• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Petani Hutan Rakyat

Untuk mengetahui karakteristik petani hutan rakyat dilakukan wawancara terhadap 30 orang responden yang berupa identitas responden, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, jumlah anggota keluarga dan luas kepemilikan lahan. Umur Responden

Umur mempengaruhi kemampuan kerja seseorang, semakin bertambahnya usia maka kemampuan kerja akan semakin menurun. Umur responden berkisar antara 31-70 tahun dengan presentase terbesar responden berada pada umur 41-50 tahun yaitu sebesar 36.7%. Umur produktif untuk bekerja di negara-negara berkembang umumnya adalah 15-55 tahun. Berdasarkan Tabel 5, maka responden dengan persentase 36.7% masuk ke dalam usia produktif.

Tabel 5 Karakteristik responden berdasarkan umur

Umur (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)

31-40 7 23.3

41-50 11 36.7

51-60 9 30

61-70 3 10

Total 30 100

Tingkat Pendidikan Responden

Sebagian besar tingkat pendidikan responden adalah Sekolah Dasar (SD) yaitu sebanyak 73.3% sedangkan jumlah responden dengan tingkat pendidikan Sarjana hanya 3.3% atau berjumlah 1 orang. Hal ini berarti bahwa tingkat pendidikan responden di Desa Bayasari masih tergolong rendah. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh dalam praktek pengelolaan hutan rakyat yang mereka miliki. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka pengelolaan hutan rakyatnya akan semakin baik pula. Tingkat pendidikan responden disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan

Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%)

SD 22 73.3

SMP 5 16.7

SMA 2 6.7

Sarjana 1 3.3

15 Luas Kepemilikan Lahan

Dalam mengelola suatu usaha maka tidak terlepas dari penguasaan lahan oleh petani yang berpengaruh terhadap besar kecilnya pendapatan yang diterima. Responden di Desa Bayasari dalam melakukan usaha tani miliknya, mereka menggunakan lahan miliknya sendiri untuk dikelola termasuk lahan hutan rakyat dengan luas terkecil dari keseluruhan responden adalah 0.07 ha dan terbesar adalah 1 ha. Luas kepemilikan lahan responden dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Karakteristik responden berdasarkan luas kepemilikan lahan

Berdasarkan Tabel 7, luas kepemilikan lahan di Desa Bayasari masih tergolong sempit. Hal ini dapat dilihat dari persentasi luas kepemilikan lahan dari total responden 30 orang, 11 orang diantaranya memiliki luas kurang dari 0.2 ha dan hanya 5 orang yang memiliki luas lahan lebih dari 0.3 ha.

Pekerjaan Utama Responden

Pekerjaan utama adalah pekerjaan yang dilakukan dimana intensitas kegiatan yang dilakukan lebih tinggi dibanding pekerjaan lain. Pekerjaan lain dilakukan untuk menambah pendapatan dan termasuk ke dalam jenis pekerjaan sampingan. Pekerjaan utama responden disajikan pada Tabel 8 sebagai berikut.

Tabel 8 Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan utama

Sebagian besar penduduk di Desa Bayasari memiliki mata pencaharian sebagai petani. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 8, sebanyak 60% responden bermata pencaharian sebagai petani. Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Desa Bayasari masih bergantung pada pertanian baik hutan, sawah maupun tanaman pertanian lainnya.

Jumlah Anggota Keluarga Responden

Pada umumnya, setiap rumah tangga terdiri dari 4-7 jumlah anggota keluarga. Namun, masyarakat di Desa Bayasari rata-rata memiliki anak yang sudah besar sehingga banyak yang merantau atau tidak tinggal bersama orang tua.

