• Tidak ada hasil yang ditemukan

Agroforestry dalam Kawasan Tahura

Jenis agroforestry dalam kawasan Tahura WAR termasuk jenis agroforestry sederhana karena terdiri dari dua kelompok tanaman yaitu pepohonan bernilai ekonomis dan tanaman pertanian (de Foresta et al. 2000). Jenis tanaman berkayu ekonomis yang terdapat di lahan agroforestry dalam kawasan Tahura WAR terdiri dari nangka, tangkil, petai, cengkeh, durian, dan kaliandra, sedangkan jenis tanaman pertanian terdiri dari kopi dan kakao. Pengolahan lahan agroforestry dalam kawasan Tahura WAR menggunakan pola kebun campur. Hal itu terlihat dari adanya beberapa jenis tanaman pertanian yang diselingi oleh pepohonan. Jenis tumbuhan pertanian yang paling dominan adalah kopi dan kakao sedangkan jenis pepohonan yang paling dominan adalah durian dan tangkil. Lahan agroforestry masyarakat di tiga lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.

Petani agroforestry mendapatkan hak garap di lahan agroforestry dalam kawasan Tahura WAR melalui warisan yang didapatkan dari orang tua dan melalui transaksi jual beli. Pembagian luas lahan garapan masing-masing rumah tangga dibagi mengikuti hukum waris sedangkan transaksi jual beli hak garap lahan dalam kawasan Tahura WAR hanya boleh dilakukan antar masyarakat sekitar kawasan. Luas lahan garapan yang diberikan kepada masyarakat tidak diizinkan bertambah meskipun adanya pertambahan jumlah masyarakat sekitar kawasan.

a) b) c)

Gambar 4 Lahan agroforestry dalam kawasan Tahura WAR a) Sumber Agung; b) Batu Putu; c) Talang Mulya

Kekayaan dan Komposisi Jenis a. Lahan agroforestry

Lahan agroforestry adalah lahan dalam kawasan Tahura WAR tepatnya pada blok social forestry dan rehabilitasi yang dipinjamkan kepada masyarakat sekitar untuk dikelola dengan sistem agroforestry. Pembuatan plot contoh untuk keanekaragaman tanaman lahan agroforestry dilakukan di tiga lokasi yaitu Sumber Agung, Batu Putu, dan Talang Mulya. Luas plot contoh pada masing-

masing lokasi adalah seluas 1 ha dengan menghitung jumlah dan jenis tanaman (Gambar 5).

Gambar 5 Kurva spesies area di lahan agroforestry

Hasil analisis vegetasi menunjukkan kekayaan jenis tanaman yang terdapat di lahan agroforestry bervariasi pada setiap lokasi maupun pada tingkat pertumbuhannya. Rata-rata jumlah kekayaan jenis tumbuhan pada tingkat pertumbuhan semai dan pancang pada ketiga lokasi hampir sama yaitu 8 jenis untuk semai dan 6 jenis untuk pancang. Kekayaan jenis pada tingkat semai dan pancang lebih sedikit dibandingkan dengan kekayaan jenis pada tingkat tiang dan pohon yang memiliki rata-rata 10 jenis untuk tiang dan 18 jenis untuk pohon (Tabel 8). Hal itu karena adanya teknik penyiangan gulma yang dilakukan masyarakat di tiga lokasi penelitian berupa penyiangan secara parsial dan penyiangan dengan penyemprotan bersih pada lantai kebun (clean weeding). Pada umumnya teknik penyiangan gulma yang dilakukan masyarakat di ketiga lokasi dilakukan dengan melakukan penyemprotan obat minimal 2 kali dalam 1 tahun pada lantai kebun hingga bersih. Teknik penyiangan dengan melakukan penyeprotan bersih lantai kebun tidak hanya menyebabkan kematian gulma tetapi juga semai dan pancang tanaman pertanian dan kehutanan juga ikut mati.

