• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kontribusi Hutan Rakyat terhadap Pendapatan Usaha Tani di Desa Bayasari, Kecamatan Jatinagara, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kontribusi Hutan Rakyat terhadap Pendapatan Usaha Tani di Desa Bayasari, Kecamatan Jatinagara, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

KONTRIBUSI HUTAN RAKYAT TERHADAP PENDAPATAN

USAHA TANI DI DESA BAYASARI, KECAMATAN

JATINAGARA, KABUPATEN CIAMIS

,

JAWA BARAT

FADILAH MURTAFIAH TANJUNG

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Kontribusi Hutan Rakyat terhadap Pendapatan Usaha Tani di Desa Bayasari, Kecamatan Jatinagara, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Fadilah Murtafiah Tanjung

(4)

ABSTRAK

FADILAH MURTAFIAH TANJUNG. Kontribusi Hutan Rakyat terhadap Pendapatan Usaha Tani di Desa Bayasari, Kecamatan Jatinagara, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Dibimbing oleh YULIUS HERO.

Pengembangan hutan rakyat seringkali hanya sebagai pendukung pertanian, sehingga belum menjadi perhatian utama dan seringkali pengembangannya hanya ditujukan pada tanah kosong atau lahan kritis. Akibatnya, hutan rakyat masih kurang memberikan pendapatan yang optimal. Adanya kelembagaan memiliki peran penting dalam pengelolaan hutan rakyat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik pengusaha hutan rakyat, pola dan teknik pengelolaan hutan rakyat serta mengetahui seberapa besar kontribusi hutan rakyat terhadap pendapatan total usaha tani di Desa Bayasari. Data dikumpulkan melalui wawancara dan juga studi pustaka, kemudian dianalisis dan disajikan secara deskriptif kuantitatif. Dari hasil pengamatan, kelompok tani di Desa Bayasari belum memberikan pengaruh yang besar terhadap pengelolaan hutan rakyat karena masih banyak petani yang mengabaikan program kelompok tani. Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata kontribusi hasil hutan rakyat merupakan yang terbesar dibandingkan hasil usaha tani lainnya yaitu 33.4%.

Kata kunci: Kelompok tani, pengelolaan hutan rakyat, kontribusi

ABSTRACT

FADILAH MURTAFIAH TANJUNG. Contribution of Community Forest Toward Farm Income in the Bayasari Village, Subdistrict Jatinagara, District Ciamis, West Java. Supervised by YULIUS HERO.

The development of community forest is often just for agricultural support, so it is not the main concern and aimed at the development only for bare land or degraded land. As a result, community forest still do not provide the optimal revenue. The existence of an institutional has an important role in the community forest management. The objectives of this research was to determine the characteristics of community forest farmers, patterns and techniques of community forest management as well as to find out the contribution of community forest to household income in the Bayasari Village. The information were collected through interviews and literature study, then analyzed and presented in a descriptive method. The farmer groups in Bayasari Village do not give a big influence on community forest management as there are still many farmers who ignored their program of farmer groups. The analysis showed that the average contribution of community forest product is the largest than another farms products, that is 33.4%.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Manajemen Hutan

KONTRIBUSI HUTAN RAKYAT TERHADAP PENDAPATAN

USAHA TANI DI DESA BAYASARI, KECAMATAN

JATINAGARA, KABUPATEN CIAMIS

,

JAWA BARAT

FADILAH MURTAFIAH TANJUNG

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Kontribusi Hutan Rakyat terhadap Pendapatan Usaha Tani di Desa Bayasari, Kecamatan Jatinagara, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat Nama : Fadilah Murtafiah Tanjung

NIM : E14090008

Disetujui oleh

Dr Ir Yulius Hero, M.Sc Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Ahmad Budiaman, M Sc F.Trop Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan studi program sarjana di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Judul yang dipilih dalam penelitian ini ialah “Kontribusi Hutan Rakyat terhadap Pendapatan Usaha Tani di Desa Bayasari, Kecamatan Jatinagara, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat”.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir. Sudaryanto dan Bapak Dr. Ir. Yulius Hero, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi. Di samping itu, penulis berterima kasih kepada Pak Tarjo, Pak Fauzi dan Pak Surahman atas bantuannya selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibunda, Ayah dan adik-adik tercinta, serta seluruh keluarga atas do’a dan kasih sayangnya. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak yang membutuhkan.

Bogor, Juli 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Hutan Rakyat 3

Pengelolaan Hutan Rakyat 4

Pendapatan Usaha Tani 5

METODE PENELITIAN 6

Lokasi dan Waktu Penelitian 6

Alat dan Sasaran Penelitian 6

Batasan Operasional Penelitian 6

Sasaran Penelitian 7

Metode Pengambilan Sampel 7

Teknik Pengumpulan Data 8

Data-data yang Dikumpulkan 8

Analisis dan Pengolahan Data 10

KONDISI UMUM LOKASI 12

Letak dan Luas Geografi 12

Topografi, Iklim, dan Tekstur 12

Tata Guna Lahan 13

Demografi 13

HASIL DAN PEMBAHASAN 14

Karakteristik Petani Hutan Rakyat 14

Sistem Kelembagaan Hutan Rakyat 16

(10)

Kontribusi Hutan Rakyat terhadap Pendapatan Bersih Usaha Tani 22

SIMPULAN DAN SARAN 26

Simpulan 26

Saran 26

DAFTAR PUSTAKA 27

LAMPIRAN 29

(11)

DAFTAR TABEL

1 Data primer 8

2 Data sekunder 10

3 Tata guna lahan di Desa Bayasari 13

4 Jumlah pendudukan berdasarkan umur 13

5 Karakteristik responden berdasarkan umur 14

6 Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan 14 7 Karakteristik responden berdasarkan luas kepemilikan lahan 15 8 Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan utama responden 15 9 Karakteristik responden berdasarkan jumlah anggota keluarga

responden 16

10 Sumber pendapatan usaha tani responden per tahun 23 11 Pendapatan rata-rata hasil kayu hutan rakyat responden masing-masing

strata 25

DAFTAR GAMBAR

1 Peta Desa Bayasari 12

2 Hutan rakyat di Desa Bayasari 21

3 Tanaman kapulaga 22

4 Tanaman kopi 22

DAFTAR LAMPIRAN

1. Hasil pengolahan data dengan software statistik (Minitab 14) 29

2. Identitas responden 30

3. Keanggotaan dalam kelompok tani 31

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat diperbaharui dan dapat dijadikan aset guna meningkatkan pendapatan masyarakat. Saat ini banyak lahan-lahan kritis tidak produktif yang diakibatkan oleh pengelolaan lahan yang tidak memperhatikan azas-azas konservasi. Populasi jumlah penduduk yang semakin bertambah dari tahun ke tahun juga menyebabkan tekanan terhadap hutan semakin meningkat, sedangkan pasokan kayu dari hutan alam tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan manusia. Salah satu alternatif penyelesaian kedua masalah tersebut adalah dengan dibangunnya hutan rakyat. Hutan rakyat sebagai salah satu alternatif pemasok kayu, memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan guna memenuhi kebutuhan permintaan pasar lokal dan industri. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan P.03/Menhut-V/2004, dalam rangka mencapai keberhasilan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan, maka dibentuklah peraturan tentang pembuatan tanaman hutan rakyat yang bertujuan agar terwujudnya tanaman rakyat sebagai upaya rehabilitasi untuk meningkatkan produktivitas lahan dengan berbagai tanaman rakyat berupa kayu-kayuan dan non kayu. Selain itu tujuan lainnya adalah memberikan peluang kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat serta meningkatkan kualitas lingkungan melalui percepatan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah.

Pengelolaan hutan rakyat banyak dilakukan oleh petani dengan sistem pengelolaan mandiri. Artinya, segala aturan dan kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan hutan berasal dari pemilik lahan atau keluarga yang mengelola hutan rakyat tersebut. Adanya suatu kelembagaan memiliki peran yang sangat penting dalam menunjang kegiatan pengelolaan hutan rakyat. Pada dasarnya, pengelola hutan rakyat masih tergabung dalam suatu kelembagaan berupa kelompok tani yang sederhana, dimana seluruh kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan hutan seperti penebangan, produksi, pemasaran, penanaman dan lain-lain diatur oleh masing-masing petani atau kelompok tani. Oleh karena itu, untuk menjamin kelestarian hasil hutan rakyat diperlukan penguatan kelembagaan di antara para kelompok tani, sehingga terbentuk aturan-aturan mengenai sistem pengelolaan hutan rakyat.

Menurut Cahyono et al. (2002a), pengembangan hutan rakyat seringkali hanya dijadikan sebagai pendukung pertanian, sehingga belum menjadi perhatian utama dan seringkali pengembangannya hanya ditujukan pada tanah kosong atau lahan kritis. Akibatnya, pengembangan hutan rakyat kurang memperhatikan kesejahteraan petani. Implikasi selanjutnya, pengembangan hutan rakyat dianggap kurang bernilai. Dalam pengusahaan hutan rakyat, saat ini masih banyak petani mengelola hutan miliknya yang bersifat tradisional, sehingga pengusahaan hutan rakyat yang mencakup kegiatan : produksi, pengolahan, pemasaran dan kelembagaan belum dilaksanakan secara optimal.