Luas Kepemilikan Lahan (ha) Jumlah (Orang) Persentase (%)

<0.2 11 36.7

0.2-0.3 14 46.7

>0.3 5 1.7

Total 30 100

Pekerjaan Utama Jumlah (Orang) Persentase (%)

Buruh 1 3.3 Kuli 1 3.3 Pegawai Negeri 1 3.3 Petani 18 60 Wiraswasta 9 30 Total 30 100

16

Oleh karena itu, yang tersisa di rumah hanyalah orang tua dan beberapa anak yang masih kecil. Pada Tabel 9 disajikan karakteristik responden berdasarkan jumlah anggota keluarga.

Tabel 9 Karakteristik responden berdasarkan jumlah anggota keluarga Jumlah Anggota Keluarga (orang) Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 1 3.3 2 5 16.7 3 8 26.7 4 10 33.3 5 4 13.3 6 1 3.3 7 1 3.3 Total 30 100

Sistem Kelembagaan Hutan Rakyat

Pengelolaan hutan rakyat akan memberikan pencapaian yang lebih baik jika pelaku hutan rakyat memiliki motivasi yang besar dalam pelaksanaannya. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi motivasi bisa berupa Faktor-faktor-Faktor-faktor dari dalam dan faktor-faktor dari luar. Salah satu faktor dari luar yang sangat penting pengaruhnya terhadap motivasi petani adalah peranan lembaga-lembaga terkait khususnya kelompok tani sehingga terbentuk aturan-aturan internal mengenai sistem pengelolaan hutan rakyat yang baik dan benar. Mekanisme kelompok dan musyawarah dalam rangka pengaturan hasil menjadi satu komponen penting di dalam sistem kelembagaan hutan rakyat itu sendiri. Kesepakatan yang dihasilkan mempunyai orientasi utama kelestarian hutan dimana akan membawa pada kehidupan masyarakat yang lebih adil dan sejahtera.

Kelompok tani di Desa Bayasari terdiri dari 5 kelompok yaitu Harapan Mulya I (tahun berdiri 1981), Harapan Mulya II (tahun berdiri 1982), Harapan Mukti (tahun berdiri 1983), Sukasenang (tahun berdiri 1982) dan Bina Warga (tahun berdiri 2011) dengan program kerja masing-masing yang telah berjalan selama beberapa tahun. Responden yang diwawancarai merupakan anggota kelompok tani dari Harapan Mulya I, Harapan Mulya II, Harapan Mukti dan Sukasenang. Secara umum, keberadaan kelompok tani melalui perannya sebagai wadah kerja sama antar anggota kelompok tani masih dibutuhkan oleh petani. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan responden yang menunjukkan bahwa 100% responden tergabung dalam anggota kelompok tani.

Sebanyak 83.3% responden menyatakan bahwa keberadaan kelompok tani memberikan pengaruh yang baik untuk membantu peningkatan peluang usaha tani baik usaha tani hutan rakyat maupun non hutan rakyat. Hal ini dilihat dari program kelompok tani yang sudah dilaksanakan diantaranya penanaman tanaman pertanian berupa tanaman palawija, pengembangan padi organik serta penanaman sayur-sayuran sedangkan sektor kehutanan dilaksanakan penanaman tanaman kehutanan berupa sengon dan gmelina. Penyuluhan dan bantuan juga dirasakan oleh anggota kelompok tani berupa bantuan benih sengon 100-200 batang/orang, KBR (Kebun Bibit Rakyat), peternakan kambing serta penyuluhan dan bimbingan

17 mengenai pengelolaan usaha tani. Dalam pertemuan antar pengurus dan anggota masing-masing kelompok tani, biasanya para anggota membicarakan berbagai permasalahan yang dihadapi kelompok tani seperti pengadaan bibit, cara penanggulangan hama dan penyakit terutama jenis sengon, sistem pengelolaan hutan sampai pemasaran hasil untuk dicari solusi terbaik. Dari keseluruhan responden, 16.6% anggota kelompok tani menyatakan bahwa kelompok tani yang mereka ikuti tidak berpengaruh besar terhadap usaha tani yang mereka kelola karena pada kenyataannya mereka tidak mengikuti pertemuan yang mengadakan penyuluhan tentang program kelompok tani.