Tabel 8 Kekayaan jenis tanaman berkayu di lahan agroforestry Lokasi Jumlah Jenis/hektare

Semai Pancang Tiang Pohon

Sumber Agung 9 7 6 14

Batu Putu 7 6 14 20

Talang Mulya 7 5 10 18

Rata-rata 8 6 10 18

Kekayaan jenis tanaman yang terdapat pada Tabel 8 terdiri dari beberapa jenis tanaman yang disebut komposisi jenis. Komposisi jenis tanaman diantara ketiga lokasi pengambilan plot contoh sebagian besar sama sedangkan komposisi jenis pada setiap tingkat pertumbuhan memiliki komposisi jenis yang sedikit berbeda. Hasil penelitian pada keseluruhan tingkat pertumbuhan di tiga lokasi penelitian menunjukkan bahwa komposisi jenis tanaman di lahan agroforestry berjumlah 37 jenis yang terdiri dari 25 jenis tanaman budidaya dan 12 jenis tanaman non-budidaya (Lampiran 1). Jenis tanaman non-budidaya yang ditemukan di lahan agroforestry terdiri dari kaliandra, sonokeling, bayur,

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 Ju m la h J en is Luas Area (m2) Semai Pancang Tiang Pohon

kleresede, dadap, kihiyang, medang, kondang, rukam, cempaka, balik angin, dan tanjung. Jenis tanaman kaliandra dan sonokeling berasal dari kegiatan penanaman bibit yang dilakukan Dishut Lampung bersama dengan masyarakat pada awal tahun 2000 sedangkan jenis tanaman non-budidaya lainnya berasal hutan primer yang biji/buahnya disebar oleh satwaliar ataupun tanaman hutan primer yang telah ada dan dibiarkan tubuh sebelum adanya kegiatan agroforestry. Martini (2008) menyebutkan bahwa beberapa spesies kelelawar dan burung memiliki fungsi ekologi sebagai penyebar dan penyerbuk biji di lahan agroforestry.

Pada tingkat semai, Hasil penelitian keanekaragaman menunjukkan komposisi jenis tanaman di lahan agroforestry adalah sebanyak 13 jenis yang terdiri dari 10 jenis tanaman budidaya dan 3 jenis tanaman non-budidaya (Tabel 9). Tanaman dominan di ketiga lokasi memiliki perbedaan jenis berdasarkan jumlah individu yang ditemukan. Jenis tanaman dominan di Sumber Agung pada tingkat semai adalah kopi, pada tingkat semai di Batu Putu adalah duku dan bayur, pada tingkat semai di Talang Mulya adalah kaliandra. Perbedaan jenis tanaman dominan diketiga lokasi mengindikasikan bahwa Sumber Agung merupakan lokasi penelitian yang paling sering melakukan penanaman atau penyulaman terutama jenis kopi daripada lokasi lainnya. Kondisi berbeda ditemukan pada dua lokasi lainnya dimana jenis tumbuhan pada tingkat semai yang paling dominan adalah tanaman non-budidaya yang bukan termasuk komoditas utama perdagangan.

Tabel 9 Komposisi jenis tanaman berkayu tingkat semai di lahan agroforestry

No. Nama Lokal Jumlah individu/hektare Jumlah

Sumber Agung Batu Putu Talang Mulya

1. Kopi 83 1 4 88 2. Duku 1 10 - 11 3. Durian 2 1 - 3 4. Sonokeling 18 1 15 34 5. Tangkil 1 1 1 3 6. Karet 3 - 1 4 7. Kayu Manis 6 - - 6 8. Kaliandra 1 - 9 10 9. Nangka 1 - - 1 10. Kakao - - 1 1 11. Bayur - 10 - 10 12. Limus - 1 - 1 13. Cengkeh - - 1 1 TOTAL 116 25 32 175

Pada tingkat pancang, hasil penelitian menunjukkan komposisi jenis tanaman di lahan agroforestry tediri dari 10 jenis yaitu 9 jenis tanaman budidaya dan 1 jenis tanaman non-budidaya. Jenis tanaman dominan pada tingkat pancang memiliki perbedaan diantara ketiga lokasi. Jenis tanaman yang mendominasi lahan agroforestry di Sumber Agung dan Talang Mulya adalah kopi sedangkan di Batu Putu adalah kakao seperti yang terlihat pada Tabel 10. Tabel 10 juga

menunjukkan jumlah keseluruhan individu pada tingkat pancang lebih sedikit apabila dibandingkan dengan tingkat semai dengan penurunan individu sebesar 47 individu. Penurunan individu disebabkan karena adanya proses seleksi alam dimana terdapat individu yang mati karena tidak mampu bertahan hidup.