(14)

2

dibandingkan dengan kualitas yang diharapkan oleh konsumen dan waktu panen yang tidak menentu. Keadaan-keadaan seperti ini memungkinkan memiliki pengaruh yang besar terhadap pendapatan rumah tangga petani dari hasil hutan rakyat.

Perumusan Masalah

Besarnya pendapatan merupakan salah satu indikator kesejahteraan bagi petani sehingga pengusahaan hutan rakyat merupakan salah satu cara untuk meningkatkan taraf hidup para petani. Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat kesejahteraan petani. Rendahnya penguasaan data dan informasi, tidak optimalnya sosialisasi program, belum mantapnya rancangan dan rencana pengembangan pada tingkat kabupaten, belum memadainya kesiapan aparat pemerintah, pemasaran hasil yang belum terorganisir dengan baik, rendahnya kualitas sumberdaya manusia dan masih lemahnya kelembagaan kelompok tani yang terbentuk merupakan permasalahan-permasalahan utama dalam pengembangan hutan rakyat di Indonesia. Selain itu, lemahnya posisi tawar petani yang umumnya disebabkan petani kurang mendapatkan atau memiliki akses pasar, informasi pasar dan permodalan serta kurangnya pengetahuan dan keterampilan mengelola hutan rakyat yang dimiliki oleh petani menyebabkan petani belum mendapatkan hasil yang maksimal serta belum dapat berkontribusi nyata terhadap jumlah pendapatan rumah tangga mereka.

Dengan melihat permasalahan yang ada, maka perlu dilakukan penelitian mengenai pendapatan petani hutan rakyat untuk mengetahui kontribusi yang diberikan hutan rakyat terhadap pendapatan rumah tangga petani.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui karakteristik pengusaha hutan rakyat di Desa Bayasari, Kecamatan Jatinagara, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat

2. Mengetahui pola dan teknik pengelolaan hutan rakyat di Desa Bayasari, Kecamatan Jatinagara, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat

3. Mengetahui kontribusi hutan rakyat terhadap pendapatan total usaha tani di Desa Bayasari, Kecamatan Jatinagara, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat

Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi mengenai teknik pengelolaan hutan rakyat untuk bahan pertimbangan dalam pengusahaan hutan rakyat di lokasi penelitian. 2. Meningkatkan pengetahuan dan wawasan dari para pembaca tentang

kontribusi hutan rakyat terhadap pendapatan rumah tangga.

(15)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Rakyat

Di Indonesia istilah farm forestry dikenal sebagai hutan rakyat. Hutan hak yang berada pada tanah yang dibebani hak milik lazim disebut hutan rakyat. Menurut Peraturan Menhut No P.30/Menhut-II/2012 tentang Penatausahaan Hasil Hutan yang Berasal dari Hutan Hak menyatakan bahwa hutan hak (hutan rakyat) adalah hutan yang berada pada tanah atau lahan masyarakat yang telah dibebani hak atas tanah di luar kawasan hutan negara, dibuktikan dengan alas titel berupa Sertifikat Hak Milik, Letter C atau Girik, Hak Guna Usaha, Hak Pakai atau dokumen penguasaan/pemilikan lainnya yang diakui oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Hasil hutan yang berasal dari hutan hak, yang selanjutnya disebut hasil hutan hak adalah hasil hutan berupa kayu yang berasal dari tanaman yang tumbuh dari hasil budidaya di atas areal hutan hak atau lahan masyarakat. Fungsi hutan rakyat untuk dapat memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahan kayu dan kebutuhan kayu rakyat mutlak dibutuhkan mengingat permintaan terhadap bahan baku kayu sangat tinggi, sementara hutan milik pemerintah tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan tersebut secara keseluruhan. Peranan hutan rakyat dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat Indonesia, khususnya pulau Jawa cukup penting, mengingat 70% konsumsi kayu dipenuhi oleh kayu rakyat.

Menurut Purwanto et al. (2004), hutan rakyat mempunyai karakteristik yaitu:

1. Luas lahan rata-rata yang dikuasai sempit.

2. Pada umumnya petani berlahan sempit menanam kayu-kayuan dengan tanaman lainnya dengan pola tumpangsari, campuran agroforestri, sedangkan petani berlahan luas yang komersil memungkinkan pengembangan hutan rakyat dengan sistem monokultur.

3. Tenaga kerja yang digunakan berasal dari dalam keluarga. 4. Skala usaha kecil.

5. Kontinuitas dan mutu kayu kurang terjamin.

6. Beragamnya jenis tanaman dengan daur yang tidak menentu.

7. Kayu dalam hutan rakyat tidak diposisikan sebagai andalan pendapatan rumah tangga petani, tetapi dilihat sebagai “tabungan” yang segera dapat dijual pada saat dibutuhkan.

8. Teknik silvikultur sederhana dan memungkinkan pengembangan dengan biaya rendah, meskipun hasilnya kurang optimal. Namun, kontinuitas hasil dalam horizon waktu dan penyebaran resiko menjadi pilihan petani.

9. Keputusan pemanfaatan lahan untuk hutan rakyat seringkali merupakan pilihan terakhir apabila pilihan lainnya tidak memungkinkan.

10. Kayu tidak memberikan hasil cepat, bukan merupakan komoditi konsumsi sehari-hari, membutuhkan waktu lama sehingga pendapatan dari kayu rakyat merupakan pendapatan sampingan dalam pendapatan rumah tangga petani. 11. Usaha hutan rakyat merupakan usaha yang tidak pernah besar tetapi tidak

(16)

4

12. Instansi dan organisasi yang terlibat dalam pengelolaan hutan rakyat cukup banyak tetapi tidak ada satupun yang bertanggung jawab penuh atas kelangsungan hutan rakyat.

13. Perundangan, kebijakan, tata nilai, tata perilaku dan sebagainya belum optimal mendukung pengembangan hutan rakyat.

Pengelolaan Hutan Rakyat

Menurut Lembaga Penelitian IPB (1990) pada dasarnya pengelolaan hutan rakyat adalah upaya secara menyeluruh dari kegiatan merencanakan, membina, mengembangkan, menilai serta mengawasi pelaksanaan produksi, pengolahan hasil, pemasaran secara terencana dan berkesinambungan. Kegiatan pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan oleh petani hutan rakyat umumnya sama antara lain terdiri dari kegiatan penyiapan bibit, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran. Pengelolaan hutan rakyat biasanya dilakukan sendiri oleh pemiliknya, namun apabila luas lahan yang dimiliki cukup besar tidak jarang pemilik lahan tersebut mempekerjakan orang lain untuk menggarap lahannya.

Hardjanto (2000) mengemukakan ciri-ciri pengusahaan hutan rakyat sebagai berikut:

1. Usaha hutan rakyat dilakukan oleh petani, tengkulak dan industri di mana petani masih memiliki posisi tawar yang rendah.

2. Petani belum dapat melakukan usaha hutan rakyat menurut prinsip usaha dan prinsip kelestarian yang baik.

3. Bentuk hutan rakyat sebagian besar berupa budidaya campuran yang diusahakan dengan cara-cara sederhana.

4. Pendapatan dari hutan rakyat bagi petani masih di posisikan sebagai pendapatan sampingan dan bersifat insidentil dengan kisaran tidak lebih dari 10% dari pendapatan total.

Pengelolaan hutan rakyat merupakan suatu sistem yang terdiri dari empat subsistem yaitu subsistem produksi, subsistem pengolahan (industri), subsistem pemasaran dan subsistem kelembagaan. Subsistem produksi adalah tercapainya produksi dalam jumlah dan jenis tertentu serta tercapainya kelestarian usaha. Subsistem ini terdiri dari penanaman, pemeliharaan dan pemanenan. Subsistem pengolahan atau industri adalah proses tercapainya hasil akhir berupa produk yang dihasilkan yang dijual oleh petani maupun untuk dipakai sendiri. Subsistem pemasaran adalah proses tercapainya tingkat penjualan yang optimal. Sedangkan subsistem kelembagaan adalah lembaga yang mengatur mengenai pengelolaan hutan rakyat baik lembaga formal maupun non formal. Hasil dari hutan rakyat biasanya dijual ke tengkulak ataupun dikonsumsi sendiri. Bagi beberapa orang, hutan rakyat dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan utama rumah tangga bagi petani karena seiring dengan majunya sistem pengelolaan hutan rakyat, kontribusi yang diberikan oleh hutan rakyat lebih dari 10% dari pendapatan total.

(17)

5 tumbuhan berkayu (pohon, perdu, palem, bambu dan lain-lain) dengan tanaman pertanian dan/atau hewan (ternak) dan/atau ikan, yang dilakukan pada waktu yang bersamaan atau bergiliran sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antar berbagai komponen yang ada.

Dalam satu kawasan hutan terdapat pepohonan baik homogen maupun heterogen yang dikombinasikan dengan satu atau lebih jenis tanaman pertanian. Keuntungan yang dapat diperoleh dengan cara ini adalah masyarakat memperoleh hasil dari lahan hutan tanpa harus menunggu lama tanaman hutan dapat dipanen karena dapat memperoleh hasil dari tanaman pertanian baik per bulan atau per tahun tergantung jenis tanaman pertaniannya. Selain itu produktivitas tanaman kehutanan menjadi meningkat karena adanya pasokan unsur hara dan pupuk dari pengolahan tanaman pertanian serta daur ulang sisa tanaman. Hal ini jelas sangat menguntungkan petani karena dapat memperoleh manfaat ganda dari tanaman pertanian dan tanaman kehutanan.