Menurut Daniel (2001) terdapat 4 faktor produksi yang mempengaruhi berjalan atau tidaknya suatu usaha tani. Faktor tersebut antara lain tanah, modal, tenaga kerja, dan manajemen (pengelolaan). Permasalahan kelembagaan usaha tani di Desa Bayasari adalah semakin menurunnya partisipasi dari anggota kelompok tani dalam program kerja yang telah disusun. Faktor-faktor penyebab tidak berjalan lancarnya program kelompok tani di Desa Bayasari adalah faktor sumber daya yaitu sumber modal yang terbatas dan petani masih kurang mengerti akan pentingnya keberadaan kelompok tani dalam rangka mensejahterakan petani. Sebagai faktor produksi tentu modal mutlak diperlukan dalam usaha tani. Kekurangan modal menyebabkan kurangnya masukan yang diberikan sehingga menimbulkan resiko kegagalan atau rendahnya hasil yang akan diterima. Oleh karena itu, pentingnya bantuan pinjaman modal kepada petani dan perlunya peningkatan penyuluhan dan bimbingan mengenai program kerja yang direncanakan sehingga tujuan pembentukan kelembagaan kelompok tani tepat sasaran sehingga memberikan pencapaian yang diinginkan.

Pola dan Teknik Pengelolaan Hutan Rakyat

Rendahnya pendapatan petani menyebabkan standar minimal kebutuhan rumah tangga petani sulit terpenuhi. Oleh sebab itu, pengembangan pola pengelolaan hutan rakyat memiliki pengaruh yang besar terkait kontribusinya untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga petani. Pola pengelolaan hutan rakyat oleh petani desa umumnya tidak mengelompok tetapi tersebar berdasarkan letak, luas kepemilikan lahan, dan keragaman pola usaha taninya. Hutan rakyat yang terdapat di Desa Bayasari merupakan hutan rakyat tradisional yang dikelola secara turun temurun dengan kegiatan pengelolaan yang masih sederhana. Sistem pengelolaan hutan rakyat bergantung kepada karakteristik responden yaitu berdasarkan umur, pendidikan, pekerjaan, dan luas kepemilikan lahan yang akan menentukan hasil dari pengelolaan hutan rakyat tersebut. Kegiatan pengelolaan hutan rakyat ini dapat dilakukan sendiri oleh pemilik lahan atau menyerahkannya kepada orang lain dengan biaya pengelolaan rata-rata senilai Rp 40 000/hari/orang.

Hutan rakyat berdasarkan jenis tanaman dan pola penanamannya digolongkan ke dalam 3 (tiga) kelompok yaitu hutan rakyat murni, hutan rakyat campuran dan hutan rakyat dengan sistem wanatani atau tumpangsari (Anwar dan Hakim 2010). Sistem wanatani atau tumpangsari yang disebut juga dengan pola agroforestri merupakan pola pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan oleh petani di Desa Bayasari karena dengan pola ini memiliki kelebihan antara lain meminimumkan resiko kegagalan usaha jika bertumpu pada satu jenis tanaman

18

saja, peningkatan penyerapan tenaga kerja karena intensitas kegiatan pada pola pertanaman campuran lebih besar daripada pola pertanaman tunggal, memperbaiki tingkat kesuburan, meningkatkan keuntungan finansial bagi pemilik, adanya stabilisasi dan kontinuitas pendapatan yang diharapkan petani, menguntungkan dari aspek teknis yakni iklim, curah hujan, ketersediaan air irigasi dan ekosistem. Pada umumnya, kegiatan yang dilakukan petani dalam mengelola hutan rakyat diantaranya pemilihan jenis bibit, pengadaan bibit, persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran hasil.