Tabel 10 Komposisi jenis tanaman berkayu tingkat pancang di lahan agroforestry

No. Nama Lokal Jumlah Individu/hektare Jumlah

Sumber Agung Batu Putu Talang Mulya

1. Cengkeh 2 - - 2 2. Kakao 13 15 5 33 3. Kopi 40 7 12 59 4. Durian 1 2 1 4 5. Nangka 3 - - 3 6. Petai 1 - - 1 7. Karet 7 10 5 22 8. Duku - 1 - 1 9. Manggis - 1 - 1 10. Sonokeling - - 2 2 TOTAL 67 36 25 128

Pada tingkat tiang, hasil penelitian menunjukkan komposisi jenis tanaman mengalami peningkatan jumlah jenis maupun jumlah individu dibandingkan dengan komposisi jenis pada tingkat semai dan pancang. Kenaikan jumlah jenis pada tingkat tiang adalah sebanyak 7 jenis yaitu alpukat, kleresede, jambu air, jambu bol, rukam, cempaka, dan dadap. Kenaikan jumlah individu pada tingkat tiang sejumlah 12 individu dari tingkat semai sedangkan kenaikan jumlah individu tingkat tiang dari pancang sejumlah 56 individu seperti yang terlihat pada Tabel 11. Jenis tanaman dominan pada tingkat tiang di Batu Putu dan Talang Mulya adalah kakao sedangkan di Sumber Agung adalah karet. Kakao menjadi tanaman dominan di Batu Putu dan Talang Mulya pada tingkat tiang karena kakao pada tingkat pertumbuhan tiang sudah berbuah dan dipanen buahnya sehingga tingkat pertumbuhan tiang diduga sebagai tingkat pertumbuhan maksimal kakao pada umumnya. Karet menjadi tanaman dominan di Sumber Agung karena adanya penanaman bibit karet dalam jumlah banyak yang dilakukan masyarakat secara bersama-sama pada 8 tahun lalu sehingga pada saat ini pertumbuhan karet sudah mencapai tingkat tiang. Penamanan bibit karet dalam jumlah banyak di Sumber Agung terjadi karena harga karet yang tinggi di pasar dan juga terdapat pabrik getah karet di dekat kawasan Tahura WAR yang di bangun beberapa tahun terakhir. Keberadaan pabrik getah karet menjadi jaminan adanya pembeli yang menampung hasil panen getah karet dari lahan agroforestry .

Tabel 11 Komposisi jenis tanaman berkayu tingkat tiang di lahan agroforestry

No. Nama Lokal Jumlah Individu/hektare Jumlah

Sumber Agung Batu Putu Talang Mulya

1. Kopi 13 9 3 25 2. Durian 6 18 - 24 3. Tangkil 3 8 5 16 4. Petai - 2 3 5 5. Nangka - 1 - 1 6. Alpukat 1 2 - 3 7. Kakao 10 37 17 64 8. Kleresede - 1 - 1 9. Pala - 1 - 1 10. Jambu air - 1 - 1 11. Dadap - 2 - 2 12. Jambu bol - 1 - 1 13. Duku - 1 2 3 14. Karet 16 3 16 35 15. Cempaka - - 1 1 16. Rukam - - 1 1 17. Kaliandra - - 1 1 18. Sonokeling - - 2 2 TOTAL 49 87 51 187

