• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Subjek

Subjek dalam penelitian ini merupakan empat sekolah dasar di empat kecamatan di Kabupaten Bogor yaitu SDN Nanggung 01 Kecamatan Nanggung, SDN Jasinga 07 Kecamatan Jasinga, SDN Cibodas 02 Kecamatan Rumpin, dan SDN Bojong Sempu 02 Kecamatan Parung. Subjek merupakan siswa/i SD kelas 5 dan jumlah keseluruhan subjek adalah 91 anak. Pada awal pengambilan data subjek didapatkan 95 orang subjek yang menjadi subjek penelitian akan tetapi terdapat drop out subjek sebanyak 4 orang dikarenakan tidak hadir ketika pengambilan urin dan terdapat subjek yang memiliki orang tua yang sama. Karakteristik subjek yang dianalisis dalam penelitian ini terdiri dari usia, jenis

12

kelamin, uang jajan, dan uang transport sehari. Karakteristik subjek secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Sebaran subjek berdasarkan karakteristik individu Karakteristik contoh Jumlah (n) Persentase (%) Usia 10 tahun 2 2.20 11 tahun 51 56.04 12 tahun 33 36.26 13 tahun 4 4.40 14 tahun 1 1.10 Total 91 100.00 Rata-rata ± SD 11.46±0.672 Jenis Kelamin Laki-laki 45 49.45 Perempuan 46 50.55 Total 94 100.00

Uang jajan per hari

Rendah <Rp.2774 5 5.49 Sedang Rp 2774-7182 78 85.71 Tinggi >Rp 7182 8 8.79 Total 91 100.00 Rata-rata ± SD 4 978±2 216 Uang Transport Ya 23 25.27 Tidak 68 74.73 Total 91 100.00

Tabel 3 menujukkan sebaran usia subjek cukup lebar, yaitu antara 10 dan 14 tahun. Sebagian besar contoh berusia 11 tahun dengan persentasi sebesar 56.04%. Masa sekolah atau masa kanak-kanak kedua berada pada rentang usia 10-12 tahun (Devi 2012). Berdasarkan jenis kelamin subjek antara perempuan dan laki-laki hampir seimbang dengan jumlah subjek laki-laki sebesar 49.45% dan perempuan 50.55%.

Uang saku atau uang jajan subjek dalam penelitian ini adalah jumlah uang yang diterima subjek per hari yang digunakan untuk jajan di sekolah. Uang jajan subjek dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Berdasarkan rata-rata uang jajan dari subjek secara keseluruhan sebagian besar subjek memiliki uang jajan yang termasuk kategori sedang Rp 2 774-7 182 per hari yaitu 85.71%. Rata-rata uang jajan semua subjek sebesar Rp 4 978 ±2 216 per hari Pengelompokan uang transport dibedakan berdasarkan subjek yang mengeluarkan uang transport dan tidak untuk pergi ke sekolah. Hasilnya yaitu sebanyak 74.73% subjek tidak mengeluarkan uang transport untuk pergi ke sekolah. Adanya perbedaan penggunaaan uang transport ini dikarenakan jarak letak rumah subjek yang berbeda-beda; beberapa subjek bertempat tinggal yang jaraknya cukup jauh dari sekolah sehingga menggunakan jasa angkutan umum untuk pergi ke sekolah.

13

Karakteristik Ekonomi Keluarga Subjek

Karakteristik ekonomi keluarga subjek yang dianalisis pada penelitian diperoleh berdasarkan pendapatan selama satu bulan yang dihasilkan oleh seluruh anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah. Jumlah pendapatan keluarga dapat mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung terhadap kulaitas dan kuantitas makanan yang dibeli. Menurut FKM-UI tahun 2007 dalam penelitiannya menyebutkan bahwa keluarga dengan pendapatan yang terbatas kemungkinan besar akan kurang dalam memenuhi kebutuhan makanannya terutama untuk memenuhi kebutuhan zat gizi dalam tubuhnya. Status ekonomi keluarga ditentukan berdasarkan pendapatan per kapita. Tabel 4 menunjukkan pendapatan per kapita keluarga subjek berdasarkan kategori garis kemiskinan.