Di Provinsi Jawa Barat, tanaman pertanian berupa tanaman pangan adalah salah satu komoditi utama yang dikembangkan oleh petani. Komoditi pertanian tersebut antara lain beras, jagung, kacang kedelai, kacang tanah dan produk hortikultura seperti bawang, kentang, mangga, nanas, salak dan pisang (BPPMD 2006). Sedangkan di dalam hutan rakyat ditanam aneka pepohonan yang hasil utamanya bisa beraneka ragam. Untuk hasil kayu misalnya, Sengon (Paraserianthes falcataria), Jati (Tectona grandis), Akasia (Acacia sp), Mahoni (Swietenia mahagoni) dan lain sebagainya.

Pendapatan Usaha Tani

Pendapatan rumah tangga menurut sumbernya dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu pendapatan kehutanan dan pendapatan non-kehutanan. Pendapatan kehutanan adalah pendapatan yang berasal dari kegiatan di hutan, sedangkan pendapatan non-kehutanan adalah pendapatan yang berasal dari kegiatan di luar kehutanan. Pendapatan kehutanan contohnya pendapatan usaha tani hutan rakyat dan atau tanaman pertanian, pendapatan non-kehutanan misalnya pendapatan ternak, pegawai, pedagang dan sebagainya. Usahatani merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana seorang petani mengalokasikan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Sajogyo (1982) membedakan pendapatan rumah tangga di pedesaan terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu:

1. Pendapatan dari usaha bercocok tanam padi

2. Pendapatan dari usaha bercocok tanam padi, palawija, dan kegiatan pertanian lainnya

3. Pendapatan yang diperoleh dari seluruh kegiatan, termasuk sumber-sumber mata pencaharian di luar bidang pertanian

(18)

6

usaha tani pertanian dapat berupa tanaman tahunan maupun tanaman semusim. Tanaman tahunan merupakan tanaman yang pada umumnya berumur lebih dari satu tahun dan pemungutan hasilnya dilakukan lebih dari satu kali dan tidak dibongkar sekali panen. Sedangkan tanaman semusim/berumur pendek merupakan tanaman yang pada umumnya berumur kurang dari satu tahun dan pemanenannya dilakukan sekali panen langsung bongkar.

Kontribusi yang rendah dari hutan rakyat terhadap pendapatan rumah tangga akan mendorong rumah tangga untuk mencari sumber pendapatan alternatif yang lebih tinggi dan mengakibatkan pengelolaan hutan rakyat sebagai pekerjaan sampingan. Hasil-hasil penelitian masalah pedesaan menunjukkan bahwa tingkat pendapatan rumah tangga erat hubungannya dengan luas areal pemilikan dan penguasaan lahan pertanian. Kelompok rumah tangga yang menguasai lahan sempit jumlahnya selalu lebih besar. Namun, dalam mengkaji tingkat pendapatan rumah tangga, sebaiknya tidak hanya berdasarkan penguasaan tanah tetapi juga menurut sektor serta prospek pengembangannya berdasarkan potensi daerah dan tipe iklim serta penguasaan faktor produksi lainnya. Untuk itu diperlukan informasi tentang tingkah laku berproduksi baik yang mempengaruhi tingkat produksi maupun pendapatan petani, berupa peubah endogen yaitu faktor produksi (masukan) maupun peubah eksogen yaitu harga-harga (Kasryno et al.

1986).

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilakukan di Desa Bayasari, Kecamatan Jatinagara, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat selama dua bulan di lapangan yaitu mulai Oktober sampai dengan November 2013.

Alat dan Sasaran Penelitian

Alat dan sasaran penelitian yang digunakan adalah : 1. Kuesioner

2. Data-data sekunder 3. Alat tulis

4. Komputer 5. Kamera

Batasan operasional penelitian

Adanya batasan operasional penelitian bertujuan untuk memberikan persepsi yang sama terhadap penelitian yang dilakukan, maka batasan-batasan tersebut antara lain :

1. Hutan rakyat adalah hutan di atas tanah yang dibebani hak atas tanah dan ditanami dengan tanaman berkayu baik secara monokultur maupun dicampur dengan tanaman pertanian.

(19)

7

µ =

± Zα/2 (σ/

)

dapur atau seseorang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan serta mengurus keperluan sendiri.

3. Petani hutan rakyat adalah petani yang memiliki dan atau menggarap lahan hutan rakyat atau agroforestri.

4. Pengelolaan hutan rakyat adalah upaya secara menyeluruh dari kegiatan pemilihan jenis, pengadaan benih, persiapan lahan, penanaman, sampai dengan pemasaran hasil kayu rakyat.

5. Usaha tani adalah himpunan dari sumber-sumber alam yang diperlukan untuk produksi pertanian, dapat berupa bercocok tanam atau memelihara ternak. 6. Pendapatan kotor adalah ukuran hasil yang diperoleh dari keseluruhan sumber

pendapatan usaha tani.

7. Pendapatan bersih adalah selisih antara pendapatan kotor usaha tani dan pengeluaran total usaha tani.

Sasaran Penelitian

Sasaran dari penelitian ini yaitu rumah tangga petani yang memiliki hutan rakyat dan benar-benar melaksanakan pengelolaan hutan rakyat di Desa Bayasari, Kecamatan Jatinagara, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat sehingga contoh dalam penelitian ini adalah rumah tangga petani yang memiliki hutan rakyat tersebut. Sedangkan populasi penelitian ini adalah seluruh rumah tangga petani yang memiliki hutan rakyat. Responden yang diambil adalah sebanyak 30 orang.

Metode pengambilan sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara purpossive sampling dengan jumlah contoh (n) sebanyak 30 responden. Keseluruhan responden tersebut adalahrumah tangga petani yang memiliki lahan hutan rakyat dan benar-benar mengelola hutan rakyat di lokasi penelitian. Pengambilan sampel dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan dalam menunjang penelitian. Dalam penentuan pendapatan baik yang berasal dari hutan rakyat maupun non hutan rakyat, faktor luas lahan merupakan faktor yang menentukan bagi pendapatan petani di mana lahan menjadi modal penting dalam usaha tani. Dalam usaha tani misalnya pemilikan atau penguasaan lahan sempit, sudah pasti kurang efisien dibanding lahan yang lebih luas. Semakin sempit lahan usaha, semakin tidak efisien usaha tani yang dilakukan. Oleh karenanya, diperlukan pembagian strata luas lahan untuk membandingkan hasil pendapatan pada setiap strata. Pembagian strata yang digunakan adalah strata I, II dan III, dimana pembagian strata tersebut berdasarkan pada luas pemilikan lahan usaha tani. Untuk menghitung pendapatan, setiap strata diambil nilai rata-ratanya. Hal ini dilakukan untuk melihat strata mana yang berhasil dalam pengelolaan usaha tani. Penentuan Strata diperoleh menggunakan rumus sebagai berikut.

Strata I : kepemilikan lahan < μ1 Ha Strata II : kepemilikan lahan μ1 –μ2 Ha Strata III : kepemilikan lahan > μ2 Ha

(20)

8

Berdasarkan perhitungan di atas, maka pengelompokan strata luas lahan terbagi menjadi:

Strata I : kepemilikan lahan < 0.2 ha

Strata II : kepemilikan lahan antara 0.2 ha sampai 0.3 ha Strata III: kepemilikan lahan > 0.3 ha

Teknik pengumpulan data

Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan antara lain :

1. Wawancara yaitu pengumpulan data dilakukan dengan tanya jawab secara langsung kepada responden dengan menggunakan kuesioner.

2. Pencatatan yaitu mengumpulkan dan mencatat data sekunder yang diperoleh 3. Observasi yaitu meninjau langsung dengan cermat di lokasi penelitian dan

mencatat informasi yang diperoleh.

4. Studi pustaka yaitu pengumpulan data melalui literatur, laporan, karya ilmiah, dan hasil penelitian yang pernah dilakukan dan ada hubungannya dengan penelitian ini.

Data-data yang dikumpulkan

Data Primer

Data primer dikumpulkan dari pelaku hutan rakyat yaitu petani hutan rakyat yang dijadikan sebagai responden. Data yang dikumpulkan seperti yang tertera dalam Tabel berikut.

Tabel 1 Data primer

Data Primer Parameter/Indikator Data yang dikumpulkan Karakteristik Pelaku

Hutan Rakyat

Data umum Nama, umur, jenis kelamin, suku, alamat, jumlah anggota keluarga, pendidikan

(21)

9 Tabel 1 Data primer (lanjutan)

Data Primer Parameter/Indikator Data yang dikumpulkan Potensi ekonomi Jenis usaha tani yang dilakukan,

status pemilikan lahan, luas tanah

(22)

10

Data Sekunder

Data sekunder dikumpulkan dari buku profil desa, pemuka masyarakat, ketua kelompok tani, aparat desa dan pihak-pihak lain yang berhubungan dengan pengelolaan hutan rakyat di desa penelitian. Data sekunder yang dikumpulkan adalah sebagai berikut.