Pemilihan Jenis dan Pengadaan Bibit

Jenis tanaman yang terdapat di hutan rakyat Desa Bayasari dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis yaitu tanaman kayu, tanaman buah dan tanaman pertanian. Jenis-jenis pohon penghasil kayu yang dikelola adalah Sengon (Paraserianthes falcataria), Mahoni (Swietenia macrophylla) dan sebagian kecil Kayu Afrika (Maesopsis eminii). Pemilihan jenis pohon dilakukan berdasarkan usia panen pohon. Usia panen merupakan faktor yang cukup berpengaruh terhadap pemilihan jenis bibit karena pohon yang usia panennya lebih cepat, maka petani akan cepat juga untuk menikmati hasil panen. Sengon dan kayu afrika merupakan jenis pohon yang pertumbuhannya cepat (fast growing), sehingga petani bisa mendapatkan hasil panen yang cepat dengan rata-rata panen 3-5 tahun sekali. Pemilihan jenis pohon sengon dan mahoni juga dipengaruhi oleh faktor turun temurun yang sudah menjadi tradisi sebelumnya. Selain itu kondisi iklim, cara membudidayakan dan harga bibit merupakan faktor yang dipertimbangkan oleh petani karena jenis pohon yang paling sesuai dengan kondisi iklim dan lahan di Desa Bayasari adalah sengon dengan harga bibit yang terjangkau yaitu Rp 600/bibit – Rp 1 000/bibit. Namun, bibit tidak hanya diperoleh dengan membeli, bibit juga bisa diperoleh dari anakan pohon secara alami (petet) dan bantuan dari pemerintah melalui kelompok tani.

Jenis pohon yang ditanam hanya terdiri dari 2-3 jenis pohon di hutan rakyat yang dikelola karena jika semakin banyak jenis, maka pengelolaan akan semakin kompleks, artinya pemeliharaan dan proses pengelolaan semakin rumit, membutuhkan keterampilan, sarana prasarana serta modal yang besar pula. Jenis tanaman penghasil buah yang banyak terdapat di hutan rakyat, antara lain : duku, pisang dan kelapa. Sedangkan tanaman pertanian lainnya yang tumbuh antara lain singkong, kapulaga, bambu, lada dan kopi. Petani memilih jenis tanaman pertanian tersebut karena frekuensi panen komoditas tersebut bisa beberapa kali dalam setahun.

Persiapan Lahan

Sebelum kegiatan penanaman dilakukan, langkah yang perlu dilakukan adalah persiapan lahan. Kegiatan persiapan lahan dimulai dengan membersihkan lahan (penyiangan) yang akan ditanami dari gulma dan semak belukar dengan cara ditebas menggunakan sabit atau golok. Pembukaan lahan baru tidak dilakukan petani di desa ini karena lahan yang ada merupakan tanah warisan yang telah tersedia dari nenek moyang para petani. Setelah lahan bersih, kemudian tanah digemburkan (pendangiran) dengan cara mencangkul top soil lalu tanah dibolak-balik agar sirkulasi udara berlangsung sehingga tanah menjadi lebih subur.

19 Setelah penggemburan, langkah selanjutnya dilakukan pembuatan lubang tanam dengan ukuran rata-rata 50 cm x 50 cm x 50 cm dengan jarak tanam yang bervariasi antara masing-masing petani yaitu antara 3 m x 3 m sampai 6 m x 6 m. Penentuan lubang dan jarak tanam diketahui petani karena mengikuti penyuluhan dari BP3K setempat. Kemudian lubang tanam diberi pupuk kandang yang berasal dari kotoran ternak peliharaan yang mereka punya atau dengan membeli dengan harga Rp 5 000/karung. Setelah pemupukan kemudian dipasang ajir menggunakan bambu ±1 meter dan dibiarkan dalam jangka waktu tertentu sebelum musim hujan tiba. Waktu yang dibutuhkan untuk persiapan lahan bervariasi tergantung luas lahan, jumlah tenaga kerja, sarana prasarana dan kondisi lahan.