Tabel 4 Sebaran subjek berdasarkan pendapatan perkapita keluarga Pendapatan per kapita/bulan Jumlah (n) Persentase (%)

Miskin (<Rp 271 970) 0 0.00

Hampir miskin (Rp 271 970-543 940) 4 4.40 Menengah ke atas (>Rp 543 940) 87 95.60

Total 91 100.00

Rata-rata ± SD Rp 2 900 411 ± 4 649 343.45 Tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar status ekonomi keluarga subjek berada pada tingkat menengah ke atas dengan pendapatan per kapita>Rp543 940 per bulan yaitu sebesar 95.60%. Selain itu diketahui pula bahwa tidak terdapat subjek yang tergolong kedalam status ekonomi yang miskin. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa dari segi pendapatan perkapita tidak terdapat permasalahan yang akan mempengaruhi konsumsi subjek. Menurut Sulistyoningsih tahun 2011 menyatakan bahwa semakin tinggi pendapatan maka semakin besar peluang untuk memilih pangan yang baik, sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan penurunan daya beli pangan baik secara kualitas maupun kuantitas. Rata-rata pendapatan keluarga subjek sebesar Rp 2 900 411± 4 649 343.45 per bulan. Tingginya rata-rata pendapatan keluarga subjek dapat disebabkan oleh adanya beberapa keluarga subjek yang memiliki pendapatan yang sangat tinggi. Penggolongan tersebut berdasarkan pada garis kemiskinan di kabupaten Bogor yaitu apabila pendapatan per kapita <Rp 271 970 per bulan maka keluarga tersebut tergolong miskin (BPS 2013).

Pengetahuan Gizi Subjek

Pengetahuan gizi subjek dalam penelitian ini terdiri dari 20 soal meliputi pengetahuan tentang gizi seimbang, makanan dan zat gizi terutama iodium, sumber zat gizi pada makanan, perilaku hidup bersih dan sehat, garam beriodium, dan akibat dari kekurangan zat gizi tertentu. Nilai pengetahuan gizi yang diperoleh merupakan penjumlahan dari skor jawaban benar dari pertanyaan yang diajukan. Skor yang diperoleh dibandingkan dengan kategori pendidikan gizi dan kemudian dikategorikan baik, sedang, atau kurang. Tabel 5 merupakan tingkat pengetahuan gizi subjek.

14

Tabel 5 Sebaran subjek berdasarkan tingkat pengetahuan gizi Pengetahuan Gizi Jumlah (n) Persentase (%)

Kurang (<60) 86 94.51

Sedang (60-80) 5 5.49

Baik (>80) 0 0.00

Total 91 100.00

Rata-rata ± SD 42.03 ± 11.38

Tabel 5 menujukkan bahwa sebagian besar pengetahuan gizi subjek berada pada kategori kurang sebesar 94.51%. Sedangkan sisanya berada pada kategori sedang sebesar 5.49%. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan gizi subjek terutama mengenai iodium masih kurang. Rata-rata skor pengetahuan gizi subjek 42.03 ± 11.38.

Berdasarkan soal pengetahuan gizi yang diberikan kepada subjek hanya terdapat 6 soal yang berkaitan dengan garam beriodium memiliki persentase dijawab benar lebih dari 50% yaitu terkait dengan materi garam beriodium (52.75%), PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) (69.23%), susunan menu beragam,bergizi, dan berimbang (71.43%), buah sumber vitamin C (74.73%), sarapan (91.21%), dan menjaga berat badan normal (91.21%). Sedangkan untuk pengetahuan gizi dengan persentase dijawab benar paling rendah terkait dengan materi fungsi protein (4.49%) dan fungsi vitamin dan mineral (6.59%). Kurangnya pengetahuan gizi pada subjek dapat disebabkan oleh kurang terpaparnya informasi terkait gizi dan kesehatan.