Tabel 2 Data sekunder

Data Sekunder Parameter/Indikator Data yang dikumpulkan Karakteristik Pelaku

Hutan Rakyat

Demografi penduduk Jumlah penduduk desa, jumlah KK, struktur dan Data Sosial Sejarah desa, adat istiadat

Sistem Kelembagaan Nama kelompok tani, tahun berdiri, program, peran terhadap

pengusahaan HR

Analisis dan pengolahan data

Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif dan kuantitatif. Analisis deskriptif bertujuan untuk mengetahui gambaran praktek pengusahaan hutan rakyat. Praktek pengusahaan hutan rakyat yang dimaksud disini adalah mengenai karakteristik responden, pengalaman mengusahakan hutan rakyat, tujuan utama pembangunan hutan rakyat, latar belakang pemilihan jenis tanaman, sumber bibit, teknik pengelolaan hutan rakyat (persiapan lahan, pengadaan bibit dan penanaman); pemeliharaan dan perlindungan (pemupukan, penyulaman, pemberantasan hama penyakit), pemanenan dan pemasaran, pola dan pergiliran tanam, usia dan frekuensi panen, waktu penjualan kayu rakyat, keanggotaan dalam kelompok tani, permasalahan yang terjadi dalam pengelolaan hutan rakyat serta teknik lainnya yang berhubungan dengan pengelolaan hutan rakyat. Untuk analisis kuantitatif bertujuan untuk mengetahui besarnya kontribusi pendapatan bersih yang diterima petani dari hutan rakyat serta sumber-sumber pendapatan yang diperoleh oleh petani hutan rakyat. Besarnya kontribusi hutan rakyat dinyatakan dalam persentase besarnya pendapatan bersih dari hutan rakyat dibandingkan dengan pendapatan total usaha tani rumah tangga. Pendapatan hutan rakyat yang dimaksud adalah seluruh hasil kayu hutan rakyat yang diperoleh oleh rumah tangga baik untuk konsumsi sendiri maupun untuk komersial. Sedangkan pendapatan total usaha tani rumah tangga adalah jumlah seluruh pendapatan yang diterima petani dan keluarganya dari usaha tani hutan rakyat maupun usaha tani di luar hutan rakyat.

(23)

11

Ki = π�

π� x 100 % πi = Ri– Ci

R = P x Q

πt= ∑πi

harga masing-masing kayu per satuan produksi, serta biaya total yang dikeluarkan mulai dari biaya pengadaan bibit/benih hingga pemasaran. Sedangkan pendapatan usaha tani di luar hasil kayu hutan rakyat diperoleh dari jumlah tanaman pertanian baik musiman maupun tahunan serta ternak, harga masing-masing produk per satuan produksi, serta biaya total pengelolaan mulai dari biaya pengadaan bibit/benih hingga pemasaran, harga dan jumlah pakan, pemeliharaan kandang, modal untuk memperoleh ternak, dan biaya lainnya untuk usaha ternak.

Data yang dikumpulkan dari hasil wawancara dinyatakan dalam bentuk Tabel. Wawancara yang dilakukan berupa penggalian informasi mengenai teknik pengelolaan hutan rakyat, pendapatan rumah tangga petani (Rp/tahun) beserta sumber-sumber pendapatannya, harga jual hasil hutan, serta faktor-faktor yang mempengaruhi meningkat atau menurunnya pendapatan petani hutan rakyat. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menghitung seluruh sumber pendapatan petani. Untuk metode perhitungannya dilakukan melalui rumus-rumus sebagai berikut.

1. Pendapatan bersih dari masing-masing sumber pendapatan ke-i :

Keterangan :

πi = Pendapatan bersih petani per tahun dari sumber pendapatan ke-i

Ri = Pendapatan kotor petani per tahun dari sumber pendapatan ke-i

Ci =Biaya yang dikeluarkan rumah tangga petani per tahun untuk sumber pendapatan ke-i

Keterangan : Keterangan :

R = Pendapatan kotor petani per tahun dari sumber pendapatan P = Harga/satuan produk

Q = Banyaknya produk yang dijual

2. Pendapatan total usaha tani dihitung dengan rumus :

Keterangan :

πt = Pendapatan total usaha tani rumah tangga

∑Ii = Jumlah seluruh sumber pendapatan bersih usaha tani baik hutan rakyat maupun di luar hutan rakyat

(24)

12

Keterangan :

Ki = Kontribusi pendapatan yang diperoleh petani untuk sumber pendapatan ke-i

πi = Pendapatan bersih yang diperoleh petani untuk sumber pendapatan ke-i

πt = Pendapatan total usaha tani rumah tangga

KONDISI UMUM LOKASI

Letak dan Luas Geografis

Desa Bayasari terletak di Kecamatan Jatinagara Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat dengan ketinggian 450 meter di atas permukaan laut. Jarak dari Pusat Pemerintahan Desa/Kelurahan ke Pusat Pemerintahan Kecamatan sejauh 1.5 km, ibu kota kabupaten sejauh 30 km, ibu kota provinsi sejauh 195 km dan ibu kota negara sejauh 410 km. Desa Bayasari berbatasan langsung dengan beberapa desa antara lain sebelah utara berbatasan dengan Desa Cintanagara, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Mulyasari, sebelah barat berbatasan dengan Desa Jatinagara dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Rajadesa. Berikut Peta Desa Bayasari.

Topografi, Iklim dan Tekstur Tanah

Keadaan topografi/permukaan tanah Desa Bayasari sebagian besar merupakan daerah perbukitan dan bergelombang. Dari luas lahan 762 ha, 150 ha termasuk dalam elevasi kemiringan lahan sebesar 26-35%. Curah hujan rata-rata di Desa Bayasari berkisar 2065 mm/tahun dengan suhu rata-rata berkisar 25-300C. Jenis tanah di desa penelitian ini adalah Latosol.

(25)

13 Tata Guna Lahan

Tata guna lahan di Desa Bayasari sebagian besar berupa lahan sawah seluas 64 ha, lahan darat berupa pemukiman/pekarangan seluas 115 ha, hutan rakyat 49 ha, kebun rakyat 285 ha dan lain-lain 249 ha. Desa Bayasari juga memiliki beberapa bagian lahan kritis yang terdiri dari 4 blok. Berikut tata guna lahan di Desa Bayasari disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3 Tata guna lahan di Desa Bayasari Tata Guna

Lahan

Luas Lahan (ha)

Blok Lahan Kritis (ha)

Kritis Potensial Kritis Total

Sawah 64 Ciledug 15 15 30

Pemukiman 115 Cikutak 10 15 25

Hutan Rakyat 49 Lebak Ceuri 15 20 35

Kebun Rakyat 285 Cigarasa 8 12 20

Lain-lain 249

Total 762

Sumber : BP3K (2012)

Demografi

Berdasarkan catatan terakhir tahun 2011, Desa Bayasari memiliki jumlah penduduk keseluruhan sebanyak 5 160 jiwa dengan jumlah laki-laki sebanyak 2 557 jiwa dan perempuan sebanyak 2 603 jiwa dengan umur yang bervariasi, disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Jumlah penduduk berdasarkan umur

Umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)

0-9 803 15.6

10-19 914 17.7

20-29 791 15.3

30-39 787 15.3

40-49 713 13.8

50-59 629 12.2

>60 523 10.1

Total 5 160 100

Sumber : BP3K (2012)

(26)

14

tahun dengan persentase 17.7% atau 914 orang dan yang terkecil terdapat pada kisaran umur > 60 tahun atau 523 orang.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Petani Hutan Rakyat

Untuk mengetahui karakteristik petani hutan rakyat dilakukan wawancara terhadap 30 orang responden yang berupa identitas responden, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, jumlah anggota keluarga dan luas kepemilikan lahan. Umur Responden

Umur mempengaruhi kemampuan kerja seseorang, semakin bertambahnya usia maka kemampuan kerja akan semakin menurun. Umur responden berkisar antara 31-70 tahun dengan presentase terbesar responden berada pada umur 41-50 tahun yaitu sebesar 36.7%. Umur produktif untuk bekerja di negara-negara berkembang umumnya adalah 15-55 tahun. Berdasarkan Tabel 5, maka responden dengan persentase 36.7% masuk ke dalam usia produktif.

Tabel 5 Karakteristik responden berdasarkan umur

Umur (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)

31-40 7 23.3

41-50 11 36.7

51-60 9 30

61-70 3 10

Total 30 100

Tingkat Pendidikan Responden

Sebagian besar tingkat pendidikan responden adalah Sekolah Dasar (SD) yaitu sebanyak 73.3% sedangkan jumlah responden dengan tingkat pendidikan Sarjana hanya 3.3% atau berjumlah 1 orang. Hal ini berarti bahwa tingkat pendidikan responden di Desa Bayasari masih tergolong rendah. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh dalam praktek pengelolaan hutan rakyat yang mereka miliki. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka pengelolaan hutan rakyatnya akan semakin baik pula. Tingkat pendidikan responden disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan

Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%)

SD 22 73.3

SMP 5 16.7

SMA 2 6.7

Sarjana 1 3.3

(27)

15 Luas Kepemilikan Lahan

Dalam mengelola suatu usaha maka tidak terlepas dari penguasaan lahan oleh petani yang berpengaruh terhadap besar kecilnya pendapatan yang diterima. Responden di Desa Bayasari dalam melakukan usaha tani miliknya, mereka menggunakan lahan miliknya sendiri untuk dikelola termasuk lahan hutan rakyat dengan luas terkecil dari keseluruhan responden adalah 0.07 ha dan terbesar adalah 1 ha. Luas kepemilikan lahan responden dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Karakteristik responden berdasarkan luas kepemilikan lahan

Berdasarkan Tabel 7, luas kepemilikan lahan di Desa Bayasari masih tergolong sempit. Hal ini dapat dilihat dari persentasi luas kepemilikan lahan dari total responden 30 orang, 11 orang diantaranya memiliki luas kurang dari 0.2 ha dan hanya 5 orang yang memiliki luas lahan lebih dari 0.3 ha.