Penanaman

Petani di Desa Bayasari biasanya memulai kegiatan penanaman saat musim hujan tiba dengan tujuan efisiensi biaya, tenaga dan waktu agar anakan pohon yang ditanam tidak perlu dilakukan penyiraman manual. Petani hutan rakyat tidak melakukan persemaian sendiri karena persemaian membutuhkan keterampilan dan waktu lebih lama dibandingkan dengan membeli bibit secara langsung. Penanaman bibit pohon dimulai dengan melepas polybag atau kantong plastik bibit secara perlahan agar media bibit tetap melindungi bibit dengan kompak. Setelah itu bibit dimasukkan ke dalam lubang tanam kemudian lubang dipadatkan dengan tanah di sekitarnya untuk menjaga agar bibit tetap kokoh dengan kondisi lingkungan yang baru.

Pola tanam dilakukan dengan sistem agroforestri yaitu mencampurkan tanaman kehutanan dengan tanaman pertanian baik tanaman semusim maupun tanaman tahunan (tanaman sela). Kegiatan penanaman ini dilakukan dengan mengisi ruang kosong antar pohon yang ditanam yang bertujuan menambah pendapatan dengan perioditas panen yang beragam. Adapun jenis tanaman sela yang dominan di hutan rakyat Desa Bayasari antara lain kapulaga, singkong, pisang, kelapa, bambu, duku, lada, dan kopi. Kapulaga merupakan tanaman pertanian yang paling diminati oleh petani di Desa Bayasari karena menurut mereka, tanaman ini memiliki beberapa keunggulan antara lain harga jual yang cukup tinggi dan stabil setiap tahunnya, kapulaga cocok tumbuh pada iklim lembab sesuai dengan Desa Bayasari dengan daerah yang lindung dan terbatas disinari matahari, kapulaga dapat tumbuh dengan baik pada dataran rendah maupun dataran tinggi. Sementara itu untuk memperoleh hasil yang terbaik, ketinggian pada 300-500 meter dari permukaan air laut merupakan daerah budidaya yang paling tepat sesuai dengan Desa Bayasari dengan ketinggian 450 meter di atas permukaan laut serta budidaya kapulaga yang tidak membutuhkan keterampilan khusus. Kapulaga akan tumbuh dengan baik jika berada di bawah naungan misalnya berada di bawah naungan pohon sengon.

Pemeliharaan

Pemeliharaan yang dilakukan petani pada hutan atau lahan pertanian mereka masih sangat sederhana, hal ini dibuktikan dengan minimnya perawatan yang dilakukan oleh masing-masing petani. Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan meliputi wiwilan, penyiangan, pendangiran, pemupukan, penyulaman serta pemberantasan hama dan penyakit.. Kegiatan pemeliharaan intensif hanya

20

dilakukan pada anakan pohon yang berumur 1-2 tahun. Setelah pohon berumur lebih dari 2 tahun maka pohon akan dibiarkan tumbuh tanpa pemeliharaan, kecuali pohon terserang hama dan penyakit maka sebagian petani masih melakukan pemberantasan hama dan penyakit.

Wiwilan terhadap anakan pohon hanya dilakukan oleh sebagian kecil responden yaitu 10% atau hanya 3 orang dari 30 responden yang mengelola hutan rakyat. Kegiatan penyiangan, pendangiran dan pemupukan dilakukan dalam waktu yang bersamaan agar efisien waktu dan biaya yaitu sekitar 3-4 kali dalam setahun. Penyiangan dilakukan dengan membersihkan gulma yang mengganggu pertumbuhan pohon dan tanaman sela dengan cara ditebas dan sebagian petani membersihkannya dengan penyemprotan menggunakan rond up agar lebih mudah dan cepat. Pendangiran (penggemburan) dilakukan dengan cara tanah di sekeliling pohon dibolak-balik lalu dipupuk dengan pupuk kandang atau pupuk kimia yaitu NPK dan Urea. Kegiatan penyulaman dilakukan petani dengan mengganti anakan pohon yang mati dengan bibit anakan alami yang tumbuh di sekitar pohon induk dan biasanya jumlah bibit mati yang ditanam sebelumnya berkisar 15-20% dari jumlah bibit pada awal penanaman.