Pada tingkat pohon, hasil penelitian menunjukkan komposisi jenis tanaman di lahan agroforestry terdiri dari 31 jenis dengan jenis tanaman dominan adalah durian untuk Sumber Agung dan Batu Putu sedangkan jenis tanaman tangkil untuk Talang Mulya. Durian dan tangkil menjadi jenis dominan di ketiga lokasi karena kedua jenis tersebut merupakan bibit tanaman kehutanan pertama yang ditanam di ketiga lokasi sehingga pada saat dilakukan pengukuran terhadap keanekaragaman tanaman kedua jenis telah tumbuh menjadi pohon. Hasil penelitian pada tingkat pohon juga menunjukkan bahwa Talang Mulya merupakan lokasi yang paling banyak memiliki jumlah individu pohon (Tabel 12). Hal itu menunjukkan bahwa jumlah tanaman di Talang Mulya lebih banyak yang dapat mencapai tingkat pertumbuhan maksimal (pohon) daripada dua lokasi lainnya. Tingkat pohon menjadi pertumbuhan paling banyak di Talang Mulya karena masyarakat Talang Mulya yang jarang melakukan pergantian ataupun rotasi tanaman di lahan agroforestry sehingga pertumbuhan tanaman terutama tanaman kehutanan dapat mencapai tingkat pertumbuhan maksimal (pohon). Masyarakat Talang Mulya yang hanya membiarkan lahan agroforestry tumbuh alami diduga karena hasil panen lahan agroforestry yang dianggap tidak menguntungkan sehingga masyarakat mulai meninggalkan kegiatan pernatian dan menjadi buruh bangunan.

Tabel 12 Komposisi jenis tanaman berkayu tingkat pohon di lahan agroforestry

No Jenis Jumlah individu/hektare Jumlah

Sumber Agung Batu Putu Talang Mulya

1 Duku - 3 4 7 2 Tabu - 2 - 2 3 Sonokeling 11 2 24 37 4 Durian 35 72 45 152 5 Petai 5 26 5 36 6 Alpukat 16 6 3 25 7 Dadap 18 30 - 48 8 Nangka 2 6 2 10 9 Kepayang - 2 - 2 10 Jengkol - 5 19 24 11 Tangkil 4 6 73 83 12 Kemiri 9 14 1 24 13 Bayur 1 2 - 3 14 Kihiyang - 2 - 2 15 Jambu Bol - 3 2 5 16 Limus - 3 - 3 17 Asem Jawa - 1 - 1 18 Kapuk 6 1 - 7 19 Medang - 1 - 1 20 Kondang - 1 - 1 21 Karet 9 - 66 75 22 Rukam - - 2 2 23 Cempaka - - 15 15 24 Tanjung - - 1 1 25 Rambutan - - 5 5 26 Kuweni - - 4 4 27 Pulai - - 1 1 28 Balik Angin - - 1 1 29 Jambu Air 2 - - 2 30 Cengkeh 1 - - 1 31 Kayu Manis 1 - - 1 TOTAL 120 188 273 581 b. Hutan primer

Hutan primer merupakan hutan di dalam kawasan Tahura WAR yang terletak pada blok perlindungan dan belum mengalami gangguan akibat aktifitas manusia. Hasil analisis vegetasi pada hutan primer menunjukkan bahwa kekayaan jenis hutan primer pada empat tingkatan pertumbuhan memiliki variasi yang berbeda. Total jumlah jenis tumbuhan yang ditemukan dihutan primer sebanyak 149 jenis dengan jumlah individu sebanyak 793 indivudu pada semua tingkat

pertumbuhan (Tabel 13). Tingkat pertumbuhan yang memiliki jumlah individu tertinggi adalah pohon sedangkan tiang merupakan tingkat pertumbuhan dengan jumlah individu terendah. Hal ini menunjukkan bahwa selesksi alam tertinggi terjadi pada saat tingkat pertumbuhan dari semai ke pancang karena peralihan kedua tingkat ini mempunyai selisih paling tinggi yaitu 93 individu.