Status Gizi Subjek

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat dari konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi (Almatsier 2009). Status gizi dapat pula diartikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan zat gizi (Beck 2011). Status gizi yang diteliti dalam penelitian ini adalah status gizi berdasarkan TB/U dan IMT/U. Menurut WHO (2007), pengukuran status gizi pada anak usia 5-19 tahun menggunakan idikator indeks masa tubuh menurut umur (IMT/U), dan menurut Gibney et al (2008) status gizi pada anak sekolah usia 7-12 tahun dapat pula diukur dengan menggunakan indikator tinggi badan menurtut umur (TB/U). Perhitungan status gizi TB/U dan IMT/U pada subjek menggunakan aplikasi WHO anthroplus dengan data berat badan dan tinggi badan subjek.

Berdasarkan hasil yang didapatkan (Tabel 6) diketahui bahwa status gizi TB/U subjek sebagian besar berada pada kategori normal yaitu sebesar 68.13%. Subjek yang masuk ke dalam kategori pendek sebesar 21.98% dan sangat pendek sebesar 9.89%. Rata-rata status gizi subjek berdasarkan TB/U berada pada kategori normal yaitu -1.64±1,04 (-2 ≤ z ≤ +2). Status gizi berdasarkan TB/U dapat menggambarkan keadaan gizi masa sebelumnya yang berlangsung lama, sehingga dapat menggambarkan status gizi masa lalu. Anak dengan status gizi baik akan memiliki pertambahan tinggi badan yang sesuai dengan usianya, sebaliknya anak dengan status gizi yang kurang baik maka pertambahan tinggi badannya tidak sesuai dengan usianya.

15 Sebagian besar subjek (84.62%) memiliki status gizi berdasarkan IMT/U normal. Subjek yang termasuk dalam kategori sangat kurus sebesar 1.10%, kurus sebesar 6.59%, gemuk sebesar 4.40% dan obesitas sebesar 3.30%. Rata-rata status gizi subjek berdasarkan IMT/U berada pada rentang normal yaitu -0.66± 1,04 (-2 ≤ z ≤ +2).

Status gizi baik berdasarkan TB/U maupun IMT/U pada subjek menunjukkan rata-rata hasil yang normal, sehingga dapat disimpulkan bahwa status gizi pada subjek baik meskipun terdapat beberapa anak yang pendek dan juga kurus serta gemuk. Menurut Almatsier (2009) kekurangan atau kelebihan gizi dalam jangka waktu yang panjang akan berakibat buruk pada kesehatan.

Tabel 6 Sebaran subjek berdasarkan status gizi (TB/U dan IMT/U) Status Gizi Jumlah (n) Persentase (%)

TB/U Sangat pendek (< -3 SD) 9 9.89 Pendek (-3 ≤ z ≤ -2) 20 21.98 Normal (-2 ≤ z ≤ +2) 62 68.13 Total 94 100.00 Rata-rata ± SD -1.64 ± 1,04 IMT/U Sangat kurus (< -3 SD) 1 1.10 Kurus (-3 ≤ z < -2) 6 6.59 Normal (-2 ≤ z ≤ +1) 77 84.62 Gemuk(+1 <z ≤ +2) 4 4.40 Obesitas ( >+2 SD) 3 3.30 Total 91 100.00 Rata-rata ± SD -0.66 ± 1.04

Konsumsi Pangan Sumber Iodium

Pangan adalah segala suatu yang berasal dari sumber daya hayati baik yang diolah maupun tidak yang diperuntukan sebagian makanan atau minuman bagi konsumsi manusia. Konsumsi pangan adalah jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan memperolah sejumlah zat gizi yang dibutuhkan tubuh. Almatsier (2002) menyatakan bahwa makanan sehari-hari yang dipilih dengan baik akan memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh ataupun sebaliknya. Tujuan mengkonsumsi pangan dalam aspek gizi adalah untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh (Cakrawati & Mustika 2012).