Pekerjaan Utama Responden

Pekerjaan utama adalah pekerjaan yang dilakukan dimana intensitas kegiatan yang dilakukan lebih tinggi dibanding pekerjaan lain. Pekerjaan lain dilakukan untuk menambah pendapatan dan termasuk ke dalam jenis pekerjaan sampingan. Pekerjaan utama responden disajikan pada Tabel 8 sebagai berikut.

Tabel 8 Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan utama

Sebagian besar penduduk di Desa Bayasari memiliki mata pencaharian sebagai petani. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 8, sebanyak 60% responden bermata pencaharian sebagai petani. Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa masyarakat Desa Bayasari masih bergantung pada pertanian baik hutan, sawah maupun tanaman pertanian lainnya.

Jumlah Anggota Keluarga Responden

Pada umumnya, setiap rumah tangga terdiri dari 4-7 jumlah anggota keluarga. Namun, masyarakat di Desa Bayasari rata-rata memiliki anak yang sudah besar sehingga banyak yang merantau atau tidak tinggal bersama orang tua.

Luas Kepemilikan Lahan (ha) Jumlah (Orang) Persentase (%)

<0.2 11 36.7

0.2-0.3 14 46.7

>0.3 5 1.7

Total 30 100

Pekerjaan Utama Jumlah (Orang) Persentase (%)

Buruh 1 3.3

Kuli 1 3.3

Pegawai Negeri 1 3.3

Petani 18 60

Wiraswasta 9 30

(28)

16

Oleh karena itu, yang tersisa di rumah hanyalah orang tua dan beberapa anak yang masih kecil. Pada Tabel 9 disajikan karakteristik responden berdasarkan jumlah anggota keluarga.

Tabel 9 Karakteristik responden berdasarkan jumlah anggota keluarga Jumlah Anggota Keluarga (orang) Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 1 3.3

Pengelolaan hutan rakyat akan memberikan pencapaian yang lebih baik jika pelaku hutan rakyat memiliki motivasi yang besar dalam pelaksanaannya. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi motivasi bisa berupa Faktor-faktor-Faktor-faktor dari dalam dan faktor-faktor dari luar. Salah satu faktor dari luar yang sangat penting pengaruhnya terhadap motivasi petani adalah peranan lembaga-lembaga terkait khususnya kelompok tani sehingga terbentuk aturan-aturan internal mengenai sistem pengelolaan hutan rakyat yang baik dan benar. Mekanisme kelompok dan musyawarah dalam rangka pengaturan hasil menjadi satu komponen penting di dalam sistem kelembagaan hutan rakyat itu sendiri. Kesepakatan yang dihasilkan mempunyai orientasi utama kelestarian hutan dimana akan membawa pada kehidupan masyarakat yang lebih adil dan sejahtera.

Kelompok tani di Desa Bayasari terdiri dari 5 kelompok yaitu Harapan Mulya I (tahun berdiri 1981), Harapan Mulya II (tahun berdiri 1982), Harapan Mukti (tahun berdiri 1983), Sukasenang (tahun berdiri 1982) dan Bina Warga (tahun berdiri 2011) dengan program kerja masing-masing yang telah berjalan selama beberapa tahun. Responden yang diwawancarai merupakan anggota kelompok tani dari Harapan Mulya I, Harapan Mulya II, Harapan Mukti dan Sukasenang. Secara umum, keberadaan kelompok tani melalui perannya sebagai wadah kerja sama antar anggota kelompok tani masih dibutuhkan oleh petani. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan responden yang menunjukkan bahwa 100% responden tergabung dalam anggota kelompok tani.

(29)

17 mengenai pengelolaan usaha tani. Dalam pertemuan antar pengurus dan anggota masing-masing kelompok tani, biasanya para anggota membicarakan berbagai permasalahan yang dihadapi kelompok tani seperti pengadaan bibit, cara penanggulangan hama dan penyakit terutama jenis sengon, sistem pengelolaan hutan sampai pemasaran hasil untuk dicari solusi terbaik. Dari keseluruhan responden, 16.6% anggota kelompok tani menyatakan bahwa kelompok tani yang mereka ikuti tidak berpengaruh besar terhadap usaha tani yang mereka kelola karena pada kenyataannya mereka tidak mengikuti pertemuan yang mengadakan penyuluhan tentang program kelompok tani.

Menurut Daniel (2001) terdapat 4 faktor produksi yang mempengaruhi berjalan atau tidaknya suatu usaha tani. Faktor tersebut antara lain tanah, modal, tenaga kerja, dan manajemen (pengelolaan). Permasalahan kelembagaan usaha tani di Desa Bayasari adalah semakin menurunnya partisipasi dari anggota kelompok tani dalam program kerja yang telah disusun. Faktor-faktor penyebab tidak berjalan lancarnya program kelompok tani di Desa Bayasari adalah faktor sumber daya yaitu sumber modal yang terbatas dan petani masih kurang mengerti akan pentingnya keberadaan kelompok tani dalam rangka mensejahterakan petani. Sebagai faktor produksi tentu modal mutlak diperlukan dalam usaha tani. Kekurangan modal menyebabkan kurangnya masukan yang diberikan sehingga menimbulkan resiko kegagalan atau rendahnya hasil yang akan diterima. Oleh karena itu, pentingnya bantuan pinjaman modal kepada petani dan perlunya peningkatan penyuluhan dan bimbingan mengenai program kerja yang direncanakan sehingga tujuan pembentukan kelembagaan kelompok tani tepat sasaran sehingga memberikan pencapaian yang diinginkan.

Pola dan Teknik Pengelolaan Hutan Rakyat

Rendahnya pendapatan petani menyebabkan standar minimal kebutuhan rumah tangga petani sulit terpenuhi. Oleh sebab itu, pengembangan pola pengelolaan hutan rakyat memiliki pengaruh yang besar terkait kontribusinya untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga petani. Pola pengelolaan hutan rakyat oleh petani desa umumnya tidak mengelompok tetapi tersebar berdasarkan letak, luas kepemilikan lahan, dan keragaman pola usaha taninya. Hutan rakyat yang terdapat di Desa Bayasari merupakan hutan rakyat tradisional yang dikelola secara turun temurun dengan kegiatan pengelolaan yang masih sederhana. Sistem pengelolaan hutan rakyat bergantung kepada karakteristik responden yaitu berdasarkan umur, pendidikan, pekerjaan, dan luas kepemilikan lahan yang akan menentukan hasil dari pengelolaan hutan rakyat tersebut. Kegiatan pengelolaan hutan rakyat ini dapat dilakukan sendiri oleh pemilik lahan atau menyerahkannya kepada orang lain dengan biaya pengelolaan rata-rata senilai Rp 40 000/hari/orang.

(30)

18

saja, peningkatan penyerapan tenaga kerja karena intensitas kegiatan pada pola pertanaman campuran lebih besar daripada pola pertanaman tunggal, memperbaiki tingkat kesuburan, meningkatkan keuntungan finansial bagi pemilik, adanya stabilisasi dan kontinuitas pendapatan yang diharapkan petani, menguntungkan dari aspek teknis yakni iklim, curah hujan, ketersediaan air irigasi dan ekosistem. Pada umumnya, kegiatan yang dilakukan petani dalam mengelola hutan rakyat diantaranya pemilihan jenis bibit, pengadaan bibit, persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan pemasaran hasil.

Pemilihan Jenis dan Pengadaan Bibit

Jenis tanaman yang terdapat di hutan rakyat Desa Bayasari dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis yaitu tanaman kayu, tanaman buah dan tanaman pertanian. Jenis-jenis pohon penghasil kayu yang dikelola adalah Sengon (Paraserianthes falcataria), Mahoni (Swietenia macrophylla) dan sebagian kecil Kayu Afrika (Maesopsis eminii). Pemilihan jenis pohon dilakukan berdasarkan usia panen pohon. Usia panen merupakan faktor yang cukup berpengaruh terhadap pemilihan jenis bibit karena pohon yang usia panennya lebih cepat, maka petani akan cepat juga untuk menikmati hasil panen. Sengon dan kayu afrika merupakan jenis pohon yang pertumbuhannya cepat (fast growing), sehingga petani bisa mendapatkan hasil panen yang cepat dengan rata-rata panen 3-5 tahun sekali. Pemilihan jenis pohon sengon dan mahoni juga dipengaruhi oleh faktor turun temurun yang sudah menjadi tradisi sebelumnya. Selain itu kondisi iklim, cara membudidayakan dan harga bibit merupakan faktor yang dipertimbangkan oleh petani karena jenis pohon yang paling sesuai dengan kondisi iklim dan lahan di Desa Bayasari adalah sengon dengan harga bibit yang terjangkau yaitu Rp 600/bibit – Rp 1 000/bibit. Namun, bibit tidak hanya diperoleh dengan membeli, bibit juga bisa diperoleh dari anakan pohon secara alami (petet) dan bantuan dari pemerintah melalui kelompok tani.