Tabel 13 Kekayaan jenis tumbuhan berkayu di hutan primer Tingkat pertumbuhan Jumlah jenis Jumlah Individu

---Per hektare--- Semai 25 228 Pancang 30 135 Tiang 32 107 Pohon 62 323 Total 149 793

Kekayaan jenis tumbuhan di hutan primer terdiri dari beberapa jenis tumbuhan yang disebut komposisi jenis. Komposisi jenis tumbuhan pada keseluruhan tingkat pertumbuhan terdiri dari 76 jenis yang dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu jenis tumbuhan non-budidaya dan budidaya. Kelompok jenis tumbuhan non- budidaya terdiri dari 69 jenis sedangkan kelompok tumbuhan budidaya terdiri dari 7 jenis yaitu jambu bol, kopi, sawo, kakao, durian, alpukat, dan rambutan. Jenis tumbuhan yang paling dominan terdapat di hutan primer adalah kinangsih. Keseluruhan komposisi jenis tumbuhan di hutan primer disajikan pada Lampiran 3.

Indeks Kesamaan Jenis

Indeks kesamaan jenis menunjukkan tingkat kemiripan jenis penyusun suatu komunitas dengan komunitas di hutan primer. Hasil perhitungan indeks kesamaan menunjukkan indeks kesamaan komunitas di lahan agroforestry dan hutan primer memiliki variasi indeks yang berbeda. Indeks kesamaan komunitas diantara lahan agroforestry memiliki indeks kesamaan jenis sebesar 28,70 – 57,14% sedangkan indeks kesamaan komunitas lahan agroforestry dengan hutan primer hanya berkisar antara 1,33-8,57 % pada keseluruhan tingkat pertumbuhan. Istomo dan Kusmana (1997) menyatakan bahwa dua komunitas memiliki jenis yang sama sekali berbeda apabila memiliki nilai indeks kesamaan jenis sebesar 0% sedangkan dua komunitas memiliki jenis yang dianggap sama apabila memiliki nilai indeks kesamaan jenis minimal sebesar 75%. Sehingga kisaran nilai indeks kesamaan jenis diantara ketiga lokasi lahan agroforestry menjelaskan bahwa komunitas tumbuhan yang terdapat di Sumber Agung, Batu Putu dan Talang Mulya hampir sama dengan indeks kesamaan komunitas tertinggi antara Batu Putu dengan Talang Mulya. Nilai indeks kesamaan jenis antara lahan agroforestry dengan hutan primer menjelaskan bahwa komunitas tumbuhan diantara kedua habitat merupakan komunitas tumbuhan yang berbeda (Tabel 14).

Tabel 14 Indeks kesamaan jenis Jaccard lahan agroforestry dan hutan primer Tingkat

Pertumbuhan Lokasi

Indeks Kesamaan Komunitas (%) Sumber Agung Batu Putu Talang Mulya Hutan Primer

Semai Sumber Agung - 45,45 45,45 3,03

Batu Putu 45,45 - 27,27 6,67

Talang Mulya 45,45 27,27 - 3,23

Hutan primer 3,03 6,67 3,23 -

Pancang Sumber Agung - 44,44 50,00 5,71

Batu Putu 44,44 - 57,14 5,88

Talang Mulya 50,00 57,14 - 6,06

Hutan primer 5,71 5,88 6,06 -

Tiang Sumber Agung - 42,86 33,33 8,57

Batu Putu 42,86 - 33,33 6,98

Talang Mulya 33,33 33,33 - 2,44

Hutan primer 8,57 6,98 2,44 -

Pohon Sumber Agung - 36,00 28,00 1,33

Batu Putu 36,00 - 35,71 5,13

Talang Mulya 28,00 35,71 - 5,90

Hutan primer 1,33 5,13 5,90 -

Indeks Keanekaragaman

Pengambilan plot contoh di lahan agroforestry dilakukan pada tiga lokasi sedangkan pengambilan plot contoh di hutan primer dilakukan pada satu lokasi. Pengukuran keanekaragaman tumbuhan dilakukan menggunakan Indeks Shannon- Wiener pada empat tingkat pertumbuhan yaitu semai, pancang, tiang, dan pohon.