Iodium adalah salah satu zat gizi mikro yang tergolong ke dalam mineral yang dibutuhkan oleh tubuh. Iodium dibutuhkan oleh kelenjar normal tiroid untuk pertumbuhan dan perkembangan. Bahkan kekurangan iodium ringan dapat berdampak pada kecacatan pendengaran dan penurunan IQ pada anak (Remer et al. 2006). Menurut Departemen Kesehatan RI (2004), iodium adalah mineral yang terdapat di alam baik di tanah maupun air dan merupakan zat gizi mikro yang diperlukan oleh tubuh manusia untuk membentuk hormon tiroksin.

Menurut Jayana (2013) Iodium secara alami dapat diperoleh dari konsumsi berbagai jenis pangan atau sumber iodium lain seperti garam dan air yang

16

difortifikasi dengan iodium. Penelitian ini merangkum pangan sumber iodium yang sering dikonsumsi oleh subjek menjadi 16 jenis pangan sumber iodium.Susu sapi cair dalam penelitian ini dimaksudkan kepada susu kotak cair ataupun susu murni, sedangkan susu bubuk merupakan susu bubuk kemasan yang komersial di pasaran. Berikut Tabel 7 merupakan frekuensi makan pangan sumber iodium subjek dalam satu hari beserta kandungan iodium dan selenium yang diperoleh dari AUSNUT 2011-13 AHS Food nutrient database.

Tabel 7 Rata-rata frekuensi dan jumlah konsumsi pangan sumber iodium per hari Jenis Pangan

Kandungan Iodium (µg/100 g)

Frekuensi (hari) Konsumsi/hari (gram)

Nasi goreng dengan telur 57.64 1.17 198.90

Roti tawar 33.86 0.92 44.09 Roti manis 28.77 1.14 60.93 Buncis 0.09 0.53 20.82 Ikan 26.17 1.92 52.73 Kerang 6.83 0.20 27.10 Kepiting 0.41 0.02 7.17 Sarden 2.62 0.51 15.19

Telur ayam rebus 29.72 0.90 46.87

Telur bebek rebus 0.33 0.01 5.02

Telur ayam goring 0.60 2.06 52.74

Kuning telur rebus 5.39 0.23 3.57

Susu sapi cair 12.48 0.30 53.85

Susu bubuk 2.11 0.25 2.92

Susu kental manis 13.76 1.76 36.64

Yoghurt 3.28 0.34 28.19

Rata-rata±SD 14.00±16.68 0.77±0.68 41.05±46.59

Rata-rata konsumsi pangan sumber iodium subjek sebesar 41.05±46.59 gram setiap harinya. Jenis pangan sumber iodium yang paling sering dikonsumsi adalah telur ayam goreng yaitu 2.06 kali dalam satu hari. Selain itu jenis pangan sumber iodium yang sering dikonsumsi dalam sehari yaitu ikan sebanyak 1.92 kali, susu kental manis 1.76 kali, dan nasi goreng telur 1.17 kali. Jenis pangan tersebut paling sering dikonsumsi dibandingkan dengan jenis pangan sumber iodium lainnya seperti kerang, kepiting, atau telur bebek rebus. Tingginya konsumsi beberapa jenis pangan sumber iodium karena ketersediaan pangan tersebut banyak dipasaran dan juga karena faktor kesukaan dari subjek.

Berdasarkan FFQ selain didapatkan kebiasaan makan subjek, dapat pula diketahui asupan iodium dari pangan sumber iodium yang biasa dikonsumsi subjek. Asupan iodium subjek dari data FFQ merupakan asupan iodium yang berasal dari pangan saja. Berikut tabel 8 merupakan asupan iodium subjek dari pangan sumber iodium yang biasa dikonsumsi.

