, sehingga proses deteksi protein dilakukan menggunakan zimogram protease. Zimografi merupakan suatu teknik elektroforesis protein (SDS-PAGE) yang dalam campuran gel pemisahnya ditambahkan substrat (misal: gelatin, casein, albumin, hemoglobin, dsb), sehingga aktivitas endo- ataupun eksopeptidase dari suatu protein dapat terlihat dalam bentuk zona hambat (d‟Avila-Levy et al. 2012). Berbeda dengan teknik SDS-PAGE pada umumnya, dalam analisis zimografi tidak dilakukan proses denaturasi protein sehingga aktivitas dari protein tersebut tidak hilang.

Tingkat ekspresi dari PlnW diukur secara kuantitatif melalui analisis konsentrasi protein yang menunjukkan ekspresi paling tinggi pada induksi 10 ng/mL nisin menghasilkan 1.55 ± 0.04 mg/mL protein. Aktifitas protease secara kuantitatif menunjukkan tingkat aktifitas yang cukup signifikan pada induksi 50 ng/mL, yaitu sebesar 2.22 ± 0.05 U/mL dengan aktivitas spesifik 1.65 ± 0.03 U/mg protein (Tabel 7).

Table 7 Konsentrasi protein dan aktivitas proteolitik PlnW

Sampel Total Protein

(mg/mL) Aktivitas Proteolitik Aktivitas Total (U/mL) Aktivitas Spesifik (U/mg) Vektor kosong PlnW non-induksi PlnW induksi 5 ng/mL 10 ng/mL 50 ng/mL 0.74 ± 0.015 1.06 ± 0.015 1.22 ± 0.04 1.55 ± 0.04 1.35 ± 0.007 -- 0.49 ± 0.03 1.49 ± 0.004 1.51 ± 0.18 2.22 ± 0.05 -- 0.46 ± 0.03 1.23 ± 0.04 0.98 ± 0.14 1.65 ± 0.03 -- : tidak terdeteksi

Vektor kosong merupakan pNZ8148 tanpa gen plnW

Gen plnW diekspresikan dalam sistem ekspresi NICE vektor pNZ8148 melalui mekanisme auto-regulasi (quorum-sensing). Asupan nisin dari luar akan menstimulasi dimulainya transkripsi pada promoter nisA melalui regulon nisK dan nisR yang terintegrasi pada DNA kromosom L. lactis (de Ruyter et al. 1996). Hal ini memungkinkan tingkat ekspresi dapat dikendalikan melalui besarnya asupan nisin dari luar yang diberikan. Gen nisK yang menyandikan histidin kinase bertindak sebagai reseptor nisin dan akan meneruskan responnya ke nisG. Hasil

21 dari respon ini akan membentuk faktor transkripsi yang akan mengaktifkan promoter nisA sehingga proses transkripsi oleh RNA polimerase dapat berjalan (Sorvig et al. 2003). Bakteri L. lactis NZ3900 merupakan turunan dari L. lactis MG1363 yang diketahui tidak memiliki gen penghasil nisin (Kunji et al. 2003). Adapun terdapatnya pita protein target pada sampel non-induksi, diduga karena adanya aktivitas basal yang menyebabkan gen plnW terekspresi meskipun tanpa adanya induksi nisin. Hal ini telah dibuktikan pada penelitian Sorvig et al. (2003) bahwa sistem ekspresi NICE seringkali menunjukkan aktivitas ekspresi basal (tanpa adanya induksi) ketika diekspresikan pada Lactobacillus.