a. Lahan agroforestry

Hasil perhitungan indeks keanekaragaman tanaman pada pertumbuhan tingkat semai dan pancang menunjukkan indeks keanekaragaman tertinggi terdapat di Sumber Agung sedangkan indeks keanekaragaman terendah pada tingkat semai di Batu Putu dan pada tingkat pancang terdapat di Talang Mulya. Hal itu karena Sumber Agung memiliki jumlah jenis dan jumlah individu tebanyak pada tingkat semai dan pancang. Kondisi berbeda terdapat di Batu Putu dimana jumlah individunya lebih sedikit dibandingkan Sumber Agung dan Talang Mulya. Hasil perhitungan indeks keanekaragaman pada tingkat tiang menunjukkan adanya perubahan posisi nilai indeks diantara ketiga lokasi penelitian. Indeks keanekaragaman tertinggi tidak lagi terdapat di Sumber Agung melainkan di Batu Putu kemudian Talang Mulya. Hasil perhitungan indeks keanekaragaman pada tingkat pohon menunjukkan indeks keanekaragaman tertinggi terdapat di Talang Mulya sedangkan indeks keanekaragaman terendah terdapat di Sumber Agung. Hal itu membuktikan bahwa indeks keanekaragaman

Shannon-Wiener memang lebih dipengaruhi jumlah individu daripada jumlah jenis di suatu area. Rincian nilai indeks keanekaragaman tanaman di lahan agroforestry disajikan pada Tabel 15 berdasakan perhitungan indeks keanekaragaman masing-masing plot yang dapat dilihat pada Lampiran 2.

Pengaruh jumlah individu yang lebih dominan daripada jumlah jenis menyebabkan penanaman tanaman di lahan agroforestry yang memiliki tujuan rehabilitasi kawasan dan peningkatan ekonomi masyarakat tidak harus

menitikberatkan pada keberagaman jenis tanaman yang sama dengan jumlah jenis di hutan primer. Penitikberatan yang tepat untuk menaikkan indeks keanekaragaman lahan agroforestry bukanlah penambahan jumlah jenisnya namun pada penambahan jumlah individunya. Jumlah individu yang akan ditanam di lahan agroforestry juga sebaiknya memperhatikan strata tajuk penutupan sehingga tanaman dapat tumbuh maksimal tanpa terhalangi tanaman lainnya.

Tabel 15 Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener di lahan agroforestry Tingkat

Pertumbuhan

Nilai Indeks Keanekaragaman

Rata-rata Sumber Agung Batu Putu Talang Mulya

Semai 0,27 0,07 0,08 0,14

Pancang 0,26 0,12 0,10 0,16

Tiang 0,25 0,34 0,32 0,30

Pohon 0,77 0,99 1,15 0,97

b. Hutan primer

Hasil perhitungan indeks keanekaragaman pada empat tingkat pertumbuhan menunjukkan indeks keanekaragaman hutan primer memiliki nilai yang berbeda pada masing-masing tingkat pertumbuhan seperti yang terlihat pada Tabel 16. Indeks keanekaragaman tertinggi di hutan primer terdapat pada tingkat pohon dengan nilai indeks sebesar 1,59 sedangkan indeks terendah terdapat pada tingkat tiang dengan nilai indeks sebesar 0,73. Hal itu karena jumlah jenis dan jumlah individu pada tingkat pohon menempati posisi pertama apabila dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan lainnya. Kondisi berbeda terdapat pada tingkat tiang dimana jumlah jenis pada tingkat tiang berada pada posisi kedua terbanyak tetapi jumlah individu tingkat tiang berada pada posisi terendah. Hal ini juga menunjukkan bahwa indeks keanekaragaman Shannon-Wiener lebih dipengaruhi oleh jumlah individu daripada jumlah jenisnya seperti yang terjadi pada nilai indeks keanekaragaman di lahan agroforestry. Perbedaan selisih indeks keanekaragaman pada tingkat semai hingga pancang menunjukkan angka yang relatif kecil. Hal ini mengindikasikan bahwa struktur komunitas hutan primer dalam kawasan Tahura WAR berada pada fase hutan dewasa dimana jenis tumbuhan yang hidup mayoritas telah mencapai tingkat pertumbuhan maksimum dengan jenis permudaan hampir sama dengan jenis tumbuhan dewasa (Irwanto 2006).