Jenis pohon yang ditanam hanya terdiri dari 2-3 jenis pohon di hutan rakyat yang dikelola karena jika semakin banyak jenis, maka pengelolaan akan semakin kompleks, artinya pemeliharaan dan proses pengelolaan semakin rumit, membutuhkan keterampilan, sarana prasarana serta modal yang besar pula. Jenis tanaman penghasil buah yang banyak terdapat di hutan rakyat, antara lain : duku, pisang dan kelapa. Sedangkan tanaman pertanian lainnya yang tumbuh antara lain singkong, kapulaga, bambu, lada dan kopi. Petani memilih jenis tanaman pertanian tersebut karena frekuensi panen komoditas tersebut bisa beberapa kali dalam setahun.

Persiapan Lahan

(31)

19 Setelah penggemburan, langkah selanjutnya dilakukan pembuatan lubang tanam dengan ukuran rata-rata 50 cm x 50 cm x 50 cm dengan jarak tanam yang bervariasi antara masing-masing petani yaitu antara 3 m x 3 m sampai 6 m x 6 m. Penentuan lubang dan jarak tanam diketahui petani karena mengikuti penyuluhan dari BP3K setempat. Kemudian lubang tanam diberi pupuk kandang yang berasal dari kotoran ternak peliharaan yang mereka punya atau dengan membeli dengan harga Rp 5 000/karung. Setelah pemupukan kemudian dipasang ajir menggunakan bambu ±1 meter dan dibiarkan dalam jangka waktu tertentu sebelum musim hujan tiba. Waktu yang dibutuhkan untuk persiapan lahan bervariasi tergantung luas lahan, jumlah tenaga kerja, sarana prasarana dan kondisi lahan.

Penanaman

Petani di Desa Bayasari biasanya memulai kegiatan penanaman saat musim hujan tiba dengan tujuan efisiensi biaya, tenaga dan waktu agar anakan pohon yang ditanam tidak perlu dilakukan penyiraman manual. Petani hutan rakyat tidak melakukan persemaian sendiri karena persemaian membutuhkan keterampilan dan waktu lebih lama dibandingkan dengan membeli bibit secara langsung. Penanaman bibit pohon dimulai dengan melepas polybag atau kantong plastik bibit secara perlahan agar media bibit tetap melindungi bibit dengan kompak. Setelah itu bibit dimasukkan ke dalam lubang tanam kemudian lubang dipadatkan dengan tanah di sekitarnya untuk menjaga agar bibit tetap kokoh dengan kondisi lingkungan yang baru.

Pola tanam dilakukan dengan sistem agroforestri yaitu mencampurkan tanaman kehutanan dengan tanaman pertanian baik tanaman semusim maupun tanaman tahunan (tanaman sela). Kegiatan penanaman ini dilakukan dengan mengisi ruang kosong antar pohon yang ditanam yang bertujuan menambah pendapatan dengan perioditas panen yang beragam. Adapun jenis tanaman sela yang dominan di hutan rakyat Desa Bayasari antara lain kapulaga, singkong, disinari matahari, kapulaga dapat tumbuh dengan baik pada dataran rendah maupun dataran tinggi. Sementara itu untuk memperoleh hasil yang terbaik, ketinggian pada 300-500 meter dari permukaan air laut merupakan daerah budidaya yang paling tepat sesuai dengan Desa Bayasari dengan ketinggian 450 meter di atas permukaan laut serta budidaya kapulaga yang tidak membutuhkan keterampilan khusus. Kapulaga akan tumbuh dengan baik jika berada di bawah naungan misalnya berada di bawah naungan pohon sengon.

Pemeliharaan

(32)

20

dilakukan pada anakan pohon yang berumur 1-2 tahun. Setelah pohon berumur lebih dari 2 tahun maka pohon akan dibiarkan tumbuh tanpa pemeliharaan, kecuali pohon terserang hama dan penyakit maka sebagian petani masih melakukan pemberantasan hama dan penyakit.

Wiwilan terhadap anakan pohon hanya dilakukan oleh sebagian kecil responden yaitu 10% atau hanya 3 orang dari 30 responden yang mengelola hutan rakyat. Kegiatan penyiangan, pendangiran dan pemupukan dilakukan dalam waktu yang bersamaan agar efisien waktu dan biaya yaitu sekitar 3-4 kali dalam setahun. Penyiangan dilakukan dengan membersihkan gulma yang mengganggu pertumbuhan pohon dan tanaman sela dengan cara ditebas dan sebagian petani membersihkannya dengan penyemprotan menggunakan rond up agar lebih mudah dan cepat. Pendangiran (penggemburan) dilakukan dengan cara tanah di sekeliling pohon dibolak-balik lalu dipupuk dengan pupuk kandang atau pupuk kimia yaitu NPK dan Urea. Kegiatan penyulaman dilakukan petani dengan mengganti anakan pohon yang mati dengan bibit anakan alami yang tumbuh di sekitar pohon induk dan biasanya jumlah bibit mati yang ditanam sebelumnya berkisar 15-20% dari jumlah bibit pada awal penanaman.

Pemberantasan hama dan penyakit kerap dilakukan karena jenis sengon merupakan salah satu jenis pohon yang rentan terserang hama dan penyakit baik pada anakan (pohon muda) maupun pohon siap panen. Jenis hama yang sering dijumpai adalah ulat penggerek (uter-uter) yang dapat menyerang pohon dalam jumlah banyak sedangkan penyakit yang sering menyerang pohon sengon adalah karat puru. Serangan penyakit ini merupakan hambatan yang besar bagi petani sengon dan belum dapat teratasi. Pada pohon yang masih muda, penyakit ini dapat menyebabkan kematian dan pada pohon siap panen, penyakit ini dapat menyebabkan penurunan kualitas kayu sehingga harga jual kayu sengon dapat menurun. Cara mencegah dan membasmi hama dan penyakit ini biasanya petani melakukan penyemprotan minimal dua kali dalam setahun pada anakan pohon menggunakan insektisida dengan merk dagang Furadan 3G walaupun hasilnya belum maksimal karena masih banyak pohon sengon yang mati atau kualitas kayu menurun sebelum pohon dipanen. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan kualitas kayu yang berpengaruh terhadap penurunan harga kayu.

Kegiatan penyiraman tidak dilakukan karena Desa Bayasari memiliki iklim dengan tipe curah hujan C (agak basah) sehingga petani mengandalkan hujan untuk menyiram tanaman mereka. Kegiatan pemangkasan tidak dilakukan oleh petani sehingga pohon yang tumbuh memiliki lebih banyak cabang jika dibandingkan dengan dilakukan pemangkasan. Kegiatan penjarangan juga tidak dilakukan oleh petani, hal ini merupakan salah satu penyebab kanopi hutan cukup rapat yang memicu timbulnya hama dan penyakit. Masalah hama dan penyakit inilah yang menyebabkan banyak petani yang jera dan bermalas-malasan menanam dan memperhatikan budidaya sengon secara intensif di lahan mereka. Pemanenan

(33)

21 Kegiatan pemanenan kayu biasanya dilakukan sendiri oleh pembeli. Kayu sengon dan mahoni yang dijual atau dikonsumsi dapat dimanfaatkan untuk kayu pertukangan ataupun meubel sedangkan sisa hasil penebangan biasanya digunakan untuk kayu bakar oleh petani.

Komoditas tanaman pertanian yang dipanen kemudian dijual untuk menutupi biaya hidup sehari-hari. Tanaman pertanian tersebut terdiri dari tanaman semusim/berumur pendek dan tanaman tahunan, sawah dan ternak. Tanaman semusim di Desa Bayasari yaitu singkong sedangkan tanaman tahunan di Desa Bayasari antara lain kapulaga, pisang, kelapa, bambu, lada, dan kopi. Kedua kategori jenis tanaman pertanian ini tidak membutuhkan biaya pengelolaan yang cukup besar sehingga petani memilih untuk menanamnya terutama kapulaga yang sebagian responden menanamnya di lahan hutan rakyat atau pekarangan rumah. Sawah juga merupakan tanaman pertanian yang dimiliki oleh petani hutan rakyat. Selain untuk menambah penghasilan dengan penjualan padi, padi juga dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pokok sembako, begitu juga dengan ternak yang merupakan sumber pendapatan petani. Ternak yang banyak dipelihara untuk dijual dan dikonsumsi adalah domba, kambing, ayam dan ikan. Keadaan hutan rakyat di Desa Bayasari dapat dilihat pada Gambar 1.