Selain mengatur dosis nisin yang diberikan, beberapa cara lain dapat digunakan untuk meningkatkan level ekspresi suatu gen, diantaranya dengan mengganti promoter yang bersifat inducible dengan konstitutif, selain itu dapat pula dilakukan optimasi penggunaan kodon. Salah satu promoter konstitutif yang umum digunakan dalam ekspresi pada inang BAL adalah promoter surface layer protein (PslpA) dari Lactobacillus brevis, dimana telah diketahui dapat meningkatkan level ekspresi sebesar 28% terhadap protein aminopeptidase N (Diep et al. 2009b). Salah satu karakteristik L. lactis yang berperan dalam sistem ekspresi heterolog adalah pemanfaatan kodon. DNA kromosom L. lactis memiliki kandungan basa guanin (G) dan sitosin (C) yang relatif kecil, yaitu antara 35-37%, sehingga gen dari organisme pendonor yang memiliki kekerabatan dekat dengan inang ekspresi heterolog akan lebih mudah terekspresi dikarenakan karakteristik kandungan basa GC yang relatif sama (Kunji et al. 2003).

Imunitas Plantarisin W terhadap Bakteriosin

Plantarisin W membentuk sifat resisten bagi inang L. lactis ketika dipaparkan bakteriosin plantarisin. Selain terhadap plantarisin, plantarisin W juga menghambat aktivitas bakteriosin jenis lain, yaitu pediosin, fermentsin dan acidosin (Gambar 14). Imunitas terhadap bakteriosin terlihat dari tidak adanya zona hambat. Hal ini mengindikasikan pertumbuhan L. lactis pNZ8148-WU10 terus berlanjut meskipun terpapar bakteriosin. Sebagai pembanding, inang L. lactis yang tidak disisipi gen plnW juga dipaparkan dengan bakteriosin yang sama. Dalam kondisi alami (native), bakteriosin akan diekspresi bersamaan dengan protein imunitasnya. Protein ini berperan dalam memproteksi bakteri dari aktivitas bakteriosin yang dihasilkannya, dan sejauh ini sudah lebih dari 20 jenis protein imunitas bakteriosin yang telah diidentifikasi dan diketahui aktivitas resistensinya. Sebagian besar protein imunitas yang telah diidentifikasi tergolong dalam bakteriosin kelas 2, merupakan protein sitosol yang bersifat kationik. Namun beberapa protein tersebut telah dibuktikan secara struktur 3D memiliki permukaan protein yang dapat berikatan ionik dengan fosfolipid membran sel (Drider et al. 2006). Hal ini mengindikasikan bahwa proses penghambatan aktivitas bakteriosin berlangsung pada bagian intra sel, baik dengan berikatan pada protein membran ataupun tidak. Berdasarkan hasil analisis lokasi protein (Gambar 9), PlnW merupakan tipikal protein imunitas yang menghambat aktivitas bakteriosin dari permukaan membran (luar sel).

22

Gambar 14 Imunitas Plantarisin W dalam menghadapi aktivitas bakteriosin Beberapa mekanisme imunitas bakteriosin yang telah diketahui yaitu; (i) penguraian bakteriosin ketika kontak dengan permukaan sel, (ii) mengeluarkan bakteriosin melalui mekanisme translokasi oleh ABC transporter (Ra et al. 1999; Stein et al. 2003), (iii) pengikatan reseptor bakteriosin yang menghambat kerja bakteriosin dalam membentuk pori pada membran sel melalui pengubahan konformasi reseptor tersebut dengan cara menutup situs pelekatan bakteriosin (Venema et al. 1994). Mekanisme PlnW dalam membentuk sifat resisten terhadap bakteriosin adalah melalui aktivitas proteolitik. Tiga situs aktif yang terkonservasi (Glu-Glu-xxx-Arg, Phe-xxx-His dan His) dikenali sebagai golongan protein Abi CAAX protease yang mekanismenya langsung mendegradasi bakteriosin ketika kontak dengan plantarisin W atau dengan cara mengubah reseptor bakteriosin (Sedgley et al. 2009; Butcher dan Helmann 2006). Aktivitas PlnW menunjukkan sifat resistensi silang terhadap jenis bakteriosin lain. Resistensi silang dapat terjadi antara bakteriosin yang berada dalam satu golongan maupun antar bakteriosin yang memiliki beberapa situs yang homolog (Drider et al. 2006).

Dokumen terkait