Pemberantasan hama dan penyakit kerap dilakukan karena jenis sengon merupakan salah satu jenis pohon yang rentan terserang hama dan penyakit baik pada anakan (pohon muda) maupun pohon siap panen. Jenis hama yang sering dijumpai adalah ulat penggerek (uter-uter) yang dapat menyerang pohon dalam jumlah banyak sedangkan penyakit yang sering menyerang pohon sengon adalah karat puru. Serangan penyakit ini merupakan hambatan yang besar bagi petani sengon dan belum dapat teratasi. Pada pohon yang masih muda, penyakit ini dapat menyebabkan kematian dan pada pohon siap panen, penyakit ini dapat menyebabkan penurunan kualitas kayu sehingga harga jual kayu sengon dapat menurun. Cara mencegah dan membasmi hama dan penyakit ini biasanya petani melakukan penyemprotan minimal dua kali dalam setahun pada anakan pohon menggunakan insektisida dengan merk dagang Furadan 3G walaupun hasilnya belum maksimal karena masih banyak pohon sengon yang mati atau kualitas kayu menurun sebelum pohon dipanen. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan kualitas kayu yang berpengaruh terhadap penurunan harga kayu.

Kegiatan penyiraman tidak dilakukan karena Desa Bayasari memiliki iklim dengan tipe curah hujan C (agak basah) sehingga petani mengandalkan hujan untuk menyiram tanaman mereka. Kegiatan pemangkasan tidak dilakukan oleh petani sehingga pohon yang tumbuh memiliki lebih banyak cabang jika dibandingkan dengan dilakukan pemangkasan. Kegiatan penjarangan juga tidak dilakukan oleh petani, hal ini merupakan salah satu penyebab kanopi hutan cukup rapat yang memicu timbulnya hama dan penyakit. Masalah hama dan penyakit inilah yang menyebabkan banyak petani yang jera dan bermalas-malasan menanam dan memperhatikan budidaya sengon secara intensif di lahan mereka. Pemanenan

Pemanenan diperoleh dari hasil komoditas usaha tani yaitu hasil hutan (hasil kayu dan tanaman sela) dan hasil non hutan (ternak dan sawah) untuk menambah pendapatan rumah tangga petani. Kegiatan pemanenan kayu dilakukan dengan sistem tebang butuh yaitu pada saat petani membutuhkan biaya mendesak untuk suatu keperluan seperti biaya sekolah anak, membangun rumah atau hajatan.

21 Kegiatan pemanenan kayu biasanya dilakukan sendiri oleh pembeli. Kayu sengon dan mahoni yang dijual atau dikonsumsi dapat dimanfaatkan untuk kayu pertukangan ataupun meubel sedangkan sisa hasil penebangan biasanya digunakan untuk kayu bakar oleh petani.

Komoditas tanaman pertanian yang dipanen kemudian dijual untuk menutupi biaya hidup sehari-hari. Tanaman pertanian tersebut terdiri dari tanaman semusim/berumur pendek dan tanaman tahunan, sawah dan ternak. Tanaman semusim di Desa Bayasari yaitu singkong sedangkan tanaman tahunan di Desa Bayasari antara lain kapulaga, pisang, kelapa, bambu, lada, dan kopi. Kedua kategori jenis tanaman pertanian ini tidak membutuhkan biaya pengelolaan yang cukup besar sehingga petani memilih untuk menanamnya terutama kapulaga yang sebagian responden menanamnya di lahan hutan rakyat atau pekarangan rumah. Sawah juga merupakan tanaman pertanian yang dimiliki oleh petani hutan rakyat. Selain untuk menambah penghasilan dengan penjualan padi, padi juga dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pokok sembako, begitu juga dengan ternak yang merupakan sumber pendapatan petani. Ternak yang banyak dipelihara untuk dijual dan dikonsumsi adalah domba, kambing, ayam dan ikan. Keadaan hutan rakyat di Desa Bayasari dapat dilihat pada Gambar 1.