Tabel 16 Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener di hutan primer

Plot Ke- Indeks keanekaragaman

Semai Pancang Tiang Pohon

1 1,57 0 0,69 1,30 2 1,72 1,47 0,94 1,64 3 0,33 0,56 1,00 1,47 4 0,56 0,68 0,64 1,98 5 0,64 0,93 0,64 1,91 6 0,45 0,50 0,93 1,73 7 1,00 1,52 0,56 1,28

Plot Ke- Indeks keanekaragaman

Semai Pancang Tiang Pohon

8 0,41 0,74 1,28 2,06 9 1,35 0,64 1,28 2,21 10 0,45 0,99 0,64 1,55 11 0,30 0,85 1,04 1,83 12 0,66 1,24 1,33 2,05 13 0,64 1,56 1,01 2,02 14 0,96 1,32 0,69 2,13 15 1,39 1,61 0 1,52 16 0,87 0 0 2,15 17 0,56 0 0 1,70 18 1,10 0,69 0,64 1,44 19 0,69 1,33 0 1,04 20 0,87 1,04 0,67 1,23 21 0,69 0 0,64 1,21 22 0,66 0,67 0,69 1,39 23 0,46 0 0,64 0,99 24 0,52 0,60 1,04 0,95 25 0,53 0 1,39 0,95 Rata-rata 0,78 0,76 0,73 1,59 Standar Deviasi 0,39 0,54 0,41 0,41

Uji Statistik Indeks Keanekaragaman

Uji statistik indeks keanekaragman dilakukan melalui tiga tahap yaitu uji normalitas Kolmogrov-Smirnov, uji beda nilai tengah, dan uji lanjut. Uji normalitas Kolmogrov-Smirnov indeks keanekaragamaan pada masing-masing plot contoh di empat lokasi (Sumber Agung, Batu Putu, Talang Mulya, hutan primer) menunjukkan populasi data menyebar normal untuk tingkat pohon sedangkan data menyebar tidak normal untuk tingkat semai, pancang dan tiang. Hal itu menyebabkan uji beda nilai tengah dan uji lanjut yang digunakan untuk data pohon adalah uji beda parametrik ANOVA dengan uji lanjut Duncan sedangkan data semai, pancang, dan tiang menggunakan uji beda non parametrik

Kruskall-Wallis dengan uji lanjut Mann-Whitney. Rincian pengujian statistik indeks keanekaragaman dapat dilihat pada Lampiran 5.

Hasil uji beda parametrik ANOVA indeks keanekaragaman pada tingkat pohon menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata indeks keanekaragaman antara lahan agroforestry (Sumber Agung, Batu Putu, dan Talang Mulya) dengan hutan primer. Perbedaan indeks keanekaragaman kemudian diuji menggunakan uji lanjut Duncan yang menunjukkan bahwa lahan agroforestry yang memiliki perbedaan indeks keanekaragaman terjauh dengan hutan primer adalah Sumber Agung sedangkan lahan agroforestry yang memiliki indeks keanekaragaman terdekat dengan hutan primer adalah Talang Mulya karena di Talang Mulya yang memiliki jumlah individu pohon tertinggi. Indeks keanekaragaman Batu Putu berada diantara Sumber Agung dan Talang Mulya seperti yang terlihat pada Tabel 17.

Tabel 17 Hasil uji lanjut Duncan indeks keanekaragaman tingkat pohon

Hasil uji beda non parametrik Kruskall-Wallis juga menunjukkan terdapat perbedaan nyata pada indeks keanekaragaman untuk tingkat semai, pancang, dan tiang lahan agroforestry dengan hutan primer. Perbedaan nyata indeks keanekaragaman kemudian diuji menggunakan uji lanjut Mann-Whitney yang menunjukkan bahwa indeks keanekaragaman hutan primer memiliki peringkat lebih tinggi dari lahan agroforestry. Peringkat indeks keanekaragaman di lahan agroforestry menunjukkan bahwa peringkat tertinggi indeks keanekaragaman pada tingkat semai dan pancang terdapat di Sumber Agung sedangkan peringkat tertinggi pada tingkat tiang terdapat di Talang Mulya. Rincian hasil uji Mann- Whitney antara lahan agroforestry dengan hutan primer disajikan pada Tabel 18 sedangkan Hasil uji Mann-Whitney diantara tiga lokasi agroforestry disajikan pada Tabel 19.