Tabel 8 Sebaran asupan iodium subjek berdasarkan FFQ Asupan iodium/hari Jumlah (n) Persentase (%)

Kurang (<120 µg) 38 41.76

Cukup (120-240 µg) 23 25.27

Lebih (>240 µg) 30 32.97

Total 91 100.00

17 Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa asupan iodium subjek dari pangan sumber iodium yang biasa dikonsumsi sebagian besar tergolong kurang yaitu 41.78%. Subjek yang tergolong cukup asupan iodium sebanyak 25.27%. Rata-rata asupan iodium dari pangan sumber iodium yang biasa dikonsumsi subjek adalah 224.07±229.56µg sehari, dan tergolong cukup. Sehingga dapat disimpulkan bahwa berdasarkan hasil FFQ konsumsi pangan sumber iodium subjek dalam sehari sebagian besar belum dapat memenuhi angka kecukupan iodium yang dianjurkan. Akan tetapi berdasarkan rata-rata asupan iodium dari hasil FFQ sudah cukup yaitu 224.07 ± 229.56. Hal tersebut sama dengan hasil data recall 2x24 jam rata-rata asupan iodium termasuk kedalam kategori cukup yaitu 173.26±111.60 µg (Gibney et al. 2008). Anjuran asupan iodium untuk memenuhi kecukupan harian anak usia 10-14 tahun adalah 120-150 µg sehari (WNPG 2013).

Tingkat Penggunaan Garam Dapur

Selain dari makanan, sumber iodium lain adalah garam dan air yang difortifikasi dengan iodium (Jayana 2013). Menurut SUSENAS (2009) konsumsi garam masyarakat Indonesia adalah 5.7 gram/kap/hari hal ini melebihi anjuran dari WHO (2003) yang menganjurkan konsumsi garam kurang dari 5 gram/kap/hari untuk hidup sehat. Penggunaan garam iodium dalam rumah tangga dilakukan dengan mengambil sampel garam dapur yang digunakan kemudian sampel garam dianalisis secara kuantitatif. Garam yang dianalisis terdiri dari garam halus dengan 12 merk pasar dan garam bata dengan 8 merk pasar.Berikut Tabel 9 merupakan penggunaan garam beriodium subjek yang dikategorikan berdasarkan kandungan iodium dalam garam.

Tabel 9 Sebaran subjek berdasarkan penggunaan garam beriodium Kandungan iodium (KIO3) Jumlah (n) Persentase (%)

Kurang (<30 ppm) 71 78.02

Cukup (30-80 ppm) 20 21.98

Total 91 100.00

Rata-rata ± SD 22.46 ± 18.81

Hasil analisis garam dapur yang digunakan menunjukaan hanya sebanyak 21.98% garam rumah tangga yang cukup iodium, dan sebanyak 78.02% memiliki kandungan iodium <30 ppm yang termasuk kategori kurang. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kandungan iodium garam dapur yang digunakan subjek masih belum memenuhi anjuran >30ppm. Rata-rata kandungan iodium garam dapur subjek adalah 22.46±18.81 ppm. Rata-rata tersebut juga menunjukkan bahwa garam yang digunakan di rumah tangga subjek masih dibawah anjuran.

Berdasarkan kandungan iodium garam rumah tangga yang diperoleh melalui analisis secara kuantitatif dengan menggunakan metode titrimetri di Laboratorium Penelitian dan Pengembangan GAKI, Magelang, Jawa Tengah, kemudian dilakukan konversi terhadap konsumsi iodium 5.7 gram/kap/hari yang berasal dari garam berdasarkan data SUSENAS (2009). Berikut tabel 10 merupakan sebaran asupan iodium sebjek dari garam.