Pemasaran Hasil

Pemasaran merupakan hal yang sangat penting setelah selesainya proses produksi. Bila pemasaran tidak lancar dan tidak memberikan harga yang layak bagi petani maka kondisi ini akan mempengaruhi motivasi petani. Pemasaran yang tidak baik bisa disebabkan karena daerah produsen terisolasi, tidak ada pasar, rantai pemasaran terlalu panjang atau hanya ada satu pembeli (Daniel 2001). Pemasaran hasil dilakukan melalui perantara yakni tengkulak yang bertujuan memudahkan petani memasarkan hasil produknya untuk mengurangi biaya pengangkutan produk. Tengkulak merupakan para pengusaha pengumpul barang dagangan yang datang ke daerah-daerah penghasil misalnya daerah penghasil beras, buah-buahan, kayu dan hasil bumi lainnya. Hasil barang dagangan yang dikumpulkan oleh para tengkulak itu ada yang dijual di pasar-pasar dan ada yang dijual ke perusahaan eksportir. Di Desa Bayasari, tengkulak datang langsung ke

(34)

22

lokasi tebang agar dapat melihat dengan jelas jumlah dan kualitas hasil kayu dari hutan rakyat yang selanjutnya akan dipasarkan. Kemudian tengkulak melakukan transaksi dengan petani pemilik hutan rakyat dengan pembayaran langsung melalui sistem pemasaran kayu yang bervariasi yaitu kubikasi, borongan dan batangan, tergantung kesepakatan kedua belah pihak. Dalam penentuan harga, kebanyakan petani mengetahui harga kubikasi atau batangan dari ukuran diameter dan tinggi pohon sehingga tingkat penawaran dari petani cenderung tidak bisa dikendalikan oleh tengkulak kecuali kondisi kayu cacat atau kualitasnya yang kurang baik yang banyak diakibatkan oleh serangan hama dan penyakit pohon. Informasi harga diperoleh petani dari keikutsertaannya dalam kelompok tani. Lagipula, hubungan tengkulak dengan petani hutan rakyat cukup baik sehingga harga yang ditawarkan tengkulak sesuai dengan yang diinginkan oleh petani. Berikut ini akan disajikan gambar tanaman kapulaga dan kopi di Desa Bayasari.

Kontribusi Hutan Rakyat terhadap Pendapatan Bersih Usaha Tani

Kegiatan pengelolaan usaha tani yang dilakukan walaupun terlihat sederhana namun membutuhkan biaya. Biaya pengelolaan usaha tani merupakan total biaya yang dikeluarkan untuk keseluruhan tahap pengelolaan mulai dari pengadaan bibit sampai pemasaran hasil. Biaya pengelolaan nilainya bervariasi berdasarkan strata luas. Besarnya biaya dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya luas dan kondisi lahan, banyaknya jenis usaha tani, sistem pengelolaan dan tenaga kerja yang diupahkan. Jumlah biaya dihitung dalam jangka waktu satu tahun untuk semua keperluan yang digunakan dalam memenuhi kebutuhan pengelolaan. Responden mengalami kesulitan ketika menjelaskan mengenai besarnya biaya pengelolaan hutan rakyat yang mereka kelola setiap tahunnya karena tidak pernah dilakukan perhitungan secara rinci. Biaya pengelolaan yang dihitung dalam penelitian ini adalah biaya total usaha tani yang dikeluarkan petani meliputi pembelian bahan (bibit, pupuk dan obat-obatan), sewa alat, penggunaan jasa tenaga kerja dan pakan untuk usaha ternak.

Pendapatan usaha tani rumah tangga petani hutan rakyat berasal dari berbagai sumber antara lain pendapatan usaha tani hutan rakyat dan usaha tani non hutan rakyat. Pendapatan hutan rakyat terdiri dari hasil kayu hutan rakyat dan tanaman pertanian (tanaman semusim dan tahunan) baik buah maupun palawija sedangkan pendapatan non hutan rakyat berupa hasil sawah dan ternak. Dari

(35)

23 keselurahan pendapatan responden yang dianalisis, hasil pendapatan yang diperoleh sangat beragam tergantung luas lahan yang mereka miliki, ragam jenis usaha tani, teknik pengelolaan, frekuensi panen dan faktor-faktor lainnya. Pendapatan yang berasal dari hasil kayu diperoleh dari jenis kayu sengon (Paraserianthes falcataria) dan mahoni (Swietenia macrophylla), pendapatan tanaman semusim yaitu singkong dan tanaman tahunan antara lain kapulaga, pisang, kelapa, bambu, lada dan kopi. Sedangkan pendapatan non hutan rakyat berupa padi hasil bertani sawah dan pendapatan hasil ternak yaitu domba, kambing, ayam dan ikan. Berikut biaya pengelolaan, pendapatan kotor dan pendapatan bersih dari keseluruhan usaha tani responden.

Tabel 10 Sumber pendapatan usaha tani responden per tahun

Sumber Pendapatan Strata I (Rp) Strata II (Rp) Strata III (Rp)

(36)

24

pendapatan bersih yang dihasilkan akan memberikan nilai yang terbesar atau terkecil pula. Hal ini dipengaruhi oleh biaya pengelolaan yang dikeluarkan untuk setiap jenis usaha tani pada masing-masing strata.

Berdasarkan data, usaha tani yang membutuhkan biaya yang paling besar adalah peternakan baik strata I, II, maupun III dengan biaya pengelolaan rata-rata seluruh responden adalah sebesar Rp 11 700 000/tahun pada strata I, Rp 3 893 370/tahun pada strata II dan Rp 3 749 125/tahun pada strata III. Sedangkan biaya pengelolaan paling kecil untuk strata I dan II adalah usaha tanaman pertanian dengan nilai masing-masing sebesar Rp 636 875/tahun dan Rp 540 125/tahun serta pada strata III biaya pengelolaan terkecil adalah biaya pengelolaan hutan rakyat yaitu sebesar Rp 463 000. Besarnya biaya pengelolaan ternak disebabkan harga bibit pada awal pengadaan bibit ternak tergolong cukup tinggi terutama untuk ternak domba dan kambing serta sebagian petani harus mengeluarkan biaya pakan ternak dan upah mengarit rumput dengan biaya Rp 15 000/hari/orang. Untuk ternak ikan dan ayam, biaya pengelolaan tidak termasuk tinggi karena harga bibit terjangkau dan pakan bisa diperoleh dari makanan sisa rumah tangga petani.

Pendapatan bersih usaha tani bervariasi berdasarkan tingkat strata dan jenis usaha taninya. Strata I dapat dilihat bahwa pendapatan bersih terbesar berasal dari hasil ternak sebesar sebesar Rp 29 847 048/tahun (74.6%) dan pendapatan bersih terkecil adalah hasil pertanian sebesar Rp 1 316 575/tahun (3.3%). Pendapatan bersih dari hasil kayu hutan rakyat pada strata II merupakan pendapatan yang terbesar yaitu sebesar Rp 9 387 952/tahun (53.4%) dan terkecil adalah hasil pertanian Rp 1 373 518/tahun (7.8%). Sedangkan pada strata III terbesar diperoleh dari hasil padi sebesar Rp 25 137 600/tahun (55.1%) dan yang terkecil diperoleh oleh hasil ternak sebesar Rp 657 125/tahun (1.4%).

Pada strata I persentase pendapatan bersih peternakan sangat besar terkait kontribusinya terhadap keseluruhan sumber pendapatan usaha tani. Berdasarkan data, hal ini berarti bahwa peternakan merupakan sumber pendapatan yang paling diandalkan di Desa Bayasari untuk luas lahan <0.2 ha karena ternak dapat dipanen setiap tahunnya baik domba, kambing, ayam maupun ikan dengan frekuensi panen yang lebih tinggi dibandingkan hasil kayu hutan rakyat. Selain itu, ternak juga tidak membutuhkan luas lahan yang relatif besar sehingga pendapatan bisa lebih maksimal dibanding sumber pendapatan lainnya. Sebagian besar responden memiliki ternak peliharaan karena selain menguntungkan untuk menambah pendapatan, hasil ternak juga bisa dikonsumsi untuk kebutuhan rumah tangga sehari-sehari. Pada strata III, padi hasil bertani sawah memberikan kontribusi yang paling besar karena di samping frekuensi panen padi bisa tiga kali dalam setahun, petani mengganggap bahwa dengan lahan yang lebih luas maka akan lebih produktif jika mengandalkan sawah sebagai usaha tani sedangkan hutan rakyat baru bisa dipanen setelah berumur minimal 3-5 tahun dan belum bisa dipastikan panen untuk setiap tahun berikutnya serta penjualan kayu hanya dilakukan dalam keadaan mendesak saja (tebang butuh).

(37)

25 terlepas dari adanya hutan rakyat sebagai sumber pendapatan rumah tangga petani. Persentase hasil kayu hutan rakyat dan sawah tidak berbeda jauh yang berarti bahwa petani di Desa Bayasari juga masih mengandalkan hasil padi sebagai sumber pendapatan mereka karena hasil padi selain dipanen untuk dijual, petani juga mengkonsumsi hasil padi untuk kebutuhan pangan rumah tangga.

Hasil data pendapatan pada penelitian ini sama dengan pendapatan rata-rata hutan rakyat yang sudah ada pada penelitian sebelumnya. Berdasarkan hasil penelitian Firani (2011), pendapatan rata-rata terbesar dari sumber pendapatan responden di Desa Padasari, Kecamatan Cimalaka,Kabupaten Sumedang, Jawa Barat berasal dari hutan rakyat baik pada strata I, II, maupun III dengan kontribusi masing-masing 61.82%, 57.80% dan 59.11%. Namun, hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rachman (2011) di Desa Bangunjaya, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, Jawa Barat yang menyatakan bahwa penjualan hasil pertanian berupa buah-buahan memiliki porsi yang paling besar terkait kontribusinya terhadap pendapatan petani hutan rakyat yaitu rata-rata sebesar Rp 108 900 008/tahun. Dari kedua hasil penelitian di atas, kontribusi masing-masing usaha tani menghasilkan kesimpulan yang bervariasi sehingga pendapatan petani untuk masing-masing sumber pendapatan bisa berbeda pada tiap daerah.