Tabel 18 Hasil uji lanjut Mann-Whitney lahan agroforestry dan hutan primer

Tingkat Lokasi N Mean Rank

Semai Hutan Primer 25 33,62 Sumber Agung 25 17,38 Hutan Primer 25 36,60 Batu Putu 25 14,40 Hutan Primer 25 36,68 Talang Mulya 25 14,32 Pancang Hutan Primer 25 31,98 Sumber Agung 25 19,06 Hutan Primer 25 33,68 Batu Putu 25 17,32 Hutan Primer 25 33,88 Talang Mulya 25 17,12 Tiang Hutan Primer 25 32,94 Sumber Agung 25 18,06 Hutan Primer 25 31,58 Batu Putu 25 19,42 Hutan Primer 25 31,40 Talang Mulya 25 19,42 Lokasi N Subset 1 2 3 Sumber Agung 25 0,7752 Batu Putu 25 0,9904 0,9904 Tatang Mulya 25 1,1524 Hutan Primer 25 1,5892

Tabel 19 Hasil uji lanjut Mann-Whitney lahan agroforestry

Tingkat Lokasi N Mean Rank

Semai Sumber Agung 25 30,60 Batu Putu 25 20,40 Sumber Agung 25 30,02 Talang Mulya 25 20,98 Batu Putu 25 24,64 Talang Mulya 25 26,36 Pancang Sumber Agung 25 28,02 Batu Putu 25 22,98 Sumber Agung 25 28,62 Talang Mulya 25 22,38 Batu Putu 25 26,04 Talang Mulya 25 24,96 Tiang Sumber Agung 25 23,80 Batu Putu 25 27,20 Sumber Agung 25 24,08 Talang Mulya 25 26,92 Batu Putu 25 25,78 Talang Mulya 25 25,22

Tingkat Keanekaragaman Lahan Agroforestry

Pengukuran tingkat keanekaragaman dilakukan dengan membandingkan indeks keanekaragaman lahan agroforestry masing-masing lokasi dengan hutan primer sebagai variabel kontrol. Penentuan tingkat keanekaragaman dilakukan dengan menghitung rata-rata dan standar deviasi indeks keanekaragaman hutan primer kemudian dibandingkan dengan indeks keanekaragaman lahan agroforestry pada masing-masing lokasi. Hasil perhitungan niai rata-rata dan standar deviasi hutan primer digunakan sebagai dasar penentuan tingkat keanekaragaman disajikan pada Tabel 20.

Tabel 20 Nilai dasar penentuan tingkat keanekaragaman Tingkat Pertumbuhan Tingkat

Keanekaragaman

Indeks kenekaragaman

Semai Tinggi Xagr > 1,17

Sedang 0,39< Xagr < 1,17

Rendah Xagr < 0,39

Pancang Tinggi Xagr < 1,30

Sedang 0,22 < Xagr < 1,30

Rendah Xagr < 0,22

Tiang Tinggi Xagr > 1,14

Sedang 0,32 < Xagr < 1,14

Rendah Xagr < 0,32

Pohon Tinggi Xagr > 2,00

Sedang 1,18 < Xagr < 2,00

Nilai dasar penentuan tingkat keanekaragaman pada Tabel 20 kemudian dijadikan sebagai dasar dalam penentuan tingkat keanekaragaman untuk Sumber Agung, Batu Putu, dan Talang Mulya. Hasil tingkat keanekaragaman di ketiga lahan agroforestry menunjukkan tingkat keanekaragaman pada keempat tingkat pertumbuhan berada pada tingkat keanekaragaman rendah sampai sedang dengan tingkat keanekaragaman paling dominan adalah tingkat keanekaragaman rendah. Lokasi yang memiliki tingkat keanekaragaman rendah pada keseluruhan tingkat pertumbuhan adalah Sumber Agung karena masyarakat Sumber Agung lebih banyak menanam tumbuhan pertanian daripada merawat tanaman kehutanan. Kondisi yang sedikit berbeda terdapat di Batu Putu dan Talang Mulya dimana

Dokumen terkait