18

Tabel 10 Sebaram subjek berdasarkan asupan iodium dari garam Asupan iodium garam/hari Jumlah (n) Persentase (%)

<120 µg 59 64.84

120-240 µg 22 24.18

>240 µg 10 10.99

Total 91 100.00

Rata-rata ± SD (µg) 126.27 ± 106.66

Berdasarkan rata-rata konsumsi masyarakat Indonesia 5.7 gram/kap/hari dikalikan dengan kandungan iodium garam hasil analisis kuantitatif dan diperoleh rata-rata asupan iodium dari garam 126.27± 106.66 µg/kap/hari. Asupan iodium dari garam subjek ini menyumbang 72.9% dari asupan iodium sehari subjek. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa asupan iodium dari garam subjek dapat membantu dalam memenuhi kebutuhan iodium dalam sehari subjek walaupun konsumsi garam tergolong dalam kategori lebih dari anjuran tetapi kandungan iodium garam yang dikonsumsi subjek sebagian besar masih <30 ppm.

Asupan dan Tingkat Kecukupan Zat Gizi Subjek

Konsumsi pangan merupakan data yang terkait dengan jumlah dan jenis makanan yang dimakan. Data konsumsi pangan ini berisi tentang apa dan berapa yang dimakan oleh seseorang atau kelompok orang (sekeluarga atau rumah tangga) pada waktu tertentu (Hardinsyah & Martianto 1992). Asupan zat gizi subjek diperoleh dengan mengkonversi konsumsi pangan subjek yang diperoleh dengan metode recall 2x24 jam ke dalam kandungan zat gizi dalam hal ini meliputi energi, protein, lemak, karbohidrat, iodium dan selenium. Berikut Tabel 11 adalah rata-rata asupan dan tingkat kecukupan subjek.

Tabel 11 Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan zat gizi subjek dalam sehari Zat gizi Rata-rata asupan ± SD Rata-rata tingkat

kecukupan ± SD Energi (kkal) (%) 1631±647.88 79.00±31.66 Protein (gram) (%) 38.50±19.18 76.41±38.46 Lemak (gram) (%) 54.12±38.41 23.60±16.86 Karbohidrat (gram) (%) 305.04±445.83 59.15±87.03 Iodium total (µg) (%) 173.26±111.60 143.47±93.63 Iodium garam (µg) (%) 126.27 ± 106.66 104.67±89.24 Iodium makanan (µg) (%) 46.99 ± 28.40 38.8±23.74 Selenium (µg) (%) 45.21±26.09 222.76±131.27

Berdasarkan asupan yang diperoleh dapat diukur tingkat kecukupannya dengan membandingkan asupan aktual terhadap Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang kemudian disesuaikan berdasarkan karakteristik jenis kelamin dan usia subjek. Hasil persentasi tingkat kecukupan yang diperoleh subjek kemudian digolongkan kedalam beberapa kategori. Tingkat kecukupan zat gizi dalam hal ini meliputi tingkat kecukupan energi, tingkat kecukupan protein, tingkat kecukupan lemak, tingkat kecukupan karbohidrat, tingkat kecukupan iodium, dan tingkat kecukupan selenium. Berikut Tabel 12 adalah tingkat kecukupan zat gizi subjek.

19 Tabel 12 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan zat gizi

Tingkat kecukupan gizi Energi Protein

N % n % Defisit berat 42 46.15 47 51.65 Defisit sedang 8 8.79 7 7.69 Defisit ringan 8 8.79 6 6.59 Normal 12 13.19 7 7.69 Lebih 21 23.08 24 26.37 Total 91 100.00 91 100.00