Jika dilakukan perbandingan biaya pengelolaan rata-rata dan pendapatan bersih rata-rata per hektar per tahun untuk masing-masing strata pada hutan rakyat, maka akan diperoleh nilai yang bervariasi pada setiap strata. Berikut biaya pengelolaan dan pendapatan bersih rata-rata hasil kayu rakyat masing-masing strata.

Tabel 11 Pendapatan rata-rata hasil kayu hutan rakyat responden masing-masing strata

Sumber Pendapatan Strata I (Rp) Strata II (Rp) Strata III (Rp)

(38)

26

kebun campuran ≥ 1 ha yaitu sebesar Rp 6 494 617/tahun dan biaya pengelolaan rata-rata terkecil terdapat pada strata yang paling rendah yaitu dengan luas < 0.25 ha sebesar Rp 616 760/tahun.

Pendapatan bersih per hektar per tahun hutan rakyat pada strata I merupakan pendapatan yang paling kecil yaitu sebesar Rp 19 806 146/ha/tahun dan pendapatan terbesar berada pada strata III dengan nilai Rp 43 948 367/ha/tahun. Dari ketiga strata luas tersebut, hal ini menunjukkan luas lahan berbanding lurus dengan pendapatan hutan rakyat, semakin luas lahan maka hasil pendapatan hutan rakyat juga akan semakin meningkat. Dengan demikian berarti bahwa petani dengan luas lahan yang lebih besar bekerja aktif dan memiliki potensi dalam mengusahakan usaha hutan rakyatnya melalui kerjasama dengan para penggarap untuk mengelola hutan rakyat secara intensif.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, pengusaha hutan rakyat yaitu petani hutan rakyat di Desa Bayasari tergabung dalam suatu lembaga kelompok tani dalam meningkatkan usaha tani yang mereka kelola meskipun semakin lama keberadaan kelompok tani dirasakan kurang memberikan kontribusi yang besar dalam mendukung pengusahaan hutan rakyat dan usaha tani lainnya. Pola dan teknik pengelolaan hutan rakyat di Desa Bayasari masih bersifat tradisional. Penggunaan kebutuhan serta sarana prasarana yang digunakan masih tergolong sederhana, hingga pemanenan dilakukan hanya pada saat keadaan mendesak (tebang) serta pemasaran hasil masih melalui tengkulak.

Rata-rata kontribusi dari hasil tanaman pertanian, sawah, peternakan dan kayu hutan rakyat adalah masing-masing sebesar 4.5%, 32.9%, 29.3% dan 33.4%. Hal ini menunjukkan bahwa petani di Desa Bayasari masih tidak terlepas dari hutan rakyat sebagai sumber pendapatan rumah tangga. Pendapatan bersih per hektar per tahun hutan rakyat pada strata I merupakan pendapatan yang paling kecil yaitu sebesar Rp 19 806 146/ha/tahun dan terbesar berada pada strata III sebesar Rp 43 948 367/ha/tahun. Hal ini berarti bahwa petani dengan luas lahan yang lebih besar bekerja aktif dan memiliki potensi dalam mengusahakan usaha hutan rakyatnya melalui kerjasama dengan para penggarap untuk mengelola hutan rakyat secara intensif.

Saran

1. Pemerintah beserta sekumpulan pengurus Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) harus lebih meningkatkan penyuluhan dan bimbingan mengenai sistem pengelolaan hutan rakyat agar dapat menghasilkan tanaman kayu yang berkualitas baik dan dapat memberikan kontribusi yang lebih besar lagi terhadap pendapatan rumah tangga petani di Desa Bayasari.

(39)

27

DAFTAR PUSTAKA

Anwar S, Hakim I. 2010. Social Forestry Menuju Restorasi Pembangunan Kehutanan Berkelanjutan. Anwar S, Hakim I, editor. Bogor (ID) : Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Kementrian Kehutanan.

[BP3K] Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan. 2012. Programa Penyuluhan Kehutanan Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan Jatinagara Tahun Anggaran 2012. Kabupaten Ciamis. [BPPMD] Badan Perizinan dan Penanaman Modal Daerah. 2006. Propinsi Jawa

Barat Merupakan Tempat yang Tepat untuk Investasi Anda [internet]. [diacu

2013 September 29]. Tersedia dari :

http://www.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/informasi/sorotan_kita/ detail sorotan/34.

Cahyono et al. 2002a. Kajian Sumbangan Pendapatan Hutan Rakyat terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani: di Sub DAS Temon dan DAS Keduang, Solo Hulu. Makalah Ekspose Hasil Penelitian Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Wilayah Indonesia Bagian Barat. Wonogiri, 1 Oktober 2002. Bogor (ID) : Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan.

Daniel M. 2011. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta (ID) : Bumi Aksara. Effendi R. 2011. Kajian tata niaga kayu rakyat di Pulau Jawa Bagian Barat. Jurnal

Penelitian Hutan Tanaman Vol 8 No 4.

Firani SD. 2011. Analisis pendapatan rumah tangga petani hutan rakyat (studi kasus di Desa Padasari, Kecamatan Cimalaka, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat) [Skripsi]. Bogor (ID) : Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Hardjanto. 2000. Beberapa Ciri Pengusahaan Hutan Rakyat Di Jawa. Di dalam : Suharjito, penyunting. Hutan Rakyat di Jawa Perannya dalam Perekonomian Desa. Program Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Masyarakat (P3KM). Fakultas Kehutanan IPB. Bogor (ID). Pengembangan Kebijakan Ekonomi dalam Pelestarian Hutan. Bogor. PP 7-11. Institut Pertanian Bogor.

Kasryno et al. 1986. Profil Pendapatan dan Konsumsi Pedesaan Jawa Timur.

Bogor (ID) : Yayasan Penelitian Survey Agro Ekonomi.

[Kemenhut] Peraturan Menteri Kehutanan No P.03/Menhut-V/2004 tentang Pedoman dan Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan.

[Kemenhut] Peraturan Menteri Kehutanan No P.30/Menhut-II/2012 tentang Penatausahaan Hasil Hutan yang Berasal dari Hutan Hak.

[LPI] Lembaga Penelitian IPB (ID). 1990. Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

(40)

28

Rachman RM. 2011. Kontribusi pengelolaan agroforestri terhadap pendapatan rumah tangga petani (studi kasus : Desa Bangunjaya, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) [Skripsi]. Bogor (ID) : Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Sajogyo, 1977. Dua Puluh Dua Tahun Studi Pembangunan Pengurangan Kemiskinan Pembangunan Agribisnis dan Revitalisasi Pertanian. Indaryanti, Y, editor. Bogor (ID) : Pusat Studi Pengembangan Pertanian dan Pedesaan-LPPM IPB.

(41)

29

(42)

30

Hasil pengolahan data dengan software statistik (Minitab 14)

Regression Analysis: Pendapatan versus luas

The regression equation is

Pendapatan = 3625381 + 18888741 luas

Predictor Coef SE Coef T P Constant 3625381 2710775 1,34 0,192 luas 18888741 8963667 2,11 0,044

S = 8426181 R-Sq = 13,7% R-Sq(adj) = 10,6%

Analysis of Variance

Source DF SS MS F P Regression 1 3,15280E+14 3,15280E+14 4,44 0,044 Residual Error 28 1,98801E+15 7,10005E+13

Total 29 2,30329E+15

Unusual Observations

Obs luas Pendapatan Fit SE Fit Residual St Resid 27 0,42 29745000 11558652 2171663 18186348 2,23R 28 0,42 34720000 11558652 2171663 23161348 2,84R 30 1,00 4316667 22514122 6905263 -18197456 -3,77RX

Gambar

Tabel 1 Data primer
Tabel 1 Data primer (lanjutan)
Tabel 2 Data sekunder
Gambar 1 Peta Desa Bayasari
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kajian ini dibuat bertujuan untuk mengesan kecenderungan keusahawanan di kalangan pesara tentera yang mengikuti program keusahawanan anjuran Jabatan Hal-Ehwal

mengurangkan masalah dalam hubungan manusia dan untuk memperbaiki kehidupan melalui interaksi manusia yang lebih baik.Selain itu,terdapat ramai pekerja dalam profesion bantuan

Jawaban dari permasalahan tersebut adalah bahwa rekayasa balik yang dilakukan dalam rangka pembuatan program keygen termasuk perbuatan yang dilarang dalam pasal 30 ayat

Segala puji dan syukur atas berkat rahmat Allah SWT yang telah melimpahkan segala anugerahn-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan konsep rancangan combination tool yang merupakan alat bantu pembuatan produk menggunakan bahan dasar lembaran pelat

dibandingkan dengan rangkaian sederhana, dan penghematan energi 22 % dengan pemasangan kapasitor bank, maka wahana bawah laut akan lebih cepat dalam proses pengisian

Ibu Siti Maesyaroh Eka, S.Pd, selaku ibu, guru pembimbing, pengingat, penyemangat, dan sahabat yang selalu sabar mendengarkan keluh kesah penulis dari awal

Berdasarkan hasil pemantauan Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan sampai dengan bulan Maret 2014 total kejadian krisis yang terjadi sebanyak 112 kali