Pemasaran Hasil

Pemasaran merupakan hal yang sangat penting setelah selesainya proses produksi. Bila pemasaran tidak lancar dan tidak memberikan harga yang layak bagi petani maka kondisi ini akan mempengaruhi motivasi petani. Pemasaran yang tidak baik bisa disebabkan karena daerah produsen terisolasi, tidak ada pasar, rantai pemasaran terlalu panjang atau hanya ada satu pembeli (Daniel 2001). Pemasaran hasil dilakukan melalui perantara yakni tengkulak yang bertujuan memudahkan petani memasarkan hasil produknya untuk mengurangi biaya pengangkutan produk. Tengkulak merupakan para pengusaha pengumpul barang dagangan yang datang ke daerah-daerah penghasil misalnya daerah penghasil beras, buah-buahan, kayu dan hasil bumi lainnya. Hasil barang dagangan yang dikumpulkan oleh para tengkulak itu ada yang dijual di pasar-pasar dan ada yang dijual ke perusahaan eksportir. Di Desa Bayasari, tengkulak datang langsung ke

22

lokasi tebang agar dapat melihat dengan jelas jumlah dan kualitas hasil kayu dari hutan rakyat yang selanjutnya akan dipasarkan. Kemudian tengkulak melakukan transaksi dengan petani pemilik hutan rakyat dengan pembayaran langsung melalui sistem pemasaran kayu yang bervariasi yaitu kubikasi, borongan dan batangan, tergantung kesepakatan kedua belah pihak. Dalam penentuan harga, kebanyakan petani mengetahui harga kubikasi atau batangan dari ukuran diameter dan tinggi pohon sehingga tingkat penawaran dari petani cenderung tidak bisa dikendalikan oleh tengkulak kecuali kondisi kayu cacat atau kualitasnya yang kurang baik yang banyak diakibatkan oleh serangan hama dan penyakit pohon. Informasi harga diperoleh petani dari keikutsertaannya dalam kelompok tani. Lagipula, hubungan tengkulak dengan petani hutan rakyat cukup baik sehingga harga yang ditawarkan tengkulak sesuai dengan yang diinginkan oleh petani. Berikut ini akan disajikan gambar tanaman kapulaga dan kopi di Desa Bayasari.

Kontribusi Hutan Rakyat terhadap Pendapatan Bersih Usaha Tani Kegiatan pengelolaan usaha tani yang dilakukan walaupun terlihat sederhana namun membutuhkan biaya. Biaya pengelolaan usaha tani merupakan total biaya yang dikeluarkan untuk keseluruhan tahap pengelolaan mulai dari pengadaan bibit sampai pemasaran hasil. Biaya pengelolaan nilainya bervariasi berdasarkan strata luas. Besarnya biaya dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya luas dan kondisi lahan, banyaknya jenis usaha tani, sistem pengelolaan dan tenaga kerja yang diupahkan. Jumlah biaya dihitung dalam jangka waktu satu tahun untuk semua keperluan yang digunakan dalam memenuhi kebutuhan pengelolaan. Responden mengalami kesulitan ketika menjelaskan mengenai besarnya biaya pengelolaan hutan rakyat yang mereka kelola setiap tahunnya karena tidak pernah dilakukan perhitungan secara rinci. Biaya pengelolaan yang dihitung dalam penelitian ini adalah biaya total usaha tani yang

Dokumen terkait