Tingkat kecukupan gizi Lemak Karbohidrat

n % n %

Kurang 47 51.65 44 48.35

Normal 22 24.18 32 35.16

Lebih 22 24.18 15 16.48

Total 91 100.00 91 100.00

Tingkat kecukupan gizi Iodium Selenium

n % n %

Kurang 20 21.98 6 6.59

Cukup 71 78.02 85 93.41

Total 91 100 91 100.00

Tabel 12 menunjukkan bahwa tingkat kecukupan zat gizi makro subjek yang terdiri dari energi, protein, lemak, karbohidrat, serta kecukupan zat gizi mikro subjek yaitu iodium dan selenium. Tingkat kecukupan energi subjek sebagian besar tergolong defisit berat yaitu sebesar 46.15%. Akan tetapi meskipun sebagian besar tingkat kecukupan energi subjek termasuk kategori defisit berat, terdapat cukup banyak subjek dengan tingkat kecukupan energi yang lebih yaitu sebesar 23.08%. Hal ini sama dengan tingkat kecukupan protein subjek yang sebagian besar defisit berat yaitu sebesar 51.65%, dan terdapat pula subjek dengan kategori lebih sebesar 26.337%. Subjek dengan tingkat kecukupan energi dan protein yang normal sebanyak 13.19% dan 7.69% masing-masing. Tabel 11 menunjukkan rata-rata asupan energi subjek dalam sehari adalah 1631±647.88kkal, sedangkan untuk asupan protein adalah 38.50±19.18 gram. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa asupan energi dan protein ini masih dibawah anjuran (AKG 2013) kecukupan energi untuk anak usia 10-14 tahun yaitu 2050-2400 kkal sehari, dan protein sebesar 50-60 gram sehari.

Menurut Devi (2012), kekurangan energi pada anak sekolah akan menghambat semua aktivitas jasmani, berpikir, serta aktivitas yang terjadi di dalam tubuh sendiri. Jika hal tersebut terus berlanjut, maka anak akan tampak kurus karena persediaan lemak tubuhnya akan terpakai sebagai sumber energi. Sedangkan kekurangan protein pada anak sekolah dapat mnyebabkan terganggunya pertumbuhan mengingat peran protein yang berperan sebagai agen pembangun dan pengatur dalam tubuh.

Tingkat kecukupan lemak dan karbohidrat dihitung berdasarkan acuan Kemenkes (2014) yang menyatakan tingkat kecukupan lemak cukup apabila energi dari konsumsi lemak menymbang 20-30%, sedangkan untuk karbohidrat sebesar 45-65%. Berdasarkan hal tersebut dapat terlihat dari Tabel 12 yang menunjukkan tingkat kecukupan lemak subjek sebagian besar termasuk kategori kurang yaitu sebesar 51.65% dengan rata-rata asupan (Tabel 11) 54.12±38.41

20

gram. Sama halnnya dengan tingkat kecukupan karbohidrat subjek sebagian besar termasuk kategori kurang yaitu sebesar 48.35% dengan rata-rata asupan (Tabel 11) 305.04±445.83 gram. Akan tetapi cukup banyak subjek dengan tingkat kecukupan lemak dan karbohidrat yang termasuk kategori normal yaitu masing-masing 24.18% dan 35.16%.

Menurut Devi (2012), jika anak sekolah kekurangan lemak dalam jangka waktu yang lama, maka akan menyebabkan persediaan lemak dalam tubuh berkurang dan tubuh menjadi kurus. Kekurangan lemak jenis tertentu seperti asam lemak omega 6 dan asam lemak omega 3 dapat menyebabkan pertumbuhan menurun, penurunan kemampuan kognitif, dan menurunnya perkembangan kognitif. Menurut Muchtadi (2009) kekurangan karbohidrat dan lemak tersebut dapat berdampak pada kurangnya persediaan energi dalam tubuh karena salah satu fungsi karbohidrat dan lemak sebagai penyedia energi.

Tingkat kecukupan zat gizi mikro seperti iodium dan selenium contoh dikategorikan cukup apabila ≥77% AKG dan kurang apabila <77% AKG (Gibson 2005). Menurut AKG 2013 kecukupan iodium untuk usia 10-14 tahun adalah 120-150 µg sehari sedangkan selenium adalah 20-30 µg sehari. Asupan iodium sehari subjek berasal dari makanan yang dikonsumsi dan garam.

Tabel 12 menunjukkan tingkat kecukupan iodium dan selenium subjek sebagian besar termasuk kategori cukup yaitu masing-masing 78.02% dan 93.41%. Asupan iodium subjek seperti tercantum dalam Tabel 11 berasal dari makanan dan garam dengan asupan iodium terbanyak berasal dari garam yaitu 126.27± 106.66µg sedangkan asupan iodium dari makanan hanya sekitar 46.99 ± 28.40 µg. Rata-rata asupan iodium total sehari subjek sebanyak 173.26±111.60 µg sedangkan untuk selenium sebanyak 45.21±26.09 µg. Tingginya rata-rata asupan iodium hingga 173.26±111.60 µg dapat disebabkan oleh tingginya konsumsi garam subjek dalam sehari denagn sumbangan asupan iodium mencapai 72.9% dari asupan iodium total. Menurut Gibson (2005) asupan iodium dan asupan selenium subjek sebagian besar sudah tergolong cukup memenuhi kecukupan sehari karena asupannya sudah ≥77%.

Status Iodium Subjek

Status iodium merupakan gambaran keadaan terpenuhi atau tidaknya kebutuhan iodium tubuh. Status iodium biasa ditentukan menggunakan nilai Urinary Iodine Excretion (UIE). Analisis nilai UIE merupakan metode biokimia yang paling sering digunakan untuk menilai status iodium untuk menentukan ekskresi iodium melalui urin baik 24 jam maupun urin sewaktu. Urinary Iodine Excretion (UIE) merefleksikan konsumsi iodium harian karena lebih dari 90% kelebihan asupan iodium dikeluarkan melalui urin dan hanya sedikit iodium yang dikeluarkan melalui feses (Nath et al. 1992 dalam Gibson 2005). Status iodium subjek dalam penelitian ini dinilai dengan menggunakan metode analisis iodium urin sewaktu. Metode analisis sewaktu merupakan metode pangambilan urin pada satu titik waktu tertentu dan biasanya dilakukan pada waktu pagi hari. Seperti halnya dalam penelitian ini pengambilan urin subjek diambil pada waktu waktu pagi hari. Berikut Tabel 13 merupakan status iodium urin subjek dari hasil UIE.

21 Tabel 13 Sebaran subjek berdasarkan status iodium urin dari Urinary Iodine

Excretion (UIE)

Status iodium Jumlah (n) Persentase (%)

GAKI Berat (<20 µg/L) 0 0.00 GAKI Sedang (20-49 µg/L) 1 1.10 GAKI Ringan (50-99 µg/L) 5 5.49 Tidak Defisiensi (>100 µg/L) 84 93.41 Total 94 100.00 Rata-rata ± SD 182 ± 56.44 µg/L Median 199 µg/L

Berdasarkan Tabel 13 diketahui bahwa sebagian besar status iodium subjek berdasarkan hasil Urinary Iodine Excretion (UIE) termasuk kedalam kategori tidak defisiensi sebanyak 93.41%. Rata-rata kandungan iodium dalam urin subjek adalah 182±56.44 µg/L. Tingginya kandungan iodium dalam urin subjek dapat disebabkan oleh tingginya asupan iodium subjek yang pada penelitian ini kontribusi terbanyaknya dari garam. Hasil analisis UIE dilihat nilai mediannya untuk mengetahui secara keseluruhan status iodium subjek. Nilai median UIE dari keseluruhan subjek adalah 199 µg/L. Hasil median tersebut menunjukkan bahwa status iodium urin subjek termasuk kedalam kategori cukup (Gibney el al. 2008).

Anak-anak usia sekolah rentan terhadap defisiensi iodium. Pada usia ini anak dalam masa pertumbuhan dan perkembangan sehingga perhatian terhadap

Dokumen terkait